Anda di halaman 1dari 5

Museum SBY dan ANI

Tema: PUT THE HISTORIC BURDENS BEHIND US

Masalah masa lalu yang diselesaikan SBY

1. Panel: Mengakhiri Konflik bersenjata di Aceh


Sejak dilantik Oktober 2004, Presiden ke 6 Republik Indonesia, Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) menyelesaikan beberapa pekerjaan rumah dari pemimpin terdahulu.
Diantaranya, permasalahan konflik yang terjadi di Nanggroe Aceh Darusalam. SBY
berhasil menghakiri konflik bersenjata Aceh, dan mendamaikan pihak yang bertikai
setahun kemudian (2005).
Konflik puluhan tahun terjadi di Aceh tersebut berakhir setelah Pemerintah Indonesia
dan petinggi Gerakan Aceh Merdeka menandatangani perjanjian Helsinki. Melalui
perjanjian yang ditekan pada 15 Agustus 2005 itu kedua pihak sepakat mengakhiri
konflik yang selama ini terjadi di Tanah Rencong tersebut.

Lahirnya perjanjian Helsinki diikuti dengan penetapan UU No. 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh. Dalam rangka menyelesaikan masalah atau konflik sosial di
kalangan masyarakat, Pemerintahan SBY juga membentuk lembaga-lembaga dialog.
Antara lain pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB).

Presiden SBY juga memfasilitasi pembentukan Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat


(FKDM), pembentukan Komunitas Intelijen Daerah (KOMINDA) dan Forum Pembaruan
Kebangsaan (FPK).

2. Panel: Melunasi utang IMF


Indonesia baru bisa bebas dari utang IMF pada tahun 2006, setelah Presiden ke 6
Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhyono melunasinya menggunakan dana
cadangan devisa Negara sebesar USD 9,1 miliar atau setara Rp 117 triliun. Sejak
sembilan tahun dililit utang, kini Indonesia tidak lagi berhutang.utang-utang tersebut
dibayar dengan dua periode di tahun 2006. Dengan pelunasan utang ini maka
Indonesia tidak lagi menjadi pasien IMF, sehingga semua kebijakan dan perencanaan
ekonomi Indonesia tidak bisa didikte IMF.
Sisa cicilan utang Indonesia ke IMF sejatinya dijadwalkan jatuh tempo pada 2010
senilai total US$ 7,5 miliar. Namun, karena perekonomian Indonesia terus membaik,
pemerintah dan Bank Indonesia memutuskan mempercepat pelunasan utang pada
tahun 2006. Alasan yang menguatkan pelunasan adalah cadangan devisa hingga
triwulan ketiga tahun 2006 meningkat menjadi US$ 42,36 miliar.

3. Panel: Mengatasi Krisis BBM dan Fiskal


Di saat ekonomi Indonesia mengalami tantangan dari luar. Presiden ke 6 Republik
Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono dihadapkan dengan beberapa tantangan
diantaranya, terjadinya pelemahan rupiah yang tajam, serta kenaikan harga minyak
dunia.
Tekanan ekonomi yang disebabkan oleh faktor-faktor eksternal, SBY beberapa kali
menghadapi krisis (2005, 2008 dan 2013) akibat meroketnya harga minyak dunia.
Tahun 2008 – 2009, Indonesia juga menghadapi krisis perekonomian global. Karena
antisipasi yang cepat dan tepat, serta kebersamaan seluruh elemen bangsa untuk
mengatasi krisis itu, ekonomi bisa terselamatkan. Bagi SBY, sebesar apapun faktor
eksternal, selalu ada solusinya.

4. Panel: Mengakhiri Embargo dan Sanksi Militer


Pemerintah Indonesia cukup berbesar hati dengan sikap pemerintah Amerika Serikat
yang mencabut embargo militer. Hal ini terjadi selama Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) menjadi Presiden RI keenam. Pemerintah kerap lakukan diplomasi untuk
mengakhiri embargo militer Amerika Serikat (AS) terhadap Indonesia.
Sejak saat itu, Indonesia tidak pernah mengemis minta bantuan kepada negara asing.
Berbeda dengan sebelum pemerintahan SBY. Keberhasilan diplomasi luar negeri
lainnya seperti masuknya Indonesia dalam G20 dan pembentukan jaringan
Comprehensive dan Strategic Partnerships dengan Negara-negara kunci. Selain itu,
lanjutnya, Indonesia juga membentuk Bali Demokrasi Forum.

5. Panel: Menanggulangi Ancaman Teroris


Pada masa satu tahun setelah menjabat menjadi Presiden Indonesia, pemerintahan
SBY kembali diuji dengan peristiwa bom Bali II yang merupakan serangkaian peledakan
di Kuta dan Jimbaran pada tanggal 1 Oktober 2005. Peristiwa itu memakan korban jiwa
sebanyak 23 orang dan melukai sedikitnya 196 orang. Saat menghadapi isu ancaman
teroris, Presiden ke 6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
melakukan beberapa pendekatan guna menghadapi ancaman teroris di saat menjabat
sebagai Presiden kala itu. Pendekatan pertama adalah 'nation in arms'. Artinya, SBY
mengajak bangsa untuk bersatu menghadapi bersama.
Serangan para teroris yang disinyalir berasal dari jaringan Amrozi itu tidak hanya
berakibat pada tewasnya orang-orang yang tidak bersalah, namun lebih luas dari hal
tersebut adalah dampak buruknya bagi proses pembangunan nasional Indonesia.
Sebagai negara yang relatif baru terlepas dari rezim otoriter dan dalam proses transisi
menuju era reformasi, tentu saja serangan yang dilakukan oleh para teroris tersebut
merupakan penghalang bagi terciptanya stabilitas nasional yang sangat dibutuhkan
dalam pembangunan.

6. Panel: Menyelesaikan Isu Pelanggaran HAM berat di Tim-Tim


Di awal kampanye pencapresan Presiden 2004, Susilo Bambang Yudhoyono bersama
cawapres Jusuf Kalla berkomitmen untuk menyelesaikan isu pelanggaran HAM berat di
Timor-Timor. Meski dihadapkan dengan tantangan, akhirnya SBY berhasil mencegah
kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Timor-Timor dibawa ke Tribunal
International. Pemimpin kedua negara menyatakan penyesalan mendalam kepada
seluruh pihak yang menjadi korban pelanggaran HAM.
Namun, tanggung jawab atas pelanggaran tersebut bukan pada perorangan tetapi
pada institusi. Pernyataan bersama itu diteken oleh Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono, Presiden Timor Leste Ramos Horta, dan Perdana Menteri Timor Leste
Xanana Gusmao di Nusa Dua Bali, Selasa, (15/7) menanggapi laporan akhir Komisi
Kebenaran dan Persahabatan (KKP). Berdasarkan rekomendasi KKP, kedua negara
sepakat membentuk Komisi Bersama Tingkat Menteri untuk kerja sama bilateral, yang
salah satu agenda utamanya membantu korban pelanggaran HAM di masa lalu.

9 pekerjaan rumah :
1. Korupsi yang tak tersentuh
Di era Presiden ke 6 Republik Indonesia , Susilo Bambang Yudhoyono korupsi sangat
tidak tersentuh oleh hukum. Korupsi begitu banyak menjerat pejabat Negara. Hal ini
dikarenakan, Indonesia memasuki masa transisi pemerintahan dari orde baru ke
reformasi. Hampir semua koruptor kelas kakap ditangkap, dan dipenjarakan di era SBY.

2. MRP Papua yang belum terbentuk


Kawasan Papua baru mendapat status sebagai daerah otonomi khusus pada masa
jabatan Presiden ke 6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono melalui Majelis
Rakyat Papua dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
3. Standing dan Peran Internasional Negara
Beberapa pemimpin dunia, termasuk Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa
(Sekjen PBB) Ban Ki-moon, berharap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY
tetap aktif berkontribusi dalam urusan internasional. Banyak tawaran untuk Indonesia
memimpin berbagai organisasi dunia. Namun, tidak diterima oleh SBY karena dirinya
dapat berikan berkontribusi dalam persoalan internasional tanpa harus memimpin
organisasi internasional apa pun.

4. Pendidikan dan Kesehatan Kurang Terjangkau


Menjabat sebagai Presiden ke 6 Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono
harus memikirkan dan berupaya agar pendidikan dan kesehatan tanah air tidak
tertinggal di banding Negara tetangga. Bagi SBY, program dan fasilitas pendidikan dan
kesehatan menjadi prioritas utama di pemerintahannya paska transisi orde baru ke
reformasi. Terbukti, Pendidikan dan kesehatan di berbagai daerah sudah berjalan baik
selama dua periode (10 tahun).

5. Infrastruktur Rusak dan Terbatas


Pemerintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama 10 tahun terakhir
membangun beberapa sarana infrastruktur. Salah satunya adalah pembangunan
infrastruktur jalan nasional.

Selama masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pemerintah


memiliki program pembangunan jalan baru dan pemantapan jalan eksisting atau yang
sudah ada. Pembangunan prasarana jalan rentang 2004 sampai 2014 telah dilakukan
pembangunan jalan sepanjang 5.190 km, di antaranya adalah 4.770 km jalan non tol
(jalan nasional) dan 420 km jalan tol.

6. Energi Listrik Sangat kurang


Selama masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), cukup
banyak pembangkit listrik yang dibangun untuk menambah kapasitas listrik nasional.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang naik, mengakibatkan kebutuhan listrik


meningkat. Melihat kondisi tersebut pemerintah sejak 2009 menggeber pembangunan
pembangkit listrik.

Presiden SBY mengeluarkan Perpres No. 71/2006 jo Perpres No. 59, yakni program
percepatan pembangunan pembangkit PLTU batu bara 10.000 MW tahap I.

Dari program tersebut, berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga kini pembangkit
yang sudah beroperasi memasok listrik secara komersial mencapai 6.377 MW.

7. Kemiskinan dan Pengangguran Tinggi


Kesenjangan ekonomi Indonesia dan tidak meratanya kesejahteraan menjadi persoalan
yang harus segera diatasi saat Susilo Bambang Yudhyono menjabat menjadi Presiden
ke 6 Republik Indonesia. Penyebabnya, penyebab ketimpangan yakni pertumbuhan
pendapatan warga miskin dan rentan miskin di kisaran 2% setiap tahun. Sementara
golongan kaya pertumbuhan penghasilannya di atas 9%.

8. Ekonomi rendah
Tugas berat begitu diemban saat SBY dilantik jadi Presiden ke 6 Republik Indonesia
pada 2004 silam. Pertumbuhan ekonomi sangat lambat, bahkan persentasenya tidak
sampai 10 persen. Namun, SBY bisa memperbaiki ekonomi selama sepuluh tahun
masa kepemimpinannya. Pertumbuhan ekonomi melaju di kisaran 5-6 persen.
Pencapaian tertinggi pada 2011 sebesar 6,5 persen dan terendah pada 2009 dengan
pertumbuhan ekonomi 4,5 persen.

9. Alutsista TNI kurang kuat


Setelah era reformasi 1998-2009 sektor keamanan negara kita tercinta diabaikan,
hasilnya wilayah teritorial Indonesia diusik oleh negara tetangga yang usil. Kemampuan
deteren TNI menurun pada titik nadir. Salah satu kado persembahan SBY di masa akhir
jabatanya adalah datangnya alutsista yang telah dipesan 1-3 tahun sebelumnya.
Diantara pesanan yang telah tiba terdiri dari 38 unit meriam artileri 105mm bermerk
KH178 untuk 2 batalyon dan 18 unit kaliber 155m untuk 1 batalyon dikenal dengan
sebutan KH179 semuanya made in Korsel.

Di bidang pertahanan selama 5 tahun terakhir telah diupayakan memperkuat militer


negeri kepulauan ini dengan berbagai asupan gizi alutsista. Karena ternyata selama ini
dibanding negara sekitar ternyata kita kurang gizi alutsista alias ketinggalan jauh.

Anda mungkin juga menyukai