Anda di halaman 1dari 16

1.

Rencana-teknis Tubuh Bendungan


1.1. Beberapa Istilah penting
1.1.1.Tinggi bendungan
Yang dimaksud dengan tinggi bendungan adalah perbedaan antara elevasi permukaan
pondasi dan elevasi mercu bendungan. Permukaan pondasi adalah dasar dinding kedap
air atau dasar dari pada zone kedap air. Apabila pada bendungan tidak terdapat dinding
kedap air atau zone kedap air, maka yang dianggap permukaan pondasi adalah garis
perpotongan antara bidang vertical yang melalui tepi udik mercu bendungan dengan
permukaan pondasi alas bendungan tersebut. Sedang mercu bendungan adalah biidang
teratas dari suatu bendungan yang tidak dilalui oleh luapan air dari waduk. Akan tetapi,
apabila pada mercu bendungan terdapat temok penahan (parafet) untuk melindungi
mercu bendungan terhadap limpasan ombak, maka tinggi jagaan waduk bertambah
setinggi tembok peahen dan puncak tembok dapat dianggap sebagai mercu bangunan
yang bersangkutan.

1.1.2.Tinggi jagaan (free board)


Tinggi jagaan adalah perbedaan antara elevasi permukaan maksimum-rencana air dalam
waduk dan elevasi mercu bendungan. Elevasi permukaan air maksimum-rencana
biasanya merupakan elevasi banjir rencana waduk. Kadang-kadang elevasi permukaan

air penuh normal atau elevasi permukaan banjir lebih tinggi dari elevasi banjir rencana
dan dalam keadaan yang demikian yang disebut elevasi permukaan air maksimum
rencana adalah elevasi yang paling tinggu yang diperkirakan akan dicapai oleh
permukaan air waduk tersebut. Selain itu dalam hal-hal tertentu tambahan tinggi
penahan ombak di atas mercu bendungan kadang-kadang diperhitungkan pula pada
penentuan tinggi jagaan.
1.1.3.Panjang bendungan
Yang dimaksud dengan panjang bendungan adalah seluruh panjang mercu bendungan
yang bersangkutan, termasuk bagian yang dgali pada tebing-tebing sungai di kedua
ujung mercu tersebut. Apabila bangunan pelmpah atau bangunan penyadap terdapat
pada ujung-ujung mercu, maka lebar bangunan-bangunan pelimpah tersebut
diperhitungkan pula dalam menenukan panjang bendungan.
1.1.4.Volume bendungan
Seluruh jumlah volume konstruksi yang dibuat dalam rangka pembangunan tubuh
bendungan termasuk semua bangunan pelengkapnya dianggap sebagai volume
bendungan.
1.1.5.Kemiringan lereng (slope gradient)
Kemiringan rata-rata lereng-lereng bendungan (lereng udik dan lereng hilir) adalah
perbandingan antara panjang garis vertikal yang melalui puncak dan panjang garis
horizontal yang melalui tumit masing-masing lereng tersebut. Berm-lawan dan drainage
prisma biasanya dimasukkan dalam perhitungan penentuan kemiringan lereng, akan
tetapi alas kedap air biasanya diabaikan.
1.1.6.Penimbunan extra (extra-banking)
Sehubungan dengan terjadinya gejala konsotidasi tubuh bendungan, yang prosesnya
berjalan lama sesudah pembangunan bendungan tersebut diadakan penimbunan extra
melebihi tinggi dan volume-rencana dengan perhitungan agar sesudah proses
konsolidasinya berakhir, maka penurunan tinggi dan penyusutan volume akan
mendekati tinggi dan volume-rencana bendungan.
1.2. Tinggi Jagaan
Sebagai mana telah diuraikan terdahulu, bahwa bendungan urugan sangat peka terhadap
limpasan. Dan limpasan yang terjadi di atas mercu bendungan akan dapat menyebabkan
jebolnya suatu bendungan urugan. Karenanya tinggi bebas bendungan urugan perlu
direncanakan dengan sangat hati-hati sehingga akan diperoleh tinggi jagaan yang memadai.
Dalam menentukan tinggi jagaan perlu diperhatikan berbagai faktor yang mungkin akan
mempengaruhi existensi dari calon bendungan, antara lain:
kondisi dan situasi tempat kedudukan calon bendungan,
pertimbangan-pertimbangan tentang karakteristika dari banjir abnormal.
kemungkinan timbulnya ombak-ombak besar dalam waduk yang disebabkan oleh
angin dengan kecepatan tinggi ataupun gempa bumi.

kemungkinan terjadinya kenaikan permukaan air waduk di luar dugaan,


karenatimbulnya kerusakan-kerusakan atau kemacetan-kemacetan pada bangunan

pelimpah.
tingkat kerugian yang mungkin dapat ditimbulkan dengan jebolnya bendungan yang

bersangkutan.
Tinggi jagaan (Hf) dapat dihitung dengan rumus sbb.:

H f h+ h w atau
H f hw +

he
+h a+ hi
2

he
+h +h
2 a i

Dimana :

: tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air waduk yang terjadi akibat

timuknya banjir abnormal

hw : tinggiombak akbat tiupan angin


he

: tinggi ombak akibat gempa

ha

: tinggi kemungkinan permukaan air waduk, apabila terjadi kemacetan-kemacetan

pada pintu bangunan pelimpah

hi

: tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi dari waduk

1.2.1.Tinggi kenaikan permukaan air yang disebabkan oleh banjir abnormal (h)
Biasanya debit banjir abnormal yang kadang-kadang melebihi debit banjir
rencana dialirkan ke luar melalui bangunan pelimpah, akan tetapi elevasi permukaan air
waduk akan naik melebihi elevasi maximum-rencana, setinggi h yang telah
diperkirakan sebelumnya dan dapat dihitung dengan rumus sbb.:

2 Q0
h=

3 Q

h
Ah
1+
QT

Dimana:
Q0
: debit banjir-rencana
Q
: kapasitas rencana bangunan pelimpah untuk banjir abnormal.
: 0,2 untuk bangunan pelimpah terbuka.
: 1,0 untuk bangunan pelimpah tertutup.
h
: kedalaman pelimpahan-rencana
A
: luas permukaan air waduk pada elevasi banjir-rencana.
T
: durasi terjadinya banjir abnormal (biasanya antara 1 s/d 3 jam)
1.2.2.Tinggi jangkauan ombak yang disebabkan oleh angin
Tinggi jangkauan hempasan ombak yang naik ke atas permukaan lereng udik
bendungan (hw) dapat diperoleh dengan metode S.M.B. yang didasarkan pada
panjangnya lintasan ombak (F) dan kecepatan angin di atas permukaan air waduk. Akan

tetapi disamping tinggi ombak (R), jangkauan hempasan ombak yang naik di atas
permukaan lereng udik bendungan tersebut masih tergantung dari beberapa faktor
lainnya, yang di antaranya adalah kemiringan serta kekasaran permukaan Iereng udik
tersebut. Faktor kemiringan dan kekasaran permukaan lereng ini diselidiki oleh Saville
yang diadoptasikan pada metode S.M.B dan dapat dipergunakan untuk menghitung
tinggi jangkauan hempasan ombak yang naik di atas permukaan lereng bendungan.

Agar harga hw dapat diperoleh dengan mudah, maka oleh Saville telah dibuatkan suatu
diagram (periksa Gbr. 3-52), yang didasarkan pada tinggi ombak (R), panjang lintasan
ombak (F) dan kekasaran permukaan lereng udik bendungan.
Pada penggunaan diagram tersebut di atas, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
o biasanya panjang lintasan ombak diukur pada lintasan yang lurus, sedangkan
kenyataannya lintasan ombak yang bergerak di atas permukaan air yang luas
o

biasanya mengambil lintasan berbentuk garis lengkung.


permukaan lereng yang dilindungi oleh pasangan batu kosong (stone pitching) atau
pasangan beton blok (concrete block facing) dianggap merupakan permukaan
lereng yang licin, sedang permukaan lereng yang dilindungi oleh hamparan batu -

biasa (rip-rap slope) dianggap permukaan lereng yang kasar.


1.2.3.Tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa
Untuk menghitung tinggi ombak yang disebabkan oleh gempa (he) dapat digunakan
rumus empiris yang dikembangkan oleh Seiichi Sato sebagai berikut:

he =

e.
g . H0

dimana:
e
: intensitas seismis horizontal

siklus seismis (biasanya sekitar satu detik).


H0
: kedalaman air di dalam waduk.
Contoh:
Apabila diketahui:
e = 0,15 = 1 dan H0 = 50m
Maka tinggi puncak ombak di atas permukaan air rata-rata adalah sebesar h e/2 = 0,5m
1.2.4.Kenaikan permukaan air waduk yang dlsebabkan oleh ketidak-normalan operasi pintupintu bangunan pelimpah.
Ketidak-normalan operasi pintu-pintu dapat terjadi oleh berbagai sebab, antara lain:
keterlambatan pembukaan, kemacetan atau bahkan kerusakan-kerusakan mekanisme
pintu-pintu tersebut, yang mengakibatkan terjadinya kenaikan permukaan air waduk (h a)
melampaui batas maximum rencana. Pada hekekatnya, tinggi kenaikan yang disebabkan
oleh hal-hal tersebut amatlah sukar untuk diperkirakan sebelumnya dan penentuan
tinggi jagaan tidak dapat selalu didasarkan pada hal-hal tersebut, karena pertimbanganpertimbangan ekonomis. Biasanya sebagai standard diambil ha= 0,5m.
1.2.5.Angka tambahan tinggi jagaan yang didasarkan pada type bendungan.
Mengingat limpasan melalui mercu bendungan urugan akan sangat berbahaya, maka
untuk bendungan type ini angka tambahan tinggi jagan (h i) diambil sebesar 1,0m (hi =
l,0 m).
1.2.6.Angka standard untuk tinggi jagaan pada bendungan urugan
Didasarkan pada tinggi bendungan yang direncanakan, maka angka standard untuk
tinggi jagaan pada bendungan urugan adalah sebagai berikut:
o Lebih rendah dari 50 m
Hf > 2,0 m
o Dengan tinggi antara 50 s/d 100m
Hf > 3,0 m
o Lebih tinggi dari 100m
Hf > 3,5 m
1.3. Lebar mercu bendungan
Lebar mercu bendungan yang memadai diperlukan agar puncak bendungan dapat bertahan
terhadap hempasan ombak di atas permukaan lereng yang berdekatan dengan mercu tersebut
dan dapat bertahan terhadap aliran filtrasi yang melalui bagian puncak tubuh bendungan
yang bersangkutan. Di samping itu, pada penentuan lebar mercu perlu pula diperhatikan
kegunaannya sebagai jalan-jalan exploitasi & pemeliharaan bendungan ybs. Kadang-kadang
lebar mercu-bendungan ditentukan berdasarkan kegunaannya sebagai jalan-jalan lalu lintas
umum.
Guna memperoleh lebar minimum mercu bendungan (b), biasanya dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
b = 3,6 H1/3 - 3,0
dimana:
b
: lebar mercu
H
: tinggi bendungan
1.4. Penimbunan extra pada bendungan urugan
Penimbunan extra pada bendungan urugan dilaksanakan untuk mengimbangi penurunan
mercu bendungan yang disebabkan oleh adanya proses konsolidasi baik pada tubuh maupun
pondasi bendungan.

Sesudah tubuh bendungan selesai dibangun, proses konsolidasi ini masih terus berlangsung
untuk beberapa waktu Iamanya dan penimbunan extra diperlukan agar sesudah proses
konsolidasi tersebut selesai, supaya mercu bendungan dapat mencapai elevasi yang telah
direncanakan. (elevasi-rencana).
Selain itu penimbunan extra dilakukan pula untuk jalan-jalan exploitasi & pemeliharaan dan
kadang-kadang untuk memperindah tubuh bendungan yang bersangkutan.
Sebagaimana yang telah disinggung terdahulu, bahwa penurunan mercu bendungan yang
disebabkan proses konsolidasi pondasi dari tubuh bendungan yang secara singkat dapat
diuraikan sebagai berikut:
1.4.1.Proses konsolidasi pondasi
Penurunan terbesar permukaan pondasi bendungan terjadi pada tempat dengan beban
yang terbesar. Dan beban yang terbesar terdapat pada bagian bendungan yang tertinggi,
yang biasanya terletak di bagian tengah bendungan yang bersangkutan.
Kadang-kadang penurunan terbesar permukaan pondasi terjadi di sekitar daerah tumit
hilir (toe) dari bendungan, dimana terjadinya konsentrasi-konsentrasi beban pada
permukaan pondasi tsb. Agar besarnya penurunan yang terjadi pada permukaan pondasi
bendungan dapat diketahui sebelumnya, biasanya dilakukan pengujian-pengujian
pembebanan atau pengujian-pengujian konsolidasi pada permukaan pondasi calon
bendungan yang bersangkutan. Apabila lapisan pondasi terdiri dari batuan yang keras,
maka terhadap suatu pembebanan, intensitas penurunannya akan sangat kecil. Akan
tetapi semakin lemah lapisan pondasi, maka intensitas penurunannya semakin besar.
Selanjutnya apabila pembebanan pada pondasi sedemikian besarnya, sehingga terjadi
proses konsolidasi yang melampaui batas (over-consolidation), maka proses penurunan
permukaan pondasi akan berakhir segera sesudah penyelesaian pembangunan
bendungannya, karena di dalam struktur lapisan pondasi tersebut terjadi deformasi
elastis.
1.4.2.Proses konsolidasi tubuh bendungan
Biasanya pada bendungan urugan dengan pemadatan yang baik dan dengan pondasi
yang terdiri dari lapisan batuan yang kompak dan keras, maka penurunan mercu
bendungan tidak akan berarti.
Penurunan tubuh bendungan yang disebabkan oleh proses konsolidasi di dalam tubuh
bendungan tersebut, biasanya berkisar antara 0,2 s/d 0,4 % dari tingginya dan angka
terbesar yang pernah terjadi adalah sekitar, 1,0% saja.
Pada bendungan urugan yang tubuhnya terdiri dari beberapa zone dengan karakteristika
bahan yang berbeda-beda dan cara penimbunan yang berbeda-beda pula, serta tekanan
yang berbeda-beda pada setiap titik dalam tubuh bendungan tersebut maka intensitas
penurunan pada setiap titik tsb akan berbeda-beda pula.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka dapatlah ditarik kesimpulan;
bahwa besarnya penurunan tubuh bendungan sangat dipengaruhi oleh karakteristika
bahan yang membentuk tubuh bendungan.

Dengan demikian besarnya volume penimbunan extra hanya dapat ditentukan dengan
angka perkiraan yang sangat kasar, didasarkan pada rumus-rumus empiris atau pada
hasil-hasil pengamatan bendungan-bendungan yang sudah dibangun.
1.4.2.1.
Penggunaan rumus empiris
Besarnya penurunan tubuh bendungan (H) segera sesudah bendungan selesai dibangun
dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

H=
E=

1
2
H T
2E

p0 p x
1
=
e0e x mv
1+e 0

Dimana:

: berat jenis bahan tubuh bendungan

H
: tinggi bendungan
T
: koeffisien penurunan (antara 0,3 s/d 0,5), yang didasarkan pada type
bendungan dan kecepatan pelaksanaan penimbunannya).
P0
: tegangan efektif permulaan (beban pendahuluan)
Px
: tegangan efektif setelah mencapai ketebalan x meter
e0
: angka pori pada keadaan tegangan P0
ex
: angka pori pada keadaan tegangan Px
mv
: koeffisien kompresi volume
Contoh:
Apabila karakteristika bahan tubuh bendungan diketahui sebagai berikut:
E : 9,843 ton/m2 (diperoleh dari pengujian konsolidasi)
y : 2,1 1 ton/m3
H : 46 m
T : 0,3 (bahan berbutir kasar)
Dengan rumus di atas, maka akan diperoleh:

H=

2,11 462 0,3


=0,068 m
2 9,6843

H/H = 0,15%
1.4.2.2.
Penggunaan hasil-hasil pengamatan pada bendungan yang sudah dibangun
Sebagai mana diketahui, bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi intensitas
kompresi suatu bahan adalah type bahan tersebut serta tingkat kadar air yang terdapat di
dalamnya.
Umumnya apabila tegangan efektifyang bekerja pada bahan lebih rendah dari 7 kg/cm 2,
maka intensitas kompresinya akan sangat dipengaruhi oleh tingkat kadar air yang
terdapat pada bahan tersebut. Akan tetapi apabila tegangan efektif yang bekerja pada
bahan yang bersangkutan lebih besar dari 7 kg/cm, maka intensitas kompresinya akan
sangat dipengaruhi oleh jenis bahan.
Contoh angka kompresi perkiraan yang didasarkan pada jenis bahan-bahan timbunan,
dapat diperiksa pada Tabel 3-11 (diterbitkan oleh U.S.B.R.).
Berdasarkan Tabel 3-11, maka angka kompresi suatu bahan dapat diketahui secara kasar
dan dari tabel tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa semakin kasar butiran bahan,

angka kompresinya semakin rendah. Bahan dengan kandungan lebih dari 50% kerikil
mempunyai angka kompresi yang sangat rendah dan hampir tidak terjadi gejala
konsolidasi.
Suatu bahan dalam keadaan dengan kelembaban yang lebih rendah dari angka kadar air
optimumnya, ditimbun pada sebuah bendungan dan apabila waduknya kemudian diisi,
maka pori-pori bahan timbunan akan jenuh terisi air dan angka kompresi bahan tersebut
akan meningkat.

1.5. Pelindung lereng bendungan


1.5.1.Pelindung lereng udik
Hempasan ombak serta penurunan mendadak permukaan air waduk dapat menggerus
permukaan lereng tersebut. Guna pengamanannya diperlukan suatu hamparan pelindung
dengan konstruksi yang bermacam-macam, yang di antaranya adalah
o hamparan batu pelindung
o pasangan batu kosong pelindung
o hamparan aspal pelindung
Hamparan batu pelindung (rip rap) dianggap merupakan pelindung lereng yang paling
baik dengan karakteristikanya sebagai berikut:
o dapat mengikuti proses penurunan tubuh bendungan,
o mempunyai daya reduksi yang besar terhadap jangkauan hempasan ombak,
o
o

sehingga tinggi jagaan bendungan dapat diperkecil,


tahan lama di bawah tekanan air yang besar,
pembiayaannya paling rendah (lebih-lebih apabila tempat penggalian bahan batu

tidak jauh letaknya).


Karenanya untuk pelindung lereng udik bendungan, konstruksi hamparan batu
pelindung merupakan alternatif pertama, akan tetapi apabila lokasi dan metode
pengambilan serta pengangkutannya membutuhkan pembiayaan yang besar, baru
dipertimbangkan alternatif-alternatif lainnya.
Kelebihan dan kelemahan dari berbagai type konstruksi pelindung secara singkat
diuraikan pada Tabel 3-12.
Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam merencanakan konstruksi
pelindung lereng adalah sbb. :
o kwalitas bahan harus cukup mampu bertahan (tidak pecah) terhadap gilasan alatalat pemadatan, kekuatan hempasan ombak dan pengaruh-pengaruh pergantian
kondisi basah/kondisi kering secara terus menerus.

Batu-batu, blok atau masing-masing elemen kosntruksinya harus mempunyai


dimensi serta berat yang memadai, agar tidak dapat digerakkan oleh kekuatan

hempasan ombak yang terbesar (periksa Tabel 3-13)


Konstruksi pelindung harus mempunyai ketebalan tertentu, sehingga ombak di atas
permukaan waduk tidak dapat menyentuh butiran bahan pembentuk lereng secara
langsung, terutama untuk konstruksi type hamparan batu pelindung (periksa Tabel

3-14).
ditinjau dari bentuk butiran batu, maka bentuk yang bersegi-segi lebih baik dari

pada bentuk batu yang bulat,


gradasi bahan lapisan filter harus dipilih sedemikian rupa, sehingga butiran bahan
tubuh bendungan yang dilindungi tidak tersedot keluar oleh gaya-gaya yang timbul
dalam ombak.

1.5.2.Pelindung lereng hilir. (untuk bendungan homogen)


Pelindung lereng hilir biasanya dimaksudkan untuk melindungi permukaan lereng
terhadap erosi dan terhadap pengaruh-pengaruh cuaca lainnya seperti radiasi sinar
matahari, temperatur udara rendah (kebekuan), dan lain-lain. Pelindung lereng hilir
biasanya digunakan tumbuh-tumbuhan berupa rumput-rumputan.
Pada bendungan yang tinggi kadang-kadang dibuat satu atau beberapa berm membujur
hampir datar pada permukaan lereng hilir untuk memperkecil lintasan langsung aliran
air hujan di atas permukaan lereng dan sekaligus dapat meningkatkan stabilitas lereng
hilir tsb. Di samping itu pada permukaan lereng di atas berm, biasanya dibuatkan
beberapa jalur saluran drainage penangkap aliran air hujan, membujur sejajar dengan
berm dengan jarak antara 10 m. Dari saluran-saluran drainage tsb, air hujan dialirkan ke
dalam selokan yang dibuat pada berm-berm dan selanjutnya dialirkan ke saluran
pembuangan utama keluar dari daerah tubuh bendungan.

2. Tinggi Jagaan

Tinggi jagaan pada bangunan pelimpah direncanakan untuk dapat menghindarkan terjadinya
limpasan, pada kemungkinan elevasi permukaan aliran air yang paling tinggi, ditambah tinggi
ombak serta kemungkinan adanya benda-benda terapung yang terdapat pada aliran tersebut.
Dengan demikian di samping untuk menghindarkan limpasan-limpasan pada elevasi permukaan
air di saat mengalirkan debit banjir rencana, maka tinggi jagaan tersebut supaya diuji pula pada
pengaliran debit banjir abnormal.

Apabila pada saluran banjir atau bangunan pelimpah terdapat bangunan-bangunan (seperti
jembatan, pintu-pintu, dan lain-lain), maka batas terbawah bangunan-bangunan tersebut terhadap
permukaan air tertinggi yang mungkin terjadi, supaya diperhitungkan dengan tinggi jagaan, tidak
kurang dari 1,5 meter.
Untuk elevasi puncak dinding bangunan pelimpah, supaya sekurang-kurangnya diambilkan
sebesar tinggi tekanan kecepatan aliran (velocity head) sub-kritis di atas permukaan aliran

tertinggi yang melintasi bangunan pelimpah tersebut atau sekurangkurangnya sebesar 0,5-0,6
meter di atas permukaan aliran super kritis.

Perhitungan untuk memperoleh tinggi jagaan pada bangunan pelimpah berlereng curam, dapat
digunakan rumus empiris sebagai berikut:

Fb =CV d 1 /2
atau

Fb =0,6+0,037 V d 1 /3
dimana:
Fb : tinggi jagaan (m)
C : koeffisien 0,10 untuk penampang saluran berbentuk persegi panjang dan 0,13 untuk
penampang saluran berbentuk trapesium.
V : kecepatan aliran (m/dt)
d : kedalaman air di dalam saluran (m)

3. Bangunan Penyadap Sandar

3.1. Konstruksi dan pondasi bangunan penyadap sandar


Bangunan penyadap sandar adalah bangunan penyadap yang bagian pengaturnya terdiri dari
terowongan miring yang berlubang-lubang dan bersandar pada tebing sungai. Untuk
bangunan penyadap. sandar (Gbr. 3-86) dibutuhkan pondasi batuan atau pondasi yang terdiri
dari lapisan yang cukup kukuh, agar dapat dihindarkan kemungkinan keruntuhan pada
konstruksi sandaran oleh pengaruh-pengaruh ftuktasi dari permukaan air waduk. Apabila
dikuatirkan kemungkinan terjadinya longsoran pada pondasi sandaran terowongan tersebut,
maka dipertimbangkan pembuatan tiap-tiap penyangga (step) pada jarak antara 5 s/d 10
meter. Selain itu sudut kemiringan pondasi sandaran agar tidak melebihi 60, kecuali apabila
pondasi tersebut terdiri batuan yang kukuh, karena pondasi yang lemah dikuatirkan dalam
masa-masa exploitasinya akan terjadi longsoran-longsoran. Terowongan atau pipa penyalur
datar (tunnel or bottom conduit) pada bangunan penyadap sandar umumnya hanya
digunakan untuk bendungan yang kecil. Kadang-kadang terowongan penyadap dilengkapi
lubang-lubang penyadap beserta pintu-pintunya dan dihuhungkan langsung dengan
terowongan pipa penyalur datarnya.
Berat timbunan tubuh bendungan biasanya mengakibatkan terjadinya penurunanpenurunan
tubuh terowongan tersebut dan untuk mencegah terjadinya penurunanpenurunan yang
membahayakan, maka baik pada terowongan penyadap maupun pada pipa penyalur datar
dibuatkan penyangga (supporting pole) yang berfungsi pula sehagai tempat sambungan
bagian-bagian dari pipa yang bersangkutan.

Beban-beban luar yang bekerja pada terowongan penyadap adalah:


a. Tekanan air yang hesarnya sama dengan tinggi permukaan air waduk dalam keadaan
penuh.
b. Tekanan timhunan tanah pada terowongan.
c. Berat pintu dan penyaring dan fasilitas-fasilitas pengangkatnya serta kekuatan operasi dan
fasilitas pengangkat tersebut.
d. Gaya-gaya hydro dinamis yang timhul akibat adanya aliran air dalam terowongan.
e. Apabila kekuatan apung 100% hekerja pada terowongan, maka besarnya diperhitungkan
f.

sama dengan volume luar terowongan.


Apabila terjadi vakum di dalam terowongan, maka gaya-gaya yang ditimbulkannya,

merupakan tekanan-tekanan yang negatif.


g. Apahila terjadi pembekuan-pembekuan di atas permukaan air waduk, maka tekanan
hamparan es yang terdapat di atas permukaan air waduk tersebut supaya diperhitungkan.
h. Gaya-gaya seismis dan gaya-gaya dinamis lainnya akan sangat berpengaruh pada
terowongan.
Dari semua macam beban yang akan bekerja pada bangunan penyadap, maka yang paling
penting untuk diperhatikan adalah beban-beban yang tertera pada point-point d,e dan f
tersebut di atas. Untuk perkuatan terhadap pengaruh-pengaruh gaya-gaya seismis dan gayagaya dinamis lainnya, maka pada tempat-tempat tertentu, (seperti: bagian yang melengkung
sambungan dan lain-lain), supaya diperkuat dengan angker. Sedang kekuatan apung dapat
diimbangi dengan meningkatkan berat terowongan, yaitu dengan mempertebal dinding
terowongan. Dan terjadinya tekanan negatif dapat dicegah dengan pembuatan ventilasi
dengan jalan menghubungkan bagian-bagian dalam terowongan yang diperkirakan akan
mengalami vakum dengan udara luar. Lubanglubang penyadap supaya dibuat dengan ukuran
yang sesuai, sehingga tidak terjadi bambatan-hambatan pada aliran air yang masuk ke dalam
terowongan. Sebagai standard, maka dibuat agar ukuran lubang penyadapan lebih kurang
seperdua dari luas aliran air dalam terowongan.
Apabila untuk terowongan dipergunakan pipa Hume, maka perhitungan hydrodinamikanya
tidak perlu dikerjakan, kerena bentuk serta konstruksinya telah disesuaikan untuk dapat
menampung beban hydrodinamika tersebut (Tabel 3-30).

3.2. Lubang penyadap


Untuk menghindari penyadapan air yang keruh, diusahakan agar penyadap pada bagian atas
dinding terowongan dibuat 2 atau 3 buah lubang. Kedua lubang teratas akan berfungsi
sebagai penyadapan air, sedang sebuah yang paling bawah dapat berfungsi sebagai lubang
penggelontor lumpur (silt ejector).
Apabila diperlukan suatu pengaturan untuk kapasitas penyadapannya, maka pada lubanglubang tersebut dapat dipasang pintu-pintu pengatur dan untuk memudahkan operasinya,
disarankan agar pintu yang dioperasikan tidak melebihi kedalaman 10 meter. Walaupun
demikian, dalam keadaan darurat, pada saat pintu teratas yang seharusnya bekerja tetapi
macet, maka dapat mengoperasikan pintu sebelah bawahnya atau menggunakan pintu-pintu
lainnya yang dibuat khusus untuk dioperasikan pada keadaan darurat.
Kapasitas lubang-lubang penyadap dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
3.2.1.Untuk lubang penyadap yang kecil (Gbr. 3-87a)

Q=CA 2 gH
dimana:
Q
: debit penyadapan sebuah lubang (m3 /dt)
C
: koeffisien debit 0,62
A
: luas penampang lubang (m2)
g
: gravitasi (9,8 m/dt)
H
: tinggi air dari titik tengah lubang ke permukaan (m).
3.2.2.Untuk lubang penyadap yang besar (Gbr. 3-87b)

2
Q= BC 2 g {( H 2+ ha )3 /2( H 1+ ha )2 /3 }
3

dimana:
B
: lebar lubang penyadap (m)
H1
: kedalaman air pada tepi atas lubang (m)
H2
: kedalaman air pada tepi bawah lubang (m)
ha
: Tinggi tekanan kecepatan di depan lubang penyadap (m)

V a2
ha =
2g
Va
: kecepatan aliran air sebelum masuk ke dalam lubang penyadap (m/dt)
Biasanya dianggap harga Va = 0, sehingga rumus di atas berubah menjadi:

2
Q= CB 2 g ( H 23 /2H 13 /2 )
3

Apa bila lubang penyadap yang miring membentuk sudut dengan bidang horizontal, maka:

Qi=Q sec

3.2.3.Untuk lubang penyadap dengan penampang bulat

Q=C r 2 2 gH
Dimana :
r
: radius lubang penyadap (m)
Rumus berlaku untuk

H
>3
r

Anda mungkin juga menyukai