Anda di halaman 1dari 40

Indonesia pada Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono:

Pada masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono melakukan kebijakan kontroversial pertama
presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.
Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke
subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan
kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan
Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.

Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan


pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang
investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian
Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan
kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi
kemudahan bagi investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang
ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja
juga akan bertambah.

Kebijakan-kebijakan lain yang dilakukan pada masa SBY:

• Anggaran pendidikan ditingkatkan menjadi 20% dari keseluruhan APBN.

• Konversi minyak tanah ke gas.

• Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.

• Buy back saham BUMN

• Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.

• Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.

• Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit Indonesia 2008″.

• Pemberian bibit unggul pada petani.

• Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Masalah yang ada:


Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat memperihatinkan karena tidak tampak
strategi yang bisa membuat perekonomian Indonesia kembali bergairah. Angka pengangguran dan
kemiskinan tetap tinggi.

Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan lambat dan sangat tidak profesional. Bisa
dipahami bahwa bencana datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban kematian dan
materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah yang tampak efisien adalah Badan Sar Nasional
yang saat inipun terlihat kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu, pembentukan
komisi dll hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.

Masalah kepemimpinan SBY dan JK yang sangat memperihatinkan. SBY yang ‘sok’ kalem dan berwibawa
dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK yang sok profesional dikhawatirkan
penuh tipu muslihat dan agenda kepentingan kelompok. Rakyat Indonesia sudah melihat dan memahami
hal tersebut. Selain itu, ketidakkompakan anggota kabinet menjadi nilai negatif yang besar.

Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada
Aceh menjadi catatan prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem yang pro-
rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi
bukan untuk rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.

Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses peradilan, terjadi perdebatan yang semakin
mempersulit pembersihan Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan bangsa
Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya pemberantasan korupsi mulai terasa
menghambat pembangunan.

Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar negeri ‘Pahlawan Kesiangan’. Dalam
kasus Nuklir Korea Utara dan dalam kasus-kasus di Timur Tengah, utusan khusus tidak melakukan apa-
apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara kepentingan Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta
dalam masalah Irak jelas merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu. Juga desakan
peranan Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar akan semakin menyulitkan Indonesia di masa
mendatang. Singkatnya, Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih condong ke
Amerika Serikat.

Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2
miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam
menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali
mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin
menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05
juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI),
sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi
pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap,
karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor
dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang kondusif.
Pemerintahan Indonesia Bersatu

PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU JILID I ERA SBY-JK 2004-2009

Kabinet Indonesia Bersatu (Inggris: United Indonesia Cabinet) adalah kabinet pemerintahan Indonesia
pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla.

Kabinet ini dibentuk pada 21 Oktober 2004 dan masa baktinya berakhir pada tahun 2009. Pada 5
Desember 2005, Presiden Yudhoyono melakukan perombakan kabinet untuk pertama kalinya, dan
setelah melakukan evaluasi lebih lanjut atas kinerja para menterinya, Presiden melakukan perombakan
kedua pada 7 Mei 2007.

Susunan Kabinet Indonesia Bersatu pada awal pembentukan (21 Oktober 2004), perombakan pertama (7
Desember 2005), dan perombakan kedua (9 Mei 2007)

Pada periode ini, pemerintah melaksanakan beberapa program baru yang dimaksudkan untuk
membantu ekonomi masyarakat kecil diantaranya Bantuan Langsung Tunai (BLT), PNPM Mandiri dan
Jamkesmas. Pada prakteknya, program-program ini berjalan sesuai dengan yang ditargetkan meskipun
masih banyak kekurangan disana-sini.

PEMERINTAHAN INDONESIA BERSATU JILID II ERA SBY – BOEDIONO 2009-2014

Kabinet Indonesia Bersatu II (Inggris: Second United Indonesia Cabinet) adalah kabinet pemerintahan
Indonesia pimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wakil Presiden Boediono. Susunan kabinet
ini berasal dari usulan partai politik pengusul pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009 yang
mendapatkan kursi di DPR (Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB) ditambah Partai Golkar yang
bergabung setelahnya, tim sukses pasangan SBY-Boediono pada Pilpres 2009, serta kalangan profesional.
Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II diumumkan oleh Presiden SBY pada 21 Oktober 2009 dan dilantik
sehari setelahnya. Pada 19 Mei 2010, Presiden SBY mengumumkan pergantian Menteri Keuangan.
Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu :

a) BI rate

b) Nilai tukar

c) Operasi moneter

d) Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.

Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan


ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Kinerja Pemerintahan SBY – Tak terasa sudah 1 tahun pemerintahan SBY jilid II berjalan, Namun masih
saja dianggap gagal serta mendapat rapor merah dari beberapa kalangan. Dan kali ini pengamat ekonomi
dunia pun ikut bicara terkait dengan kinerja pemerintahan SBY yang sudah 1 tahun ini. Perolehan suara
60 % dalam Pilpres 2009 dan mendapat dukungan mayoritas di parlemen ternyata belum bisa
dioptimalkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Boediono untuk melakukan langkah-langkah
yang konkrit dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.

Di mata pengamat ekonomi politik dari Northwestern University, Amerika Serikat, Prof Jeffrey Winters,
buruknya kinerja pemerintahan SBY tidak lepas dari sikap Presiden SBY dalam menjalankan
pemerintahan. SBY dianggap lebih suka terlihat cantik, santun dan berambut rapi di depan kamera
dibanding bekerja keras mengatasi persoalan-persoalan yang ada di Indonesia.

Apa pandangan Anda terhadap kinerja SBY-Boediono selama menjalankan pemerintahan?

Sampai saat ini dilihat kinerja pemerintahan SBY-Boediono rendah. Dan perlu dicatat prestasi yang
rendah kepemimpinan SBY bukan sesuatu yang baru. Karena sejak 2004 memang kinerjanya tidak
pernah tinggi. Jadi kombinasi SBY-Kalla yang sudah mengecewakan menjadi lebih parah dengan
kombinasi SBY-Boediono.
Meski pada masa SBY-JK kinerjanya buruk, paling tidak Jusuf Kalla dikenal sebagai orang yang tidak sabar
dan sering mendorong SBY untuk bertindak dan ambil keputusan. Tetapi akhirnya Kalla menjadi capek,
frustrasi dan memilih lepas saja.

Kinerja para menteri terkait dengan performa pemimpinnya. Karena sikap presidennya sebagai leader
tidak bagus tentu saja para menterinya juga tidak bagus kerjanya. Apalagi pemilihan anggota kabinet
berdasarkan bagi-bagi kekuasaan supaya aman di parlemen. Hasilnya yang terjadi pemilihan bukan
berdasarkan kapabilitas dan akuntabilitas. Melainkan berdasarkan jatah anggota koalisi.

Perekonomian pada masa Susilo Bambang Yudhoyono

1. Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia, atau
menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM),

2. kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan
sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan.

3. kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia.
Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia terdapat
masalah dalam kasus Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai
mengeluarkan biaya 93 miliar untuk menyelesaikan kasus Bank Century ini.

4. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca
krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.

5. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen
pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi
Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap
perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang pada
triwulan IV-2009 mencatat pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17 persen dan masih
berlanjut pada Januari 2010. Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah
efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang
Negara.

Rata-rata pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK selama lima tahun menjadi 6,4%, angka yang
mendekati target 6,6%. Kebijakan Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong tingkat inflasi Oktober
2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat inflasi bulanan selama tahun 2005 dan
akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per Desember 30, 2005 (YoY). Penyumbang inflasi terbesar adalah
kenaikan biaya transportasi lebih 40% dan harga bahan makanan 18%.Core inflation pun naik menjadi
9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank Indonesia (BI) sebagai pemegang otoritas moneter menjadi
tidak sepenuhnya efektif. Inflasi yang mencapai dua digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II
tahun 2005 sebesar 8,6%. Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi 17,92%,
bandingkan dengan Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY) yang hanya 4,6%. yang menjadi
referensi suku bunga simpanan di dunia perbankan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

a. Perekonomian saat itu sudah mulai membaik dengan angka pertumbuhan ekonomi rata-rata 5% per
tahun.

b. Kebijakan ekonomi yang dilakukan :

- Pengurangan subsidi BBM

- Pemberian BLT

- Mengurangi hutang luar negeri dan melunasi hutang IMF senilai US$ 3.100.000.000

Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono

Kebijakan kontroversial pertama presiden Yudhoyono adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata
lain menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak dunia. Anggaran
subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung
peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan kontroversial kedua, yakni Bantuan
Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan
pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.

Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan perkapita adalah mengandalkan


pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang
investor asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian
Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah.

Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini
mendasari kebijakan pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi investor,
terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin
banyak investasi asing di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan bertambah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2
miliar dolar AS. Dengan ini, maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam
menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri kembali
mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan miskin
menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05
juta jiwa pada bulan Maret 2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena pengucuran
kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI),
sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi
pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap,
karena inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang investor
dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negri masih kurang kondusif.

Perekonomian Masa SBY

Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat
baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010, seiring pemulihan ekonomi dunia
pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.Terbukti, perekonomian Indonesia mampu
bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa. Kinerja
perekonomian Indonesia akan terus bertambah baik, tapi harus disesuaikan dengan kondisi global yang
sedang bergejolak. Ekonomi Indonesia akan terus berkembang, apalagi pasar finansial, walaupun sempat
terpengaruh krisis, tetapi telah membuktikan mampu bertahan.

Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal
perekonomian Indonesia. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berhasil mendobrak
dan menjadi katarsis terhadap kebuntuan tersebut. Korupsi dan kemiskinan tetap menjadi masalah di
Indonesia. Namun setelah beberapa tahun berada dalam kepemimpinan nasional yang tidak menentu,
SBY telah berhasil menciptakan kestabilan politik dan ekonomi di Indonesia.

Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah
yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara. Perkembangan yang terjadi
dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai
Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi
yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik
dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan
ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia, atau
menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin
akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang
membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara
Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia
terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai
mengeluarkan biaya 93 miliar untuk menyelesaikan kasus Bank Century ini.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen pada
2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia
akan lebih baik dari perkiraan semula.

Tingkat pertumbuhan ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintahan SBY-JK relatif lebih baik
dibanding pemerintahan selama era reformasi dan rata-rata pemerintahan Soeharto (1990-1997) yang
pertumbuhan ekonominya sekitar 5%. Tetapi, dibanding kinerja Soeharto selama 32 tahun yang
pertumbuhan ekonominya sekitar 7%, kinerja pertumbuhan ekonomi SBY-JK masih perlu peningkatan.
Pertumbuhan ekonomi era Soeharto tertinggi terjadi pada tahun 1980 dengan angka 9,9%. Rata-rata
pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK selama lima tahun menjadi 6,4%, angka yang mendekati
target 6,6%

Kebijakan menaikkan harga BBM 1 Oktober 2005, dan sebelumnya Maret 2005, ternyata berimbas pada
situasi perekonomian tahun-tahun berikutnya. Pemerintahan SBY-JK memang harus menaikkan harga
BBM dalam menghadapi tekanan APBN yang makin berat karena lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan
harga BBM tersebut telah mendorong tingkat inflasi Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang
merupakan puncak tingkat inflasi bulanan selama tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1%
per Desember 30, 2005 (YoY). Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya transportasi lebih 40%
dan harga bahan makanan 18%.Core inflation pun naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank
Indonesia (BI) sebagai pemegang otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif. Inflasi yang
mencapai dua digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005 sebesar 8,6%. Inflasi
sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi 17,92%, bandingkan dengan Februari 2005 (YoY)
7,15% atau Februari 2004 (YoY) yang hanya 4,6%.
Efek inflasi tahun 2005 cukup berpengaruh terhadap tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
yang menjadi referensi suku bunga simpanan di dunia perbankan.

Data Harga Bahan Bakar Minyak 2004 vs 2009 (Naik)

Harga 2004 2009 Catatan

Minyak Mentah Dunia / barel ~ USD 40 ~ USD 45 Harga hampir sama

Premium Rp 1810 Rp 4500 Naik 249%

Minyak Solar Rp 1890 Rp 4500 Naik 238%

Minyak Tanah Rp 700 Rp 2500 Naik 370%

Dengan kondisi harga minyak yang sudah turun dibawah USD 50 per barel, namun harga jual premium
yang masih Rp 4500 per liter (sedangkan harga ekonomis ~Rp 3800 per liter). Maka sangat ironis bahwa
dalam kemiskinan, para supir angkot harus mensubsidi setiap liter premium yang dibelinya kepada
pemerintah. Sungguh ironis ditengah kelangkaan minyak tanah, para nelayan turut mensubsidi setiap
liter solar yang dibelinya kepada pemerintah. Dalam kesulitan ekonomi global, pemerintah bahkan
memperoleh keuntungan Rp 1 triluin dari penjualan premium dan solar kepada rakyatnya sendiri. Inilah
sejarah yang tidak dapat dilupakan. Selama lebih 60 tahun merdeka, pemerintah selalu membantu
rakyat miskin dengan menjual harga minyak yang lebih ekonomis (dan rendah), namun sekarang sudah
tidak lagi rakyatlah yang mensubsidi pemerintah.

Berdasarkan janji kampanye dan usaha untuk merealisasikan kesejahteraan rakyat, pemerintah SBY-JK
selama 4 tahun belum mampu memenuhi target janjinya yakni pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas
6.6%. Sampai tahun 2008, pemerintah SBY-JK hanya mampu meningkatkan pertumbuhan rata-rata 5.9%
padahal harga barang dan jasa (inflasi) naik di atas 10.3%. Ini menandakan secara ekonomi makro,
pemerintah gagal mensejahterakan rakyat. Tidak ada prestasi yang patut diiklankan oleh Demokrat di
bidang ekonomi.

Pertumbuhan Janji Target Realisasi Keterangan

2004 ND 5.1%

2005 5.5% 5.6% Tercapai

2006 6.1% 5.5% Tidak tercapai


2007 6.7% 6.3% Tidak tercapai

2008 7.2% 6.2% Tidak tercapai

2009 7.6% ~5.0% Tidak tercapai *

Tingkat Inflasi 2004-2009 (Naik)

Secara umum setiap tahun inflasi akan naik. Namun, pemerintah akan dikatakan berhasil secara makro
ekonomi jika tingkat inflasi dibawah angka pertumbuhan ekonomi. Dan faktanya adalah inflasi selama 4
tahun 2 kali lebih besar dari pertumbuhan ekonomi.

Tingkat Inflasi Janji Target Fakta Catatan Pencapaian

2004 6.4%

2005 7.0% 17.1% Gagal

2006 5.5% 6.6% Gagal

2007 5.0% 6.6% Gagal

2008 4.0% 11.0% Gagal

Selama 4 tahun pemerintahan, Demokrat yang terus mendukung SBY tidak mampu mengendalikan harga
barang dan jasa sesuai dengan janji yang tertuang dalam kampanye dan RPM yakni rata-rata mengalami
inflasi 5.4% (2004-2009) atau 4.9% (2004-2008). Fakta yang terjadi adalah harga barang dan jasa meroket
dengan tingkat inflasi rata-rata 10.3% selama periode 2004-2008. Kenaikan harga barang dan jasa
melebihi 200% dari target semula.

Jumlah Penduduk Miskin

Sasaran pertama adalah pengurangan kemiskinan dan pengangguran dengan target berkurangnya
persentase penduduk tergolong miskin dari 16,6 persen pada tahun 2004 menjadi 8,2 persen pada tahun
2009 dan berkurangnya pengangguran terbuka dari 9,5 persen pada tahun 2003 menjadi 5,1 persen
pada tahun 2009.

Penduduk Miskin Jumlah Persentase Catatan


2004 36.1 juta 16.6%

2005 35.1 juta 16.0% Februari 2005

2006 39.3 juta 17.8% Maret 2006

2007 37.2 juta 16.6% Maret 2007

2008 35.0 juta 15.4% Maret 2008

2009 8.2% ????

Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil mencatat, pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla
memperbesar utang dalam jumlah sangat besar. Posisi utang tersebut merupakan utang terbesar
sepanjang sejarah RI.

Berdasarkan catatan koalisi, utang pemerintah sampai Januari 2009 meningkat 31 persen dalam lima
tahun terakhir. Posisi utang pada Desember 2003 sebesar Rp 1.275 triliun. Adapun posisi utang Januari
2009 sebesar Rp 1.667 triliun atau naik Rp 392 triliun. Apabila pada tahun 2004, utang per kapita
Indonesia Rp 5,8 juta per kepala, pada Februari 2009 utang per kapita menjadi Rp 7,7 juta per kepala.
Memerhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009, koalisi menilai rezim
sekarang ini adalah rezim anti-subsidi. Hal itu dibuktikan dengan turunnya secara drastis subsidi. Pada
tahun 2004 jumah subsidi masih sebesar 6,3 persen dari produk domestik bruto. Namun, sampai 2009,
jumlah subsidi untuk kepentingan rakyat tinggal 0,3 persen dari PDB.

Pendidikan merupakan hal mendasar. Pendidikanlah yang menentukan kualitas sumber daya manusia.
Kebijakan dalam bidang pendidikan diterapkan oleh kepemimpinan SBY. Beberapa diantaranya adalah
meningkatkan anggaran pendidikan menjadi 20% dari keseluruhan APBN. Meneruskan dan
mengefektifkan program rehabilitasi gedung sekolah yang sudah dimulai pada periode 2004-2009,
sehingga terbangun fasilitas pendidikan yang memadai dan bermutu dengan memperbaiki dan
menambah prasarana fisik sekolah, serta penggunaan teknologi informatika dalam proses pengajaran
yang akan menunjang proses belajar dan mengajar agar lebih efektif dan berkualitas.

Pemanfaatan alokasi anggaran minimal 20 persen dari APBN untuk memastikan pemantapan pendidikan
gratis dan terjangkau untuk pendidikan dasar 9 tahun dan dilanjutkan secara bertahap pada tingkatan
pendidikan lanjutan di tingkat SMA. Perbaikan secara fundamental kualitas kurikulum dan penyediaan
buku-buku yang berkualitas agar makin mencerdaskan siswa dan membentuk karakter siswa yang
beriman, berilmu, kreatif, inovatif, jujur, dedikatif, bertanggung jawab, dan suka bekerja keras.
Meneruskan perbaikan kualitas guru, dosen serta peneliti agar menjadi pilar pendidikan yang
mencerdaskan bangsa, mampu menciptakan lingkungan yang inovatif, serta mampu menularkan kualitas
intelektual yang tinggi, bermutu, dan terus berkembang kepada anak didiknya.

Selain program sertifikasi guru untuk menjaga mutu, juga akan ditingkatkan program pendidikan dan
pelatihan bagi para guru termasuk program pendidikan bergelar bagi para guru agar sesuai dengan
bidang pelajaran yang diajarkan dan semakin bermutu dalam memberikan pengajaran pada siswa.

Memperbaiki remunerasi guru dan melanjutkan upaya perbaikan penghasilan kepada guru, dosen, dan
para peneliti.Memperluas penerapan dari kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk
mendukung kinerja penyelenggaraan pembangunan di bidang pendidikan. Mendorong partisipasi
masyarakat (terutama orang tua murid) dalam menciptakan kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu dan sesuai dengan aspirasi dan tantangan jaman saat ini dan kedepan.

Mengurangi kesenjangan dalam akses pendidikan dan kualitas pendidikan, baik pada keluarga
berpenghasilan rendah maupun daerah yang tertinggal. Pemberiaan program beasiswa serta
pelaksanaan dan perluasan Program Keluarga Harapan (PKH), serta memberikan bantuan tunai kepada
rumah tangga miskin dengan syarat mereka mengirimkan anaknya ke bangku sekolah.

Keberhasilan SBY selama memerintah pada bidang Ekonomi

Saat membuka Rapat Kerja tentang Pelaksanaan Program Pembangunan 2011 di Jakarta Convention
Center, Senin (10/1/2011), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dengan mantap memaparkan 10
capaian (keberhasilan pemerintah pada tahun 2010 tersebut.

Ekonomi terus tumbuh dan berkembang dengan fundamental yang semakin kuat pada 2010. Hal ini,
antara lain, tercermin dengan indeks harga saham gabungan Indonesia yang terus membaik, daya saing
Indonesia di tingkat dunia yang tinggi, nilai ekspor, investasi, dan cadangan devisa yang terus membaik.

Sejumlah indikator kesejahteraan rakyat mengalami kemajuan penting. Dunia memberikan penilaian
pada Top Ten Movers, istilahnya prestasi Indonesia dan 9 negara yang lain di bidang pendidikan,
kesehatan, dan peningkatan penghasilan penduduk kita.

Stabilitas politik terjaga dan kehidupan demokrasi makin berkembang. Check and balances antara
pemerintah pusat, DPR dan DPRD, berjalan dengan baik. Pelaksanaan pemilu juga prinsipnya berjalan
dengan lancar.
Pemberantasan korupsi dan penegakan hukum, mencatat sejumlah prestasi. Begitu pula dengan
pemberantasan terorisme dan narkoba.

Terjaga baiknya keamanan dalam negeri walaupun masih terdapat konflik masyarakat dalam skala kecil.

Proses perbaikan iklim investasi dan pelayanan publik di banyak daerah. Hambatan birokrasi dan iklim
investasi serta pelayanan publik di banyak daerah mengalami kemajuan.

Angka kemiskinan dan pengangguran terus ditekan meskipun tetap rawan dengan gejolak perekonomian
Indonesia. Presiden meminta pemerintah tetap cekatan dan memiliki rencana darurat. “Meskipun,
dengarkan kata-kata saya, meskipun bisa kita turunkan kemiskinan dan pengangguran, tetapi tetap
rawan terhadap gejolak perekonomian dunia. Jangan terlambat kita mengantisipasinya, jangan kita tidak
punya rencana kontigensi, dan jangan pula kita tidak cekatan memecahkan masalah bilamana dampak
dari krisis global itu terjadi,” kata Presiden.

Beberapa indikator ekonomi penting Indonesia mencatat rekor baru dalam sejarah, seperti income
perkapita sekarang sudah tembus 3 ribu dolar AS, lima tahun lalu masih 1.186 dolar AS. Cadangan devisa
dulu 36 miliar dolar AS, sekarang 96 miliar hampir 100 miliar dolar AS. Kenaikan IHSG (Indeks Harga
Saham Gabungan) yang tertinggi di dunia, naik 46 perssen. Pendapatan domestik bruto kita meningkat
dan Indonesia kini peringkat 16 ekonomi di dunia.

Makin baiknya upaya pengembangan koperasi usaha kecil dan menengah, termasuk penyaluran Kredit
Usaha Rakyat (KUR)Sedangkan Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Bappenas
Rahma Iryanti di Jakarta, Kamis (7/01/2011) mengungkapkan angka pengangguran 2010 diprediksi turun
menjadi 7,6 persen dari kisaran 7,87 persen tahun lalu. Penurunan tersebut seiring dengan membaiknya
kondisi perekonomian.

Indonesia makin berperan dalam hubungan internasional, makin nyata peran kita, baik dalam mengatasi
krisis ekonomi global, dalam hubungan G20, APEC, East Asia Summit, ASEAN, G8 plus, dan pemeliharan
perdamaian dunia. “Kita aktif sekali dalam menjaga ketertiban dan perdamaian dunia dan juga kerja
sama mengatasi perubahan iklim,” tegas Presiden, sebagaimana dipublikasikan juga di situs resmi
Presiden SBY (presidensby.info)

Rahma Iryanti mengatakan, kondisi ketenagakerjaan saat ini sudah menunjukkan perbaikan. Jumlah
pengangguran terbuka menurun dari 11,90 juta (11,24 persen) pada 2005 menjadi 8,96 juta (7,87
persen) pada 2009. Sementara kesempatan kerja yang tersedia selama 2005-2009 tumbuh sebesar rata-
rata 2,78 persen per tahun atau bertambah 10,91 juta orang. Menurutnya, bertambahnya jumlah
kesempatan kerja di 2010 tidak dapat dilepaskan dari kondisi perekonomian yang menunjukkan angka
pertumbuhan di atas 6 persen pada periode 2007-2008. Masing-masing sektor ekonomi memiliki tingkat
sensitivitas yang berbeda dalam hal serapan tenaga kerja. Disebutkan, antara periode 2005-2009 sektor
jasa kemasyarakatan memiliki angka elastisitas yang paling tinggi.
Ditegaskan, sektor yang diharapkan dapat menciptakan kesempatan kerja yang besar adalah dari sektor
industri. Karena 60,0 persen tenaga kerja Indonesia berada pada lapangan kerja formal. Perkembangan
sektor pekerja formal dari tahun ke tahun tumbuh dengan baik. Misalnya, pada 2005 pekerja di bidang
pertanian mencapai 2,9 juta, industri 7,9 juta, dan jasa 17,8 juta orang. Sedangkan pada 2009 mengalami
perubahan pada sektor pertanian sebesar 3,2 juta, sektor industri 7,5 juta,dan jasa 21,2 juta. “Saya
cukup optimistis tahun ini kita bisa mencapai target pengurangan jumlah pengangguran menjadi 7,6
persen,” katanya.

Penyebab Keberhasilan Presiden SBY

Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah
yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.Perkembangan yang terjadi
dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai
Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi
yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik
dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan
ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa Indonesia masih memerlukan banyak perbaikan. Namun
apa yang telah dicapai selama ini merupakan hasil dari visi dan perencanaan pemerintahan SBY. Dapat
dibayangkan hal-hal lain yang

Iklan

Report this ad

Report this ad
Bagikan ini:

TwitterFacebookGoogle

5 kebijakan Susilo Bambang Yudhoyono

Susilo Bambang Yudhoyono dilantik sebagai presiden ke-6 Republik Indonesia pada tanggal 20 Oktober
2004. Beberapa kondisi dan kebijakan yang ditempuh pada masa pemerintahan SBY adalah sebagai
berikut :

1. Ketika dilantik sebagai presiden, ekspor hingga Oktober 2004 mencapai US $ 58.5 milyar atau naik
15.08 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2003. Impor hingga Oktober 2004
mencapai US $ 37.8 milyar atau naik tajam 40.7 % bila dibandingkan dengan periode yang sama pada
tahun 2003, yaitu US $ 26.87 milyar.

2. Kebijakan soal Aceh ditunjukkan presiden dengan memperpanjang status darurat sipil. Pada hari ke-26
memerintah, presiden mengunjungi Aceh. Kunjungan selama empat jam tersebut dijaga ketat. Presiden
mengajak GAM untuk mengakhiri separatisme yang diimplementasikan pada tanggal 28 Januari 2005.

Hal ini diwujudkan dengan mengadakan perundingan dengan GAM di Helsinki, Finlandia melalui Crisis
Management Initiative pimpinan Martti Ahtisaari. Perundingan tersebut berhasil membuahkan
kesepakatan perdamaian antara Indonesia dan GAM (Gerakan Aceh Merdeka).

3. Pelunasan utang terhadap IMF pada bulan Oktober 2006. Pelunasan tersebut dilaksanakan dalam dua
tahap, yaitu : tahap pertama pada Juni 2006 dengan nominal US $ 3,7 milyar. Dan tahap kedua pada
bulan Oktober 2006 sebanyak US $ 3,2. Pelunasan utang yang lebih cepat merupakan komitmen untuk
melepaskan negara dari ketergantungan terhadap IMF.

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, harga BBM dinaikkan sebanyak 3 kali. Kebijakan
ini ditempuh sebagai akibat melambungnya harga minyak di pasaran dunia, sehingga menekan APEN.
Namun, kemudian seiring dengan penurunan harga minyak dunia, pemerintah pun mengambil kebijakan
untuk menurunkan harga BBM. Dalam satu bulan pemerintah menurunkan harga minyak sebanyak 2
kali, yaitu : pada tanggal 1 dan 15 Desember 2008. Pada tanggal 15 Januari 2009 BBM pun kembali
diturunkan untuk yang ketiga kalinya.

4. Kebijakan menaikkan BBM dilakukan guna mengurangi subsidi BBM. Pemerintah menilai subsidi BBM
dinilai belum dapat dinikmati oleh rakyat kecil dan hanya menguntungkan kelas menengah ke atas.
Pemerintah pun mengalihkan subsidi dalam bentuk Program Dana Kompensasi Sosial. Bentuk dari
program ini antara lain pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT), penyediaan beras murah, dan
pelayanan kesehatan bagi rakyat miskin.

5. Pemerintah mengalokasikan dana 20 persen sebagai anggaran pendidikan untuk memenuhi kewajiban
20 persen alokasi dari APBN sebagaimana yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Dewan
Perwakilan Rakyat memberikan respon positif atas keputusan tersebut.

Buka menu utama

Wikipedia Cari

SuntingPantau halaman ini

Baca dalam bahasa lain

Bantuan langsung tunai

Bantuan Langsung Tunai (bahasa Inggris: cash transfers) atau disingkat BLT adalah program bantuan
pemerintah berjenis pemberian uang tunai atau beragam bantuan lainnya, baik bersyarat (conditional
cash transfer) maupun tak bersyarat (unconditional cash transfer) untuk masyarakat miskin.[1] Negara
yang pertama kali memprakarsai BLT adalah Brasil, dan selanjutnya diadopsi oleh negara-negara lainnya.
[2] Besaran dana yang diberikan dan mekanisme yang dijalankan dalam program BLT berbeda-beda
tergantung kebijakan pemerintah di negara tersebut.[2]

Seorang ibu mengambil dana Bantuan Langsung Tunai (cash transfers) di Kantor Pos. BLT adalah sebuah
program bantuan uang cuma-cuma di Indonesia yang digalakan pemerintah dalam rangka menyambut
kenaikan bahan bakar minyak.
Indonesia juga merupakan negara penyelenggara BLT, dengan mekanisme berupa pemberian kompensasi
uang tunai, pangan, jaminan kesehatan, dan pendidikan dengan target pada tiga tingkatan: hampir
miskin, miskin, sangat miskin.[3] BLT dilakukan pertama kali pada tahun 2005, berlanjut pada tahun 2009
dan di 2013 berganti nama menjadi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).[4] Program BLT
diselenggarakan sebagai respon kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dunia pada saat itu, dan tujuan
utama dari program ini adalah membantu masyarakat miskin untuk tetap memenuhi kebutuhan
hariannya.[4] Dalam pelaksanaannya, program BLT dianggap sukses oleh beberapa kalangan, meskipun
timbul kontroversi dan kritik.[5]

Sejarah BLT Sunting

Presiden Lula memberikan pidato kepada penerima bantuan langsung tunai pertama di dunia, Bolsa
Familia, di Diadema, Brazil.

Bantuan langsung tunai pertama kali diciptakan di Brasil pada tahun 1990-an dengan nama Bolsa Escola
dan berganti nama menjadi Bolsa Familia.[6] Program ini sifatnya adalah bantuan langsung tunai
bersyarat yang diprakarsai oleh Luiz Inácio Lula da Silva, presiden Brasil ke-35.[6] Bolsa Familia masih
bertahan hingga saat ini sebagai bantuan langsung tunai bersyarat terbesar di dunia, dan telah berhasil
menolong sekitar 26 persen penduduk miskin di Brasil hingga tahun 2011, sehingga program ini ditiru
negara-negara lain.[7]

Asal usul BLT di Indonesia Sunting

Pada tahun 2004 Pemerintah Indonesia memastikan harga minyak dunia naik, mereka pun memutuskan
memotong subsidi minyak.[8] Hal ini dilakukan dengan alasan BBM bersubsidi lebih banyak digunakan
oleh orang-orang dari kalangan industri dan berstatus mampu.[8] Lalu, setelah didata lebih lanjut,
diketahui dari tahun 1998 sampai dengan 2005 penggunaan bahan bakar bersubsidi telah digunakan
sebanyak 75 persen.[8] Pemotongan subsidi terus terjadi hingga tahun 2008 dengan kenaikan sebesar 50
persen dari harga awal, karena harga minyak dunia kembali naik saat itu.[8] Akibatnya, harga bahan-
bahan pokok pun ikut naik.[8]

Tabel mengenai poin-poin perbedaan program BLT di Indonesia sekitar tahun 2006 dan 2008.
Demi menanggulangi efek kenaikan harga bagi kelompok masyarakat miskin, pemerintah
memperkenalkan program BLT kepada masyarakat untuk pertama kalinya pada tahun 2005.[9] Program
ini dicetuskan oleh Jusuf Kalla tepat setelah dirinya dan Susilo Bambang Yudhoyono memenangkan
pemilihan umum presiden dan wakil presiden Indonesia pada tahun 2004.[2][9] Akhirnya, berdasarkan
instruksi presiden nomor 12, digalakanlah program Bantuan Langsung Tunai tidak bersyarat pada
Oktober tahun 2005 hingga Desember 2006 dengan target 19,2 juta keluarga miskin.[3] Lalu, karena
harga minyak dunia kembali naik, BLT pun kembali diselenggarakan pada tahun 2008 berdasarkan
instruksi presiden Indonesia nomor 3 tahun 2008.[1] Dan terakhir, pada tahun 2013, pemerintah kembali
menyelenggarakan BLT tetapi dengan nama baru: Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).[1]
Secara mekanisme, BLSM sama seperti BLT, dan jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk program ini
adalah 3,8 triliun rupiah untuk 18,5 juta keluarga miskin, dengan uang tunai 100 ribu rupiah per
bulannya.[1]

Selain program BLT tak bersyarat, pemerintah juga menyelenggarakan program BLT bersyarat dengan
nama Program Keluarga Harapan (PKH).[10] PKH adalah program bantuan untuk keluarga miskin dengan
syarat mereka harus menyekolahkan anaknya dan melakukan cek kesehatan rutin.[10] Target utama dari
program ini adalah keluarga miskin dengan anak berusia antara 0 sampai 15 tahun, atau ibu yang sedang
hamil pada saat mendaftar.[10] Dana tunai akan diberikan kepada keluarga pendaftar selama enam
tahun.[10] Program ini menargetkan sekitar 2,4 juta keluarga miskin, dan telah diberikan ke 20 provinsi,
86 daerah, dan 739 sub daerah dengan jumlah telah menyentuh 816.000 keluarga miskin.[10]

Teknis penyaluran BLT di Indonesia Sunting

Tahapan pelaksanaan program bantuan langsung tunai di Indonesia umumnya dimulai dari sosialisasi,
verifikasi data nama nominasi Rumah Tangga Sasaran (RTS) yang akan diberikan bantuan, pembagian
kartu BLT, pencairan dana, dan terakhir pembuatan laporan dan evaluasi.[4] Mekanisme pembagian BLT
yang terstruktur baru diberlakukan pada tahun 2008, dan mekanisme ini tetap digunakan pada tahun
2013.[4] Tetapi pada tahun 2013 penyelenggaran BLT tidak lagi menggunakan kartu, melainkan langsung
dengan kartu penerima beras miskin (raskin).[11] Rincian kerja dan mekanisme BLT adalah:

Sosialisasi dilaksanakan oleh Departemen Komunikasi dan Informatika dan Departemen Sosial bersama
dengan elemen masyarakat lainnya seperti kepala pemerintah di daerah-daerah, lembaga sosial
kemasyarakatan, dan tokoh-tokoh masyarakat.[5]

Setelah nama dan alamat para nominasi penerima BLT terdaftar, selanjutnya data dikirimkan ke PT Pos
Indonesia untuk diproses.[5]
Selesai diproses, kartu penerima BLT dicetak dengan tanda tangan dari Menteri Keuangan.[5] Selanjutnya
kartu-kartu tersebut dikirim kembali ke kantor kelurahan masing-masing untuk dicek, setelah itu baru
dibagikan.[5]

Kartu yang telah dimiliki dapat digunakan untuk meminta pencairan dana BLT di Kantor Pos atau di
tempat-tempat tertentu sesuai jadwal masing-masing.[5] Jika kartu BLT hilang atau data tidak sesuai,
warga tetap bisa meminta dengan bukti berupa identitas diri seperti Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin
Mengemudi, atau Surat Keterangan dari Kelurahan.[5] Tetapi kartu asli tanda terima BLT tetap tidak bisa
diganti.[5]

Terakhir, BLT yang telah berjalan tiap bulannya akan dievaluasi dan diperiksa oleh tim khusus dan hasil
laporannya dikirim ke Departemen Sosial.[5]

Alur sederhana pembagian BLT di tahun 2008 dan 2013. Tahapan pelaksanaan program bantuan
langsung tunai di Indonesia umumnya dimulai dari sosialisasi, verifikasi data daftar nama nominasi
penerima BLT, pembagian kupon BLT, pencairan dana, dan terakhir pembuatan laporan evaluatif.

Kontroversi program BLT di Indonesia Sunting

Selama penyelenggaraannya, banyak kontroversi berkembang terkait program BLT dari tahun ke tahun.
[5] Kontroversi tersebut berkembang dengan beragam anggapan seperti program BLT sebagai alat
pendongkrak popularitas jelang pemilu, pembodohan bangsa, dan penambah beban dengan hutang.[12]
[13][14] Konflik yang berjalan pun berkembang menjadi protes dengan demo dari masyarakat, atau
perdebatan di kalangan para politikus.[15]

BLT sebagai alat pendongkrak popularitas Sunting

Kecurigaan bahwa BLT sebagai alat penarik simpati berkembang karena pemberian BLT selalu bertepatan
dengan masa-masa pemilihan umum.[13] Beberapa akademisi maupun kritikus menganggap program
BLT yang diselenggarakan presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah semata-mata demi meningkatkan
popularitas partainya yang sedang menurun.[12] Kecurigaan tersebut diucapkan pada sebuah seminar
diskusi di Universitas Gadjah Mada:

“ Kemungkinan besar SBY akan mereplikasi program tersebut untuk dijalankan lagi menjelang
pemilu 2014. Replikasi yang dilakukan bisa dalam bentuk BLT ataupun program sosial populis lainnya
guna menaikkan popularitas dan memobilisasi pemilih dalam waktu singkat ”

— Mulyadi Sumarto, Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada.
Sebelumnya BLT dianggap sukses pada tahun 2005 tepat setelah SBY dilantik menjadi presiden, lalu
diwujudkan kembali pada tahun 2009 di saat musim pemilihan presiden.[3] Hingga pada tahun 2013,
kecurigaan kembali menguat ketika program BLT kembali digelontorkan tepat menjelang musim pemilu.
[16] Hal ini sama seperti pada tahun 2009, hanya saja program tersebut berganti nama menjadi Bantuan
Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).[17] Para pengamat pun mengatakan, program BLT sebenarnya
tidak diperlukan sebagai kompensasi jelang kenaikan harga BBM, karena masyarakat Indonesia tidak
terkena imbas berupa kesulitan ekonomi pasca kenaikan BBM.[16] Program BLT juga disinyalir rawan
manipulasi politik dalam hal pengelolaannya.[17] Strategi manipulasi itu mencakup jangka waktu
distribusi, jumlah penerima, metode pembagian bantuan, serta landasan hukum yang menyertainya.[15]

Anwar Nasution, ketua Badan Pemeriksa Keuangan Indonesia, mengatakan bahwa dana BLT berasal dari
hutang, dan merugikan rakyat.

Dana BLT dari hutang Sunting

Temuan paling kontroversial adalah ketika Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Anwar Nasution,
membeberkan bahwa uang yang diperoleh untuk program BLT ternyata berasal dari hutang.[18] Hal itu
dibuktikan oleh International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) ketika melakukan
penelusuran pada dokumen-dokumen perjanjian hutang.[18] Mereka juga menemukan bahwa program
BLT adalah salah satu program kebijakan yang didesain oleh Bank Dunia dan didukung oleh Asian
Development Bank (ADB), dan Jepang.[19] Komentarnya mengenai program BLT dan hutang adalah:

“ Langsung atau tidak langsung memang benar BLT adalah hutang. Hanya saja yang jadi pokoknya
sekarang bukan asalnya melainkan pemanfaatannya ”

— Anwar Nasution, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Meski begitu, Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Aburizal Bakrie mengatakan tidak semua
pembiayaan BLT menggunakan hutang.[20] Lalu, menteri keuangan Sri Mulyani membantah segala
tuduhan tersebut.[20] Katanya, program BLT bukan dari hutang, melainkan dari kompensasi kenaikan
harga BBM.[20] Sumber pendanaan biaya ini telah berjalan sejak tahun 2005 lalu.[20] Dan, menurutnya,
dewan pemeriksa keuangan telah salah memahami laporan keuangan yang diberikan oleh pemerintah
mengenai sumber keuangan BLT.[20]

Program BLT tidak mendidik Sunting

Selain itu, beberapa pihak mengatakan program BLT juga dianggap sebagai program pembodohan
masyarakat yang mengubah mental bangsa menjadi pemalas, peminta-minta, dan manja.[14]
“ "Program BLT mendidik mental masyarakat menjadi pengemis," ”

— Muhammad Arwani Thomafi, ketua DPP PPP. 1 Maret 2014.

Uang yang diberikan dari program tersebut juga dapat disalahgunakan oleh rakyatnya sendiri, seperti
membeli rokok, minum-minuman, atau hal-hal yang melanggar tujuan utama dari program BLT.[21][22]

Golongan pendukung BLT Sunting

Tetapi, ada juga beberapa kalangan yang mendukung rogram BLT.[20][23][24] Mereka berpendapat
program BLT adalah program yang mampu membantu masyarakat miskin.[24] Meskipun tidak
berpengaruh langsung dari segi daya beli masyarakat, uang tunai tersebut dapat menjadi tabungan dan
modal usaha bagi warga miskin.[24] Jadi program BLT mampu meningkatkan kesejahteraan sebagian
kecil masyarakat, meskipun penyalurannya belum sepenuhnya efektif.[25]

Anas Urbaningrum, ketua umum Partai Demokrat ke-3, mendukung program BLT.

Menteri Perdagangan dan Menteri Pembangunan Nasional mengatakan, program BLT pada tahun 2005
hanya terjadi sekitar lima hingga enam persen kegagalan, sedangkan 95 persen lainnya tepat sasaran.
[23] Dan berdasarkan survei atas 56 perguruan tinggi negeri maupun swasta membuktikan bahwa 90
persen penyaluran BLT kepada 19,1 juta warga miskin sukses.[26]

Dukungan serupa terhadap BLT juga disampaikan oleh Anas Urbaningrum, ketua Partai Demokrat ke-3,
yang menekankan bahwa program tersebut harus dilihat dari asas manfaat.[27] Dia menambahkan,
pandangan ini penting karena untuk mempertahankan daya beli masyarakat tidak bisa menunggu lebih
lama setelah BBM dinaikkan.[27]

“ "Kalau (ada kenaikan harga) BBM, pasti ada inflasi. Kalau ada inflasi, tentu harga barang naik,
maka daya beli rakyat miskin turun. Daya beli yang turun ini harus diobati secara langsung," ”

— Anas Urbaningrum
Manfaat dan kesuksesan program BLT Sunting

Bank dunia belum lama ini mengumumkan bahwa baik program BLT bersyarat maupun tak bersyarat
memiliki pengaruh positif terhadap aspek kesejahteraan hidup di beberapa negara penyelenggara
seperti di kawasan Amerika Latin, Afrika, Eropa, dan Asia.[28] Penurunan angka kurang gizi terjadi pada
anak-anak di banyak negara seperti Meksiko, Kolombia, dan Jamaika.[28] Program BLT bersyarat di
negara-negara tersebut fokus pada peningkatan gizi anak, karena permasalahan utama di negara
tersebut adalah pengembangan sumber daya manusia dari segi kesehatan.[28] Di Nikaragua misalnya,
angka anak dan bayi kekurangan gizi merosot beberapa persen setelah dua tahun program bantuan
bernama Red de Protección Social (RPS) diselenggarakan.[28] Selain pada kesehatan, BLT juga
mempermudah masyarakat di Amerika Latin dan Afrika sub-Sahara untuk memperoleh makanan yang
cukup.[28] Di Etiopia, berkat program sejenis BLT bernama Meket dari Inggris, hampir 75 persen
masyarakatnya membeli makanan bergizi seperti daging, minyak, dan gula.[28] Hal yang sama terjadi di
Malawi, dengan program serupa bernama Mchinji, masyarakatnya mampu mengkonsumsi daging dan
ikan selama 3 hari per minggu di bandingkan rumah tangga yang tidak mendapat program tersebut.[28]

Program bantuan langsung tunai juga bermanfaat untuk pendidikan dan pemberdayaan perempuan; hal
ini dibuktikan dari survei yang dilakukan di Amerika Latin dan Afrika.[28] Program BLT di negara tersebut
mengutamakan penerimanya adalah perempuan, sehingga hal ini berdampak pada status kontrol dan
keputusan keuangan berada di tangan para ibu.[28] Di Meksiko, Peru, dan Ekuador menunjukkan bahwa
para wanita penerima program BLT di negara tersebut merasa lebih percaya dirin dalam hal pengambilan
keputusan seputar manajemen keluarga.[28] Dan yang lebih utama, posisi mereka menjadi sangat
penting dalam keluarga, dan diakui oleh para lelaki.[28]

Manfaat dan Kesuksesan program BLT di Indonesia Sunting

Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, meninjau langsung pembagian dana bantuan langsung tunai (blt) di
Kantor Pos Condet. Menurutnya penyaluran dana BLT berlangsung efektif dan sukses.

Meskipun program BLT di Indonesia sering dinilai memiliki banyak kelemahan, beberapa lembaga masih
mengklaim program tersebut sukses.[29] Bank Dunia melaporkan, Indonesia termasuk Negara yang
paling sukses menyelenggarakan bantuan berjenis langsung tunai kepada masyarakat miskin
dibandingkan Negara lain.[29] Hal ini mereka buktikan dengan laporan triwulanan ketiga pada tahun
2010.[29] Dalam laporan itu mereka berkomentar pemerintah Indonesia berhasil menyalurkan kepada
sepertiga rumah tangga di Indonesia hanya dalam waktu kurang dari 5 bulan.[29] Penyaluran ke keluarga
sasaran di Indonesia juga dinilai tepat waktu oleh Bank Dunia, dan hal itu berdampak positif pada
pembangunan masyarakat dan menjadi insentif bagi yang tidak produktif.[29]
Selain itu, Menteri Sosial, Bachtiar Hamzah juga menyatakan keberhasilan program BLT sebagai salah
satu program yang bertujuan menurunkan jumlah warga miskin.[23] Hal itu dia buktikan dengan bukti
bahwa pada tahun 2007 warga miskin berjumlah 37 juta, namun berkurang pada tahun 2008 menjadi 35
juga warga miskin.[23] Paskah Suzetta, kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional
(Bappenas), juga memuji keberhasilan program BLT.[23] Menurutnya BLT dapat menjaga daya beli
masyarakat dan melepas keterpurukan.[24]

Jenis lain dari BLT, Program Keluarga Harapan (PKH), juga diklaim berhasil memenuhi target penyaluran
yang mencapai 1,5 juta penerima.[20] Karena sasaran utama dari program ini adalah kaum ibu, program
ini menjadi program yang tidak hanya menekan angka kemiskinan, tetapi juga memberdayakan kaum
perempuan.[20] Karena kesuksesan tersebut, Program PKH yang telah berjalan sejak 2007 tahun itu
tetap dilanjutkan hingga tahun 2014.[20]

Kelemahan program BLT di Indonesia Sunting

Sekumpulan warga berdemo menolak penyelenggaran BLT, karena program tersebut dinilai rawan
korupsi dan tidak efektif.

Meskipun program BLT di Indonesia telah banyak dinilai sukses oleh beberapa tokoh, tidak sedikit kritik
dan penilaian kurang memuaskan dari beberapa kalangan dari segi teknisnya.[30] Hal yang menyangkut
teknis tersebut adalah pertama, pembagian tidak merata disebabkan data yang digunakan adalah data
lama.[30] Contoh kasusnya adalah kasus pemberian dana BLT pada tahun 2008 yang tidak merata dan
salah sasaran karena data yang digunakan adalah data warga miskin tahun 2005.[30] Kedua, program BLT
kerap kali menciptakan peluang korupsi, dengan jalan pemotongan dana bantuan dengan beragam cara.
[31] Contohnya penyunatan dana BLT di Pekalongan Jawa Tengah yang dilakukan oleh kelurahan sekitar
dengan alasan pemerataan untuk keluarga yang tidak mendapatkan BLT.[32] Ketiga, kurangnya
koordinasi antara pemerintah pusat dengan para pengurus tingkat daerah.[31] Buktinya adalah kota
Manado Sulawesi Utara dan Kotabaru Kalimantan belum mendapat BLT karena PT Pos Indonesia belum
mendapatkan pesan dari presiden.[31] Keempat, jumlah nominal insentif BLT sama sekali tidak memiliki
pengaruh signifikan bagi kesulitan yang dihadapi warga miskin.[31] Uang 100 ribu per bulan sama sekali
tidak memenuhi kebutuhan harian, padahal harga sembako naik.[31] Yang kelima, program BLT disinyalir
memicu konflik sosial di tengah masyarakat.[31] Contohnya, di Cirebon terdapat ratusan kepala desa
yang menolak kebijakan pemberian BLT sebagai kompensasi kenaikan BBM.[31]
PEMBAHASAN

Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia, atau
menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebijakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin
akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang
membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara
Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia
terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai
mengeluarkan biaya 93 miliar untuk menyelesaikan kasus Bank Century ini.

Kondisi perekonomian pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca
krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.

Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat mencapai 5,5-6 persen pada
2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia
akan lebih baik dari perkiraan semula.

Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal
perekonomian Indonesia. Kinerja ekspor nonmigas Indonesia yang pada triwulan IV-2009 mencatat
pertumbuhan cukup tinggi yakni mencapai sekitar 17 persen dan masih berlanjut pada Januari 2010.

Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah
yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara.Perkembangan yang terjadi
dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai
Indonesia. Namun masalah-masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makroekonomi
yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik
dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan
ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Pada periode ini, pemerintah khususnya melalui Bank Indonesia menetapkan empat kebijakan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional negara yaitu :
BI rate

Nilai tukar

Operasi moneter

Kebijakan makroprudensial untuk pengelolaan likuiditas dan makroprudensial lalu lintas modal.

Dengan kebijakan-kebijakan ekonomi diatas, diharapkan pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan


ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Hampir tujuh tahun sudah ekonomi Indonesia di tangan kepemimpinan Presiden SBY dan selama itu pula
perekonomian Indonesia boleh dibilang tengah berada pada masa keemasannya. Beberapa pengamat
ekonomi bahkan berpendapat kekuatan ekonomi Indonesia sekarang pantas disejajarkan dengan 4
raksasa kekuatan baru perekonomian dunia yang terkenal dengan nama BIRC (Brazil, Rusia, India, dan
China).

Krisis global yang terjadi pada tahun 2008 semakin membuktikan ketangguhan perekonomian Indonesia.
Di saat negara-negara superpower seperti Amerika Serikat dan Jepang berjatuhan, Indonesia justru
mampu mencetak pertumbuhan yang positif sebesar 4,5% pada tahun 2009.

Gemilangnya fondasi perekonomian Indonesia direspon dunia internasional dengan menjadikan


Indonesia sebagai salah satu negara pilihan tempat berinvestasi. Dua efeknya yang sangat terasa adalah
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencapai rekor tertingginya sepanjang sejarah dengan berhasil
menembus angka 3.800. Bahkan banyak pengamat yang meramalkan sampai akhir tahun ini IHSG akan
mampu menembus level 4000.

Indonesia saat ini menjadi ekonomi nomor 17 terbesar di dunia. “Tujuan kami adalah untuk menduduki
10 besar. Kami sangat optimistis karena IMF pun memprediksi ekonomi Indonesia akan mengalahkan
Australia dalam waktu kurang dari satu dekade ke depan,” tutur SBY dalam sebuah acara.

Banyak sekali masalah masalah penting di jaman pemerintah jilid I dan II yang hilang begitu saja tanpa
tau akhir inti dan akar kemana permasalahan itu berawal . Pemerintaan Indonesia Jilid I maupun jilid II
bagaimanapun kebijakan,menteri dan lain sebagainya kita sebagai masyarakat hanya mengharapkan
pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara yang akan berpengaruh pula pada
meningkatnya kesejahteraan masyarakat Indonesia yang saat ini masih tidak ada perkembangannya.
Jumlah Penduduk Miskin dan Tingkat Kemiskinan (2004-2013)

Jumlah penduduk miskin terus diturunkan. Dalam tahun 2013, jumlah penduduk miskin berhasil
diturunkan menjadi 28,1 juta (11,4 persen), lebih rendah dari tahun 2004 yang masih berjumlah 36,1
juta (16,7 persen). Upaya untuk menurunkan tingkat kemiskinan dalam 10 tahun terakhir dihadapkan
tantangan yang berat. Gejolak moneter di dalam negeri dan meningkatnya harga minyak mentah dunia
pada tahun 2005 telah mengakibatkan tekanan pada perekonomian. Langkah stabilisasi dan
perlindungan bagi penduduk miskin mampu menurunkan kembali jumlah penduduk miskin. Selanjutnya
melalui penyempurnaan sistem perlindungan sosial ke dalam Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri, Program Keluarga Harapan (PKH), subsidi beras untuk masyarakat miskin
(Raskin), penyediaan dana Bantuan Siswa Miskin (BSM), program Askeskin/Jamkesmas, dan program
kompensasi dan bersifat sementara, jumlah penduduk miskin dapat diturunkan meskipun perekonomian
mengalami perlambatan oleh krisis keuangan dan resesi global pada tahun 2008/09.

Pengangguran 2005 – 2010

Sementara, pada masa SBY-Boediono berjanji dalam kampanye Pilpres 2009 akan membuat
pengangguran turun 5-6 % dengan cara meningkatkan peluang lapangan pekerjaan dan peningkatan
penyaluran modal usaha. Menurut BPS menunjukkan, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia pada
Februari 2012 mencapai 6,32% atau 7,61 juta orang. Jumlah ini turun 6% dari Februari 2012 sebesar 8,12
juta orang. Angka persentase pengangguran 6,32% pada 6,8%. Angka pengangguran diperhitungkan
terus menurun, yakni: Februari 2011 mencapai 8,12 juta; Agustus 2011 mencapai 7,7 juta; Februari 2012
mencapai 7,61 juta Pada Februari 2012 jumlah angkatan kerja di Indonesia mencapai 120,4 juta orang,
bertambah sekitar 3 juta orang dibanding angkatan kerja Agustus 2011 sebesar 117,4 juta orang atau
bertambah sebesar 1 juta orang dibanding Februari 2011. Dari angkatan kerja tersebut, jumlah
penduduk bekerja di Indonesia pada Februari 2012 mencapai 112,8 juta orang, bertambah sekitar 3,1
juta orang dibanding keadaan pada Agustus 2011 sebesar 109,7 juta orang atau bertambah 1,5 juta
orang dibanding keadaan Februari 2011. Selama setahun terakhir (Februari 2011―Februari 2012),
jumlah penduduk bekerja mengalami kenaikan, terutama di Sektor Perdagangan sekitar 780 ribu orang
atau 3,36% serta sektor keuangan sebesar 720 ribu orang atau 34,95%.

Perkembangan Laju Inflasi Tahun 2004-2011

Dari tabel dibawah ini dapat kita lihat bahwa perkembangan inflasi Indonesia dari tahun 2004–2011
sangat fluktuatif namun begitu secara keseluruhan memiliki tren yang positif. Pada tahun 2004 inflasi di
Indonesia sebesar 6,4 %
Berdasarkan data statistik yang di peroleh dari BPS di Indonesia bahwa perkembangan laju inflasi mulai
dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2011, pada tahun 2004 IHK meningkat menjadi 792,09 persen
dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 5,1 persen (629,90). Hal ini disebabkan oleh naiknya inflasi pada
tahun 2004 dengan angka 6,4 persen. Pada akhir tahun 2004 tepatnya tanggal 26 Desember 2004,
terjadi musibah gempa bumi dan tsunami yang melanda Aceh dan sebagian Sumatera. Sehingga ini
merupakan musibah yang dialami oleh bangsa Indonesia karena kerusakan yang ditimbulkan amat parah
oleh bencana tersebut.

Dampak dari bencana tersebut sangat berperpengaruh terhadap meningkatnya laju inflasi hingga
berlanjut pada tahun 2005, yang kemudian menimbulkan kebijakan menaikkan harga BBM 1 Oktober
2005, dan sebelumnya Maret 2005, yang ternyata berimbas pada situasi perekonomian tahun-tahun
berikutnya. Pemerintahan SBY-JK memang harus menaikkan harga BBM dalam menghadapi tekanan
APBN yang makin berat karena lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM tersebut telah
mendorong tingkat inflasi Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat inflasi
bulanan selama tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per Desember 30, 2005 (YoY).
Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya transportasi lebih 40% dan harga bahan makanan
18%.Core inflation pun naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank Indonesia (BI) sebagai
pemegang otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif.

Inflasi yang mencapai dua digit ini jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005 sebesar
8,6%. Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi 17,92%, bandingkan dengan Februari
2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY) yang hanya 4,6%. Efek inflasi tahun 2005 cukup berpengaruh
terhadap tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang menjadi referensi suku bunga
simpanan di dunia perbankan.

Harga Bahan Bakar Minyak 2005 – 2013

Pada tahun 2006 laju inflasi menjadi 6,60 persen. Sama halnya pada tahun 2006. Pada tahun 2007 laju
inflasi masih stagnan di posisi 6,59 persen, ini membuktikan pada saat itu perekonomian indonesia
dalam kondisi stabil. Pada tahun 2008 kondisi ekonomi global mengalami goncang krisis, yang berawal
ketika Amerika serikat gagal mengelola usaha properti, sehingga berdampak terhadap laju inflasi dalam
negeri yang meningkat mencapai 11,06 persen.

Pada tahun 2009 kondisi perekonomian dunia dan khususnya Indonesia mulai menunjukkan perbaikan
dengan menurunnya laju inflasi ke 2,78 persen dan pada tahun 2010 kembali terjadi krisis ekonomi di
eropa dan berpengaruh pada perekonomian global, kondisi ini sangat berdampak terhadap Negara-
Negara berkembang salah satunya Indonesia yang sangat bergantung pada lembaga bank dunia dan
IMF. Pada saat itu menunjukkan laju inflasi Indonesia sebesar 6,78. Pada tahun 2011 indonesia berhasil
mengantisipati krisis ekonomi yang terjadi di dunia dengan kondisi ekonomi yang stabil laju inflasi pada
tahun 2011 sebesar 3,78.

Perkembangan Kurs Rp/USD di Indonesia tahun 2004-2011

Salah satu paramater perekonomian adalah kestabilan nilai tukar rupiah terhadap sejumlah mata uang
dunia. Selain inflasi, Nilai tukar (kurs) juga memiliki peran yang penting dalam perubahan neraca
pembayaran indonesia

Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa, perkembangan nilai tukar daru tahun 2004 – 2011 cenderungan
tidak terlalu fluktuatif. Pada tahun 2004 nilai tukar Rupiah terhadap USD yaitu Rp 9.311/USD, sedangkan
pada tahun 2005 nilai tukar rupiah terhadap USD menguat yaitu sebesar Rp9.036/USD. Pada tahun
selanjutnya tahun 2006 rupiah mengalami depresiasi yaitu Rp9.447/USD, dan pada tahun 2007 Rupiah
mengalami depresiasi yang cukup besar yaitu menjadi Rp 11.005/USD.

Meskipun pada tahun 2007 nilai tukar Rupiah terhadap USD cukup besar namun karena perekonomian
yang berangsur membaik mampu menguatkan kembali nilai tukar, yaitu sebesar Rp 9.466/USD, dan pada
tahun – tahun selanjutnya hingga tahun 2011 nilai tukar rupiah terhadap USD cenderung stabil yaitu
dikisaran Rp 9.065/USD hingga Rp 9.879/USD.

Berfluktuasinya nilai tukar dari tahun 2004 – 2011 dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari demand –
supply di pasar valuta asing, tingkat suku bunga, pendapatan rill hingga kebijakan pemerintah yang
memiliki tujuan tertentu dalam mendevaluasi maupun merevaluasi nilai tukar.

Kelebihan dan kekurangan perkembangan ekonomi di pemerintahan SBY diantaranya :

Kelebihan :

Harga BBM diturunkan hingga 3 kali (2008-2009), pertama kali sepanjang sejarah.

Perekonomian terus tumbuh di atas 6% pada tahun 2007 dan 2008, tertinggi setelah orde baru.

Cadangan devisa pada tahun 2008 US$ 51 miliar, tertinggi sepanjang sejarah.
Menurunnya Rasio hutang negara terhadap PDB terus turun dari 56% pada tahun 2004 menjadi 34%
pada tahun 2008.

Pelunasan utang IMF.

Terlaksananya program-program pro-rakyat seperti: BLT, BOS, Beasiswa, JAMKESMAS, PNPM Mandiri,
dan KUR tanpa agunan tambahan yang secara otomatis dapat memperbaiki tinggkat ekonomi rakyat.

Pengangguran terus menurun. 9,9% pada tahun 2004 menjadi 8,5% pada tahun 2008.

Menurunnya angka kemiskinan dari 16,7% pada tahun 2004 menjadi 15,4% pada tahun 2008.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010 seiring pemulihan ekonomi dunia pasca
krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.

Perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang
terjadi di zona Eropa

Kelemahan :

Jumlah utang negara tertinggi sepanjang sejarah yakni mencapi 1667 Triliun pada awal tahun 2009 atau
1700 triliun per 31 Maret 2009. Inilah pembengkakan utang terbesar sepanjang sejarah.

Tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar 15% pada tahun
2006 .menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber daya public.

Konsentrasi pembangunan di awal pemerintahannya hanya banyak berpusat di aceh, karena provinsi
aceh telah di porak porandakan oleh bencana alam stunami pada tahun 2004.

Masih gagalnya pemerintah menghapuskan angka pengangguran dan kemiskinan di negeri ini.

Dianggap belum mampu menyelesaikan masalah bank CENTURY

H / 14 Januari 2018

Home » Berita » Tahukah Anda

Kenaikan BBM, Kebijakan Panik dan Zalim Pemerintah SBY-JK


Rizki Ridyasmara – Minggu, 11 Mei 2008 07:52 WIB

Saat ini langkah untuk segera menaikkan harga BBM seakan menjadi sebuah langkah kebijakan paling
rasional, paling tepat dilakukan untuk menyelesaikan persoalan APBN. Opini tersebut terbentuk akibat
gencarnya kampanye bahwa penyelamatan APBN akibat tingginya harga minyak dunia hanya dapat
diselesaikan dengan menaikkan harga BBM.

Masih segar dalam ingatan kita berbagai upaya penciptaan opini untuk mendukung kenaikan harga BBM
sebesar 126% pada bulan Oktober 2005. Saat terjadi kenaikan harga minyak dunia, pemerintah SBY dan
berbagai lembaga pendukung sibuk memberikan argumentasi bahwa dampat buruk yang terjadi hanya
bisa diatasi dengan kenaikan harga BBM. Berbagai proposalpun diajukan untuk memuluskan dan
mempercepatan kenaikan harga BBM. Mulai dari alasan untuk menyelamatkan ekonomi, menjawab
ketidakpastian pasar hingga keyakinan bahwa kenaikan harga BBM justru akan menjadi obat untuk
mengurangi kemiskinan, dll.

Segala argumentasi untuk mendukung kenaikan harga BBM pada bulan Oktober 2005 akhirnya terbukti
ngawur. Angka kemiskinan justru meningkat dari 31, 1 juta jiwa (2005) menjadi 39, 3 juta jiwa (2006).
Demikian pula inflasi mengalami kenaikan tajam sebesar 17, 75% (2006). Di sisi industri, kenaikan harga
BBM untuk kedua kalinya tahun 2005 tersebut telah mendorong percepatan deindustrialisasi, Bila pada
tahun 2004 sektor manufaktur masih tumbuh 7, 2% maka pada tahun 2007 hanya tumbuh sebesar 5,
1%. Ini terjadi karena industri ditekan dari dua sisi yakni peningkatan biaya produksi dan merosotnya
demand akibat menurunnya daya beli masyarakat. Penambahan jumlah penganggur dari 9, 9% (2004)
menjadi 10, 3% (2005) dan 10, 4% (2006) pun akhirnya tidak terelakkan.

Dampak kenaikan harga BBM juga sangat panjang. Perhitungan dampak kenaikan harga BBM yang
ngawur telah mengakibatkan pemerintah SBY lalai untuk membuat kebijakan antisipasinya. Akhirnya,
beban rakyat terus meningkat akibat kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Jumlah rakyat miskin terus
bertambah dan bahkan di sejumlah daerah, rakyat menderita kekurangan gizi atau busung lapar hingga
banyaknya kasus bunuh diri yang dilakukan oleh masyarakat kelompok bawah akibat himpitan ekonomi.

Saat ini desakan untuk segera menaikkan harga BBM kembali terjadi. Sebagaimana tahun 2005, kenaikan
harga minyak mentah dunia tidak segera direspon dengan berbagai kebijakan penyelamatan ekonomi
tetapi pemerintah SBY justru gencar menciptakan opini pembenaran kenaikan harga BBM. Awalnya
pemerintah SBY sibuk menjelaskan bahwa dampak buruk kenaikan harga minyak dunia tidak hanya
dirasakan oleh Indonesia tetapi juga negara-negara lain. Kemudian disusul dengan pidato presiden SBY
yang meminta rakyat memahami bila pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM.

Sebagaimana tahun 2005, sebagian anggota Tim Ekonomi Kabinet Indonesia Bersatu, terutama yang
selama ini dikenal pro-kreditor dan lembaga internasional, bahkan juga mengusulkan untuk kembali
meningkatkan utang. Alternatif ini menunjukkan tidak adanya kreatifitas dan tidak adanya upaya
pemerintahan SBY untuk menghilangkan ketergantungan Indonesia kepada lembaga keuangan
internasional. Padahal dalam APBN tahun 2008 telah direncanakan utang baru sebesar Rp 48 triliun dan
penerbitan SUN, obligasi, dll sebesar Rp 117 triliun.

Tim Indonesia Bangkit menilai rencana kenaikan harga BBM sebagai sebuah kebijakan panik (panic
policy) dan sangat tidak adil. Beberapa argumentasi kami adalah:

1. Rendahnya Kredibilitas Prediksi Tim Ekonomi Pemerintah SBY-JK. Tingginya harga minyak mentah
dunia yang mengakibatkan kepanikan Pemerintah SBY-JK, terjadi akibat lemahnya kredibilitas prediksi
Tim ekonomi atas asumsi-asumsi APBN 2008, termasuk prediksi harga minyak, sehingga pada akhirnya
harus dibayar dengan mahal.

Di tengah tren harga minyak dunia yang terus meningkat pada tahun 2007, dalam asumsi dasar APBN
2008 pemerintah SBY yang sangat optimistis malah memprediksi harga minyak hanya sebesar US$60 per
barel. Prediksi produksi minyak sebesar 1, 03 juta barel/hari juga diragukan karena realisasi tahun 2007
hanya sekitar 910 ribu barel per hari. Sementara dalam Nota Keuangan 2008 tidak dijelaskan kebijakan
terobosan yang akan dilakukan untuk mendorong tingkat produksi. Hal ini mengakibatkan keraguan para
pelaku pasar terhadap kredibilitas anggaran pemerintah.

Menyadari kelemahan prediksi ini, hanya satu bulan setelah APBN 2008 mulai berjalan, pemerintah SBY-
JK meminta percepatan pembahasan RAPBN P 2008 kepada DPR dari jadwal rutin bulan Juli menjadi
bulan Februari. Namun, dalam APBNP tidak tercantum berbagai langkah seperti yang diusulkan oleh Tim
Indonesia Bangkit seperti mengurangi alokasi anggaran pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri,
bunga rekap, pemangkasan biaya pengadaan BBM, dll.
Harga minyak pun direvisi menjadi US$95 per barel, dengan jumlah produksi sebesar 927 barel per hari
tanpa alternatif kenaikan harga BBM. Sebelum sempat APBNP 2008 dijalankan, Menteri Keuangan
kembali revisi harga minyak sebesar US$110 per barel, percepatan kenaikan harga BBM dan bersamaan
dengan revisi asumsi-asumsi lainnya seperti pertumbuhan ekonomi menjadi hanya 6%, inflasi menjadi 8,
5-9, 5%, dll.

Kredibilitas prediksi pemerintah yang sangat lemah inilah yang telah mengakibatkan ketidakpercayaan
pasar. Tetapi oleh Tim Ekonomi pemerintah, ketidakpercayaan pasar dibelokkan sebagai akibat
penundaan kenaikan harga BBM.

2. Kenaikan Harga BBM Sebagai Pilihan Pertama Pemerintah SBY-JK, tetapi Telah Diklaim Sebagai Pilihan
Terakhir. Tidak ada kemauan politik (political will) dan keberanian dari Pemerintah SBY-JK untuk
melakukan langkah-langkah penyelamatan ekonomi akibat tingginya harga minyak, yang
mengedepankan prinsip pembagian beban (burden sharing) yang adil. Hal ini mengakibatkan seolah-olah
klaim Presiden SBY bahwa kenaikan harga BBM yang akan dilakukan sebagai pilihan terakhir adalah
sebuah kebohongan publik. Karena faktanya masih banyak langkah-langkah kebijakan penyelamatan
ekonomi lain yang belum dilakukan sebelum menaikan harga BBM.

Beban APBN karena turunnya tingkat produksi akan lebih besar dibanding karena tingginya harga minyak
dunia. Bila tingkat produksi minyak dapat dipertahankan di atas 1 juta barel per hari, maka dampaknya
terhadap APBN akan relatif lebih kecil. APBN justru akan diuntungkan dengan tingginya harga minyak.
Namun, langkah ini tidak pernah dilakukan karena memang akan memaksa Menteri ESDM untuk
merevisi UU Migas yang berarti harus pula merevisi kebijakan liberalisasi sektor energi yang telah
dilakukan secara ugal-ugalan.

Dalam paper yang direlease pada tanggal 25 Juli 2005, ”Kenaikan Harga BBM: Pilihan Akhir yang Harus
Didahului Reformasi Tata Niaga Minyak Bumi dan Gas, Program Anti Kemiskinan yang Efektif,
Renegosiasi”, TIB telah memberikan masukan langkah-langkah kebijakan yang harus dilakukan sebelum
memilih kenaikan harga BBM. Langkah tersebut antara lain:

Reformasi Tata Niaga Minyak Bumi dan Gas: Hapus Brokers Pemburu Rente.

Telah menjadi rahasia umum, bahwa proses pengadaan dan distribusi BBM oleh Pertamina sarat dengan
KKN dan ketidakefisienan. Selama ini, volume pasokan BBM, baik yang diproduksi oleh kilang dalam
negeri maupun yang diimpor, jauh lebih tinggi dibanding jumlah BBM yang benar-benar dikonsumsi oleh
masyarakat dan industri.

Revisi Formula Perhitungan Alokasi Dana Bagi Hasil Minyak Bumi dan Gas

Ada dua cara yang dapat dilakukan dalam merubah perhitungan alokasi Dana Bagi Hasil minyak bumi
dan gas yaitu pertama, alokasi Dana Bagi Hasil minyak bumi dan gas diperhitungkan berdasarkan dana
penerimaan pemerintah di sektor minyak bumi dan gas setelah dikurangi subsidi BBM. Dengan kebijakan
ini, perhitungan alokasi Dana Bagi Hasil minyak bumi dan gas masih tetap memperhitungkan fluktuasi
harga minyak dunia, akan tetapi dana yang dibagikan adalah dana penerimaan pemerintah setelah
dikurangi pengeluaran subsidi. Alternatif kedua adalah dengan mematok (freeze) besarnya alokasi Dana
Bagi Hasil minyak bumi dan gas. Langkah kebijakan ini dilakukan dengan mengubah cara perhitungan
alokasi Dana Bagi Hasil minyak bumi dan gas yang semula mengikuti perubahan harga minyak dunia
diganti dengan cara perhitungan alokasi Dana Bagi Hasil minyak bumi dan gas secara tetap (tidak
didasarkan pada harga minyak dunia), berapa pun realisasi harga minyak mentah dunia.

Meningkatkan Mobilisasi Dana Alternatif

Beban berat APBN dapat diselesaikan dengan melakukan berbagai langkah kebijakan untuk melakukan
burden sharing kepada semua stakeholders baik pemerintah pusat, Pemerintah Daerah, kreditor
kalangan bisnis maupun masyarakat luas. Langkah terobosan lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah
untuk menyelesaikan masalah APBN adalah dengan memobilisasi dana alternatif. Terdapat beberapa
sumber dana yang dapat dioptimalkan, antara lain:

– Optimalisasi Penggunaan Dana-dana Pemerintah

– Optimalisasi penerimaan Sumber Daya Alam Minyak Bumi dan Gas

– Memperbaiki manajemen utang dan restrukturisasi utang dalam negeri

– Dll.
Melaksanakan Program Anti Kemiskinan yang Efektif

Menyusun strategi diversifikasi energi

Meskipun langkah-langkah tersebut dapat menjadi solusi jangka pendek maupun jangka panjang, akan
tetapi pada tahun 2005 pemerinth SBY-JK langsung menyatakan tidak layak dan tidak bisa menyelesaikan
masalah dengan cepat. Tahun 2008, pemerintah SBY-JK dan para pendukung kebijakan kenaikan harga
BBM kembali lagi memberikan alasan yang sama untuk tidak melaksanakan langkah-langkah yang lebih
adil tersebut. Bila alasannya sama, lalu apa yang dilakukan oleh pemerintah SBY-JK selama 2-3 tahun ini?
Tidak ada alasan lain kecuali pemerintah SBY-JK dengan kebijakan Washington Konsensus memang akan
menghapuskan berbagai subsidi termasuk subsidi BBM bagi masyarakat, meskipun masih sangat
dibutuhkan.

3. Kenaikan Harga BBM Tanpa Persiapan Matang dan Kebijakan Dukungan Sangat Merugikan Kinerja
Ekonomi Nasional. Pengelolaan kebijakan fiskal yang lemah serta rencana kenaikan harga BBM yang
diwacanakan akan segera dilakukan meski tidak didukung oleh persiapan yang matang akan berdampak
negatif pada kesejahteraan masyarakat terutama menengah bawah serta daya saing dan ketahanan
sektor industri terutama menengah dan kecil. Di samping kerugian ekonomi juga ada potensi timbulnya
dampak sosial yang buruk.

Salah satu program yang akan dilakukan oleh pemerintah SBY-JK, sebagaimana tahun 2005, adalah
memberikan kompensasi bagi masyarakat miskin. Tahun 2005 pemerintah SBY memberikan BLT sebesar
Rp 100.000 per bulan per keluarga bagi keluarga miskin selama satu tahun. Banyak kelemahan dari
program kompensasi ini antara lain besaran BLT tidak dapat mengkonversi tambahan beban orang miskin
karena jumlah tersebut adalah hasil perhitungan bila harga BBM naik 30-40%, sementara faktanya BBM
naik 126%. Selain juga masalah salah sasaran. Meskipun telah dilakukan pendataan oleh BPS, diprediksi
ada sekitar 15-20% keluarga miskin yang tidak terjaring karena berbagai alasan.

Tahun 2008, pemerintah SBY-JK tanpa persiapan matang akan mengulang program tersebut. Padahal
koreksi terhadap program dan mekanisme belum dilakukan. Demikian juga data yang akan dijadikan data
based juga data yang telah out of date karena akan menggunakan data penerima BLT tahun 2005.
Dengan gambaran ini dapat dipastikan tingkat efektifitas dari program BLT akan sangat rendah.
Sebagaimana diketahui, sejak tahun 2006 muncul keluarga miskin baru yang belum terdata akibat
berbagai kebijakan ekonomi pemerintah SBY-JK yang tidak berpihak kepada kelompok masyarakat
bawah.

Dari berbagai argumen di atas, Tim Indonesia Bangkit meminta pemerintah SBY-JK segera melakukan
langkah-langkah kebijakan yang adil, di mana ada burden sharing dalam menghadapi beban APBN akibat
tingginya harga minyak dunia. Menaikan harga BBM adalah cara gampangan yang membebankan
dampak persoalan kepada masyarakat. Padahal cukup banyak dana APBN yang digunakan untuk
membiayai birokrasi yang tidak efisien bahkan sangat tidak adil seperti telah dilakukan Menteri
Keuangan dengan menaikan biaya renumerasi Departemen Keuangan sebesar Rp 5 Triliun lebih
pertahun. Pengalaman kenaikan harga BBM tahun 2005, dampak kerugian sosial ekonomis yang
ditimbulkan jauh lebih besar dan tidak sebanding dengan penghematan finansial yang diperolah dalam
APBN.

Jakarta, 7 Mei 2008

Tim Indonesia Bangkit

Inilah Lima Kebijakan Ekonomi Terbaru dari SBY

RABU, 4 APRIL 2012 19:09 WIB

Enji Batal Laporkan Ayu Ting Ting ke KPAI

Susilo Bambang Yudhoyono. REUTERS/Enny Nuraheni

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat ini tengah menyiapkan lima kebijakan
utama usai penetapan APBN Perubahan 2012. Menurut dia, lima kebijakan itu harus disusun dan
dijalankan jajaran pemerintahan untuk mendukung APBN-P 2012 demi menyelamatkan perekonomian
negara.

Pertama, kata Yudhoyono, adalah kebijakan pengamanan APBN-P 2012. "Jika tidak ada kenaikan harga
BBM, apa yang harus kita lakukan?" ujar dia dalam sambutannya saat memimpin rapat terbatas bersama
jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II di kantor Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 4 April 2012.
Kebijakan kedua adalah kebijakan untuk peningkatan penerimaan negara. Yudhoyono melihat adanya
peluang untuk peningkatan penerimaan negara dengan cara-cara yang baik. "Bukan dengan menggenjot
pajak di segala lini," kata dia. "Tapi betul-betul menambah sisi penerimaan negara."

Ketiga, kata Yudhoyono, adalah kebijakan gerakan bersama di tingkat nasional untuk penghematan
energi secara total. "Saya akan keluarkan instruksi presiden yang baru, termasuk peraturan-peraturan
presiden yang diperlukan," ujarnya.

Kebijakan keempat adalah kebijakan penggunaan gas domestik. Menurut Yudhoyono, kebijakan
penggunaan gas domestik diharapkan dapat mendorong industri dan menggerakkan sektor riil. "Dengan
demikian, pertumbuhan ekonomi juga bisa kita jaga," ucap dia.

Yudhoyono mengatakan kebijakan penggunaan gas domestik ini sekaligus berkaitan dengan upaya
mengatasi masalah-masalah kelistrikan. "Dengan demikian, konsumsi BBM untuk pembangkit listrik juga
sudah bisa kita turunkan," katanya. "Ini memerlukan langkah cepat dan langkah terpadu di semua lini."

Kebijakan kelima adalah kebijakan untuk meningkatkan investasi tahun ini, tahun depan, dan seterusnya.
Menurut Yudhoyono, investasi akan berkembang jika iklim dan kondisi ekonomi baik serta ada aturan-
aturan yang kondusif bagi pengembangan investasi tersebut.

"Oleh karena itu, mari kita susun, kita pastikan bahwa kondisi untuk itu tersedia. Dengan demikian,
investasi akan berjalan di negeri kita ini," ujar Yudhoyono.

Menurut Yudhoyono, jika lima kebijakan itu dapat dimulai dengan baik, ia optimis bahwa perekonomian
Indonesia tahun ini akan tetap bisa dijaga. "Dan mana kala ada gejolak baru, termasuk kenaikan harga
minyak dunia, kita pastikan kita punya solusi dan punya opsi yang tepat."

KEBIJAKAN PEMERINTAH ERA SBY

Di penghujung tahun 2014 ini, tepatnya bulan Oktober, pemerintahan era SBY akan tergeser seiring
pemilihan Presiden baru periode 2014-2019. Sepuluh tahun sudah, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
memimpin negara Republik Indonesia. Kepemimpinannya dinilai pro dan kontra terhadap kebijakan-
kebijakan yang beliau buat selama memimpin negeri ini. Beberapa kebijakan yang dibuat menimbulkan
komentar pedas dari rakyat. BBM contohnya, kebijakan yang dibuat mendesak SBY harus kembali
menaikan BBM dan mengurangi subsidi.

Pada periode yang akan datang, agar kebijakan tersebut tidak membebani pemerintahan baru, Susilo
Bambang Yudhoyono diminta berani menaikkan harga bahan bakar minyak bersubsidi di akhir masa
kepemimpinannya.

Ekonom Bank Standard Chartered Fauzi Ichsan menilai jika SBY tidak menaikkan harga BBM bersubsidi,
pemerintahan baru hanya kedapatan beban warisan SBY. "Kalau (menaikkan harga BBM) dilakukan SBY,
pemerintah berikutnya tidak akan merasa terbebani," kata Fauzi diJakarta, Selasa (25/3/2014).

Lebih lanjut Fauzi menuturkan, kenaikan harga BBM bersubsidi perlu dilakukan mengingat asumsi makro
ekonomi diprediksi meleset. Kenaikan harga BBM bersubsidi akan menjaga defisit Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN) di ambang batas yang diperbolehkan Undang-undang, yakni 3 persen, akibat
pelemahan nilai tukar rupiah.

"Dengan melemahnya rupiah, subsidi BBM meledak. Asumsi masih (meleset) jauh. Untuk mematikan
defisit APBN tidak lebih tiga persen, subsidi BBM harus dipangkas," ungkapnya.

Dalam APBN 2014, asumsi nilai tukar rupiah sebesar Rp 10.500 per dollar AS. Sementara itu, supiah
hingga pekan keempat Maret 2014 masih fluktiatif. Kini, kurs berada di kisaran Rp 11.357 per dollar AS.

PROGRAM SUBSIDI UNTUK MASYARAKAT ERA SBY

1. Nama Program : Kebijakan pemerintah dalam kenaikan harga BBM.

2. Konsep :

a. Tujuan :

- Meningkatkan perekonomian Indonesia

Pembangunan nasional akan lebih pesat karena dana APBN yang awalnya digunakan untuk memberikan
subsidi BBM, jika harga BBM naik, maka subsidi dicabut dan dialihkan untuk digunakan dalam
pembangunan di berbagai wilayah hingga ke seluruh daerah.
- Penekanan terhadap APBN

Jika harga BBM mengalami kenaikan, maka jumlah subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah akan
berkurang. Sehingga Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dapat di minimalisasi.

- Merangsang kreatifitas terhadap bahan bakar alternatif

Seiring dengan melonjaknya harga minyak dunia, muncul berbagai macam bahan bakar alternatif baru
yang sudah dikenal oleh masyarakat luas adalah BBG (Bahan Bakar Gas). Harga lebih murah
dibandingkan dengan harga BBM bersubsidi. Ada juga bahan bakar yang terbuat dari kelapa sawit.
Tentunya bukan hal sulit untuk menciptakan bahan bakar alternatif mengingat Indonesia adalah Negara
yang kaya akan Sumber Daya Alam. Selain itu, akan muncul juga berbagai kendaraan pengganti yang
tidak menggunakan BBM, misalnya mobil listrik, mobil yang berbahan bakar gas, dan kendaraan lainnya.

b. Teknis Operasional :

Berkaitan dengan adanya kebijakan kenaikan BBM, masyarakat dituntut untuk berpikir realistis dalam
mengahadapi situasi tersebut. Karena dihapusnya, subsidi dari APBN, dapat meningkatkan produktivitas
kinerja pemerintah dalam kebijakan-kebijakan yang lain.

3. Hasil dari Program :

Kebijakan penyesuaian harga BBM jenis tertentu dilakukan pemerintah semata-mata untuk
menyelamatkan perekonomian bukan politik. Subsidi BBM yang hampir mencapai Rp 300 triliun sangat
memberatkan anggaran pemerintah dan akan lebih baik jika dipergunakan untuk kegiatan lain yang lebih
menguntungkan rakyat.

”Setelah Pemerintah dan DPR RI menetapkan RAPBN-P 2013 menjadi APBN-P 2013. APBN-P ini amatlah
penting bagi kita tidak saja untuk menjaga kesehatan dan kesinambungan fiskal kita, APBN kita, tapi juga
perekonomian kita secara keseluruhan, sebagaimana kita pahami krisis ekonomi global telah kita rasakan
dampaknya pada perekonomomian kita, misalnya menurunnya harga-harga komoditi dunia berakibat
pada menurunnya penerimaaan negara,” ujar Menteri Kordinator Perekonomian, Hatta Rajasa
mengawali sambutan dalam keterangan pers, Jumat (21/6/2013) malam.

Sementara itu Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik menegaskan, bahwa kebijakan
penyesuaian harga BBM bukanlah menghilangkan subsidi. ”Sekarang subsidi tidak dihilangkan tapi
dikurangi subsdinya, negara berkewajiban memberikan subsidi kepda rakyat, sekarang subsidinya
dikurangi bukan dihapus. misalnya harga produksi premium misalnya 9500 per liter dijual kemarin
dengan harga 4500 itu berarti disubsidi 5000 per liter. nah sekarang dengan harga 6500 masih ada
subsidinya 3000 per liter, jadi masih ada susbsidi tapi berkurang subsidinya jadi biar jelas di rakyat bahwa
yang sekarang punya mobil dua, mobil satu, beli dengan 6500 jangan merasa wah sudah tidak ada, masih
dapat subsidi cuma subsidi 3000 sekarang, dikurangi subsidinya,” tutur Wacik.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Armida Alisjahbana


menyampaikan program kompensasi yang akan diberikan kepada masyarakat, khususnya masyarakat
berpenghasilan rendah agar dapat mempertahankan tingkat kesejahteraannya. Seperti dilansir dari
laman Setkab, Sabtu (22/6/2013), berikut program kompensasi dimaksud:

1) Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), yaitu bantuan tunai sebesar Rp150.000
selama empat bulan untuk sekitar 15,5 juta Rumah Tangga miskin dan rentan yang akan dibayarkan
sebanyak dua kali, atau Rp300.000 per pembayaran.

2) Tambahan alokasi beras dari program Beras untuk Masyarakat Miskin (Raskin) sebanyak 15 kg per
rumah tangga selama 3 bulan, yaitu Juni, Juli, dan September 2013. Sehingga untuk bulan-bulan
tersebut alokasi beras per rumah tangga menjadi 30 kg.

3) Tambahan nilai bantuan dan jumlah cakupan siswa penerima Bantuan Siswa Miskin (BSM) sehingga
dari cakupan sebelumnya sebesar 8,7 juta anak usia sekolah menjadi 16,6 juta anak usia sekolah.

4) Tambahan nilai bantuan untuk 2,4 juta rumah tangga peserta Program Keluarga Harapan (PKH) dari
rata-rata sebesar Rp 1,4 Juta per tahun menjadi Rp 1,8 Juta per tahun.

5) Program Percepatan dan Perluasan Pembangunan Infrastruktur (P4I) terdiri dari:

a. Program Infrastruktur Permukiman yang mencakup 13.000 desa dan 1.200 kelurahan.

b. Program Sistem Penyediaan Air Minumyang mencakup 159 kawasan di 28 provinsi, 341 kawasan
perkotaan di 31 provinsi, dan 260 desa rawan air di 29 provinsi.

c. Program Infrastruktur Sumberdaya Air di 27 provinsi rawan air.

Untuk dapat mengakses Program BLSM, RASKIN, dan BSM, Pemerintah telah menerbitkan Kartu
Perlindungan Sosial (KPS) yang dibagikan secara langsung kepada 15,5 juta rumah tangga miskin dan
rentan secara bertahap.

4. Saran :

Menurut penulis, ada beberapa pertimbangan yang terjadi dari dampak kenaikan BBM. Dari hasil
penghilangan biaya subsidi BBM, pemerintah mendapat uang lebih besar untuk membiayai berbagai
program yang seharusnya langsung berdampak pada rakyat miskin, termasuk membiayai pembangunan
infrastruktur. Tapi kenyataannya, dampak tersebut tidak dirakaan oleh rakyat miskin dan pembangunan
infrakstruktur untuk menunjang investasi pun tak kunjung terrealisasi malah hampir dikatakan tidak ada
pembagunan infrakstruktur dan sekarang malah menuju kepada deindustrilisasi .
Manajemen Pertamina Harus Dirombak FSP BUMN Bersatu menilai, krisis energi di Indonesia
sebenarnya tidak lepas dari ketidakmampuan manjemen Pertamina untuk dapat mencari sumber minyak
baru di Indonesia serta menjalankan efisensi di Pertamina. Akibatnya, Indonesia menjadi negara net
importer BBM. Selain itu, audit keuangan untuk pengunaan dana APBN untuk subsidi BBM yang
dilakukan oleh Pertamina dan Kementerian ESDM juga tidak jelas dan diduga banyak sekali
peyelewengan dalam pengunaan dana susbsidi BBM.

Jadi, tegasnya, pemerintah seharusnya melakukan perombakan di manajemen Pertamina dengan


manajemen yang lebih mampu untuk melakukan efesiensi di Pertamina, dan Menteri ESDM terutama
dalam dana untuk subsidi BBM dan mampu mencari sumber-sumber minyak baru.

Anda mungkin juga menyukai