Sekalipun menjadi batu, namun orang dapat melihat bahwa kedua matanya masih menitikkan air
mata, seperti sedang menangis. Oleh karena itu, batu yang berasal dari gadis yang mendapat
kutukan ibunya itu disebut Batu Menangis .
Demikianlah cerita berbentuk legenda ini, yang oleh masyarakat setempat dipercaya bahwa kisah
itu benar-benar pernah terjadi. Barang siapa yang mendurhakai ibu kandung yang telah
melahirkan dan membesarkannya, pasti perbuatan laknatnya itu akan mendapat hukuman dari
Tuhan Yang Maha Kuasa
Versi lain
Kelahiran Putri dan Wulan yang berbeda setengah jam telah memiliki pertanda dari alam. Putri
lahir ditengah cuaca yang mendadak berubah begitu buruk, sementara adiknya muncul saat cuaca
membaik.
Setelah keduanya mulai tumbuh, barulah kelihatan perbedaan yang mencolok. Wulan berakhlak
lembut, penyabar, dan pengasih sementara si sulung Putri berwatak buruk nan mencemaskan.
Kuatir dengan keadaan tersebut, Awang dan Sari memasukkan Putri ke sebuah pesantren dengan
harapan anaknya bisa berubah. Sayang, perilaku Putri justru malah semakin menjadi tanpa bisa
dikendalikan pemilik dan pengasuh pesantren.
Puncaknya terjadi saat Awang mengunjungi putri suluangnya, keteledoran Putri membuat gudang
dimana ia biasa bermalas-malasan terbakar. Putri sendiri selamat, namun sang ayah yang
berjibaku menyelamatkan buah hatinya harus mengalami cacat fisik permanen.
Takut bakal dihukum akibat perbuatannya, Putri melarikan diri dari pesantren dan jatuh ke
perangkat Julig, seorang dukun yang ingin mencari tumbal kepala seorang bocah.
Rupanya, tumbal tersebut bakal digunakan untuk pembangunan sebuah resort di pinggir pantai
yang dikelola Darwin seorang konglomerat. Beruntung, muncul pasangan jin penghuni hutan
tepi pantai Ranggada dan Sugari yang menyelamatkan Putri sekaligus membunuh Julig dan
Darwin.
Saat Awang dan Sari dibuat bingung mencari keberadaannya hingga menghabiskan banyak
biaya, Putri malah hidup bersenang-senang di istana jin Ranggada dan Sugari dengan pekerjaan
sebagai pendamping anak tunggal mereka Elok.
Sayangnya biarpun sudah dimanjakan oleh kedua orangtua angkatnya, kelakuan buruk Putri yang
telah mendarah-daging tidak bisa hilang. Akhirnya suami-istri jin Ranggada dan Sugari sudah
tidak tahan lagi, mereka mengusir Putri keluar dari istana jin.
Setelah sempat terlunta-lunta dan nyaris diperkosa pemuda berandal, Putri dipertemukan juga
dengan Awang dan Sari serta adiknya Wulan. Pertemuan tersebut berlangsung mengharukan
karena mereka telah berpisah selama lebih dari 10 tahun.
Lagi-lagi suasana tentram hanya berlangsung sesaat, Putri kembali berfoya-foya karena sudah
terbiasa bergelimang kemewahan tanpa perduli dengan orangtuanya yang sudah terancam
bangkrut.
Sikapnya terhadap keluarga juga sangat buruk. Selain memperlakukan Wulan dan sang ibu
seperti pembantu, Putri juga melecehkan sang ayah yang cacat. Bahkan, Awang yang berusaha
membela Wulan malah dicelakai Putri, yang tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun, hingga
menemui ajalnya.
Di tengah kekacauan hidup dan ekonomi keluarga yang semakin morat-marit, apa yang harusnya
terjadi tidak bisa dihindari lagi. Sang ibu akhirnya kehilangan kesabaran melihat kelakuan Putri.
Yang lebih fatal, kemarahan kali ini jauh lebih parah daripada suami-istri jin Ranggada dan
Sugari.
Tanpa sadar sang ibu mengucapkan sumpah atau kutuk. Akibatnya, Putri langsung menjadi
sebuah patung batu yang terus mengucurkan air bening dari sepasang mata batunya. Konon, air
itu adalah air mata dari penyesalan Putri yang sayangnya datang terlambat.