Anda di halaman 1dari 6

Biodata Susilo Bambang Yudhoyono

Kebijakan :

1. Meningkatkan Komoditi Ekspor

Kebijakan SBY pertama – Ketika dilantik sebagai presiden, ekspor hingga Oktober 2004
mencapai US $ 58.5 milyar atau naik 15.08 persen jika dibandingkan dengan periode yang
sama pada tahun 2003.

Impor hingga Oktober 2004 mencapai US $ 37.8 milyar atau naik tajam 40.7 % bila
dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2003, yaitu US $ 26.87 milyar.

2. Menyelesaikan Masalah GAM di Aceh

Kebijakan SBY kedua – Kebijakan soal Aceh ditunjukkan presiden dengan memperpanjang
status darurat sipil. Pada hari ke-26 memerintah, presiden mengunjungi Aceh. Kunjungan
selama empat jam tersebut dijaga ketat. Presiden mengajak GAM untuk mengakhiri
separatisme yang diimplementasikan pada tanggal 28 Januari 2005.

Hal ini diwujudkan dengan mengadakan perundingan dengan GAM di Helsinki, Finlandia
melalui Crisis Management Initiative pimpinan Martti Ahtisaari. Perundingan tersebut
berhasil membuahkan kesepakatan perdamaian antara Indonesia dan GAM (Gerakan Aceh
Merdeka).

3. Pelunasan Utang Terhadap IMF


Kebijakan SBY ketiga – Pelunasan utang terhadap IMF pada bulan Oktober 2006. Pelunasan
tersebut dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu : tahap pertama pada Juni 2006 dengan nominal
US $ 3,7 milyar.

Dan tahap kedua pada bulan Oktober 2006 sebanyak US $ 3,2. Pelunasan utang yang lebih
cepat merupakan komitmen untuk melepaskan negara dari ketergantungan terhadap IMF.

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, harga BBM dinaikkan sebanyak 3
kali. Kebijakan ini ditempuh sebagai akibat melambungnya harga minyak di pasaran dunia,
sehingga menekan APEN. Namun, kemudian seiring dengan penurunan harga minyak dunia,
pemerintah pun mengambil kebijakan untuk menurunkan harga BBM.

Dalam satu bulan pemerintah menurunkan harga minyak sebanyak 2 kali, yaitu : pada tanggal
1 dan 15 Desember 2008. Pada tanggal 15 Januari 2009 BBM pun kembali diturunkan untuk
yang ketiga kalinya.

4. Menaikkan Harga BBM

Kebijakan SBY ke-4 – Kebijakan menaikkan harga BBM dilakukan guna mengurangi subsidi
BBM. Pemerintah menilai subsidi BBM dinilai belum dapat dinikmati oleh rakyat kecil dan
hanya menguntungkan kelas menengah ke atas.

Pemerintah pun mengalihkan subsidi dalam bentuk Program Dana Kompensasi Sosial.
Bentuk dari program ini antara lain pemberian Bantuan Langsung Tunai (BLT), penyediaan
beras murah, dan pelayanan kesehatan bagi rakyat miskin.

5. Alokasi Dana

Kebijakan SBY pertama kelima – Pemerintah mengalokasikan dana 20 persen sebagai


anggaran pendidikan untuk memenuhi kewajiban 20 persen alokasi dari APBN sebagaimana
yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi. Dewan Perwakilan Rakyat memberikan
respon positif atas keputusan tersebut.

Pendidikan

Biografi

Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono adalah presiden Republik Indonesia
keenam. Berbeda dengan presiden sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono merupakan
presiden pertama yang dipilih secara langsung oleh rakyat dalam proses Pemilu Presiden
putaran II 20 September 2004. Lulusan terbaik AKABRI (1973) yang akrab disapa SBY ini
lahir di Pacitan, Jawa Timur 9 September 1949. SBY adalah anak tunggal dari pasangan R.
Soekotjo dan Sitti Habibah. Darah prajurit menurun dari ayahnya yang pensiun sebagai
Letnan Satu. Sementara ibunya, Sitti Habibah adalah putri salah seorang pendiri Ponpes
Tremas. Pendidikan Sekolah Rakyat adalah pijakan masa depan yang paling menentukan bagi
SBY.

Ketika duduk di bangku kelas lima, untuk pertama kalinya SBY kenal dan akrab dengan
nama Akademi Militer Nasional (AMN), Magelang, Jawa Tengah. SBY kemudian
melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri Pacitan. Sejak kecil, SBY bercita-cita untuk
menjadi tentara dengan masuk Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri)
setelah lulus SMA akhir tahun 1968. Namun, lantaran terlambat mendaftar, SBY tidak jadi
masuk Akabri dan akhirnya dia menjadi mahasiswa Teknik Mesin Institut 10 November
Surabaya (ITS).

Namun kemudian, SBY justru memilih masuk Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama
(PGSLP) di Malang, Jawa Timur. Sewaktu belajar di PGSLP Malang itulah, Susilo Bambang
Yudhoyono mempersiapkan diri untuk masuk kembali ke Akabri. Tahun 1970, akhirnya SBY
masuk Akabri di Magelang, Jawa Tengah, setelah lulus ujian penerimaan akhir di Bandung.
SBY satu angkatan dengan Agus Wirahadikusumah, Ryamizard Ryacudu, dan Prabowo
Subianto. Semasa pendidikan, SBY yang mendapat julukan Jerapah, sangat menonjol.
Terbukti, ketika dia meraih predikat lulusan terbaik Akabri 1973 dengan menerima
penghargaan lencana Adhi Makasaya. Seusai menamatkan pendidikan militer pertamanya,
SBY kemudian masih melanjutkan study militernya dengan pergi belajar ke beberapa
universitas militer ternama.

Perjalanan karier militer SBY dimulai dengan memangku jabatan sebagai Dan Tonpan Yonif
Linud 330 Kostrad (Komandan Peleton III di Kompi Senapan A, Batalyon Infantri Lintas
Udara 330/Tri Dharma, Kostrad) tahun 1974-1976, membawahi langsung sekitar 30 prajurit.
Kefasihan dalam berbahasa Inggris, membuatnya terpilih mengikuti pendidikan lintas udara
(airborne) dan pendidikan pasukan komando (ranger) di Pusat Pendidikan Angkatan Darat
Amerika Serikat, Ford Benning, Georgia, 1975.

Kegagalan

Namun, Indef mencatat ada 10 kegagalan SBY di bidang ekonomi yaitu:

Ketimpangan melebar, gini ratio naik 0,5.

Deindustrialisasi dengan rendahnya kontribusi sektor industri terhadap PDB.

Neraca perdagangan dari surplus US$ 25,06 miliar menjadi defisit US$ 4,06 miliar.

Pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi tidak menciptakan lapangan kerja. Elastisitas 1%


pertumbuhan dalam membuka lapangan kerja turun dari 436.000 menjadi 164.000.

Efisiensi ekonomi semakin memburuk. Tercatat ICOR melonjak dari 4,17 menjadi 4,5.

Tax ratio turun sebesar 1,4%.


Kesejahteraan petani menurun 0,92%.

Utang per kapita naik dari US$ 531,29 menjadi US$ 1.002,69 (2013). Pembayaran bunga
utang menyedot 13,6% dari anggaran pemerintah pusat.

APBN naik, namun disertai defisit keseimbangan primer. Pada 2004, keseimbangan primer
surplus 1,83% dari PDB. Tahun 2013 defisit 1,19%.

Postur APBN semakin tidak proporsional, boros, dan semakin didominasi pengeluaran rutin
dan birokrasi.

Baca artikel detikfinance, "Indef: SBY Punya 6 Keberhasilan, Tapi Ada 10 Kegagalan"
selengkapnya https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2760762/indef-sby-punya-6-
keberhasilan-tapi-ada-10-kegagalan.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/

Keberhasilan

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat meninjau persiapan mudik pada Juli 2014 lalu.
Indef mencatat sejumlah keberhasilan dan kegagalan selama 10 tahun pemerintahan SBY.

KATADATA ? Institute for Development of Economics and Finance (Indef) merilis


beberapa catatan kegagalan ekonomi pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono selama
kurang lebih 10 tahun memimpin Indonesia.

?Beberapa indikator memang membaik, tapi banyak indikator ekonomi utama yang justru
memburuk,? tutur Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance
(Indef) Ahmad Erani Yustika di Jakarta, Kamis (27/11).

Kegagalan pertama yakni tingkat ketimpangan yang melebar dengan meningkatnya rasio gini
sebesar 0,5 persen. Kedua, terjadi penurunan kontribusi sektor industri terhadap produk
domestik bruto (PDB) dari 28 persen pada 2004 menjadi 23,5 persen pada 2013.

Ketiga, neraca transaksi perdagangan turun dari angka surplus pada 2004 sebesar US$ 25,06
miliar menjadi defisit US$ 4,06 miliar pada 2013. Keempat, pertumbuhan ekonomi yang
tinggi tanpa hasil penciptaan lapangan kerja yang memadai. Ini menyebabkan elastisitas 1
persen pertumbuhan dalam membuka lapangan kerja turun dari 272 ribu menjadi menjadi 164
ribu.

Kegagalan kelima yakni efisiensi ekonomi semakin memburuk. Ini nampak dari naiknya
Incremental Capital Output Ratio (ICOR) dari 4,17 menjadi 4,5. ?Beberapa hal yang
menghambat efisiensi adalah lambannya birokrasi, merajalelanya korupsi, dan keterbatasan
infrastruktur,? ujarnya.

Keenam, turunnya rasio pajak terhadap PDB dari 12,2 persen menjadi 10,8 persen pada 2013.
Ketujuh, kesejahteraan petani yang menurun 0,92 persen.

Kedelapan, nilai utang pemerintah mencemaskan, meski terdapat penurunan rasio utang
terhadap PDB. Utang per kapita naik US$ 531,29 per penduduk pada 2005 menjadi US$
1.002,69 per penduduk.

Kesembilan, defisit keseimbangan primer anggaran yang sebelumnya surplus 1,83 persen
pada 2014 menjadi defisit 1,19 persen pada 2013.

Kesepuluh, tidak proporsional dan besarnya dominasi pengeluaran rutin dan birokrasi dalam
APBN. Belanja birokrasi naik dari 16,23 persen menjadi 22,17 persen pada 2013. Pola yang
sama juga terjadi pada subsidi energi yang naik dari 16,2 persen menjadi 20,89 persen dan
belanja modal hanya naik tipis dari 6,4 persen menjadi 8,06 persen.

Meski mencatatkan beberapa kegagalan, Indef juga mencatat sejumlah keberhasilan dalam
pemerintahan SBY. Direktur Indef Enny Sri Hartati memaparkan beberapa indikator
keberhasilan tersebut.

Pertama, dalam 10 tahun terakhir, angka pertumbuhan ekonomi tercatat masih tinggi yakni di
kisaran 5 persen-6 persen. Kedua, sektor investasi juga meningkat dari 23 persen pada 2004
menjadi 31 persen pada 2013.

Ketiga, kinerja sektor perbankan menunjukan peningkatan yang cukup. Perkembangan aset
rata-rata tumbuh 16,44 persen, Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 15,88 persen serta
penyaluran kredit sebesar 21,62 persen.

Keempat, persentase angka kemiskinan menurun, dari 16,66 persen pada 2004, menjadi 11,25
persen pada 2014. ?Kelima, menurunnya tingkat pengangguran terbuka dan meningkatnya
pekerja formal naik dari 29,38 persen menjadi 39,90 pada 2013,? ujarnya.

Keberhasilan keenam yaitu meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM) yang


sebelumnya tercatat mencapai 68,7 naik menjadi 73,45 pada 2013.

Ia lahir di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949 dari pasangan Raden
Soekotjo dan Siti Habibah. Dari silsilah ayahnya dapat dilacak hingga Pakubuwana serta
memiliki hubungan dengan trah Hamengkubuwana II.[6] Ketika masih berusia remaja, ia
pernah tercatat sebagai salah satu anggota GSNI (Gerakan Siswa Nasional Indonesia), salah
satu organisasi underbow PNI yang setara dengan PII (Pelajar Islam Indonesia) Masyumi.[7]
Seperti ayahnya, ia pun berkecimpung di dunia kemiliteran. Selain tinggal di kediaman
keluarga di Bogor (Jawa Barat), SBY juga tinggal di Istana Merdeka, Jakarta. Susilo
Bambang Yudhoyono menikah dengan Kristiani Herawati yang merupakan putri ketiga
Jenderal (Purnawirawan) Sarwo Edhi Wibowo (alm). Komandan militer Jenderal Sarwo Edhi
Wibowo turut membantu menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965. Dari
pernikahan tersebut mereka dikaruniai dua anak lelaki, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono
(lahir 1978) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lahir 1980).

Agus adalah lulusan dari SMA Taruna Nusantara tahun 1997, dan Akademi Militer Indonesia
tahun 2000. Seperti ayahnya, ia juga mendapatkan penghargaan Adhi Mekayasa dan seorang
prajurit dengan pangkat Letnan Satu TNI Angkatan Darat yang bertugas di sebuah batalion
infantri di Bandung, Jawa Barat. Agus menikah dengan Anissa Larasati Pohan, seorang aktris
yang juga anak dari mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Aulia Pohan. Sejak
pertengahan 2005, Agus menjalani pendidikan untuk gelar magister di Institute of Defense
and Strategic Studies, Singapura. Anak yang bungsu, Edhie Baskoro lulus dengan gelar
ganda dalam Financial Commerce dan Electrical Commerce tahun 2005 dari Curtin
University of Technology di Perth, Australia Barat.

[21.12, 28/2/2023] +62 831-8611-8365: Jenderal TNI Prof. Dr. Dr. H. Susilo Bambang
Yudhoyono, M.A., atau lebih dikenal dengan inisialnya SBY adalah Presiden Indonesia
keenam yang menjabat sejak 20 Oktober 2004 sampai 2014. Ia merupakan Presiden pertama
di masa Reformasi yang terpilih melalui pemilihan umum secara langsung. Wikipedia

Kelahiran: 9 September 1949 (usia 73 tahun)

Anak: Agus Harimurti Yudhoyono, Edhie Baskoro Yudhoyono

Masa kepresidenan: 21 Oktober 2004 – 20 Oktober 2014

Jabatan sebelumnya: Presiden Indonesia (2004–2014), lainnya

Pasangan: Ani Yudhoyono (m. 1976–2019)

Tinggi: 1,75 m

Orang tua: Raden Soekotjo, Siti Habibah

Anda mungkin juga menyukai