PANDUAN INVESTASI
SEKTOR KETENAGALISTRIKAN
DI INDONESIA
KATA PENGANTAR
Tim Penyusun
003 I
KATA PENGANTAR
005 I
DAFTAR ISI
008 I
DAFTAR TABEL
010 I
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
012 I
1.1
Latar Belakang
014 I
1.2
015 I
1.3
015 I
1.4
Ruang Lingkup
015 I
1.5
Waktu Pelaksanaan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA: SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN DI
INDONESIA
016 I
2.1
017 I
2.1.1
019 I
2.1.2
020 I
2.1.3
023 I
2.2
023 I
2.2.1
026 I
2.2.2
Wilayah Sumatera
035 I
2.2.3
042 I
2.3
042 I
2.3.1
Landasan Hukum
043 I
2.3.2
047 I
2.3.3
054 I
2.3.4
Swasta Murni
DAFTAR ISI
BAB 3
METODOLOGI
056 I
3.1
Pendekatan
058 I
3.2
Metodologi
058 I
3.2.1
059 I
3.2.2
060 I
3.2.3
061 I
3.2.4
062 I
3.3
BAB 4
IDENTIFIKASI PERIZINAN
INVESTASI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
064 I
4.1
065 I
4.2
071 I
4.3
071 I
4.3.1
073 I
4.3.2
079 I
4.3.3
Perizinan Ketenagakerjaan
080 I
4.3.4
108 I
4.4
BAB 5
INSENTIF INVESTASI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
BAB 6
SISTEM AKUNTANSI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
127 I
6.1
128 I
6.2
129 I
6.3
130 I
6.4
BAB 7
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
133 I
7.1
Kesimpulan
133 I
7.2
Rekomendasi
020 I
Tabel 1
021 I
Tabel 2
021 I
Tabel 3
022 I
Tabel 4
DAFTAR TABEL
024 I
Tabel 5
Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 20152024 per Kelompok Pelanggan (TWh)
025 I
Tabel 6
025 I
Tabel 7
027 I
Tabel 8
027 I
Tabel 9
027 I
028 I
030 I
032 I
032 I
033 I
034 I
035 I
035 I
035 I
038 I
039 I
039 I
040 I
041 I
048 I
049 I
059 I
066 I
067 I
068 I
082 I
114 I
118 I
018 I
Gambar 1
022 I
Gambar 2
023 I
Gambar 3
DAFTAR GAMBAR
2024
10
031 I
Gambar 4
034 I
Gambar 5
039 I
Gambar 6
041 I
Gambar 7
044 I
Gambar 8
045 I
Gambar 9
045 I
046 I
049 I
051 I
060 I
061 I
kebijakan
069 I
069 I
070 I
070 I
108 I
109 I
109 I
Gambar 22 Skema Perizinan untuk PLTU Mulut Tambang / Batubara oleh IPP
110 I
110 I
114 I
11
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode
2010-2014 rata-rata tumbuh sebesar 5,8%. Pada
tahun 2013 pendapatan perkapita Indonesia
mencapai USD 3.500 yang menempatkan
Indonesia berada pada lapis bawah negaranegara berpenghasilan menengah. Untuk dapat
lepas dari middle income trap dan mencapai
target sebagai negara berpenghasilan tinggi
pada tahun 2030, perekonomian nasional
dituntut tumbuh rata-rata antara 6-8 persen per
tahun.
12
13
1.2
MAKSUD PELAKSANAAN
KEGIATAN
Maksud dari kegiatan ini adalah:
14
1.3
TUJUAN PELAKSANAAN
KEGIATAN
Tersedianya buku panduan investasi, khususnya
di sektor ketenagalistrikan, yang dapat
dimanfaatkan oleh calon penanam modal untuk
mendukung terealisasinya investasi di sektor
listrik.
1.4
RUANG LINGKUP
1. Desk Study
Melakukan studi literatur dari berbagai
sumber yang terkait dengan investasi di
sektor ketenagalistrikan.
2. Policy Dialogue
Pengkayaan informasi yang diperoleh
dari wilayah survei di dalam maupun luar
negeri bekerjasama dengan pihak BKPM
dengan tujuan mengumpulkan data primer
dan sekunder dari berbagai instansi terkait
maupun dari industri yang telah ada
mengenai kebijakan investasi di sektor
ketenagalistrikan.
1.5
WAKTU PELAKSANAAN
Kegiatan dilaksanakan dalam jangka waktu 4
(empat) bulan, sejak penandatanganan Surat
Perjanjian Kerjasama.
15
TINJAUAN PUSTAKA:
SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
2.1
16
2.1.1
Pembangunan Sektor
Ketenagalistrikan dalam Rencana
Pembangunan Nasional
Pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
tahun 2015-2019, sektor ketenagalistrikan
menjadi bagian dari strategi pembangunan
nasional, yaitu menjadi salah satu dari tiga
dimensi pembangunan nasional:
1. Dimensi pembangunan manusia dan
masyarakat.
2. Dimensi pembangunan sektor unggulan
dengan prioritas
3. Dimensi pemerataan dan kewilayahan.
Sektor ketenagalistrikan masuk dalam dimensi
salah satu sektor unggulan dan prioritas nasional
selain pangan, energi, kemaritiman, kelautan,
pariwisata dan industri.
Pada tahun 2015 ini dengan jumlah penduduk
yang diperkirakan sudah mencapai 257,9 juta
jiwa, jumlah pelanggan listrik PLN baru mencapai
60,3 juta jiwa atau rasio elektrifikasi sebesar 84%.
Kebutuhan listrik saat ini sudah mencapai 219,1
TWH. Tahun 2024 jumlah penduduk Indonesia
diperkirakan mencapai 284,8 juta jiwa dengan
jumlah pelanggan listrik mencapai 78,4 juta
jiwa, bila pertumbuhan ekonomi diperkirakan
sebesar 6,1 hingga 7,1% maka pada tahun 2024
tambahan kapasitas listrik nasional mencapai
70.400 MW dengan asumsi pertumbuhan
kebutuhan listrik sebesar 8,7% per tahun, rasio
elektrifikasi mencapai 99,4% maka kebutuhan
listrik nasional akan mencapai 464,2 TWH.
Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam
Journal of the Asia Pasific Economy 2011,sektor
ketenagalistrikan merupakan sektor yang
memberikan pengaruh signifikan terhadap
peningkatan kualitas pembangunan manusia
suatu daerah. Setiap kenaikan 1% dari rumah
tangga yang menggunakan listrik akan
menaikkan HDI (Human Development Index)
sebesar 0,2% dalam jangka panjang. Kenaikan
HDI yang dihasilkan dari pembangunan
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
17
3 DIMENSI PEMBANGUNAN
DIMENSI PEMBANGUNAN
MANUSIA
DIMENSI PEMBANGUNAN
SEKTOR UNGGULAN
DIMENSI PEMERATAAN
DAN PEWILAYAHAN
PENDIDIKAN
KEDAULATAN PANGAN
ANTAR KELOMPOK
PENDAPATAN
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN
ANTAR WILAYAH :
1 DESA
2 PINGGIRAN
3 LUAR JAWA
4. KAWASAN TIMUR
KONDISI PERLU
KEPASTIAN &
PENEGAKAN HUKUM
KEAMANAN &
KETERTIBAN
POLITIK &
DEMOKRASI
18
2.1.2
Kapasitas Ketenagalistrikan Indonesia
Kapasitas ketenagalistrikan di Indonesia
ditinjau berdasarkan daya tersambung. Daya
tersambung, energi terjual, jumlah pelanggan
dan kapasitas terpasang merupakan gambaran
umum dari kemampuan Indonesia dalam
menyediakan energi listrik saat ini. Daya
tersambung yang merupakan besaran daya
yang disepakati oleh PLN dan pelanggan
dalam perjanjian jual beli tenaga listrik,
daya tersambung ini yang menjadi dasar
penghitungan beban.
Daya tersambung listrik di Indonesia totalnya
mencapai 100.030,53 MVA. Pembagian
berdasarkan kelompok pelanggan di Indonesia,
untuk rumah tangga mencapai 48,374,47 MVA
atau 48, 36% dari total daya tersambung, untuk
industri mencapai 23.541,96 MVA atau 23,53%,
untuk bisnis sebesar 21,22% atau mencapai
21.223,71 MVA. Sedangkan sisanya untuk
kebutuhan sosial, gedung kantor pemerintahan
dan penerangan jalan umum.
Daya tersambung untuk Pulau Jawa pada
tahun 2014 mencapai 69.874,20 MVA atau
mencapai 69,85% dari total nasional, dengan
tingkat pemanfaatan daya tersambung terbesar
pada kelompok pelanggan rumah tangga yang
mencapai 30.414,07 MVA atau mencapai 43,16%
dari total daya tersambung di Pulau Jawa.
Sedangkan jumlah energi yang terjual kepada
19
2.1.3
Kebutuhan listrik Indonesia
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
PDB
(103 Triliun, Rp)
Harga Konstan
1,66
1,75
1,85
1,96
,2,08
2,17
2,22
2,46
2,62
2,77
Growth PDB
(%)
5,05
5,67
5,50
6,32
6,06
4,63
6,22
6,49
6,26
5,78
Tabel 1
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Sumber: Statistik Indonesia, BPS
20
Tahun
Sales (TWh)
2015
6,1
219
36.787
2016
6,4
239
39.880
2017
6,8
260
43.154
2018
7,0
283
46.845
2019
7,1
307
50.531
2020
7,0
332
54.505
2021
361
58.833
2022
392
63.483
2023
427
68.805
2024
464
74.536
Tabel 2
Pertumbuhan Ekonomi, Proyeksi Kebutuhan Tenaga Listrik dan Beban Puncak Periode Tahun 20152024
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
Tahun
Penduduk
(Juta)
Pelanggan
(Juta)
RE RUPTL 2015-2024
(%)
RE RUKN 2008-2027
(%)
RE Draft RUKN
2015-2034 (%)
2015
257,9
60,3
87,7
79,2
85,2
2016
261,1
63,6
91,3
88,2
2017
264,3
66,2
93,6
91,1
2018
267,4
68,7
95,8
93,9
2019
270,4
71,0
97,4
96,6
2020
273,5
72,9
98,4
2021
276,5
74,4
98,9
99,3
2022
279,3
75,8
99,1
99,4
2023
282,1
77,1
99,3
99,4
2024
284,8
78,4
99,4
99,5
90,4
99,2
Tabel 3
Proyeksi Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Pelanggan dan Rasio Elektrifikasi Periode Tahun 2015 2024
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
21
Uraian
Energi Demand
Satuan
2014*
2015
2016
2018
2020
2022
2024
Twh
Indonesia
201,5
219,1
238,8
282,9
332,3
392,3
464,2
Jawa Bali
153,6
165,4
178,3
207,1
239,5
278,6
324,4
20,0
22,6
25,8
33,1
40,0
47,8
57,1
27,9
31,2
34,7
42,7
52,8
65,9
82,8
8,6
8,7
9,0
8,9
8,4
8,7
8,8
Indonesia Timur
Sumatera
Pertumbuhan
Indonesia
Jawa Bali
8,2
7,6
7,8
7,6
7,5
7,9
7,8
12,2
12,9
14,5
14,2
9,9
9,2
9,2
8,5
11,7
11,1
11,1
11,2
11,8
12,2
Indonesia
84,4
87,7
91,3
95,7
98,4
99,1
99,4
Jawa Bali
96,8
90,5
94,6
98,4
99,8
99,9
99,9
Indonesia Timur
76,1
79,2
82,1
87,9
92,9
95,8
97,5
Sumatera
84,8
87,2
89,8
95,0
99,2
99,9
99,9
Indonesia Timur
Sumatera
Rasio Elektrifikasi
Tabel 4
Prakiraan Kebutuhan Listrik, Angka Pertumbuhan dan Rasio Elektrifikasi
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
Gambar 2
Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015 dan 2024
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
22
Gambar 3
Proyeksi Penjualan Tenaga Listrik PLN Tahun 2015-2024
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
2.2
PELUANG INVESTASI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN DI
INDONESIA
2.2.1
Kebutuhan Investasi Sektor
Ketenagalistrikan
Kebijakan harga energi (BBM dan listrik)
dengan beban subsidi yang masih sangat besar,
mengakibatkan antara lain pengembangan
infrastruktur energi yang memanfaatkan gas
maupun energi baru terbarukan (EBT) menjadi
terkendala. Hal ini mendorong pemanfaatan
energi secara boros, dan tidak memberikan
insentif bagi pengembangan energi non-BBM
untuk rumah tangga, transportasi, industri
maupun bisnis, serta tercermin dari tingkat
elastisitas energi yang masih cukup tinggi yaitu
sekitar 1,63 (Thailand 1,4 dan Singapura 1,1,
negara maju 0,1 hingga 0,6), tingkat intensitas
energi pada indeks 400 (Amerika Utara 300,
OECD sekitar 200, Thailand 350, dan Jepang
100). Sejak tahun 2010, subsidi BMM telah
meningkat hampir rata-rata sekitar 100 persen
setiap tahun, sedangkan subsidi listrik telah
meningkat rata-rata hampir 20 persen setiap
tahun.
23
Regional
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Jawa-Bali
Rumah Tangga
59,6
64,2
68,6
73,5
78,5
83,7
89,7
96,1
102,9
110,1
Bisnis
30,0
32,9
35,5
37,9
40,5
43,2
46,3
49,8
53,8
57,8
Publik
8,7
9,5
10,4
11,2
12,1
13,1
14,2
15,5
16,8
18,2
Industri
67,1
71,7
77,9
84,5
91,7
99,4
108,1
117,3
127,3
138,2
Jumlah
165,4
178,3
192,5
207,1
222,8
239,5
258,3
278,6
300,8
324,4
17,6
19,6
21,8
24,4
27,3
30,5
34,3
38,6
43,5
49,2
Bisnis
5,1
5,7
6,5
7,3
8,1
9,1
10,2
11,4
12,7
14,2
Publik
3,2
3,6
4,0
4,5
5,0
5,6
6,2
7,0
7,8
8,8
Industri
5,3
5,8
6,1
6,6
7,1
7,6
8,2
8,9
9,7
10,6
Jumlah
31,2
34,7
38,4
42,7
47,5
52,8
58,9
65,9
73,8
82,8
13,1
14,5
16,1
17,9
19,8
22,0
24,1
26,4
28,8
31,4
Bisnis
5,3
6,0
6,7
7,5
8,3
9,3
10,4
11,6
13,0
14,5
Publik
2,2
2,4
2,6
2,8
3,1
3,5
3,8
4,2
4,6
5,0
Industri
2,0
3,0
3,7
4,9
5,1
5,3
5,5
5,7
5,9
6,1
Jumlah
22,6
25,8
29,0
33,1
36,4
40,0
43,8
47,8
52,2
57,1
Rumah Tangga
90,3
98,3
106,5
115,8
125,6
136,2
148,1
161,0
175,2
190,7
Bisnis
40,4
44,6
48,7
52,7
57,0
61,6
66,9
72,8
79,5
86,6
Publik
14,0
15,4
17,0
18,5
20,3
22,2
24,3
26,6
29,2
32,1
Industri
74,4
80,5
87,7
96,0
103,8
112,3
121,8
131,9
142,9
154,9
Jumlah
219,1
238,8
259,9
282,9
306,7
332,3
361,0
392,3
426,8
464,2
Sumatera
Rumah Tangga
Indonesia Timur
Rumah Tangga
Indonesia
Sumber
Tabel
5 : RUPTL PLN 2015-2024
Tabel 2.5.
ProyeksiTenaga
Penjualan
Tenaga
Listrik PLN
Tahun 2015-2024
per Pelanggan
Kelompok Pelanggan
(TWh)
Proyeksi
Penjualan
Listrik
PLN Tahun
2015-2024
per Kelompok
(TWh)
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
24
Pembangkit PLN
Tahun
Pembangkit IPP
Total
Total
Kapasitas
Lokasi
Total
Total
Tahun
Kapasitas
Lokasi
(MW)
(MW)
2015
26
2,658
2015
13
1,471
2016
40
2,348
2016
13
1,357
2017
43
4,830
2017
39
1,720
2018
30
3,777
2018
33
5,461
2019
17
4,414
2019
37
14,905
Total
156
18,027
Total
135
24,914
Tabel 6
Kebutuhan Tambahan Pembangkit Tahun 2015-2019 (MW)
Tabel 2.6. Kebutuhan Tambahan Pembangkit Tahun 2015-2019 (MW)
Pengembang
2015
2016
2017
2018
Total
2019
Tahap Konstruksi
PLN
2,308
784
339
562
200
4,193
IPP
1,471
971
286
41
55
2,824
Sub-Total
3,779
1,755
625
603
255
7,017
PLN
454
2,090
575
2,539
5,658
IPP
78
563
5,048
5,737
11,429
Sub-Total
532
2,653
5,623
8,276
17,087
PLN
1,610
2,251
2,640
1,675
8,175
IPP
315
861
372
9,113
10,661
Sub-Total
1,925
3,112
3,011
10,788
18,836
3,782
4,212
6,389
9,237
19,319
42,940
Commited
Tahap Rencana
Total
Tabel 7
Kebutuhan Tambahan Pembangkit berdasarkan Status Proyek
Sumber : RUPTL PLN 2015-2024
25
26
2.2.2
Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor
Kelistrikan Regional Wilayah Sumatera
1. Sistem Pembangkitan
PLN
Unit
PLTU
PLTGU
PLTD
PLTG
PLTP
PLTA
IPP
Jumlah
EBT
Lain
PLTU
PLTGU
PLN+IPP
PLTD
PLTG
PLTP
Jumlah
EBT
PLTA
PLN+IPP
Lain
Aceh
105
108
15
10
26
134
Sumut
14
14
14
Sumbar
31
32
41
Riau
158
165
13
178
S2JB
57
59
13
65
12
90
149
Babel
30
89
119
13
132
Lampung
Kit Sumbagut
818
710
216
340
254
2,338
2,338
Kit Sumbagsel
120
974
241
404
110
610
2,459
2,459
P3B Sumatera
227
260
180
667
667
938
1,721
915
744
110
870
5,298
260
341
202
818
6,116
Total
Tabel 8
Kapasitas Terpasang Pembangkit Wilayah Sumatera (MW) sampai dengan Bulan Desember Tahun 2014
Region
Sumatera
2009
2011
2012
2013
Sept14
5,680
6,415
7,020
8,157
8,296
9,396
160
160
410
410
410
910
5,170
5,920
6,215
7,352
7,490
8,000
350
335
395
395
396
486
275/150 kV
150/20 kV
2010
70/20 kV
Tabel 9
Perkembangan Kapasitas Trafo GI Wilayah Sumatera (MVA)
Region
2009
2010
2011
2012
2013
Sept14
Sumatera
9,769
9,567
9,802
9,956
10,762
11,299
275 kV
1,011
1,011
1,028
1,028
1,374
1,514
150 kV
8,423
8,224
8,439
8,596
9,069
9,416
334
332
334
332
319
369
70 kV
Tabel 10
Perkembangan Saluran Transmisi Wilayah Sumatera (kms)
berusia lebih dari 10 tahun dan mengalami
derating.
27
28
Sistem Kelistrikan
Provinsi
Kapasitas
(MW)
Sumbagut
Sumut
250
Sumbagut
Sumut
100
Sumbagteng
Jambi
100
Sumbagsel
Lampung
100
Nias
Sumut
25
Bangka
Bangka
50
Tabel 11
Rencana Pengembangan MPP di Sumatera
Mempercepat pembangunan proyekproyek pembangkit lainnya
Untuk mengurangi pembangkit sewa dalam
mengatasi kondisi kekurangan pasokan daya,
perlu dibangun MPP (Barge Mounted atau
Truck Mounted) dengan total kapasitas 625 MW
dengan rincian seperti dalam tabel 11.
B. Transmisi dan Gardu Induk
Pembangunan Saluran UdaraTegangan
Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV Sumatera
dari New Aur Duri Peranap Perawang
sebagai Back Bone koridor timur
Sumatera.
Percepatan konstruksi transmisi 275 kV
PLTU Pangkalan Susu - Binjai dan IBT
275/150 kV di Binjai yang harus dapat
29
Tahun
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Jumlah
PLN
PLTU
714
21
200
600
200
1,735
PLTP
55
55
110
220
PLTGU
280
250
500
1,030
PLTG
200
640
504
70
65
1,479
PLTD
PLTM
PLTA
88
174
145
132
500
500
1,539
610
6,006
PLT Lain
Jumlah
325
210
132
500
600
300
300
530
5,883
170
257
160
135
330
748
2,365
160
250
234
41
315
13
250
10
284
45
77
73
59
175
878
1,307
394
263
614
1,528
3,100
916
676
1,013
630
917
661
784
538
1,329
IPP
PLTU
PLTP
PLTGU
PLTG
PLTD
PLTM
PLTA
PLT Lain
Jumlah
375
11
150
55
-
14
220
90
40
757
2,857
290
1,278 10,412
-
Unallocated
PLTU
100
150
100
100
450
PLTP
PLTGU
PLTG
15
15
30
PLTD
PLTM
PLTA
89
739
828
PLT Lain
Jumlah
100
150
89
115
854
1,308
PLTU
1,089
171
14
957
3,457
900
450
400
630
8,068
PLTP
55
220
290
225
312
160
135
330
858
2,585
PLTGU
370
410
500
1,280
PLTG
200
640
544
234
70
106
15
15
1,824
PLTD
PLTM
11
13
250
10
284
PLTA
45
165
247
59
320
1,099
500
1,239
3,674
11
11
1,310
924
1,398
2,066
4,429
1,341
1,036
1,234
1,245
Total
PLT Lain
Jumlah
Tabel 12
Kebutuhan Pembangkit Wilayah Sumatera (MW)
30
2,742 17,726
Gambar 4
Rencana Pengembangan transmisi Sistem Sumatera Tahun 2015-2024
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
31
Satuan kms
TRANSMISI
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Total
500 kV AC
860
270
1.560
100
2.790
500 kV DC
1.243
1.243
275 kV
1.967
742
30
1.833
510
40
844
5.966
150 kV
3.591
2.755
2.022
1.347
1.525
252
242
344
536
160
450
5.718
3.947
2.912
3.180
3.548
1.812
242
384
636
70 kV
Total
390 13.003
-
611
1.234 23.613
Tabel 13
Kebutuhan Fasilitas Transmisi Wilayah Sumatera
Satuan MVA
TRAFO
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Total
500/275 kV
2.000
3.000
5.000
500/150 kV
1.000
2.500
3.500
500 kV DC
600
600
5.500
3.500
2.250
2.750
1.500
1.500
150/70 kV
20
30
30
150/20 kV
3.160
2.626
2.730
2.220
1.150
1.960
860
1.650
2.670
60
30
90
8.680
6.216
8.010
5.000
4.500
8.960
950
1.650
2.670
275/150 kV
70/20 kV
Total
Tabel 14
Kebutuhan Fasilitas Trafo dan Gardu Induk Wilayah Sumatera
32
500 18.750
-
80
1.880 20.906
-
180
2.380 49.016
Satuan 2015
Jaringan
ribu
TM
kms
Jaringan
ribu
TR
kms
Trafo
ribu
Distribusi
MVA
Tambahan
Juta
Pelanggan
plgn
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024 Jumlah
3,4
3,4
3,7
3,8
3,9
4,0
4,1
4,2
4,4
4,6
39,6
3,9
3,7
3,9
3,8
4,0
4,1
4,2
4,2
4,4
4,5
40,9
0,6
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,5
0,6
5,3
0,6
0,6
0,6
0,6
0,6
0,6
0,4
0,3
0,3
0,3
4,8
Tabel 15
Kebutuhan Fasilitas Distribusi Wilayah Sumatera
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
33
Juta US$
2015
Item
Pembangkit
Penyaluran
Total
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Total
Fc
473,7
528,3
682,8
757,9
819,5
366,0
366,1
494,6
601,4
460,9
5.551,4
Lc
144,3
141,9
211,2
289,4
305,6
198,9
266,7
369,5
438,6
324,9
2.691,0
Total
618,0
670,2
894,0
1.047,3
1.125,1
564,9
632,8
864,1
1.040,0
785,8
8.242,4
Fc
860,8
856,3
900,3
1.106,0
829,8
263,5
97,6
121,6
86,0
38,2
5.160,0
Lc
251,6
271,7
294,0
330,8
221,1
53,0
26,4
27,7
12,1
6,3
1.494,7
1.112,4
1.128,0
1.194,3
1.436,8
1.050,9
316,5
124,0
149,3
98,1
44,5
6.654,7
Fc
Lc
287,5
271,8
290,4
290,5
299,8
306,6
298,0
293,5
306,4
320,9
2.965,4
Total
287,5
271,8
290,4
290,5
299,8
306,6
298,0
293,5
306,4
320,9
2.965,4
Fc
1.334,5
1.384,6
1.583,1
1.863,9
1.649,3
629,6
463,7
616,2
687,4
499,1 10.711,4
Lc
683,4
685,4
795,7
910,7
826,5
558,4
591,1
690,7
757,1
652,1
2.018,0
2.070,0
2.378,7
2.774,6
2.475,8
1.188,0
1.054,8
1.306,9
1.444,6
Total
Distribusi
2016
Total
7.151,2
1.151,2 17.862,5
Tabel 16
Total Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera
Miliar USD
3.0
Total Investasi
2.5
2.0
Penyaluran
1.5
1.0
Pembangkit
0.5
0.0
Distribusi
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Gambar 5
Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Wilayah Sumatera
sebesar US$ 8,2 miliar, proyek penyaluran
sebesar US$ 6,6 miliar dan distribusi sebesar US$
3,0 miliar. Disbursement proyek pembangkitan
mencapai puncaknya pada tahun 2018 yang
sebagian besar merupakan proyek reguler
dan percepatan tahap 2 (FTP2). Sedangkan
disbursement proyek pembangkitan pada tahun
berikutnya terus menurun karena proyek-proyek
34
2.2.3
Profil dan Kebutuhan Investasi Sektor
Kelistrikan Regional Wilayah Jawa Bali
1. Sistem Pembangkitan
No
Jenis Pembangkit
PLN
2. Sistem Transmisi
Jumlah
IPP
MW
PLTA
2.159
150
2.309
6,9%
PLTU
15.020
4.525
19.545
58,3%
PLTG
1.978
1.978
5,9%
PLTGU
7.851
420
8.271
24,7%
PLTP
360
740
1.100
3,3%
PLTD
296
296
0,9%
27.664
5.835
33.499
100,0%
Jumlah
Tabel 17
Kapasitas Terpasang Pembangkit Sistem Jawa-Bali Tahun 2014
Level Tegangan
Unit
2009
2010
2011
2012
2013
150/20 kV
MVA
27.080
28.440
33.720
37.680
39.764
42.219
70/20 kV
MVA
2.740
2.750
2.727
3.027
2.702
2.762
Jumlah
MVA
29.820
31.190
36.447
40.707
42.466
44.981
Beban Puncak
MW
17.211
18.100
19.739
21.237
22.575
23.900
2011
2012
2013
2014*
2014*
Tabel 18
Perkembangan Kapasitas Trafo GI Sistem Jawa-Bali
Level Tegangan
Unit
500 kV
Kms
5.110
5.050
5.052
5.052
5.053
5.055
150 kV
Kms
11.970
12.370
12.906
13.100
13.401
13.532
70 kV
Kms
3.610
3.610
3.474
3.239
3.136
3.136
2009
2010
Tabel 19
Perkembangan Saluran Transmisi Sistem Jawa Bali
35
36
37
Tahun
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Jumlah
PLN
PLTU
660
350
315
1.660
2.985
PLTP
PLTGU
450
2.200
1.600
4.250
PLTG
200
207
PLTM
PLTA
110
110
PS
1.040
1.040
PLT Lain
8.593
1.200
600
825
440
205
110
1.860
2.550
55
69
104
333
47
47
50
50
971
764
3.255 10.439
2.129
1.040
205
110
Jumlah
860
661
2.200
1.915
2.810
IPP
PLTU
PLTP
PLTGU
PLTG
PLTM
PLTA
PS
PLT Lain
Jumlah
994
30
21
1.045
625
30
300
16
-
650
67
1.600 10,100
1.600
220
- 15.119
- 19.959
-
Unallocated
PLTU
1.260
1.660
3.000
3.000
8.920
PLTP
10
10
PLTGU
PLTG
PLTM
PLTA
137
137
PS
450
450
900
PLT Lain
Jumlah
140
1.263
2.120
3.450
3.000
9.973
PLTU
11.654
975
1.915 11.760
1.200
1.860
1.660
3.000
3.000 27.024
PLTP
30
30
220
825
440
215
110
--
1.870
750
2.850
3.200
6.800
PLTG
200
213
PLTM
21
16
67
55
69
104
333
PLTA
47
110
137
294
PS
1.040
450
450
1.940
PLT Lain
50
51
1.905
1.775
2.964
5.170 13.249
2.272
2.304
2.325
3.560
Total
PLTGU
Jumlah
Tabel 20
Rencana Penambahan Pembangkit Sistem Jawa-Bali (MW)
38
3.000 38.525
Gambar 6 Gambar 2.6. Rencana Pengembangan Transmisi Sistem Jawa-Bali Tahun 2015-2024
Rencana Pengembangan transmisi Sistem Jawa-bali Tahun 2015-2024
TRANSMISI
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
500 kV AC
354
318
154
679
906
508
100
20
500 kV DC
300
1.747
3.248
2.472
608
357
459
270
391
92
42
50
2.101
3.568
2.667
1.287
1.563
1.017
370
411
92
150 kV
70 kV
Total
Total
Tabel 21
Kebutuhan Saluran Transmisi Sistem Jawa-Bali
Satuan MVA
TRAFO
2015
2016
2017
2018
2019
500/150 kV
6.836
4.337
9.000
8.000
2.000
500
500
- 31.173
3.000
3.000
150/70 kV
100
60
160
150/20 kV
9.240
7.160
7.170
5.640
3.080
2.760
2.480
3.390
3.160
280
120
60
90
30
30
8.080
3.350
3.010
3.390
3.190
500/150 kV DC
70/20 kV
Total
2020
2021
2022
2023
2024
Total
2.830 46.910
-
610
2.830 81.853
Tabel 22
Kebutuhan Trafo Sistem Jawa-Bali
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
39
Satuan 2015
Jaringan
ribu
TM
kms
Jaringan
ribu
TR
kms
Trafo
ribu
Distribusi
MVA
Tambahan
Juta
Pelanggan
plgn
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
6,8
7,5
6,9
6,8
7,1
6,8
6,9
7,0
7,2
7,1
70,2
5,0
5,5
5,2
5,4
5,6
5,3
5,3
5,2
5,3
5,1
53,1
2,5
2,7
2,6
2,7
2,8
2,8
2,8
2,8
3,0
3,0
27,8
2,0
2,2
1,4
1,3
1,1
0,7
0,6
0,6
0,6
0,6
11,2
Tabel 23
Kebutuhan Fasilitas Distribusi Sistem Jawa-Bali
40
2024 Jumlah
Pengembangan pembangkitan,
Juta US$
2015
Item
Pembangkit
Penyaluran
Total
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
1.465,6 11.178,7
Total
Fc
796,2
1.364,3
1.789,3
1.111,1
452,7
550,2
1.059,7
1.204,6
1.384,9
Lc
518,1
783,6
627,9
368,4
283,9
340,8
497,2
554,1
698,3
Total
1.314,3
2.148,0
2.417,2
1.479,5
736,6
891,1
1.556,9
1.758,7
2.083,2
Fc
1.613,0
1.676,5
1.664,2
1.530,7
733,4
367,9
400,7
265,0
148,1
35,0
8.434,5
Lc
286,8
281,4
231,5
150,1
82,4
66,3
58,1
35,2
17,1
2,8
1.211,7
1.899,8
1.957,9
1.895,7
1.680,8
815,8
434,2
458,8
300,3
165,2
37,8
9.646,2
Fc
Lc
795,4
756,1
770,4
767,3
747,3
725,1
733,3
756,2
770,4
588,4
7.409,9
Total
795,4
756,1
770,4
767,3
747,3
725,1
733,3
756,2
770,4
588,4
7.409,9
Fc
2.409,2
3.040,8
3.453,5
2.641,8
1.186,1
918,2
1.460,4
1.469,6
1.533,0
1.500,7 19.613,2
Lc
1.600,3
1.821,2
1.629,7
1.285,8
1,113,6
1.132,2
1.288,6
1.345,5
1.485,7
1.302,7 14.005,4
Total
4.009,4
4.862,0
5.083,3
3.927,6
2.299,6
2.050,4
2.749,0
2.815,2
3.018,7
2.803,3 33.618,6
Total
Distribusi
2016
711,5
5.383,8
2.177,1 16.562,4
Tabel 24
Kebutuhan Dana Investasi untuk Sistem Jawa Bali
Miliar USD
6.00
5.00
Total Investasi
4.00
3.00
Pembangkit
Penyaluran
2.00
Distribusi
1.00
0.0
2015
2016
2017
2018
2019
2020
2021
2022
2023
2024
Gambar 7
Kebutuhan Dana Investasi PLN untuk Sistem Jawa Bali
41
2.3
SKEMA INVESTASI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN DI
INDONESIA
2.3.1
Landasan Hukum
42
2.3.2
Independent Power Producers (IPP)
1. Konsep
43
Listed in RUPTL
Due Diligence
Document
Evaluation
System
Planning and
Project
Feasibility
Evaluation
Pass
Required Documents
Direct Appoinment
(30 days)
Clarication
and
Revision
Pass
Appointing Qualied Developer and
Obtaining Director(s) Approval
30 days
PPA Finalization
PPA Signing
Gambar 8
Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Penunjukkan Langsung
44
Listed in RUPTL
Direct Selection
(45 days)
Due Diligence
Document
Evaluation
Rejected
Fail
Pass
Listing Qualied Developer and
Obtaining Director(s) Approval
45 days
PPA Finalization
PPA Signing
Gambar 9
Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Pemilihan Langsung
PQ Doc
collection
PQ proposal
submission
PQ
applicants
>
_ 3?
Announcement/
Advertisement
Start
Yes
Yes
Open
Tender
PQ evaluation
P/Q Processes
Passing
applicants
>
_ 3?
No
Passing
applicants
>
_ 2?
Re-P/Q
Yes
Bidding Processes
(RFP issuance)
Bidding
Processes
Bidders
>
_ 2?
Yes
No
Bidders
>
_ 2?
Re-Bid
Yes
No
Pasing
Adm & tech
requirements
Yes
Winning bidder
determination
No
Yes
Bid Evaluation
Fail
No
Lol PPA
Signing
Direct
appoinment
Gambar 10
Mekanisme Pengadaan Ketenagalistrikan dengan Lelang Terbuka
45
PreQualication
Criteria :
Financial Strength : Assets, Net prot
Technical Strength : experience in IPP development, EPC and O&M
Contains :
Information For Bidders
Project description
Request for
Proposal
Letter of
Intent
PPA
Signing
Financial
Closure/
Financing
Date
Commercial
Operation
Date (COD)
End of
Contract
Gambar 11
Tahapan Bisnis Ketenagalistrikan Pola IPP
46
2.3.3
Kerjasama Pemerintah dan Swasta
(KPS)
1. Kerangka Regulasi
Di tengah keterbatasan anggaran pemerintah
untuk mengalokasikan belanja modal untuk
mempercepat pembangunan infrastruktur,
pemerintah memilih suatu konsep yang
mengundang para investor untuk bekerjasama
dan berkontribusi secara aktif dalam penyediaan
pembangunan infrastruktur. Konsep itu dikenal
dengan skema Public Private Partnership (PPP)
atau Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Konsep
ini secara intensif mulai diperkenalkan sejak
tahun 2005.
Regulasi yang terkait dengan proyek KPS
khususnya dalam penyediaan infrastruktur telah
berkembang sejak masa pemerintahan Orde
Baru. Dalam masa tersebut Pemerintah telah
menerbitkan beberapa regulasi sektoral yang
didalamnya terdapat pengaturan berkaitan
dengan KPS, contohnya UU dan PP tentang
Ketenagalistrikan serta UU dan PP tentang Jalan
Tol. Pada masa Orde Baru hanya beberapa jenis
infrastruktur saja yang dikerjasamakan dengan
Badan Usaha Swasta, misalkan jalan tol dan
ketenagalistrikan.
Saat ini kebijakan dan dukungan yang strategis
yang sudah dilakukan oleh Pemerintah dalam
rangka mendukung pelaksanaan pembangunan
infrastruktur dengan skema KPS diantaranya
adalah dengan menerbitkan Peraturan Presiden
Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama
Pemerintahdan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur dan telah direvisi dengan Perpres
Nomor 13 Tahun 2010 (perubahan pertama),
Perpres Nomor 56 Tahun 2011 (perubahan
kedua), dan Perpres Nomor 66 Tahun 2013
(perubahan ketiga). Adapun kerangka regulasi
mengenai KPS disajikan pada tabel 25
2. Konsep
Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS)
merupakan kerjasama pemerintah dengan swasta
dalam penyediaan infrastruktur yang meliputi:
47
PERATURAN
Perpres 56/2011
KETENTUAN
Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah
dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrasruktur sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2010 dan Peraturan Presiden
Nomor 56 tahun 2011.
Perpres 12/2011
Perpres 78/2010
PMK 260/2010
Permen PPN
Tata Cara Penyusunan Daftar Rencana Proyek Kerjasama dengan Badan Usaha
03/2009
Permen PPN
04/2010
Permenko
01/2006
Infrastruktur.
Permenko
04/2006
Perpres 36/2006 jo
Perpres 65/2006
Kepentingan Umum.
Permenko
03/2006
Tabel 25
Kerangka Regulasi Investasi Pola KPS
Tersedianya alternatif berbagai sumber
pembiayaan;
48
Increasing
Totally Private
private sector
responsibility,
Totally Private
nancing, and
Concession
risk taking
PPP
System
Leasing
Management Contract
Increasing
contract
duration
Totally Public
Improving Country and Sector Context
Gambar 12
Bentuk dan modalitas KPS
Sumber : Dokumentasi Kerjasama Pemerintah dan Swasta ADB (2012)
No
Jenis
Uraian
DesignBuild
Sektor publik melakukan kontrak dengan swasta sebagai penyedia tunggal untuk melakukan
desain dan konstruksi. Dengan cara ini, Pemerintah mendapatkan keuntungan dari economies of
scale dan mengalihkan resiko yang terkait dengan desain kepada sektor swasta.
Design, Build,
Operate
Sektor publik melakukan kontrak dengan penyedia swasta untuk merancang, membangun dan
mengoperasikan aset modal. Sektor publik tetap bertanggung jawab untuk meningkatkan modal
yang dibutuhkan dan mempertahankan kepemilikan fasilitas.
Design, Build,
Finance, Operate
Sektor publik melakukan kontrak dengan penyedia swasta untuk merancang, membangun,
membiayai dan mengoperasikan (DBFO) aset modal. Model ini biasanya melibatkan perjanjian
konsesi jangka panjang. Sektor publik memiliki pilihan untuk mempertahankan kepemilikan aset
atau sewa aset ke sektor swasta untuk periode waktu. Jenis pengaturan ini umumnya dikenal
sebagai inisiatif keuangan swasta (PFI)
Design, Build,
Own,
Operate
Sebuah penyedia swasta bertanggung jawab untuk semua aspek proyek. Kepemilikan fasilitas
baru ditransfer kepenyedia swasta,baik tanpa batas waktu atau untuk jangka waktu yang tetap.
Kesepakatan jenis ini juga termasuk dalam domain dari sebuah inisiatif keuangan swasta. Susunan
ini juga dikenal sebagaimembangun, mengoperasikan, memiliki, Transfer atau BOOT.
Tabel 26
Bentuk dan Modalitas KPS
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
49
Konstruksi dan
Operasional Pengelolaan proyek.
50
Pemerintah
Dana Pengadaan
Lahan (BLU & Land
Capping)
Pembebasan dan
Pembersihan
Lahan
Pasar Modal
Dana Jaminan
dan
(PT PII)
Reformasi
PT IIF (Private
Sector) & PT SMI
(SOE)
Kebijakan
Dana Pemulihan/
Pembiayaan
Kebijakan Resiko
Proyek
Dana Pembiayaan
Persiapan
Lelang
Badan Usaha/
Lenders
Renancing
Konstruksi
Operasi
Gambar 13
Tahapan Pembiayaan Infrastruktur Kerjasama Pemerintah Swasta
mengembalikan nilai investasinya yang
disebut juga sebagai resiko pengembalian
atas investasi. Pemerintah juga akan
memberikan jaminan terhadap risiko politik,
apabila selama masa konsesi Pemerintah
melakukan perubahan peraturan yang
mengakibatkan proyek dipandang tidak akan
mampu mengembalikan investasi sesuai
dengan yang diperjanjikan, Pemerintah
akan memberikan kompensasi kepada
penyelenggara proyek.
51
52
53
54
2.3.4
Swasta Murni
Sesuai dengan program Pemerintah tahun
2015-2019, PT PLN dalam RUPTL 2015-2024
telah mencantumkan program pembangunan
ketenagalistrikan sebesar 35.000 MW untuk
periode tahun 2015 2019, di mana peran listrik
swasta diharapkan dapat meningkat secara
signifikan. Peran swasta akan meningkat dari
kontribusi kapasitas sekitar 15% menjadi 32%
pada tahun 2019, dan 41% pada tahun 2024.
Pembiayaan ketenagaan Listrik oleh Swasta
didasarkan pada Keputusan Presiden Nomor
37 Tahun 1992 tentang Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik oleh Swasta, yaitu semua usaha
penyediaan tenaga listrik yang diselenggarakan
oleh badan usaha Swasta dan Koperasi selaku
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk
Kepentingan Umum.
Dalam ketentuan itu, Pemerintah mengundang
partisipasi swasta didalam proyek-proyek yang
ditentukan Pemerintah dan disamping itu atas
prakarsa sendiri swasta dapat mengusulkan
proyek-proyek tenaga listrik lain untuk
dipertimbangkan oleh Pemerintah.
Usaha penyediaan tenaga listrik oleh swasta
diutamakan pola pelaksanaan Membangun,
Memiliki dan Mengoperasikan. Selain itu
dipertimbangkan kemungkinan penggunaan
pola pelaksanaan lain yang menguntungkan pola
pelaksanaan lain yang menguntungkan bagi
Negara.
Menteri memberikan Izin Usaha Ketenagalistrikan
untuk Kepentingan Umum sebagai dasar
bagi Usaha Penyediaan Tenaga Listrik oleh
Swasta. Izin Usaha Ketenagalistrikan dapat
diberikan untuk salah satu atau gabungan usaha
pembangkitan tenaga listrik, usaha transmisi
dan/atau usaha distribusi untuk dijual kepada
Perusahaan Umum Listrik Negara atau kepada
pihak lain. Penjualan tenaga listrik, sewa jaringan
transmisi dan sewa jaringan distribusidari
Pemegang Izin Usaha Ketenagalistrikan Untuk
Kepentingan Umum kepada Perusahaan Umum
Listrik Negara atau kepada pihak lain diatur
55
METODOLOGI
3.1
PENDEKATAN
Dengan mencermati maksud, tujuan dan ruang
lingkup sebagaimana dijelaskan dalam subbab
sebelumnya, maka ada beberapa pendekatan
yang dapat digunakan untuk mengoptimalkan
hasil / keluaran yang diharapkan.
56
57
B. Sinkronisasi Horisontal
58
3.2
METODOLOGI
3.2.1
Metode Pengumpulan dan
Pengolahan Data
Beberapa jenis data dan informasi terkait dengan
sektor ketenagalistrikan diperlukan sebagai
kajian dokumen (document review) dan sekaligus
sebagai informasi awal dalam melakukan kajian
dan analisis berikutnya. Beberapa jenis data
yang diperlukan untuk mendukung kegiatan ini,
disajikan di tabel 27
Data dan informasi, baik primer maupun
sekunder, tersebut di atas dapat dikumpulkan
dengan beberapa metode pengumpulan data,
dengan menggunakan instrumen-instrumen
berikut ini:
No.
Klasifikasi Data
1.
2.
3.
4.
Data sekunder
5.
Tabel 27
Jenis data dan informasi yang dibutuhkan
1. Wawancara Mendalam (In-depth Interview)
3. Entry data
3.2.2
Metode Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan melalui beberapa
tahap berikut ini :
59
3.2.3
Beberapa Analisis yang Digunakan
Pelaku Kebijakan
Lingkungan Kebijakan
Gambar 14
Sistem kebijakan (Thomas R. Dye)
60
Kebijakan Publik
Kinerja
Kebijakan
Evaluasi
Hasil
Kebijakan
Peramalan
Perumusan
Masalah
Perumusan
Masalah
Pemantauan
Perumusan
Masalah
Perumusan
Masalah
Masa Depan
Kebijakan
Rekomendasi
Aksi
Kebijakan
Gambar 15
Proses analisis kebijakan berdasarkan masalah kebijakan
berjalan. Terdapat dua substansi yang
didekati secara valuatif normatif, yaitu:
B. Analisis Perwilayahan
3.2.4
Policy Dialogue dan Focus Discussion
Group (FGD)
Policy dialogue merupakan kegiatan untuk
pengkayaan informasi yang diperoleh dari
wilayah survei di dalam maupun luar negeri
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
61
3.3
PENYUSUNAN BUKU
PANDUAN INVESTASI SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
4. Perpajakan
A. Sistem Perpajakan di Indonesia
B. Insentif Fiskal untuk Sektor Ketenagalistrikan
di Indonesia
5. Akunting untuk Sektor Ketenagalistrikan
62
63
64
4.2
MEKANISME PENGADAAN
LISTRIK 35.000 MW
Pengadaan tenaga listrik 35.000 MW
sebagaimana dijelaskan di atas, dilakukan
melalui beberapa metode, baik pelelangan
umum, penunjukan langsung, maupun pemilihan
langsung. Terkait dengan pelelangan umum,
mengikuti prosedur pelelangan yang telah
dilaksanakan selama ini, sebagaimana tertuang
dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 01
Tahun 2006 jo Nomor 04 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri ESDM Nomor
01 Tahun 2006 tentang Prosedur Pembelian
Tenaga Listrik dan/atau Sewa Menyewa
Jaringan dalam Usaha Penyediaan Listrik untuk
Kepentingan Umum.
Secara skematik, keseluruhan proses pengadaan
listrik 35.000 MW yang dicanangkan oleh
Presiden RI Joko Widodo, dapat dilihat pada
Bagan 4.1. Beberapa catatan untuk kriteria
pemilihan langsung adalah:
1. Diversifikasi energi untuk pembangkit listrik
ke non bahan bakar minyak; dan/atau
2. Penambahan kapasitas pembangkit tenaga
listrik yang telah beroperasi di lokasi
yang berbeda pada sistem setempat,
antara badan usaha pemegang izin usaha
penyediaan tenaga listrik atau badan usaha
baru yang dibentuk oleh pengembang
setempat
Sedangkan kriteria untuk penunjukan langsung
adalah:
1. Pembelian tenaga listrik dilakukan dari PLTU
Mulut Tambang, PLTG Marginal dan PLTA
2. Pembelian kelebihan tenaga listrik dari
PLTU Mulut Tambang, PLTU Batubara, PLTG/
PLTMG, dan PLTA
3. Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut
Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMGl,
dan PLTA jika sistem tenaga listrik setempat
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
65
No.
Jenis Pembangkit
Lokasi
Kapasitas (MW)
1.
PLTP
Hululais / Bengkulu
2.
PLTU
3.
PLTGU
500
4.
PLTGU
800
5.
PLTGU
150
6.
PLTGU
650
7.
PLTU
8.
PLTG/PLTMG
200
9.
PLTP
Tulehu / Maluku
20
10.
PLTU
11.
PLTU
12.
PLTU
13.
PLTP
20
14.
PLTP
15.
PLTG/PLTMG
16.
PLTU
17.
PLTGU
450
18.
PLTGU
450
19.
PLTU
200
20.
PLTU
2x50
21.
PLTU
2x25
22.
PLTU
2x25
23.
Tersebar
1.565
24.
PLTMG
Tersebar
665
25.
PLTGU/MGU
Tersebar
450
26.
PLTG/MG
Tersebar
250
27.
PLTM
Tersebar
50
Tabel 28
Proyek pembangkit listrik investasi PLN yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan)
66
55
1.000
2x100
2x50
50
2x25
200
1x100
No.
Jenis Pembangkit
Lokasi
Kapasitas (MW)
1.
PLTU
2x7
2.
PLTU
Jambi / Jambi
3.
PLTMG
40
4.
PLTGU
Riau / Riau
250
5.
PLTGU
6.
PLTU
Sinabang / Aceh
2x7
7.
PLTG/MG
100
8.
PLTGU/MGU
250
9.
PLTGU/MGU
200
10.
PLTGU/MGU
150
11.
PLTGU/MGU
200
12.
PLTGU/MGU
400
13.
PLTGU/MGU
500
14.
PLTGU/MGU
500
15.
PLTGU/MGU
450
16.
PLTG/MG
100
17.
PLTGU
1x800
18.
PLTGU/MGU
250
19.
PLTGU/MGU
250
20.
PLTGU/MGU
Sumbagut-4 / Aceh
250
21.
PLTU
2x50
22.
PLTG/MG
40
23.
PLTG/MG
Natuna-2 / Riau
25
24.
PLTMG
30
25.
PLTMG
16
26.
PLTMG
Bengkalis / Riau
18
27.
PLTMG
15
28.
PLTMG
15
29.
PLTG/MG
30
30.
PLTU
1x660
31.
PLTU
2x600
32.
PLTU
2x100
33.
PLTU
2x100
34.
PLTU
2x200
35.
PLTG/MG
Natuna-3 / Riau
25
36.
PLTMG
16
37.
PLTU
2x600
2x800
2x200
Tabel 29
Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (pelelangan)
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
67
No.
Jenis Pembangkit
Lokasi
Kapasitas (MW)
1.
PLTG/U
1x35
2.
PLTU
2x100
3.
PLTU
4.
PLTU
5.
PLTA
12
6.
PLTA
15
7.
PLTA
20
8.
PLTA
36
9.
PLTA
95
10.
PLTU
11.
PLTU
12.
PLTA
54
13.
PLTA
40
14.
PLTA
120
15.
PLTU
16.
PLTA
2x1.000
2x50
1x300
1x1.000
1x600
21
Tabel 30
Proyek pembangkit listrik investasi swasta yang pengadaannya akan dibuka (penunjukan langsung)
dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan
tenaga listrik; dan/atau
4. Pembelian tenaga listrik dari PLTU Mulut
Tambang, PLTU Batubara, PLTG/PLTMG, dan
PLTA dalam rangka penambahan kapasitas
pembangkitan pada pusat pembangkit
tenaga listrik yang telah beroperasi di lokasi
yang sama.
68
RAGAM PILIHAN
METODE PENGADAAN
PROSES PENGADAAN
Penunjukan Langsung
PLTA
PLTG
Gas Marjinal
Excess
Power
Daftar
Pengadaan
Pembangkit
35.000 MW
(RUPTL 20162024)
Kondisi Sistem
Kritis
Ekspansi
Pemasukan Proposal oleh Para
Calon Pengembang IPP
PLTU Mulut
Tambang
Evaluasi
Harga
Tanda Tangan
Kontrak
Diversikasi
Energi
Pemilihan Langsung
BUKAN RAGAM
Pelelangan Umum
PILIHAN
Gambar 16
Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW oleh Pengembang Swasta (IPP)
Listed in RUPTL
System
Planning and
Project
Feasibility
Evaluation
Pass
Due Diligence
Document
Evaluation
Direct Appoinment
(30 days)
Required Documents
Clarication
and
Revision
Pass
Appointing Qualied Developer and
Obtaining Director(s) Approval
30 days
PPA Finalization
PPA Signing
Gambar 17
Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Penunjukan Langsung
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
69
Direct Selection
(45 days)
IPP Procurement Procedure
(complies to MEMR Regulation
No. 03/2015)
Required Documents
Due Diligence
Document
Evaluation
Rejected
Fail
Pass
Listing Qualied Developer and
Obtaining Director(s) Approval
45 days
PPA Finalization
PPA Signing
Gambar 18
Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Pemilihan Langsung
PROCUREMENT PROCEDURE : OPEN TENDER
PQ Doc
collection
PQ proposal
submission
PQ PROCESS
PQ
applicants
>
_ 3?
Start
Yes
PQ evaluation
Yes
Passing
applicants
>
_ 3?
No
Re-P/Q
Bidders
>
_ 2?
No
Re-Bid
No
Bidders
>
_ 2?
No
plant..
Tariff : Lowest price proposal
Yes
Bid Evaluation
Yes
Winning bidder
determination
Open
Tender
Yes
Pasing
Adm & tech
requirements
Passing
applicants
>
_ 2?
Yes
Bidding Processes
(RFP issuance)
BIDDING PROCESS
Announcement/
Advertisement
No
Fail
Direct
appoinment
Lol PPA
Signing
Gambar 19
Skema pengadaan pembangkit listrik 35.000 MW melalui Pelelangan Umum
70
4.3
IDENTIFIKASI PERIZINAN
DALAM RANGKA PROGRAM
PENGADAAN LISTRIK 35.000
MW
Dalam tahapan pengadaan tenaga listrik,
selain diidentifikasi proses pengadaannya, juga
diidentifikasi berbagai perizinan / non perizinan
yang terkait, baik pra konstruksi, konstruksi,
maupun operasi (COD, commercial operation
date). Hasil telaah konsultan terhadap berbagai
skema perizinan / non perizinan, antara lain:
4.3.1
Izin Prinsip Penamaman Modal
Izin Prinsip Penanaman Modal diatur dalam Perka
BKPM Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman
dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan
Penanaman Modal. Tujuan dari terbitnya Perka
BKPM ini adalah : (a) terwujudnya kesamaan
dan keseragaman prosedur pengajuan dan
persyaratan tata cara perizinan dan non perizinan
penanaman modal di instansi penyelenggara
PTSP di bidang penanaman modal di seluruh
Indonesia; (b) memberikan informasi kepastian
waktu penyelesaian permohonan perizinan
dan non perizinan penanaman modal; dan (c)
tercapainya pelayanan yang mudah, cepat,
tepat, akurat, transparan dan akuntabel.
Dalam Pasal 5, dijelaskan bahwa urusan
pemerintah di bidang penanaman modal
yang menjadi kewenangan pemerintah yang
diselenggarakan di PTSP BKPM, terdiri atas:
1. Penyelenggaraan penanaman modal yang
ruang lingkupnya lintas provinsi
2. Urusan pemerintahan di bidang penanaman
modal, yang meliputi:
71
72
4.3.2
Pendirian Badan Usaha di Indonesia
Beberapa jenis perizinan / non perizinan yang
73
74
75
76
Secara Langsung
Dalam hal Wajib Pajak tidak
dapat mengajukan permohonan
pendaftaran secara elektronik,
permohonan pendaftaran dilakukan
77
Surat Permohonan;
Rekaman Akta Notaris Pendirian
Perusahaan;
Rekaman Surat Keputusan Pengesahan
Badan Hukum Perseroan Terbatas dari
Kementerian Hukum dan HAM;
Rekaman Kartu Tanda Penduduk
Penanggungjawab / Direktur Utama
Perusahaan;
78
4.3.3
Perizinan Ketenagakerjaan
Tenaga Kerja Asing (TKA) adalah warga negara
asing pemegang visa dengan maksud bekerja
di Indonesia. Untuk memperkerjakan TKA
di Indonesia, perusahaan PMA memerlukan
beberapa perizinan yang telah diatur melalui
Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16
Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan
Tenaga Kerja Asing. Ada dua tahapan prosedur
perizinan yang diperlukan PMA untuk dapat
memperkerjakan TKA, yaitu:
mengajukan Rencana Penggunaan Tenaga
Kerja Asing (RPTKA); dan
Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing
(IMTA).
RPTKA adalah rencana penggunaan TKA pada
jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi
kerja TKA untuk jangka waktu tertentu yang
disahkan oleh menteri atau pejabat yang
ditunjuk. Sedangkan IMTA adalah izin tertulis
yang diberikan oleh menteri atau pejabat yang
ditunjuk kepada pemberi kerja TKA.
PANDUAN INVESTASI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN DI INDONESIA
79
1. Pengesahan RPTKA
Surat Permohonan
Alasan penggunaan TKA;
Formulir RPTKA yang sudah diisi;
4.3.4
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
(IUPTL)
1. Persyaratan Administratif :
Surat Permohonan
Identitas Pemohon
Profil pemohon
80
NPWP
2. Persyaratan Teknis :
1. Persyaratan Administratif :
Profil pemohon
NPWP
Identitas Pemohon
3. Persyaratan Lingkungan :
Dokumen AMDAL (KA, Andal, RKL-RPL)
atau UKL-UPL
2. Persyaratan Teknis :
Dokumen ANDAL Lalu Lintas
Studi kelayakan Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik
Lokasi instalasi kecuali untuk usaha
penjualan tenaga listrik;
81
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
1.
Izin Prinsip
Penanaman
Modal
PTSP BKPM
Pusat / PTSP
BKPM Daerah
Pendaftaran
Online :
https://onlinespipise.bkpm.
go.id/
Persyaratan
Pendaftaran Penanaman Modal :
1. Surat dari instansi pemerintah negara yang
bersangkutan atau surat yang dikeluarkan
oleh kedutaan besar/kantor perwakilan
negara yang bersangkutan di Indonesia
untuk pemohon adalah pemerintah negara
lain;
2. Rekaman paspor yang masih berlaku untuk
pemohon adalah perseorangan asing;
3. Rekaman Anggaran Dasar (Article of
Association) dalam Bahasa Inggris atau
terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dari
penterjemah tersumpah untuk pemohon
adalah untuk badan usaha asing;
4. Rekaman Akta Pendirian perusahaan dan
perubahannya beserta pengesahan dari
Menteri Hukum dan HAM untuk pemohon
adalah badan usaha Indonesia;
5. Rekaman NPWP baik untuk pemohon adalah
perseorangan Indonesia maupun badan
usaha Indonesia;
6. Permohonan Pendaftaran ditandatangani di
atas meterai cukup oleh seluruh pemohon
(bila perusahaan belum berbadan hukum)
atau oleh direksi perusahaan (bila
perusahaan sudah berbadan hukum);
7. Surat Kuasa asli bermeterai cukup untuk
pengurusan permohonan yang tidak
dilakukan secara langsung oleh
pemohon/direksi perusahaan;
8. Keterangan Rencana Penanaman Modal,
mencakup :
82
Bidang usaha
Lokasi proyek
Rencana investasi
Rencana permodalan
Durasi
(Hari)
3
Dasar Hukum
Perka BKPM
No. 5 Tahun 2013
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
2.
Pengajuan Nama
Badan Hukum
Sisminbakum,
Undang-Undang
No.40 Tahun
diakses melalui :
2007 Tentang
http://ahu.go.id/
Perseroan
Kemenkumham
Terbatas
2. Persyaratannya :
-
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia
Nomor 43 Tahun
2011 Tentang
Tata Cara
Pengajuan dan
Pemakaian
Nama Perseroan
Terbatas
83
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
3.
Pembuatan Akta
Persyaratan
1. Pembuatan akta pendirian dilakukan oleh
Durasi
(Hari)
30
Dasar Hukum
-
Undang-Undang
Pendirian dan
No.40 Tahun
Anggaran Dasar
2007 Tentang
Perseroan
Perseroan
Terbatas
Kantor Notaris
Kemenkumham
Terbatas
Pemerintah
Republik
Indonesia
Nomor 43 Tahun
Kantor Pusat;
-
2011 Tentang
Tata Cara
Pengajuan dan
Pemakaian
Nama Perseroan
Peraturan
Terbatas
4.
Surat Keterangan
Domisili
Perusahaan
Kantor Kelurahan
/ Kecamatan di
Masing-Masing
Daerah
84
Perda
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
2. Persyaratan :
-
5.
Permohonan
Persyaratannya :
Pembuatan
Nomor Pokok
12
Wajib Pajak
(NPWP) dan
SKDP
Pengusaha Kena
Akta pendirian PT
Pajak (PKP)
Kantor Pajak
Wilayah
6.
Pengesahan
45
Undang-Undang
Akte Pendirian
No.40 Tahun
dan Anggaran
2007 Tentang
Dasar Perseroan
Perseroan
Terbatas
Kementerian
dengan UUPT
Terbatas
Hukum dan
HAM
Peraturan
Pemerintah
Republik
Indonesia
Nomor 43 Tahun
2011 Tentang
Tata Cara
Pengajuan dan
Pemakaian
Nama Perseroan
Terbatas
85
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
7.
Tanda Daftar
Persyaratan
1. Akte Notaris Pendirian dan Perubahan (jika
Dasar Hukum
-
ada) ;
Perusahaan
(TDP)
Dinas Daerah
Durasi
(Hari)
Undang-undang
Republik
Indonesia No. 3
tahun 1982
tentang Wajib
Daftar
[CV]) ;
Perusahaan
Perda
Pajak) Perusahaan ;
5. SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) ;
6. Izin Investasi atau SP.BKPM (untuk
PMDN/PMA) ;
7. KTP Direktur/Penanggung Jawab
Perusahaan ;
8. Kartu Keluarga Direktur/Penanggung Jawab
Perusahaan ;
9. Surat Keterangan Domisili dari Pengelola
Gedung (jika di Komplek Perkantoran) ;
8.
Izin Penggunaan
Tenaga Kerja
Asing
Kementerian
Pengesahan RPTKA
1. Pemberi kerja TKA harus mengajukan
permohonan secara tertulis atau online
kepada Direktur Jenderal Pembinaan
Tenaga Kerja
86
Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor
12 Tahun 2013
tentang Tata Cara
Penggunaan
Tenaga Kerja Asing
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
87
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
akan diduduki;
-
9.
Izin Usaha
Penyediaan
Tenaga Listrik
Sementara
PTSP BKPM
1. Persyaratan Administratif :
- Identitas Pemohon
- Prol pemohon
- NPWP
2. Persyaratan Teknis :
- Studi kelayakan awal
- Surat penetapan sebagai calon
Peraturan
Pemerintah No.
14 Tahun 2012
tentang Usaha
Penyediaan
Tenaga Listrik jo.
PP No.23 Tahun
2014
Peraturan
Menteri ESDM
No. 35 Tahun
2013 tentang
Tata Cara
Perizinan Usaha
Ketenagalistrikan
Peraturan
Menteri ESDM
No. 12 Tahun
2014 jo
Peraturan
Menteri ESDM
No. 22 Tahun
2014 tentang
Pembelian
Tenaga Listrik
dari Pembangkit
Listrik Tenaga Air
oleh PT
Perusahaan
Listrik Negara
(Persero)
88
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
1. Informasi Ketersediaan Tanah
Durasi
(Hari)
92
Dasar Hukum
-
Peraturan
Permohonan
Menteri Agraria
dikuasakan
BPN No 15/
2014, tgl 29
Desember 2014
Peraturan
Menteri Agraria
Permohonan
BPN No 2/2015,
tgl 23 Januari
teknis
2015
Menteri Agraria
BPN No 5/2015,
Peraturan
Permohonan.
89
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
1. Dokumen Pendirian Usaha atau Kegiatan
Durasi
(Hari)
105
Dasar Hukum
Peraturan Menteri
(AMDAL, UKL-
Lingkungan
UPL)
Kementerian LH
3. Dokumen AMDAL
Hidup Nomor 08
dan Kehutanan
Tahun 2013
beserta pernyataankelengkapan
administrasi
Draft Andal
Draft RKL-RPL
177
Menteri
1. Persyaratan Administrasi :
Surat permohonan
Kehutanan
Nomor P.16/
Menhut-II/2014
Eksplorasi)/Izin UsahaPertambangan
tentang
Pedoman Pinjam
Pakai Kawasan
Hutan
Keputusan
Direktur Jenderal
Rekomendasi
Planologi
Kehutanan
Nomor SK.8/VII-
PKH/2013
90
perizinan/perjanjian
Peraturan
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
Permohonan.
5. Izin Lokasi
-
91
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
dalam permohonan adalah sah; dan
-
2. Persyaratan Teknis :
92
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
Prosedur / Flowchart :
1. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari kerja setelah menerima
permohonan, memerintahkan Direktur
Jenderal untuk melakukan penilaian
persyaratan dan penelaahan.
2. Dalam hal hasil penilaian tidak memenuhi
ketentuan, Direktur yang membidangi
perizinan penggunaan kawasan hutan atas
nama Direktur Jenderal dalam jangka waktu
paling lama 15 (lima belas) hari kerja,
menerbitkan surat pemberitahuan dan
mengembalikan berkas permohonan.
3. Dalam hal hasil penilaian persyaratan
administrasi dan teknis telah memenuhi
ketentuan, Direktur Jenderal dalam jangka
waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari
kerja melakukan penelaahan.
4. Dalam melakukan penelaahan, Direktur
Jenderal dapat berkoordinasi dengan:
a. Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan,
dalam hal permohonan izin pinjam pakai
kawasan hutan berada pada Kawasan
Hutan Produksi; atau
b. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan
dan Konservasi Alam, dalam hal
permohonan izin pinjam pakai kawasan
hutan berada pada Kawasan Hutan
Lindung.
93
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
5. Berdasarkan hasil penelaahan :
a. Direktur Jenderal atas nama Menteri
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima)
hari kerja menerbitkan surat penolakan,
dalam hal permohonan tidak dapat
dipertimbangkan;
b. Menteri dalam jangka waktu paling lama
15 (lima belas) hari kerja menerbitkan
surat persetujuan prinsip penggunaan
kawasan hutan sejak diterimanya hasil
penelaahan dari Direktur Jenderal, dalam
hal permohonan dapat dipertimbangkan.
6. Dalam hal terdapat permohonan perubahan
surat dan/atau peta persetujuan prinsip
penggunaan kawasan hutan, Direktur
Jenderal atas nama Menteri menerbitkan
penolakan atau persetujuan
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
Pemenuhan Kewajiban
1. Melaksanakan tata batas kawasan hutan
yang disetujui dan disupervisi oleh Balai
Pemantapan Kawasan Hutan
2. Membuat pernyataan dalam bentuk akta
notariil yang memuat kesanggupan
a. Melaksanakan reklamasi dan revegetasi
pada kawasan hutan yang sudah tidak
dipergunakan tanpa menunggu
selesainya jangka waktu izin pinjam pakai
kawasan hutan
b. Melaksanakan perlindungan hutan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan
c. Memberikan kemudahan bagi aparat
kehutanan baik pusat maupun daerah
pada saat melakukan monitoring dan
evaluasi di lapangan
d. Memenuhi kewajiban keuangan sesuai
peraturan perundang-undangan, meliputi :
-
94
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
95
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
aliran sungai dalam hal kompensasi berupa
pembayaran dana Penerimaan Negara
Bukan Pajak penggunaan kawasan hutan dan
penanaman dalam rangka rehabilitasi daerah
aliran sungai
Prosedur / Flowchart :
1. Berdasarkan pemenuhan kewajiban dalam
persetujuan prinsip penggunaan kawasan
hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20, pemegang persetujuan prinsip
penggunaan kawasan hutan mengajukan
permohonan izin pinjam pakai kawasan
hutan kepada Menteri.
2. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari kerja setelah menerima
permohonan memerintahkan Direktur
Jenderal untuk melakukan penilaian
pemenuhan kewajiban.
3. Dalam hal permohonan belum memenuhi
seluruh kewajiban, Direktur Jenderal dalam
jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari
kerja, menerbitkan surat pemberitahuan
kekurangan pemenuhan kewajiban
4. Dalam hal permohonan telah memenuhi
seluruh kewajiban, Direktur Jenderal dalam
jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
kerja menyampaikan usulan penerbitan izin
pinjam pakai kawasan hutan berikut peta
lampiran kepada Sekretaris Jenderal.
5. Sekretaris Jenderal dalam jangka waktu
paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak
menerima usulan penerbitan izin pinjam
pakai kawasan hutan melakukan telaahan
hukum dan menyampaikan konsep
Keputusan izin pinjam pakai kawasan hutan
dan peta lampiran kepada Menteri
6. Menteri dalam jangka waktu paling lama 15
(lima belas) hari kerja setelah menerima
konsep, menerbitkan Keputusan izin pinjam
96
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
102
Menteri
Perhubungan
Nomor 51 Tahun
2011
Peraturan
Peraturan
Menteri
Perhubungan
Nomor 25 Tahun
dan Bupati/Walikota.
2011
2. Persyaratannya mencakup :
a) Salinan surat izin'usaha pokok dari
instansi terkait;
b) Letak lokasi yang diusulkan dilengkapi
dengan koordinat geogras yang
digambarkan dalam peta laut;
c) Studi kelayakan yang paling sedikit
memuat :
-
97
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
1. Permohonan kepada Direktur Jenderal
Perhubungan Laut, penilaian pemenuhan
persyaratan dalam jangka waktu 30 hari
setelah berkas Permohonan lengkap.
2. Persyaratan Administrasi
a) Akta pendirian perusahaan;
b) Izin usaha pokok dari instansi terkait;
c) Nomor PokokWajib Pajak (NPWP);
d) Bukti penguasaan tanah (bukti
penguasaan tanah yang diterbitkan oleh
Badan Pertanahan Nasional);
e) Bukti kemampuan nansial (ketersediaan
anggaran untuk pembangunan fasilitas
terminal khusus);
f) Proposal rencana tahapan kegiatan
pembangunan jangka pendek, jangka
menengah dan jangka panjang; dan
g) Rekomendasi dari Syahbandar pada
Kantor Unit
3. Persyaratan Teknis
a) gambar hidrogra, topogra, dan
ringkasan laporan hasil survei mengenai
pasang surut dan arus;
b) tata letak dermaga;
c) perhitungan dan gambar konstruksi
bangunan pokok;
d) hasil survei kondisi tanah;
e) hasil kajian keselamatan pelayaran
termasuk alur pelayaran dan kolam
pelabuhan;
f) batas-batas rencana wilayah daratan dan
perairan dilengkapi titik koordinat
geogras serta rencana induk terminal
khusus yang akan ditetapkan sebagai
daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan tertentu; dan
g) kajian lingkungan berupa studi lingkungan
yang telah disahkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di
98
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
99
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
penilaian pemenuhan persyaratan dalam jangka
waktu 21 hari setelah berkas lengkap,
Penetapan oleh menteri jangka waktu 7 hari
setelah persyaratan.
2. Aspek administrasi :
a) rekomendasi dari gubernur,
bupati/walikota; dan
b) rekomendasi dari pejabat pemegang
fungsikeselamatan pelayaran di
pelabuhan.
3. Aspek ekonomi :
a) Menunjang industri tertentu;
b) Arus barang minimal 10.000 tonJtahun;
c) Arus barang ekspor minimal 50.000 ton /
tahun.
4. Aspek keselamatan dan keamanan pelayaran :
a) Kedalaman perairan minimal -6 meter L
WS;
b) Luas kolam cukup untuk olah gerak
minimal 3 (tiga) unit kapal;
c) Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
d) Stasiun radio operasi pantai;
e) Prasarana, sarana dan sumber daya
manusia pandu bagi terminal khusus yang
perairannya telah ditetapkan sebagai
perairan wajib pandu; dan
f) Kapal patroli apabila dibutuhkan.
5. Aspek teknis fasilitas kepelabuhanan:
a) dermaga beton permanen minimal l(satu)
tambatan;
b) gudang tertutup;
c) peralatan bongkar muat;
d) PMK1 (satu) unit;
e) fasilitas bunker, dan
f) fasilitas pencegahan pencemaran.
g) Fasilitas kantor dan peralatan penunjang
bagi instansi pemegang fungsi
keselamatan dan keamanan
pelayaran,instansi bea cukai, imigrasi, dan
karantina; dan Jenis komoditas khusus.
100
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
101
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
g)
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
(salvage);dan
h) rekomendasi dari distrik navigasi
setempat terkait aspek teknis
3. Teknis
a) peta yang menggambarkan batas-batas
wilayah daratan dan perairan dilengkapi
titik-titik koordinat geogras;
b) peta laut yang menggambarkan titik
koordinat lokasi yang akan dibangun;
c) peta batimetrik yang diperuntukkan untuk
mengetahui kondisi kedalaman dan
kondisi dasar laut lokasi yang akan
dibangun;
d) hasil survei hidrogra, kondisi pasang
surut dan kekuatan arus;
e) dimensi kapal yang akan keluar dan
masuk pada alur pelayaran;
f) posisi koordinat dan gambaran tata letak
dermaga beserta fasilitasnya; dan
g) rencana induk pelabuhan bagi kegiatan
yang berada di dalam Daerah Lingkungan
Kerja dan Daerah Lingkungan
14. Izin Penggunaan
Sumberdaya Air
dan Izin
Konstruksi
Sumber Air
102
30
Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum
dan Perumahan
Rakyat No.
37/M/2015 tentang
Izin Penggunaan Air
dan / atau Sumber
Air
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
Gambar desain
Spesikasi teknis
103
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
konsultasi masyarakat
1. Persyaratan Administratif :
-
Identitas Pemohon
Prol pemohon
NPWP
Kemampuan pendanaan
Pemerintah No.
14 Tahun 2012
tentang Usaha
Penyediaan
Tenaga Listrik jo.
PP No.23 Tahun
2014
2. Persyaratan Teknis :
-
Peraturan
Peraturan
Tenaga Listrik
Menteri ESDM
No. 35 Tahun
2013 tentang
Tata Cara
Perizinan Usaha
listrik;
Ketenagalistrikan
dilakukan;
-
3. Persyaratan Lingkungan :
-
Peraturan
Menteri ESDM
No. 12 Tahun
2014 jo
Peraturan
Menteri ESDM
No. 22 Tahun
2014 tentang
Pembelian
Tenaga Listrik
dari Pembangkit
Listrik Tenaga Air
oleh PT
Perusahaan
Listrik Negara
(Persero)
104
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
1. Persyaratan Administratif :
19
Dasar Hukum
-
UU Nomor 30
Tahun 2009
Identitas Pemohon
Lokasi instalasi
tentang
Ketenagalistrikan
-
2. Persyaratan Teknis :
PP Nomor 14
Tahun 2012
tentang Usaha
Penyediaan
Tenaga Listrik
Peraturan
Menteri ESDM
digunakan
Nomor 5 Tahun
2014 tentang
Tata Cara
Akreditasi dan
Sertikasi
Ketenagalistrikan
1. Persyaratan
-
2014 tentang
Panas Bumi
2007 jo. 70
Tahun 2010
tentang
Kegiatan Usaha
Panas Bumi
2. Prosedur
Permen ESDM
No. 11 Tahun
PP No. 59 Tahun
UU No. 21 Tahun
2009 tentang
Pedoman
Penyelenggaraa
n Kegiatan
Usaha Panas
Bumi
105
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Persyaratan
-
Durasi
(Hari)
Dasar Hukum
Peraturan Menteri
Barang PTSP
Keuangan
BKPM
Nomor154/PMK.01
diubah dengan
Nomor
128/PMK.011/2009
dan Nomor
154/PMK.011/2012
memberikan fasilitas
pembebasan bea
tanggal.
barang modal
3. Persyaratan Administrasi :
pembangunan
pembangkit tenaga
listrik untuk
kepentingan umum
Fotokopi NPWP
Daftar RIB
4. Persyaratan Teknis :
106
15
No
Jenis Perizinan /
Instansi Penerbit
Durasi
(Hari)
Persyaratan
Dasar Hukum
Tabel 31
Identifikasi berbagai perizinan / non perizinan terkait investasi sektor ketenagalistrikan
107
4.4
SKEMA PERIZINAN INVESTASI
SEKTOR KETENAGALISTRIKAN
Dari hasil identifikasi, digambarkan skema runtut
waktu, pada masing-masing jenis pembangkit,
khususnya pada IPP, sebagai berikut:
Kontraktor EPC
(Engineering Procurement
Construction)
Pembangkit Milik PT. PLN
PT PLN
(PERSERO)
I. PENDIRIAN
BADAN
HUKUM
II. SKEMA
PERIZINAN
INVESTASI
SEKTOR
KETENAGALISTRIKAN
Pembangkit Sendiri
(Captive Power)
Lainnya
Instansi Penerbit Perizinan / Non Perizinan
Kelompok
Badan Koordinasi
Penanaman Modal
Izin Prinsip
C
Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik Tetap
(IUPTL)
Gambar 20
Skema umum perizinan investasi sektor ketenagalistrikan
108
Non PTSP
Gambar 21
Skema Perizinan untuk PLTA oleh IPP
Gambar 22
Skema Perizinan untuk PLTU Mulut Tambang / Batubara oleh IPP
109
Gambar 23
Skema Perizinan untuk PLTG / PLTGU / PLTMG oleh IPP
Gambar 24
Skema Perizinan untuk PLTP oleh IPP
110
111
112
113
Fasilitas PPN
Perpajakan
Gambar 25
Skema Fasilitas Fiskal Mendukung Pembangunan Proyek Ketenagalistrikan 35 000 MW
kegiatan usaha eksploitasi hulu panas bumi.
KBLI
Cakupan Produk
Pengusahaan Tenaga
Panas Bumi
06202
Pembangkitan Tenaga
Listrik
35101
Tabel 32
Bidang Usaha Tertentu Dan Daerah Tertentu Yang Mendapat Fasilitas Tax Allowance
114
115
116
117
Kriteria / Persyaratan
I. PERPAJAKAN
Badan usaha yang dapat diberikan
Bea Masuk
fasilitas :
(PMKNomor66/PMK.
wilayah usaha
Pemegang IUPTL yang mempunyai
1. Fasilitas Pembebasan
010/2015 Tentang
Pembebasan Bea
Masuk atas Impor
atau Pengembangan
Badan Usaha
dengan PLN
Pemegang IUPTL yang mempunyai
perjanjian jual beli tenaga listrik
Industri Pembangkitan
Kepentingan Umum)
yang dibutuhkan;atau
Sudah diproduksi di dalam negeri
namun jumlahnya belum mencukupi
kebutuhan industri.
2. Fasilitas PPN
(PP Nomor 31 Tahun
2007 tentang
Perubahan Keempat
atas PP Nomor 12
Tahun 2001 Tentang
Impor dan/atau
Penyerahan Barang
Kena Pajak Tertentu
yang Bersifat Strategis
yang dibebaskan dari
Pengenaan PPN)
118
Pembebasan Pengenaan
PPN
3. Fasilitas PPH
a. Tax Holiday
(dengan Dikresi
Menteri)
selama 5 - 15 tahun.
Dengan diskresi
Menteri Keuangan,
dapat diberikan paling
PMK.010/ 2015
Tentang Pemberian
-
Pengurangan PPh
Badan)
lama 20 tahun.
Besaran pengurangan
Pajak Penghasilan
Badan yang diberikan
paling banyak 100%
dan paling sedikit
Pengurangan PPh
Badan yang terutang
Fasilitas
Kriteria / Persyaratan
10%.
Untuk rencana
penanaman modal
sebesar Rp 1 Triliun
Agustus 2011
b. Tax Allowance
(PP Nomor 18
Tahun 2015
Tentang Fasilitas
Penghasilan netto
investasi selama 6
PPh untuk
tahun (masing-masing
Penanaman Modal
di Bidang-bidang
Usaha Tertentu
5% pertahun)
Aktiva disusutkan /
diamortisasi dalam
dan/atau di
Daerah-daerah
Tertentu)
Pengurangan
cepat
Kerugian skal pada
suatu tahun pajak
dapat dikompensasi
dengan keuntungan
pada 10 tahun pajak
berikutnya
Dividen yang
dibayarkan kepada
pemegang saham luar
negeri, dikenai pajak
119
Kriteria / Persyaratan
besar/sangat besar;
Mempunyai dampak nasional;
Memiliki jangka waktu pengembalian
Pemerintah untuk
mempercepat
pelaksanaan pengadaan
tanah. Fasilitas ini terdiri
dari
- Land capping : dana
Kerjasama
dukungan Pemerintah
Pemerintah dengan
Penyediaan
Infrastruktur)
permasalahan
-
pembebasan tanah
Land Revolving Fund :
dana bergulir untuk
pembebasan tanah.
Skema penggunaan
dana adalah bahwa
Pemerintah akan
membiayai
pembebasan tanah
terlebih dahulu dan
selanjutnya biaya
tersebut akan
dikembalikan oleh
Badan Usaha yang
ditetapkan sebagai
pemegang hak
konsesi.
120
Kriteria / Persyaratan
nansial;
Proyek Kerja Sama menerapkan
seluruh Biaya
Sama Pemerintah
upiah);
Proyek Kerja Sama dijalankan oleh
Dalam
Dukungan Kelayakan
diberikan dalam
Tentang Pemberian
Konstruksi
223/PMK.011/2012
Dukungan Kelayakan
Penyediaan
Infrastruktur)
Biaya Konstruksi
Proyek Kerja Sama
meliputi biaya
konstruksi, biaya
peralatan, biaya
pemasangan, biaya
bunga atas pinjaman
yang berlaku selama
masa konstruksi, dan
Infrastruktur;
Proyek Kerja Sama dilaksanakan
insentif perpajakan.
121
Kriteria / Persyaratan
Porsi tidak
mendominasi Biaya
Konstruksi Proyek
Kerja Sama.
Penjaminan
PII)
(Perpres Nomor 78
Infrastruktur Indonesia
PT Penjaminan
Infrastruktur dalam
Proyek Kerjasama
alokasi risiko;
Upaya mitigasi yang relevan dari
Penjaminan
Pemerintah dengan
Dilakukan melalui
Badan Usaha
Penjaminan
Infrastruktur)
122
Infrastruktur Indonesia
memberikan
penjaminan atas risikorisiko infrastruktur
dalam Proyek Kerja
Sama
Kriteria / Persyaratan
(grace period);
Prosedur yang wajar untuk
menentukan kapan penanggung
jawab proyek kerjasama telah berada
dalam keadaan tidak sanggup untuk
melaksanakan kewajiban nansial
penanggung jawab proyek
kerjasama;
Prosedur penyelesaian perselisihan
yang mungkin timbul antara
penanggung jawab proyek kerjasama
dan badan usaha sehubungan
pelaksanaan kewajiban nansial
penanggung jawab proyek kerjasama
yang diprioritaskan melalui
mekanisme alternatif penyelesaian
sengketa dan/atau lembaga
arbitrase;
Hukum yang berlaku adalah hukum
Indonesia
Penjaminan infrastruktur diberikan
sepanjang penanggung jawab
kerjasama;
Memberikan komitmen tertulis
kepada penjamin untuk :
(I) Melaksanakan usaha terbaiknya
dalam mengendalian, mengelola
atau mencegah, dan mengurangi
dampak terjadinya risiko
infrastruktur yang menjadi
tanggung jawabnya sesuai alokasi
risiko sebagaimana disepakati
dalam perjanjian kerjasama
selama berlakunya perjanjian
penjaminan;
123
Kriteria / Persyaratan
(ii) Memenuhi regres, yang
dituangkan dalam bentuk
perjanjian dengan badan usaha
penjaminan infrastruktur.
Infrastructure Fund:
Multi Infrastruktur
danPT Indonesia
Infrastructure Finance,
yang akan
menawarkan sumbersumber pendanaan
untuk pembiayaan
Proyek Kerja Sama
Tabel 33
Jenis-Jenis Insentif Fiskal Dalam Rangka Pembangkitan Tenaga Listrik
124
125
126
6.1
ISAK 8 : INTERPRETASI
PERJANJIAN MENGANDUNG
SEWA
ISAK 8 adalah suatu instrumen akuntansi yang
merupakan panduan untuk menilai suatu
perjanjian mengandung sewa atau tidak.
Panduan ini diadopsi daru IFRIC 4: Determining
Wheter an Arrangement Containsts a Leases.
Suatu entitas dapat melakukan suatu perjanjian,
yang terdiri dari satu atau serangkaian transaksi
terkait, dimana bentuk legal perjanjian tersebut
bukan sewa tetapi perjanjian itu memberikan
hak kepada pihak lain untuk menggunakan suatu
aset, dengan imbalan suatu atau serangkaian
pembayaran. Dalam praktiknya, untuk melihat
suatu perjanjian mengandung sewa atau pun
tidak, perlu diperhatikan dan dievaluasi subtansi
perjanjian tersebut, apakah:
1. Pemenuhan perjanjian bergantung pada
penggunaan aset tertentu
127
6.2
PSAK 30: SEWA
Sewa adalah suatu perjanjian dimana lessor
memberikan kepada lessee hak untuk
menggunakan suatu aset selama periode
waktu yang disepakati. Sebagai imbalannya,
lesse melakukan pembayaran atau serangkaian
pembayaran kepada lessor.
Suatu sewa diklasifikasikan sebagai sewa
pembiayaan jika sewa tersebut mengalihkan
secara substansial seluruh risiko dan manfaat
yang terkait dengan kepemilikan aset. Suatu
sewa diklasifikasikan sebagai sewa operasi jika
sewa tidak mengalihkan secara substansial
seluruh risiko dan manfaat yang terkait dengan
kepemilikan aset.
Terkait dengan perjanjian PPA dan/atau ESC
128
6.3
SEWA DALAM LAPORAN
KEUANGAN LESSEE PADA
SEWA PEMBIAYAAN
1. Pengakuan Awal
129
130
6.4
TRANSAKSI JUAL DAN SEWABALIK
Jika suatu transaksi jual dan sewa-balik
merupakan sewa pembiayaan, selisih lebih hasil
penjualan dari jumlah tercatat tidak dapat diakui
segera sebagai pendapatan oleh penjual-lessee,
tetapi ditangguhkan dan diamortisasi selama
masa sewa.
Jika transaksi jual dan sewa-balik merupakan
sewa operasi dan jelas bahwa transaksi tersebut
terjadi pada nilai wajar, maka laba rugi diakui
segera, kecuali rugi tersebut dikompensasikan
dengan pembayaran sewa di masa depan yang
lebih rendah dari harga pasar, maka rugi tersebut
harus ditangguhkan dan diamortisasi secara
proporsional dengan pembayaran sewa selama
periode penggunaan aset. Jika harga jual di atas
nilai wajar, selisih lebih dari nilai wajar tersebut
ditangguhkan dan diamortisasi selama periode
penggunaan aset.
Untuk sewa operasi, jika nilai wajar aset pada
saat transaksi jual dan sewa-balik lebih rendah
daripada jumlah tercatatnya, rugi sebesar selisih
antara jumlah tercatat dan nilai wajar diakui
segera.
131
132
7.1
KESIMPULAN
Beberapa kesimpulan dari hasil penyusunan
buku Panduan Investasi Sektor Ketenagalistrikan
di Indonesia adalah:
1. Ditemukan banyak jenis perizinan di sektor
ketenagalistrikan, baik di pusat dan di
daerah yang memerlukan waktu cukup lama
untuk perolehannya. Sebagai akibatnya,
proses perizinan hingga operasi bisa
menghabiskan waktu hingga tiga tahun.
2. Berbagai upaya telah dilakukan untuk
dapat menyederhanakan perizinanperizinan sektor ketenagalistrikan, antara
lain melalui pendelegasian wewenang
penerbitan perizinan tersebut ke Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (PTSP) BKPM. Namun,
rekomendasi teknis yang dipersyaratkan
dalam berbagai jenis perizinan tetap
memerlukan waktu lama, dan tetap
melibatkan instansi teknis di masing-masing
kementerian / lembaga.
3. Pemangkasan waktu perizinan juga menjadi
komitmen para pihak untuk mempercepat
proses perizinan.
4. Berbagai informasi terkait dengan
perizinan mudah diperoleh, namun masih
bersifat parsial, sehingga perlu dilakukan
penggabungan dan penyelarasan, agar lebih
komprehensif menjadi satu panduan untuk
sektor ketenagalistrikan.
7.2
REKOMENDASI
Buku panduan investasi ini perlu diperluas
lagi pada seluruh sektor ketenagalistrikan,
termasuk skema perizinan pengadaan listrik
untuk penggunaan sendiri, dan pengadaan listrik
melalui skema EPC (enginering, procurement,
construction).
Perlu mengembangkan informasi dalam buku
panduan ini dalam suatu media / wadah online,
misalnya website, sehingga lebih mudah diakses.
133