Anda di halaman 1dari 25

Perkembangan Politik dan Ekonomi pada tahun 1971-1976

MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Sejarah Indonesia

Nama :
1. Dewi Naimah ( 05 )
2. Siti Nur Jamil ( 33 )
3. Dina Muhtarizah ( 07 )
4. Rinanda Novia Ranti ( 26 )
5. Putri Ayu Andhini (25 )
6. Satrya Adhimas Eka Putra ( 30 )
7. Azimatul Khoiroh ( 04 )
8. Sofwa Abudillah ( 34 )

SMA NEGERI 1 GONDANGWETAN


Tahun Pelajaran 2016/2017
Kelas XII MIPA 3
Page 1

Page 2

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang Alhamdulillah selesai tepat pada waktunya yang berjudul
Perkembangan Politik dan Ekonomi pada Tahun 1971-1976.
Makalah ini berisikan tentang sejarah bangsa Indonesia, khususnya sejarah
Indonesia pada Masa Orde Baru, diharapkan makalah ini dapat menambahkan
pengetahuan kita semua, bagaimana kehidupan masyarakat dan sistem
pemerintahan pada masa itu.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.Oleh
karena itu, kritik dan saran dari guru dan teman-teman yang bersifat membangun ,
selalu kami harapkan demi lebih baiknya makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan semoga
Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita.

Gondangwetan, 4 November 2016

Penyusun

Page 3

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................2
DAFTAR ISI...........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................4
B. Rumusan Masalah ..............................................................................5
C. Tujuan Penulisan ................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pemilu pada Tahun 1971.............................................6
B. Peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) ........................8
C. Integrasi Timor-Timur ke Wilayah Indonesia .................................14
D. Pelaksanaan Pelita I dan Pelita II.....................................................17
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................................19
B. Saran .................................................................................................20
DAFTAR RUJUKAN ............................................................................21

Page 4

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama hampir beberapa sebagai bangsa merdeka kita di hadapkan pada
panggung sejarah perpolitikan dan ketatanegaraan dengan dekorasi, setting, aktor,
maupun cerita yang berbeda-beda. Setiap pentas sejarah cenderung bersifat
ekslusif dan Steriotipe. Karena kekhasannya tersebut maka kepada setiap pentas
sejarah yang terjadi dilekatkan suatua tribute demarkatif, seperti Orde Lama, Orde
Baru Dan Kini Orde Reformasi.
Karena esklusifitas tersebut maka sering terjadi pandangan dan pemikiran
yang bersifat apologetic dan keliru bahwa masing masing Orde merefleksikan
tatanan perpolitikan dan ketatan negaraan yang sama sekali berbeda dari Orde
sebelumnya dan tidak ada ikatan historis sama sekali
Orde Baru lahir karena adanya Orde Lama, dan Orde Baru sendiri haruslah
diyakini sebagai sebuah panorama bagi kemunculan Orde Reformasi. Demikian
juga setelah Orde Reformasi pastilah akan berkembang pentas sejarah perpolitikan
dan ketatanegaraan lainnya dengan setting dan cerita yang mungkin pula tidak
sama.
Dari perspektif ini maka dapat dikatakan bahwa Orde Lama telah memberikan
landasan kebangsaan bagi perkembangan bangsa Indonesia. Sementara itu Orde
Baru telah banyak memberikan pertumbuhan wacana normative bagi pemantapan
ideology nasional, terutama melalui konvergens ini lai nilai social budaya
(Madjid,1998) Orde Reformasi sendiri walaupun dapat dikatakan masih dalam
proses pencarian bentuk, namun telah menancapakan satu tekad yang berguna
bagi penumbuhan nilai demokrasi dan keadilan melalui upaya penegakan
supremasi hokum dan HAM nilai nilai tersebut akan terus di Justifikasi dan
diadaptasikan dengan dinamika yang terjadi.
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan
antara kekuasaan masa Sukarno(Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai masa
yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan PKI tahun 1965.
Orde baru lahir sebagai upaya untuk :
Mengoreksi total penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama.
Penataan kembali seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara
Indonesia.
Melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Menyusun kembali kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional
guna mempercepat proses pembangunan bangsa.

Page 5

Dan kali ini kita akan membahas mengenai apa saja yang terjadi pada tahun
1971-1976, karena pada tahun tahun banyak sekali konflik yang terjadi baik
bidang politik maupun bidang ekonomi diantaranya di bidang olitik yaitu Pemilu
1971, peristiwa malari, Integrasi Timor-Timur ke Wilayah Indonesia dan di bidang
ekonomi yaitu pelaksanaan pelita I.
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun
1945 (UUD RI 1945) menentukan : Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat. Mana kedaulatan
sama dengan makna kekuasaan tertinggi, yaitu kekuasaan yang dalam taraf
terakhir dan tertinggi wewenang membuat keputusan.
Tidak ada satu pasalpun yang menentukan bahwa negara Republik
Indonesia adalah suatu negara demokrasi. Namun, karena implementasi
kedaulatan rakyat itu tidak lain adalah demokrasi, maka secara implesit dapatlah
dikatakan bahwa negara Republik Indonesia adalah negara demokrasi.
Hal yang demikian wujudnya adalah, manakala negara atau pemerintah
menghadapi masalah besar, yang bersifat nasional, baik di bidang kenegaraan,
hukum, politik, ekonomi, sosial-budaya ekonomi, agama semua orang warga
negara diundang untuk berkumpul disuatu tempat guna membicarakan,
merembuk, serta membuat suatu keputusan . ini adalah prinsipnya.
Salah satu bentuk dari hal tersebut ialah semua warga terlibat aktif dalam
pelaksanaan pemilihan umum ( PEMILU ) . Pengertian pemilu itu sendiri adalah
menurut UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu. Pemilu adalah sarana pelaksanaan
kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan RI yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan pemilu tahun 1971?
2. Bagaimana kronologis peristiwa Malari?
3. Bagaimana latar belakang Integrasi Timor-Timur ke Wilayah Indonesia
?
4. Bagaimana pelaksanaan pelita I dan II ?

C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan pelaksanaan pemilu tahun 1971
2. Mendeskripsikan kronologis peristiwa Malari

Page 6

3. Mendeskripsikan latar belakang Integrasi Timor-Timur ke Wilayah


Indonesia
4. Mendeskripsikan pelaksanaan pelita I dan II

Page 7

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Pemilu pada Tahun 1971
a. Sistem Pemilu
Pemilu 1971 merupakan pemilu kedua yang diselenggarakan bangsa
Indonesia. Pemilu 1971 dilaksanakan pada pemerintahan Orde Baru,
tepatnya 5 tahun setelah pemerintahan ini berkuasa. Pemilu yang
dilaksanakan pada 5 Juli 1971 ini diselenggarakan untuk memilih Anggota
DPR.
Sistem Pemilu 1971 menganut sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan sistem stelsel daftar, artinya besarnya kekuatan
perwakilan organisasi dalam DPR dan DPRD, berimbang dengan besarnya
dukungan pemilih karena pemilih memberikan su-aranya kepada Organisasi
Peserta Pemilu.
b. Asas Pemilu
Pemilu 1971 dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas,
dan rahasia (LUBER).
1. Langsung, artinya bahwa pemilih langsung memberikan suaranya menurut
hati nura-ninya, tanpa perantara, dan tanpa tingkatan.
2. Umum, artinya semua warga negara yang telah memenuhi persyaratan
minimal dalam usia, mempunyai hak memilih dan dipilih.
3. Bebas, artinya bahwa setiap pemilih bebas menentukan pilihannya
menurut hati nura-ninya, tanpa ada pengaruh, tekanan, paksaan dari
siapapun dan dengan cara apapun.
4. Rahasia, artinya bahwa pemilih dalam memberikan suara dijamin tidak
akan diketahui oleh siapapun dan dengan cara apapun mengenai siapa
yang dipilihnya.
c. Dasar Hukum
1. TAP MPRS No. XI/MPRS/1966
2. TAP MPRS No. XLII/MPRS/1966
3. UU Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-Anggota
Badan Per-musyawaratan / Perwakilan Rakyat

Page 8

4. UU Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,


DPR, dan DPRD.
c. Tujuan Pemilu
Sedangkan tujuan umum pemilu di Indonesia adalah sebagai
berikut:
1) Melaksanakan kedaulatan rakyat
2) Melaksanakan hak-hak asasi warga negara
3) Memungkinkan terjadinya pergantian pemerintahan dengan aman dan
tertib
d. Badan Penyelenggara Pemilu
Lembaga Pemilihan Umum (LPU) dibentuk dengan Keputusan
Presiden Nomor 3 Tahun 1970. LPU diketuai oleh Menteri Dalam Negeri
yang keanggotaannya terdiri atas Dewan Pimpinan, Dewan Pertimbangan,
Sekretariat Umum LPU dan Badan Perbekalan dan Perhubungan.
Struktur organisasi penyelenggara di pusat, disebut Panitia Pemilihan
Indonesia (PPI), di provinsi disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat I
(PPD I), di kabupaten/kotamadya disebut Panitia Pemilihan Daerah Tingkat
II, di kecamatan disebut Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan di
desa/kelurahan disebut Panitia Pendaftaran Pemilih (Pantarlih). Untuk
melaksanakan pemungutan dan penghitungan suara dibentuk Kelompok
Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Bagi warga negara RI di luar
negeri dibentuk Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN), Panitia Pemungutan
Suara Luar Negeri (PPSLN), dan Kelompok Penyelenggara Pemungutan
Suara Luar Negeri (KPPSLN) yang bersifat sementara (adhoc).
e. Peserta Pemilu
Peserta Pemilu 1971 terdiri atas :
a. Partai Nahdlatul Ulama
b. Partai Muslim Indonesia
c. Partai Serikat Islam Indonesia
d. Persatuan Tarbiyah Islamiiah
e. Partai Nasionalis Indonesia
f. Partai Kristen Indonesia
g. Partai Katholik
h. Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia
i. Partai Murba
j. Sekber Golongan Karya
f. Hasil Pemilu
Hasil Pemungutan Suara :

Page 9

No
Urut

Jumlah
Suara

Jumlah
Kursi

607

2. PARTAI SYARIKAT ISLAM INDONESIA

1308237

10

3. Nahdlatul Ulama 1971

10213650

58

4. Partai Muslimin Indonesia

2930746

24

5. Partai Golongan Karya

34348673

236

6. Partai Kristen Indonesia

733359

7. Partai Musyawarah Rakyat Banyak

49000

3793266

20

381309

338403

Nama Partai

1. Partai Katolik (Indonesia)

8.

PARTAI NASIONAL INDONESIA MASSA


MARHAEN

9. PersatuanTtarbiyah Islamiyah

10. Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia

Penyederhanaan dan Pengelompokan Partai Politik


Setelah pemilu 1971 maka dilakukan penyederhanakan jumlah partai tetapi
bukan berarti menghapuskan partai tertentu sehingga dilakukan penggabungan
Page 10

(fusi) sejumlah partai. Sehingga pelaksanaannya kepartaian tidak lagi didasarkan


pada ideologi tetapi atas persamaan program. Penggabungan tersebut
menghasilkan tiga kekuatan sosial-politik, yaitu :
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan fusi dari NU, Parmusi, PSII,
dan Partai Islam Perti yang dilakukan pada tanggal 5 Januari 1973 (kelompok
partai politik Islam)
Partai Demokrasi Indonesia (PDI), merupakan fusi dari PNI, Partai Katolik,
Partai Murba, IPKI, dan Parkindo (kelompok partai politik yang bersifat
nasionalis).
Golongan Karya (Golkar)
B. Peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari)
peristiwa malari merupakan kejadian pertama yang menunjukkan
ketidaksetiaan jenderal-jenderal di lingkungan kepresidenan selama masa
pemerintahan Soeharto. Perang Intelijen dan permainan kotor yang dimainkan
oleh dua jenderal berpengaruh, hampir saja meruntuhkan takhta Soeharto.
Sedemikian sakit hatinya Soeharto atas terjadinya peristiwa ini, ia bahkan tidak
menyinggungnya dalam autobiografi Soeharto, pikiran, Ucapan, dan Tindakan
saya yang diterbitkan di tahun 1989. Tercatat hanya satu kali ia mengungkit
Peristiwa Malari. Itupun hanya sekilas menyebutkan bahwa peristiwa ini
merupakan kelanjutan dari aksi-aksi demonstrasi anti-korupsi mahasiswa diawal
tahun 70-an. Penghianatan telah melunturkan kepercayan Soeharto. Ia menjadi
lebih sensitif terhadap kritik-kritik yang dialamatkan kepada keluarga dan
kroninya.[1]
Diluar konflik militer, Peristiwa Malari dapat dikatakan sebagai tonggak
kebangkitan nasionalisme ekonomi di indonesia. Serangan para mahasiswa
terhadap modal asing beralih ke sasaran-sasaran dalam negeri, khususnya pebisnis
Cina lokal yang menjadi mitra bagi investor Jepang beserta rekan-rekan politik
mereka. Peristiwa ini juga telah mengubah pandangan rezim Soeharto bahwa
pertumbuhan ekonomi semata sudah merupakan jaminan kuat bagi
kesinambungan stabilitas politik.[2]
Pada 14 januari 1974 pukul 19.45, presiden Soeharto bersiap untuk
menjemput tamunya, Perdana Menteri Jepang Kakuei Tanaka yang rencananya
akan mengunjungi jakarta selama empat hari (14-17 januari 1974). Betapa
terkejutnya Soeharto saat mendapati laporan bahwa para mahasiswa telah bersiap
menggerakkan demonstrasi dibeberapa tempat.
Sekelompok mahasiswa berkumpul di ujung lapangan udara Halim
Perdanakusuma, tempat PM Tanaka mendarat. Mereka membawa aneka atribut,
termasuk poster-poster yang menyerukan kebencian terhadap jepang dan menolak
modal asing, terutama yang didominasi pihak Jepang.
Mencoba menerobos masuk untuk menemui PM Tanaka, para mahasiswa
ini dihadang oleh aparat keamanan yang memang diperintahkan untuk mencegah

Page 11

para demonstran masuk ke pangkalan udara. Gagal melaksanakan rencananya,


para mahasiswa kemudian keluar dan bergabung dengan rekan-rekan mereka yang
melakukan pemblokiran jalan-jalan keluar lapangan udara Halim PerdanaKusuma.
[3]
1. Jakarta diselubungi Asap
Keesokan harinya, selasa 15 januari 1974, kekacauan makin memuncak.
Ribuan mahasiswa yang dikomandoi Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia
(DMUI) berkumpul ditengah kota. Mereka berbaris di jalan-jalan sembari
membagi-bagikan selebaran yang berisikan tuntutan mereka kepada pemerintah.
Aktivitas mahasiswa terlihat meningkat dibeberapa kampus. Mereka kemudian
berunjuk rasa dari kampus Universitas Indonesia dijalan Salemba menuju
Universitas Trisakti di daerah Grogol, Jakarta.
Demonstrasi akhirnya tidak terkontrol lagi dan pecah menjadi kerusuhan
massa. Sore harinya, kelompok massa yang kebanyakan berasal dari golongan
pemuda dan anak-anak perkampungan jakarta turut turun ke jalan dan mulai
melakukan aksi anarkis. Mereka menyerang semua yang berbau Jepang. Mobilmobil buatan jepang di bakar. Gedung-gedung yang ada hubungannya dengan
jepang, seperti bangunan milik Astra Motor, dihancurkan. Pabrik minuman asal
luar negeri, Coca Cola, juga menemui nasib yang sama. Bahkan keesokan harinya,
massa mulai merampok dan menjarah pusat pertokoan di Pasar Senen. Suasana
Kota Jakarta menjadi mencekam dan diselubungi asap.
Diwaktu yang sama, Soemitro sedang mengikuti rapat Dewan Wanjakti
bersama jenderal M. Panggabean. Ditengah rapat, laksamana Soedomo, wakil
Pangkopkamtib, memberikan pesan melalui surat kepada Soemitro bahwa sedang
terjadi kekacauan di Jakarta. Namun Soemitro tidak langsung bertindak. Ia tetap
mengikuti rapat sembari memantau perkembangan keadaan yang dikabarkan
Soedomo kepadanya.
Ketika kepanikan semakin nyata di wajah wakilnya, barulah Soemitro
memutuskan untuk keluar dari ruangan rapat. Namun niatnya ini ditahan oleh
Panggabean, setelah selesai rapat, Soemitro baru menemui Soedomo untuk
berkoordinasi masalah keamanan. Jenderal Soemitro lalu meminta agar soedomo
menjaga keamanan jakarta dan mencegah agar demonstran tidak melintasi Monas
atau masuk ke istana Negara, tempat presiden Soeharto menerima PM Tanaka. Ia
lalu memutuskan untuk turun ke jalan menuju jalan Thamrin tempat dimana
kabarnya Kedutaan Besar Jepang diserbu oleh para demonstran.
Lambatnya Jenderal Soemitro selaku Pangkopkamtib bereaksi ini
menimbulkan pertanyaan di benak berbagai pihak. Kecurigaan pun mengarah
kepadanya.
Demonstrasi dan kerusuhan yang terjadi terang menjadi aib bagi soeharto
di hadapan tamunya, PM Tanaka. Dengan menahan rasa malu, Soeharto
menjelaskan kepada PM Tanaka bahwa masih tersisa perasaan anti-jepang di hati

Page 12

rakyat Indonesia. Untuk itu ia mengajukan dua masalah penting kepada pihak
jepang. Masalah pertama adalah berkaitan dengan pelimpahan skill dan
pengetahuan (dari jepang) kepada bangsa indonesia dan yang kedua, ia meminta
keberadaan partisipasi modal bangsa Indonesia dalam investasi-investasi Jepang
di Indonesia.
Usai agenda Perdana Menteri Jepang itu di indonesia, presiden Soeharto
dengan menggunakan helikopter yang berangkat dari istana, mengantarkan
tamunya ke pangkalan udara. Keadaan jakarta dirasa belum aman untuk dilalui
dengan kendaraan darat. Tak ayal Malapetaka 15 januari 1974, dikhawatirkan oleh
Soeharto, telah menciderai hubungan baik yang telah terbangun antara Indonesia
dengan Jepang sebagai salah satu investor asing terbesar saat itu.
2. Tujuan Malari
Menurut informasi yang disebarluaskan pemerintah, Peristiwa Malari
adalah bukti adanya pihak-pihak yang ingin menggulingkan kekuasaan
pemerintah yang sah. Oknum-oknum PSI bergabung dengan oknum Masyumi,
yang dibantu oleh oknum-oknum sosialis lainnya ( maksudnya PNI-Asu),
mendekati kader-kader muda untuk menyebarkan isu-isu dan kegiatan politik
yang menyudutkan pemerintah. Media massa, oknum sipil serta oknum militer
juga dituduh telah terlibat dengan gerakan PSI-Masyumi ini. Dikatakan bahwa
mereka ingin menggerakkan massa untuk mencapai kedua tujuan mereka. Tujuan
yang pertama atau tujuan taksis adalah menjatuhkan Aspri Presiden, komkamtib,
dan Dwi fungsi ABRI. Sementara tujuan kedua atau tujuan strategi mereka ingin
menggulingkan kepala negara, mengganti Pancasila dan mengubah UUD 45.
Tujuan akhir PSI adalah ingin mendirikan pemerintahan demokrasi liberal.
Sedangkan Masyumi dikatakan ingin mendirikan Negara Islam.
3. Tanggapan Tanaka tentang demonstrasi mahasiswa
Keterkejutan tidak hanya menjadi milik Soeharto. Meskipun beberapa hari
sebelumnya telah mendengar kabar dari para stafnya tentang protes-protes yang
gencar dilancarkan oleh para mahasiswa Indonesia terhadap perusahaanperusahaan Jepang, tak urung sambutan tak ramah mahasiswa Indonesia membuat
kaget perdana Menteri Kakuei Tanaka.
Dengan wajah yang diusahakan terlihat tenang, PM Tanaka menjelaskan
bahwa pemerintah jepang tidak bermaksud untuk mendominasi negara lain.
Konkretnya, jepang akan membentuk sebuah lembaga yang akan mengatur dan
membimbing pengusaha-pengusaha jepang yang ingin menanamkan modalnya di
Indonesia.
4. Keterlibatan oposisi jepang
Kerusuhan yang terjadi bertepatan dengan datangnya perdana menteri
jepang ke indonesia menimbulkan kecurigaan. Mungkinkah ada keterlibatan para
oposisi di jepang dalam peristiwa 15 januari 1974 di Indonesia?

Page 13

Kabar yang beredar mengatakan bahwa rangkaian demonstrasi menghujat


jepang di Asia Tenggara sesungguhnya adalah hasil rekayasa dari pihak oposisi di
jepang. Tujuannya tak lain menjatuhkan Perdana Menteri Tanaka dan partainya
yang sedang berkuasa. Oleh karena itu, rangkaian demonstrasi ini diatur agar
waktunya bersamaan dengan kunjungan kenegaraan Tanaka ke Asia Tenggara.
Dana-dana dalam jumlah yang cukup besar masuk dari jepang ke negara-negara
yang dikunjungi Tanaka. Maka terjadilah aksi kerusuhan anti-jepang, dimana
produk-produk buatan jepang dirusak dan dibakar.
Secara tersirat keterlibatan oposan jepang dimuat dalam buku peristiwa 15
januari 1974 versi pemerintah, dikatakan bahwa peristiwa Malari muncul, salahsatunya, disebabkan oleh " adanya kekuatan asing yang tidak suka kepada
kemajuan-kemajuan yang terdapat di Indonesia dan kekuatan asing ini selain
merupakan sumber konsep, juga sebagai sumber dana yang tidak kecil " Meski
demikian, belum ada penelitian khusus yang dapat membuktikan teori ini.[4]
5. Setelah peristiwa 15 januari 1974
Berang dengan sikap mahasiswa yang menunjukkan kecenderungan lepas
tangan atas terjadinya Malari, Soemitro memerintahkan pada Soedomo agar
menangkap hariman siregar dan DMUI. " mereka sudah bukan anak-anak lagi.
Harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka," tegas Soemitro. Sekurangkurangnya 11 orang meninggal, 300 luka-luka, dan 775 orang ditahan. Sebanyak
807 mobil dan 187 sepeda motor rusak, 144 bangunan terbakar dan 160 kg emas
dirampok dari toko-toko perhiasan. Sebuah catatan kelam yang nyaris saja
meruntuhkan kekuasaan Soeharto.
6. Di balik peristiwa malari
Dalam peristiwa Malari Jendral Ali Moertopo menuduh eks PSII dan eks
Masyumi atau ekstrem kanan adalah dalang peristiwa tersebut[5]. Tetapi setelah
para tokoh peristiwa Malari seperti Syahrir dan Hariman Siregar diadili, tidak bisa
dibuktikan bahwa ada sedikitpun fakta dan ada seorangpun tokoh eks Masyumi
yang terlibat disitu. Belakangan ini barulah ada pernyataan dari jendral Soemitro
(almarhum) dalam buku Heru Cahyono, pangkopkamtib jendral soemitro dan
peristiwa malari bahwa ada kemungkinan kalau justru malahan Ali Moertopo
sendiri dengan CSIS-nya yang mendalangi peristiwa malari.
Sebaliknya, "dokumen Ramadi" mengungkap rencana soemitro
menggalang kekuatan di kampus-kampus, "ada seorang jenderal berinisial S akan
merebut kekuasaan dengan menggulingkan presiden sekitar bulan april hingga
juni 1974. Revolusi sosial pasti meletus dan Pak Harto bakal jatuh". Ramadi saat
itu dikenal dekat dengan Soedjono Humardani dan Ali Moertopo. Tudingan dalam
"dokumen" itu tentu mengacu jenderal soemitro. Keterangan soemitro dan ali
moertopo masing-masing berbeda, bahkan bertentangan. Mana yang benar,
soemitro atau ali moertopo. Sampai sekarang belum ada kejelasan siapa yang
bertanggung jawab atas peristiwa Malari. Sejarah yang begitu gelap, banyak
pendapat tentang dalang peristiwa ini namun tidak memiliki bukti yang otentik.

Page 14

a. Kesaksian Hariman Siregar (penggerak Demonstasi Mahasiswa Bekas Anggota


Golkar)
Pada pengadilannya, tanpa bisa dicegah, Hariman Siregar telah dianggap
menjadi motor utama penggerak mahasiswa yang berujung pada huru-hara massa.
Sebagai Ketua Dewan Mahasiswa UI, ia harus mempertanggungjawabkan
perbuatannya di hadapan pengadilan.[6]
Hariman Siregar lahir pada tahun 1950. Sejak 1959 ia pindah ke jakarta
dan diterima sebagai mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
pada tahun 1968. Pada 30 juni 1973, ia terpilih menjadi Ketua DMUI.
Sebelumnya, tak ada yang menyangka kalau Hariman Siregar akan terpilih
menjadi ketua DMUI mengingat dominasi orang-orang Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) saat itu.
Pada waktu pemilihannya sebagai ketua DMUI. Hariman Siregar masih
tercatat sebagai anggota Golkar. Baru setelah terpilih menjadi ketua, ia memilih
mengundurkan diri dari Golkar. Ia merasa perlu mencari kebijakan yang
independen, lepas dari pengaruh Golkar[7]. Hal ini diutarakannya pada pelantikan
sebagai ketua DM-UI pada bulan September 1973. Meski ia mengakui
mendukung kebijakan-kebijakan pemimpin-pemimpin Golkar namun dia
menyadari sepenuhnya dipilih oleh para mahasiswa dan bukan oleh Golkar.
Ditiduh menjadi Antek PSI adalah tuduhan terberat yang mengarah pada
Hariman adalah soal kedekatannya dengan PSI. Isu ini telah berkembang sejak ia
terpilih menjadi ketua DMUI. Dinding-dinding kampus dipenuhi dengan tulisan
yang menuding Hariman Siregar, bersama Sjahrir (Sekjen GDUI), telah menjadi
"Antek PSI". Menurut mereka yang anti terhadap Hariman, hubungan antara
Hariman dengan PSI ini dibuktikan dengan kedekatannya dengan GDUI yang
dihuni oleh orang-orang PSI. Pada akhirnya, hal ini membuat Hariman Siregar
dipersalahkan dalam perannya pada Peristiwa 15 Januari 1974. Ia pun dihukum
enam tahun penjara, dipotong masa tahanan. Lebih ringan dari tuntutan jaksa, dua
belas tahun penjara. Buktyi-bukti yang kurang kuat, memaksa pengadilan berakhir
tanpa mengetahui secara jelas siapa dalang Malari sebenarnya.
Kesaksian tentang Malari "Bukan itu tujuan kami!" Komentar Hariman
Siregar ketika Wapangkopkamtib laksamana Soedomo menanyakan keterlibatan
mahasiswa pada kerusuhan yang terjadi pada tanggal 15 januari 1974. Kata-kata
inilah yang kemudian membuat Pangkopkamtib naik pintam karena menganggap
Hariman ingin melepaskan tanggung jawab. Perintah penangkapan pun
dikeluarkan oleh Soemitro. Hal ini tak ayal membuat Hariman Siregar menjadi
ketua DMUI terpendek sepanjang sejarah, yaitu hanya enam bulan saja.
Mengenai aksinya dipertengahan bulan januari 1974, Hariman
berkisah,"Pemerintah tidak memperhatikan rakyat, membiarkan harga melonjak
dan memanfaatkan kekuasaan hanya untuk kroni terdekat mereka. Karena itu
pemerintah harus dikoreksi. Bagi hariman, aksi-aksinya itu murni sebagai aksi
mahasiswa yang kecewa terhadap pemerintah dan bukan karena ditunggangi olehn

Page 15

pihak lain. " sebagai mahasiswa waktu itu, saya tergerak untuk melakukan aksi
ketika pemerintah yang mengaku dilahirkan mahasiswa kok mulai
menyimpang,"ujar Hariman lagi.
b. Soeharto mempermasalahkan dokumen Ramadi
Beberapa saat setelah jabatannya sebagai pangkopkamtib dicopot akibat
peristiwa malari, soemitro yang waktu itu masih menjabat wakil panglima malari,
soemitro yang waktu itu masih menjabat wakil panglima Angkatan Bersenjata
(wapangab) dipanggil menghadap Soeharto[7]. Dalam pertemuan itu, Soeharto
mempermasalahkan Dokumen Ramadi. Dikatakan dalam dokumen itu bahwa
revolusi sosial akan meletus antara tanggal 4 april 1974 dan 6 juni 1974. Soeharto
pasti jatuh dan digantikan oleh jenderal "S". Isu-isu yang beredar di luar juga
mengatakan bahwa Soemitro ingin menjadi presiden dengan mencari dukungan
dari kampus-kampus. Itulah sebabnya sebagai Pangkopkamtib, Soemitro dinilai
bertindak terlalu lunak pada mahasiswa. Latar belakang keluarganya yang berasal
dari PNI juga ikut disebut-sebut.
Karena desas-desus yang tak sedap ini, Soemitro lalu di minta oleh
Soeharto untuk pergi ke luar negeri menjadi Duta Besar di Washington. Tapi
tawaran Soeharto ditolak Soemitro. Ia merasa lebih terhormat jika ia
mengundurkan diri. Jabatan Wapangab pun diserahkan kembali pada Sang
Presiden.[8]
Dokumen Ramadi jelas telah mengakhiri karir Soemitro. Ironisnya,
Soemitro mengaku tidak pernah mengenal Ramadi. " Dengar namanya pun...
belum pernah!" Ucap Soemitro heran. Ia juga merasa belum pernah sekalipun
melihat Dokumen Ramadi.
Ramadi adalah bekas kolonel bidang hukum militer yang lahir di
pontianak, 12 Maret 1912. Namanya menjadi terkenal karena ditemukannya
sebuah dokumen yang mengatakan bahwa Soemitro bermaksud menggantikan
Soeharto. Nama Ramadi tertulis di dalam dokumen itu. Beberapa saat setelah
terjadi Peristiwa Malari, Ramadi ditangkap dan dimasukkan kepenjara.
Berdasarkan laporan, Ramadi diketahui saat itu sedang menjabat sebagai
Komisaris PT Ravitek. Ia jug merupakan salah satu anggota MPR dari golkar
sejak tahun 1971. Kabarnya, gabungan usaha perbaikan pendidikan islam
(GUPPI) berada dibawah pimpinan Ramadi. Dari pemeriksaannya, Ramadi
mengatakan bahwa Soemitro telah memberi angin kepada mahasiswa untuk terus
melancarkan demonstrasi. Bersama seseorang yang bernama Jayusman, Ramadi
mengaku ingin membantu soemitro merombak pemerintahan dan membersihkan
menteri-menteri, termasuk Ali Moertopo dan Sudjono Humardani.
Memang sikap lunak Soemitro terhadap aksi mahasiswa,
keterlambatannya mencegah huru-hara di tanggal 15 januari 1974, dan kabar
hubungannya dengan Ramadi memunculkan sebuah tanda tanya besar. Benarkah
Soemitro dengan bantuan kelompok Ramadi berambisi menjadi presiden? Dari

Page 16

pemeriksaan Ramadi inilah banyak dikorek informasi yang menyudutkan


Soemitro. Dikatakan, Ramadi pernah berkata pada K.H. Sjarifuddin Mohammad
Amin (ketua umum GUPPI), " ini hari yang bakal menangis si gendut
( maksudnya Soemitro-pen.)!". Kematian Ramadi, 61 tahun, yang tiba-tiba di
RSPAD Gatot Soebroto semakin menambah misteri kasus Malari, mungkinkah
Ramadi sengaja disingkirkan?
c. Menurut Soemitro Ali yang ingin menjadi presiden
Tak terima dengan segala kabar yang memojokkannya, Soemitro lalu
membela diri. Melalui dua bukunya, Soemitro: dari pangdam Mulawarman
sampai pangkopkamtib dan pangkopkamtib jenderal soemitro dan peristiwa 15
januari 1974, ia menceritakan kesaksiannya di seputar kejadian malari. Hal ini
mungkin dilakukannya untuk menandingi buku peristiwa 15 januari 1974
karangan Marzuki Arifin yang sangat memojokkannya.
Mengenai Peristiwa Malari, Soemitro merasa yakin bahwa peristiwa ini
merupakan salah satu ekses yang ditimbulkan oleh ambisi Ali Moertopo yang
ingin menggapai ambisinya menjadi presiden dengan cara dan melalui saluran
intelijen, terang Soemitro.

C. Integrasi Timor-Timur ke Wilayah Indonesia


Integrasi Timor-Timur ke dalam wilayah Indonesia tidak terlepas dari situasi
politik internasional saat itu, yaitu perang dingin dimana konstelasi geopolitik
kawasan Asia Tenggara saat itu terjadi perebutan pengaruh dua blok yang sedang
bersaing pada saat itu yaitu Blok Barat (Amerika Serikat) dan Blok Timur (Uni
Soviet). Dengan kekalahan Amerika Serikat di Vietnam pada tahun 1975,
berdasarkan teori domino yang diyakini oleh Amerika Serikat bahwa kejatuhan
Vietnam ke tangan kelompok komunis akan merembet ke wilayah-wilayah
lainnya. Berdirinya pemerintahan Republik Demokratik Vietnam yang komunis
dianggap sebagai ancaman yang bisa menyebabkan jatuhnya negara-negara di
sekitarnya ke tangan pemerintahan komunis.
Kemenangan komunis di Indocina (Vietnam) secara tidak langsung juga
membuat khawatir para elit Indonesia (khususnya pihak militer). Pada saat yang
sama di wilayah koloni Portugis (Timor-Timur) yang berbatasan secara langsung
dengan wilayah Indonesia terjadi krisis politik. Krisis itu sendiri terjadi sebagai
dampak kebebasan yang diberikan oleh pemerintah baru Portugal di bawah
pimpinan Jenderal Antonio de Spinola. Ia telah melakukan perubahan dan
berusaha mengembalikan hak-hak sipil, termasuk hak-hak demokrasi.
Pada waktu bangsa Indonesia memproklamasikan Negara Republik Indonesia
pada tanggal 17 Agustus 1945, Timor Timut tetap berada pada cengkeraman
penjajah Portugis. Pada tahun 1974 pemerintah Portugis akan melaksanakan
Dekolonisasi daerah-daerah jajahannya, termasuk Timor (Timor Timur).

Page 17

Dalam rangka pelaksanaan pemerintah Portugal mengenai dekolonisasi


jajahannya di Timor Timur, Menteri seberang lautan Portugal Dr. Antonio de
Almeida Santos pada tanggal 16 sampai 19 Oktober 1974 datang ke Indonesia
untuk mengadakan pembicaraan dengan pemerintah RI, tentang kebijaksanaan
Portugal yang menyangkut Timor-Timur.
Pada sidang Dewan Stabilitas Politik dan Keamanan Nasional tanggal 18
Oktober 1974 di Jakarta yang dihadiri oleh Menteri Seberang Lautan Portugal Dr
Antonio de Almeida Santos, Presiden Soeharto secara resmi menyatakan sikap
dasar pemerintah Indonesia mengenai masalah Timor-Timur sebagai berikut:
1. Tidak mempunyai ambisi teritorial
2. Menghormati hak rakyat Timor-Timur untuk menentukan nasib sendiri
3. Bila rakyat Timor-Timur ingin bergabung dengan Indonesia, tidak mungkin
bergabung sebagai negara, tetapi sebagai wilayah NKRI
Presiden Soeharto kemudian mengirim utusan pribadinya Letjen TNI Ali
Murtopo untuk menjelaskan sikap Indonesia kepada pemerintah Potugal di
Lisabon. Dari pendekatan itu, Indonesia melihat tiga alternatif dalam penyelesaian
masalah Tinor-Timur, yaitu
1. Merdeka di bawah naungan Portufal
2. Bergabung dengan Indonesia
3. Merdeka penuh
Situasi kehidupan rakyat di Timor Timur pada waktu itu ada 3 partai politik, yaitu:
Partai UDT (Unio Democracio de Timorrenco). Diketuai oleh Franciscus
Xavier Daerus bercita-cita Timor Timur merdeka dan tetap berada dalam ikatan
dengan Portugis.
Partai FRETELIN (Frente Timorenco Lente Independeco). Diketuai oleh Xavier
do Amarai, bercita-cita ingin Timor Timur lepas dari Portugis maupun
pemerintahan Indonesia, dan berhaluan Komunis.
Partai APODETI (Acocion Populer de Timorenco). Diketuai Arnaldo das Reis
Aurojo, bercita-cita Timor Timur merdeka dan berintegrasi dengan pemerintah
Republik Indonesia.
Dalam pada itu Portugis mengalami perubahan pemerintahan, kaum
komunis mengalami kemenangan
dalam pemilihan umum, sehingga
pemerintahan jatuh ketangan komunis. Kolonel Lemos Peres yang berhaluan
komunis diangkat menjadi Gubernur di Timor Timur.
Kolonel Lemos Peres berpihak kepada partai Fretilin. Parati ini diberi
kesempatan memperoleh dan menggunakan senjata dari tentara Portugis. Karena
Fretilin merasa kuat, maka memusuhi dan memerangi pihak lawan-lawannya yang
dianggap menghalang-halangi cita-citanya.

Page 18

Sementara kaum Fretilin mengganas memerangi kaum UDT dan lainnya,


maka partai APODETI yang tanggap situasi melakukan siaga penuh dan bersiap
siaga diperbatasan Timor Timur Indonesia. Karena pihak UDT merasa terdesak,
maka minta bantuan dan bersatu dengan pihak APODETI melawan Fretilin.
Sementara kaum Fretilin mengganas, maka pemimpin-pemimpin UDT dan
APODETI mengumumkan proklamasi di Balibo pada tanggal 7 Desember 1975,
yang berisi pernyataan bahwa Timor Timur m]berintegrasi dengan Pemerintah RI.
Atas dasar proklamasi Balibo dan permintaan pemimpin-pemimpin UDT
dan APODATI maka sukarelawan Indonesia membantu dan berintegrasi dengan
putra-putra Timor Timur untuk melawan kaum Fretilin yang mengganas dibantu
oleh tentara serta pemerintah Portugis.
Akhirnya putra-putra TimTim yang telah berintegrasi dan bersatu dengan
saudara-saudara sukarelawan yang sedia berkorban membantu mengusir penjajah
dengan kaki tangannya, maka berhasillah menghancurkan kekuatan Fretilin
dengan sisa penjajah Portugis di Timor Timur.
Dengan hancurnya Fretilin maka kemudian rakyat sepakat membentuk
pemerintah sementara yang dipimpin oleh Arnaldo dan Rais Aurojo. Dalam usaha
untuk memahami dan menyalurkan keinginan rakyat Timtim yang sebenarnya,
maka pemerintah sementara mengadakan rapat besar di Dili.
Rapat itu dihadiri oleh wakil dari 13 kabupaten. Rapat tersebut
menghasilkan petisi kepada Pemerintah RI, tentang keinginan rakyat TimorTimur
untuk berintegrasi dengan Republik Indonesia. Pada tanggal 16 Juli 1976 petisi
tersebut disampaikan oleh pemimpin-pemimpin Timor Timur kepada Pemerintah
Republiuk Indonesia.
Untuk menanggapi petisi tersebut, maka dengan Surat Keputusan Presiden
Nomor 113/LN/1976 dibentuklah delegasi untuk mengetahui secara langsung
keinginan rakyat Timor Timur.
Atas dasar laporan delegasi yang telah mengetahui secara langsung
keinginan rakyat Timtim, maka pemerintah RI mengadakan langkah-langkah
konstitusional, yaitu dengan mengajukan rencana Undang-undang (RUU) kepada
Dewan Perwakilan Republik Indonesia, tentang integrasi Timor Timur kedalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Rencana undang-undang tersebut disyahkan oleh DPR pada tanggal 17 Juli
1976, menjadi Undang-undang dan kemudian oleh MPR dengan ketetapan MPR
nomor VI/MPR/1978 Timor Timur ditetapkan menjadi Propinsi yang ke-27 dari
wilayah negara kesatuan RI.

D. Pelaksanaan Pelita I dan Pelita II

Page 19

Selama orde baru pembangunan nasional ditujukan pada terciptanya


masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Kemudian pemerintah
mengambil kebijakan pembangunan nasional berpedoman pada Trilogi
pembangunan dan Delapan jalur pemerataan, yang intinya kesejahteraan bagi
semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan ekonomi yang stabil.
Pembangunan nasional dilakukan secara bertahap, dengan jangka panjang atau
jangka pendek, jangka pangjang mencakup periode 25 sampai 30 tahun jangka
pendek 5 tahun yang disebut pelita.
Tugas pemerintah orde baru menghentikan proses ekonomi dan membina
landasan yang kuat bagi pertumbuhan ekonomi ke arah yang wajar. Pembangunan
dalam periode PJP l di mulai dengan pelaksanaan Repelita I dengan strategi dasar
di arahkan pada pecapaian stabilisasi nasional ( ekonomi dan politik) ,
perumbuhan ekonomi, serta minitik beratkan pada sektor pertanian dan industri
yang menunjang tentang pertanian.
1. Pelita I (1 April 1969 31 Maret 1974)
Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi
landasan awal pembangunan Orde Baru.
Tujuan Pelita I : Untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap berikutnya.
Sasaran Pelita I : Pangan, Sandang, Perbaikan prasarana, perumahan rakyat,
perluasan lapangan kerja, dan kesejahteraan rohani.
Titik Berat Pelita I : Pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk
mengejar keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang
pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih hidup dari hasil pertanian.
Muncul peristiwa Malari (Malapetaka Limabelas Januari) terjadi pada tanggal 1516 Januari 1947 bertepatan dengan kedatangan PM Jepang Tanaka ke Indonesia.
Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang
menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonomi di Indonesia sebab
produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan
dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.
2. Pelita II (1 April 1974 hingga 31 Maret 1979)
Repelita II untuk periode 1974 / 1975 1978 / 1979 dengan strategi dasar
di arahkan pada pecapaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, stabilitas
nasional, dan pemerataan pembangunan dengan penekanan pada ektor pertanian
dan peningkatan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Setelah repelita II di lanjutkan dengan repelita III untuk periode 1979/19801983/1984 ,yakni dengan titikberat pembangunan pada sektor pertanian menuju
swasembada pangan dan meningkatkan produksi hasil pertanian lainnya.
Pembangunan sektor industri meliputi industri yang menghasilkan barang ekspor ,

Page 20

industri yang banyak menyerap tenaga kerja , industri pengolahan hasil pertanian ,
dan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri. PJP I telah di akhiri
dengan repelita V ( 1987 / 1990 1993 / 1994 ). Tahun 1973 Majelis
Permusyawaratan Rakyat merumuskan dan menetapkan GBHN pertama
merupakan strategi pembangunan nasional.

Page 21

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pemilu 1971 diikuti oleh 58.558.776 pemilih untuk memilih 460 orang
anggota DPR dimana 360 orang anggota dipilih dan 100 orang diangkat.
Diikuti oleh 10 organisasi peserta pemilu yaitu Partai Golongan Karya (236
kursi), Partai Nahdlatul Ulama (58 kursi), Partai Muslimin Indonesia (24
kusi), Partai Nasional Indonesia (20 kursi), Partai Kristen Indonesia (7
kursi), Partai Katolik (3 kursi), Partai Islam Perti (2 kursi), Partai Murba dan
Partai IPKI (tak satu kursipun).
Berawal dari ketidaksetiaan jenderal-jenderal kepresidenan selama masa
pemerintahan soeharto. Perang dan permainan kotor yang di mainkan oleh
dua jenderal yang berpengaruh terhadap tahta soeharto yang hampir saja
runtuh tahtanya. Peristiwa malari sekilas menyebutkan bahwa peristiwa ini
merupakan kelanjutan dari aksi-aksi demonstrasi anti korupsi mahasiswa di
awal tahun 70-an. Peristiwa malari di katakan sebagai tonggak kebangkitan
nasionalisme ekonomi indonesia,serangan mahasiswa terhadap modal asing
beralih ke sasaran dalam negeri,khususnya pebisnis cina lokal yang menjadi
mitra bagi investor jepang beserta rekan-rekan politik mereka. Pada tanggal
14 januari 1974 presiden soeharto menjemput tamunya yaitu perdana
menteri jepang kakuei tanaka yang berencana mengunjungi jakarta selama 4
hari. Pada waktu yang bersamaan soeharto di kejutkan dengan laporan
bahwa mahasiswa telah bersiap menggerakkan demonstrasi dibeberapa
tempat. Sekelompok mahasiswa berkumpul di ujung lapangan perdana
halim perdanakusuma dengan membawa aneka atribut atau poster yang
menyerukan kebencian terhadap jepang dan menolak modal asing,terutama
yang di dominasi pihak jepang.
Timor-timur berintegrasi dengan indonesia di latar belakangi oleh situasi
politik internasional pada saat itu, adanya krisis politik di timor-timur akibat
cengkraman dari portugis. Adanya pengaruh letak geografis antara indonesia
dengan timor-timur membawa indonesia lebih dekat dengan timor-timur.
Selain itu, banyaknya bantuan dari indonesia kepada timor-timur sehingga
ada kemungkinan integrasi timor-timur dengan indonesia.
Pelita 1 bertujuan untuk meningkatkan tarafhidup dan kesejahteraan seluruh
rakyat indonesia dengan meletakkan landasan yang kuat untuk tahap
pembangunan berikutnya. Di prioritaskan pada sektor pertanian dan industri
yang menunjang sektor pertanian
Pelita 2 di perioritaskan padda pembangunan ekonomi dengan titik berat
pembangunan sektorpertanian dan peningkatan industri yang mengolah
bahan mentah menjadi bahan baku.

Page 22

B, Saran
Dengan permasalahan yang dialamai oleh pemerintahan pada masa Orde
Baru, seperti dengan banyaknya uatang luar negri bangsa indonesia untuk
pembangunan, meskipun pembangunan berjalan dengan lancar, tapi Indonesia
menanggung utang yang begitu banyak. Selain itu, pemerintah pada zaman
tersebut terjadi sentralisasi dalam pemerintahan dan kegiatan ekonomi. Oleh
karena itu penulis memberikan salah terhadap permasalah tersebut. Yaitu lakukan
otonomi daerah kepada seluruh propinsi,sehingga potensi-potensi yang ada pada
dareah tersebut bisa dioptimalkan dengan seefisien mungkin. Harus terjadi
transparansi dalam sistem keuangan sehingga masyarakat bisa mengerti.

Page 23

DAFTAR RUJUKAN
http://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/election/directory/election/?
box=detail&id=20&from_box=list&hlm=1&search_ruas=&search_keyword=&ac
tivation_status=
diakses pada 2 November 2016;19.54 WIB
https://kpukotakendari.wordpress.com/category/sejarah-pemilu/pemilu-19711997/
diakses pada 2 November 2016:20.13 WIB
http://marharjono.blogdetik.com/2012/09/18/perkembangan-politik-dan-ekonomipemerintahan-orde-baru (2 November 2016:20.27 WIB)
http://sherila-putri.blogspot.co.id/2013/06/perkembangan-politik-indonesiasejak.html
diakses pada 2 November 2016:20.49 WIB
http://sejarah-kelam-indonesia.blogspot.co.id/2016/03/peristiwa-malarimalapetaka-lima-belas-januari-1974.html (2 November 2016:21.02 WIB)
http://ayesaalodia.blogspot.co.id/2011/03/kebijakan-pembangunan-pelita-ipelita.html
diakses pada 2 November 2016:21.16 WIB
http://raoef.blogspot.co.id/2008/11/sejarah-perkembangan-politik-dan.html
diakses pada 2 November 2016:21.35 WIB
http://googleweblight.com/?
lite_url=http://wartasejarah.blogspot.com/2014/12/peristiwa-malapetaka-15januari-1974.html?
diakses pada 6 november 2016 :9.04 WIB
http://expresisastra.blogspot.co.id/2013/12/Cara-Menulis-Daftar-PustakaBerdasarkan-Jenis-Sumber-yang-Digunakan.html
diakses pada 10 November 2016 : 16.16 WIB
Musthofa Sh.(2009). Sejarah 3 : Untuk SMA/MA Kelas XII Program
IPA.Jakarta:Pusat Perbukuan

Page 24

Sejarah Nasional Indonesia VI/Marwati Djoened Poesponegoro:Nugroho.-cet.7.Jakarta:Balai Pustaka, 1992.


Sejarah Indonesia/Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.--.Jakarta:Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan,2015.

Page 25

Anda mungkin juga menyukai