Anda di halaman 1dari 5

HUKUM EKONOMI PEMBANGUNAN INDONESIA

KEBIJAKAN EKONOMI ERA PEMERINTAHAN


GUSDUR,HABIBIE,MEGAWATI,SBY

SUSILO ADAM DOMPAS


MAGISTER HUKUM

Dosen :

Prof. Dr. Sri Gambir Mulia Hatta, SH

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 JAKARTA

Kebijaksanaan Perekonomian Indonesia selama era reformasi sampai sekarang


Pada masa reformasi ini perekonomian Indonesia ditandai dengan adanya krisis moneter yang
berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda-tanda ke arah
pemulihan. Walaupun ada pertumbuhan ekonomi sekitar 6% untuk tahun 1997 dan 5,5% untuk
tahun 1998 dimana inflasi sudah diperhitungkan namun laju inflasi masih cukup tinggi yaitu
sekitar 100%. Pada tahun 1998 hampir seluruh sektor mengalami pertumbuhan negatif, hal ini
berbeda dengan kondisi ekonomi tahun 1999. Untuk mengetahui kebijaksanaan yang dilakukan
pada era/masa reformasi dibawah ini adalah penjelasannya:
Era Reformasi (21 Mei 1998 20 Oktober 1999)
A. Indonesia pada Masa Pemerintahan Presiden BJ.Habibie
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi belum melakukan manuvermanuver yang cukup tajam dalam bidang ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk
mengendalikan stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun,
belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan.
Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara
lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN,
pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal
Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya
digantikan oleh presiden Megawati.

Kebijakan- kebijakan pada masa pemerintahan B.J. Habibie:

1. Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan


Dibentuk tanggal 22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan perwakilan
dari Golkar, PPP, dan PDI.
1. Indonesia pada Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid:

Kebijakan-kebijakan pada masa Gus Dur:


Masalah yang ada:

Gus Dur tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan TNI-Polri.
Masalah dana non-budgeter Bulog dan Bruneigate yang dipermasalahkan oleh anggota
DPR.
Dekrit Gus Dur tanggal 22 Juli 2001 yang berisikan pembaharuan DPR dan MPR serta
pembubaran Golkar. Hal tersebut tidak mendapat dukungan dari TNI, Polri dan partai
politik serta masyarakat sehingga dekrit tersebut malah mempercepat kejatuhannya.
Dan sidang istimewa 23 Juli 2001 menuntutnya diturunkan dari jabatan.

1. Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan sebelumnya


(memberikan kebebasan berpendapat di kalangan masyarakat minoritas, kebebasan
beragama, memperbolehkan kembali penyelenggaraan budaya tiong hua).
2. Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus departemen yang
dianggapnya tidak efesien (menghilangkan departemen penerangan dan sosial untuk
mengurangi pengeluaran anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional).
3. Ingin memanfaatkan jabatannya sebagai Panglima Tertinggi dalam militer dengan
mencopot Kapolri yang tidak sejalan dengan keinginan Gus Dur.
1. Indonesia pada Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri:
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri masalah-masalah yang mendesak untuk
dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang
ditempuh untuk mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
a) Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar pada pertemuan
Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3
triliun.
b) Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual perusahaan negara di dalam
periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatankekuatan politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu berhasil menaikkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak
kontroversi, karena BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
c) Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),
tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan
korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di
Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
1. Indonesia pada Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono:
Pada masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kebijakan
kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata
lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia.
Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidangbidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni
Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan
yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan
pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta
mengundang investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah

diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang
mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi
merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari
kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor, terutama
investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin
banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.

Kebijakan-kebijakan lain yang dilakukan pada masa SBY:


Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.
Konversi minyak tanah ke gas.
Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.
Buy back saham BUMN
Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.
Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.
Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan Visit Indonesia 2008.
Pemberian bibit unggul pada petani.
Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Masalah yang ada:

1. Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena


tidak tampak strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah.
Angka pengangguran dan kemiskinan tetap tinggi.
2. Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak
profesional. Bisa dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu
cepat sehingga korban kematian dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit
pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional yang saat inipun terlihat
kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan komisi dll
hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
3. Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang sok kalem
dan berwibawa dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK
yang sok profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan
kelompok. Rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami hal tersebut. Selain itu,
ketidakkompakan anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.
4. Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan
keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini
belum menghasilkan sistem yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan
bangsa Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk rakyat
melainkan untuk kekuatan kelompok.
5. Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi
perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptorkoruptor perampok kekayaan bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang
menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.
6. Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF
sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti

agenda-agenda IMF dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk
berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa
kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah
penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta
jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena
pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka
menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya
investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan
kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi pengelolaan
anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor dari luar negri,
tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.

Anda mungkin juga menyukai