BAB I Perawatan Luka
BAB I Perawatan Luka
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Teknik perawatan luka (wound dressing) saat ini berkembang pesat dan
dapat membantu perawat dan pasien untuk menyembuhkan luka kronis.
Prinsip lama yang menyebutkan penanganan luka harus dalam keadaan
kering, ternyata dapat menghambat penyembuhan luka, karena menghambat
proliferasi sel dan kolagen, tetapi luka yang terlalu basah juga akan
menyebabkan maserasi kulit sekitar luka. Memahami konsep penyembuhan
luka lembab, pemilihan bahan balutan, dan prinsip-prinsip intervensi luka
yang
optimal
merupakan
konsep
kunci
untuk
mendukung
proses
dengan
menggunakan
balutan
penahan
kelembaban,
sehingga
Perawatan luka yang tidak tepat dapat membuat penderitaan pasien akan
berkepanjangan dan tidak nyaman. Selama ini beberapa dokter atau perawat
menggunakan cara perawatan luka konvensional. Cara itu biasanya
memerlukan kasa sebagai balutan dan cairan natrium klorida untuk
membasahi agar tercipta suasana lembab. Perawatan luka konvensional
memerlukan penggantian kasa yang sering karena luka harus sering
dikompres dan diganti sebelum kasa mengering. Bahkan tak jarang
penggantian kasa menimbulkan trauma pada luka yang baru sembuh dan
bahkan rasa sakit pada pasien (Adisaputra, 2015).
Perawatan luka dengan menggunakan prinsip moisture balance ini
dikenal sebagai metode modern dressing dengan memakai dressing yang
lebih modern. Metode ini belum banyak dikenal dalam dunia medis di
Indonesia. Asia Pacific Wound Care Congress (APWCC) mencatat bahwa
hingga tahun 2012, di Indonesia setidaknya baru ada 25 rumah sakit,
khususnya di Pulau Jawa yang telah menerapkan manajemen perawatan luka
modern (Adisaputra, 2015).
Dengan jumlah 25 rumah sakit tentu saja sangat kecil karena hanya
mewakili sekitar 2,4% dari total 1.012 rumah sakit di Indonesia. Itu sebabnya,
pihak APWCC yang merupakan aktivitas para tim medis tergerak untuk terus
menginformasikan metode perawatan luka ke seluruh wilayah Asia Pasifik
hingga metode modern ini menjadi standar (Adisaputra,2015).
Pada
Perawatan
Luka
di
RSUD
Dr.
Djasamen
Saragih
luka akut seperti luka operasi, luka superfisial, dan luka kronik, termasuk luka
kronik yang menghasilkan jaringan nekrotik.
Meidina (2012) menunjukkan hasil dari penelitiannya seluruh perawat
(100%) menggunakan povidone iodine sebagai larutan antiseptik pada luka
bedah (akut) dan 23 perawat (76.60%) menggunakan povidone iodine sebagai
larutan antiseptik pada luka kronik, termasuk juga pada luka kronik yang
menghasilkan jaringan nekrotik.
Meidina (2012) menunjukkan hasil dari penelitianya 100% (30 perawat)
tidak menggunakan balutan yang dapat mempertahankan kelembaban (moist
wound healing) seperti balutan oklusif ataupun balutan yang menyerap cairan
(absorben dressing). Hasil peneltian ini juga menunjukkan bahwa seluruh
perawat (30 orang) menggunakan balutan basah kering untuk merawat semua
jenis luka akut dan 93.38% (28 perawat) menggunakan balutan basah kering
(wet to dry) pada luka kronik termasuk luka kronik yang disertai dengan
jaringan nekrotik.
Perawatan luka yang dilaksanakan di ruangan hanya dilaksanakan sebatas
mengganti balutan luka, membersihkan balutan luka kemudian selesai, tanpa
adanya proses paripurna/komprehensif, yaitu meliputi pengkajian, pemilihan
dressing, implementasi, dokumentasi dan evaluasi. Hal ini terjadi karena pola
fikir lama yang salah dan sudah membudaya dikalangan perawat. Kurangnya
minat dan motivasi perawat muda untuk lebih antusias lagi dalam menangani
luka yang lebih berkualitas bagi proses penyembuhan luka pasien (Erfandi,
2013).
Pengetahuan dan motivasi perawat dapat berpengaruh terhadap tindakan
perawatan luka modern, yang tentunya akan berdampak pada proses
penyembuhan luka apakah semakin cepat atau semakin lama. Pemulihan
pasien yang lebih cepat dapat dipastikan akan meningkatkan kualitas hidup
pasien. Perawatan luka modern akan berpengaruh pada lama hari perawatan
dan biaya perawatan di RS (Adisaputra, 2015).
Motivasi menjadi kekuatan pendorong bagi seseorang untuk berperilaku
tertentu, adanya orientasi tertentu untuk tujuan tertentu dan adanya kebutuhan
pribadi. Jadi motivasi merupakan dorongan bagi seseorang berprilaku tertentu
untuk mencapai keinginannya sehingga tercapai kesesuaian antara kebutuhan
pribadi dengan tujuan organisasi. Kesesuaian akan dapat menimbulkan sinergi
dalam mencapai kinerja organisasi (Miftah, 2003).
Motivasi merupakan suatu aktivitas yang menempatkan seseorang atau
suatu kelompok yang mempunyai kebutuhan tertentu dan pribadi, untuk
bekerja menyelesaikan tugasnya. Motivasi merupakan kekuatan, dorongan,
kebutuhan,
tekanan,
dan
mekanisme
psikologis
yang
dimaksudkan
mempunyai motivasi tinggi. Dari data tersebut artinya lebih dari separuh
responden menyatakan bahwa perawat pelaksana di RSUD Batang
motivasinya rendah dalam melaksanakan perawatan luka post operasi.
Kepatuhan perawat pelaksana dalam melaksanakan perawatan luka post
operasi di RSUD Batang. Menunjukkan hasil bahwa dari 34 responden,
sebanyak 22 responden (64,7%) menyatakan tidak patuh. Dan sebanyak 12
responden (35,3%) menyatakan patuh. Dari data tersebut artinya bahwa
sebagian besar responden tidak patuh dalam melaksanakan perawatan luka
post operasi di RSUD Batang.
Hasil analisa bivariate dari penelitian devi dan wijayanti (2013)
menggambarkan motivasi dan kepatuhan perawat pelaksana diperoleh value
= 0,009 ( lebih kecil dari alpha yaitu 0,05) maka Ho ditolak yang berarti ada
hubungan yang bermakna antara motivasi perawat dengan kepatuhan perawat
pelaksana dalam melaksanakan perawatan luka post operasi sesuai dengan
SOP di RSUD Batang.
Saat dilakukan studi pendahuluan dengan mewawancarai kepala ruang
perawatan penyakit bedah RS Islam Nahdlotul Ulama Demak M Nur Asyiq
pada bulan november 2015, mengungkapkan bahwa ilmu perawatan luka
yang sekarang ini jauh lebih berbeda dengan dulu dan ilmunya berkembang
sangat pesat. Didukung juga teknologi terbaru dalam pemilihan wound
dresssing (balutan luka). Pemilihan balutan luka yang tepat dapat membantu
meningkatkan derajat kesehatan pasien yang mengalami luka sehingga akan
meringankan biaya dan menghemat waktu perawat.
9
B. Rumusan Masalah
Motivasi merupakan faktor pendukung penting yang harus dimiliki oleh
setiap perawat karena motivasi yang baik dapat membawa seseorang
melakukan suatu tindakan yang optimal. Perawatan luka yang baik dan benar
sangat penting untuk proses penyembuhan luka akan semakin cepat.
Perawatan luka yang salah akan mengakibatkan luka semakin parah. Luka
yang tak terawat dengan baik dapat terkontaminasi mikroba, mengalami
10
infeksi lokal dan meluas menjadi infeksi sistemik bahkan bisa berakibat fatal
bagi pasien seperti amputasi anggota tubuh (Devi, 2013)
Berdasarkan fenomena yang ada, Peneliti merumuskan masalah Apakah
ada hubungan motivasi dengan perawatan luka modern di ruang rawat inap
RS Islam Nahdlotul Ulama Demak.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
motivasi dengan perawatan luka modern di ruang rawat inap RS Islam
Nahdlotul Ulama Demak.
2. Tujuan Khusus
a.
b.
c.
D. Manfaat Penelitian
11
1. Manfaat Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan tentang
perkembangan ilmu perawatan luka modern.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini di harapkan dapat memberikan manfaat untuk :
a.
Institusi Pendidikan
Memberikan informasi tentang kemajuan perawatan luka
modern. Memberikan masukan untuk merancang dan mengelola
mata ajar perawatan luka modern agar lebih disukai mahasiswa.
b. Rumah sakit
Sebagai masukan untuk RS Islam Nahdlotul Ulama Demak
dalam menyusun suatu kebijakan yang terkait motivasi kerja
karyawan dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan mutu
pelayanan.
c.
Mahasiswa
Mengenal teknik perawatan luka modern, sehingga dapat
memberikan kesiapan dalam melakukan perawatan luka modern di
lahan praktek.
d. Perawat
Memberikan wawasan dan motivasi agar lebih mengenal dan
12
Masyarakat
Masyarakat dapat merasakan perawatan luka modern sehingga
mengurangi hari rawat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
13
14
c.
Luka operasi
1) Luka Operai Bersih
a) Pembuatan luka / operasi pada daerah kulit yang pda kondisi pra
bedah
tanpa
peradangan
dan
tidak
membuka
traktus
Fase inflamasi:
16
b.
Fase Proliferasi
1) Fase ini mengikuti fase inflamasi dan berlangsung selama 2 sampai 3
minggu. Pada fase ini terjadi neoangiogenesis membentuk kapiler
baru.
17
Injuri jaringan
Haemoragik, aktivasi platelet dan degranulasi, aktivasi komplemen,
pembekuan dan haemostasis
18
19
serum
albumin
rendah
akan
menurunkan
difusi
22
subkutan
c) Stadium I
epidermis/lecet
b) Yellow/Kuning
(kuning
muda/kuning
kehijauan/kuning
23
Superficial Ulcer
(1) Stadium 0
dengan
tulang,
kaki
yang
menonjol/charcot
arthropathies
(2) Stadium 1
Deep Ulcer
(1) Stadium II : Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang atau
tendon (dengan underminning/goa)
(2) Stadium III : Penetrasi dalam, osteomyelitis, pyarithrosis,
plantar abses atau infeksi hingga tendon
c)
Gangrene
(1) Stadium IV : Gangrene sebagian, menyebar hingga sebagian
dari jari kaki, kulit sekitarnya selulitis, gangrene lembab/kering
(2) Stadium V : Seluruh kaki dalam, kondisi nekrotik/ gangrene
25
e. Malodor
Adanya bau yang tidak sedap yang dikeluarkan oleh luka
f. Status Vaskular
Penilaian ini berhubungan dengan transportasi oksigen dan suplai
nutrisi yang adekuat ke seluruh lapisan sel merupakan hal yang sangat
penting dalam proses penyembuhan luka. Pengkajian berupa: cek cafillary
refill time, edema, temperatur kulit.
g. Status Neurologik
Cek fungsi motorik berupa adanya kelemahan otot secara umum,
perubahan bentuk tubuh terutama kaki pada penderita DM, kehilangan
sensasi pada ujung-ujung ekstremitas, dan kelembaban kulit.
h. Nyeri
Periksa nyeri pada area luka dengan menggunakan format PQRST,
dan pain rating scale 0-10
i. Tanda-tanda Infeksi
Kaji tanda-tanda infeksi (cardinal sign); dan produksi pus yang meningkat
j. Perdarahan
Kaji adanya dan catat jumlah perdarahan terutama pada saat
penggantian balutan.
26
Kemampuan
balutan
untuk
dapat
menyerap
cairan
yang
c)
d)
e)
Ovington
menyatakan
bahwa
perawatan
luka
secara
30
mendapatkan
hasil
yang
optimal,
seorang
perawat
harus
dapat
b.
c.
d.
e.
f.
g.
sebagai berikut :
a.
b.
c.
Mempertahankan kelembaban
d.
e.
Nyaman digunakan
f.
Steril
g.
Cost effective
B. Konsep Motivasi
1. Definisi Motivasi
31
Motivasi berasal dari motive atau dengan prakata bahasa latinnya, yaitu
movere yang berarti mengerahkan. Martoyo dalam Elqorni (2008) motive
atau dorongan adalah suatu dorongan yang menjadi pangkal seseorang
melakukan sesuatu atau bekerja. Seseorang yang sangat termotivasi, yaitu
orang yang melaksanakan upaya substansial, guna menunjang tujuan-tujuan
produksi kesatuan kerjanya, dan organisasi dimana ia bekerja. Seseorang yang
tidak termotivasi, hanya memberikan upaya minimum dalam hal bekerja.
Konsep motivasi, merupakan sebuah konsep penting studi tentang kinerja
individual. Dengan demikian motivasi atau motivation berarti pemberian
motiv, penimbulan motiv atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan
yang menimbulkan dorongan.
Motivasi adalah semua hal verbal, fisik atau psikologis yang membuat
seseorang melakukan sesuatu sebagai respon. Motivasi adalah karakteristik
psikologis manusia yang memberikan kontribusi pada tingkat komitmen
seseorang.
Hal
ini
termasuk
faktor-faktor
yang
menyebabkan
dan
mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad tertentu (Titik, 2015)
Menurut Sondang (2012) yang dimaksud dengan motivasi adalah daya
pendorong yang mengakibatkan seseorang anggota organisasi mau dan rela
untuk mengerahkan kemampuanya. Bisa dalam bentuk keahlian atau
keterampilan tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan
yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya, dalam
rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah
ditentukan sebelumnya.
32
yang
mengatakan
bahwa
kebutuhan
manusia
itu
dapat
Kebutuhan sosial/rasa
memiliki
Kebutuhan penghargaan
Kebutuhan fisiologis
Motivasi
Bekerja
34
Tercermin pada sifat dasar manusia sebagai insan sosial. Setiap orang
ingin mengaitkan keberadaanya dengan orang lain dan dengan
lingkungannya , keberadaan seseorang dapat dikatakan tidak mempunyai
makna yang hakiki. Kebutuhan Relatedness identik dengan kebutuhan
pada tingkatan 3 dan 4 dari teori Maslow. Misalnya hubungan dengan
atasan, hubungan dengan kolega, hubungan dengan bawahan, hubungan
dengan teman, hubungan dengan orang luar organisasi.
3) Pertumbuhan (Growth)
Kebutuhan ini pada dasarnya terdermin pada keinginan seseorang
untuk bertumbuh dan berkembang, misalnya dalam peningkatan
keterampilan dalam bidang pekerjaan atau profesi seseorang yang
memungkinkannya meraih apa yang secara umum disebut sebagai
kemajuan dalam perjalanan hidup seseorang. Kebutuhan Growth
identik dengan kebutuhan pada tingkat 5 dari teori Maslow. Misalnya
bekerja kreatif, inovatif, bekerja keras, kompeten, pengembangan pribadi.
Dalam kegiatan ilmiah hal ini merupakan hal yang biasa. Artinya konsep
dasar yang digunakan berbagai pihak atau orang untuk menjelaskan suatu
fenomena sosial sebenarnya sama, akan tetapi klasifikasi atau istilah berbeda
(Sondang, 2012).
c). Teori Motivasi Higiene
Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg tentang motivasi yang
mempertajam pengertian mengenai efektifitas dari situasi dalam situasi
kerja.teori tersebut terkenal dengan teori Hygiene-motivasi atau teori 2 faktor,
35
36
37
3.
Tujuan Motivasi
Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk
menggerakkan atau menggugah seseorang agar timbul keinginan dan
kemauannya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau
38
b) Meningkatkan produktivitas.
c)
d) Meningkatkan kedisplinan.
e)
f)
39
Motivasi Intrinsik
Yaitu motivasi yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri.
Termasuk motivasi intrinsik adalah perasaan nyaman pada ibu nifas
ketika dia berada di rumah sakit.
b) Motivasi Ekstrinsik
Yaitu motivasi yang datangnya dari luar individu. Misalnya saja
dukungan verbal dan nonverbal yang diberikan oleh teman dekat atau
keakraban sosial.
40
c)
Motivasi Terdesak
Yaitu motivasi yang muncul dalam kondisi terjepit dan munculnya
dalam serentak serta menghentak dan cepat sekali.
5. Jenis-jenis Motivasi
Menurut Hasibuan (2001) Ada dua jenis motivasi positif dan motivasi
negatif yaitu motivasi positif (incentive positive) dan motivasi negatif
(incentive negative). Motivasi positif (incentive positive) adalah suatu
dorongan yang bersifat positif, yaitu jika pegawai dapat menghasilkan prestasi
di atas prestasi standar, maka pegawai diberikan insentif berupa hadiah.
Sebaliknya, motivasi negatif (incentive negative), adalah mendorong pegawai
dengan ancaman hukuman, artinya jika prestasinya kurang dari prestasi
standar akan dikenakan hukuman. Sedangkan jika prestasi diatas standar tidak
diberikan hadiah.
Sedangkan menurut Luthans (2005), ada tiga kategori motivasi atau motif,
yakni :
a. Motif Primer
Dua kriteria yang harus dipenuhi agar motif dapat dimasukkan dalam
klasifikasi primer, yaitu: motif harus tidak dipelajari; dan juga motif harus
didasarkan secara fisiologis. Dengan definisi tersebut, motif primer yang
paling dikenal secara umum adalah lapar, haus, tidur, menghindari sakit,
seks, dan perhatian maternal (ibu).
b. Motif Umum
41
pencapaian/berprestasi, motif
Faktor-faktor Motivasi
Gouzaly (2000) mengelompokkan faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi kedalam dua kelompok yaitu, faktor eksternal (karakteristik
organisasi) dan faktor internal (karakteristik pribadi). Faktor eksternal
(karakteristik organisasi) yaitu : lingkungan kerja yang menyenangkan,
tingkat kompensasi, supervisi yang baik, adanya penghargaan atas prestasi,
status dan tanggung jawab. Faktor internal (karakteristik pribadi) yaitu :
tingkat kematangan pribadi, tingkat pendidikan, keinginan dan harapan
pribadi, kebutuhan, kelelahan dan kebosanan.
42
Faktor fisik
Motivasi yang ada di dalam diri individu yang mendorong untuk
bertindak dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik seperti kebutuhan
jasmani, raga, materi, benda atau berkaitan dengan alam. Faktor fisik
merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi lingkungan dan
kondisi seseorang, meliputi : kondisi fisik lingkungan, keadaan atau
kondisi kesehatan, umur dan sebagainya.
b) Faktor herediter
Motivasi yang didukung oleh lingkungan berdasarkan kematangan
atau usia seseorang.
c)
43
f)
6.
C. Konsep Perilaku
1.
Pengertian perilaku
Perilaku adalah tindakan atau perilaku suatu organisme yang dapat
diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku manusia pada hakekatnya
adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya
sebagai
Bentuk perilaku
Titik (2015) menjelaskan perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu
tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun
luar diri individu tersebut. Secara garis besar bentuk perilaku ada 2
macam, yaitu :
a)
dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap
belum ada tindakan yang nyata.
b) Perilaku aktif (respon eksternal)
Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku
yang dapat diamati langsung berupa tindakan yang nyata.
3.
4.
46
Motivasi
faktor
48