Anda di halaman 1dari 16

PSIKOLOGI DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Mengenai Gangguan Kepribadian Narsistik

Disusun oleh :
HESTI SRI RAHAYU

(201410230311060)

BAIQ RISMAYA ADHITA

(201410230311063)

INGGIT BANAFSAJ MARDIANA

(201410230311066)

ANNISA DWI WIDYASTUTI

(201410230311067)

DOSEN PEMBIMBING :
M. SHOHIB, S. Psi, M. Si

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS PSIKOLOGI
2016/2017

KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan hanya kepada Allah SWT, karena atas karunianyalah
kita dapat hidup hingga saat ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan
tugas makalah ini guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi dalam Perspektif Islam.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperkaya ilmu tentang Psikologi
dalam Persektif Islam Mengenai Narsistik, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan
dari berbagai sumber informasi, referensi, dan berita. Makalah ini di susun oleh
penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari diri penyusun maupun
yang datang dari luar. Namun dengan penuh perjuangan dan pertolongan dari Allah
akhirnya makalah ini dapat terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi
sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Universitas
Muhammadiyah Malang. Kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna. Untuk itu,

kepada

dosen

pembimbing

kami

meminta

masukannya demi perbaikan pembuatan makalah kami di masa yang akan datang
dan mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Malang, 3 Oktober 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
John C. Nemiah, MD, profesor psikiatri dari Harvard Medical School dalam
bukunya Foundations of Psychopathology menjelaskan istilah narsisme berasal dari
kata Narcissus, nama seorang pemuda tampan dalam mitos Yunani kuno. Konon suatu
hari Narcissus menangkap citra wajahnya pada permukaan air yang tenang di hutan, dan
sontak ia jatuh cinta pada diri sendiri. Selanjutnya ia putus asa karena tidak mampu
memenuhi apa yang sangat diinginkannya; ia bunuh diri dengan sebilah belati. Dari
tetesan darahnya yang jatuh di dekat air, tumbuhlah bunga yang sampai sekarang
dikenal dengan nama Narcissus. Dari penjelasan di atas, tergambar adanya kesulitan
besar berhubungan dengan orang lain bila kita terlalu mengagumi diri sendiri.
Kekaguman pada diri sendiri yang berlebihan membuat kita selalu lapar untuk
memuaskan kebutuhan dan kepentingan diri sendiri, selalu mencari perhatian dan
pujian, serta tidak peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.
Dalam istilah awam, kepribadian sering disamakanatau digunakan secara
bergantian dengan istilah watak atau karakter dan tempramen, padahal masing-masing
berbeda. Watak adalah aspek sosial dari kepribadian manusia, sedangkan tempramen
adalah aspek badaniah dari kepribadian. Masin-masing hanyalah salah satu aspek
kepribadian, disamping aspek-aspek yang lain vitalitas, hasrat, perasaan, kehendak
bakat, intelegensi, dan yang lainnya.

Pada umumnya

seseorang terganggu

kepribadiannya apabila satu atau lebih kepribadiannya telah menjadi sedemikian rupa
sehingga merugikan dirinya atau lingkungannya.
Gangguan kepribadian adalah suetu proses perkembangan yang timbul pada masa
anak-anak, remaja, dan berlanjut pada masa dewasa. Keadaan ini merupaka pola prilaku
yang tertanam dalam dan berlangsung lama, muncul sebagai respon yang kaku terhadap
tantangan situasi pribadi dan sosial yang luas.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Narsistik dalam pandangan Psikologi
2. Bagaimana Narsistik dalam Pandangan Islam
3. Bagaimana Terapi Narsistik menurut pandangan Psikologi dan Islam
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Narsistik dalam pandangan Psikologi
2. Mengetahui Narsistik dalam Pandangan Islam
3. Mengetahui terapi Narsistik menurut pandangan Psikologi dan Islam

BAB II
PEMBAHASAN
DALAM PANDANGAN PSIKOLOGI KONTENPORER
A. Definisi Narsistik
Menurut Chapplin (2009, dalam Handayani, 2014) Narsistik adalah cinta diri
dimana memperhatikan diri sendiri secara berlebihan, paham yang mengharapkan diri
sendiri sangat superior dan amat penting, menganggap diri sendiri sebagai yang paling
pandai, paling hebat, paling berkuasa, paling bagus dan paling segalanya. Individu
narsistik memanfaatkan hubungan sosial untuk mencapai popularitas, selalu asyik dan
hanya tertarik dengan hal-hal yang menyangkut kesenangan diri sendiri (Mehdizadeh,
2010 ; dalam Handayani, 2014).
Kartono (1989, dalam Apsari 2012 ) mengartikan istilah narsistik sebagai cinta
ekstrim, paham yang mengharapkan diri sendiri sangat superior dan amal penting, ada
ektreme self importancy menganggap diri sendiri sebagai yang paling pandai, paling
hebat, paling berkuasa, paling bagus dan segalanya.
Penderita gangguan kepribadian narsistik memiliki perasaan yang tidak masuk
akal bahwa dirinya orang penting dan sangat terokupasi dengan dirinya sendiri sehingga
mereka tidak memiliki sensivitas dan tidak memiliki perasaan iba terhadap orang lain.
Mereka membutuhkan dan mengharapkan perhatian khusus. Mereka juga cenderung
memanfaatkan dan mengeksploitasi orang lain bagi kepentingannya sendiri serta hanya
sedikit menunjukkan sedikit empati. Ketika dihadapkan pada orang lain yang sukses,
mereka bisa merasa sangat iri hati dan arogan. Dan karena mereka sering tidak mampu
mewujudakan harapan-harapannya sendiri, mereka sering merasa depresi.Gangguan
kepribadian Narcissistic dicirikan oleh keterpusatan diri. Mereka membesar-besarkan
prestasi mereka, mengharapkan orang lain untuk mengakui mereka sebagai superior.
Mereka cenderung teman, karena mereka percaya bahwa tidak sembarang orang yang
layak menjadi teman mereka.
Narsistik cenderung membuat kesan pertama yang baik, namun mengalami
kesulitan menjaga hubungan jangka panjang. Mereka umumnya tidak tertarik pada
perasaan orang lain dan dapat mengambil keuntungan dari mereka. Menurut DSM IV5

TR, kriteria gangguan kepribadian narsistik yaitu, pandangan yang dibesar-besarkan


mengenai pentingnya diri sendiri, arogansi, terfokus pada keberhasilan, kecerdasan,
kecantikan diri, kebutuhan ekstrem untuk dipuja, perasaan kuat bahwa mereka berhak
mendapatkan segala sesuatu, kecenderungan memanfaatkan orang lain, dan iri kepada
orang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa narsistik adalah cinta diri
yang berlebihan/ekstrim, dimana ia akan menganggap dirinya paling pandai, paling
hebat, paling berkuasa, paling bagus dan paling segalanya. Individu ini akan sangat
egoistis dan tidak peduli terhadap orang lain dan dunia luar. Narsistik merupakan jalan
untuk melindungi dan mempertinggi rasa normal pada diri sendiri. Narsistik bersifat
pertahanan disesuaikan dengan ketidakmampuan menyesuaikan diri.
B. Pembagian Narsistik
Freud (Holmes, 2001 ; dalam Apsari 2012) membedakan narsistik menjadi dua
jenis yaitu narsistik primer dan narsistik sekunder. Narsistik primer merupakan sebuah
tahap perkembangan moral pada masa bayi awal menuju keadaan keterikatan obyek,
sedangkan narsistik sekunder merupakan individu-individu yang bermasalah secara
regresif menggunakan dirinya sendiri, bukan orang lain secara obyek cinta.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Narsistik
Menurut Lubis (1993, dalam Apsari 2012) narsistik merupakan varietes yang amat
luas, bukan hanya mengenal gejalanya saja melainkan penyebabnya . Penyebab narsistik
dari faktor biologis, psikoanalisa, dan sosiokultural seperti yang akan diuraikan sebagai
berikut:
1) Faktor psikologis : Narsistik terjadi karena tingkat aspirasi yang tidak realistis
atau berkurangnya penerimaan terhadap diri sendiri.
2) Faktor biologis : Secara biologis gangguan narsismc lebih banyak dialami oleh
individu yang orang tuanya penderita neurotik. Selain itu jenis kelamin, usia,
fungsi hormonal dan struktur-struktur fisik yang lain ternyata berhubungan
dengan narsistik.

3) Faktor sosiologis : Narsistik dialami oleh semua orang dengan berbagai lapisan
dan golongan terhadap perbedaan yang nyata antara kelompok budaya tertentu
dan reaksi narsistik yang dialaminya.
D. Karakteristik Kecenderungan Narsistik
Emmons (1995 dalam Apsari, 2012) memberikan 4 karakteristik yang khas pada
kecenderungan narsistik berdasarkan DSM-III (Diagnostic and Statistical Manual III),
yaitu :
1) Leadership (autority) yaitu anggapan sebagai pemimpin atau sebagai orang
yang berkuasa.
2) Superiority (arogance) yaitu rasa superior atau keangkuhan. suatu rasa diri
yang besar, penting dan khusus. individu yang narsislik mempunyai
kecenderungan untuk menunjukkan sikap yang sangal baik pada penampilan
lahirlah alau fisiknya.
3) Self absorption (self admiration) yaitu penyerahan diri atau kekaguman pada
diri sendiri.
4) Exploitiveness (entitle ment) yaitu memanfaatkan orang lain untuk
menunjukkan diri dengan mengeksploitir orang Iain.
E. Narsistik pada Laki-laki dan Perempuan
Seorang dengan narsisistik, laki-laki maupun perempuan, masing-masing
memiliki kebutuhan yang sama, seperti lapar akan pemujaan dan merasa hebat, dan
kebutuhan tersebut cenderung didapatkan dengan cara yang berbeda. Mereka juga
mengekspresikan kebutuhan narsistik mereka dengan cara yang berbeda, meski
tujuannya adalah sama (Goodman & Leff, 2012 dalam Rahmanita, 2014).
Perempuan yang narsistik cenderung lebih mengarah kepada masalah body image
agar merasa unggul dan mendapat kekaguman dari orang lain. Mereka memamerkan
keindahan fisik dan seksualitas untuk mendapatkan kekaguman dari rekan laki-laki
mereka. Sedangkan, laki-laki yang narsistik biasanya lebih berfokus pada inteligensi,

kekuatan (power), agresi, uang dan status sosial untuk memenuhi rasa keunggulan dari
citra diri mereka yang salah (Goodman & Leff, 2012 dalam Rahmanita, 2014 ).
Richman & Flaherty (Ryan, dkk, 2008 dalam Rahmanita, 2014) menemukan
bahwa laki-laki memperoleh skor yang lebih tinggi daripada perempuan pada beberapa
aitem di Narcissistic Traits Scale, termasuk aitem yang menggambarkan pemanfaatan,
pengakuan dari orang lain, dan kurang dalam empati. Sebagai tambahan, pada penelitian
yang

dilakukan

Tschanz,

dkk,

ditemukan

bahwa

pada

perempuan,

pemanfaatan/pengakuan dari orang lain menunjukkan korelasi yang lebih rendah


dengan faktor narsistik lainnya dibandingkan laki-laki. Hal ini memberi kesan bahwa
faktor pemanfaatan dan pengakuan dari orang lain tersebut mungkin kurang umum pada
perempuan dan kurang berpusat pada kecenderungan narsistik mereka (Ryan, dkk, 2008
dalam Rahmanita, 2014).
NARSISTIK DALAM PANDANGAN ISLAM
A. Kesamaan Narsis dan Ujub
Pertanyaannya, apakah dalam gejala-gejala narsisme ini sama dengan istilah ujub
yang termasuk dalam akhlak tercela? Dalam hidup, manusia akan senantiasa
dihadapkan ujian oleh Allah. Ujian itu bisa berubah hal-hal yang sifatnya positif dalam
pandangan manusia atau hal yang negatif seperti musibah. Hanya saja kebanyakan
manusia tidak menyadari bahwa kenikmatan, keelokan paras, harta benda dan kekayaan,
dan semisalnya sebagai sebuah ujian.
Wajah elok, kekuatan fisik, keturunan ningrat, ajengan, jabatan prestise, kekayaan,
prestasi dan karya seseorang adalah karunia Allah sekaligus ujian. Apakah manusia mau
mengakuinya atau mengingkarinya. Jika manusia lupa semua itu sebagai kenikmatan
Adari Allah dan membanggakan dirinya maka itulah yang disebut ujub. Ujub adalah
penyakit rohani berbahaya karena memalingkan dari syukur.
Ujub berasal dari kata yang secara bahasa memiliki beberapa arti; Merasa
gembira dan merasa baik, menarik, mempesona dan Merasa tinggi dan hebat. (AtTaubah: 25)

.{}
Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
Dia menarik hatimu. (Al-Baqarah: 221)
Dalam istilah ulama akhlak ujub adalah perasaan senang, gembira dan bangga atas
dirinya atau karena ucapan dan pekerjaan tanpa ada unsur melecehkan orang dalam
bentuk tindakan nyata. Jika ada unsur tindakan yang melecehkan orang dalam tindakan
nyata maka maka itu takabur. Sebagian ulama menambahkan ujub diikuti oleh perasaan
lupa dan lalai atas nikmat Allah yang dia banggakan.
Ujub dilarang dalam Islam dan salah satu jenis syirik. Ibnu Taimiyah:
Kebanyakan riya lahir karena ujub. Riya masuk syirik kepada Allah dan ujub masuk
syirik terhadap jiwa (diri). Orang riya tidak menerapkan iyyaka nabudu orang yang
ujub tidka menerapkan iyyaka nastain. Imam Al-Ghazali, Ketahuilah bahwa ujub itu
tercela di dalam kitab Allah dan sunnah Rasul-Nya Sallalahu Alaihi Wassalam. Allah
berfirman,
Dan di peperangan Hunain, tatkala jumlah yang banyak telah membuat kalian
bangga diri. Namun itu tidak memberikan manfaatkan kepada kalian. (At-Taubah: 25)
Allah mengecam sikap bangga diri merasa besar dan banyak jumlahnya padahal
itu tidak memberikan manfaat apapun kepada mereka.
Al-Qurthubi berkata, Ujub adalah seseorang mengamati dirinya dengan persepsi
kesempurnaan dengan melupakan nikmat Allah. Jika itu diikuti dengan menghinakan
dan meremehkan orang lain maka itu takabur.
Namun berpenampilan baik dan bagus secara fisik tidak selalu disebut bangga diri
dan ujub jika itu semata-mata karena menjaga kebersihan dan kepantasan.
Sesungguhnya seluruh orang yang sombong akan dikumpulkan pada hari kiamat
bagaikan semut yang diinjak-injak manusia. Ada seseorang yang bertanya: Wahai
Rasulullah, bukankah seseorang itu ingin agar baju yang dikenakannya bagus, sandal
yang dipakainya juga bagus? Rasulullah menjawab: Sesungguhnya Allah itu Maha

Indah, dan menyukai keindahan, hakikat sombong itu ialah menolak kebenaran dan
merendahkan orang lain. (HR. Muslim dari Abdullah bin Masud radhiyallahu anhu)
Ada kesamaan antara narsis dengan ujub, baik dalam ilmu psikologi umum atau
dalam psikologi Islam sama-sama dipandang sebagai penyakit kejiwaan seseorang.
Keduanya sama-sama memandang sebagai fenomena kejiwaan yang bersifat negatif.
Gejala-gejala narsis dan ujub yang disebutkan oleh pakar psikologi umum dan para
ulama Islam juga hampir sama, meski sebagiannya masih merupakan gejala awal belum
menjurus kepada ujub yang dilarang.
B. Penanganan Narsistik menurut Islam :
Selain terapi medik-psikiatrik diberikan juga terapi keagamaan. Allah SWT
berfirman dalam surah Luqman ayat. 17, 18, 19, sebagai berikut :
Artinya : Hai anakku, dirikanlah sholat dan suruhlah (manusia) berbuat kebaikan dan
laranglah mereka dari kemungkaran dan bersabarlah atas apa-apa yang menimpamu.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah urusan yang diutamakan (Q.S Luqman, (31) :
17)
Artinya : Dan janganlah engkau palingkan pipimu kepada manusia, dan janganlah
berjalan dengan sombong di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang yang sombong lagi congkak (Q.S Luqman, (31) : 18)
Artinya : Dan sederhanalah dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu, sesungguhnya
seburuk-buruk suara adalah suara keledai (Q.S Luqman, (31) : 19)
CONTOH KASUS
David berprofesi sebagai pengacara dan berusia awal 40an. Dia pertama kali
datang mengunjungi psikolog untuk mengatasi mood negatifnya. Sejak awal pertemuan
tampak bahwa David sangat menaruh perhatian pada penampilannya. Dia secara
khusus menanyakan pendapat terapis mengenai baju setelan model terbaru yang
dikenakannya dan juga sepetu barunya. David juga bertanya kepada terapis tentang
mobil yang digunakan dan berapa banyak klien kelas atas yang ditangani oleh terapis
tersebut. David sangat ingin memastikan bahwa dia sedang berhubungan dengan
seseorang yang terbaik bidangnya.
10

David bercerita tentang kesuksesannya dalam bidang akademis dan olahraga,


tanpa mampu memberikan bukti apapun yang memastikan keberhasilannya. Selama
bersekolah di sekolah hukum, dia adalah seorang work- aholic, penuh akan fantasi
akan keberhasilannya hingga tidak memiliki waktu untuk isterintya. Setelah anak
mereka lahir, David semakin sedikit menghabiskan waktu dengan keluarganya. Tidak
lama setelah dia memliki pekerjaan yang mapan, David menceraikan isterinya karena
tidak lagi membutuhkan bantuan ekonomi dario sang istri. Setelah perceraian tersebut,
David memutuskan bahwa dia benar-benar bebas untuk menikmati hidupnya.
Dia sangat suka menghabiskan uang untuk dirinya sendiri, misalnya dengan
menghias apaartemennya dengan berbagai benda-benda yang sangat menarik
perhatian. Dia juga seringkali berhubungan dengan wanita-wanita yang sangat
menarik. Dalam pergaulannya, David merasa nyaman apabila dirinya menjadi pusat
perhatian semua orang. Dia pun merasa nyaman ketika dia berfantasi mengenai
kepopuleran yang akan diraihnya, mendapatkan suatu penghargaan, ataupun memiliki
kekayaan berlimpah (sumber : Barlow & Durant, 1995).
Penyebab
Individu dengan gangguan kepribadian narsisitik tidak memiliki self-esteem yang
mantap dan mereka rentan untuk menjadi depresi. Masalah-masalah yang biasanya
muncul karena tingkah laku individu yang narsistik misalnya sulit membina hubungan
interpersonal, penolakan dari orang lain, kehilangan sesuatu atau masalah dalam
pekerjaan. Kesulitan lainnya adalah mereka ternyata tidak mampu mengatasi stress
mereka rasakan dengan baik.
Prevalensi dari gangguan kepribadian narsisitik berkisar antara 2 hingga 16%
pada populasi klinis dan kurang dari 1% pada populasi umumnya. Prevalensi
mengalami peningkatan pada populasi dengan orangtua yang selalu menanamkan ideide kepada anaknya bahwa mereka cantik, berbakat, dan spesial secara berlebihan.
Gangguan kepribadian narsistik merupakan gangguan yang kronis dan sulit untuk
mendapatkan perawatan. Mereka biasanya tidak dapat menerima kenyataan bahwa usia
mereka sudah lanjut, mereka tetap mengahargai kecantikan, kekuatan, dan usia muda

11

secara tidak wajar. Oleh karena itu, mereka lebih sulit untuk melewati krisis pada usia
senja ketimbang individu lain pada umumnya.
Bagaimana Terjadinya?
Kita semua memiliki tingkat harga diri bervariasi. Dalam rangka menemukan diri
dalam keadaan berharga, seseorang mungkin harus merasakan bahwa dirinya dicintai
orang lain, dirinya kuat dan berkemampuan, serta bahwa dirinya baik dan mencintai.
Keyakinan bahwa diri tidak dicintai, tergantung, atau dalam keadaan buruk,
menghasilkan rasa kehilangan harga diri, dan dapat berakibat depresi.
Menurut penelitian Nemiah, umumnya perasaan harga diri yang rendah dan
depresi karena jatuhnya angan-angan ideal hanya berlangsung dalam waktu singkat.
Dengan mudah kita dapat kembali merasakan ekspresi kasih sayang dan kenyamanan
yang diberikan orang lain. Kita dapat belajar dari kegagalan dan merencanakan
bertindak lebih baik pada masa yang akan datang. Kita dapat merefleksikan bahwa
orang lain juga bisa melakukan kesalahan, dan tak seorang pun sempurna.
Kesalahan adalah manusiawi. Kita mampu mengkritisi diri sendiri, tetapi pada
saat yang sama juga bersikap toleran terhadap diri sendiri. Pada orang tertentu, yang
dibesarkan oleh orangtua yang menanamkan standar dan idealisme tidak realistis
sehingga menghasilkan perasaan tidak mampu dan ketergantungan, setelah dewasa ia
akan mengembangkan ciri-ciri sifat seperti ketika masa kanak-kanak. Akibatnya secara
eksesif (berlebihan) mengkritisi kesalahannya. Cinta, perhatian, dan kebanggaan dari
orang lain merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang.
Menurut Nemiah, keadaan tersebut merupakan wujud ketergantungan oral (oral
dependency). Dikatakan demikian karena elemen ketergantungan tersebut dan
hambatannya dalam relasi dengan orang lain merupakan hasil dari periode masa kanakkanak awal (bayi), yaitu ketika dorongan oral (refleks mengisap) berkembang dan anak
sangat tergantung pada orangtuanya. Berkembangnya narsisme dapat berlangsung terus
hingga seseorang dewasa.
Pada penderita narsisme terdapat hubungan erat antara kebutuhan narsistik dengan
kemarahan, bila kebutuhan itu tidak terpuaskan maka akan timbul reaksi tidak setuju
dan marah ketika gagal mendapatkan sesuatu yang kita inginkan. Kebutuhan dan
12

tuntutannya atas orang lain lebih kuat dan lebih sering dibanding orang dewasa yang
berkepribadian matang. Akibat adanya perasaan lemah, ketidakberdayaan, dan
ketidakmampuan yang dialami secara intensif; dan seringnya terjadi ketidakpuasan
(kekecewaan); ia mulai berharap, seringkali mencari, menyeberang ke orang lain, dan
makin kuat sensitivitasnya terhadap penolakan sehingga reaksi-reaksi kemarahannya
sangat kuat. Ini bertentangan dengan harapannya untuk menjadi orang yang baik dan
mencintai, sehingga menambah perasaan ketidakcakapan, ketidakberdayaan, dan rasa
bersalah.
Penderita narsisme terjebak dalam lingkaran setan, di mana sebuah tindakan dapat
membuat mereka semakin mengalami kesulitan. Kondisi psikologis ambivalen (atau
keadaan memiliki hubungan yang ambivalen dengan seseorang yang penting) seperti
itu, jelas bukan keadaan yang nyaman. Nemiah juga menjelaskan bahwa penderita
narsisme besar kemungkinannya menderita kesulitan emosional, bila dihadapkan pada
kematian individu tempat dirinya bergantung dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan
narsistiknya.
Metode Penanganan
Adakah cara untuk keluar dari gamgguan kepribadian narsisme? Tentu saja yaitu
dengan mengambil jalur lain; tidak mengikuti dorongan emosi atau dorongan bertindak
yang diarahkan oleh narsisme. Untuk itu diperlukan kesediaan mengamati gerak-gerik
emosi dan keinginan-keinginan di balik perilaku kita dalam berhubungan dengan orang
lain, supaya dorongan yang egoistis dan tidak realistis dapat dikenali. Selain itu juga
harus mulai belajar berempati, membiasakan diri mengamati masalah dari perspektif
orang lain.
Sedikitnya ada dua fakta yang bisa menjelaskan kesombongan di dalam diri
manusia. Yang pertama,semua orang tidak suka melihat kesombongan di dalam diri
orang lain. Kedua, tidak ada orang yang bisa menerima dengan ikhlas apabila
kesombongannya dikoreksi orang lain. Adapun proses atau solusi yang dapat kita
lakukan:

13

1. Selalu menciptakan perbandingan positif. Artinya,kita melihat orang lain sebagai


makhluk yang piunya kelebihan dan mempunyai sesuatu materi yang bisa kita
bagikan untuk memperbaiki diri, siapapun orang itu.
2. Koreksi langsung. Terkadang kita memunculkan ucapan, perilaku dan sifat-sifat
yang mengandung kesombongan dan itu baru kita sadari setelah kita renungkan.
3. Menumbuhkan dorongan untuk melaklukan learning (pembelajaran hidup).
4. Belajar hidup sederhana. Sederhana disini bukan berati miskin atau berpura-pura
miskin. Sederhana adalah moderasi yang proporsional. Sederhannya orang kaya
adalah menghindari kefoya-foyaan atau berlebih-lebihan untuk hal-hal yang
manfaatnya kecil, sedangkan sederhannya orang yang belum atau tidak kaya
adalah menghindari munculnya nafsu untuk mendapatkan kekayaan dengan cara
yang menyengsarakan diri. Hal ini agar kita tidak masuk kedalam perangkap
hedonisme.
5. Belajar memilih ungkapan, penyingkapan dan keputusan yang bersumber dari
kerendahan hati (humble). Misalnya: melihat cara orang lain, membaca buku,
mengoreksi diri kita dimasa lalu dan lain. Karena hukum paradoks yang bekerja
didunia ini menggariskan bahwa ketika kitahumble,justru feed back yang
muncul adalah sebaliknya, begitu juga tinggi hati (arogant), feed back yang
muncul sebaliknya lagi.

14

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Gangguan Narsistik Mempunyai pandangan yang berlebihan tentang kemampuan
dan keunikan diri sendiri. Mereka asyik dengan fantasi mereka tentang kesuksesan dan
kebutuhan akan kekaguman dan perhatian dari orang lain. Gangguan kepribadian ini
ditandai dengan ciri-ciri berupa perasaan superior bahwa dirinya adalah paling penting,
paling mampu, paling unik, sangat eksesif untuk dikagumi dan disanjung, kurang
memiliki empathy, angkuh dan selalu merasa bahwa dirinya layak untuk diperlakukan
berbeda dengan orang lain, serta masih banyak lagi. Perasaan-perasaan tersebut
mendorong mereka untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan dengan cara apapun
juga. Membutuhkan pujian dan kekaguman berlebihan dengan mengambil keuntungan
dari orang lain.
Gejala Narsistik adalah Merasa diri paling penting, enggan atau tidak bisa
menerima sudut pandang orang lain, kurangnya empati, berbohong, pada diri sendiri
dan orang lain dan terobsesi dengan fantasi ketenaran, kekuasaan, atau kecantikan.

15

DAFTRA PUSTAKA

APA. (2000). DSM V-TR (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV
Text Revision). Washington, DC: American Psychiantric Association Press.
Apsari, Fitri. 2012. Hubungan Antara Kecenderungan Narsistik Dengan Minat
Membeli Kosmetik Merek Asing Pada Pria Metroseksual. Program Studi Psikologi
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sahid Surakarta
Handayani, Nanik. 2014. Hubungan Antara Kontrol Diri Dengan Narsistik Pada
Remaja Pengguna Facebook. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Hawari, Dadang. 2013. Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa Perspektif dan AlQuran & As-sunnah. Jakarta;Badan Penerbit Fakultas Kedokteran.
https://nurawlia.wordpress.com/2009/11/21/gangguan-kepribadian-narsistik-2/
Rahmanita, Ulya. 2012. Perbedaan Kecenderungan Narsistik Antara Laki-Laki Dan
Perempuan Pengguna Jejaring Sosial Instagram. Program Studi Psikologi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya

16

Anda mungkin juga menyukai