1, November 2011
Kimia F-MIPA Unmul
ISSN 1693-5616
Reviews
dihidroksibisabola-2,10-diena
(24),
4-metoksi-5hidroksibisabola-2,10-diena-9-on
(25),
2,5O
OH
R1
R2
HO
OH
R1=R2=OCH3 (1)
R1=OCH3; R2=H (2)
R1=R2=H (3)
OH
(4)
H3CO
OCH3
O
HO
H3CO
OCH3
HO
(5)
OH
O
R1
R1=R2=OCH3 (6)
R1=H; R2=OCH3 (7)
R1=R2=H (8)
R2
HO
OH
OH
H3CO
OCH3
(9)
HO
Gambar 1.
OH
Struktur kimia kurkumin dan turunannya hasil isolasi dari kunyit, Curcuma longa L.
O
O
O
(10)
(14)
(13)
(12)
(11)
OH
H
O
HO
OH
HO
OH
(17)
(15)
HO
HO
(21)
(20)
(22)
OH
CHO
(23)
OH
H
(19)
O
HO
H
(18)
(16)
OH
OH
(24)
O
O
OMe
(25)
Gambar 2.
OH
(26)
HO
OH
(27)
Struktur kimia seskuiterpen dan turunannya hasil isolasi dari kunyit, Curcuma longa L.
Aktivitas Antioksidan
Unnikrishnan dan Rao (1995)11 meneliti
aktivitas antioksidan kurkumin dan 3 senyawa
turunannya
(demetoksikurkumin,
bisdemetoksi
kurkumin dan diasetilkurkumin). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa senyawa tersebut pada 0,08 M
dapat melindungi hemoglobin dari oksidasi yang
diinduksi oleh nitrit, kecuali diasetilkurkuminyang
memperlihatkan sedikit efek dalam penghambatan
oksidasi hemoglobin.11
Rubi dkk. (1995)12 melaporkan bahwa di antara
ketiga
senyawa
utama
kurkuminoid,
yaitu
bisdemetoksikurkumin (3) mempunyai aktivitas
antioksidan paling tinggi dibandingkan dua senyawa
lainnya. Ketiga senyawa tersebut memperlihatkan
ISSN 1693-5616
Aktivitas Antiprotozoa
Aktivitas kurkumin dan beberapa senyawa
turunannya terhadap tripanosomatid telah dipelajari
dalam bentuk promastigot (ekstra seluler) dan
amastigot (intraseluler) pada Leishmania amazonensis.
Hasil menunjukkan bahwa kurkumin secara in vitro
memiliki aktivitas dengan LD50
dan senyawa semi-sintetiknya yaitu metilkurkumin
memiliki aktivitas terbaik dengan LD50 < 5 g/ml
terhadap bentuk promastigot. Senyawa turunan ini diuji
secara in vivo pada mencit dan memperlihatkan
aktivitas yang baik sebagai antiprotozoa dengan
penghambatan sebesar 65,6%.13
d.
Aktivitas Nematosida
Minyak curcuma yang diuji terhadap
Paramecium caudatum (dengan variasi konsentrasi
antara 1 dalam 2000 hingga 1 dalam 5000)
menunjukkan bahwa Ciliata tersebut berubah menjadi
seperti lumpur dan akhirnya mati.14
e.
Aktivitas Antibakteri
Minyak curcuma juga telah diuji terhadap kultur
Staphylococcus albus, S.aureus dan Bacillus typhosus,
dan mampu menghambat pertumbuhan bakteri S. albus
dan S. aureus pada konsentrasi IC50
dalam
5000 ml.14
B. Shankar dan Murthy (1979)15 menyelidiki
aktivitas fraksi turmerik terhadap beberapa bakteri usus
secara in vitro. Hasilnya menunjukkan bahwa daya
hambat pertumbuhan total Lactobacilli adalah 4.5 - 90
alkohol, juga efektif
(10 bila menggunakan turmerik secara langsung yang
mempunyai daya hambat pertumbuhan bakteri S.
15
Aureus sebesar 2,5 f.
Aktivitas Antivenom
Fraksi C. longa yang mengandung ar-turmeron
ternyata juga mampu menetralkan aktivitas hemoragik
hemaorrhagic dan efek mematikan gigitan ular
terhadap mencit. Dalam penelitian ini ar-turmeron
mampu menghilangkan aktivitas hemoragik venom
g.
Aktivitas Anti-HIV
Mazumber dkk (1995)17 memperlihatkan bahwa
kurkumin memiliki aktivitas antivirus dengan
menghambat HIV-1 integrase dengan IC50 = 40 M
dan disarankan agar senyawa turunan kurkumin juga
dapat dikembangkan sebagai obat anti AIDS. Data
menunjukkan bahwa kurkumin dapat menghambat
replikasi protein HIV-1 integrase.17 Eigner dan Scholz
(1999) melaporkan bahwa kurkumin mempunyai
aktivitas sebagai anti HIV-1 dan HIV-2 dan telah
mengajukan paten.18
h.
Anti tumor
Huang dkk. (1988)19 meneliti pengaruh
kurkumin, asam klorogenat, asam kafeat dan asam
ferulat terhadap promosi tumor pada kulit tikus yang
diperlakukan dengan 12-o-tetradekanoil-13-asetat
(TPA). Pengamatan menunjukkan bahwa semua
senyawa tersebut dapat menghambat epidermal ornitin
dekarbosilase (ODC) dan sintesis DNA epidermal,
namun kurkumin yang paling efisien.19
i.
Penyakit
yang
berhubungan
dengan
hepatoprotektor
1. Lambung
Serbuk
C.
longa
dilaporkan
mampu
meningkatkan kandungan mucin pada cairan lambung
kelinci yang berguna untuk melindungi lapisan mukosa
lambung terhadap iritasi. Bhatia dkk menunjukkan
aktivitas protektif Curcuma terhadap perlukaan
lambung yang diinduksi histamin. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa batas pemberian secara oral
adalah 100 mg/kg berat badan per hari selama 6 hari.20
2. Hati
B. KESIMPULAN
Berdasarkan literatur yang telah ditelaah di atas diperoleh bahwa kurkumin mempunyai aktivitas farmakologi
yang kuat serta bervariasi dan mempunyai efek samping yang sangat rendah.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kurup, P.N.V., 1977. Studies on traditional Indian medicine, Handbook of Med. Plants vol. 1, Central Council for
Research in Indian Medicine and Homoephaty, p.1-10
Porkert, M., 1978. Pharmacology of traditional medicine plant in China, Pharmacologie 1 (1), p.23-8
Srinivasan, K. R., 1953. Composition of Curcuma longa, J. Pharm. Pharmacol. 5, p. 448
Park, S.Y., and Kim, D. 2002. Discovery of natural prducts from Curcuma longa that protect cells from betaamyloid insult: A drug discovery effect against Alzheimers disease, J. Nat. Prod. 65 (9), p. 27-30
Ohshiro, M., Kuroyanagi, M. and Ueno, A., 1990. Structures of sesquiterpenes from Curcuma longa, Phytochem.
29 (7), p. 2201-5
Mukophadhyay A., Basu, N., Ghatak, N, and Gujral, P. K. 1982. Anti-inflamantory and irritant activities of
curcumin analogues I rats. Agents and Actions 12, p. 508-12.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
ISSN 1693-5616
Arora, R. B., Basu, ., Kapoor, V., and Jain, A.P. 1971. Anti-inflamantory studies on Curcuma longa (Turmeric),
Indian J. Med. Res. 59, p.1289 95
Srimal, R.C., Dhawan, B. N. 1973. Pharmacology of diferuloyl methane (curcumin), a non-steroidal antiinflammantory agent. J. Pharm. Pharmacol. 25, p.447-52
Chuang, S. E., Chen, A.L., Lin, J.K. 2000. Inhibition by curcumin of diethylnitro samine-induced hepatic
hyperplasia, inflammation, cellular gene products and cell-cycle related protein in rats. Food Chem. Toxicol. 38, p.
991 - 25
Park, E.J., C. H., Ko, G., Kim, j., and Sohn, D. 2000. Protective effect of curcumin in rat liver injury induced by
carbon tetracholide, J. Pharm. Pharmacol. 52, p. 437 - 40
Unnikrishnan, M. K., and Rao, R. 1995. Inhibition of nitrite induced oxidation of hemoglobin by curcuminoids.
Pharmazie 50, p. 490-492
Ruby, A.J., Khuttan, G., Babu, K. D., Rajasekharan, K. N., and Khuttan R., 1995. Anti-tumour and antioxidant
activity of natural curcuminoids, Cancer lett. 94 (1), p. 79 - 83
Aradjo C.A.C., Alegrio, L.V., Lima. M. E. F., Gomes-Cardoso, L., and Leon, L. L., 1999. Studies on the
effectiveness of diarylheptanoids derivatives against Leishmania amzonensis. Mem. Inst. Oswaldo Cruz. 94 p. 791
- 794
Chopra, G. N., Gupta, J.C., Chopra, G. S., 1941. Pharmacological action of the essential oil of Curcuma longa,
Indian J. Med. Res. 29, p. 769 - 72
Bhavani, S., Murthy, S. 1979. Effect of turmeric (Curcuma longai) fractions in the growth of some intestinal and
pathogenic bacteria in vitro, Indian J. Exp. Biol. 17, p. 1363 - 66
Ferreira, L.A.F., Henriques, O.B., Andreoni, A.A.S., Vital, G. R. F., Campos, M.M.C., Habermehl, G.G., and
Moraes, V/.L.G. 1982. Antivenom and biological effects of ar-turmerone isolated from Curcuma longa
(Zingeberaceae). Toxicon 30, p. 1211 - 1218
Mazumber, A., Rhagavan, K., Weinstein, J., Kohn, K. W., Pommer, Y. 1995. Inhibiton of human
immunodeficiency virus type-1 integrase by curcumin. Biochem. Pharmacol. 49, p.1165 - 1170
Eigner, D., Schol, D. 1999. Curcuma longa in traditional medicinal treatment and diet in Nepal, J. Etnopharmacol
67, p. 1 - 6
Huang, M. T., Smart, RC., Wong, C. Conney, A.H. 1988. Inhibitory effect of curcumin, chlorogenic acid, caffeic
acid and ferulic acid on tumor promotion in mouse skin by 12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate, Cancer Res. 48,
p. 5941 - 5946
Prasad, D.N., Gupta, B., Srivastava, R.K., Setyavati, G. V. 1976. Effect of high does of curcumin, Indian J.
Phisiol. Pharmacol. 20, p. 92
Kiso, Y. Suzuki, y., Watanabe, N., Oshima, N., and Hikino, H. 1983. The protective action of Curcuma longa,
Planta Medica 49, p. 184-87
Rampasad, C., and Sirsi, M. 1957. J. Sci. Ind. Research, 16C, p. 108 - 10
Wahlstroom, B., Blennow, G. 1978. Acta Pharmacol. Toxicol. 43, p. 87 - 92
Deodhar, S.D., Sethi, B., and Srimal, R. 1980. Indian J. Med. Res. 71, p .632 - 34
Abstrak
Telah dilakukan pemanfaatan sumber bahan galian non logam Golongan C yaitu pasir alam yang
terdapat di Pantai Belacan Kecamatan Tanjung Tiram Batu Bara Asahan Sumatera Utara. Setelah
dilakukan proses pemurnian pasir alam untuk mendapatkan silikanya dengan menambahkan asam-asam
pekat dan dilakukan proses pemfloatingan beberapa tahap menggunakan zat-zat pengumpul (collector)
diperoleh silika (SiO2) berwarna putih sebanyak 10,5 gram (70%). Hasil analisis XRD diperoleh peak
yang khas pada sudut (2) derajat pada area 28,015 dengan intensitas sebesar 100%, area 66,09 dengan
intensitas 5,2% dan pada area 67,629 dengan intensitas sebesar 97%. Hasil analisis data XRD
menggunakan program soft ware MDI Jade Versi 5.0.37 (Materials Data I XRD Pattern) diperoleh ukuran
partikel (grain size) silika sebesar 57,7394 nm. Untuk mendapatkan silikon (Si) dari produk silikanya
dilakukan reaksi reduksi menggunakan Magnesium Powder di dalam furnace pada suhu 750 0C selama 2
jam. Silikon murni diperoleh setelah dilakukan beberapa tahap proses lending (leaching) untuk
memisahkannya dari senyawa-senyawa lain seperti MgO, Mg2Si, Mg2SiO4 dan SiO2 yag tidak bereaksi.
Diperoleh produk silikon berupa padatan hitam keabu-abuan sebanyak 5 gram (50%). Hasil analisis XRD
diperoleh peak yang khas pada area 28, 567 dengan intensitas 100%, pada area 32, 445 dengan intensitas
32,445% dan 36,568 dengan intensitas 33,4%. Hasil analisis data XRD menggunakan program soft ware
MDI Jade Versi 5.0.37 (Materials Data I XRD Pattern) diperoleh ukuran partikel (grain size) silikon
sebesar 38,6645 nm.
Keywords : Pasir alam, silika, silikon, X-Ray Diffraction
A. PENDAHULUAN
Pengolahan bahan galian baik logam maupun
nonlogam sering mengalami beberapa masalah,
tantangan dan hambatan dalam pengembangannya.
Tetapi karena tersedianya bahan galian pada wilayah
yang luas dan belum dimanfaatkan merupakan prospek
yang baik dimasa yang akan datang. Propensi Sumatera
Utara di sepanjang pantai Timurnya (Serdang Bedagai,
Langkat dan Asahan) memiliki jutaan ton bahan galian
golongan C pasir kwarsa yang memiliki kandungan
utama silika (SiO2). Kandungan silika di dalam pasir
berbeda-beda tergantung pada wilayah demografinya.
Pasir kwarsa yang berasal dari Kecamatan Tanjung
Tiram Kabupaten Batubara memiliki komposisi
kandungan kimianya silika (72,92%), Fe2O3 (0,31%),
Na2O (1,59%), K2O (6,17%), CaO (2,81%), Al2O3
(14,73%)
dan
MgO
(0,65%)
(www.distampropsu.go,id). Untuk mendapatkan silika murni dari
pasir kwarsa perlu dilakukan beberapa tahap
pemisahan untuk menghilangkan oksida-oksida lain
yang bercampur dengan silika. Silika (SiO2) jika
diektraksi dapat menghasilkan silikon (Si).
Di alam silikon merupakan unsur peringkat
kedua setelah oksigen. Di lapisan kerak bumi sebanyak
Bahan
Bahan yang digunakan: pasir alam (quartz sand)
asam sulfat pekat, asam oleat, asam linoleat, gliserol,
sorbitol, etilen diamin, asam klorida , asam fluorida,
magnesium powder, asam asetat, akuades, dan
deionized water. Pasir alam yang digunakan diambil
dari daerah Pantai Belacan, Kecamatan Tanjung Tiram
Kabupaten Batubara Sumatera Utara. Eksperimen
dilakukan di laboratorium Kimia Anorganik dan
laboratorium Kimia Analitik.
2.3. Prosedur Penelitian
2.3.1. Pemurnian Silika (SiO2) dari Pasir Alam Laut
Pasir alam (quartz sand) dibersihkan dari
pengotor organik seperti serpihan kayu-kayuan dan
kulit kerang. Kemudian pasir dicuci dengan air sambil
digosok-gosok berulang-ulang hingga bersih dan
diperoleh air cucian menjadi bening. Selanjutnya pasir
yang sudah bersih dijemur hingga kering.
Pasir digiling hingga (grinding) menggunakan
lumpang batu dan diayak menjadi ukuran partikel 120
mesh. Sampel pasir dipanaskan pada suhu 100-2500C
kemudian ditambah H2SO4/p dengan perbandingan (17 g asam untuk 100 g pasir) sambil di aduk selama 545 menit. Larutan panas yang diperoleh didiamkan dan
dicuci dengan akuades dan disetrifuge selama 5-10
menit. Kemudian dilakukan floating tahap pertama
dengan menambahkan HCl/p kurang lebih 10 ml
selanjutnya ditambah asam oleat (0,3-1 g untuk 1 kg
ISSN 1693-5616
Gambar 2. Grafik Peak XRD SiO2 Hasil Pemurnian dari Pasir Alam
Tabel 1. Peak-peak X-Ray Diffraction Sampel SiO2 Hasil Pemurnian Pasir
ISSN 1693-5616
Tabel 2. Hasil Perhitungan Ukuran Partikel SiO2 Menggunakan Program Soft Ware
3.2.
(Si)
Gambar 3.
Silikon (Si) Hasil Proses Leaching dan Pemurnian dari Reduksi SiO2 Menggunakan Magnesium Powder
Gambar 4. Grafik Peak XRD Silikon (Si) Hasil Reduksi SiO2 Menggunakan Magnesium Powder
Tabel 3. Peak-peak X-Ray Diffraction Silikon (Si) Hasil Reduksi SiO 2 Menggunakan Magnesium Powder
10
ISSN 1693-5616
Tabel 4. Hasil Perhitungan Ukuran Partikel Silikon (Si) Menggunakan Program Soft Ware
D. KESIMPULAN
Telah dilakukan pemanfaatan sumber bahan
galian non logam Golongan C yaitu pasir laut yang
terdapat di Pantai Belacan Kecamatan Tanjung Tiram
Batubara Sumatera Utara.
1. Setelah dilakukan proses pemurnian pasir alam
untuk
mendapatkan
silikanya
dengan
menambahkan asam-asam pekat dan dilakukan
proses pemfloatingan diperoleh silika (SiO2)
berwarna putih sebanyak 10,5 gram (70%). Hasil
analisis XRD diperoleh peak yang khas pada sudut
(2) derajat pada area 28,015 dengan intensitas
DAFTAR PUSTAKA
1. Das, K., Bandyopadhyay, T.K. and Das, S.,Review on the Various Synthesis Routes of TiC Reinforced Ferrous
Based Composite, J.of Mat. Sci., 37 (2002) 3881-3892
2. Lee, J.D.Concise Inorganic Chemistry, Fourth Edition, Champman & Hall, New York, 1994
3. Mishra, P., Chakraverty, A. And Banerjee, H.D.,Production and Purification of Silicone by Calcium Reduction of
Rice-rusk White Ash, Jouran of Material Science, 20 (1985) 4387-4391
4. Myrhaug, E.H., Tuset, J.K. and Tveit, H., Reaction Mechanisms Of Charcoal And Coke In The Silicon Process,
Proceedings: Tenth International Ferroalloys Congress; INFACON X: Transformation through Technology Cape
Town, South Africa, ISBN: 0-9584663-5-1 Produced by: Document Transformation Technologies, 1 4 February
2004
5. Pistorius, P.C. and Fray, D.J., Formation of silicon by electrodeoxidation, and implications for titanium metal
production, The Journal of The South African Institute of Mining and Metallurgy Volume 106 Refereed Paper
January 2006
6. Sadique, S. E. Production and purification of Silicone by Magnesithermic Reduction of Silica Fume, Thesis.
Departement Material Science and Engineering University of Toronto, 2010
7. Schubert, U., Husing, N. Synthesis of Inorganic Materials, Second Edition, Revised and Updeted Edition, WileyVCH Verlag GmbH & Co, KGoA, Weinheim, 2005, 308-309
8. Simmler, W., Silicon Compounds, Inorganic, Silicon Compounds, Inorganic 1, W., Bayer AG , Leverkusen,
Federal Republic of Germany, Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Weinheim, 2005, 10.1002/14356007.a24
001
9. Xakalashe, B.S. and Tangstad, M., Silicon processing: from quartz to crystalline silicon solar cells, Southern
African Pyrometallurgy 2011, Edited by R.T. Jones & P. den Hoed,Southern African Institute of Mining and
Metallurgy, Johannesburg, 6-9 March 2011
10. (www.distam-propsu.go,id).
11
Samarinda, 75123
Abstract
Research about phytochemical and antibacterial activity test of various Anredera cordiloafilia (Ten.)
Steenis leaves fraction which taken from Samarinda, East Kalimantan has been done. Anredera
cordiloafilia (Ten.) Steenis leaves was extracted with ethanol then concentrated by rotary-evaporator. And
then, crude ethanol extract was fractionated by ethanol, n-hexane, chloroform, and ethyl acetate. Based on
phytochemical test, crude ethanol extract of Anredera cordiloafilia (Ten.) Steenis leaves have various
secondary metabolites which are alkaloids, flavonoids, phenols, saponins and steroids. N-hexane fraction
contains steroids. Chloroform fraction contains alkaloids, saponins, and steroids. Ethyl acetate fraction
contains flavonoids and saponins. Ethanol-water fraction contains phenols, flavonoids and saponins.
Antibacterial activity test was done by paper disk method with Staphylococcus aureus (positive Gram)
and Escherichia coli (negative Gram) bacteria. In this test, have shown that the most active fraction was
chloroform with minimum inhibitor concentration of 2% with clear zone diameter of 1.80mm on
Staphylococcus aureus bacteria and 2.30 mm on Escherichia coli bacteria.
Keywords : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis, Phytochemical test, Antibacterial.
A. PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu pusat
keragaman hayati dunia dan menduduki urutan kedua
terkaya didunia setelah Brazil. Di Indonesia
diperkirakan hidup sekitar 40.000 spesies tumbuhan
Spermatophyta, di mana dari seluruh spesies tumbuhan
tersebut diperkirakan sekurang-kurangnya 9.600
spesies tumbuhan berkhasiat obat dan baru kurang
lebih 300 spesies yang digunakan sebagai bahan obat
tradisional (Depkes RI, 2006).
Saat ini obat tradisional baik berupa jamu
maupun tanaman obat masih banyak digunakan oleh
masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah.
Bahkan dari masa ke masa obat tradisional mengalami
perkembangan yang semakin meningkat, terlebih
dengan munculnya isu kembali ke alam serta krisis
yang berkepanjangan (Teny, 2007).
Salah satu tanaman obat tradisional yang
berkhasiat untuk obat yaitu tanaman Binahong
(Anredera cordifolia (Ten.) Steenis). Secara turun
temurun, tanaman Binahong (Anredera cordifolia
(Ten.) Steenis) dipercaya memiliki beragam khasiat
mulai dari penyakit ringan hingga penyakit berat.
Namun hingga kini belum ada penelitian khusus yang
12
B. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian
ini
merupakan
penelitian
eksperimental laboratorium untuk membuktikan
adanya kemampuan antibakteri ekstrak daun Binahong
terhadap bakteri standar laboratorium. Bakteri gram
positif pada penelitian ini dilakukan pada
Staphylococcus aureus dan bakteri gram negatif.
Penelitian meliputi preparasi sampel, pembuatan
ekstrak, proses fraksinasi dengan menggunakan
beberapa pelarut (n-heksan, kloroform, etil asetat dan
etanol), uji fitokimia dan uji aktivitas antibakteri. Hal
pertama yang dilakukan adalah proses pengambilan
yang dilanjutkan dengan proses penyortiran, kemudian
pengeringan dan proses selanjutnya adalah proses
maserasi. Setelah dilakukan proses maserasi, ekstrak
yang didapat kemudian dipekatkan. Setelah diperoleh
ekstrak pekat, selanjutnya dilakukan proses ekstraksi
fraksinasi, proses ini dilakukan di laboratorium Kimia
Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas
Mulawarman. Ekstrak dari proses maserasi kemudian
ISSN 1693-5616
Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia dari ekstrak kasar dan ekstrak dari masing-masing fraksi
Jenis Senyawa
Jenis
Senyawa
Ekstrak Kasar Etanol
Fraksi n-Heksana Fraksi Kloroform Fraksi Etil Asetat
Alkaloid
+
+
+
Saponin
+
+
+
Steroid
+
+
+
Triterpenoid
Flavonoid
+
Fenolik
+
+
Keterangan: + = Mengandung senyawa metabolit sekunder
- = Tidak mengandung senyawa metabolit sekunder
Telah dilakukan uji fitokimia dari ekstrak kasar
dan dari masing-masing fraksi. Berdasarkan hasil uji
fitokimia senyawa metabolit sekunder daun Binahong
Fraksi Etanol
+
+
+
13
3.2.
Tabel 2. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak kasar etanol daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
Diameter Zona Bening (mm)
Bakteri Uji
Ekstrak kasar etanol dengan variasi konsentrasi (%)
Antibiotik
Kontrol
Kloramfenikol
2
4
6
8
10
20
30
40
50
S. aureus
1,8
2,3
2,4
2,9
6,0
6,3
7,6
9,2
11,8
26,5
E. coli
2,3
3,7
4,5
7,6
8,7
10,1
10,3
10,9
13,1
37,0
Keterangan : (-) = Tidak ada zona bening
Pada ekstrak fraksi n-heksan diberikan variasi
konsentrasi yang sama yaitu 2%, 4%, 6%, 8%, 10%,
Tabel 3. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak Fraksi n-heksan daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
Diameter Zona Bening (mm)
Bakteri Uji
Ekstrak Fraksi Heksan dengan variasi konsentrasi (%)
Antibiotik
Kontrol
Kloramfenikol
2
4
6
8
10
20
30
40
50
S. aureus
26,5
E. coli
37,0
Keterangan : (-) = Tidak ada zona bening
Pada ekstrak fraksi kloroform diberikan variasi
konsentrasi yang sama yaitu 2%, 4%, 6%, 8%, 10%,
Tabel 4. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak Fraksi kloroform daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
Diameter Zona Bening (mm)
Bakteri Uji
Ekstrak Fraksi kloroform dengan variasi konsentrasi (%)
Antibiotik
Kontrol
Kloramfenikol
2
4
6
8
10
20
30
40
50
S. aureus
2
2,2
3,3
4,1
5,9
10,3
10,8
12,8
15,5
26,5
E. coli
2,4
2,9
4,3
5,8
7,5
8,3
13,7
16,4
19
37,0
Keterangan : (-) = Tidak ada zona bening
Pada ekstrak fraksi etil asetat diberikan variasi
konsentrasi yang sama yaitu 2%, 4%, 6%, 8%, 10%,
Tabel 5. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak Fraksi etil asetat daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
Diameter Zona Bening (mm)
Bakteri Uji
Ekstrak Fraksi etil asetat dengan variasi konsentrasi (%)
Antibiotik
Kontrol
Kloramfenikol
2
4
6
8
10
20
30
40
50
S. aureus
26,5
E. coli
37,0
Keterangan : (-) = Tidak ada zona bening
Pada ekstrak fraksi etanol diberikan variasi
konsentrasi yang sama yaitu 2%, 4%, 6%, 8%, 10%,
14
ISSN 1693-5616
Tabel 6. Hasil uji aktivitas antibakteri ekstrak fraksi etanol daun Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis)
Diameter Zona Bening (mm)
Bakteri Uji
Ekstrak Fraksi etil asetat dengan variasi konsentrasi (%)
Antibiotik
Kontrol
Kloramfenikol
2
4
6
8
10
20
30
40
50
S. aureus
4,8
6,6
6,8
7,1
10,8
26,5
E. coli
6,5
9,4
10,1
12,2
13,9
37,0
Keterangan : (-) = Tidak ada zona bening
3.3.
Gambar 1. Grafik aktivitas antibakteri pada ekstrak kasar etanol terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli.
Pada konsentrasi 2% ini zona bening yang
dihasilkan untuk bakteri Staphylococcus aureus adalah
sebesar 1,8 mm sedangkan untuk bakteri Escherichia
coli sebesar 2,3 mm. Maka dari hasil uji aktivitas
antibakteri ini didapat konsentrasi minimum dari kedua
bakteri ini adalah sebesar 2%.
15
Gambar 2.
Grafik aktivitas antibakteri pada ekstrak fraksi kloroform terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli
Gambar 3.
16
turut 2; 2,2; 3,3; 4,1; 5,9; 10,3; 10,8; 12,8 dan 15,5
mm, sedangkan pada bakteri Escherichia coli mulai
dari konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 20, 30, 40 dan 50%
berturut-turut 2,4; 2,9; 4,3; 5,8; 7,5; 8,3; 13,7; 16,4 dan
19 mm. Pada konsentrasi 2% ini zona bening yang
dihasilkan untuk bakteri Staphylococcus aureus adalah
sebesar 2 mm sedangkan untuk bakteri Escherichia coli
sebesar 2,4 mm. Maka dari hasil uji aktivitas
antibakteri ini didapat konsentrasi minimum dari kedua
bakteri ini adalah sebesar 2%.
Grafik aktivitas antibakteri pada ekstrak fraksi etanol terhadap bakteri Staphylococcus
aureus dan Escherichia coli.
ISSN 1693-5616
17
3.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2010. Khasiat Binahong, (online) (http://www.journalbase.com, diakses pada tanggal 10 Agustus 2010).
2. Annisa ,Nurul.2007. Dikutip dari skripsi Uji Aktivitas Gel Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera cordifolia
(Tenore) Steenis) Sebagai Penyembuh Luka Bakar pada Kulit Punggung Kelinci. Kelik Puryanto.Fak. Farmasi UM
Surakarta : 2009
3. Depkes RI. (2006). Kotranas. Jakarta : Depkes RI.
4. Etnjang, I. 2003. Mikrobiologi Dan Parasitologi Untuk Akademi Keperawatan Dan Sekolah Tenaga Kesehatan Yang
Sederajat. Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti.
5. Gupte, S. 1990. Mikrobiologi Dasar. Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Binarupa Aksara.
6. H, Raina M. (2011). Ensiklopedia Tanaman Obat Untuk Kesehatan. Yogyakarta : Absolut.
7. Jawetz, M. 2007. Mikrobiologi Untuk Profesi Kesehatan. Edisi 16 : Kokus penghasil Nanah. Jakarta : EGC, pp :
239-244
8. Lenny S. 2006. Senyawa terpenoida dan steroida. USU : Repository, pp: 5-15.
9. Pink A. 2004. Gardening for the Million. Project Gutenberg Literary Archive Foundation. (online)
(http://www.wikipedia.com, diakses pada tanggal 1 Januari 2011).
10. Rachmawati, S. 2007. Studi Makroskopi, dan Skrining Fitokimia Daun Anredera Cordifolia (Ten.) Steenis. Surabaya
: Fakultas Farmasi UNAIR Surabaya.
11. Robinson, T. 1995. Kandungan Kimia Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung: ITB.
12. Rochani, N. 2009.Uji Aktivitas Antijamur Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap
Candida albicans Serta Skrining Fitokimianya. Surabaya: Fakultas Farmasi UMS Surakarta.
13. Setiaji, A. 2009. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Petroleum Eter, Etil Asetat dan Etanol 70% Rhizoma Binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Escherichia coli ATCC
11229 serta Skrining Fitokimianya. Surakarta : Fakultas Farmasi UMS Surakarta.
14. Uchida, S. 2003. Production of a digital map of the hazardous conditions of soil erosion for the sloping lands of
West Java, Indonesia using geographic information systems (GIS). JIRCAS. Indonesia.
15. Teny. 2007. Ramuan Obat Tradisional. Jakarta : Pustaka, pp : 4 5
16. Takwa, M. 12 Januari 2010. Bakteri. (online) (http://www.bakteri.com, diakses pada tanggal 4 Februari 2011).
17. Tshikalange, T.E. 2007. In Vitro Anti-HIV-1 Properties Of Ethnobotanically Selected South African Plants Used In
The Treatment Of Sexually Transmitted Diseases. University Of Pretoria. Journal Of Ethnopharmacology, 96,515519.
18. Waluyo, L.2005. Mikrobiologi Umum. Edisi Pertama. Malang : Penerbit UMM Press.
18
ISSN 1693-5616
Samarinda, 75123
Abstract
Sarang semut (Myrmecodia tuberosa Jack) is one of original plant from Indonesia that use to treat sick
people since long time ago. Exploration for sarang semut continuously can reduce its population rapidly.
Tissue culture technic is one of alternative to overcome of it. It can produce a lot of seeds in short periods.
This study aims to determine the effect of different growth regulators on the formation of shoots (1 mg/l
GA3 combination with 1 mg/l, 2 mg/l 3 mg/l and 4 mg/l BAP) and roots (NAA and IBA 0 mg/l, 0.05 mg/l
dan 0.1 mg/l) on the plant explants ant nests plant (M. tuberosa) in vitro. This research used Completely
Randomized Design (CRD). If the treatment shows a significant effect, then followed by Duncan's
Multiple Range test Test (DMRT) at 5% level.
Results showed that the average number of shoots ever present in plant cotyledon explants ant nests on
the addition of 1 mg / l GA3 + 4 mg / l BAP is 7.00 shoots. While the highest number of roots present in
the treatment of interaction with NAA and IBA concentration of 0.1 mg / l NAA and 0.1 mg / l IBA with
an average number of roots is the root of 13.62.
Keywords: Ant nests plant (Myrmecodia tuberosa Jack), In Vitro, BAP (Benzyl Amino Purine), GA3
(Gibberelic acid), IBA (Indole Butiric Acid) and NAA (Naphthalene Acetic Acid)
A. PENDAHULUAN
Tumbuhan sarang semut (Myrmecodia tuberosa
Jack) merupakan tumbuhan asli Indonesia yang secara
tradisional telah lama digunakan oleh penduduk asli
untuk mengobati berbagai penyakit. Berdasarkan hasil
penelitian modern didapati bahwa tumbuhan sarang
semut mengandung senyawa aktif penting seperti
Flavanoid, Tanin, Tokoferol, Fenolik dan kaya berbagai
mineral yang sangat berguna sebagai antioksidan dan
anti kanker (Hendra, 2008; Subroto dan Saputro,
2008).
Dalam uji in vitro, terbukti bahwa sarang semut
ampuh mengatasi sel kanker. Yang membuktikan
keampuhan itu adalah Gui Kim Tran dari University
National of Hochiminch City dan koleganya seperti
Yasuhiro Tezuka, Yuko Harimaya, dan Arjun dari
Ranskota. Ketiga orang sejawat Gui itu bekerja di
Toyama Medical and Pharmaceutical University.
Ekstrak sarang semut tersebut bersifat antiproliferasi
terhadap 3 jenis kanker yang diujikan yaitu kanker
serviks, kanker paru, dan kanker usus. Kanker
mempunyai sifat proliferasi berarti pertumbuhan sel
yang amat cepat dan abnormal. Antiproliferasi berarti
menghambat proses perbanyakan sel itu (Ahkam,
2007).
Popularitas tumbuhan sarang semut yang
melambung karena khasiatnya sebagai tumbuhan obat
mengakibatkan banyak orang yang memburu tumbuhan
19
Gambar 1.
Perkecambahan biji tumbuhan sarang semut pada media MS0; a = umur 7 Hari; b = Umur 60 Hari.
20
ISSN 1693-5616
Tabel 1. Pengaruh komposisi GA3 dan BAP terhadap rata-rata jumlah tunas tumbuhan sarang semut pada eksplan
batang umur 12 MST.
Perlakuan
Jumlah Tunas
P1
0,66b
P2
1,16b
P3
0,00a
P4
1,00b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
taraf 5%. (DMRT = 0,53).
P1 = 1 mg/l GA3 + 1 mg/l BAP
P2 = 1 mg/l GA3 + 2 mg/l BAP
P3 = 1 mg/l GA3 + 3 mg/l BAP
P4 = 1 mg/l GA3 + 4 mg/l BAP
Komposisi perlakuan P2 menghasilkan rata-rata
jumlah tunas terbanyak (Gambar 2). Hal ini
dikarenakan komposisi zat pengatur tumbuh tersebut
merupakan komposisi yang paling sesuai dalam
merangsang pembentukan tunas. Diantara 3 zat
pengatur tumbuh yang ditambahkan, zat pengatur
tumbuh BAP paling berpengaruh dalam pembentukan
Tabel 2. Pengaruh komposisi GA3 dan BAP terhadap rata-rata jumlah tunas tumbuhan sarang semut pada eksplan
kotiledon umur 12 MST.
Perlakuan
Jumlah Tunas
P1
0,00a
P2
3,00b
P3
2,33b
P4
7,00c
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT taraf 5%.
(DMRT = 0,91).
Komposisi perlakuan P4 menghasilkan rata-rata
jumlah tunas terbanyak (Gambar 3). Hal ini diduga
pengaruh konsentrasi BAP dalam komposisi zat
pengatur tumbuh tersebut mampu merangsang
pembentukan tunas dan konsentrasi BAP sebanyak 4
mg/l adalah konsentrasi yang paling sesuai merangsang
pembentukan tunas terbanyak pada eksplan kotiledon.
21
Gambar 3.
3.2.3. Perakaran
Berdasarkan hasil sidik ragam pada umur 12
minggu setelah tanam (MST), menunjukkan bahwa
pemberian zat pengatur tumbuh NAA dan interaksi
NAA dan IBA berpengaruh nyata terhadap rata-rata
Tabel 3. Pengaruh perlakuan zat pengatur tumbuh NAA dan IBA terhadap rata-rata pertambahan jumlah akar eksplan
tanaman sarang semut umur 12 MST.
Perlakuan NAA dan IBA
Rata-rata jumlah akar
P0B0 (kontrol)
2,75a
P1B0 (0.05 mg/l NAA)
10,50b
P2B0 (0.1 mg/l NAA)
9,25b
P0B1 (0.05 mg/l IBA)
5,62tn
P0B2 (0.1 mg/l IBA)
6,50tn
P1B1 (0.05 mg/l NAA + 0.05 mg/l IBA)
13,12b
P1B2 (0.05 mg/l NAA + 0.1 mg/l IBA)
8,37a
P2B1 (0.1 mg/l NAA + 0.05 mg/l IBA)
7,50a
P2B2 (0.1 mg/l NAA + 0.1 mg/l IBA)
13,62b
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT
taraf kepercayaan 95%.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari
keseluruhan perlakuan yang diberikan zat pengatur
tumbuh NAA dan IBA serta interaksi NAA dan IBA
diketahui rata-rata pertambahan jumlah akar terbanyak
terdapat pada perlakuan (P2B2) 0,1 mg/l NAA + 0,1
mg/l IBA yaitu 13,62 akar. Hal ini diduga karena
interaksi zat pengatur tumbuh NAA dan IBA masingmasing (0,1 mg/l) merupakan konsentrasi yang optimal
untuk dapat menginduksi akar tanaman sarang semut.
Menurut Lakitan (1995) IBA dapat dikombinasikan
dengan NAA dengan perbandingan 1:1. Ditambahkan
Salisbury dan Ross (1992) NAA dan IBA sama-sama
berperan pada proses pembelahan dan pembesaran sel
terutama diawal pembentukan akar. Apabila NAA dan
IBA diberikan dengan konsentrasi yang seimbang
justru akan meningkatkan pertumbuhan jumlah akar
karena fungsinya saling melengkapi. Sesuai dengan
pernyataan Pierik dalam Avivi dan Ikrarwati (2004)
bahwa auksin dalam konsentrasi tertentu, baik
diberikan secara sendiri atau dalam bentuk kombinasi
22
ISSN 1693-5616
Gambar 4. Jumlah akar terbanyak pada perlakuan : 0,1 mg/l NAA + 0,1 mg/l IBA yaitu 13,62 akar.
D. KESIMPULAN
Komposisi ZPT terbaik untuk jumlah tunas
terbanyak terdapat pada eksplan kotiledon yaitu 1 mg/l
GA3 + 4 mg/l BAP dengan jumlah 7,00 tunas,
sedangkan untuk jumlah akar hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata jumlah tunas terbanyak
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2011. Peranan Auksin Terhadap Perakaran Auksin. http/www.peranan auksin terhadap perakaran. Diaskes
Tanggal 7 November 2011.
2. Abidin, Z. 1993. Dasar-Dasar Pengetahuan tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung: Angkasa.
3. Ahkam. 2007. Obat Alternatif : Sarang Semut Penakluk Penyakit maut. http://www.bdb.ilusa.net. Diakses tanggal 3
November 2008.
4. Avivi, S. dan ikrarwati. 2004. Jurnal Mikropropagasi Pisang Abaca (Musa textillis Nee) Melalui Teknik Kultur
Jaringan. Ilmu Pertanian Vol. 10 No. 2 : 27-34.
5. Gasper, T., Keverrs, C., Penel, H., Greppin, D. M. Reid. and Thorpe, T.A. 1996. Plant Hormones and Pland Growth
Regulator in Plant Tissue Culture. In Vitro Cell Dev. Biol. Plant 32: 272-289.
6. George, E.F and P.D Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture (Handbook and Directory of
Commercial Laboratories). England: Eastern Press, Reading.
7. Gunawan L.W. 1995. Teknik Kultur In Vitro dalam Hortikultura. Jakarta : Penebar Swadaya.
8. Hendra. 2008. Tentang Sarang Semut. http://iqraherba.blogspot.com/2008/08. Diakses tanggal 3 November 2008.
23
9. Hendaryono, D.P.S. dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Yogyakarta : Kanisius.
10. Lakitan, B. (1995). Holtikultura Teori Budi Daya Dan Pasca Panen. Raja Grafindo : Jakarta.
11. Purnamaningsih, R. 2006. Induksi Kalus dan Optimasi Regenerasi Empat Varietas Padi Melalui Kultur In Vitro.
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian. Bogor.
12. Riyadi, I dan Tahardi, J.S. 2005. Jurnal Pengaruh NAA dan IBA terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Tunas Kina (Cinchona succirubra). Balai penelitian Bioteknologi Pertanian. Vol. 10 No. 2.
13. Salisbury, F. B dan Ross, C. W. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3 Edisi Bahasa Indonesia. Bandung. Penerbit
ITB Press.
14. Sari, F.W. 2008. Pengaruh BAP (Benzil Amino Purin) Terhadap Inisiasi Tunas Kantung Semar (Nepenthes
reindwartiana Miq.) Secara In Vitro. Skripsi Sarjana Bidang Biologi, Universitas Mulawarman. Samarinda.
15. Santoso, J., Mathius, N. T., Sastraprawira, U., Suryatmana, G., dan Saodah, D. (2004). Jurnal Perbanyakan
Tanaman Kina Cinchona ledgeriana Moens. dan C. Succirubra Pavon Melalui Penggandaan Tunas Aksiler.
Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Bogor. Menara Perkebunan : 72 (1). 11-27
16. Subroto, M. A dan Saputro, H. 2008. Gempur Penyakit Dengan Sarang Semut. Jakarta: Swadaya.
17. Triatminingsih. 1993. Aktifitas Penelitian dalam Kultur Jaringan. http://dinyunita-kuljar.com. Diakses tanggal 5
November 2008.
18. Wattimena, G.A., Gunawan, L.W., Mattjik, N.A., Syamsudin, E., Wiendi, N.M.A. dan Ernawati, A. 1992.
Bioteknologi Tumbuhan. Bogor: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
19. Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tumbuhan Secara Efisien. Jakarta: Agromedia Pustaka.
24
ISSN 1693-5616
A. PENDAHULUAN
Tanah diatomae dikenal dengan berbagai istilah
seperti diatomit, kieselguhr, tripolit atau tepung fosil
(Johnstone & Johnstone, 1961) atau tanah serap
(Hoeve, 1984). Menurut Khan (1980) secara kimiawi ,
komposisi utama tanah diatomae berupa silika amorf
yang kadarnya mencapai sekitar 55-70%, tergantung
lingkungan setempat. Kadar senyawa silica dalam
tanah diatomae sangat bervariasi, demikian juga
strukturnya. Hal ini sangat dipengaruhi oleh asalnya.
Komponen tanah diatomae yang berhubungan dengan
sifat sebagai adsorben adalah silika, yang tentu saja
berkaitan erat dengan struktur senyawa silika tanah
diatomae tersebut. Tanah diatomae sekarang digunakan
untuk berbagai hal, yaitu sebagai penyaring (filter),
material pengisi, bahan isolasi, amplas atau penggosok,
bahan penjerap atau adsorben, katalis, sumber silika,
bahan bangunan dan campuran semen pozzolan. Di
samping itu, tanah diatomae dapat pula digunakan
sebagai penyaring pada berbagai industri,seperti: gula,
minyak mineral, jus buah, bir, anggur, minyak
tumbuhan, minyak binatang serta sabun cair. Berbagai
fungsi tersebut berhubungan dengan beberapa sifat
penting, yaitu: porositas, daya adsorpsi/daya jerap,
ukuran partikel, serta konduktivitas. Polaritas
permukaan pada adsorben akan menentukan jenis zat
yang
akan
teradsorpsi
(http//ias.vub.ac.be/General/Adsorption.htm).
25
26
ISSN 1693-5616
melepaskan
H+
dan
Cl-.
Senyawa
2merkaptobenzotiazol ini mengandung atom donor yaitu
atom S dan atom N, sehingga kemampuan adsorben
tanah
diatomae
-2-merkaptobenzotiazol dalam
mengadsorpsi bisa menjadi lebih baik.
3.2.
27
Gambar.
Spektra FT-IR tanah diatomae murni (TD 1), tanah diatomae -3-kloropropildimetoksisilen (TD 2) dan
tanah diatomae-MBT (TD 3).
28
ISSN 1693-5616
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiman, H., Sri, H.K.F. dan Setiawan, A. H., 2009. Preparation of Silica Modified with 2-Mercaptoimidazole and
its Sorption Properties of Chromium(III). E-Journal of Chemistry, 6 (1) : 141 150
2. Dey, R.K., Jha, U., Singh, A.C., dan Ray, A.R., 2006. Extraction of Mental Ion Using Chemically Modified Silica
Gel Covalently Bonded with 4,4 Diaminodiphenylether and 4,4 Diaminodiphenylsufone-Salicylaldehide Schiff
Bases, Analytical Sciences, Vol. 22 : 1105-1110
3. Filho, N.L.D., Gushikem, Y. dan Polito, W.L., 1995. Merkaptobenzotiazol Clay as Matrix for Sorption and
Preconcentration of Heavy Metal from aqueous Solution. Analytica Chimica Acta, 306 : 167 172
4. Filho, N.L.D.; do Carmo, D.R.; Gressner, F and Rosa, A.H, 2005a, Preparation of Clay Modified Carbon Paste
Electrode Based on 2-Thiazolin 2 Thiol Hexadecylammonium Sorption for The sensitive Determination of Mercury,
Analitycal Sciance, Vol. 21 : 1309-1316.
5. Filho N.L.D.; do Carmo, D.R.; Caetano, L and Rosa, A.H, 2005b, Preconcentration and Determination of
Mercury(II) at a Chemically Modified Electrode Containing 3-(2-Thiomidazholy)propyl Silica Gel, Analytical
Sciences, Vol. 21 : 1359-1363.
6. Forstner, U.,1983, Metal Concentration in River, Lake and Ocean Waters, in U Forstner and G.T.W Wittmann, Metal
Pollution in The Aquatic Environment, Second Revised Edition, Springer-Verlag, Berlin.
7. Fungsional dan Rasio Atom Si dan Al Sebelum Digunakan Sebagai Adsorben. Jurnal Kimia Mulawarman, Vol.5,
No. 1 4
8. Grob, R., 1977. Modern Practice of Gas Cromatography. John Wiley and Son. New York
9. Hidayati, Nurlisa., 2007. Perlakuan Kimia Terhadap Tanah Diatomeae, Karakterisasi Gugus Fungsional dan Rasio
Atom Si dan Al Sebelum Digunakan Sebagai Adsorben. Jurnal Kimia Mulawarman, Vol.5, No. 1 4
10. Hoeve, I.B. (1984). Ensiklopedi Indonesia. Volume 6.
11. Johnstone and Johnstone, M.G. (1961). Minerals for the Chemical and Applied Industries. New York: John Wiley &
Sons. Edisi ke 2.
12. Khan. (1980). Pesticides in the Soil Environment. Amsterdam:Elsevier Scientific Publishing Co.
13. Lessi, P; Filho, N.L.D; Moreira, H.C dan Campos, J.T.S., 1996. Sorption and Preconsentration of Metal Ion on
Silica Gel Modified With DMT, Analytica Chimica Acta, 327 : 183-190
14. Nurhidayati, Siti., 2009. Studi Adsorpsi Ion Logam Tembaga(II) Dan Kadmium(II) Dalam Larutan Oleh Tanah
Diatomeae-Merkaptobenzotiazol. Skripsi Kimia Mulawarman.
15. Quintanilla, D.Perez, del Hierro, L., Fajardo, M dan Sierra, I., 2006. Preparation of 2-Mercaptobenzothiazole of
Hg(II) from Aqueous Solution. Journal of Environmental Monitoring. 8 : 214 222
16. Sastrohamidjojo, Hardjono. 2001. Dasar-dasar Spektroskopi. Liberty Yogyakarta : Yogyakarta.
17. Silverstein, R.M., Bassler, G.C., and Morril, T.C., 1991, Spectrometric Identification of Organic Compound, 5th
ed, Willey & Sons Inc, New York.
18. http//ias.vub.ac.be/General/Adsorption.htm
29
A. PENDAHULUAN
Minyak atsiri merupakan minyak yang mudah
menguap dan akhir-akhir ini menarik perhatian dunia.
Minyak atsiri biasanya diperoleh dari tumbuhan
aromatik. Tumbuhan aromatik seringkali digunakan
dalam pengobatan trdisioanal, yaitu salah satunya
sebagai bahan antimikroba, minyak atsiri merupakan
campuran dari senyawa volatil alami yang dapat
diisolasi dengan destilasi uap (Lutz et al., 2008).
Minyak atsiri sangat penting sebagai sumber
rasa dan obat. Minyak atsiri digunakan untuk memberi
rasa dan aroma makanan, minuman, parfum dan
kosmetik. Sifat toksik alami minyak atsiri berguna
dalam pengobatan dan minyak atsiri telah dikenal
sebagai sumber terapi yang penting misalnya sebagai
antimikroba (Setyawan, 2002).
Antioksidan merupakan senyawa kimia yang
dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada
radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
diredam (Suhartono, 2002 dalam Kuncahyo dan
Sunardi, 2007). Radikal bebas sangat reaktif sehingga
dapat merusak sel yang disebabkan oleh peroksidasi
lipid yang menyebabkan kerugian seperti iskemia,
arterosklerosis koroner, diabetes melitus dan penuaan
kulit (Hiriguchi et al, 1995 dalam Hafid, 2003).
Minyak atsiri pada umumnya dibagi menjadi
dua komponen yaitu golongan hidrokarbon dan
golongan hidrokarbon teroksigenasi seperti aldehid,
alkohol, keton, asam organik dan ester (Robinson,
1991 ; Ahmad, 2006). Senyawa-senyawa turunan
30
ISSN 1693-5616
% Inhibisi =
(Akontrol - Asampel)
Akontrol
x 100%
31
Gambar 1.
Tabel 1. Spektrum Massa Minyak Atsri Kulit Buah Jeruk Purut setelah dicocokkan dengan database
No
Rumus Molekul
Kadar (%)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
6,142
6,250
7,212
8,383
8,683
9,575
9,942
10,425
10,575
11,325
11,800
12,042
1,125
13,975
14,717
15,158
15,375
15,750
16,150
16,392
16,567
17,150
17,342
17,442
17,850
18,383
18,825
19,042
19,317
20,508
23,192
C10H16
C10H16
C10H16
C10H16
C10H16
C10H16
C10H16
C10H16
C10H16
C10H16
C10H16
C10H16
C8H16O
C9H18O
C10H18O2
C10H18O2
C10H18O
C15H24
C10H18O
C15H24
C10H18O
C10H18O
C15H24
C10H18O
C12H22O2
C10H18O
C15H24
C12H20O2
C15H24
C10H20O
C15H26O
2,50
0,31
0,19
23,03
13,37
1,68
1,54
10,59
1,23
2,95
0,87
0,83
0,18
0,08
3,46
1,90
10,41
0,51
3,31
0,28
0,66
11,43
0,58
0,42
0,48
4,94
0,29
0,27
0,76
0,78
0,34
32
senyawa hidrokarbon. Komponen utamanya adalah pinen (23,03%), sabinen (13,37%), terpinen-4-ol
(11,43%), limonen (10,59%) dan sitronellal (10,41%).
3.2.
Gambar 2.
ISSN 1693-5616
12
10
8
% Inhibisi 6
4
2
0
y = 0.6865x + 0.074
R = 0.9589
0
10
15
20
Konsentrasi (mg/mL)
Gambar 3.
33
D. KESIMPULAN
1. Minyak atsiri kulit buah jeruk purut menunjukkan
31 senyawa yang terdeteksi dan komponen
utamanya adalah -pinen (23,03%), sabinen
(13,37%), terpinen-4-ol (11,43%), limonen
(10,59%) dan citronellal (10,41%).
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad, MM., Salim, UR., Zafar, I., Faqir, M.A., and Javaid, I.S., 2006, Genetic Variability To Essential Oil
Composition In Four Citrus Fruit Species, Pak J. Bot., 38, 2, 319-324.
2. Cao, L., Jian, Y.S., Yan, L, Hong, S., Wen, J., Zhan, L., Xiao, H.Z., and Rui LP., 2009, Essential Oi Composition,
Antimicrobial and Antioxidant properties of Mosla chinensis Maxim. Food Chemistry 115, 801-805.
3. Chan, S.W., Lee C.Y., Yap C.F., Wan Aida W.M., and Ho C.W., 2009, Optimisation of Extraction Condition for
Phenolic Compounds from Limau Purut (Citrus hystrix) Peels. International Food Research Journal 16, 203-213.
4. Chantaphon, S., Suphitchaya C., and Tipparat H., 2008, Antimicrobial activities of Essential Oils and Crude
Extracts from ropical Citrus spp. Againts Food-Related Microorganism. Songklanakarin J. Sci. Technol 30 (Suppl.1)
125-131.
5. Fazwa, M.A.F., A.G.Ab. Rasip., M.A. Nor Azah., A. Abu Said., and O. Mohamad, 1997, Screening of High
Genotype Citrus hystrix for Esssential Oil Production, Forest Research, 44-49.
6. Fisher, K., and Phillips,C., 2008, Potential Antimicrobial Uses Of Essential Oils In Food : Is Citrus The Answer,
Trend in Food Science & Technology, 19, 156-164.
7. Ghafar, M.F.A., Nagendra, P., Kong, K.W., and Amin, I., 2010, Flavonoid, Hesperidine. Total Phenolic Contents
and Antioxidant Activities from Citrus Species, African Journal of Biotechnology, 9, 3, 326-330.
8. Hafid, A.F., 2003, Aktivitas Anti-Radikal Bebas DPPH Fraksi Metanol Fragrae auriculata dan Fragraea ceilanica.
Majalah Farmasi Airlangga, III, 1, 34-39.
9. Heyne, K., Tumbuhan Berguna Indinesia II, Badan Litbang Kehutanana, Jakarta.
10. Kuncahyo, I., dan Sunardi, 2007, Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averhoa blilbi, L) Terhadap
1,1-Dihenyl-2-Picrylhidrazyl (DPPH), Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007), E-1 E-9.
11. Lutz, D.L., Daniela, S.A., Celuta, S.A., and Paul, P.K., 2008, Screening of Chemical Composition, Antimicrobial and
Antioxidant Activities of Artemisia Essential Oils. Phytochemistry, 69, 172-138.
12. Munim, A., Azizahwati., Trastiana, 2008, Aktivitas Antioksidan Cendawan Suku Pleurotaceae dan Polyporaceae
dari Hutan UI, Jurnal Ilmiah Farmasi, 5, 1, 36-41.
13. Parwata, I.O.A., dan Dewi, P.F.S., 2008, Isolasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri dari Rimpang Lengkuas
(Alpinia galanga L), Jurnal Kimia 2, 2, 100-104.
14. Robinson, T., Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, a.b. Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung, 132-136.
15. Saei-Dehkordi, S.S., Hossein, T., Mehran, M., and Farahnaz, K.S., 2010, Chemical Composition of Essential Oils in
Zataria multiflora Boiss. from Different Parts of Iran and Their Radical Scavenging and Antimicrobial Activity.
Food and Chemical Technology.
16. Setyawan, A.D., 2002, Keragaman Varietas Jahe (Zingiber officinale Rosc) Berdasarkan Kandungan Kimia Minyak
Atsiri. Jurnal BioSMART, 4,2, 48-54.
17. Tachkittirungrod. S., and Sombat C., 2004, Comparison of Antioxidant and Antimicrobial Activities of Essential Oils
from Hyptis suaveolens and Alpinia galanga Growing in Nothern Thailand. Pharmaceeutical Science, Chiang Mai.
34
ISSN 1693-5616
35
36
Pembuatan Spesimen
Hasil campuran diletakkan di antara lempengan
aluminium berukuran 15 x 15 cm yang telah dilapisi
dengan aluminium foil. Alat tekan hot kompressor
diset pada suhu 175oC. Kemudian lempeng tersebut
dimasukkan ke dalam alat tekan dan dibiarkan selama
5 menit tanpa tekanan. Setelah itu diberi tekanan 100
kgf/cm2 dan dibiarkan selama 20 menit. Sampel
diangkat dan didinginkan, dan sampel dibentuk sesuai
standart ASTM D638.
a. Uji Kekuatan Tarik
Pengujian kekuatan tarik dilakukan dengan
menggunakan alat uji tarik autograph terhadap tiap
spesimen berdasarkan ASTM D638, dengan kecepatan
tarik 50 mm/menit dan beban maksimum 100 kgf.
Mula-mula dihidupkan alat Torsee Electronic System
dan dibiarkan selama 1 jam. Spesimen dijepit
ISSN 1693-5616
% kandungan gel :
x 100%
No.
1
2
3
LDPE
(g)
50
50
50
Komposisi
EPDM SIR 20
(g)
(g)
25
25
25
25
25
25
DCP
(phr)
1
2
3
Tegangan
(load)
Kgf
6,25
11,25
11,23
Regangan
(stroke)
mm/menit
56,25
62,53
47,80
Kekuatan
tarik ()
Kgf/mm2
0,52
0,937
0,935
Kemuluran
() %
112,5
125,06
95,6
Tabel 2. Data hasil uji kekuatan tarik () dan kemuluran () dari campuran LDPE + karet EPDM + karet alam SIR 20
dengan 1 phr divinilbenzena
No.
1
2
3
LDPE
(g)
50
50
50
Komposisi
EPDM SIR 20
(g)
(g)
25
25
25
25
25
25
DCP
(phr)
1
2
3
Tegangan
(load)
Kgf
20,47
10,87
13,47
Regangan
(stroke)
mm/menit
160,45
118,39
70,45
Kekuatan
tarik ()
Kgf/mm2
1,70
0,90
1,12
Kemuluran
() %
320,9
236,78
140,9
Tabel 3. Data hasil uji kekuatan tarik () dan kemuluran () dari campuran LDPE + karet EPDM + karet alam SIR 20
dengan 2 phr divinilbenzena
No.
1
2
3
LDPE
(g)
50
50
50
Komposisi
EPDM
SIR 20
(g)
(g)
25
25
25
25
25
25
DCP
(phr)
1
2
3
Tegangan
(load)
Kgf
6,40
2,07
3,45
Regangan
(stroke)
mm/menit
42,21
11,91
9,65
Kekuatan
tarik ()
Kgf/mm2
0,53
0,17
0,28
Kemuluran
() %
84,42
23,82
19,3
37
Tabel 4. Data hasil uji kekuatan tarik () dan kemuluran () dari campuran LDPE + karet EPDM + karet alam SIR 20
dengan 3 phr divinilbenzena
No.
1
2
3
LDPE
(g)
50
50
50
Komposisi
EPDM SIR 20
(g)
(g)
25
25
25
25
25
25
DCP
(phr)
1
2
3
Tegangan
(load)
Kgf
8,12
6,31
9,04
Regangan
(stroke)
mm/menit
47,66
19,14
25,52
Kekuatan
tarik ()
Kgf/mm2
0,67
0,52
0,75
Kemuluran
() %
95,32
38,28
51,04
Gambar 1. Hasil pemotretan SEM pada permukaan campuran LDPE+karet EPDM+karet alam SIR
20 dan 2 phr dikumil peroksida (perbesaran 5000x)
Gambar 2. Hasil pemotretan SEM pada permukaan campuran LDPE+karet EPDM+karet alam SIR 20 dan 1
phr dikumil peroksida dengan divinilbenzena (perbesaran 5000 x)
Tabel 5. Hasil analisa kandungan gel pada campuran TPE dengan dan tanpa penambahan divinilbenzena
No.
1
2
38
Sampel
LDPE + Karet EPDM + Karet alam SIR 20 + 2 phr DCP
LDPE + Karet EPDM + Karet alam SIR 20 + 1 phr DCP
+ 1 phr DVB
Wo (g)
10
10
Wg (g)
8,99
9,82
% Kandungan gel
89,9
98,2
ISSN 1693-5616
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1
Kemuluran (%)
Gambar:3. Grafik kekuatan tarik () pada campuran TPE tanpa penambahan Divinilbenzena
140
120
100
80
60
40
20
0
1
1.8
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0
1 phr DCP
2 phr DCP
3 phr DCP
divinilbenzena
39
350
Kemuluran (%)
300
250
200
1 phr DCP
150
2 phr DCP
100
3 phr DCP
50
0
1
40
ISSN 1693-5616
Gambar 7. Spektrum FT-IR campuran LDPE + karet alam SIR 20 + karet EPDM tanpa penambahan divinilbenzena
Tabel 6. Hasil analisa spektrum FT-IR campuran LDPE + karet alam SIR 20 + karet EPDM tanpa penambahan
divinilbenzena
Sampel
Campuran LDPE + karet
alam SIR 20 + karet EPDM +
2 phr dikumil peroksida
Gugus fungsi
C-H aromatis
C-H
C=O
CH2
CH3
C-O
Gambar 8. Spektrum FTIR campuran LDPE + karet EPDM + karet SIR 20 + 1 phr dikumil peroksida + 1 phr
divinibenzena
41
Tabel 7. Hasil analisa spektrum FT-IR campuran LDPE + karet alam SIR 20 + karet EPDM dengan penambahan
divinilbenzena
Sampel
Campuran LDPE + karet
alam SIR 20 + karet EPDM
+ 1 phr dikumil peroksida +
1 phr divinilbenzena
Gugus fungsi
C-H aromatis
C-H
C=O
CH2
CH3
C-O
D. KESIMPULAN
`Dari penelitian yang dilakukan, maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengaruh penambahan divinilbenzena pada
campuran LDPE + karet alam SIR 20 + karet
EPDM adalah dapat meningkatkan proses ikat
silang. Dimana semakin tinggi proses ikat silang
yang terjadi dalam campuran maka derajat ikat
silang yang terbentuk juga semakin baik yang
dibuktikan dengan diperolehnya persentasi
kandungan gel yang lebih besar yaitu 98,2 %.
Derajat ikat silang yang lebih besar memberikan
2.
DAFTAR PUSTAKA
1. Allen, N. S. 1983. Degradation and Stabilisation of Polyolefins. England : Applied Science Publishers ltd.
2. Awang, M. H. Ismail. 2008. Preparation and Characterization of Polypropylene/Waste Tyre Dust with Addition of DCP and
HVA-2 (PP/WTD/HVA-2). Polymer Testing 27 : 321-329.
3. Bahl, A. 2004. A Textbook of Organic Chemistry. New Delhi : S.Chand and Company Ltd.
4. Bahruddin. Sumarno. G. Wibawa. N. Soewarno. 2007. Morfologi dan Properti Campuran Karet Alam/Polypropylene yang
Divulkanisasi Dinamik Dalam Internal Mixer. Reaktor Vol. 11 No. 2 : 71-77.
5. Bark, L. S. 1982. Analysis of Polymer Systems. London : Applied Science Publishers.
6. Batiuk, M. Richard M. Herman. J. C. Healy. 1976. Thermoplastic Polymer Blends of EPDM Polymer, Polyethylene and
Ethylene Vinil Acetate Copolymer. United States Patent 3.941.859 19 : 1-10.
7. Billmeyer, F. W. 1971. Textbook of Polymer Science. Second Edition. USA : John Wiley and Sons
8. Blackley, D. C. 1983. Synthetic Rubbers : Their Chemistry and Technology. London : Applied Science Publishers ltd.
9. Halimatuddahliana. 2007. The Effect of N,N-m-Phenylenebismaleimide (HVA-2) Addition on Properties of Polypropylene
(PP)/Ethylene-Propylene Diene Terpolymer (EPDM)/Natural Rubber (NR) Vulcanized Blends. Jurnal Teknologi Proses 6
(1) : 52-58.
10. Halimatuddahliana. 2006. Tensile Properties of Vulcanized Polypropilene/Ethylene-Propylene Diene Terpolymer/Natural
Rubber (PP/EPDM/NR) Blends : The Effect of trans Polyoctenylene Rubber (TOR) addition. Jurnal Teknologi Proses 5 (1) :
20-26.
42
ISSN 1693-5616
11. Mao, Shuncong. Shin Tsuge.Hajime Ohtani. Shigeru.Atsuo Kiyokawa. 1997. Determination of Cross-linking Reagent,
Divinylbenzene in Polystyrene-Type Ion Exchage Resin Precursors with Chloromethyl Substituents by pyrolisis-Gas
Chromatography in Aiding Preliminary Reduction of Chlorine Atoms in The Samples. Elsevier 39 : 143-149
12. Moldovan, Z. Florica. Simona. Ioana and Gabriel. 2008. EPDM-HDPE Blends with Different Cure System/Mechanical and
Infra-Red Spectrometric Properties. Journal of Applied Sciences 8(1) : 86-94.
13. Morton, M. 1987. Rubber Technology.New York : American Chemical Society.
14. Nakason, C. Krungjit Nuansomsri. Azizon Kaesaman. Suda Kiatkamjornwong. 2006. Dynamic Vulcanization of Natural
Rubber/High Density Polyethylene Blends : Effect of Compatibilization, Blend Ratio and Curing System. Polymer Testing
25 : 782-796
15. Naskar, K. D. Kokot. J. W. M. Noordermeer. 2004. Influence of Various Stabilizers on Ageing of Dicumyl Peroxide-Cured
Polypropylene/Ethylene-Propylene-Diene Thermoplastic Vulcanizates. Polymer Degradation and Stability 85 : 831- 839.
16. Pechurai, W. Charoen Nakason. Kannika Sahakaro. 2008. Thermoplastic Natural Rubber Based on Oil Extended NR and
HDPE Blends : Blends Compatibilizer, Phase Inversion Composition and Mechanical Properties. Polymer Testing 27 :
621-631.
17. Saechtling. 1987. Plastic Handbook : For The Technologist Engineer and User.
Second Edition.Munich : Carl
Hansenverlag
18. Sae-oui, P. Chakrit S. Promsak. 2010. Properties and Recyclability of Thermoplastic Elastromer Prepared from Natural
Rubber Powder (NRP) and High Density Polyethylene (HDPE). Polymer Testing 30 : 1-6
19. Thitithammawong, A. C. Nakason. K. Sahakaro. Noordermeer. 2007. Thermoplastic Vulcanizates Based on Epoxidized
Natural Rubber/Polypropylene Blends : Selection of Optimal Peroxide Type and Concentration in Relation to Mixing
Conditions. European Polymer Journal 43 : 4008-4018
44
B. METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Absorption atomic spectrofotometry (AAS), SEM
micrographs dan X-Ray Diffractometer, Oven, Furnace, alat
alat gelas dan corong kaca.
Bahan yang digunakan adalah sekam padi yang
diambil dari tempat penggilingan padi didaerah Lempake
Samarinda Utara, Na2EDTA, H2SO4, HCl, akuabidest,
NaOH, Na2CO3, kertas saring Whatman 42, Kertas pH
indikator universal.
Prosedur Penelitian
Pembuatan Abu Sekam Padi. Sekam kering yang telah
diarangkan, diabukan dalam furnace selama 4 jam pada
temperatur 700oC. Abu yang diperoleh digerus dan disaring
dengan ayakan 200 mesh. Kemudian ditambahkan H 2SO4 5
% dan Na2EDTA 0,1 M dan disaring lalu dikeringkan dalam
oven sela 2 jam. Abu sekam padi murni ditambahkan
Na2CO3 5, 31 gr kemudian dilebur dalam furnace ( 900 o C)
selama 30 menit. Kemudian dinginkan dan tambahkan 16,62
mL akubides, diamkan selama semalam lalu diuji dengan
AAS untuk mengetahui kadar silika yang terkandung dalam
sampel.
Pembuatan nanosilika. Silika murni dapat diperoleh
dengan metode titrasi menggunakan 5 N H2SO4 dengan
diaduk secara tetap dan kondisinya terkontrol. Temperatur
yang digunakan berkisar 90o 100o C dalam tekanan
atmosper. Dalam keadaan asam pada pH 2 akan terbentuk
silika. Silika gel yang terbentuk dicuci dengan akuabidest
hangat untuk menghilangkan pengotor sulphat. Kemudian
produk yang terbentuk dipanaskan dalam oven selama 15
jam sampai terbentuk padatan silika.
ISSN 1693-5616
45
Tanpa pemurnian
Dengan
pemurnian
42,667
ppm
45,167
ppm
0,051 mg/L
85,33 %
0,054 mg/L
90,33 %
(a)
(b)
Gambar 1.Gambar secara visual abu sekam padi a. tanpa pemurnian. b.dengan pemurnian
Pembuatan Silika Gel
Larutan natrium silikat digelkan dengan cara
mengasamkan menggunakan asam sulfat. Dalam penelitian
ini digunakan asam sulfat dengan konsentrasi 5 N.
Penambahan asam dilakukan perlahan dengan menggunakan
prinsip titrasi dengan pengadukan yang tetap serta suhu
antara 90-100oC dalam tekanan atmosphere. Dalam keadaan
asam ( pH 2-4 ) akan terbentuk silika dan pengadukan
dihentikan. Gel yang terbentuk didiamkan sampai tahap
sinerisis selesai. Reaksi yang terjadi diperkirakan (Suharsih,
2004):
Na2SiO3 + 2H+ + H2O Si(OH)4 + 2Na+ nSi(OH)4
nSiO2.xH2O + (n-x)H2O
Asam silikat bebas yang terbentuk dari reaksi diatas
akan membentuk dimer, trimer dan seterusnya menjadi
polimer asam silikat. Gabungan dari polimer akan
membentuk jaringan pada ukuran tertentu akan mengalami
rekasi kondensasi membentuk fasa padatan yang disebut
alkogel, yang setelah didiamkan beberapa saat akan
mengalami reaksi sinerisasis. Pada proses sinerisasis terjadi
pelepasan garam yang akan menghasilkan hidrogel yang
bersifat kaku.
46
ISSN 1693-5616
(a)
(b)
Gambar 2. (a) Hasil X-Ray Diffraction untuk abu sekam padi, (b) hasil X-Ray Diffraction untuk nosilika
Difraksi sinar-x merupakan analisis kualitatif dan
kuantitatif yang dapat memberikan informasi mengenai
suatu struktur kristal dan ukuran partikelnya. Dari gambar
4.2 a dan b, terdapat satu puncak yang melebar pada pusat
puncak 2 = 16,45o dan d = 5,51 untuk abu sekam padi
pada gambar 2.a Kemudian pada gambar 4.2 b nanosilika
nilai 2 = 22,88o dan d = 3,88 . Secara visual terlihat
bahwa struktur padatan adalah amorf karena terlihat satu
puncak /gundukan yang melebar. Jika dilihat analisis
Rietveld struktur Kristal menunjukan amorf untuk kedua
struktur padatan di atas. Hasil analisis pada nanosilika
47
(a)
(b)
Gambar 3. (a) foto SEM abu sekam padi (b) foto SEM nanosilika
Berdasarkan morfologi SEM yang dihasilkan menunjukan pada SEM abu sekam padi terdapat butir-butir yang
masih teraglomerasi dan berpori yang ukuran butirannya lebih besar disbanding (b), sedangkan pada foto SEM nanosilika
menunjukan butir-butir halus yang sangat kecil, dengan pori-pori yang kecil dimana butiran-butiran tersebut terdistribusi
merata. Berdasarkan hasil XRD dan SEM maka dapat disimpulkan bahwa material nanosilika telah berhasil disintesis.
48
ISSN 1693-5616
DAFTAR PUSTAKA
1. Amutha, K. R, Ravibaskar, and G, Sivakumar. 2010. Extraction, Synthesis and Characterization of Nanosilika from Rice
Husk Ash. Internasional Journal of Nanotechnology and Applications Vol.4, No.1,61-66
2. Agustini, A., 2003, Penggunaan NaOH dan H2SO4 pada sintesis Silika Gel dari Abu Sekam Padi, Skripsi., Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
3. Chananil.,I.P dan Swatsitang, E., 2004. Preparation of Silicom from Rice Hulls. Technical Digest of the Internasional
FVSEC-14, Banglore, Thailand
4. Enymia, Suhanda dan Sulistiharini, N. 1998. Pembuatan Silika Gel Kering dari Sekam Padi Untuk Bahan Pengisi Karet
Ban, Jurnal Keramik dan Gelas Indonesia, ( 7 (182) 1-8 )
5. Fatimah, A., 1997. Pemanfaatan Abu Sekam Padi Untuk Menurunkan Kadar Cr (VI) dalam Limbah Industri, Skripsi,
Institut Pertanian Bogor, Bogor
6. Kurniawati, W., 2003. Sintesis Silika Gel dari Abu Sekam Padi Menggunakan Natrium Hidroksida dan Asam Sitrat,
Skripsi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
7. Schubert, U., and Husing, N., 2000. Synthesis of AnOrganik Materials, Wiley-Vch, German
8. Suharsih, T. 2004. Pengaruh Konsentrasi Asam Sitrat dan Asam Klorida dalam Pembuatan Silika Gel dari Abu Sekam
Padi Terhadap Karakterisasi Hasil. Skripsi, Unversitas Gadjah Mada, Yogyakarta
49