742 806 1 PB PDF
742 806 1 PB PDF
Abstrak: Trauma kepala merupakan masalah yang sering ditemukan di masyarakat dengan
tingkat disabilitas tinggi. Penilaian awal pasien trauma kepala dapat dilakukan dengan
beberapa cara, di antaranya adalah Glasgow Coma Scale (GCS) dan Revised Trauma Score
(RTS). Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan kemampuan GCS dan RTS dalam
memprediksi disabilitas pasien trauma kepala. Penelitian prospektif observasional ini dilakukan
di Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta sejak bulan Desember 2008 hingga Mei 2009. Kriteria
inklusi adalah pasien trauma kepala usia 18-60 tahun tanpa gangguan pernapasan maupun
riwayat hipertensi. Penilaian GCS dan RTS dilakukan saat pasien masuk rumah sakit dan
tingkat disabilitas dinilai menggunakan Disability Rating Scale (DRS) saat pasien dipulangkan.
Didapatkan 30 pasien trauma kepala yang memenuhi kriteria inklusi. Dari hasil analisis statistik
didapatkan hubungan yang bermakna antara GCS dan DRS (p=0,046). Komponen GCS yang
menunjukkan hubungan bermakna dengan DRS adalah respons motorik (p=0,001) dan respons
membuka mata (p=0,014). Penilaian RTS tidak menunjukkan hubungan bermakna dengan
DRS (p=0,207), hanya komponen GCS dari RTS tersebut yang menunjukkan hubungan
bermakna (p=0,012). Penilaian GCS memprediksi tingkat disabilitas lebih baik dibandingkan
dengan RTS pada trauma kepala.
Kata kunci: trauma kepala, Glasgow Coma Scale, Revised Trauma Score, Disability Rating
Scale
437
Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien
Abstract: Head trauma is a problem that often occurs with high degree of disability. Initial
assessment on head trauma patient can use several ways such as Glasgow Coma Scale (GCS)
and Revised Trauma Score (RTS). The aim of this study was to compare GCS and RTS ability in
determining head trauma disability. This observational prospective study reviewed head trauma
patients from Atma Jaya Hospital, Jakarta, from December 2008 till May 2009. Inclusion criteria
were patients aged 18-60 years old without respiratory disturbance and history of hypertension.
Each patient was assessed using GCS and RTS at initial admission in the hospital, and using
Disability Rating Scale (DRS) at discharge. There were thirty head trauma patients who participated in this study. The statistical analysis showed significant correlation between GCS and DRS
(p=0.046). Motor response and eye opening response of GCS showed significant correlation to
DRS (p=0.001 and p=0.014, respectively). Revised trauma score evaluation did not show a
significant correlation to DRS (p=0.207), and only GCS component of RTS which showed significant correlation (p=0.012). In conclusion Glasgow coma scale (GCS) can predict disability better
compare to RTS in head trauma patient.
Key words: head trauma, Glasgow Coma Scale, Revised Trauma Score, Disability Rating Scale
Pendahuluan
Trauma kepala merupakan salah satu masalah kesehatan
yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang
kompleks. Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat
sementara maupun menetap, seperti defisit kognitif, psikis,
intelektual, serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini
disebabkan oleh karena trauma kepala dapat mengenai
berbagai komponen kepala mulai dari bagian terluar hingga
terdalam, termasuk tengkorak dan otak.1-3.
Di Amerika Serikat insiden trauma kepala adalah 200 per
100 000 orang per tahun.4 Di Indonesia, walaupun belum
tersedia data secara nasional, trauma kepala juga merupakan
kasus yang sangat sering dijumpai di setiap rumah sakit.1
Pada tahun 2005, di RSCM terdapat 434 pasien trauma kepala
ringan, 315 pasien trauma kepala sedang, dan 28 pasien
trauma kepala berat, sedangkan di RS Swasta Siloam Gleaneagles terdapat 347 kasus trauma kepala secara keseluruhan.1,2 Di Rumah Sakit Atma Jaya (RSAJ), pada tahun
2007, jumlah pasien trauma kepala mencapai 125 orang dari
256 orang pasien rawat inap bagian saraf.
Terdapat berbagai cara penilaian prognosis trauma
kepala, diantaranya adalah dengan menggunakan Glasgow
Coma Scale (GCS) dan Revised Trauma Score (RTS). Penilaian
GCS berdasarkan respon mata, verbal, dan motorik,
sedangkan penilaian RTS berdasarkan GCS, tekanan darah
438
Perilaku Merokok, Konsumsi Makanan/Minuman, dan Aktivitas Fisik dengan Penyakit Hipertensi
meninggal jika tidak mendapat perawatan.7 Revised trauma
score mudah dilakukan dan dapat memperkirakan prognosis
secara lebih lebih akurat jika digunakan untuk pasien trauma
kepala berat dan pasien dengan politrauma.7 Kemampuan
RTS dalam menentukan kondisi yang membahayakan jiwa
adalah 76,9%.5 Namun, pada penelitian di Belanda, RTS
memiliki nilai prediktif yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan penelitian RTS terdahulu.8 Tujuan penelitian ini
adalah ingin membandingkan kemampuan GCS dan RTS
dalam memprediksi disabilitas menggunakan Disability Rating Scale (DRS) pada pasien trauma kepala di RSAJ.
Metode
Penelitian prospektif observasional ini dilakukan di
bangsal Melati Rumah Sakit Atma Jaya Jakarta. Data diambil
dari semua pasien trauma kepala yang datang ke RSAJ bulan
Desember 2008 hingga Mei 2009 berjumlah 30 pasien trauma
kepala berdasar perhitungan sampel probabilitas sederhana
sebagai berikut:
n=
Z 2.p.q
= 34 orang
d2
Keterangan: n = jumlah pasien yang dibutuhkan, z = confident limit 99% (2,58), d = derajat penyimpangan (2%), p =
prevalensi trauma kepala (0,2%), dan q = 1-p
Jumlah pasien rawat inap karena trauma kepala di RSAJ
berjumlah 104 orang maka nf (n finit) adalah:
Nf =
n
34
=
= 26
1+n/N
1+34/104
Instruksi
4
3
2
1
=
=
=
=
spontan
dengan perintah verbal
dengan nyeri
tidak ada respons
Respon motorik
6
5
4
3
2
1
=
=
=
=
=
=
menurut perintah
dapat melokalisasi nyeri
fleksi terhadap nyeri
fleksi abnormal
ekstensi
tidak ada respons
Respon verbal
5
4
3
2
1
=
=
=
=
=
Frekuensi napas
sistolik
10-29
>29
6-9
1-5
0
Tekanan darah
>89
76-89
50-75
1-49
0
Nilai
4
3
2
1
0
Hasil
Pada tabel 3 yang merupakan karakteristik responden
penelitian, didapatkan bahwa trauma kepala lebih banyak
Tabel 3. Karakteristik Responden Penelitian
Karakteristik
Rerata usia (tahun)
18-28
29-39
40-50
51-60
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Rerata lama trauma SMRS* (jam)
<6 jam
>6 jam
Rerata lama perawatan (hari)
<6 hari
>6 hari
Glasgow Coma Scale
13-15
9-12
<8
Revised Trauma Score
12
11
<10
Jumlah responden penelitian
n
31,2 13,0
19
3
4
4
18
12
4,19 13,071
27
3
5,27 4,085
20
10
63,3
10
13,3
13,3
60
40
90
10
66,7
33,3
26
1
3
86,7
3,3
10
21
4
5
30
70
13,3
16,7
100
439
Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien
terjadi pada laki-laki (60%) pada kelompok usia 18-28 tahun
(63,3%). Penderita trauma kepala lebih banyak datang ke
rumah sakit kurang dari enam jam setelah terjadinya trauma
(90%) dengan rerata keseluruhan 4,1913,071 jam.
Berdasarkan penilaian GCS, diperoleh jumlah subjek
penelitian yang mengalami trauma kepala ringan sebesar
86,7% (GCS 13-15), trauma kepala sedang sebesar 3,3% (GCS
9-12), dan trauma kepala berat sebesar 10% (GCS <8).
Sedangkan, berdasarkan penilaian RTS diperoleh jumlah
subyek penelitian dengan prioritas ditunda sebesar 70%
(RTS 12), prioritas urgen sebesar 13,3% (RTS 11), dan
prioritas segera sebesar 16,7% (RTS <10).
Pengolahan data bivariat menggunakan uji korelasi
Spearman (rs) antara penilaian GCS dengan DRS dan RTS
dengan DRS dapat dilihat pada Tabel 4. Terdapat korelasi
yang bermakna antara penilaian GCS saat pasien masuk
rumah sakit dengan tingkat disabilitas pasien di akhir
perawatan dengan menggunakan instrumen DRS (p=0,046).
Didapatkan korelasi negatif dengan kuat korelasi lemah
antara penilaian GCS dengan DRS.
Tabel 4. Korelasi (rs) Penilaian Awal Trauma dan DRS
Penilaian awal
trauma
Penilaian GCS
Penilaian RTS
p-value
0,368
0,237
0,046*
0,207
*p<0,05
0,014*
0,001**
0,059
*p<0,05, **p<0,01
440
p-value
GCS
Frekuensi napas
Tekanan darah sistolik
0,453
0,209
0,111
0,012*
0,267
0,560
*p<0,05
Diskusi
Data yang didapat menunjukkan bahwa pada periode
pengambilan sampel, rerata usia penderita trauma kepala
adalah 31,213,058 tahun, dengan prevalensi laki-laki dan
perempuan masing-masing sebesar 60% dan 40%. Rerata lama
trauma kepala sebelum dibawa ke rumah sakit adalah kurang
dari 6 jam (rentang waktu 5 menit hingga 3 hari). Waktu trauma
sebelum masuk RSAJ bervariasi karena berbagai kemungkinan, seperti lokasi kejadian yang jauh dari RSAJ, pasien
tidak langsung berobat ke rumah sakit setelah mengalami
trauma kepala, tingkat keparahan trauma kepala, dan hambatan
transportasi.
Dengan uji korelasi Spearman didapatkan bahwa hanya
GCS yang memiliki korelasi bermakna dalam menentukan
tingkat disabilitas pasien trauma kepala (p=0,046). Hal ini
bersesuaian dengan penelitian oleh Zafonte et al9 dan Poon
et al10 yang menyatakan bahwa penilaian GCS saat pasien
masuk rumah sakit memiliki korelasi yang bermakna dengan
DRS saat pasien keluar dari rumah sakit, sehingga dapat
memprediksi disabilitas keseluruhan sebesar 71-77% dan
prediksi disabilitas sedang-berat sebesar 69-83% (p<0,01).
Respons motorik diantara ketiga komponen GCS, paling
berperanan dalam memprediksi disabilitas pasien trauma
kepala (p=0,001). Hasil ini sesuai dengan penelitian oleh Levati
et al11, Jagger et al12, dan McNett13, yang menyatakan bahwa
komponen respons motorik paling menentukan tingkat
keparahan pasien trauma kepala dan memiliki tingkat prediksi
disabilitas paling tinggi (p=0,03). Komponen respon motorik
GCS memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas masingmasing sebesar 80% dan 73%.6
Meski kelancaran fungsi verbal merupakan salah satu
penanda berfungsinya otak, komponen verbal dari GCS
memiliki korelasi paling rendah (rs = 0,349) dan tidak bermakna
(p=0,059). Menurut Jeon et al14, hal ini disebabkan oleh
perbedaan tingkat edukasi antarpasien. Pasien dengan tingkat
edukasi lebih tinggi cenderung memiliki tingkat respons verbal lebih baik dibandingkan pasien dengan tingkat edukasi
lebih rendah.
Tidak adanya korelasi bermakna antara penilaian RTS di
awal perawatan dengan DRS (p=0,207) menunjukkan bahwa
RTS saat awal perawatan tidak dapat memperkirakan tingkat
disabilitas pasien. Penelitian oleh Zafonte et al9 dan Gabbe et
al15 menyatakan bahwa, walaupun penting dalam triage
emergensi, penilaian RTS hanya berguna untuk memprediksi
Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien
mortalitas pasien, bukan tingkat disabilitas pasien.
Masing-masing komponen RTS juga dianalisis untuk
mengetahui komponen yang berperan dalam memprediksi
tingkat disabilitas. Hasil yang didapat menunjukkan bahwa
GCS dari RTS adalah komponen yang paling menentukan
prediksi disabilitas pasien trauma kepala (p=0,012). Berikut
akan dibahas mengenai beberapa hal yang dapat menyebabkan tekanan darah sistolik dan frekuensi nafas tidak
berperanan dalam menentukan prediksi disabilitas pada
pasien trauma kepala.
Komponen tekanan darah sistolik (TDS) pada RTS tidak
memiliki korelasi yang bermakna (p>0,05) meski arah korelasi
negatif. Penelitian oleh Grant et al16 dan Lenartova et al17
menyatakan bahwa TDS <90 mmHg berasosiasi dengan
tingkat mortalitas setelah 90 hari trauma lebih tinggi dan lama
perawatan ICU yang lebih panjang, sehingga TDS harus
dipertahankan antara 90-110 mmHg. Penelitian oleh Rose et
al18 menyatakan bahwa keadaan hipotensi <80 mmHg yang
berlangsung lebih dari 15 menit dianggap sebagai faktor yang
berkontribusi pada kematian yang terjadi setelah trauma
kepala. Menurut Junger et al,19 pada keadaan TDS rendah,
walaupun tidak terjadi pada semua pasien, fungsi autoregulasi akan terganggu. Fungsi autoregulasi ini penting
untuk pencegahan trauma kepala sekunder terutama ischemic neuronal damage. Tidak bermaknanya korelasi TDS
(p=0,560) karena tekanan darah tidak hanya dipengaruhi oleh
keparahan trauma kepala, tetapi juga keadaan sistemik
lainnya seperti rasa tidak nyaman atau nyeri yang dapat
meningkatkan tekanan darah sistolik akibat peningkatan
respons sistem saraf simpatis, jumlah perdarahan, dan
keadaan perfusi umum.20
Frekuensi nafas yang cepat dapat memperburuk prognosis tingkat disabilitas pasien. Terjadinya hiperventilasi
dapat disebabkan oleh gangguan intrakranial. Menurut
penelitian sebelumnya, keadaan hiperventilasi efektif dalam
mengontrol tekanan intrakranial.3 Hiperventilasi menurunkan
tekanan parsial karbon dioksida (PaCO 2) arteri yang
menyebabkan vasokonstriksi, penurunan aliran darah
serebral, dan tekanan intrakranial. Penelitian oleh Oertel et
al21 dan Czosnyka et al22 menyatakan bahwa pada keadaan
hiperventilasi yang terjadi tanpa adanya rangsangan dari
obat-obatan tertentu, kemungkinan telah terjadi peningkatan
tekanan intrakranial akibat trauma kepala yang dapat
berakibat fatal, terutama pada pasien usia lanjut. Namun,
frekuensi nafas kurang dari 10 kali per menit juga berasosiasi
dengan prognosis buruk karena penurunan oksigenasi dan
perfusi ke otak atau menandakan telah terjadinya kompresi
serebral akibat peningkatan tekanan intrakranial, terutama
pada fase awal trauma kepala.23 Korelasi frekuensi nafas yang
tidak bermakna (p=0,267) dapat disebabkan oleh beberapa
keadaan, antara lain rasa tidak nyaman atau nyeri, pengaruh
respons sistem saraf simpatis, keadaan asidosis metabolik,
kebutuhan oksigenasi tubuh, suhu tubuh, dan keadaan
saluran pernafasan.20
Maj Kedokt Indon, Volum: 60, Nomor: 10, Oktober 2010
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
441
Perbandingan Glasgow Coma Scale dan Revised Trauma Score dalam Memprediksi Disabilitas Pasien
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
442
Zafonte RD, Hammond FM, Mann NR, Wood DL, Millis SR,
Black KL. Revised trauma score: an additive predictor of disability following traumatic brain injury? Am J Phys Med Rehabil.
1996;75:456-61.
Poon WS, Zhu XL, Ng SCP, Wong GKC. Predicting one year
clinical outcome in traumatic brain injury (TBI) at the beginning
of rehabilitation. Acta Neurochir. 2005;93:207-8.
Levati A, Farina ML, Vecchi G, Rossanda M, Morrubini M. Prognosis of severe head injuries. J Neurosurg. 1982;57:779-83.
Jagger J, Jane JA, Rimel R. The Glasgow coma scale: to sum or
not to sum? Lancet. 1983;2:97.
McNett M. A Review of the predictive ability of Glasgow coma
scale scores in head-injured patients. J Neurosci Nurs. 2007;39:6875.
Jeon IK, Kim OL, Kim MS, Kim SH, Chang CH, Bai DS. The
effect of premorbid demographic factors on the recovery of
neurocognitive function in traumatic brain injury patients. J
Korean Neurosurg Soc. 2008;44:295-302.
Gabbe BJ, Cameron PA, Finch CF. Is the revised trauma score still
useful? Aust NZ J Surg. 2003,73:944-8.
Grant IS, Andrews PJD. ABC of intensive care: neurological support. Brit Med J. 1999;319:110-3.
Lenartova L, Janciak I, Wilbacher I, Rusnak M, Mauritz W.
Severe traumatic brain injury in Austria III: prehospital status