Anda di halaman 1dari 11

GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK

A. PENGERTIAN
Gangguan kepribadian narsistik adalah gangguan yang melibatkan pola
pervasive dari grandiosities dalam fantasi atau perilaku serta membutuhkan pujian
dan kurang memiliki empati. Orang-orang yang menilai tinggi dirinya sendiri,
bahkan melebih-lebihkan kemampuan riil mereka dan menganggap dirinya
berbeda dengan orang lain, serta pantas menerima perlakuan khusus, merupakan
perilaku yang sangat ekstrem. Individu dengan kelainan kepribadian narsistik
menunjukkan sebuah perasaan yang dilebih-lebihkan akan kepentingan pribadi,
keasyikan dengan menjadi yang dikagumi dan kurangnya empati tehadap
perasaan orang lain (Ronningstan, 1999; Widiger & Bornstein, 2001). Ini bahwa
hal yang penting dan dulu menggunakan standar diagnosa secara luas untuk
mendiagnosa pasien narsistik, grandiositi dinyatakan oleh kecenderungan yang
kuat untuk menaksir terlalu tinggi kemampuan mereka dan prestasi, sementara
menaksir rendah kemampuan dan prestasi orang lain.
Perasaan mereka akan pemberian gelar atau judul sering kali menjadi
sebuah sumber keheranan terhadap orang lain, walaupun diri mereka sendiri
terlihat menghargai pengharapan berlebihan mereka sebagai selalu apa yang
mereka pantas dapatkan. Mereka berperilaku dalam cara-cara meniru (sebagai
contoh, dengan acuan diri yang konstan dan membual) untuk memperoleh
tuntutan dan pengakuan yang sangat mereka harapkan. Karena mereka percaya
bahwa mereka sangat spesial, mereka sering berpikir mereka hanya akan
dimengerti hanya dengan orang yang berstatus tinggi atau seharusnya berteman
dengan orangorang yang seperti itu. Akhirnya, perasaan mereka akan
pemberian gelar atau judul juga dihubungkan dengan keengganan memaafkan
orang lain karena merasa diremehkan, dan mereka akan dengan mudah
membalas dendam (Exline, Baumeister, et al., 2004).
Kebanyakan peneliti dan dokter percaya bahwa orang-orang dengan
kelainan kepribadian narsistik mempunyai perasaan akan harga diri yang tidak
stabil dan rapuh dibawah semua grandiositi mereka (Widiger & Bornstein, 2001).
Ini mungkin menjadi alasan mengapa mereka sering mengasyikan diri dengan
1

apa yang orang pikirkan dan mengapa mereka sangat asyik dengan khayalan
akan penghargaan yang mengagumkan. Kebutuhan mereka yang hebat akan
kekaguman mungkin membantu mengatur dan melindungi perasaan akan harga
diri mereka yang rapuh.
Kepribadian narsistik berbagi ciri khusus yang lain dari enggan atau tidak
bisa menerima sudut pandang orang lain, untuk melihat lebih dari apa yang
mereka lihat dengan mata mereka sendiri. Selain itu, jika mereka tidak menerima
pengesahan atau bantuan dari apa yang mereka inginkan, mereka cenderung
menjadi sangat suka mengkritik dan menuntut pembalasan (Rasmussen, 2005).
Memang, sebuah studi tentang murid laki-laki dengan tingkat ciri-ciri narsistik
yang tinggi menunjukkan bahwa mereka mempunyai kecenderungan yang lebih
kuat ke arah kekerasan seksual ketika mereka ditolak oleh target hasrat seksual
mereka ketimbang laki-laki dengan tingkat ciri-ciri narsistik yang lebih rendah
(Bushman et al., 2003).
Dari 5 model faktor sudut pandang, individu dengan kelainan kepribadian
narsistik digolongkan menurut rendahnya persetujuan/ tingginya antagonisme
atau permusuhan (yang memasukan ciri-ciri dari kesederhanaan, keangkuhan,
dan keunggulan), rendahnya altruisme atau sifat lebih mementingkan kepentingan
orang lain (mengharapkan perawatan yang menguntungkan dan memanfaatkan
yang lain), dan berpikiran kuat (kurangnya empati). Mereka juga menunjukan
tingkat kecenderungan khayalan yang tinggi (keterbukaan untuk mengalami) dan
tingkat marah-permusuhan dan kesadaran diri yang tinggi (Widiger, Trull. 2002).

B. GEJALA

Membutuhkan pujian dan kekaguman berlebihan

Mengambil keuntungan dari orang lain

Merasa diri paling penting

Enggan atau tidak bisa menerima sudut pandang orang lain

Kurangnya empati

Berbohong, pada diri sendiri dan orang lain

Terobsesi dengan fantasi ketenaran, kekuasaan, atau kecantikan.


2

C. FAKTOR PENYEBAB
Faktor Penyebab Berdasarkan Teori-teori Para Ahli
Beberapa penulis, termasuk Kohut (1971, 1977), percaya bahwa gangguan
kepribadian narsistik muncul dari kegagalan meniru empati dari orang tua pada
masa perkembangan awal anak. Akibatnya, anak tetap terfiksasi di tahap
perkembangan grandiose. Selain itu, anak (dan kelak setelah dewasa) menjadi
terlibat dalam pencarian, yang tak berkunjung dan tanpa hasil, figur ideal yang
dianggapnya dapat memenuhi kebutuhan empatinya, yang tak pernah terpenuhi.
Banyak teori yang berbeda tentang faktor kebetulan yang terkait di dalam
perkembangan penyakit kepribadian narsistik telah dikemukakan, dan masingmasing mempunyai penyokong yang kuat.
Di sisi yang lain, ahli teori psikodinamik yang berpengaruh seperti Heinz
Kohut setuju bahwa semua anak yang melewati fase primitif grandiositi selama
apa yang mereka pikirkan tentang semua kejadian dan kebutuhan berputar di
sekeliling mereka. Untuk perkembangan normal diluar fase yang terjadi, menurut
pandangan ini, orang tua harus melakukan suatu pencerminan terhadap anak. Ini
membantu anak mengembangkan tingkat kepercayaan diri yang normal dan
perasaan harga diri guna menopang di kehidupan mereka, ketika realita hidup
mereka

diumbar

untuk

membesarkan.

Kohut

dan

Kernberg

(1978)

mengemukakan lebih jauh bahwa kelainan kepribadian narsistik lebih mungkin


berkembang jika orang tua lalai, menghilangkan nilai, atau tidak berempati
kepada anak; individu ini akan terus menerus mencari penegasan dari sebuah
pengidealan dan perasaan megah terhadap diri. Walaupun teori ini telah menjadi
sangat berpengaruh di antara dokter-dokter klinik psikodinamik, sayangnya ini
mempunyai sedikit dukungan empiris.
Dari sebuah pendirian teoritis yang sangat berbeda, Theodore Millon
mempunyai argument yang sangat berbeda. Dia percaya bahwa kelainan
kepribadian narsistik datang dari penilaian berlebihan orang tua yang tidak
realistis (Millon & Davis, 1995; Widiger & Bornstein, 2001). Seperti contoh, dia
telah mengemukakan bahwa orang tua memanjakan dan menurutkan permintaan
anak-anaknya dalam cara mendidik mereka bahwa keinginan mereka adalah
sebuah perintah, bahwa mereka dapat menerima tanpa harus mengembalikannya,
3

dan bahwa mereka pantas menjadi seseorang yang menonjol bahkan tanpa
perjuangan yang minim (Millo, 1981, p.175; dari Widiger & Trull, 1993). Ahli teori
itu dari dua tradisi yang berbeda (psikodinamik dan pelajaran sosial) dapat
menjadi

semacam

kesimpulan

yang

berlawanan

yang

mengilustrasikan

kekurangan saat ini dari pengetahuan empiris mengenai bagian terdahulu dari
kelainan semacam ini.
D. KRITERIA DIAGNOSIS
Penderita gangguan kepribadian narsistik memiliki perasaan yang tidak
masuk akal bahwa dirinya orang penting dan sangat terokupasi dengan dirinya
sendiri sehingga mereka tidak memiliki sensivitas dan tidak memiliki perasaan iba
terhadap orang lain (Gunderson, Ronningstam, dan Smith, 1995). Mereka
membutuhkan dan mengharapkan perhatian khusus. Mereka juga cenderung
memanfaatkan dan mengeksploitasi orang lain bagi kepentingannya sendiri serta
hanya sedikit menunjukkan sedikit empati. Ketika dihadapkan pada orang lain
yang sukses, mereka bisa merasa sangat iri hati dan arogan. Dan karena mereka
sering tidak mampu mewujudakan harapan-harapannya sendiri, mereka sering
merasa depresi.
Gangguan kepribadian Narcissistic dicirikan oleh keterpusatan diri. Mereka
membesar-besarkan prestasi mereka, mengharapkan orang lain untuk mengakui
mereka sebagai superior. Mereka cenderung teman, karena mereka percaya
bahwa tidak sembarang orang yang layak menjadi teman mereka. Narsisis
cenderung membuat kesan pertama yang baik, namun mengalami kesulitan
menjaga hubungan jangka panjang. Mereka umumnya tidak tertarik pada
perasaan orang lain dan dapat mengambil keuntungan dari mereka.
Menurut DSM IV-TR, kriteria gangguan kepribadian narsistik yaitu :

Pandangan yang dibesar-besarkan mengenai pentingnya diri sendiri

Arogansi

Terfokus pada keberhasilan, kecerdasan, kecantikan diri, kebutuhan


ekstrem untuk dipuja

Perasaan kuat bahwa mereka berhak mendapatkan segala sesuatu

Kecenderungan memanfaatkan orang lain, dan iri kepada orang lain.


4

E. KRITERIA KEPRIBADIAN NARSISTIK MENURUT DSM-IV


Sebuah pola dari khayalan dan perilaku, diantaranya kebutuhan untuk
kekaguman, dan kurangnya empati, seperti yang diindikasikan oleh minimal 5 dari
yang di bawah ini :
1. Perasaan megah akan kepentingan pribadi.
2. Keasyikan dengan khayalan akan keberhasilan, kekuatan, kecemerlangan,
atau kecantikan yang tidak terbatas.
3. Kepercayaan bahwa dia itu spesial dan unik.
4. Kebutuhan akan kekaguman yang berlebihan.
5. Perasaan akan pemberian judul.
6. Kecenderungan menjadi meledak-ledak antar individu.
7. Kekurangan empati.
8. Sering cemburu terhadap orang lain atau percaya bahwa orang lain itu pun
cemburu terhadapnya.
9. Menunjukkan keangkuhan, perilaku atau sikap yang sombong.
Menurut DSM-IV-TR, kelainan kepribadian narsistik mungkin bisa lebih
sering diobservasi pada pria daripada wanita (APA, 2000; Golomb, 1995),
walaupun tidak semua studi menunjukan ini. Dibandingkan dengan beberapa
kelainan kepribadian lainnya, ini menjadi relatif jarang dan ditaksir tetap terjaga
sekitar 1 persen dari populasi.

F.GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK MENURUT BERBAGAI PERSPEKTIF


a). Psikososial
Psikodinamik. Para psikoanalis, termasuk Freud, menggunakan istilah
narcissistik untuk mendeskripsikan orang-orang yang menunjukkan bahwa dirinya
orang penting secara berlebih-lebihan dan yang terokupasi dengan keinginan
mendapatkan perhatian (Cooper dan Ronningstam, 1992). Dimana fase yang
dilalui semua anak sebelum menyalurkan cinta mereka dari diri mereka sendiri
kepada significant person, sehingga anak terfiksasi pada fase narsistik. Akibat
memiliki orangtua yang selalu menuruti anak dan menanamkan rasa bangga atas
5

kemampuan diri dan harga diri mereka, atau anak tidak percaya terhadap
pengasuh dan memutuskan bahwa mereka hanya dapat bersandar pada diri
sendiri.
Behaviorisik. Narsistik merupakan reaksi asumsi untuk menghadapi
masalah-masalah self-worth yang tidak realistik sebagai hasil dari penurutan dan
evaluai yang berlebihan dari orang-orang yang signifikan. Serta sebagai hasil dari
unrealistic-overevaluation orangtua terhadap anak.
b). Sosiokultural
Faktor-faktor kultur sosial yang berkontribusi terhadap kelainan kepribadian
tidak dimengerti dengan baik. Sebagaimana bentuk-bentuk lain dari ilmu psikologi,
timbulnya dan sebagian fitur dari kelainan kepribadian merubah sedikit banyak
dengan waktu dan tempat, walaupun sebanyak yang seseorang mungkin pikirkan
(Allik, 2005). Sesungguhnya ada sedikit perbedaan lintas budaya daripada di
dalam budaya. Ini mungkin berhubungan dalam penemuan yang semua
kebudayaan (keduanya Barat dan non-Barat, termasuk Afrika dan Asia) berbagi 5
ciri-ciri dasar kepribadian yang sama, dan pola variasi mereka juga terlihat
mendunia.
Beberapa peneliti percaya bahwa beberapa kelainan kepribadian tertentu
telah meningkat di masyarakat Amerika beberapa tahun terakhir (misalnya, Paris,
2001). Jika tuntutan ini benar, kita dapat berharap menemukan peningkatan
perhubungan untuk mengubah kebutuhan dan aktifitas kebudayaan kita yang
umum. Apakah penekanan kita terhadap dorongan kepuasan, solusi sekejap, dan
keuntungan bebas sakit membawa lebih banyak orang untuk mengembangkan
gaya hidup yang berpusat pada diri sendiri yang kita lihat dalam bentuk yang lebih
ekstrim dalam kelainan kepribadian? Contohnya, ada beberapa bukti bahwa
kelainan kepribadian narsistik yang lebih umum di budaya Barat dimana ambisi
pribadi dan kesuksesan mendukung dan memperkuat (misalnya, Widiger &
Bornstein, 2001).
Ini juga telah diketahui meningkat lebih dari 60 tahun sejak Perang Dunia II
dalam emosional dysregulation (misalnya, depresi, dan bunuh diri) dan perilaku
sesuai kata hati (penyalahgunaan dasar dan perilaku kriminal) mungkin
6

berhubungan dengan meningkatkan dalam garis batas dan kelainan kepribadian


diatas periode waktu yang sama. Ini dapat berakar dari perusakan yang
meningkat terhadap keluarga dan struktur sosial yang tradisional lainnya (Paris,
2001).

G. PENANGANAN DAN HASILNYA


Gangguan kepribadian narsistik secara umum sulit untuk dirawat, pada
sebagian karena mereka adalah, menurut definisi, relatif kronis, dapat meresap,
dan pola perilaku dan pengalaman di dalam diri yang tidak dapat diubah. Lebih
jauh lagi, banyak tujuan dari perawatan yang berbeda dapat dirumuskan, dan
beberapa lebih sulit untuk dicapai dari yang lainnya. Tujuan mungkin termasuk
keadaan sulit subjektif, mengubah perilaku dysfunctional yang spesifik, dan
mengubah keseluruhan pola perilaku atau keseluruhan struktur kepribadian.
Pada banyak kasus, orang dengan kelainan kepribadian mengikuti
perawatan hanya oleh desakan seseorang, dan mereka sering tidak percaya
bahwa mereka harus berubah. Selanjutnya, mereka yang berasal dari Kelompok
A yang aneh/eksentrik dan Kelompok B yang tidak teratur/dramatis mempunyai
perbedaan-perbedaan yang umum dalam pembentukan dan memelihara
hubungan baik, termasuk dengan seorang ahli terapi. Bagi mereka yang berasal
dari Kelompok B yang tidak teratur/dramatis, pola dari tindakan, khas dalam
hubungan mereka yang lainnya, dibawa ke dalam situasi terapi, dan daripada
berhadapan dengan masalah mereka di tingkat verbal, mereka mungkin akan
menjadi marah pada ahli terapi dan mengacaukan sesi.
Sebagai tambahan, orang yang mempunyai 2 kelainan baik di Axis I dan
Axis II rata-rata, melakukan perawatan yang baik untuk kelainan pada Axis I
mereka sebagai pasien tanpa kelainan kepribadian. Ini sebagian dikarenakan
orang dengan kelainan kepribadian mempunyai ciri-ciri kepribadian yang kaku
dan berakar yang sering membawa kepada hubungan yang mengandung unsur
pengobatan yang memprihatinkan dan apalagi membuat mereka bertahan
melakukan sesuatu yang dapat meningkatkan kondisi Axis I mereka.

H. JENIS-JENIS TERAPI
a. Terapi Menurut Pendekatan Millon
Ada sebuah informasi yang berdasar kepada penelitian kecil dalam
merawat

kelainan

kepribadian

sebagaimana

adanya

informasi

dalam

bagaimana mereka berkembang. Ada, meskipun, sebuah kesusastraan kasus


klinis yang hidup dan berkembang dalam terapi-terapi untuk banyak kelainankelainan kepribadian. Walaupun garis besar ide-ide berikut ini adalah untuk
bagian besar berdasarkan pada pengalaman-pengalaman klinis dari beberapa
professional kesehatan mental, dan tidak pada studi-studi tentang yang
berisikan pengawasan-pengawasan yang cocok, petunjuk pengobatan ini
adalah semua yang tersedia dalam memperlakukan kelainan kepribadian.
Sebuah perasaan terhadap apa yang terkandung dalam literatur dapat
dipahami dari beberapa ide yang seterusnya ditanamkan oleh Millon (1981)
dalam

bukunya

yang

terkenal

secara

luas

tentang

kelainan-kelainan

kepribadian (Millon sebelumnya adalah bagian dari tim DSM-III yang bekerja
tentang kelainan-kelainan kepribadian). Dia menganjurkan bahwa:
1. Terapi dengan kepribadian-kepribadian yang tidak mandiri terfasilitasi
oleh fakta bahwa orang-orang ini mencari orang lain yang lebih kuat ada
siapa mereka bergantung. Oleh karena itu mereka rela dan mau
menerima pasien-pasien. Bagaimanapun, ciri seperti ini dapat membuat
mereka terlalu terlalu bergantung pada ahli terapi dan tidak suka
membuat keputusan-keputusan mereka sendiri dan mengambil tanggung
jawab atas diri mereka sendiri. Millon menyarankan bahwa pendeketanpendekatan yang bersifat tidak langsung bekerja lebih baik daripada yang
bersifat perilaku karena mereka membantu perkembangan yang mandiri.
2. Kepribadian narsistik tidak tetap dalam terapi untuk waktu yang lama,
terlebih ketika sumber-sumber kegelisahan diperiksa (sebagian besar ahli
terapi, tanpa menghiraukan orientasi teoritis, akan bersedia). Millon
mengusulkan terapi kognitif untuk membantu kepribadian narsistik belajar
untuk berpikir ketimbang untuk bertindak sesuai dorongan hati.

Bagaimanapun juga, ini penting untuk diperhatikan bahwa, seperti orang


lain yang menulis tentang tentang itu dan bekerja dengan kelainan-kelainan
kepribadian, Millon sangat berhati-hati tentang berharap terlalu besar dari
terapi ketika jarak dari masalah-masalah sangat lebar dan mencakup semua.
b. Teknik Penanganan Terapeutik
Teknik-teknik

pengobatan

harus

sering

dimodifikasi.

Contohnya,

mengenali bahwa psikoterapi individu tradisional cenderung untuk mendorong


ketergantungan pada orang yang telah terlalu dependen, ini sering bermanfaat
untuk mengembangkan strategi perawatan secara khusus bertujuan pada
perubahan ciri-cirinya. Para pasien dari Kelompok C yang gelisah/ketakutan,
mungkin akan menjadi hipersensitif terhadap berbagai kritikan yang mungkin
mereka rasakan dari ahli terapi, jadi para ahli terapi harus sangat berhati-hati
dalam memastikan itu tidak terjadi.
Bagi orang dengan beberapa kelainan kepribadian, terapi mungkin akan
lebih efektif dalam situasi dimana perilaku tindakan dapat dipaksakan.
Contohnya, banyak pasien dengan kelainan kepribadian di garis batas dirawat
inap di rumah sakit beberapa saat, untuk alasan keamanan, karena perilaku
hampir bunuh diri mereka yang sering. Bagaimanapun, sebagian program
berobat ke rumah sakit terus meningkat dalam penggunaan sebagai sebuah
perawatan alternatif menengah dan tidak mahal bagi pasien (Azim, 2001).
Dalam program-program ini, pasien tinggal di rumah dan menerima paket
perawatan dan rehabilitasi yang lebih luas hanya saat hari-hari kerja.
Teknik pengobatan yang spesifik adalah bagian pusat dari pendekatan
teori yang relatif baru pada kelainan kepribadian yang mengasumsikan bahwa
perasaan dan perilaku dysfunctional yang diasosiasikan dengan kelainan
kepribadian adalah hasil yang lebih luas dari skema-skema yang cenderung
memproduksi keputusan yang menyimpang secara konsisten, sebagaimana
kecenderungan untuk membuat teori yang salah (Beck, Freeman, & Associates,
1990; Beck et al., 2003; Cottraux & Blackburn, 2001). Mengubah skema-skema
dysfunctional yang mendasar ini sulit tetapi berada di inti dari terapi kognitif
untuk kelainan kepribadian, yang menggunakan teknik-teknik kognitif standar
dari memantau pikiran-pikiran otomatis, menantang logika yang cacat, dan
9

menugaskan tugas yang berhubungan dengan perilaku dalam sebuah usaha


untuk menantang kepercayaan pasien.

c. Terapi Perilaku-Kognitif (Cognitive Behavioral Therapy)


Treatment research sangat terbatas, baik dalam hal jumlah studi maupun
laporan tentang kesuksesannya (Groopman dan Cooper, 2001). Bila terapi
dicobakan pada individu-individu ini, terapi itu sering kali difokuskan pada
grandiositas, hipersensivitas terhadap evaluasi orang lain, dan kekurangan
empati terhadap orang lain (Beck dan Freeman, 1990). Terapi kognitif
diarahkan pada usaha mengganti fantasi mereka dengan fokus pada
pengalaman sehari-hari yang menyenangkan, yang memang benar-benar
dapat dicapai. Strategi Coping seperti latihan relaksasi digunakan untuk
membantu mereka mengahadapi dan menerima kritik. Membantu mereka
untuk memfokuskan perasaannya terhadap orang lain juga menjadi tujuannya.
Karena penderita gangguan ini rentan mengalami episode-episode depresif,
terutama pada usia pertengahan, penanganan sering dimulai untuk mengatasi
depresinya. Tetapi, mustahil untuk menarik kesimpulan tentang dampak
penanganan semacam itu pada gangguan kepribadian narsistik yang
sesungguhnya.

d. Terapi Kelompok (Group Therapy)


Ahli terapi perilaku, dalam menjaga perhatian mereka pada situasi-situasi
daripada ciri-ciri, tidak mempunyai perawatan khusus sebagaimana untuk
kelainan-kelainan kepribadian lainnya yang yang ditunjukkan oleh DSM-III.
Akan lebih baik mereka menganalisa masalah-masalah yang mana, diambil
bersama mungkin dipertimbangkan oleh para pengikut dari DSM-III untuk
menggambarkan
keterampilan

sebuah

sosial

di

kelainan
dalam

kepribadian.

sebuah

Pelatihan

kelompok

keterampilan-

dukungan

bisa

jadi

dipertimbangkan sebuah jalan untuk mendorong kepribadian yang menghindar


menjadi lebih berani dalam memulai hubungan atau koneksi dengan orang lain.
Teknik ini, boleh jadi dikombinasikan dengan terapi rasional-emotif, mungkin
10

membantu mereka untuk tidak menganggap becana besar ketika usaha-usaha


mereka untuk keluar tidak berhasil, sebagaimana ini dibatasi untuk terjadi
(Turkat dan Maisto, 1985).
Satu aspek dari kelainan kepribadian memerintahkan perhatian dari ahli
terapi

yang

berketerampilan

manapun.

sebagaimana

dari

penolong

professional lainnya, yaitu, yang dinyatakan melekat secara mendalam, berdiri


lama, dan dapat menembus sifat dasar dari masalah. Ahli terapi manapun yang
bekerjasama dengannya harus betul-betul mempertimbangkan implikasiimplikasi yang luas dari masalahnya. Sebelum seorang yang mempunyai
kecurigaan yang tinggi dapat mengekspresikan emosinya secara terbuka dan
sewajarnya.

11

Anda mungkin juga menyukai