CASE DIARE ANEMIA FIX (Repaired)
CASE DIARE ANEMIA FIX (Repaired)
Disusun Oleh :
Ita Arianti
030.11.144
Pembimbing :
dr. Yanuar Wahyu Hidayat, M.Si.Med, Sp.A
LEMBAR PENGESAHAN
Presentasi kasus dengan judul Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang dan Anemia ini
diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti dan menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah DR Soeselo Slawi
Oleh:
Nama: Ita Arianti
NIM: 030.11.144
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang dan Anemia dengan baik dan tepat waktu.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah DR Soeselo Slawi
periode IV (September-November 2016).
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada dr. Yanuar Wahyu Hidayat, M.Si Med Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan
laporan kasus ini, serta kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis
selama di Kepaniteraan Klinik Ilmu KesehatanAnakRumah Sakit Umum Daerah DR Soeselo
Slawi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah DR Soeselo Slawi serta berbagai pihak yang
telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan.Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang
membangun.Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya, semoga tugas ini
dapat memberikan tambahan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS...................................................................................................5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................23
BAB IV ANALISA KASUS...........................40
BAB V DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................48
2
BAB I
PENDAHULUAN
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara
berkembang. Diare akut menjadi beban ekonomi yang tinggi di sektor kesehatan Indonesia oleh
karena rata-rata sekitar 30% dari jumlah tempat tidur yang ada di rumah sakit ditempati oleh bayi
dan anak dengan diare (1) Dikutip dari Lancet tahun 2015, diare menjadi penyebab nomor tiga
penyebab kematian pada kelompok usia 1-59 bulan. (2) CDC menyebutkan 2.195 anak meninggal
setiap harinya atau 801.000 anak meninggal karena diare tiap tahun. (3) Menurut Riskesdas tahun
2013, insiden diare balita di Indonesia adalah 6,7%. Lima provinsi dengan insiden tertinggi
adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%) dan Banten
(8,0%). Sedangkan insiden diare balita terendah terdapat pada provinsi Kalimantan Timur
(3,3%).(4)
Diare akut dapat disebabkan oleh karena suatu infeksi ataupun noninfeksi. Penyebab
infeksi dapat berupa bakteri, virus, atau parasit, sedangkan penyebab noninfeksi dapat berupa
alergi, defek anatomis, malabsorpsi, keracunan makanan, dan neoplasma. (5) Anak dengan diare
akut mengeluarkan tinja cair yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat.
Kehilangan air dan elektrolit ini meningkat bila disertai muntah dan panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Selain itu diare dapat memberikan
dampak pada pertumbuhan dan perkembangan kognitif, akan tetapi dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler,
dan kematian.(1)
BAB II
PRESENTASI KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RSUD DR SOESELO SLAWI
STATUS PASIEN KASUS
Nama Mahasiswa: Ita Arianti
Pembimbing
: dr.Yanuar Wahyu
NIM
Tanda tangan
: 030.11.144
IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. MZ
Umur
: 1 Tahun 4 Bulan (16 bulan)
TTL
: Tegal, 05 Mei 2015
Alamat
: Balapulang, Tegal
Jenis Kelamin
Suku Bangsa
Agama
Pendidikan
: Laki-laki
: Jawa
: Islam
: Belum sekolah
Ibu :
Nama: Ny. SR
Umur: 22 tahun
Alamat: Balapulang, Tegal
4
Pekerjaan: Wiraswasta
Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga
Penghasilan: Tidak menentu
Penghasilan: Pendidikan: SLTA
Pendidikan: SLTP
Suku Bangsa: Jawa
Suku Bangsa: Jawa
Agama: Islam
Agama: Islam
Hubungan dengan orang tua: pasien merupakan anak kandung.
I. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu dan ayah pasien.
Tanggal / waktu
: 7 September 2016 pukul 16.00 WIB
Tanggal masuk
: 6 September 2016 pukul 18.40 WIB
Lokasi
: Bangsal Anggrek III, Kamar C
Keluhan utama
: BAB cair sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan : Muntah, demam, nyeri perut, sulit makan
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang ke IGD RSUD Dr Soeselo Slawi diantar oleh ayah dan ibunya dengan
keluhan BAB cair sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien BAB cair lebih dari 10 kali
dalam satu hari, setiap kali BAB volume sekitar seperlima hingga seperempat gelas aqua,
konsistensi cair, ampas (+) sedikit, lendir (-), darah (-), dan berwarna kuning, berbau asam. Ibu
pasien mengatakan bahwa pasien mengeluh nyeri perut (+) pada seluruh regio abdomen, mual
(+), muntah (+) setiap makan/minum kira-kira 2-3 kali berisi air dan makanan. Pasien rewel (+)
saat dibawa ke rumah sakit, sering minta minum, jika menangis air mata masih keluar, dan
beberapa hari ini pasien tidak mau makan sehingga tampak lemas, BAK masih lancar, jumlah
seperti biasanya. Ibu pasien mengatakan anaknya demam 1 hari sebelum timbul keluhan BAB
cair namun di rumah tidak diukur dengan thermometer, saat ini demam (+) ringan masih naik
turun. Pasien menyangkal adanya kejang, mimisan, gusi berdarah dan sesak. Tidak ada riwayat
meminum susu formula atau penggantian susu formula akhir-akhir ini. Pasien sebelumnya telah
dibawa berobat ke puskesmas dan praktik dokter tetapi keluhan belum menghilang.
B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
KEHAMILAN
Morbiditas
kehamilan
Perawatan antenatal
Tempat persalinan
Penolong persalinan
Cara persalinan
Spontan
KELAHIRAN
Masa gestasi
Tengkurap
: Umur 5 bulan
Duduk
: Umur 9 bulan
Berdiri
: Umur 13 bulan
Berjalan
: Umur 14 bulan
(Normal: 13 bulan)
Perkembangan pubertas
Rambut pubis
: tidak ada
D. RIWAYAT MAKANAN
Umur
ASI/PASI
Buah / Biskuit
Bubur Susu
Nasi Tim
02
ASI
24
ASI
46
ASI
68
ASI + PASI
8 10
ASI + PASI
(bulan)
10 -12
ASI + PASI
Kesimpulan riwayat makanan: Pasien tidak mengalami kesulitan makan, asupan daging
jarang.
E. RIWAYAT IMUNISASI
Berdasarkan anamnesis dengan ibu pasien, ibu pasien menyatakan bahwa semua imunisasi
pokok dari pemerintah sudah dilakukan. Namun, ibu pasien tidak dapat mengingat pasti kapan
dilakukannya.
F. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No
1.
Tanggal
lahir Jenis
(umur)
kelamin
05 Mei 2015
Laki-laki
Hidup
+
Lahir
mati
-
Abortus
-
Mati
Keterangan
(sebab)
kesehatan
Pasien (sakit)
b. Riwayat Pernikahan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Ayah / Wali
Nama: Tn. N
1
35 tahun
SLTA
Islam
Jawa
Ibu / Wali
Ny. SR
1
20 tahun
SLTP
Islam
Jawa
7
Keadaan kesehatan
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada
c
Sehat
-
Sehat
Riwayat bronkitis
Data Antropometri
Berat Badan
: 7 kg
Tinggi Badan
: 74 cm
Lingkar kepala
:Lingkar lengan atas : Status Gizi
- BB / U = 7/11,3x 100% = 61,94 %
- TB / U = 76/80 x 100%= 95 %
- BB / TB= 7/10 x 100% = 70% (Gizi Kurang)
Berdasarkan kurva CDC tahun 2000, gizi anak pada kasus ini termasuk gizi kurang dilihat dari
BB/TB.
Tanda Vital
Nadi
: 100 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas
: 22 x /menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 3
Suhu
: 36,5 C, axilla (diukur dengan thermometer digital)
Tekanan darah : Tidak diperiksa
Status Generalis
Kepala
Normocephali, rambut berwarna hitam, lurus, distribusi merata dan tidak mudah
Wajah
Mata
Telinga
Hidung
membran timpani sulit dinilai, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-),
Simetris, nafas cuping hidung (-/-), deviasi septum (-/-), sekret (-/-), mukosa
Mulut
(+/+), serumen
cukup, trismus (-), normoglosia, tremor (-), coated tongue (-), faring hiperemis(-)
9
Leher
Thorak
Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, deformitas (-), retraksi suprastrenal (-),
retraksi intercostal (-), retraksi subcostal (-)
JANTUNG
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi
: Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung ICS III-V linea sternalis dextra
Batas atas jantung ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi
: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU
Inspeksi
:Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal,
retraksi suprastrenal(-),retraksi intercostal(-),retraksi subcostal(-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi
: Sonor di kedua hemithoraks paru
Auskultasi
: Suara napas vesikuler, reguler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi :
Perut datar, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut, kulit keriput (-),
gerakan peristaltik (-).
Auskultasi :
bising usus (+) meningkat, frekuensi 9 x / menit
Palpasi :
supel, nyeri tekan (+) pada epigastrium, nyeri lepas (-), hepar tidak teraba , lien
tidak teraba, turgor kulit kembali cepat
Anus
Perkusi :
Timpani pada seluruh regio abdomen
dan Anus : eritema (+)
Genitalia
Ekstremitas
10
STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis
Biseps
Triceps
Patella
Achiles
Kanan
+
+
+
+
Kiri
+
+
+
+
Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Kanan
-
Kiri
-
Rangsang meningeal
Kaku kuduk
Kerniq
Laseq
Bruzinski I
Bruzinski II
Kanan
-
Kiri
-
TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium dari IGD pada tanggal 6 September 2016 pukul 23:38
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Diff Count
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Hasil
Satuan
Nilai Normal
14.5
5.2
6.8
31
58
13
22
340
103/L
106/L
g/dL
%
fL
pg
g/dL
103/L
6.0 17.0
3.60 - 5.20
10.8-12.8
35-43
73-101
23 31
26 34
150-400
0.10
0.30
36.90
47.70
15.00
%
%
%
%
%
2- 4
0- 1
50- 70
25 40
2- 8
Laboratorium dari Bangsal Anggrek pada tanggal 07 September 2016 pukul 07:32
11
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Diff Count
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
Hasil
Satuan
Nilai Normal
7.0
3.6
4.7
19
54
13
24
18
103/L
106/L
g/dL
%
fL
pg
g/dL
103/L
6.0 17.0
3.60 - 5.20
10.8-12.8
35-43
73-101
23 31
26 34
150-400
0.00
0.10
36.20
55.10
8.60
%
%
%
%
%
2- 4
0- 1
50- 70
25 40
2- 8
Laboratorium dari Bangsal Anggrek pada tanggal 07 September 2016 pukul 17.57:
Faeces Rutin
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Makroskopik
Warna
Konsistensi
Lendir
Darah
Cacing dewasa
Mikroskopik
Telur cacing
Amuba
Kista
Larva cacing
Protein
Lemak
Karbohidrat
Eritrosit
Leukosit
Epitel
Lain-lain
Kuning Kehijauan
Lembek
Negatif
Negatif
Negatif
Kuning
Keras
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0
0-1
1
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif
Laboratorium dari Bangsal Anggrek pada tanggal 08 September 2016 pukul 10:16
12
Laboratorium dari Bangsal Anggrek pada tanggal 08 September 2016 pukul 10:52
Hematologi
Hasil
Satuan
Nilai Normal
Leukosit
8.2
103/L
6.017.0
Eritrosit
6.7
106/L
3.60 - 5.20
Hemoglobin
14.3
g/dL
10.8-12.8
Hematokrit
47
35-42
Trombosit
177
103/L
150-400
Laboratorium dari Bangsal Anggrek pada tanggal 09 September 2016 pukul 06.13
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Diff Count
Hasil
Satuan
Nilai Normal
7.8
6.6
14
45
68
21
31
179
103/L
106/L
g/dL
%
fL
pg
g/dL
103/L
6.0 17.0
3.60 - 5.20
10.8-12.8
35-43
73-101
23 31
26 34
150-400
13
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
3,2
0.50
18.90
65.90
11.50
%
%
%
%
%
2- 4
0- 1
50- 70
25 40
2- 8
Laboratorium dari Bangsal Anggrek pada tanggal 09 September 2016 pukul 06.28
IgG anti Salmonella
IgM anti Salmonella
IgG anti Dengue
IgM anti Dengue
Non Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif
IV. RESUME
Dari alloanamnesis didapatkan pasien An. MZ usia 1 tahun 4 bulan datang ke IGD RSUD
Dr Soeselo Slawi dengan keluhan BAB cair lebih dari 10 kali sejak 5 hari sebelum masuk
Rumah Sakit. BAB konsistensi cair, volume sekitar seperlima hingga seperempat gelas aqua,
ampas (+) sedikit, lendir (-), darah (-),berwarna kuning,. Nyeri perut(+) seluruh abdomen, mual
(+), muntah (+) setiap kali makan, rewel (+), pasien sering minta minum, nafsu makan menurun,
demam (+) sejak 1 hari sebelum keluhan BAB cair, berdasar perabaan tangan naik turun. Pasien
tinggal di perumahan cukup padat, dan tinggal dengan 8 orang lainnya dalam 1 rumah., sumber
air minum adalah air PAM yang dimasak hingga mendidih namun suhunya tidak diketahui yang
dimasak sekitar 1 menit. Ibu pasien jarang menggunting kuku anaknya, dan jarang cuci tangan
sebelum makan . Ibu pasien mengaku jarang mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan
sebelum menyuapi pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang pasien
tampak lemah dan rewel, kesan gizi kurang , nadi 100x/menit, pernafasan 22x/menit, suhu
36,50C. Pada pemeriksaan UUB cekung (+), mata tampak cekung (+/+), konjungtiva anemis (+/
+), mukosa bibir tampak kering (+), pemeriksaan abdomen bising usus meningkat, turgor kulit
baik, anus tampak eritem (+), pada ekstremitas tampak kuku tangan panjang dan hygiene
kurang.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 06 September 2016 leukosit 14.500 /L,
hematokrit 31%, hemoglobin 6,8 mg/dl, trombosit 340.000 /L, tanggal 07 September 2016
leukosit 7.000 /L, hemoglobin 4,7 mg/dl, hematokrit 19%, trombosit 18.000/L, feces rutin
didapatkan hasil warna kuning kehijauan, lendir (+), leukosit 0-1, pemeriksaan gambaran darah
tepi didapatkan kesan anemia mikrositik hipokrom, trombositopenia, limfositosis relatif, suspek
14
infeksi virus. Pada tanggal 09 September 2016 didapatkan hasil IgG &IgM anti salmonella dan
IgG &IgM anti dengue non reaktif. Laboratorium terakhir sebelum pasien pulang adalah leukosit
7.800 /L, hemoglobin 14 mg/dl, hematokrit 45% dan trombosit 179.000 /L.
V. DIAGNOSIS KERJA
Diare cair akut dengan dehidrasi ringan sedang
Anemia
VI. PENATALAKSANAAN
a.Non Medika Mentosa
1. Komunikasi, informasi, edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien.
2. Observasi tanda vital
3. Diet
b. Medika Mentosa
1. Cairan : Infus RL 15 tetes per menit
2. Antibiotika : Inj Cefotaxim 2 x 350 mg iv
3. Antipiretik : Injeksi Paracetamol 4-5 x 100 mg iv (bila demam 380C)
4. Antiemetik : Inj Ranitidin 2 x 10 mg iv
5. Zinc : Zircum syr 2 x 2,5 cc
6. L-Bio 1 x 1 sachet
7. Transfusi PRC 150 cc dalam 4 jam
VII. PROGNOSIS
Ad vitam
: Ad bonam
Ad functionam
: Ad Bonam
Ad sanationam
: Dubia Ad Bonam
VIII. FOLLOW UP
Tgl
S
O
07/
BAB
5x, - KU: TSS, CM,
09/
- N: 110 x/menit
kuning,
2016
- S: 37.6 C
A
-Diare
P
cair -Inf RL 15 tpm
Cefotaxime
15
ampas(+)
sedikit,
lendir(-),
darah(-),
mual(+),
muntah(-),
Nyeri perut
(+)
- R: 24 x/menit
Dehidrasi
- Kepala : Normochepal, UUB cekung
Ringan
- Mata: Conjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik
Sedang
-/-, mata cekung +/+
-Anemia
- Mulut: sianosis -, mukosa mulut kering +
- Thoraks: SNV, Wheezing-/-. Rhonki -/-; BJ
1&2 reg, murmur -, gallop - Abdomen: supel, BU (+) 7x/menit, hepar
tidak teraba, turgor baik
- Ekstremitas: akral hangat +/+, oedem -/- CRT
demam(+),
lemas(+),
pucat (+)
3x250 mg iv
-Inj Ranitidin 2x10
mg
-Inj Paracetamol
4-5x150
mg
iv
(T>38OC)
Po:
2 detik,
Laboratorium
Hemoglobin : 4,7
Trombosit : 18.000
Program :
-Tansfusi PRC 150
cc/4 jam
- Feses rutin
- GDT
- Darah rutin post
transfusi dan pagi
08/
BAB
3x, 09/
kuning
2016
kehijauan, ampas(+) lendir(-),
darah(-),
mual(+),
muntah(-),
demam(-),
lemas(+),
pucat (-)
Terapi lanjut
Program:
- Darah rutin
-IgG, IgM Dengue
-IgG,IgM
Salmonella
-Warna : Kuning
-Konsistensi : Lembek
-Lendir : (-)
-Darah : (-)
-Cacing dewasa : (-)
Mikroskopis
-Telur cacing : (-)
-Amuba : (-)
-Kista : (-)
-Larva cacing : (-)
-Protein : (-)
-Lemak : (-)
- Karbohidrat : (-)
-Eritrosit : 0
-Leukosit : 0-1
-Epitel : 1
GDT
Kesan : Anemia mikrositik hipokrom
Trombositopenia
Limfositosis relatif
Susp infeksi virus
09/
BAB
6x, 09/
kuning
2016
kehijauan, ampas(+) bertambah
lendir(-),
darah(-),
mual(+),
muntah(-),
Darah Rutin
Hemoglobin : 14,3
Eritrosit : 6,7
Hematokrit : 47
KU: TSS, CM,
Tetap
N: 100 x/menit
S: 37 C
R: 22 x/menit
Kepala : Normochepal, UUB cekung
Mata: Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik
Terapi lanjut
Program : -
10/
BAB
3x, 09/
kuning,
2016
ampas(+) bertambah lendir(-),
darah(-),
-/-, mata cekung -/- Mulut: sianosis -, mukosa mulut kering (-),
mual(-),
sariawan (+)
muntah(-), - Thoraks: SNV, Wheezing-/-. Rhonki -/-; BJ
1&2 reg, murmur -, gallop demam(-),
- Abdomen: supel, BU (+) 3x/menit, hepar
lemas(-),
tidak teraba, turgor baik
pucat (-),
Ekstremitas:
akral hangat +/+, oedem -/- CRT
makan
2 detik,
sedikit
Terapi lanjut
Observasi sampai
besok pagi, jika
kondisi
membaik
boleh pulang.
Tambahan
po:
Nystatin 3x0,5 cc
Cefixime
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak berbentuk
(unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Feses dapat dengan
atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal,
mulas, tenesmus, demam, dan tanda-tanda dehidrasi .(6)
18
Diare adalah pengeluaran feces yang cair atau tidak seperti biasanya dengan sedikitnya
3 kali dalam 24 jam. Meskipun begitu, yang perlu diperhatikan adalah konsistensinya.
Pengeluaran feses yang sering tetapi dengan feces yang berbentuk (formed stools) bukan
termasuk diare. (7)
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair
dan berlangsung kurang dari 1 minggu.(8)
3.2 Epidemiologi
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit
potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Menurut hasil Riskesdas 2007, diare
merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%),
sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke-empat (13,2%).
Pada tahun 2012 angka kesakitan diare pada semua umur sebesar 214 per 1.000 penduduk dan
angka kesakitan diare pada balita 900 per 1.000 penduduk (Kajian Morbiditas Diare 2012).
Menurut Riskesdas 2013, insiden diare ( 2 minggu terakhir sebelum wawancara) berdasarkan
gejala sebesar 3,5% (kisaran provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7%
(kisaran provinsi 3,3%-10,2%). (9)
Lima provinsi dengan insiden tertinggi diare adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI
Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%) dan Banten (8,0%). Sedangkan insiden diare balita
terendah terdapat pada provinsi Kalimantan Timur (3,3%). Pada tahun 2013 terjadi 8 KLB yang
tersebar di 6 Propinsi, 8 kabupaten dengan jumlah penderita 646 orang dengan kematian 7 orang
(CFR 1,08%). Sedangkan pada tahun 2014 terjadi 6 KLB Diare yang tersebar di 5 propinsi, 6
kabupaten/kota, dengan jumlah penderita 2.549 orang dengan kematian 29 orang (CFR
1,14%).Secara nasional angka kematian (CFR) pada KLB diare pada tahun 2014 sebesar 1,14%.
Sedangkan target CFR pada KLB Diare diharapkan <1%. Dengan demikian secara nasional,
CFR KLB diare tidak mencapai target program. (4,9)
Tabel 3.1. Situasi KLB diare tahun 2014
19
Diare dan gastroenteritis merupakan penyakit urutan pertama yang menyebabkan pasien
rawat inap di rumah sakit berdasarkan tabel sepuluh peringkat utama pasien rawat inap di rumah
sakit tahun 2008 di bawah ini :(10)
Tabel 3.2 Sepuluh Peringkat Utama Pasien Rawat Inap di RS di Indonesia 2008
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita
campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik. (1)
1. Faktor umur: Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi
bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi
mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian
kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan
menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatis: Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas
aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu,
tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen
terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim: Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis.
Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.
Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena
bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemi: Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan
epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera 0.1
biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur
Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Pada akhir tahun 1992, di
kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari
11 negara mengalami wabah.
21
3.4 Etiologi
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang
dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare
umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena
infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory. Enteropatogen menimbulkan non
inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh
virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya
inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin. Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada
manusia adalah sebagai berikut: (1)
Golongan Bakteri :
1. Aeromonas
8. Salmonella
2. Bacillus cereus
9. Shigella
3. Campylobacter jejuni
4. Clostridium perfringens
5. Clostridium defficile
6. Escherichia coli
7. Plesiomonas shigeloides
Golongan Virus :
1. Astrovirus
5. Rotavirus
6. Norwalk virus
3. Enteric adenovirus
4. Coronavirus
8. Cytomegalovirus *
Golongan Parasit :
1. Balantidium coli
5. Giardia lamblia
2. Blastocystis homonis
6. Isospora belli
3. Cryptosporidium parvum
7. Strongyloides stercoralis
4. Entamoeba histolytica
8. Trichuris trichiura
22
juga menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi
karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan
defisiensi congenital laktase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide
(misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon
iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan
diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare, menyebabkan
kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan
gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Hiperplasia kripta.
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan sekresi intestinal
dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi vili.
Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan kimia
yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy, serta asam lemak
rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel
cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan
protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan
pompa natrium, dan natrium masuk kedalam lumen usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase. Beberapa
diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler., meningkatkan permeabilitas
intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan
sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit Crohn dapat
menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu,
lemak.
Blood-Borne Secretagogues.
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya disebabkan enterotoksin E
coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara maju, diare sekretorik jarang
ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau
25
neuroblastoma yang menghasilkan hormon seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik
berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida
pankreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhe hypokalemia achlorhydria
(WDHA). Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang. Semua kelainan mukosa usus,
berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan kripta serta semua enterosit terlibat
dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan normal.
4. Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan motilitas
mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas,
keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh
lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal
berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik
pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis,
malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.
5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Akibat
kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah
dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel
darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan
tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction, menginduksi
sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktiflkan kaskade inflamasi. Efek infeksi bakterial
pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorpsi yaitu cytoskeleton
dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003 menunjukkan bahwa peranan
bakteri enteral patogen pada diare terletak pada perubahan barrier tight junction oleh toksin atau
produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh
itu bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan
menyebabkan hipersekresi chlorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C. difficile
akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein,Bacteroides fragilis menyebabkan
26
degradasi proteolitik protein tight junction, V cholera mempengaruhi distribusi protein tight
junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.
6. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan IV. Reaksi
tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan. Reaksi tipe III
misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease
dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan respon
imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang dengan antigen
yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan
prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau
pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian
melepaskan Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil
melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat
peran antibodi. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC(Antigen Presenting Cell) ke sel Th1
yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF dan IFN- oleh
Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat
kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.
3.6 Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa
berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium,
klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi
27
hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas
badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan
tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan terkenanya usus
besar. Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik
virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas
atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa
saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan
perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.
28
3.7 Diagnosis
3.7.1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume dan
frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 8 jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama
anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obatobatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
3.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. (1)
29
Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor
kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya : ubun- ubun besar cekung atau tidak, mata :
cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau
basah. Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang
lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan
kriteria WHO dapat dilihat pada tabel berikut:
3.4 Tabel penilaian derajat dehidrasi WHO:
3.7.3 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan, hanya pada
keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada
sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh:
pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika.
30
yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran cerna bagian
atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah
metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang
membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar.
Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang
berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan
serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten. Sejumlah tes
serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis test
untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati. (1)
3.8 Tatalaksana
Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE):(10)
1. Berikan oralit
2. Berikan tablet Zinc selama 10-14 hari berturut-turut
3. Teruskan ASI-makan
4. Berikan antibiotik secara selektif
5. Berikan nasihat pada ibu/keluarga
Tatalaksana diare berdasarkan derajat dehidrasi sebagai berikut :(8)
-Tanpa Dehidrasi
Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan 5-10 ml/kgBB setiap
diare cair atau berdasarkan usia yaitu usia <1 tahun sebanyak 50-100 ml, umur 1-5 tahun 100200 ml dan umur diatas 5 tahun semaunya. Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai kemauan
anak. Pasien dapat dirawat dirumah kecuali apabila ada komplikasi seperti tidak mau minum,
muntah terus menerus dan diare frekuen.
32
Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75 ml/kgBB pada 3 jam pertama
untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan sebanyak 5-10 ml/kgBB setiap diare
cair. Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum walaupun
sudah diberikan dengan cara sedikit demi sedikitatau melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena
yang diberikan adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan jumlah cairan dihitung
sesuai berat badan. Status hidrasi dievaluasi secara berkala.
- Berat badan 3-10 kg : 200 ml/kgBB/hari
- Berat badan 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari
- Berat badan >15 kg :135 ml/kgBB/hari
-Dehidrasi Berat
Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat maupun ringer asetat 100 ml/kgBB
dengan cara pemberian :
Usia kurang dari 12 bulan : 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan 70 ml/kgBB
Masukkan cairan rehidrasi oral dapat diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum dimulai
dengan 5 ml/kgBB selama proses rehidrasi.
Zinc
Zinc secara ilmiah terpercaya dalam menurunkan frekuensi buang air besar dan volume tinja
sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Zinc elemental diberikan
selama 10-14 hari menskipun anak sudah tidak mengalami diare dengan dosis :(8)
Nutrisi
33
ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap diberikan
untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya
perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan
diberikan sedikit- sedikit tapi sering (lebih kurang 6x sehari), rendah serat, buah-buahan
diberikan terutama pisang.(8)
Medikamentosa
Tidak boleh diberikan obat antidiare. Antibiotika diberikan bila ada indikasi misalnya
disentri (diare berdarah) atau kolera. Pemberian antibiotika yang tidak rasional akan
mengganggu keseimbanagn flora usus sehingga dapat memperpanjang durasi diare. Selain itu
pemberian antibiotika yang tidak rasional dapat mempercepat resistensi kuman terhadap
antibiotika.(8)
Berikut ini adalah terapi antibiotika empiris pada diare akut infeksi :(1)
Tabel 3.5 Terapi antibiotika empiris diare akut infeksi
Edukasi
Orangtua diminta membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan Kesehatan bila
ditemukan hal sebagai berikut : demam, tinja berdarah, makan atau minum sedikit, sangat haus,
34
diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari. Orangtua atau pengasuh diajarkan cara
menyiapkan oralit secara benar.(8)
35
BAB IV
ANALISA KASUS
Kasus merupakan seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 4 bulan yang dirawat di bangsal
Anggrek RSUD DR Soeselo Slawi dengan diagnosis Diare akut dengan Dehidrasi Ringan
Sedang dan anemia. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan
buang air besar lebih dari 10 kali sehari sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit dengan
konsistensi cair. Hal ini sesuai dengan teori karena definisi diare akut menurut Ikatan Dokter
Anak Indonesia adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair
dan berlangsung kurang dari 1 minggu. (8)
Pada kasus didapatkan karakteristik diare yaitu cair dengan sedikit ampas, tanpa
lendir dan darah, volume sekitar seperlima sampai seperempat gelas aqua sekali diare,
berwarna kuning tetapi pada saat dilakukan follow up warna feces menjadi kuning kehijauan.
Menurut karakteristik gejala diatas maka kemungkinan terbesar etiologi diare pada pasien adalah
karena virus, dimana penyebab diare akut cair sebagian besar (40% 70%) adalah Rotavirus,
meski kemungkinan oleh karena bakteri juga bisa terjadi(1,6)
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus secara selektif
menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Virus akan
menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus halus. Hal ini
menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti
oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik.
Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik.
Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid
osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga terjadi peningkatan bising usus, cairan
beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare
osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi, yang
mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti
transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino.
Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik
36
tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi
virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio penyerapan
cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa. Dapat
disimpulkan adanya dua mekanisme yang tumpang tindih pada pasien yaitu diare osmotik dan
sekretorik, sehingga terjadi buang air besar yang cair dengan sedikit ampas.(1)
Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory. Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit,
perlekatan dan/atau translokasi dari bakteri, mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar
tanpa lendir dan darah dan ada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Dari
penjelasan ini maka pasien mengalami non inflammatory diare ditandai dengan buang air besar
dengan volume yang besar yaitu volume sekitar seperlima sampai seperempat gelas aqua
sekali diare yang jika diestimasi maka volume yang keluar dalam satu hari adalah sekitar 300500 cc dan tanpa disertai lendir dan darah. Sebaliknya inflammatory diare biasanya
disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin
dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah serta pada
pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis
didapati sel leukosit polimorfonuklear.(1,6)
Diketahui diare pada pasien awalnya berwarna kuning tetapi pada saat dilakukan
follow up warna feces menjadi kuning kehijauan. Warna feces normal adalah kuning
kecoklatan oleh karena adanya sterkobilin (bagian empedu) yang dikeluarkan lewat tinja.
Normalnya makanan saat di usus halus bercampur dengan empedu, makanan akan mengalami
penyerapan dan sisanya diteruskan ke usus besar. Jika di usus besar makanan hanya lewat
sebentar, sehingga tidak memiliki kesempatan atau waktu untuk menjalani perubahan warna
tersebut. Hal ini disebut rapid transfer/penurunan waktu singgah di usus besar sehinga feces
dapat berwarna kehijauan. Selain hal diatas feces berwarna hijau juga dapat terjadi pada anak
yang mengalami diare berkepanjangan karena overgrowth bakteri yang mengeluarkan toksin
sehingga toksin akan mengikat sebagian empedu di tinja sehingga empedu tidak diserap kembali
oleh usus dan mewarnai tinja menjadi kehijauan.(11)
Pada kasus di dapatkan keluhan nyeri perut, mual, muntah 2-3 kali, dan demam
ringan naik turun. Bila terdapat panas/demam dimungkinkan karena proses peradangan atau
37
akibat dehidrasi. Panas badan tinggi umumnya terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum
menunjukkan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan
tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna
bagian atas seperti: enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan
Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena.(1)
38
Pada kasus juga, ibu pasien mengatakan bahwa nafsu makan pasien berkurang, hal
tersebut akibat dari kerjasama IL-1 dan TNF- yang meningkat jika terjadi demam. Keduanya
akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa. Peningkatan leptin dalam sirkulasi
menyebabkan negatif feedback ke hipothalamus ventromedial yang berakibat pada penurunan
intake makanan.
Pada kasus didapatkan bahwa ibu pasien jarang menggunting kuku pasien, pasien jarang
cuci tangan dengan sabun dan dalam menyiapkan makanan ibu pasien juga jarang cuci tangan.
Sumber air minum dari memasak air PAM hingga mendidih namun suhu mendidih air tersebut
tidak diketahui yang dimasak sekitar 1 menit, lingkungan perumahan cukup padat penduduk. Hal
ini sesuai dengan teori yang sudah ada. Hal tersebut menjadi faktor risiko untuk terjadinya diare
dengan ara penularan melalui cara fekaloral yaitu melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang
yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (1)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan ekstremitas tampak pucat,
dan setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium tanggal 06/09/2016 didapatkan hasil
hemoglobin 6,8 g/dl, hematokrit 31%, eritrosit 5,2x106/L, leukosit 14,5x103/L, dan
trombosit 340x103/L. Berdasarkan temuan tersebut ditegakkan diagnosis anemia yang
39
metabolisme besi selama terjadi anemia inflamasi, hepcidin mengatur metabolisme besi dengan
menghambat absorpsi doudenal pada level epitel intestinal. Hepcidin berikatan dengan iron
exporter (ferroportin) yang menginduksi degradasi besi. Sintesis hepcidin diatur oleh status besi,
eritropoiesis, hipoksia dan inflamasi. Oleh karena hal tersebut diatas, dapat dipikirkan adanya
anemia inflamasi kronik pada pasien.(13)
Kemungkinan anemia pada pasien juga dapat disebabkan kurangnya asupan makanan
yang mengandung besi, karena pasien jarang mengonsumsi daging sapi (kandungan besi 1,43,3 mg/75 gram), hati ayam (kandungan besi 6,2-9,7 mg/75 gram), ikan/sarden (kandungan
besi 1,4-2,2 mg/75 gram), daging ayam (kandungan besi 0,4-2,0 mg/75 gram), tetapi untuk
sayur seperti bayam (kandungan besi 2,0-3,4/125 ml) dan tempe (kandungan besi 3,2 mg/150
gram) tercukupi tetapi tetap saja sumber besi dari tumbuhan tidak diserap tubuh sebaik tubuh
menyerap sumber besi hewani.(14) Dan adanya infeksi dapat meningkatkan kebutuhan besi oleh
tubuh.
Hasil pemeriksaan darah setelah transfusi adalah peningkatan hemoglobin yaitu
hemoglobin 14,3 g/dl, hematokrit 47%, eritrosit 6,7x106/L, leukosit 8,2x103/L, dan
trombosit 177x103/L. Laboratorium terakhir sebelum pasien pulang adalah leukosit 7.800 /L,
hemoglobin 14 mg/dl, hematokrit 45% dan trombosit 179x103/ /L.
Tatalaksana diare terdiri dari Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE), yakni
berikan oralit (sebagai rehidrasi), berikan tablet zinc selama 10-14 hari berturut-turut, teruskan
ASI-makan (nutrisi), berikan antibiotika secara selektif dan beri nasihat pada ibu/keluarga. (10)
Meneruskan pemberian ASI-makan dan memberi nasihat pada ibu/keluarga dapat kita
jadikan sebagai terapi non medikamentosa yang terdiri dari komunikasi, informasi, edukasi
kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien, observasi tanda vital dan diet. Sedangkan
terapi medikamentosa terdiri dari pemberian cairan intravena (rehidrasi), antibiotika,
zinc, serta sebagai terapi simptomatik diberikan antipiretik dan antiemetik.
Pasien mengeluh muntah setiap kali makan/minum sehingga rehidrasi diberikan cairan
infus RL 15 tetes per menit. Hal ini sesuai dengan pedoman terapi diare akut dengan dehidrasi
ringan sedang menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia yaitu bila anak muntah setiap diberikan
minum maka diberikan rehidrasi parenteral (intravena) dengan Ringer Laktat atau KaEN 3B atau
NaCl dengan jumlah hitungan berdasarkan berat badan.(8) Berat badan pasien pada kasus adalah 7
41
kg sehingga kebutuhan cairannya yaitu 200ml/kgBB/hari. Maka kebutuhan cairan pasien per hari
adalah 1.400 cc/hari atau sama dengan pemberian infus 15 tetes per menit.
Pasien diberikan antibiotika Cefotaxim 2x350 mg iv dikarenakan pada anamnesis
ditemukan adanya demam, pada pemeriksaan feces rutin ditemukan leukosit 0-1. Hal ini sesuai
dengan teori dimana tidak semua kasus diare memerlukan antibiotika. Antibiotika hanya
diberikan jika ada indikasi seperti diare berdarah atau diare karena kolera dan diare dengan tanda
infeksi
seperti
demam,
feses
berdarah,
leukosit
pada
feses
atau
pada
pasien
immunocompromised.(6,8)
Usia pasien adalah 1 tahun 4 bulan, diberikan Zircum Kid syrup 2 x 2,5 cc, jadi total
pemberian 1 hari adalah 5 cc sama dengan mengandung 20 mg zinc. pemberian zinc adalah 20
mg/hari. Hal ini sesuai dengan teori yaitu dosis pemberian Zinc pada diare akut berdasarkan usia
yaitu pada usia >6 bulan maka diberikan dosis 20 mg per hari. Pemberian zinc direkomendasikan
untuk pengobatan diare selama 10-14 hari karena terbukti bahwa pemberian zinc selama dan
sesaat setelah diare dapat menurunkan tingkat keparahan dan durasi diare, serta menurunkan
kemungkinan munculnya kembali diare pada 2-3 bulan setelahnya.(10)
Karena pasien ada demam dan mual muntah, maka dibreikan terapi simptomatik yaitu
antipiretik berupa injeksi Paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kgbb/kali yang dapat diulang 4-5
kali, sehingga diberikan dosis 100 mg per kali (bila demam 380C). Terapi antiemetik yang
diberikan adalah ranitidin dengan dosis 2x10 mg. Oleh karena pasien di diagnosis anemia maka
diberikan transfusi PRC 150 cc dalam 4 jam.
L-Bio diberikan 1 x 1 sachet. L-Bio berisi Rice starch, maltodextrin, Lactobacillus
acidophilus,
Lactobacillus
casei,
Lactobacillus
salivarius,
Bifidobacterium
infantis,
angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada
kelompok placebo menjadi 10 % pada kelompok probiotik. Penelitian Phuapradit P. dkk di
Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula yang mengandung
probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus lebih jarang menderita diare
oleh karena infeksi rotavirus. (1)
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui: perubahan
lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa
patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi
toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan
imunomodulasi. Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif
terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk efektifitas
dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada percobaan klinis dikatakan
aman. (1)
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya
kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yang
menguntungkan kesehatan. Oligosacharida yang ada didalam ASI dianggap sebagai prototipe
prebiotik oleh karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria didalam
kolon bayi yang minum ASI. Data menunjukan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi
yang minum ASI. Penemuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu
penelitian RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat penyebabnya
menunjukkan adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita yang mendapat
FOS lebih pendek masa diarenya dibanding placebo. Rekomendasi penggunaannya untuk aspek
pencegahan diare akut masih perlu menunggu penelitian-penelitian selanjutnya. (1)
Prognosis pada pasien untuk ad vitam adalah ad bonam, ad functionam adalah ad bonam
dan ad sanationam adalah dubia ad bonam. Hal ini sesuai dengan teori. Dengan penggantian
cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan,
prognosis diare infeksius sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti
kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia.
Di Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%. Pengecualiannya
pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan dengan sindrom uremik
hemolitik.(4) Untuk kekambuhan tergantung dari gaya hidup dan hygiene dari pasien tersebut.
43
Dan oleh karena melihat hyginitas pasien sangat kurang maka kemungkinan kekambuhan
terjadinya diare masih cukup besar.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. In: Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Edisi 1.
Jakarta: Penerbit Badan Penerbit IDAI; 2012. p. 87-102.
2. Liu L, Oza S, Hogan D, Perin J, Rudan I, Lawn JE, et al. Global, regional, and national
causes of child mortality in 2000-13, with projection to inform post-2015 priorities: an
updated systematic analysis. Lancet 2015;385:430-40.
3. Centers for Disease Control and Prevention. Diarrhea: common illness,global killer.
Available
at:
https://www.cdc.gov/healthywater/pdf/global/programs/globaldiarrhea508c.pdf.
Accessed
2013.
Available
at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
Available
http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9241593180/en/. Accessed
at:
on
11. Kadim M. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Available at: http://www.idai.or.id/artikel/seputarkesehatan-anak/warna-tinja-apakah-berhubungan-dengan-penyakit accesed on September
20, 2016.
12. Konca C, Tekin M, Agkun S, Bulbul M, Coban M, Turgut M et al. Prevalence of Rotavirus
in Children with Acute Gastroenteritis,Seasonal Distribution, and Laboratory Findings in the
Southeast of Turkey. J Pediatr Inf 2014; 8: 7-11
13. Semba RD, de Pee S, Ricks MO, Sari M, Bloem MW. Diarrhea and fever as risk factors for
anemiaamong children under age five living in urban slum areas of Indonesia. International
Journal of Infectious Diseases (2008) 12, 6270.
14. Canadian Nutrient File. 2010. Available at: www.hc-sc.gc.ca/fn-an/nutrition/fiche-nutridata/index-eng.php. accessed on September 20, 2016.
45