Anda di halaman 1dari 14

GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK

Disusun oleh :
Kekompok 7
1. Jeane
2. Miftahul Ni’ma
3. Ardini P10119056
4. Febby Prasetia Angkasawi P10119277

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2021
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN........................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan.................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Narsistik…….……................................................. 4
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Kepribadian Narsistik...... 5
2.3 Gejala dan Dampak Gangguan Kepribadian Narsistik............. 6
2.4 Upaya Penanganan dan Pencegahan Narsisme.........................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................... 8
3.2 Saran......................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah narsisme sudah sering kita dengar dalan keilmuan psikologi, dan
istilah ini sudah mulai biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari
dikalangan kaum muda seperti mahasiswa. Namun banyak masyarakat yang
kurang memahami istilah narsistik ini, dan asal usul munculnya istilah ini.
Konsep dan istilah narsisme berawal dari sebuah mitologi Yunani kuno
tentang seorang pemuda tampan yang bernama Narsisus. Pemuda ini sangat
mengagumi dan jatuh cinta pada refleksi gambar dirinya. ia sangat ingin
menjamah dan memiliki wajah yang dilihatnya dalam air, namun setiap kali ia
mengulurkan tangannya untuk meraih refleksi dirinya, bayangan itu kemudian
menghilang.
Mitologi ini digunakan dalam psikologi pertama kalinya oleh Sigmund
Freud untuk menggambarkan individu-individu yang menunjukkan citra diri
yang berlebihan, dan mitologi ini berkembang setelah Freud
mengembangkannya sebagai bagian dari teorinya. Konsep dasar ini awalnya
hanya merupakan fenomena perkembangan psiko seksual pada anak-anak.
Menurut Mitchell dan Black, Freud berpendapat bahwa seorang bayi merasa
dirinya sempurna dan sangat berpengaruh. Ia memiliki pikiran yang tidak
terbatas dan berbatas (omnipotence of thought). Semua energi libido
digunakan untuk memuaskan kebutuhan psikologisnya dan untuk merawat
keberadaannya (preservation of a state of well-being). Investasi dasar dari
energi ini diberi nama “Ego Libido” atau narsistik.
Karakteristik gangguan kepribadian narsistik ditujukan pada orang-orang
yang menunjukkan pola tentang sesuatu yang berlebihan seperti yang terlihat
dari lima atau lebih hal-hal berikut, yaitu: waham kebesaran tentang dirinya;
tenggelam dalam hayalan akan kesuksesan, kekuasaan, kecerdasan,
kecantikan, atau cinta yang ideal; kepercayaan bahwa mereka begitu istimewa
dan bahwa mereka hanya harus bergabung dengan orang lain yang dapat
mengerti mereka; kebutuhan akan kebanggaan yang berlebihan; menuntut
suatu hak; gaya interpersonal yang bersifat eksploitasi; kurangnya rasa empati;
iri pada orang lain atau percaya bahwa orang lain iri hati; serta perilaku dan
sikap yang arogan.
Meskipun narsistik dalam keilmuan psikologi dikategorikan dalam salah
satu gangguan kepribadian, namun dalam perkembangannya narsistik tidak
selalu merupakan gangguan kepribadian. Kemberg (dalam Harmawan, 1999)
berpendapat bahwa pasien-pasien narsistik tidak memperlihatkan adanya
perilaku yang terganggu, malah sebagian besar dari mereka mampu
bersosialisasi dengan baik dan bahkan memiliki kontrol impuls yang relative
lebih baik dari kepribadian infantil lainnya. Kemberg melihat bahwa
narsisisme patologis terjadi ketika adanya kerancuan dan fusi antara diri-ideal
“ideal self” dan diri sejati “true self”.
Kurangnya pengetahuan mayoritas masyarakat mengenai narsisme dapat
berdampak pada pola pikir, dimana narsisme menjadi suatu fenomena yang
diketahui secara umum dalam persepsi yang salah. Hal tersebut dapat
menyebabkan penanaman pola pikir atau pemahaman yang salah terhadap
narsisme. Pemahaman narsisme yang salah di lingkungan masyarakat sudah
menjadi sebuah fenomena yang umum, sehingga narsisme dianggap sebagai
sesuatu yang biasa dalam lingkungannya. Masyarakat menganggap bahwa
narsisme merupakan perilaku umum yang sering dilakukan oleh beberapa
orang untuk mendapatkan perhatian dan eksistensi.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis memutuskan untuk menyusun
makalah dengan judul “Gangguan Keprbadian Narsistik”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Narsistik ?
2. Bagaimana konsep epidemologi gangguan kepribadian narsistik ?
3. Bagaimana upaya pencegahan dan penanganan gangguan kepribadian
narsistik ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui apa yang dimaksud Narsistik.
2. Mengetahui konsep epidemologi gangguan kepribadian narsistik.
3. Mengetahui upaya pencegahan dan penanganan gangguan kepribadian
narsistik.
1.4 Manfaat Penulisan
Bagi pembaca, tulisan ini dapat menjadi tambahan bacaan guna menambah
pemahaman mengenai gangguan kepribadian narsistik. Sedangkan bagi
penulis, tulisan ini dapat menjadi tamabahn pengalaman di bidang kepenulisan
dan sebagai salah satu syarat pemenuhan nilai mata kuliah Epidemiologi
PTM.
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Narsistik
Narsisme merupakan istilah yang sering digunakan masyarakat untuk
menggambarkan seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang tinggi guna
mencari perhatian dan eksistensi. Namun istilah narsisme menjadi fenomena
umum dimana narsisme menjadi hal yang dianggap biasa saja. Pandangan
masyarakat terhadap narsisme dilatarbelakangi oleh kurangnya pengetahuan
masyarakat mengenai narsisme itu sendiri, dan berdampak pada persepsi
yang salah terhadap istilah narsisme.
Narsisme merupakan penyakit psikologis dimana penderitanya memiliki
kepercayaan diri atau mencintai diri yang tinggi (berlebihan) untuk
kepentingan pribadinya. Narsistic Personality Disorder merupakan nama
ilmiah dari gangguan psikologis narsisme. 1% di dunia merupakan pengidap
NPD (halosehat.com) menurut APA (American Psychiatic Assosiation).
Menurut Barlow (2006, h.211), “gangguan kepribadian narsistik. Gangguan
kepribadian klaster B (dramatis, emosional, atau eratik) yang melibatkan pola
pervasif dari grandiositas dalam fantasi atau perilaku membutuhkan pujian
dan kurang memiliki empati”
Gangguan kepribadian narsistik atau disebut juga dengan istilah
narcissistic personality disorder terjadi akibat adanya sikap atau perilaku
seseorang yang secara berlebihan dalam memandang keunikan atau kelebihan
yang dimiliki, sehingga menimbulkan fantasi yang berlebihan terhadap
dirinya sendiri. Individu yang mengalami gangguan kepribadian narsistik
selalu mengharapkan perhatian dan pemujaan yang berlebihan terhadap
dirinya, suka memperlihatkan kelebihan yang dimiliki secara berlebihan serta
menganggap sikap dan perilakunya hanya dapat dimengerti serta dipahami
oleh orang-orang tertentu. Akibatnya adalah melahirkan sikap yang kurang
empati terhadap orang lain, arogan, iri, ingin diperlakukan secara istimewa
oleh orang lain, selalu mencari perhatian, ingin dipuja, takut gagal, sensitif
terhadap keritikan. Orang yang mengalami gangguan kepribadian narsistik
terkadang sering merasa kecewa terhadap dirinya, lalu mencari orang-orang
yang dianggapnya ideal dengan tidak mengizinkan orang lain menjalin
hubungan. Jika ada orang lain dianggap mampu menyainginya, ia akan marah
dan berupaya menyingkirkannya.
2.2 Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Kepribadian Narsistik
Menurut beberapa ahli psikologi, faktor-faktor yang mempengaruhi
narsistik antara lain harga diri, konsep diri, kesepian dan kecemburuan atau iri
hati.
a) Harga diri, merupakan gambaran sejauh mana individu tersebut menilai
dirinya sebagai orang yang memiliki kekuatan untuk mengontrol
perilakunya, keberartian dan memiliki kompetensi untk mencapai cita-cita
yang diharapkan.
b) Konsep diri, merupakan gambaran mental diri sendiri yang terdiri dari
pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapandan penilaian terhadap diri
sendiri.
c) Kesepian, sebuah kondisi perasaan sepia tau sendiri, dimana individu
menemui indvidu lain tidak sebagai dirinya melainkan sebagai bentukan
dari tugas-tugas atau keajiban dalam masyarakat saja. Baron & Byrne
(2005) menyatakan bahwa kesepian muncul ketika terjadi kesenjangan
antara apa yang diharapkan dengan kenyataan dalam kehidupan
interpersonal individu.
d) Cemburu atau iri hati, merupakan suatu keadaan ketakutan yang diliputi
kemarahan. Perasaan ini muncul didasarkan perasaan tidak aman dan takut
status posisi yang berarti akan digantikan oleh orang lain.
Adapun penyebab narsistik yaitu faktor biologis, psikologis dan
sosiologis.
a) Secara biologi gangguan narsistik lebih banyak dialami oleh individu yang
orang tuanya penderita neurotik. Selain itu jenis kelamin, usia, fungsi
hormonal dan struktur-struktur fisik lainnya ternyata berhubungan dengan
narsistik.
b) Dari segi psikologis, Narsistik terjadi karena tingkat aspirasi yang tidak
realistis atau berkurangnya penerimaan terhadap diri sendiri.
c) Faktor Sosiologis, Narsistik dialami oleh semua orang dengan berbagai
lapisan golongan terhadap perbedaan yang nyata antara kelompok budaya
tertentu dan reaksi narsisik yang dialaminya
2.3 Gejala dan Dampak Gangguan Kepribadian Narsistik
A. Gejala Gangguan Kepribadian Narsistik
Di lihat dari sejarahnya, istilah gangguan kepribadian narsistik muncul
dalam teori psikoanalisis modern. Ahli psikoanalisis berasumsi bahwa
gangguan kepribadian narsistik merupakan produk dari sistem nilai masa
kini. Teori narsisme di era kontemporer banyak dikembangkan oleh Heinz
Kohut melalui dua bukunya, The Analysis of the Self (1971) dan The
Restoration of the Self (1977), pada perkembangan selanjutnya teori
tersebut dikenal dengan teori self psychology.
Kohut menjelaskan, gangguan kepribadian narsistik terjadi akibat
adanya kegagalan dalam mengembangkan harga diri yang sehat. Hal ini
disebabkan oleh ketidakmampuan orang tua dalam merespon secara baik
berbegai kompetensi yang dimiliki oleh anaknya, anak seringkali dihargai
guna untuk membangun kebanggaan dan harga diri orang tua, bukan
berdasarkan makna dirinya sendiri. Beberapa ciri gangguan kepribadian
narsisistik antara lain cinta secara berlebihan terhadap diri sendiri,
meganggap dirinya memiliki kelebihan yang unik, diringi dengan keinginan
untuk mengagungkannya, selalu ingin mencari perhatian dan pujian dari
orang lain, ingin mendapatkan perlakukan spesial, kurang peka terhadap
kebutuhan orang lain dan memiliki khayalan yang berlebihan terhadap
dirinya walaupu dalam pandangan orang lain biasa-biasa saja.
Dalam DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders-Fourth Edition) seseorang dikatakan mengalami gangguan
kepribadian narsistik jika memiliki lima dari sembilan ciri, yaitu merasa
paling hebat, seringkali memiliki perasa iri hati kepada orang lain, memiliki
fantasi secara berlebihan terhadap kesukesan dan kelebihannya, ingin
dikagumi secara berlebihan, kurang memiliki empati terhadap orang lain,
selalui ingin memperoleh keistimewaan, memiliki sikap angkuh, sensitif
terhadap kritik, memiliki kepercayaan diri secara semu, memiliki
keyakinan secara berlebihan bahwa dirinya memiliki keunikan dan hanya
dapat dimengerti oleh orang-orang tertentu.
B. Dampak Ganguan Kepribadian Narsistik Pada Kesehatan Mental
Kepribadian narsistik yang dimiliki oleh seseorang akan berimpiliasi
terhadap kesehatan mental. Mental yang sehat bukan ditandai oleh
kesehatan fisik. Kesehatan mental bukan hanya menekankan pada aspek
kesehatan psikologis dan sosial semata, melaikan juga mencakup aspek
spiritual dan agama. Dadang Hawari mengistilahkan dengan “emat dimensi
sehat yaitu : biopsiko-sosial-spiritual”. Ini berarti bahwa, seseorang
dikatakan sehat mentalnya bukan hanya terhindar dari gangguan dan
penyakit jiwa neurosis maupun psikosos, melainkan juga sangat ditentukan
oleh kemampuannya dalam menyesuaikan diri terhadap dirinya maupun
lingkungan sosial.
Kesehatan mental juga sangat ditentukan oleh kemampuan individu
dalam menyelesaikan masalah dan konflik batin dalam dirinya, mampu
menjalin hubungan yang harmonis terhadap fungsi-fungsi kejiawaan seperti
akal, pikiran, perasaan dan keinginan serta mampu memanfaatkan segala
potensi untuk mendapatkan kebahagiaan hidup. Kesehatan mental
memilikim peran yang sangat penting dalam kehidupan setiap individu.
Dengan mental yang sehat, individu akan terhindar dari stres, mampu
mengendalikan diri dan memiliki ketahanan terhadap berbagai tekanan,
baik dari dirinya sendiri maupun lingkungan.
H. Carl Witherington mengemukakan, orang yang mentalnya sehat
hatinya tenteran, nyaman dan mesa aman. Hal ini sejalan dengan pendapat
Daradjat yang menyatakan bahwa dengan mental yang sehat seseorang
akan menemukan kebahagiaan dalam kehidupannya, terhindar dari
penyakit hati, mampu menyesuaikan diri, mampu menyelesakan masalah
dengan baik dan mampu memanfaatkan serta mengembangkan segala
potensi secara optimal.
2.4 Upaya Penanganan dan Pencegahan Narsisme
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menanganai gangguan
kepribadian narsistik. Salah satu diantaranya adalah dengan melatih diri agar
bisa mengontorol dan mengendalikan motif-motif emosi yang mengarah pada
sikap dan perilaku narsistik. Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan
terhadap perilaku individu terhadap orang lain untuk mengetahui motif
munculnya perilaku tersebut berasal dari motif narsistik atau bukan. Di sisi
lain, dapat dilakukan dengan melatih diri bersiukap empati terhadap orang lain
dan membiasakan diri melihat sikap, perilaku serta masalah yang dialami dari
sudut pandang orang lain.

Fausiah, F & Widury menjelaskan bahwa ada beberapa proses yang dapat
dilakukan untuk menangani gangguan kepribadian narsistik belum bersifat
kronis, yaitu :

a) Melatih diri memandang orang lain secara positif. Dalam kontek ini,
individu dilatih agar memilik pendangan dan keyakina bahwa orang lain
memiliki kelebihan dan keistimewaan.
b) Selalu mengambil hikmah dan pelajaran dari sikap dan perilaku yang
ditampilkan.
c) Bersikap dan berprilaku sederhana secara porposional agar terhindar dari
prangkap hedonisme.
d) Melatih diri bersikap rendah hati. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
belajar dari pengalaman orang lain, membaca buku serta melakukan
evaluasi terhadap sikap dan perilaku yang telah dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari.
e) Koreksi terhadap ucapan, prilaku dan sikap yang muncul dalam diri yang
mengandung kesombongan, hal ini bisa muncul direnungkan.
BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Gangguan kepribadian narsistik pada dasarnya adalah gangguan kepribadian
yang disebabkan adanya sikap atau perilaku seseorang yang berlebihan dalam
memandang dirinya sendiri. Akibatnya timbul cinta dan fantasi yang berlebihan
terhadap kelebihan dan keunikan yang dimilikinya. Ada beberapa ciri seseorang
memiliki gangguan kepribadian narsistik, diantaranya adalah suka mengagungkan
diri sendiri, selalau inging mendapatkan pujian dan perhatian, ingin mendapatkan
perlakuan spesial, mmeiliki khayalan yang berlebihan tentang perhatian dari orang
lain, kurang memiliki empati terhadp orang lain, sering stres dalam menghadapi
masalah dan tidak besa menerima kritik.
Narisistik dapat mengakibatkan gangguan kesehatan mental, jika sikap dan
perilaku narsistik tersebut sudah menganggu fungsi-fungsi kehidupan, seperti
perasaan, hubungan sosial, pekerjaan dan sebagainya. Sikap dan perilaku narsistik
yang belum kronis dapat diatasi dengan beberapa cara diantaranya adalah dengan
melatih diri memandang orang lain secara positif, bersikap dan berperilaku secara
sederhana, melatih diri untuk berempati, bersikap rendah hati dan melakukan evaluasi
terhadap sikap serta perilaku dalam kehidupan sehari-hari.
3.2 Saran
Kepada pembaca diharapkan dapat menambah dan mencari tambahan
bacaan untuk dapat menyempurnakan pemahaman tentang permasalahan yang
dibahas yaitu gangguan kepribadian narsistik.
DAFTAR PUSTAKA
Engkus, Hikmat, & Saminnurahmat, K. (2017). PERILAKU NARSIS PADA
MEDIA SOSIAL DI KALANGAN REMAJA DAN UPAYA
PENANGGULANGANNYA. Jurnal Penelitian Komunikasi Vol. 20 No.
2, 121-134.
Fadilah, R. (2021). Analisis Kasus Gangguan Kepribadian Narsistik Dan Perilaku
Kriminalitas Antisosial Pada Pria Di Lapas Kota X. Jurnal Diversita, 7
(1), 85-96.
Fakhriyani, D. V. (2019). Kesehatan Mental (Vol. 124). Duta Media Publishing
Hamid, A. (2017). Agama dan kesehatan mental dalam perspektif psikologi
agama. Healthy Tadulako Journal (Jurnal Kesehatan Tadulako), 3(1), 1-14
Hardika, J. (2019). HUBUNGAN SELF-ESTEEM DAN KESEPIAN DENGAN .
Psikosains, Vol. 14, No.1, 1-13.
Husni, M. (2019). Selfie Gangguan Kepribadian Narsistik. Jurnal Tinta, Vol. 1
No. 1, 105-116.
Izzati, F., & Irma, A. (2018). Perilaku Narcissistic Pada Pengguna Instagram Di
Kalangan Mahasiswa Universitas Serambi Mekkah. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, 3(2).
Mansir, F. (2018). Pendekatan Psikologi dalam Kajian Pendidikan Islam. Psikis:
Jurnal Psikologi Islami, 4(1), 61-73.
Rahman, T. G., & Ilyas, A. (2019). Perilaku Narsistik Pengguna Media Sosial di
Kalangan Mahasiswa dan Implikasi dalam Layanan Bimbingan Dan
Konseling. E-Journal Pembelajaran Inovasi, Jurnal Ilmiah Pendidikan
Dasar, 7(4), 1-8
Sari, D. P. (2021). Gangguan Kepribadian Narsistik dan Implikasinya . Jurnal
Bimbingan dan Konseling Islam, Vol. 5 Nomor 1, 94-114.

Anda mungkin juga menyukai