Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN KASUS

DIARE AKUT DENGAN DEHIDRASI


RINGAN SEDANG DAN ANEMIA

Disusun Oleh :
Ita Arianti
030.11.144
Pembimbing :
dr. Yanuar Wahyu Hidayat, M.Si.Med, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SOESELO SLAWI
PERIODE 05 SEPTEMBER 2016 12 NOVEMBER 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA

LEMBAR PENGESAHAN

Presentasi kasus dengan judul Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang dan Anemia ini
diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti dan menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah DR Soeselo Slawi

Periode 05 September 2016 12 November 2016

Oleh:
Nama: Ita Arianti
NIM: 030.11.144

Telah diterima dan disetujui oleh penguji,


Slawi,

dr. Yanuar Wahyu Hidayat, M.Si.Med, Sp.A

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala nikmat,
rahmat, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
Diare Akut dengan Dehidrasi Ringan Sedang dan Anemia dengan baik dan tepat waktu.

Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti di Rumah Sakit Umum Daerah DR Soeselo Slawi
periode IV (September-November 2016).
Melalui kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya
kepada dr. Yanuar Wahyu Hidayat, M.Si Med Sp.A selaku pembimbing dalam penyusunan
laporan kasus ini, serta kepada dokterdokter pembimbing lain yang telah membimbing penulis
selama di Kepaniteraan Klinik Ilmu KesehatanAnakRumah Sakit Umum Daerah DR Soeselo
Slawi. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada rekanrekan anggota Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah DR Soeselo Slawi serta berbagai pihak yang
telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari sempurna dan tidak luput dari
kesalahan.Oleh karena itu, penulis sangat berharap adanya masukan, kritik maupun saran yang
membangun.Akhir kata penulis ucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya, semoga tugas ini
dapat memberikan tambahan informasi yang bermanfaat bagi kita semua.

Slawi, Oktober 2016

Penulis

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................1
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................4
BAB II LAPORAN KASUS...................................................................................................5
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................23
BAB IV ANALISA KASUS...........................40
BAB V DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................48
2

BAB I
PENDAHULUAN
Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di negara
berkembang. Diare akut menjadi beban ekonomi yang tinggi di sektor kesehatan Indonesia oleh
karena rata-rata sekitar 30% dari jumlah tempat tidur yang ada di rumah sakit ditempati oleh bayi
dan anak dengan diare (1) Dikutip dari Lancet tahun 2015, diare menjadi penyebab nomor tiga
penyebab kematian pada kelompok usia 1-59 bulan. (2) CDC menyebutkan 2.195 anak meninggal
setiap harinya atau 801.000 anak meninggal karena diare tiap tahun. (3) Menurut Riskesdas tahun
2013, insiden diare balita di Indonesia adalah 6,7%. Lima provinsi dengan insiden tertinggi
adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%) dan Banten
(8,0%). Sedangkan insiden diare balita terendah terdapat pada provinsi Kalimantan Timur
(3,3%).(4)

Diare akut dapat disebabkan oleh karena suatu infeksi ataupun noninfeksi. Penyebab
infeksi dapat berupa bakteri, virus, atau parasit, sedangkan penyebab noninfeksi dapat berupa
alergi, defek anatomis, malabsorpsi, keracunan makanan, dan neoplasma. (5) Anak dengan diare
akut mengeluarkan tinja cair yang mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan bikarbonat.
Kehilangan air dan elektrolit ini meningkat bila disertai muntah dan panas. Hal ini dapat
menyebabkan dehidrasi, asidosis metabolik, dan hipokalemia. Selain itu diare dapat memberikan
dampak pada pertumbuhan dan perkembangan kognitif, akan tetapi dehidrasi merupakan
keadaan yang paling berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler,
dan kematian.(1)

BAB II
PRESENTASI KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RSUD DR SOESELO SLAWI
STATUS PASIEN KASUS
Nama Mahasiswa: Ita Arianti

Pembimbing

: dr.Yanuar Wahyu

NIM

Tanda tangan

Hidayat, Msi. Med, SpA


:

: 030.11.144

IDENTITAS PASIEN
Nama
: An. MZ
Umur
: 1 Tahun 4 Bulan (16 bulan)
TTL
: Tegal, 05 Mei 2015
Alamat
: Balapulang, Tegal

Jenis Kelamin
Suku Bangsa
Agama
Pendidikan

: Laki-laki
: Jawa
: Islam
: Belum sekolah

Orang tua / Wali


Ayah:
Nama: Tn. N
Umur: 37 tahun
Alamat: : Balapulang, Tegal

Ibu :
Nama: Ny. SR
Umur: 22 tahun
Alamat: Balapulang, Tegal
4

Pekerjaan: Wiraswasta
Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga
Penghasilan: Tidak menentu
Penghasilan: Pendidikan: SLTA
Pendidikan: SLTP
Suku Bangsa: Jawa
Suku Bangsa: Jawa
Agama: Islam
Agama: Islam
Hubungan dengan orang tua: pasien merupakan anak kandung.
I. RIWAYAT PENYAKIT
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu dan ayah pasien.
Tanggal / waktu
: 7 September 2016 pukul 16.00 WIB
Tanggal masuk
: 6 September 2016 pukul 18.40 WIB
Lokasi
: Bangsal Anggrek III, Kamar C
Keluhan utama
: BAB cair sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan : Muntah, demam, nyeri perut, sulit makan
A. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang ke IGD RSUD Dr Soeselo Slawi diantar oleh ayah dan ibunya dengan
keluhan BAB cair sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien BAB cair lebih dari 10 kali
dalam satu hari, setiap kali BAB volume sekitar seperlima hingga seperempat gelas aqua,
konsistensi cair, ampas (+) sedikit, lendir (-), darah (-), dan berwarna kuning, berbau asam. Ibu
pasien mengatakan bahwa pasien mengeluh nyeri perut (+) pada seluruh regio abdomen, mual
(+), muntah (+) setiap makan/minum kira-kira 2-3 kali berisi air dan makanan. Pasien rewel (+)
saat dibawa ke rumah sakit, sering minta minum, jika menangis air mata masih keluar, dan
beberapa hari ini pasien tidak mau makan sehingga tampak lemas, BAK masih lancar, jumlah
seperti biasanya. Ibu pasien mengatakan anaknya demam 1 hari sebelum timbul keluhan BAB
cair namun di rumah tidak diukur dengan thermometer, saat ini demam (+) ringan masih naik
turun. Pasien menyangkal adanya kejang, mimisan, gusi berdarah dan sesak. Tidak ada riwayat
meminum susu formula atau penggantian susu formula akhir-akhir ini. Pasien sebelumnya telah
dibawa berobat ke puskesmas dan praktik dokter tetapi keluhan belum menghilang.
B. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN

KEHAMILAN

Morbiditas

Tidak ada. Hipertensi (-), diabetes mellitus (-),

kehamilan

anemia (-), penyakit jantung (-), penyakit paru (-),

Perawatan antenatal
Tempat persalinan
Penolong persalinan

infeksi pada kehamilan (-), asma (-)


ANC selama hamil ke bidan
Rumah sakit
Dokter

Cara persalinan

Spontan

KELAHIRAN

Masa gestasi

Kurang bulan, usia gestasi 34 minggu


Berat lahir : 2000 gram
Panjang lahir : tidak tahu
Lingkar kepala : tidak tahu
Menangis (+)
Merah (+)
Pucat (-)
Keadaan bayi
KELAHIRAN
Biru (-)
Kuning (+)
Nilai APGAR : tidak tahu
Kelainan bawaan : tidak ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran: Pasien lahir spontan tetapi prematur.
C. RIWAYAT PERKEMBANGAN
Pertumbuhan gigi I
: Umur 7 bulan
Gangguan perkembangan mental
: Tidak ada
Psikomotor

(Normal: 5-9 bulan)

Tengkurap

: Umur 5 bulan

(Normal: 3-4 bulan)

Duduk

: Umur 9 bulan

(Normal: 6-9 bulan)

Berdiri

: Umur 13 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Berjalan

: Umur 14 bulan

(Normal: 13 bulan)

Perkembangan pubertas
Rambut pubis

: tidak ada

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan :Perkembangan masih sesuai dengan


usia dan hanya terdapat keterlambatan 1 bulan pada saat mulai tengkurap, berdiri dan berjalan.
Belum terdapat tanda-tanda pubertas.

D. RIWAYAT MAKANAN
Umur

ASI/PASI

Buah / Biskuit

Bubur Susu

Nasi Tim

02

ASI

24

ASI

46

ASI

68

ASI + PASI

8 10

ASI + PASI

(bulan)

10 -12

ASI + PASI

Pada anak usia > 1 tahun


Jenis Makanan
Nasi / Pengganti
Sayur
Daging
Telur
Ikan
Tahu
Tempe
Susu (merk / takaran)
Lain lain

Frekuensi dan Jumlah


Nasi 2x/hari, 1 centong
1x/hari, 1 centong sayur
1-2x/bulan, 1/2 potong
2-3x/minggu, 1/2 butir
1x/minggu, 1 potong
3-5x/minggu, 1 potong
3-5x/minggu, 1 potong
-

Kesimpulan riwayat makanan: Pasien tidak mengalami kesulitan makan, asupan daging
jarang.
E. RIWAYAT IMUNISASI
Berdasarkan anamnesis dengan ibu pasien, ibu pasien menyatakan bahwa semua imunisasi
pokok dari pemerintah sudah dilakukan. Namun, ibu pasien tidak dapat mengingat pasti kapan
dilakukannya.
F. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi
No
1.

Tanggal

lahir Jenis

(umur)

kelamin

05 Mei 2015

Laki-laki

Hidup
+

Lahir
mati
-

Abortus
-

Mati

Keterangan

(sebab)

kesehatan

Pasien (sakit)

b. Riwayat Pernikahan
Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa

Ayah / Wali
Nama: Tn. N
1
35 tahun
SLTA
Islam
Jawa

Ibu / Wali
Ny. SR
1
20 tahun
SLTP
Islam
Jawa
7

Keadaan kesehatan
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada
c

Sehat
-

Sehat
Riwayat bronkitis

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada di keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

G. RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA


Penyakit
Umur Penyakit
Umur
Penyakit
Umur
Alergi
(-)
Difteria
(-)
Penyakit jantung (-)
Cacingan
(-)
Diare
(-)
Penyakit ginjal
(-)
DBD
(-)
Kejang demam (-)
Radang paru
(-)
Otitis
(-)
Morbili
(-)
TBC
(-)
Parotitis
(-)
Operasi
(-)
Lain-lain
(-)
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : Pasien belum pernah dirawat di rumah
sakit karena penyakit tesebut diatas sebelumnya.
H. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Pasien tinggal di rumah bersama orangtua, nenek dan saudara orang tuanya dengan total
9 orang dalam 1 rumah. Rumah memiliki ventilasi yang cukup, jendela dibuka tiap pagi agar
udara dan sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah. Sumber air untuk keperluan sehari-hari
menggunakan air dari sumur pompa listrik. Sumber air minum dari PAM yang dimasak hingga
mendidih, namun ibu pasien tidak mengetahui suhu mendidih air minum yang dimasak sekitar 1
menit. Daerah tempat tinggal pasien adalah perumahan yang cukup padat penduduk.
Kesimpulan keadaan lingkungan: Sumber air minum dari memasak air PAM hingga mendidih
namun suhu mendidih air tersebut tidak diketahui yang dimasak sekitar 1 menit, lingkungan
perumahan cukup padat penduduk.
I. RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI
Ayah bekerja Wiraswasta dengan penghasilan tidak menentu dan ibu pasien tidak bekerja.
Kesimpulan sosial ekonomi: Penghasilan orang tua pasien tersebut kurang untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari.
J. RIWAYAT KEBIASAAN
Ibu pasien jarang menggunting kuku pasien dan anaknya jarang mencuci tangan menggunakan
sabun sebelum makan. Ibu pasien mengaku memasak sendiri di rumah, setiap menyajikan
makanan untuk pasien jarang cuci tangan terlebih dahulu.
Kesimpulan kebiasaan: hyginitas perorangan pasien dan ibu pasien sangat kurang
8

II. PEMERIKSAAN FISIK


Dilakukan pada tanggal 7 September 2016 pukul 17.00 WIB di bangsal Anggrek III Kamar C.
Keadaan Umum
Kesan Sakit
Kesadaran
Kesan Gizi
Keadaan lain

: Tampak sakit sedang


: Compos mentis
: Kurang
: Lemas, rewel

Data Antropometri
Berat Badan
: 7 kg
Tinggi Badan
: 74 cm
Lingkar kepala
:Lingkar lengan atas : Status Gizi
- BB / U = 7/11,3x 100% = 61,94 %
- TB / U = 76/80 x 100%= 95 %
- BB / TB= 7/10 x 100% = 70% (Gizi Kurang)
Berdasarkan kurva CDC tahun 2000, gizi anak pada kasus ini termasuk gizi kurang dilihat dari
BB/TB.
Tanda Vital
Nadi
: 100 x / menit, kuat, isi cukup, ekual kanan dan kiri, regular
Nafas
: 22 x /menit, tipe abdomino-torakal, inspirasi : ekspirasi = 1 : 3
Suhu
: 36,5 C, axilla (diukur dengan thermometer digital)
Tekanan darah : Tidak diperiksa
Status Generalis
Kepala

Normocephali, rambut berwarna hitam, lurus, distribusi merata dan tidak mudah

Wajah
Mata

dicabut. Ubun-ubun besar cekung (+)


Simetris, tidak ada jaringan parut
konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), sekret (-/-), pupil bulat isokor (+/
+), diameter (2,5cm/2,5cm), refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+),

Telinga

mata cekung (+/+), air mata (+/+)


Bentuk normotia, liang telinga lapang

Hidung

membran timpani sulit dinilai, nyeri tekan tragus (-/-), nyeri tarik aurikula (-/-),
Simetris, nafas cuping hidung (-/-), deviasi septum (-/-), sekret (-/-), mukosa

Mulut

hiperemis (-/-), konka eutrofi(+/+).


Mukosa berwarna merah muda, kering (+), pucat (-), sianosis (-), oral hygiene

(+/+), serumen

(-/-), sekret (-/-),

cukup, trismus (-), normoglosia, tremor (-), coated tongue (-), faring hiperemis(-)
9

tonsil T1/T1, uvula di tengah.


Inspeksi : tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid maupun

Leher

kelenjar getah bening, tidak tampak deviasi trakea


Palpasi : pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar getah bening retroaurikula,
preaurikula, submental,submandibula, supraklavikula, axilla, inguinal (-), trakea
teraba di tengah.
Inspeksi

Thorak

Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, deformitas (-), retraksi suprastrenal (-),
retraksi intercostal (-), retraksi subcostal (-)
JANTUNG
Inspeksi
: Ictus cordis tidak tampak
Palpasi
: Ictus cordis teraba pada ICS V linea midklavikularis sinistra
Perkusi
: Batas kiri jantung ICS V linea midclavicularis sinistra
Batas kanan jantung ICS III-V linea sternalis dextra
Batas atas jantung ICS III linea parasternalis sinistra
Auskultasi
: BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
PARU
Inspeksi
:Bentuk thoraks simetris pada saat statis dan dinamis, tidak ada
pernapasan yang tertinggal, pernapasan abdomino-torakal,
retraksi suprastrenal(-),retraksi intercostal(-),retraksi subcostal(-)
Palpasi
: Nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi
: Sonor di kedua hemithoraks paru
Auskultasi
: Suara napas vesikuler, reguler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen

Inspeksi :
Perut datar, tidak dijumpai adanya efloresensi pada kulit perut, kulit keriput (-),
gerakan peristaltik (-).
Auskultasi :
bising usus (+) meningkat, frekuensi 9 x / menit
Palpasi :
supel, nyeri tekan (+) pada epigastrium, nyeri lepas (-), hepar tidak teraba , lien
tidak teraba, turgor kulit kembali cepat

Anus

Perkusi :
Timpani pada seluruh regio abdomen
dan Anus : eritema (+)

Genitalia
Ekstremitas

Genitalia : Tidak terdapat kelainan


Inspeksi : Warna kulit sawo matang, oedem (-/-), sianosis (-/-), atrofi (-/-), kuku
tangan panjang (+/+) sanitasi kurang.
Palpasi : Akral hangat, turgor kulit baik (+/+), CRT < 2 detik

10

STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis
Biseps
Triceps
Patella
Achiles

Kanan
+
+
+
+

Kiri
+
+
+
+

Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer

Kanan
-

Kiri
-

Rangsang meningeal
Kaku kuduk
Kerniq
Laseq
Bruzinski I
Bruzinski II

Kanan
-

Kiri
-

TULANG BELAKANG : bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam (-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium dari IGD pada tanggal 6 September 2016 pukul 23:38
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Diff Count
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit

Hasil

Satuan

Nilai Normal

14.5
5.2
6.8
31
58
13
22
340

103/L
106/L
g/dL
%
fL
pg
g/dL
103/L

6.0 17.0
3.60 - 5.20
10.8-12.8
35-43
73-101
23 31
26 34
150-400

0.10
0.30
36.90
47.70
15.00

%
%
%
%
%

2- 4
0- 1
50- 70
25 40
2- 8

Laboratorium dari Bangsal Anggrek pada tanggal 07 September 2016 pukul 07:32
11

Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Diff Count
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit

Hasil

Satuan

Nilai Normal

7.0
3.6
4.7
19
54
13
24
18

103/L
106/L
g/dL
%
fL
pg
g/dL
103/L

6.0 17.0
3.60 - 5.20
10.8-12.8
35-43
73-101
23 31
26 34
150-400

0.00
0.10
36.20
55.10
8.60

%
%
%
%
%

2- 4
0- 1
50- 70
25 40
2- 8

Laboratorium dari Bangsal Anggrek pada tanggal 07 September 2016 pukul 17.57:
Faeces Rutin

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Makroskopik
Warna
Konsistensi
Lendir
Darah
Cacing dewasa
Mikroskopik
Telur cacing
Amuba
Kista
Larva cacing
Protein
Lemak
Karbohidrat
Eritrosit
Leukosit
Epitel
Lain-lain

Kuning Kehijauan
Lembek
Negatif
Negatif
Negatif

Kuning
Keras
Negatif
Negatif
Negatif

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
0
0-1
1
Negatif

Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Positif

Laboratorium dari Bangsal Anggrek pada tanggal 08 September 2016 pukul 10:16
12

Gambaran Darah Tepi


Eritrosit
Sebaran normal, distribusi menurun, APS (ovalosit, eliptosit, tear
Trombosit
Lekosit
Kesan

drop, pear shape, makrosit, mikrosit, krenasi, anulosit)


Estimasi jumlah menurun, giant (-), clump (-)
Estimasi jumlah normal, limfositosis, gr toxic (-), vakuolisasi (-),
LPB (-)
Anemia mikrositik hipokrom
Trombositopenia
Limfositosis relatif
Susp infeksi virus

Laboratorium dari Bangsal Anggrek pada tanggal 08 September 2016 pukul 10:52
Hematologi

Hasil

Satuan

Nilai Normal

Leukosit

8.2

103/L

6.017.0

Eritrosit

6.7

106/L

3.60 - 5.20

Hemoglobin

14.3

g/dL

10.8-12.8

Hematokrit

47

35-42

Trombosit

177

103/L

150-400

Laboratorium dari Bangsal Anggrek pada tanggal 09 September 2016 pukul 06.13
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC
Trombosit
Diff Count

Hasil

Satuan

Nilai Normal

7.8
6.6
14
45
68
21
31
179

103/L
106/L
g/dL
%
fL
pg
g/dL
103/L

6.0 17.0
3.60 - 5.20
10.8-12.8
35-43
73-101
23 31
26 34
150-400

13

Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit

3,2
0.50
18.90
65.90
11.50

%
%
%
%
%

2- 4
0- 1
50- 70
25 40
2- 8

Laboratorium dari Bangsal Anggrek pada tanggal 09 September 2016 pukul 06.28
IgG anti Salmonella
IgM anti Salmonella
IgG anti Dengue
IgM anti Dengue

Non Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif
Non Reaktif

IV. RESUME
Dari alloanamnesis didapatkan pasien An. MZ usia 1 tahun 4 bulan datang ke IGD RSUD
Dr Soeselo Slawi dengan keluhan BAB cair lebih dari 10 kali sejak 5 hari sebelum masuk
Rumah Sakit. BAB konsistensi cair, volume sekitar seperlima hingga seperempat gelas aqua,
ampas (+) sedikit, lendir (-), darah (-),berwarna kuning,. Nyeri perut(+) seluruh abdomen, mual
(+), muntah (+) setiap kali makan, rewel (+), pasien sering minta minum, nafsu makan menurun,
demam (+) sejak 1 hari sebelum keluhan BAB cair, berdasar perabaan tangan naik turun. Pasien
tinggal di perumahan cukup padat, dan tinggal dengan 8 orang lainnya dalam 1 rumah., sumber
air minum adalah air PAM yang dimasak hingga mendidih namun suhunya tidak diketahui yang
dimasak sekitar 1 menit. Ibu pasien jarang menggunting kuku anaknya, dan jarang cuci tangan
sebelum makan . Ibu pasien mengaku jarang mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan
sebelum menyuapi pasien.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis, tampak sakit sedang pasien
tampak lemah dan rewel, kesan gizi kurang , nadi 100x/menit, pernafasan 22x/menit, suhu
36,50C. Pada pemeriksaan UUB cekung (+), mata tampak cekung (+/+), konjungtiva anemis (+/
+), mukosa bibir tampak kering (+), pemeriksaan abdomen bising usus meningkat, turgor kulit
baik, anus tampak eritem (+), pada ekstremitas tampak kuku tangan panjang dan hygiene
kurang.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 06 September 2016 leukosit 14.500 /L,
hematokrit 31%, hemoglobin 6,8 mg/dl, trombosit 340.000 /L, tanggal 07 September 2016
leukosit 7.000 /L, hemoglobin 4,7 mg/dl, hematokrit 19%, trombosit 18.000/L, feces rutin
didapatkan hasil warna kuning kehijauan, lendir (+), leukosit 0-1, pemeriksaan gambaran darah
tepi didapatkan kesan anemia mikrositik hipokrom, trombositopenia, limfositosis relatif, suspek
14

infeksi virus. Pada tanggal 09 September 2016 didapatkan hasil IgG &IgM anti salmonella dan
IgG &IgM anti dengue non reaktif. Laboratorium terakhir sebelum pasien pulang adalah leukosit
7.800 /L, hemoglobin 14 mg/dl, hematokrit 45% dan trombosit 179.000 /L.
V. DIAGNOSIS KERJA
Diare cair akut dengan dehidrasi ringan sedang
Anemia
VI. PENATALAKSANAAN
a.Non Medika Mentosa
1. Komunikasi, informasi, edukasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien.
2. Observasi tanda vital
3. Diet

b. Medika Mentosa
1. Cairan : Infus RL 15 tetes per menit
2. Antibiotika : Inj Cefotaxim 2 x 350 mg iv
3. Antipiretik : Injeksi Paracetamol 4-5 x 100 mg iv (bila demam 380C)
4. Antiemetik : Inj Ranitidin 2 x 10 mg iv
5. Zinc : Zircum syr 2 x 2,5 cc
6. L-Bio 1 x 1 sachet
7. Transfusi PRC 150 cc dalam 4 jam
VII. PROGNOSIS
Ad vitam

: Ad bonam

Ad functionam

: Ad Bonam

Ad sanationam

: Dubia Ad Bonam

VIII. FOLLOW UP
Tgl
S
O
07/
BAB
5x, - KU: TSS, CM,
09/
- N: 110 x/menit
kuning,
2016
- S: 37.6 C

A
-Diare

P
cair -Inf RL 15 tpm

akut dengan -Inj

Cefotaxime
15

ampas(+)
sedikit,
lendir(-),
darah(-),
mual(+),
muntah(-),
Nyeri perut
(+)

- R: 24 x/menit
Dehidrasi
- Kepala : Normochepal, UUB cekung
Ringan
- Mata: Conjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik
Sedang
-/-, mata cekung +/+
-Anemia
- Mulut: sianosis -, mukosa mulut kering +
- Thoraks: SNV, Wheezing-/-. Rhonki -/-; BJ
1&2 reg, murmur -, gallop - Abdomen: supel, BU (+) 7x/menit, hepar
tidak teraba, turgor baik
- Ekstremitas: akral hangat +/+, oedem -/- CRT

demam(+),
lemas(+),
pucat (+)

3x250 mg iv
-Inj Ranitidin 2x10
mg
-Inj Paracetamol
4-5x150

mg

iv

(T>38OC)
Po:

2 detik,

Zinc syr 2x2,5 ml

Laboratorium
Hemoglobin : 4,7
Trombosit : 18.000

Program :
-Tansfusi PRC 150
cc/4 jam
- Feses rutin
- GDT
- Darah rutin post
transfusi dan pagi

08/
BAB
3x, 09/
kuning
2016
kehijauan, ampas(+) lendir(-),
darah(-),
mual(+),
muntah(-),
demam(-),
lemas(+),
pucat (-)

KU: TSS, CM,


Tetap
N: 100 x/menit
S: 36,2 C
R: 22 x/menit
Kepala : Normochepal, UUB cekung
Mata: Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik

-/-, mata cekung +/+


- Mulut: sianosis -, mukosa mulut kering +
- Thoraks: SNV, Wheezing-/-. Rhonki -/-; BJ

Terapi lanjut
Program:
- Darah rutin
-IgG, IgM Dengue
-IgG,IgM
Salmonella

1&2 reg, murmur -, gallop - Abdomen: supel, BU (+) 4x/menit, hepar


tidak teraba, turgor baik
- Ekstremitas: akral hangat +/+, oedem -/- CRT
2 detik,
Laboratorium
Feses rutin :
Makroskopis
16

-Warna : Kuning
-Konsistensi : Lembek
-Lendir : (-)
-Darah : (-)
-Cacing dewasa : (-)
Mikroskopis
-Telur cacing : (-)
-Amuba : (-)
-Kista : (-)
-Larva cacing : (-)
-Protein : (-)
-Lemak : (-)
- Karbohidrat : (-)
-Eritrosit : 0
-Leukosit : 0-1
-Epitel : 1
GDT
Kesan : Anemia mikrositik hipokrom
Trombositopenia
Limfositosis relatif
Susp infeksi virus

09/
BAB
6x, 09/
kuning
2016
kehijauan, ampas(+) bertambah
lendir(-),
darah(-),
mual(+),
muntah(-),

Darah Rutin
Hemoglobin : 14,3
Eritrosit : 6,7
Hematokrit : 47
KU: TSS, CM,
Tetap
N: 100 x/menit
S: 37 C
R: 22 x/menit
Kepala : Normochepal, UUB cekung
Mata: Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik

Terapi lanjut
Program : -

-/-, mata cekung -/- Mulut: sianosis -, mukosa mulut kering +


- Thoraks: SNV, Wheezing-/-. Rhonki -/-; BJ
1&2 reg, murmur -, gallop - Abdomen: supel, BU (+) 6x/menit, hepar

tidak teraba, turgor baik


demam(-), - Ekstremitas: akral hangat +/+, oedem -/- CRT
lemas(+),
2 detik,
pucat (-),
Laboratorium
tidak mau Hemoglobin : 14
Eritrosit : 6,6
makan
Trombosit : 179.000
17

10/
BAB
3x, 09/
kuning,
2016
ampas(+) bertambah lendir(-),
darah(-),

IgG & IgM anti Salmonela : Non Reaktif


IgG & IgM anti Dengue : Non Reaktif
KU: TSS, CM,
Tetap
N: 100 x/menit
S: 36,7 C
R: 22 x/menit
Kepala : Normochepal, UUB cekung (-)
Mata: Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik

-/-, mata cekung -/- Mulut: sianosis -, mukosa mulut kering (-),

mual(-),

sariawan (+)
muntah(-), - Thoraks: SNV, Wheezing-/-. Rhonki -/-; BJ
1&2 reg, murmur -, gallop demam(-),
- Abdomen: supel, BU (+) 3x/menit, hepar
lemas(-),
tidak teraba, turgor baik
pucat (-),
Ekstremitas:
akral hangat +/+, oedem -/- CRT
makan
2 detik,
sedikit

Terapi lanjut
Observasi sampai
besok pagi, jika
kondisi

membaik

boleh pulang.
Tambahan

po:

Nystatin 3x0,5 cc
Cefixime

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Diare atau mencret didefinisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak berbentuk
(unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24 jam. Feses dapat dengan
atau tanpa lendir, darah, atau pus. Gejala penyerta dapat berupa mual, muntah, nyeri abdominal,
mulas, tenesmus, demam, dan tanda-tanda dehidrasi .(6)
18

Diare adalah pengeluaran feces yang cair atau tidak seperti biasanya dengan sedikitnya
3 kali dalam 24 jam. Meskipun begitu, yang perlu diperhatikan adalah konsistensinya.
Pengeluaran feses yang sering tetapi dengan feces yang berbentuk (formed stools) bukan
termasuk diare. (7)
Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair
dan berlangsung kurang dari 1 minggu.(8)
3.2 Epidemiologi
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga merupakan penyakit
potensial KLB yang sering disertai dengan kematian. Menurut hasil Riskesdas 2007, diare
merupakan penyebab kematian nomor satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%),
sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke-empat (13,2%).
Pada tahun 2012 angka kesakitan diare pada semua umur sebesar 214 per 1.000 penduduk dan
angka kesakitan diare pada balita 900 per 1.000 penduduk (Kajian Morbiditas Diare 2012).
Menurut Riskesdas 2013, insiden diare ( 2 minggu terakhir sebelum wawancara) berdasarkan
gejala sebesar 3,5% (kisaran provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada balita sebesar 6,7%
(kisaran provinsi 3,3%-10,2%). (9)
Lima provinsi dengan insiden tertinggi diare adalah Aceh (10,2%), Papua (9,6%), DKI
Jakarta (8,9%), Sulawesi Selatan (8,1%) dan Banten (8,0%). Sedangkan insiden diare balita
terendah terdapat pada provinsi Kalimantan Timur (3,3%). Pada tahun 2013 terjadi 8 KLB yang
tersebar di 6 Propinsi, 8 kabupaten dengan jumlah penderita 646 orang dengan kematian 7 orang
(CFR 1,08%). Sedangkan pada tahun 2014 terjadi 6 KLB Diare yang tersebar di 5 propinsi, 6
kabupaten/kota, dengan jumlah penderita 2.549 orang dengan kematian 29 orang (CFR
1,14%).Secara nasional angka kematian (CFR) pada KLB diare pada tahun 2014 sebesar 1,14%.
Sedangkan target CFR pada KLB Diare diharapkan <1%. Dengan demikian secara nasional,
CFR KLB diare tidak mencapai target program. (4,9)
Tabel 3.1. Situasi KLB diare tahun 2014

19

Diare dan gastroenteritis merupakan penyakit urutan pertama yang menyebabkan pasien
rawat inap di rumah sakit berdasarkan tabel sepuluh peringkat utama pasien rawat inap di rumah
sakit tahun 2008 di bawah ini :(10)
Tabel 3.2 Sepuluh Peringkat Utama Pasien Rawat Inap di RS di Indonesia 2008

3.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko


Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat (melalui 4 F
= finger, flies, fluid, field).(1)
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain: tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak memadainya
penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana kebersihan (MCK),
kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
20

penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk,
imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya motilitas usus, menderita
campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik. (1)
1. Faktor umur: Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi
bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi
mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen merangsang paling tidak sebagian
kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang berulang, yang membantu menjelaskan
menurunnya insiden penyakit pada anak yang lebih besar dan pada orang dewasa.
2. Infeksi asimtomatis: Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi
asimtomatik ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas
aktif. Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu,
tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen
terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan
berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim: Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis.
Didaerah sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas,
sedangkan diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.
Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi
sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena
bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.
4. Epidemi dan pandemi: Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan
epidemi dan pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera 0.1
biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia, Timur
Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Pada akhir tahun 1992, di
kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi di Asia dan lebih dari
11 negara mengalami wabah.

21

3.4 Etiologi
Pada saat ini telah dapat diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang
dapat menyebabkan diare pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare
umumnya adalah golongan virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena
infeksi adalah non inflammatory dan inflammatory. Enteropatogen menimbulkan non
inflammatory diare melalui produksi enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh
virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya
inflammatory diare biasanya disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau
memproduksi sitotoksin. Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada
manusia adalah sebagai berikut: (1)
Golongan Bakteri :
1. Aeromonas

8. Salmonella

2. Bacillus cereus

9. Shigella

3. Campylobacter jejuni

10. Staphylococcus aureus

4. Clostridium perfringens

11. Vibrio cholera

5. Clostridium defficile

12. Vibrio parahaemolyticus

6. Escherichia coli

13. Yersinia enterocolitica

7. Plesiomonas shigeloides
Golongan Virus :
1. Astrovirus

5. Rotavirus

2. Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)

6. Norwalk virus

3. Enteric adenovirus

7. Herpes simplex virus *

4. Coronavirus

8. Cytomegalovirus *

Golongan Parasit :
1. Balantidium coli

5. Giardia lamblia

2. Blastocystis homonis

6. Isospora belli

3. Cryptosporidium parvum

7. Strongyloides stercoralis

4. Entamoeba histolytica

8. Trichuris trichiura
22

* umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunocompromised


Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-anak
yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni dan
Cryptosporidium. Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada
anak antara lain :
1. Kesulitan makan
2. Defek Anatomis: Malrotasi, Penyakit Hirchsprung, Short Bowel Syndrome, Atrofi
mikrovilli, Stricture
3. Malabsorpsi: Defisiensi disakaridase, Malabsorpsi glukosa galaktosa, Cystic fibrosis,
Cholestosis, Penyakit Celiac
4. Endokrinopati: Thyrotoksikosis, Penyakit Addison, Sindroma Adrenogenital
5. Keracunan makanan: Logam Berat, Mushrooms
6. Neoplasma: Neuroblastoma, Phaeochromocytoma, Sindroma Zollinger Ellison
7. Lain -lain : Infeksi non gastrointestinal, Alergi susu sapi, Penyakit Crohn, Defisiensi
imun, Colitis ulserosa, Gangguan motilitas usus
3.5 Mekanisme Diare(1)
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau sekresi. Terdapat
beberapa pembagian diare:
1. Pembagian diare menurut etiologi
2. Pembagian diare menurut mekanismenya yaitu gangguan absorbsi dan gangguan sekresi
3. Pembagian diare menurut lamanya diare :
a. Diare akut yang berlangsung kurang dari 14 hari.
b. Diare kronik yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi non-infeksi.
c. Diare persisten yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan etiologi infeksi.
Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling tumpang
tindih. Menurut mekanisme diare maka dikenal:
Diare akibat gangguan absorpsi yaitu volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada
kapasitas absorpsi. Disini diare dapat terjadi akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan
absorpsi menurun atau sekresi yang bertambah. Apabila fungsi usus halus normal, diare dapat
terjadi akibat absorpsi di kolon menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga
dikaitkan dengan gangguan motilitas, inflamasi dan imunologi.
23

1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik.


Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac sprue, atau
karena:
a. mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih besar
c. adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian
proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan
tekanan osmose antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejenum yang bersifat
permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air
dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul
cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan
diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang
tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose,laktose, maltose di segmen illeum dan melebihi
kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus
buah, atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan, akan memberikan dampak
yang sama.
2. Malabsoprsi umum.
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung, asam amino dan
monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada lumen usus. Kerusakan sel (yang
secara normal akan menyerap Na dan air) dapat disebabkan virus atau kuman, seperti
Salmonella, Shigella atau Campylobacter. Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory
bowel disease idiopatik, akibat toksin atau obat-obat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit
yang menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut, mikororganisme
tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E. coli) menyebabkan
malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush border tanpa merusak susunan anatomi
mukosa. Maldigesti protein lengkap, karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insuficiensi
eksokrin pankreas menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan diare osmotik.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan pemecahan kompleks
protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya
menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe berbeda dengan malabsorpsi protein dan karbohidrat
dengan asam lemak rantai panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi
24

juga menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga diare tersebut dapat disebabkan malabsorpsi
karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi sukrosa, isomaltosa dan
defisiensi congenital laktase, pemberian obat pencahar; laktulose, pemberian Mg hydroxide
(misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon
iritabel. Mendapat cairan hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan
diare. Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare, menyebabkan
kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga menyebabkan
gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi nutrisi laktose.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Hiperplasia kripta.
Teoritis adanya hiperplasia kripta akibat penyakit apapun, dapat menyebabkan sekresi intestinal
dan diare. Pada umumnya penyakit ini menyebabkan atrofi vili.
Luminal secretagogues
Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan kimia
yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy, serta asam lemak
rantai panjang.
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel
cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan
protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan
perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan
pompa natrium, dan natrium masuk kedalam lumen usus bersama Cl-.
Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase. Beberapa
diantaranya memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler., meningkatkan permeabilitas
intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Beberapa obat menyebabkan
sekresi intestinal. Penyakit malabsorpsi seperti reseksi ileum dan penyakit Crohn dapat
menyebabkan kelainan sekresi seperti menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu,
lemak.
Blood-Borne Secretagogues.
Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang, umumnya disebabkan enterotoksin E
coli atau Cholera. Berbeda dengan negara berkembang, di negara maju, diare sekretorik jarang
ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau
25

neuroblastoma yang menghasilkan hormon seperti VIP. Pada orang dewasa, diare sekretorik
berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, Polipeptida
pankreas, hormon sekretorik lainnya (sindroma watery diarrhe hypokalemia achlorhydria
(WDHA). Diare yang disebabkan tumor ini termasuk jarang. Semua kelainan mukosa usus,
berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan kripta serta semua enterosit terlibat
dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan normal.
4. Diare akibat gangguan peristaltik
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi perubahan motilitas
mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas,
keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh
lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan
meningkatkan absorbsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal
berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat hiperperistaltik
pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon
iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis,
malabsorbsi asam empedu dan berbagai penyakit lain.
5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan. Akibat
kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah
dan limphatic menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel
darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan
tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik.
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction, menginduksi
sekresi cairan dan elektrolit, dan akan mengaktiflkan kaskade inflamasi. Efek infeksi bakterial
pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorpsi yaitu cytoskeleton
dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk. 2003 menunjukkan bahwa peranan
bakteri enteral patogen pada diare terletak pada perubahan barrier tight junction oleh toksin atau
produk kuman yaitu perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh
itu bisa pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan
menyebabkan hipersekresi chlorida yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai contoh C. difficile
akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein,Bacteroides fragilis menyebabkan
26

degradasi proteolitik protein tight junction, V cholera mempengaruhi distribusi protein tight
junction, sedangkan EPEC menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.
6. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan IV. Reaksi
tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan. Reaksi tipe III
misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease
dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan respon
imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang dengan antigen
yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan
prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau
pembuluh darah yang mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian
melepaskan Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil
melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat
peran antibodi. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC(Antigen Presenting Cell) ke sel Th1
yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF dan IFN- oleh
Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan.
Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat
kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.
3.6 Manifestasi Klinis
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal bisa
berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada
penyebabnya.
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion natrium,
klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah dan
kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis
metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya karena dapat
menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak diobati dengan tepat.
Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi
27

hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa
dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat.
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi. Panas
badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang lebih hebat dan
tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum menunjukkan terkenanya usus
besar. Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enterik
virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas
atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare, menunjukkan bahwa
saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien immunocompromise memerlukan
perhatian khusus, informasi tentang adanya imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.

Tabel 3.3 Gejala khas diare akut menurut penyebab(1)

28

3.7 Diagnosis
3.7.1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi, volume,
konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah: volume dan
frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 8 jam terakhir.
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang
menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama
anak diare: memberi oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obatobatan yang diberikan serta riwayat imunisasinya.
3.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. (1)

29

Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor
kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya : ubun- ubun besar cekung atau tidak, mata :
cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau
basah. Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus yang
lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena perfusi dan
capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara: obyektif yaitu
dengan membandingkan berat badan sebelum dan selama diare. Subyektif dengan menggunakan
kriteria WHO dapat dilihat pada tabel berikut:
3.4 Tabel penilaian derajat dehidrasi WHO:

3.7.3 Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan, hanya pada
keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak diketahui atau ada
sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi berat. Contoh:
pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan tes
kepekaan terhadap antibiotika.
30

Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.


Tinja :
Pemeriksaan makroskopik: Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua
penderita dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery
dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau
disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic Syndrome, diare
dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita
immunocompromised.
Oleh karena bakteri tertentu seperti : Y. enterocolitica, V. cholerae, V. Parahaemolyticus,
Aeromonas, C. difficile, E. coli 0157: H7 dan Camphylobacter membutuhkan prosedur
laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila ada salah satu
dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C. difficile sangat berguna untuk
diagnosis antimikrobial kolitis. Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam menegakkan
diagnosis pada penderita dengan simptom kolitis berat atau penyebab inflammatory enteritis
syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium pendahuluan. Tinja yang
mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin,
bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E.
histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja
kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didapatkan pada
infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides.
Pemeriksaan mikroskopik: Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat
memberikan informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan
mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa
kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau
kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y.
enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit
yang ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S. typhii lekosit mononuklear.
Pasien yang dicurigai menderita diare yang disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis
dan strongyloidiasis dimana pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau
31

yeyunum bagian atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran cerna bagian
atas, prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum adalah
metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis, strongylodiasis dan protozoa yang
membentuk spora. E. hystolitica dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar.
Trophozoit biasanya ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang
berbentuk. Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan
serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten. Sejumlah tes
serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi juga tersedia. Serologis test
untuk amuba hampir selalu positif pada disentri amuba akut dan amubiasis hati. (1)
3.8 Tatalaksana
Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE):(10)
1. Berikan oralit
2. Berikan tablet Zinc selama 10-14 hari berturut-turut
3. Teruskan ASI-makan
4. Berikan antibiotik secara selektif
5. Berikan nasihat pada ibu/keluarga
Tatalaksana diare berdasarkan derajat dehidrasi sebagai berikut :(8)
-Tanpa Dehidrasi
Cairan rehidrasi oralit dengan menggunakan NEW ORALIT diberikan 5-10 ml/kgBB setiap
diare cair atau berdasarkan usia yaitu usia <1 tahun sebanyak 50-100 ml, umur 1-5 tahun 100200 ml dan umur diatas 5 tahun semaunya. Dapat diberikan cairan rumah tangga sesuai kemauan
anak. Pasien dapat dirawat dirumah kecuali apabila ada komplikasi seperti tidak mau minum,
muntah terus menerus dan diare frekuen.

-Dehidrasi Ringan Sedang

32

Cairan rehidrasi oral (CRO) hipoosmolar diberikan sebanyak 75 ml/kgBB pada 3 jam pertama
untuk mengganti kehilangan cairan yang telah terjadi dan sebanyak 5-10 ml/kgBB setiap diare
cair. Rehidrasi parenteral (intravena) diberikan bila anak muntah setiap diberi minum walaupun
sudah diberikan dengan cara sedikit demi sedikitatau melalui pipa nasogastrik. Cairan intravena
yang diberikan adalah ringer laktat atau KaEN 3B atau NaCl dengan jumlah cairan dihitung
sesuai berat badan. Status hidrasi dievaluasi secara berkala.
- Berat badan 3-10 kg : 200 ml/kgBB/hari
- Berat badan 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari
- Berat badan >15 kg :135 ml/kgBB/hari
-Dehidrasi Berat
Diberikan cairan rehidrasi parenteral dengan ringer laktat maupun ringer asetat 100 ml/kgBB
dengan cara pemberian :

Usia kurang dari 12 bulan : 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama dilanjutkan 70 ml/kgBB

dalam 5 jam berikutnya


Usia diatas 12 bulan : 30 ml/kgBB dalam 0.5 jam pertama dilanjutkan dengan 70
ml/kgBB dalam 2.5 jam berikutnya.

Masukkan cairan rehidrasi oral dapat diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum dimulai
dengan 5 ml/kgBB selama proses rehidrasi.
Zinc
Zinc secara ilmiah terpercaya dalam menurunkan frekuensi buang air besar dan volume tinja
sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Zinc elemental diberikan
selama 10-14 hari menskipun anak sudah tidak mengalami diare dengan dosis :(8)

Usia kurang dari 6 bulan : 10 mg per hari


Usia lebih dari 6 bulan : 20 mg per hari.

Nutrisi

33

ASI dan makanan dengan menu yang sama saat anak sehat sesuai umur tetap diberikan
untuk mencegah kehilangan berat badan dan sebagai pengganti nutrisi yang hilang. Adanya
perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan. Anak tidak boleh dipuasakan, makanan
diberikan sedikit- sedikit tapi sering (lebih kurang 6x sehari), rendah serat, buah-buahan
diberikan terutama pisang.(8)
Medikamentosa
Tidak boleh diberikan obat antidiare. Antibiotika diberikan bila ada indikasi misalnya
disentri (diare berdarah) atau kolera. Pemberian antibiotika yang tidak rasional akan
mengganggu keseimbanagn flora usus sehingga dapat memperpanjang durasi diare. Selain itu
pemberian antibiotika yang tidak rasional dapat mempercepat resistensi kuman terhadap
antibiotika.(8)
Berikut ini adalah terapi antibiotika empiris pada diare akut infeksi :(1)
Tabel 3.5 Terapi antibiotika empiris diare akut infeksi

Edukasi
Orangtua diminta membawa kembali anaknya ke Pusat Pelayanan Kesehatan bila
ditemukan hal sebagai berikut : demam, tinja berdarah, makan atau minum sedikit, sangat haus,

34

diare makin sering, atau belum membaik dalam 3 hari. Orangtua atau pengasuh diajarkan cara
menyiapkan oralit secara benar.(8)

Gambar 3.1 Alur penatalaksanaan diare berdasarkan derajat dehidrasi


3.8 Pencegahan(10)
1. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan dan diteruskan sampai 2 tahun
2. Memberikan makanan pendamping ASI sesuai umur
3. Memberikan minum air yang sudah direbus dan menggunakan air bersih yang cukup
4. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar
5. Buang air besar di jamban
6. Membuang tinja bayi dengan benar
7. Memberikan imunisasi campak

35

BAB IV
ANALISA KASUS
Kasus merupakan seorang anak laki-laki berusia 1 tahun 4 bulan yang dirawat di bangsal
Anggrek RSUD DR Soeselo Slawi dengan diagnosis Diare akut dengan Dehidrasi Ringan
Sedang dan anemia. Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa pasien datang dengan keluhan
buang air besar lebih dari 10 kali sehari sejak 5 hari sebelum masuk Rumah Sakit dengan
konsistensi cair. Hal ini sesuai dengan teori karena definisi diare akut menurut Ikatan Dokter
Anak Indonesia adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair
dan berlangsung kurang dari 1 minggu. (8)
Pada kasus didapatkan karakteristik diare yaitu cair dengan sedikit ampas, tanpa
lendir dan darah, volume sekitar seperlima sampai seperempat gelas aqua sekali diare,
berwarna kuning tetapi pada saat dilakukan follow up warna feces menjadi kuning kehijauan.
Menurut karakteristik gejala diatas maka kemungkinan terbesar etiologi diare pada pasien adalah
karena virus, dimana penyebab diare akut cair sebagian besar (40% 70%) adalah Rotavirus,
meski kemungkinan oleh karena bakteri juga bisa terjadi(1,6)
Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus secara selektif
menginfeksi dan menghancurkan sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Virus akan
menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di usus halus. Hal ini
menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus halus yang rusak diganti
oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang sehingga fungsinya belum baik.
Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik.
Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid
osmotik usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga terjadi peningkatan bising usus, cairan
beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus, menimbulkan diare
osmotik dari penyerapan air dan nutrien yang tidak sempurna.
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi, yang
mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan seperti
transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa dan asam amino.
Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak mempunyai enzim hidrofilik
36

tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan elektrolit. Dengan demikian infeksi
virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan (1) ketidakseimbangan rasio penyerapan
cairan usus terhadap sekresi, dan (2) malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa. Dapat
disimpulkan adanya dua mekanisme yang tumpang tindih pada pasien yaitu diare osmotik dan
sekretorik, sehingga terjadi buang air besar yang cair dengan sedikit ampas.(1)
Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non inflammatory dan
inflammatory. Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi
enterotoksin oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit,
perlekatan dan/atau translokasi dari bakteri, mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar
tanpa lendir dan darah dan ada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit. Dari
penjelasan ini maka pasien mengalami non inflammatory diare ditandai dengan buang air besar
dengan volume yang besar yaitu volume sekitar seperlima sampai seperempat gelas aqua
sekali diare yang jika diestimasi maka volume yang keluar dalam satu hari adalah sekitar 300500 cc dan tanpa disertai lendir dan darah. Sebaliknya inflammatory diare biasanya
disebabkan oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin
dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah serta pada
pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis
didapati sel leukosit polimorfonuklear.(1,6)
Diketahui diare pada pasien awalnya berwarna kuning tetapi pada saat dilakukan
follow up warna feces menjadi kuning kehijauan. Warna feces normal adalah kuning
kecoklatan oleh karena adanya sterkobilin (bagian empedu) yang dikeluarkan lewat tinja.
Normalnya makanan saat di usus halus bercampur dengan empedu, makanan akan mengalami
penyerapan dan sisanya diteruskan ke usus besar. Jika di usus besar makanan hanya lewat
sebentar, sehingga tidak memiliki kesempatan atau waktu untuk menjalani perubahan warna
tersebut. Hal ini disebut rapid transfer/penurunan waktu singgah di usus besar sehinga feces
dapat berwarna kehijauan. Selain hal diatas feces berwarna hijau juga dapat terjadi pada anak
yang mengalami diare berkepanjangan karena overgrowth bakteri yang mengeluarkan toksin
sehingga toksin akan mengikat sebagian empedu di tinja sehingga empedu tidak diserap kembali
oleh usus dan mewarnai tinja menjadi kehijauan.(11)
Pada kasus di dapatkan keluhan nyeri perut, mual, muntah 2-3 kali, dan demam
ringan naik turun. Bila terdapat panas/demam dimungkinkan karena proses peradangan atau
37

akibat dehidrasi. Panas badan tinggi umumnya terjadi pada penderita dengan inflammatory diare.
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum
menunjukkan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan
tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna
bagian atas seperti: enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan
Cryptosporidium. Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita
tidak panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena.(1)

Untuk derajat dehidrasi berdasarkan kriteria WHO, disimpulkan bahwa pasien


mengalami dehidrasi ringan sedang, hal ini didasarkan hasil karena terdapat 2 gejala (*) yaitu
gelisah/rewel, haus/ingin minum banyak ditambah tanda lain yaitu mata cekung dan mulut
kering. (1)

38

Pada kasus juga, ibu pasien mengatakan bahwa nafsu makan pasien berkurang, hal
tersebut akibat dari kerjasama IL-1 dan TNF- yang meningkat jika terjadi demam. Keduanya
akan meningkatkan ekspresi leptin oleh sel adiposa. Peningkatan leptin dalam sirkulasi
menyebabkan negatif feedback ke hipothalamus ventromedial yang berakibat pada penurunan
intake makanan.
Pada kasus didapatkan bahwa ibu pasien jarang menggunting kuku pasien, pasien jarang
cuci tangan dengan sabun dan dalam menyiapkan makanan ibu pasien juga jarang cuci tangan.
Sumber air minum dari memasak air PAM hingga mendidih namun suhu mendidih air tersebut
tidak diketahui yang dimasak sekitar 1 menit, lingkungan perumahan cukup padat penduduk. Hal
ini sesuai dengan teori yang sudah ada. Hal tersebut menjadi faktor risiko untuk terjadinya diare
dengan ara penularan melalui cara fekaloral yaitu melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau barang-barang
yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (1)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan ekstremitas tampak pucat,
dan setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium tanggal 06/09/2016 didapatkan hasil
hemoglobin 6,8 g/dl, hematokrit 31%, eritrosit 5,2x106/L, leukosit 14,5x103/L, dan
trombosit 340x103/L. Berdasarkan temuan tersebut ditegakkan diagnosis anemia yang
39

penyebabnya belum diketahui. Tanggal 07/09/2016 dilakukan pemeriksaan laboratorium dengan


hasil hemoglobin 4,7 g/dl, hematokrit 19%, eritrosit 3,6x106/L, leukosit 7x103/L, dan
trombosit 18x103/L. Didapatkan penurunan hemoglobin dan trombositopenia. Pada tanggal
08/09/2016 hasil pemeriksaan gambaran darah tepi didapatkan kesan anemia mikrositik
hipokrom, trombositopenia, limfositosis relatif dan suspek infeksi virus. Berdasarkan penelitian
Konca et al tahun 2012-2013 di Turki, temuan laboratorium pada infeksi rotavirus dapat berupa
trombositopenia yaitu sebanyak 19,5% subjek penelitian, akan tetapi mekanismenya tidak
disebutkan dalam penelitian tersebut. (12) Pada tanggal 09 September 2016 didapatkan hasil IgG
&IgM anti salmonella dan IgG &IgM anti dengue non reaktif. Hal ini dapat menyingkirkan
kemungkinan trombositopenia karena infeksi virus dengue pada pasien, dan dapat
menyingkirkan adanya infeksi karena Salmonella.
Anemia pada diare dapat terjadi pada diare dengan etiologi bakteri yang menginvasi
epitel usus tetapi hasil pemeriksaan feces rutin didapatkan eritrosit 0, sehingga dapat
disimpulkan tak ada darah yang keluar bersama feces. Menurut penelitian Semba et al tahun
2007 di Indonesia, prevalensi anemia pada 32.873 anak usia 6-59 bulan adalah 58.7%.
Berdasarkan analisis univariat, faktor risiko yang berhubungan dengan anemia adalah usia lebih
muda, jenis kelamin laki-laki, usia ibu yang muda, pendidikan ibu dan ayah yang rendah, berat
badan kurang, diare saat ini, demam saat ini, riwayat diare beberapa waktu yang lalu dan lebih
dari 4 orang yang makan pada dapur yang sama. Faktor-faktor ini semuanya terdapat pada kasus
yaitu usia pasien <2 tahun, laki-laki, usia ibu 20 tahun, pendidikan ibu hanya SLTP, gizi
kurang, adanya diare, demam dan ada 9 orang yang sangat mungkin makan bersamaan
dalam dapur yang sama.(13)
Studi potong lintang di Palestina memberikan hasil bahwa adanya episode demam dan
diere pada anak meningkatkan risiko terjadinya anemia dan adanya kemungkinan hubungannya
sirkular yaitu diare meningkatkan risiko anemia dan anemia meningkatkan risiko terjadinya
diare. Anemia yang terjadi karena inflamasi menyebabkan perubahan homeostasis besi,
gangguan proliferasi sel progenitor eritrosit, respons eritropoietin yang tumpul dan penurunan
masa hidup eritrosit. Sitokin-sitokin proinflamasi seperti interleukin (IL)-1b, tumor necrosis
factor-a (TNF-a), dan IL-6 berperan dalam terjadinya anemia. Penyakit diare berhubungan
dengan peningkatan sitokin tersebut yang memegang peranan untuk terjadinya anemia inflamasi.
Hepcidin, suatu hormon peptida yang disintesis di hepar memegang peran sebagai regulator
40

metabolisme besi selama terjadi anemia inflamasi, hepcidin mengatur metabolisme besi dengan
menghambat absorpsi doudenal pada level epitel intestinal. Hepcidin berikatan dengan iron
exporter (ferroportin) yang menginduksi degradasi besi. Sintesis hepcidin diatur oleh status besi,
eritropoiesis, hipoksia dan inflamasi. Oleh karena hal tersebut diatas, dapat dipikirkan adanya
anemia inflamasi kronik pada pasien.(13)
Kemungkinan anemia pada pasien juga dapat disebabkan kurangnya asupan makanan
yang mengandung besi, karena pasien jarang mengonsumsi daging sapi (kandungan besi 1,43,3 mg/75 gram), hati ayam (kandungan besi 6,2-9,7 mg/75 gram), ikan/sarden (kandungan
besi 1,4-2,2 mg/75 gram), daging ayam (kandungan besi 0,4-2,0 mg/75 gram), tetapi untuk
sayur seperti bayam (kandungan besi 2,0-3,4/125 ml) dan tempe (kandungan besi 3,2 mg/150
gram) tercukupi tetapi tetap saja sumber besi dari tumbuhan tidak diserap tubuh sebaik tubuh
menyerap sumber besi hewani.(14) Dan adanya infeksi dapat meningkatkan kebutuhan besi oleh
tubuh.
Hasil pemeriksaan darah setelah transfusi adalah peningkatan hemoglobin yaitu
hemoglobin 14,3 g/dl, hematokrit 47%, eritrosit 6,7x106/L, leukosit 8,2x103/L, dan
trombosit 177x103/L. Laboratorium terakhir sebelum pasien pulang adalah leukosit 7.800 /L,
hemoglobin 14 mg/dl, hematokrit 45% dan trombosit 179x103/ /L.
Tatalaksana diare terdiri dari Lima Langkah Tuntaskan Diare (LINTAS DIARE), yakni
berikan oralit (sebagai rehidrasi), berikan tablet zinc selama 10-14 hari berturut-turut, teruskan
ASI-makan (nutrisi), berikan antibiotika secara selektif dan beri nasihat pada ibu/keluarga. (10)
Meneruskan pemberian ASI-makan dan memberi nasihat pada ibu/keluarga dapat kita
jadikan sebagai terapi non medikamentosa yang terdiri dari komunikasi, informasi, edukasi
kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien, observasi tanda vital dan diet. Sedangkan
terapi medikamentosa terdiri dari pemberian cairan intravena (rehidrasi), antibiotika,
zinc, serta sebagai terapi simptomatik diberikan antipiretik dan antiemetik.
Pasien mengeluh muntah setiap kali makan/minum sehingga rehidrasi diberikan cairan
infus RL 15 tetes per menit. Hal ini sesuai dengan pedoman terapi diare akut dengan dehidrasi
ringan sedang menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia yaitu bila anak muntah setiap diberikan
minum maka diberikan rehidrasi parenteral (intravena) dengan Ringer Laktat atau KaEN 3B atau
NaCl dengan jumlah hitungan berdasarkan berat badan.(8) Berat badan pasien pada kasus adalah 7

41

kg sehingga kebutuhan cairannya yaitu 200ml/kgBB/hari. Maka kebutuhan cairan pasien per hari
adalah 1.400 cc/hari atau sama dengan pemberian infus 15 tetes per menit.
Pasien diberikan antibiotika Cefotaxim 2x350 mg iv dikarenakan pada anamnesis
ditemukan adanya demam, pada pemeriksaan feces rutin ditemukan leukosit 0-1. Hal ini sesuai
dengan teori dimana tidak semua kasus diare memerlukan antibiotika. Antibiotika hanya
diberikan jika ada indikasi seperti diare berdarah atau diare karena kolera dan diare dengan tanda
infeksi

seperti

demam,

feses

berdarah,

leukosit

pada

feses

atau

pada

pasien

immunocompromised.(6,8)
Usia pasien adalah 1 tahun 4 bulan, diberikan Zircum Kid syrup 2 x 2,5 cc, jadi total
pemberian 1 hari adalah 5 cc sama dengan mengandung 20 mg zinc. pemberian zinc adalah 20
mg/hari. Hal ini sesuai dengan teori yaitu dosis pemberian Zinc pada diare akut berdasarkan usia
yaitu pada usia >6 bulan maka diberikan dosis 20 mg per hari. Pemberian zinc direkomendasikan
untuk pengobatan diare selama 10-14 hari karena terbukti bahwa pemberian zinc selama dan
sesaat setelah diare dapat menurunkan tingkat keparahan dan durasi diare, serta menurunkan
kemungkinan munculnya kembali diare pada 2-3 bulan setelahnya.(10)
Karena pasien ada demam dan mual muntah, maka dibreikan terapi simptomatik yaitu
antipiretik berupa injeksi Paracetamol dengan dosis 10-15 mg/kgbb/kali yang dapat diulang 4-5
kali, sehingga diberikan dosis 100 mg per kali (bila demam 380C). Terapi antiemetik yang
diberikan adalah ranitidin dengan dosis 2x10 mg. Oleh karena pasien di diagnosis anemia maka
diberikan transfusi PRC 150 cc dalam 4 jam.
L-Bio diberikan 1 x 1 sachet. L-Bio berisi Rice starch, maltodextrin, Lactobacillus
acidophilus,

Lactobacillus

casei,

Lactobacillus

salivarius,

Bifidobacterium

infantis,

Bifidobacterium lactis, Bifidobacterium longum, Lactobacillus lactis. L-Bio digunakan sebagai


suplemen makanan yang berfungsi sebgai probiotik dan prebiotik. Probiotik diberi batas sebagai
mikroorganisme hidup dalam makanan yang difermentasi yang menunjang kesehatan melalui
terciptanya keseimbangan mikroflora intestinal yang lebih baik. Pada sistematik review yang
dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN (Eropean Society of Gastreoenterology Hepatology and
Nutrition) pada tahun 2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan dengan peran probiotik
untuk pencegahan diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya bahwa susu
formula yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan Streptococcus thermophilus bila
diberikan pada bayi dan anak usia 5 - 24 bulan yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan
42

angka kejadian diare dari 31% menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada
kelompok placebo menjadi 10 % pada kelompok probiotik. Penelitian Phuapradit P. dkk di
Thailand pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula yang mengandung
probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus lebih jarang menderita diare
oleh karena infeksi rotavirus. (1)
Kemungkinan mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui: perubahan
lingkungan mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa
patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit, modifikasi
toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui penyediaan nutrien dan
imunomodulasi. Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek protektif
terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih lanjut termasuk efektifitas
dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan probiotik pada percobaan klinis dikatakan
aman. (1)
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan. Umumnya
kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang pertumbuhan flora intestinal yang
menguntungkan kesehatan. Oligosacharida yang ada didalam ASI dianggap sebagai prototipe
prebiotik oleh karena dapat merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria didalam
kolon bayi yang minum ASI. Data menunjukan angka kejadian diare akut lebih rendah pada bayi
yang minum ASI. Penemuan lain yang dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu
penelitian RCT yang melibatkan 124 penderita diare dengan tanpa melihat penyebabnya
menunjukkan adanya perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita yang mendapat
FOS lebih pendek masa diarenya dibanding placebo. Rekomendasi penggunaannya untuk aspek
pencegahan diare akut masih perlu menunggu penelitian-penelitian selanjutnya. (1)
Prognosis pada pasien untuk ad vitam adalah ad bonam, ad functionam adalah ad bonam
dan ad sanationam adalah dubia ad bonam. Hal ini sesuai dengan teori. Dengan penggantian
cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antimikrobial jika diindikasikan,
prognosis diare infeksius sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti
kebanyakan penyakit, morbiditas dan mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia.
Di Amerika Serikat, mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%. Pengecualiannya
pada infeksi EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan dengan sindrom uremik
hemolitik.(4) Untuk kekambuhan tergantung dari gaya hidup dan hygiene dari pasien tersebut.
43

Dan oleh karena melihat hyginitas pasien sangat kurang maka kemungkinan kekambuhan
terjadinya diare masih cukup besar.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Subagyo B, Santoso NB. Diare akut. In: Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Edisi 1.
Jakarta: Penerbit Badan Penerbit IDAI; 2012. p. 87-102.
2. Liu L, Oza S, Hogan D, Perin J, Rudan I, Lawn JE, et al. Global, regional, and national
causes of child mortality in 2000-13, with projection to inform post-2015 priorities: an
updated systematic analysis. Lancet 2015;385:430-40.
3. Centers for Disease Control and Prevention. Diarrhea: common illness,global killer.
Available

at:

https://www.cdc.gov/healthywater/pdf/global/programs/globaldiarrhea508c.pdf.

Accessed

on September 15, 2016.


4. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan kementrian kesehanan RI. Riset kesehatan
dasar

2013.

Available

at:

http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil

%20Riskesdas%202013.pdf. Accessed on September 15, 2016.


5. Farthing M, Salam M, Lindberg G, Dite P, Khelif I, Salazar-Lindo ES, et al. Acute diarrhea.
World Gastroenterology Organisation Practice Guideline. 2012;3-4. Available at:
http://www.worldgastroenterology.org . Accessed on September 16, 2016.
6. Amin LZ. Tatalaksana Diare Akut. Jakarta :Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
2015;42(7).p.504-8.
7. WHO. The treatment of diarrhoea: a manual for physician and other senior health worker.
2005.

Available

http://www.who.int/maternal_child_adolescent/documents/9241593180/en/. Accessed

at:
on

September 15, 2016.


8. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP, Harmoniati ED. Diare
Akut In: Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. p. 58-62.
9. Kementrian kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia tahun 2014.available at:
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/profilkesehatan-indonesia-2014.pdf . Accessed on: september 15, 2016.
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare.
Available at : www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletindiare.pdf. Updated 2011.
44

11. Kadim M. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Available at: http://www.idai.or.id/artikel/seputarkesehatan-anak/warna-tinja-apakah-berhubungan-dengan-penyakit accesed on September
20, 2016.
12. Konca C, Tekin M, Agkun S, Bulbul M, Coban M, Turgut M et al. Prevalence of Rotavirus
in Children with Acute Gastroenteritis,Seasonal Distribution, and Laboratory Findings in the
Southeast of Turkey. J Pediatr Inf 2014; 8: 7-11
13. Semba RD, de Pee S, Ricks MO, Sari M, Bloem MW. Diarrhea and fever as risk factors for
anemiaamong children under age five living in urban slum areas of Indonesia. International
Journal of Infectious Diseases (2008) 12, 6270.
14. Canadian Nutrient File. 2010. Available at: www.hc-sc.gc.ca/fn-an/nutrition/fiche-nutridata/index-eng.php. accessed on September 20, 2016.

45

Anda mungkin juga menyukai