UNIVERSITAS GUNADARMA
Di susun Oleh :
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi Narsistik
Legenda narcissus dalam mitologi yunani, yang berasal dari istilah
narsisme, telah menjadi satu mitos paling prototipikal zaman modern. Versi
paling populer dari cerita ini adalah oleh ovid dalam karyanya, di mana
echolives bertemu dengan narcissus seorang pria muda yang cantik di sebuah
gunung peri. Echolives patah hati karena narcissus. Echolives meninggalkan
hidupnya dalam kesedihan sampai hanya gema suaranya yang tersisa. Dewi
nemesis, balas dendam dengan menghukum narcissus dengan memikat
narcissus ke genangan air. Pada saat itu narcissus menangkap citra dirinya
sendiri dan, tidak menyadarinya bayangannya sendiri, sampai narcissus jatuh
cinta pada bayangannya sendiri. (Yakeley, 2018).
Menurut Kacel, Ennis, dan Pereira (2017) Narsistik adalah
kecenderungan narsistik ditandai dengan adanya fantasi atau perilaku
berlebihan terhadap kekuasaan, kecantikan, cinta ideal kebutuhan besar untuk
dikagumi oleh orang lain dan keinginan untuk mendapatkan perlakuan khusus.
Nugraheni dan Wahyuni (2016) menyatakan bahwa narsistik adalah sesuatu
yang dinamis, secara sosial mendefinisikan dengan dua elemen kunci yaitu
positif, berlebihan dan pandangan terhadap diri yang begitu tinggi. Serta
adanya strategi diri sendiri untuk mempertahankan dan meningkatkan
pandangan positif terhadap dirinya. Sedangkan menurut (Chapplin, 2014)
Narsistik adalah cinta diri dimana memperhatikan diri sendiri secara
berlebihan, paham yang mengharapkan diri sendiri sangat superior dan amat
penting, menganggap diri sendiri sebagai yang paling pandai, paling hebat,
paling berkuasa, paling bagus dan paling segalanya.
Dari hasil definisi diatas dapat disimpulkan bahwa narsistik adalah
kecenderungan individu yang memiliki keinginan besar untuk diakui, dan
diakui oleh orang lain. Serta individu yang memiliki pandangan berlebihan
terhadap dirinya, dan menganggap dirinya paling hebat dan berkuasa
dibandingkan orang lain.
B. Karakteristik Narsistik
Menurut Yeomans, Levy, dan Caligor (2015) terdapat sembilan
karakteristik narsistik, yaitu :
1. Memiliki perasaan mementingkan diri sendiri yang muluk-muluk (mis.,
Melebih-lebihkan prestasi dan talenta, mengharapkan untuk diakui sebagai
superior tanpa prestasi yang sepadan).
2. Disibukkan dengan fantasi keberhasilan, kekuatan, kecemerlangan,
keindahan, atau cinta yang ideal.
3. Percaya bahwa dia "istimewa" dan unik dan hanya bisa dipahami oleh atau
harus bergaul dengan, orang-orang istimewa atau berstatus tinggi (atau
institusi) lainnya.
4. Membutuhkan kekaguman yang berlebihan.
5. Memiliki rasa memiliki hak (yaitu, harapan yang tidak masuk akal dari
harapan yang menguntungkan)
6. Mengambil keuntungan dari orang lain untuk mencapai tujuan sendiri
7. Kurang empati: tidak mau mengenali atau mengidentifikasi dengan
perasaan dan kebutuhan lainnya.
8. Sering iri pada orang lain atau percaya bahwa orang lain iri padanya.
9. Menunjukkan perilaku dan sikap sombong, angkuh.
C. Faktor Pembentukan Narsisme
Menurut Wright dan Furnham terdapat empat faktor pembentuk narsisme
yaitu :
1. Faktor genetik
Faktor genetik sangat menunjang sebagai faktor biologi pada orang
narsistik, karena gen narsisme diwariskan dari orang tua. Meskipun
evidensinya masih kurang pernyataan ini didukung sejumlah pengamatan
yang menilai adanya perbedaan tempramen antara anak yang dasarnya
memiliki dasar biologi narsisme atau tidak kepribadian seseorang
diturunkan dari orang tuanya sedangkan sisanya terbentuk dengan
interaksi lingkungan
2. Pola Asuh Orang tua
Narsisme terjadi karena kegagalan orang tua membentuk "the self" yang
sehat, Hal ini karena orang tua hanya memfokuskan pada pembentukan
diri yang sehat, dan tidak memberi ruang untuk grandious pada anak.
Dengan demikian, anak akan mengalami hambatan dalam idealisasi orang
tua sebagai role model.
3. Pengaruh Budaya
Temuan dari penelitian yang mengatakan bahwa budaya setempat
mempengaruhi derajat narsisme. Orang barat ditemukan memiliki
narsisme lebih tinggi dibandingkan orang timur. Hal ini konsisten dengan
tingkat self esteem dari keduanya, dimana self esteem orang barat lebih
tinggi disbanding orang timur. Budaya memiliki pengaruh pada
kepribadian narsistik. Semakin individualistis suatu bangsa dan periode
waktu yang menghasilkan lebih banyak produk budaya narsistik, maka
semakin banyak pula individu yang menyatakan dirinya sebagai seorang
narsistik
4. Jenis Kelamin
Dalam beberapa penelitian sebelumnya, telah disebutkan bahwa terdapat
perbedaan dalam mengekspresikan narsismenya. Perempuan dengan
subtype exploitativenessnya dominan, cenderung cerdik dalam merayu
serta senang melakukan bullying. Sedangkan laki-laki dengan
exploitativeness tinggi lebih mengekspresikan dalam sikap seperti suka
memanipulasi, dan ingkar janji
BAB III
ANALISA PROBLEM
FAKTOR
GENETIK DAMPAK POSITIF
a. Peningkatan karir
b. menikmati pekerjaan
1.POLA ASUH
ORANG TUA
NARSISTIK
PENGARUH
BUDAYA Dampak Negatif
a. Terhambatnya fungsi diri
b. terganggu lingkungan sosial
c. Terhambatnya tujuan
1.JENIS
perusahaan
KELAMIN
Berdasarkan hasil analisa dari tim penulis, tim menulis merumuskan dampak
yang ditimbulkan dari adanya kepribadian narsistik ditempat kerja, peneliti
mengelompokkan dampak tersebut ke dalam dua kelompok yaitu dampak negatif
dan dampak positif, berikut diantaranya adalah :
1) Dampak Negatif
a) Terhambatnya fungsi diri
Narsisis butuh merasa lebih dibandingkan orang lain. Jadi, orientasi
mereka searah saja, lebih ke diri mereka sendiri hal ini tentu dapat
merusak fungsi diri mereka sendiri. Narsisis mudah merasa iri dan
merasa bahwa banyak orang yang iri terhadap dirinya. (Anindjayati,
2015).
b) Terganggunya lingkungan sosial
Bushman & Baumeister (1998) menyatakan orang dengan
kepribadian narsistik mempunyai dimensi otoritas, superioritas dan
harga diri yang tinggi di dalam dirinya. Mereka sangat sensitif
terhadap umpan balik atau informasi yang negatif. Narsisis
menganggap kehidupan sosial sebagai perjuangan untuk menjadi
dominan.
c) Terhambatnya pencapaian tujuan di perusahaan
Hochwarter & Thompson (2012) menyatakan bahwa pemimpin yang
narsistik dalam sebuah perusahaan dapat menyebabkan kinerja
karyawan menurun karena adanya frustasi dan ketegangan saat
bekerja pada karyawan. Ketika para karyawan dalam kondisi yang
tidak baik maka tujuan perusahaan juga tidak dapat tercapai.
2) Dampak Positif
a) Peningkatan Karier
Menurut penelitian terbaru Dr. Jeff Foster, Direktur Hogan Research
Department dan Dara Pickering, konsultan riset menyatakan bahwa
narsisme dapat memberikan pengaruh positif pada karier individu.
Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa individu yang
memperoleh skor rendah di skala Bold, lebih cenderung berperilaku
tidak mempromosikan diri sendiri. Sedangkan individu dengan skala
tinggi, lebih memahami pekerjaan mereka, berinisiatif, dapat
mencapai hasil yang ditetapkan sehingga ia mendapatkan promosi
untuk suatu posisi penting di perusahaan.
b) Menikmati Pekerjaan
Andreassen, Ursin, Eriksen dan Pallesen (2012) menyatakan bahwa
Manager yang narsistik memiliki dorongan kenikmatan dan
keterlibatan dalam bekerja. Mereka yang narsitik cenderung
menikmati pekerjaan mereka dan berusaha sebaik-baiknya sampai
menjadi yang terbaik di kantor
BAB IV
KESIMPULAN
RANCANGAN PREFENSI
Terdapat dua rancangan prefensi yang dapat dilakukan dalam menangani
gangguan kepribadian narsistik, yang pertama adalah prevensi dari individu
narsistik. Prevensi dari dalam individu dapat dilakukan dengan terapi seperti
psikoterapi dan terapi perilaku kognitif. Psikoterapi ini diharapkan nantinya akan
membantu pasien dengan gangguan kepribadian narsistik lebih peka kepada orang
lain serta membantu pasien untuk bisa memahami perasaan serta perilaku yang
dilakukan sendiri. Metode selanjutnya adalah metode terapi perilaku kognitif yang
mana bisa membantu untuk menemukan perilaku-perilaku yang kurang sehat dan
mengubahnya ke bentuk perilaku yang sehat. Kedua adalah prevensi dari luar,
yaitu pencegahan konflik dari rekan kerja. Bagi orang yang memiliki rekan kerja
narsistik dapat meyakini bahwa yang memiliki masalah adalah orang yang
narsistik atau rekan kerja mereka yang narsistik dan batasi interaksi dengan rekan
kerja yang narsistik. Selanjutnya jika memiliki kewenangan, bangunlah tim kerja
yang kohesif. Dalam latar kelompok, perilaku berlebihan yang ditampilkan oleh
karyawan yang narsistik akan mudah diidentifikasi, dikendalikan, dibahas, dan
juga tidak terima karena bertentangan dengan secara normatif.
DAFTAR PUSTAKA
Bushman, B.J. and Baumeister, R.F. (1998) Threatened egotism, narcissism, self-
esteem, and direct and displaced aggression: Does self-love or self-hate lead
to violence?. Journal of Personality and Social Psychology, 75 : 219-229.
Hogan, R., & Hogan, J. (2009). Hogan Development Survey manual (2nd ed.).
Tulsa, OK: Hogan Press
Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A. 2010. Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Terjemahan
Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara.
Nugraheni, H., dan Wahyuni, S. (2016). Pengaruh Narsisme Dan Job Stressor
Pada Perilaku Kerja Kontra Produktif Dengan Respon Emosional Negatif
(Anger) Sebagai Mediator. Univerasitas sebelas maret : Jurnal Bisnis &
Manajemen. Vol. 16, No. 2, 2016 : 49 – 66