Anda di halaman 1dari 17

Scanned by TapScanner

Scanned by TapScanner
The 7th University Research Colloqium 2018
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

Ketepatan dan Kecepatan Terhadap


Life Saving Pasien Trauma Kepala

Dianingrum Putri1, Cemy Nur Fitria2


DIII Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta
DIII Keperawatan STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta
Email: cemynurfitria@gmail.com

Abstrak

Keywords: Masalah kesehatan global sebagai penyebab kematian, disabilitas,


Respon time, dan defisit mental adalah cidera kepala. Prevalensi cedera kepala
ketepatan, life nasional 8.2 %. Riskesdas 2013 pada provinsi Jawa Tengah
saving, cedera menunjukkan kasus cedera sebesar 7,7%. Tujuan: Mengetahui
kepala adakah keterkaitan respon time dan ketepatan terhadap life saving
pasien cedera kepala. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif dengan metode korelasi. Rancangan penelitian
menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilakukan di
IGD RSUD Karanganyar, pada bulan Januari – Maret 2017 dengan
teknik sampling accidental sampling dan jumlah responden 13.
Menggunakan analisis uji statistik kendall’s tau. Hasil: Hasil
perhitungan dengan analisis uji statistik kendall’s tau diperoleh r
hitung sebesar 0.655 dengan probabilitas (p) sebesar 0.018. Nilai ρ
> 0.05 dan r hitung < r tabel (0.655 < 0.5529) maka dapat
diputuskan terdapat hubungan antara respon time dengan life saving
pasien cedera kepala yang memiliki hubungan dengan kategori kuat.
Hasil r hitung sebesar 0.620 dengan probabilitas (p) sebesar 0.025.
Nilai ρ > 0.05 dan r hitung < r tabel (0.620 < 0.5529), maka dapat
diputuskan terdapat hubungan antara ketepatan dengan life saving
pasien cedera kepala. Hasil menunjukkan Ho ditolak dan Ha
diterima yang artinya ada hubungan antara respon time dan
ketepatan terhadap life saving pasien cedera kepala yang memiliki
hubungan dengan kategori kuat. Kesimpulan: Terdapat hubungan
antara respon time dan ketepatan terhadap life saving pasien cedera
kepala.

1. PENDAHULUAN
Cedera kepala merupakan permasalahan kesehatan global sebagai penyebab kematian,
disabilitas, dan defisit mental. Cedera kepala menjadi penyebab kematian utama disabilitas
pada usia muda, penderita cedera kepala sering kali mengalami edema serebri yaitu
akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau perdarahan
intracarnial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan intra kranial (Kumar, 2013).
Menurut WHO setiap tahun di Amerika Serikat hampir 150.000 kasus cedera kepala.
Dari jumlah tersebut 100.000 diantaranya mengalami kecacatan dan 50.000 orang meninggal
dunia. Saat ini di Amerika terdapat sekitar 5.300.000 orang dengan kecacatan akibat cedera
kepala. Data insiden cedera kepala di Eropa pada tahun 2010 adalah 500 per 100.000
populasi. Insiden cedera kepala di Inggris pada tahun 2005 adalah 400 per 100.000 pasien
per tahun (Irawan, 2010).
Prevalensi cedera kepala nasional adalah 8.2 persen, pravalensi tertinggi ditemukan di
Sulawesi Selatan (12,8%) dan terendah di Jambi (4,5%) dari survey yang dilakukan pada 15
provinsi. Riskesdas 2013 pada provinsi Jawa Tengah menunjukkan kasus cedera sebesar
7,7% yang disebabkan oleh kecelakaan sepeda motor 40,1%. Cedera mayoritas dialami oleh

846
The 7th University Research Colloqium 2018
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

kelompok umur dewasa yaitu sebesar 11,3% (Depkes RI, 2013). Di negara berkembang
seperti Indonesia, perkembangan industri dan perekonomian memberikan dampak terhadap
cedera kepala yang semakin meningkat dan merupakan salah satu kasus yang sering
dijumpai di ruang Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit (Miranda, 2014).
Respon Time merupakan Penanganan gawat darurat ada filosofinya yaitu Time Saving
it’s Live Saving, artinya seluruh tindakan yang dilakukan pada saat kondisi gawat darurat
haruslah benar-benar efektif dan efisien. Hal ini mengingatkan pada kondisi tersebut pasien
dapat kehilangan nyawa hanya dalam hitungan menit saja. Respon time merupakan
kecepatan dalam penanganan pasien, dihitung sejak pasien datang sampai dilakukan
penanganan (Suhartati dkk, 2011). Waktu tanggap pelayanan merupakan gabungan dari
waktu tanggap saat pasien tiba di depan pintu rumah sakit sampai mendapat tanggapan atau
respon dari petugas instalasi gawat darurat dengan waktu pelayanan yaitu waktu yang
diperlukan pasien sampai selesai. Waktu tanggap pelayanan dapat dihitung dengan hitungan
menit dan sangat dipengaruhi oleh berbagai hal baik mengenai jumlah tenaga maupun
komponen-komponen lain yang mendukung seperti pelayanan laboratorium, radiologi,
farmasi dan administrasi. Waktu tanggap dikatakan tepat waktu atau tidak terlambat apabila
waktu yang diperlukan tidak melebihi waktu rata-rata standar yang ada (Sekar, 2015).
Ketepatan menurut Hughes (2008), Ketepatan adalah kemampuan untuk memberikan
suatu tindakan sesuai dengan prioritas masalah..Menurut Kotler dalam Laksana (2008),
ketepatan adalah suatu bentuk pelayanan yang diberikan sesuai dengan sistem, prosedur,
maupun strategi operasional.IGD atau Instalasi Gawat Darurat, adalah layanan yang
disediakan untuk memenuhi kebutuhan pasien yang dalam kondisi gawat darurat dan harus
segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan yang cepat (Sekar, 2015).
Gawat suatu kondisi dimana korban harus segera ditolong, apabila tidak segera ditolong
maka akan mengalami kecacatan atau kematian (Iskandar, 2006). Darurat suatu kondisi
dimana korban harus segera ditolong tetapi penundaan pertolongan tidak akan menyebabkan
kecacatan atau kematian (Iskandar, 2006). Dari keadaan tersebut, keputusan Kementerian
Kesehatan tahun 2009 tentang Standar IGD bahwa indikator waktu tanggap di IGD ≤ 5
menit. Hal tersebut ditetapkan karena waktu tanggap perawat sangat berpengaruh terhadap
penyelamataan pasien. Hasil penelitian Maatilu (2014) di Instalasi Gawat Darurat RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado didapatkan hasil, waktu tanggap perawat di IGD RSUP
Prof. Dr. R. D Kandou Makasar terhadap penanganan kasus gawat darurat dalam katergori
lambat yaitu lebih dari 5 menit.
Wilde (2009) telah membuktikan dalam penelitiannya bahwa pentingnya waktu tanggap
bahkan pada pasien selain penderita jantung. Mekanisme tanggap, disamping menetukan
keluasan rusaknya organ-organ dalam, juga dapat mengurangi beban pembiayaan. Kecepatan
dan ketepatan pertolongan yang diberikan pada pasien yang datang ke IGD memerlukan
standar sesuai dengan kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu
penanganan gawat darurat dengan waktu tanggap yang cepat dan penanganan yang tepat. Hal
ini dapat dicapai dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya manusia dan
manajemen IGD rumah sakit sesuai standart (Kepmenkes, 2009).
Berdasarkan jurnal penelitian Sabriyanti (2012) yaitu “Faktor-faktor yang berhubungan
dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus pada respon time I di Instalasi Gawat
Darurat bedah dan non-bedah RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo” didapatkan hasil bahwa
waktu tanggap penanganan kasus IGD bedah yang tepat sebanyak 67,9% dan tidak tepat
32,1%. Waktu tanggap penanganan kasus IGD Non-Bedah yang tepat sebanyak 82,1% dan
tidak tepat 17,9%. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara pola penempatan staf
dengan ketepatan waktu tanggap penanganan kasus di IGD Bedah (p = 0.67) dan Non-Bedah
(p = 0,0062), berdasarkan hasil jurnal tersebut bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara tingkat pengetahuan petugas kesehatan IGD terhadap tindakan triage berdasarkan
prioritas dan ada hubungan antara sikap petugas kesehatan IGD terhadap tindakan triage
berdasarkan prioritas sehingga pengetahuan tentang respon time untuk petugas kesehatan
sangat penting untuk memberikan asuhan keperawatan yang bermakna.

847
The 7th University Research Colloqium 2018
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

Hal tersebut dapat dijadikan sebuah pertimbangan dalam menentukan konsep tentang
waktu tanggap penanganan kasus di IGD rumah sakit. Menurut Haryatun (2013) yaitu salah
satu indikator keberhasilan penanggulangan medik penderita gawat darurat adalah kecepatan
memberikan pertolongan yang memadai kepada penderita gawat darurat baik pada keadaan
rutin sehari-hari atau sewaktu bencana. Keberhasilan waktu tanggap sangat tergantung pada
kecepatan yang tersedia serta kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan nyawa
atau mencegah cacat sejak di tempat kejadian, dalam perjalanan hingga pertolongan.
Cedera kepala merupakan salah satu kasus gawat darurat yang terjadi di Rumah Sakit.
Klasifikasi cedera kepala itu sendiri dibagi menjadi tiga yaitu, cedera kepala ringan, cedera
kepala sedang dan cedera kepala berat (Nurarif, 2013). Dimana dalam setiap klasifikasi
cedera kepala memiliki penanganan yang berbeda-beda. Cedera kepala dengan klasifikasi
sedang dan berat membutuhkan penanganan yang lebih cepat dan tepat jika mengalami
keerlambatan penanganan akan berakibat fatal (Haryatun, 2013). Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Widyawati (2012), bahwa jika cedera kepala sedang hingga berat jika tidak segera
ditangani akan menyebabkan komplikasi pada pasien yaitu terjadi ruptur vaskular, dimana
keadaan ini menyebabkan perdarahan antara tulang tengkorak dan permukaan serebral,
kompresi otak yang dapat menimbulkan keadaan semakin buruk bahkan kematian dengan
cepat.
Pada penelitian yang dilakukan Hasim (2015), didapatkan hasil penelitian tentang
respon time perawat dalam menangani pasien gawat darurat di IGD RSUD Karanganyar
adalah 10 menit. Dari hasil tersebut jelas telah menyimpang dari standar pelayanan IGD
yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2009.
Data yang diperoleh dari catatan rekam medik RSUD Karanganyar menunjukkan bahwa
pada tahun 2016 angka kejadian cedera kepala di RSUD Karanganyar 113 pasien. Dari
jumlah tersebut terbagi menjadi 57 cedera kepala ringan (50.44 %), 39 cedera kepala sedang
(34.51%), dan 17 cedera kepala berat (15.05 %).
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan respon time
dan ketepatan terhadap life saving pasien cedera kepala di IGD RSUD Karanganyar.

2. METODE
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode korelasi, yaitu
menhubungkan antara variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah respon
time dan ketepatan, sedangkan variabel terikatnya adalah life saving pasien cedera kepala.
Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang dilakukan
dengan mengambil waktu tertentu yang relatif pendek pada tempat tertentu (Sujarweni,
2014). Teknik pengumpulan data diperoleh dari mengobservasi respon time dan ketepatan
data dimasukkan pada lembar observasi dan mengukur tingkat life saving pasien cedera
kepala menggunakan lembar observasi, dimana dalam lembar observasi terdapat indikator
penilaian yang meliputi GCS, tekanan darah, suhu, nadi, dan respirasi. Analisa bivariat
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara respon time dan ketepatan
terhadap life saving pasien cedera kepala di IGD RSUD Karanganyar. Tekhnik yang
digunakan adalah Uji Korelasi Kendall-Tau. Apabila ada hubungan antara variabel kedua
variabel berdasarkan angka koefisiensi korelasi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisis univariat bertujuan untuk menggambarkan atau mendiskripsikan masing-
masing variabel. Karena semua variabel diukur dalam bentuk kategori, maka deskripsi
dilakukan dalam bentuk tabel dan diagram distribusi frekuensi.

848
The 7th University Research Colloqium 2018
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

3.1. Hasil berdasarkan umur

Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan umur


Umur Frekuensi Presentase (%)
25-30 tahun 3 23.1
31-35 tahun 5 38.5
36-40 tahun 2 15.4
51-45 tahun 2 15.4
46-50 tahun 1 7.7
Total 13 100
Sumber: Data Primer Diolah 2017

Distribusi tertinggi berdasarkan umur. Diketahui bahwa ada 5 tenaga medis


(38.5%) yang berumur 31-35 tahun . Hasil penelitian tentang karakteristik umur pada
petugas kesehatan di IGD RSUD Karanganyar sebagian besar berumur 31-35 tahun
sebesar 5 responden (38.5%). Hal ini menunjukkan pada usia 31-35 tahun merupakan
usia yang memiliki kematangan dalam profesi maupun mobilisasi. Usia berpengaruh
terhadap tingkat pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan. Semakin tua umur
seseorang maka proses perkembangannya juga akan baik, akan tetapi pada umur
tertentu bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika
umur belasan tahun (Martanti, 2015).
Hasil ini sejalan dengan penelitian Monalisa (2014) bahwa, frekuensi tertinggi
umur petugas kesehatan di IGD RSUD Toto Kabila Kabupaten Bone Bolanggo, yaitu
berumur 31-35 tahun mencapai 59.9% yang memiliki keterampilan baik dalam
memberikan penanganan pasien gawat darurat dengan p-value 0,025.
3.2. Jenis Kelamin

Tabel 2 Distribusi frekuensi responden pasien berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)
Laki-laki 10 76.9
Perempuan 3 23.1
Total 13 100
Sumber : Data Primer Diolah 2017

Distribusi frekuensi tertinggi berdasarkan jenis kelamin. Diketahui bahwa ada 10


petugas kesehatan (76.9%) yang berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian tentang
karakteristik jenis kelamin pada petugas kesehatan di IGD RSUD Karanganyar sebagian
besar berjenis kelamin laki-laki sebesar 10 responden (76.9%). Menurut Gurning
(2013), bahwa petugas kesehatan laki-laki di IGD lebih banyak dibutuhkan tenaganya
untuk menangani beberapa kasus yang cukup serius dibandingkan petugas kesehatan
perempuan.
3.3. Respon Time
Respon time merupakan variabel independen dalam penelitian ini. Nilai-nilai
diskriptif skor respon time disajikan pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan respon time


Respon Time Frekuensi Presentase (%)
Lambat 6 46.2
Cepat 7 53.8
Total 13 100
Sumber : Data Primer Diolah 2017

849
The 7th University Research Colloqium 2018
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

Distribusi frekuensi tertinggi berdasarkan respon time. Diketahui bahwa ada 7


petugas kesehatan (53.8%) yang memiliki respon time cepat. Berdasarkan perhitungan
diskriptif menunjukkan bahwa hasil penelitian respon time petugas kesehatan di IGD
RSUD Karanganyar, terdapat 7 responden (53.8%) yang memiliki respon time cepat
dan 6 responden (46.2%) yang memiliki respon time lambat. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa sebagian petugas kesehatan yang bekerja di IGD RSUD Karanganyar memiliki
respon time cepat.
Respon time merupakan kecepatan dalam penanganan pasien, dihitung sejak pasien
datang sampai dilakukan penanganan (Suhartati, 2011). Klasifikasi respon time dibagi
menjadi dua, yaitu cepat dan lambat. Dimana respon time dikatakan cepat apabila
memiliki waktu tanggap ≤ 5 menit. Dan dikatakan lambat apabila memiliki waktu
tanggap > 5 menit (Domilli, 2015).
Menurut Haryatun (2013) yaitu salah satu indikator keberhasilan medik gawat
darurat adalah kecepatan (respon time) memberikan pertolongan yang memadai kepada
penderita gawat darurat baik pada keadaan rutin sehari-hari atau sewaktu becana.
3.4. Ketepatan
Ketepatan merupakan variabel independen yang kedua dalam penelitian ini. Nilai-
nilai diskriptif skor ketepatan disajikan pada tabel 4 berikut ini.

Tabel 4. Distribusi Responden berdasarkan ketepatan


Ketepatan Frekuensi Presentase (%)
Tidak tepat 0 0
Kurang tepat 3 23.1
Tepat 10 76.9
Total 13 100
Sumber : Data Primer Diolah 2017

Distribusi frekuensi tertinggi berdasarkan ketepatan. Diketahui bahwa ada 10


petugas kesehatan (76.9%) yang mampu melakukan tindakan penanganan cedera kepala
secara tepat. Berdasarkan perhitungan diskriptif menunjukkan bahwa hasil penelitian
ketepatan tindakan yang dilakukan petugas kesehatan di IGD RSUD Karanganyar,
terdapat 3 responden (23.1%) yang melakukan tindakan penanganan cedera kepala
kurang tepat, dan 10 responden (76.9%) yang melakukan tindakan penanganan cedera
kepala secara tepat. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petugas kesehatan
di IGD RSUD Karanganyar dalam melakukan penanganan cedera kepala sudah tepat.
Ketepatan adalah suatu bentuk pelayanan yang diberikan sesuai dengan sistem,
prosedur, maupun strategi operasional (Kohler dalam Laksana, 2008). Pada saat
melakukan penatalaksanaan cedera kepala petugas medis bukan hanya dituntut pada
kecepatan waktu penanganan melainkan dengan ketepatan tindakan yang diberikan
untuk meningkatkan kualitas keadaan pasien cedera kepala (Iskandar, 2006).
3.5. Life Saving
Life saving pasien cedera kepala merupakan variabel dependen dalam penelitian
ini. Nilai-nilai deskriptif skor life saving disajikan pada table 5 berikut ini.

Tabel 5 Distribusi Responden berdasarkan life saving


Life saving Frekuensi Presentase (%)
Buruk 2 15.4
Sedang 7 53.8
Baik 4 30.8
Total 13 100
Sumber : Data Primer Diolah 2017

850
The 7th University Research Colloqium 2018
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

Distribusi frekuensi tertinggi berdasarkan life saving pasien cedera kepala yaitu
sedang sebanyak 7 pasien (53.8 %). Hasil penelitian tentang life saving pasien cedera
kepala di IGD RSUD Karanganyar menunjukkan hasil kategori life saving buruk 2
responden (15.4%), kategori sedang 7 responden (53.8%), dan kategori life saving baik
4 responden (30.8%). Hal ini menunjukkan distribusi terbesar terdapat pada kategori life
saving sedang. Dari pernyataan tersebut didukung tabel distribusi respon time dan
ketepatan bahwa di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar memberikan pelayanan
dengan respon time cepat dan penanganan yang tepat pada pasien cedera kepala dan
menunjukkan life saving dengan kategori sedang.
Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara respon
time dan ketepatan terhadap life saving pasien cedera kepala di IGD RSUD
Karanganyar. Tekhnik yang digunakan adalah Uji Korelasi Kendall-Tau. Apabila ada
hubungan antara variabel kedua variabel berdasarkan angka koefisiensi korelasi.
Hubungan antara respon time dengan life saving

Tabel 6 Hasil Perhitungan Analisis Bivariat antara Respon time dengan life saving
dengam uji korelasi kendall-tau
Life Saving
Buruk Sedang Baik Total r p
Respon Time
Lambat 2 4 0 6 0.655 0.018
Cepat 0 3 4 7
Total 2 7 4 13
Sumber : Data Primer Diolah 2017

Dari tabel 6 diketahui distribusi silang responden berdasarkan respon time dan life
saving. Petugas kesehatan dengan kecepatan respon time lambat menunjukkan life
saving pasien buruk ada 2 pasien, dengan respon time lambat menunjukkan life saving
sedang ada 4 pasien dan respon time lambat tidak menunjukkan adanya life saving yang
baik. Sedangkan petugas kesehatan dengan kecepatan respon time cepat menunjukkan
life saving pasien buruk 0, respon time cepat menunjukkan life saving sedang ada 7
pasien, dan respon time cepat menunjukkan life saving baik ada 4 pasien.
Berdasarkan tabel 6 perhitungan korelasi kendall-tau menghasilkan r hitung
sebesar 0.655 dengan probabilitas (p) sebesar 0.018. Nilai ρ > 0.05 dan r hitung lebih
besar dari r tabel (0.655 < 0.5529) maka dapat diputuskan bahwa terdapat hubungan
antara respon time dengan life saving pasien cedera kepala, menunjukkan pengujian
yang signifikan pada 95%.
Nilai r hitung menyatakan karakteristik hubungan antara kedua variabel. Nilai r
sebesar 0.655 menunjukkan bahwa tingkat hubungan termasuk kuat. Korelasi bertanda
positif menunjukkan arah hubungan berbanding lurus, artinya, semakin cepat respon
time maka semakin baik life saving pasien cedera kepala.
3.6. Hubungan antara ketepatan dengan life saving

Tabel 7 Hasil Perhitungan Analisis Bivariat antara ketepatan dengan life saving
dengam uji korelasi kendall-tau
Life Saving
Buruk Sedang Baik Total r p
Ketepatan
Tidak tepat 0 0 0 0 0.620 0.025
Kurang tepat 2 1 0 3
Tepat 0 6 4 10
Total 2 7 4 13
Sumber : Data Primer Diolah 2017

851
The 7th University Research Colloqium 2018
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

Dari tabel 7 diketahui distribusi silang responden berdasarkan ketepatan dan life
saving. Petugas kesehatan yang melakukan tindakan kurang tepat menunjukkan life
saving buruk ada 2 pasien. Tindakan kurang tepat menunjukkan life saving sedang ada 1
pasien, dan tindakan kurang tepat tidak menunjukkan life saving yang baik. Sedangkan
petugas kesehatan yang melakukan tindakan tepat menunjukkan life saving sedang ada
6 pasien. Tindakan tepat menunjukkan life saving baik ada 4 pasien.
Berdasarkan tabel 7 perhitungan korelasi kendall-tau menghasilkan r hitung
sebesar 0.620 dengan probabilitas (p) sebesar 0.025. Nilai ρ > 0.05 dan r hitung lebih
besar dari r tabel (0.620 < 0.5529) maka dapat diputuskan bahwa terdapat hubungan
antara ketepatan dengan life saving pasien cedera kepala, menunjukkan pengujian yang
signifikan pada 95%.
Nilai r hitung menyatakan karakteristik hubungan antara kedua variabel. Nilai r
hitung sebesar 0.620 menunjukkan bahwa tingkat hubungan termasuk kuat. Korelasi
bertanda positif menunjukkan arah hubungan berbanding lurus, artinya semakin tepat
melakukan tindakan maka semakin baik life saving pasien cedera kepala.
3.7. Hubungan antara respon time dengan life saving pasien cedera kepala
Respon time merupakan kecepatan dalam penanganan pasien, dihitung sejak pasien
datang sampai dilakukan penanganan (Suhartati, 2011). Menurut Haryatun (2013)
respon time merupakan salah satu indikator keberhasilan penanganan medik penderita
gawat darurat. Keberhasilan tersebut sangat tergantung pada kecepatan yang tersedia
serta kualitas pemberian pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah
kecacatan pada pasien cedera kepala.
Dari hasil uji bivariat didapatkan bahwa r hitung sebesar 0.655 dengan probabilitas
(p) sebesar 0.018. Nilai ρ > 0.05 dan r hitung lebih besar dari r tabel (0.655 < 0.5529)
maka dapat diputuskan bahwa terdapat hubungan antara respon time dengan life saving
pasien cedera kepala, menunjukkan pengujian yang signifikan pada 95%.
Nilai r hitung menyatakan karakteristik hubungan antara kedua variabel. Nilai r
sebesar 0.655 menunjukkan bahwa tingkat hubungan termasuk kuat. Korelasi bertanda
positif menunjukkan arah hubungan berbanding lurus, artinya, semakin cepat respon
time maka semakin baik life saving pasien cedera kepala.
Penelitian ini menunjukkan ada 4 petugas kesehatan di IGD RSUD Karanganyar
dengan respon time cepat dapat mempengaruhi peningkatan life saving dengan kategori
baik pada 4 orang pasien cedera kepala. Hal ini menunjukkan respon time yang cepat
pada penanganan pasien cedera kepala mampu mempengaruhi peningkatan life saving
pada pasien tersebut. Sebaliknya, terdapat 2 pasien yang memiliki life saving kategori
buruk, disebabkan petugas kesehatan dalam melakukan penanganan pasien cedera
kepala dengan lambat.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Suhartati (2011) bahwa, penanganan gawat
darurat ada filosofinya yaitu Time Saving it’s Live Saving, artinya seluruh tindakan yang
dilakukan pada saat kondisi gawat darurat haruslah benar-benar efektif dan efisien. Hal
ini mengingatkan pada kondisi tersebut pasien dapat kehilangan nyawa hanya dalam
hitungan menit saja. Kecepatan pada saat melakukan penanganan cedera kepala akan
berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup pasien tersebut.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Jainurakhma (2013), ada hubungan
antara respon time dengan tingkat kritis klien di Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit
dr. Saifulah Anwar Malang dengan hubungan yang signifikan p-value sebesar 0.004.
3.8. Hubungan antara ketepatan dengan life saving pasien cedera kepala
Ketepatan merupakan kemampuan untuk memberikan suatu tindakan sesuai
dengan prioritas masalah (Hughes, 2008). Ketepatan mempunyai peran penting dalam
meningkatkan life saving. Keberhasilan penanganan pasien cedera kepala sangat
bergantung pada ketepatan pertolongan untuk menyelamatkan nyawa atau mencegah
kecacatan (Haryatun, 2013). Dari hasil uji bivariat didapatkan bahwa r hitung sebesar
0.620 dengan probabilitas (p) sebesar 0.025. Nilai ρ > 0.05 dan r hitung lebih besar dari

852
The 7th University Research Colloqium 2018
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

r tabel (0.620 < 0.5529) maka dapat diputuskan bahwa terdapat hubungan antara
ketepatan dengan life saving pasien cedera kepala, menunjukkan pengujian yang
signifikan pada 95%.
Nilai r hitung menyatakan karakteristik hubungan antara kedua variabel. Nilai r
hitung sebesar 0.620 menunjukkan bahwa tingkat hubungan termasuk kuat. Korelasi
bertanda positif menunjukkan arah hubungan berbanding lurus, artinya semakin tepat
melakukan tindakan maka semakin baik life saving pasien cedera kepala.
Life saving pada pasien cedera kepala tidak hanya dipengaruhi pada kecepatan dan
ketepatan dalam memberikan tindakan, ada beberapa faktor yang berpengaruh baik dari
pasien itu sendiri maupun dari pihat tenaga medis. Faktor-faktor tersebut antara lain
keadaan umum pasien, keterampilan petugas kesehatan, ketersediaan peralatan medis,
dan komunikasi yang kurang efektif (Satrio, 2015).
Penelitian ini menunjukkan terdapat 6 pasien yang menunjukkan life saving dengan
kategori sedang yang dipengaruhi oleh penanganan cedera kepala yang tepat.
Sedangkan terdapat 2 pasien cedera kepala yang menunjukkan life saving dengan
kategori buruk, hal tersebut terjadi karena dalam penanganan cedara kepala yang
diberikan pada pasien kurang tepat.
Hasil penelitian ini didukung dengan penelitian Maryam (2015) ada hubungan
antara ketepatan tindakan dengan keselamatan pasien di IRNA bedah RSU dr.Soetomo
Surabaya dengan hubungan yang signifikan p-value 0.030.Jadi dapat ditarik kesimpulan
bahwa respon time dan ketepatan mempunyai hubungan yang signifikan dengan life
saving pasien cedera kepala

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa :
1. Karakteristik responden berdasarkan umur sebagian besar memiliki umur 31-35 tahun
sebanyak 5 responden (38.5%), sedangkan karakteristik berdasarkan jenis kelamin
sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 10 responden (76.9%).
2. Respon time petugas kesehatan di IGD RSUD Karanganyar sebagian besar memiliki
respon time cepat sebanyak 7 responden (53,8%).
3. Ketepatan petugas kesehatan di IGD RSUD Karanganyar dalam memberikan penanganan
cedera kepala sebagian besar menunjukkan kategori tepat sebanyak 10 responden
(76,9%).
4. Life saving pasien cedera kepala di IGD RSUD Karanganyar sebagian besar
menunjukkan kategori sedang sebanyak 7 responden (53,8%)
5. Ada hubungan positif dan signifikan antara respon time dengan life saving pasien cedera
kepala di IGD RSUD Karanganyar dengan p-value 0,018 dengan koefisien korelasi
0.655.
6. Ada hubungan positif dan signifikan antara ketepatan dan life saving pasien cedera kepala
di IGD RSUD Karanganyar dengan p-value 0,025 dengan koefisien korelasi 0.620.

REFERENSI
Departemen Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS).
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013.pdf.
Diakses tanggal 12 Oktober 2016
Domilli, M. 2015. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Waktu Tanggap Penanganan
Pasien Cedera Kepala di IGD RSUD Provinsi Gorontalo.
http://kim.ung.ac.id/index.php/KIMFIKK/article/view/11231/1104.pdf. Diakses tanggal
12 Oktober 2016

853
The 7th University Research Colloqium 2018
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

Emergency Nursing Association. 2007. Emergency Nursing Care Competenciens.


http://www.ena.org/ practiceresearch/Documents/ENAEDVSReportNovember2007.pdf.
Diakses Tanggal 27 Oktober 2016
Gurning, Y. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dan Sikap Petugas Kesehatan IGD
Terhadap Tindakan Triage Berdasarkan Prioritas.
http://rsimmanuel.ac.id/index.php?option=com-content&view.pdf. Diakses tanggal 17
April 2017
Hapsari, R. 2013. Hubungan Peran Sebagai Edukator dengan Pemenuhan Kebutuhan Rasa
Aman Pasien di Ruang Rawat Inap RSU dr. Koesnadi Kabupaten Bondowoso. http://
repository.unej.ac.id/ handle/123456789/ 3263.pdf. Diakses tanggal 13 Oktober 2016
Haryana, G. 2009. Ilmu Bedah Edisi 3. http://books.google.com.hk/books?id=
tXPMbflQSusC&dp=Cedera+kepala&hl=id&source=gbs_navlinks-s. Diakses tanggal
27 Oktober 2016
Haryatun, N. 2013. Perbedaan Waktu Tanggap Tindakan Keperawatan Pasien Cedera Kepala
Kategori I-V di Instalasi Gawat Darurat RSUD Moewardi.
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/480.pdf. Diakses tanggal 12 Oktober
2016
Hasim, S. 2015. Pengetahuan Perawat Tentang Respon Time Dalam Penanganan Gawat
Darurat di Ruang Triage RSUD Karanganyar. http:// www.stikes kusumahusada.ac.id/
digilib/ files/disk1/26/01-gdl-siswonurha-1265-1-siswo_.pdf. Diakses tanggal 10
Oktober 2016
Hidayat, A. 2014. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba Medika
Hughes, R.G. 2008. Patient Safety And Quality: An Evidence Based Handbook for Nurses,
Agency for Health Research Quality. https://archive.ahrq.gov/ professionals/clinicians-
providers/resource/nursing/resources/nurseshdbk/ nurseshdbk.pdf. Diakses tanggal 5
Desember 2016.
Irawan H, dkk. 2010. Perbandingan Glasgow Coma Scale Dan Revised Trauma Score Dalam
Memperbaiki Disabilitas Pasien Trauma Kepala di Rumah Sakit Atma Jaya.
http://indonesia. digitaljournals. org/index. php//idnmed/ article/ download/.../745.
Diakses tanggal 15 Oktober 2016.
Iskandar. 2006. Cedera Kepala. Jakarta: PT Buana Ilmu Populer.
Jainurakhma. 2013. Caring Perawat Terhadap Klien Dengan Kondisi Kritis Di Instalasi Gawat
Darurat Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang. http://ejournaladhkdr.
com/index.php/jikadh/article/download/82/85.pdf. Diakses tanggal 18 April 2017
Japaradi. 2013. Pemeriksaan Dan Sisi Praktis Merawat Pasien Cedera Kepala. http://
jki.ui.ac.id/index.php/ jki/article/ download/130/pdf_129. Diakses tanggal 20 November
2016
Kartikawati. 2013. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Salemba
Medika.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Standart Instalasi Gawat Darurat
(IGD) Rumah Sakit. http://114.22.246/160/1/Standar%20 Pelayanan
%20Keperawatan%20Gawat %20Darurat%20di%20Rumah%20Sakit.pdf. Diakses
tanggal 15 Oktober 2016.

854
The 7th University Research Colloqium 2018
STIKES PKU Muhammadiyah Surakarta

Kumar. 2013. Gambaran Kualitas Hidup Pasien Cedera Kepala Pasca Operasi Periode
Januari 2012-Desember 2013 di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado.
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/ 7608/ 7166.pdf. Diakses
tanggal 10 Oktober
Laksana, F. 2008. Manajemen Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Maatilu, V. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Respon Time Perawat Pada
Penanganan Pasien Gawat Darurat Di IGD RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
http:// ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/ article/view/ 5229.pdf. Diakses tanggal 10
Oktober 2016
Martanti, R. 2015. Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Keterampilan Petugas Dalam
Pelaksanaan Triage Di Instalasi Gawat Darurat RSUD Wates.
http://ejournal.stikesayaniyk.ac. id/index.php/MIK/article/download/68/71.pdf. Diakses
tanggal 20 Maret 2017
Sekar, R. 2015. Peran Perawat Terhadap Ketepatan Waktu Tanggap Penangganan Kasus
Cedera Kepala DI IGD RSUD Moewardi Surakarta. http://digilib.
stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/25/01-gdl-rulyambars-1221-1-skripsi-s.pdf.
Diakses tanggal 9 Oktober 2016
Suhartati, dkk. 2011. Standar Pelayanan Keparawatan Gawat Darurat Di Rumah Sakit.
http://perpustakaan.depkes.go.id:8180/handle/123456789/3583. pdf. Diakses tanggal 9
Oktober 2016

855
Journal of Physics: Conference Series

PAPER • OPEN ACCESS

Glasgow Coma Scale Technique for Predicting Trauma And Patient


Awareness in Hospitals in The Emergency Department: Certificate of
Training and Emergency Nurses
To cite this article: Endrian Mjw et al 2020 J. Phys.: Conf. Ser. 1477 062005

View the article online for updates and enhancements.

This content was downloaded from IP address 182.2.42.55 on 29/03/2021 at 09:55


ICComSET 2019 IOP Publishing
Journal of Physics: Conference Series 1477 (2020) 062005 doi:10.1088/1742-6596/1477/6/062005

Glasgow Coma Scale Technique for Predicting Trauma And


Patient Awareness in Hospitals in The Emergency
Department: Certificate of Training and Emergency Nurses

Endrian MJW1* , Jajuk Kusumawaty1, Adi Nurapandi1


1
Lecturer of Nursing Study Program, STIKes Muhammadiyah Ciamis, K.H. Ahmad
Dahlan Street Ciamis, Indonesia

*endrian_mjw@stikesmucis.ac.id

Abstract. The Glasgow Coma Scale (GCS) technique, developed since 1974, is used by nurses
and other health care professionals to facilitate documentation of the scale-up of consciousness,
assessment of consciousness needed in patients with head injuries, intracranial hemorrhage and
many more. GCS can be used in many cases in hospitals not only to assess the presence of head
trauma but to assess several conditions that require an awareness assessment. GCS is also
needed to determine clinical decisions in the emergency department at the hospital. The
purpose of the study, assess the ability of emergency nurses who already have training
certificates in determining the value of patient awareness in hospitals using GCS neurological
assessment and analyze the relationship between nurses who have a minimum training
certificate with the ability of nurses to use GCS in the Government General Hospital
Emergency Department. The method used is descriptive-analytic with a chi-square relationship
test approach with a sample of all emergency nurses as many as 73 people spread across the
three hospitals. The sample has nurses' inclusion criteria who have emergency department
training certificates and served in the emergency room. Exclusion criteria were nurses who
served structurally (head of the room and deputy head of the room) and were on
leave/permission/ sick / not on duty. Samples were taken based on total sampling and cross-
sectional. The results showed that the nurse's competence in performing GCS techniques was
58.3% in the good category and 41.7% in the poor category based on the mean value, 7.6 of
the five cognitive questions and five competency questions in the case. This study also showed
that there was no relationship between ownership of emergency nursing competency
certificates with nurse competence in GCS indicated by p-value> 0.05. Conclusions GCS is
indeed an instrument in assessing decreased awareness and evaluation of medical emergencies
but is not affected by competency certificates for nursing.

1. Background
The Glasgow Coma Scale (GCS), developed since 1974, is used by nurses and other health care
professionals to facilitate documentation of the scale of consciousness assessment, assessment of
consciousness needed in head injury patients, intracranial hemorrhage and many more [1]. This
means that GCS can be used in many cases in hospitals not only to assess the presence of head trauma
but to assess several conditions that require an awareness assessment. GCS is also needed to determine
clinical decisions in the emergency department at the hospital [2]. Blood pressure and GCS tests are
Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 licence. Any further distribution
of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI.
Published under licence by IOP Publishing Ltd 1
ICComSET 2019 IOP Publishing
Journal of Physics: Conference Series 1477 (2020) 062005 doi:10.1088/1742-6596/1477/6/062005

appropriate measures to predict mortality in adult patients with trauma [3]. GCS as a prediction to
determine client care before going to the hospital to be taken into consideration as a matter of
breathing assistance or in paralysis [4]. Patients who have four GCS (89%) will have more predictions
of death than patients with three GCS (71) [5], this shows how important it is for nurses to provide
the right scoring to describe the exact state of the patient. But in clinical situations, many problems
that often arise are inaccuracies in GCS assessments that use eye responses, motor and verbal
responses have been widely reported [6]. Nurses who carry out GCS assessments on patients are
nurses who work in the emergency department and have minimum training qualifications
Management of Emergency Patients (PPGD) or Basic trauma Cardiac Life Support (BTCLS) which
is commonly used in government public hospitals. The purpose of the study, assess the ability of
emergency nurses who already have training certificates in determining the value of patient awareness
in hospitals using GCS neurological assessment and analyze the relationship between nurses who
have training certificates PPGD or BTCLS with the competence of nurses using GCS in the
Government General Hospital Emergency Room.

2. Methods
This study uses a descriptive-analytic method that analyzes the relationship between nurses who
already have an emergency training certificate and their ability to assess GCS in patients with
neurological impairment. Data analysis uses bivariate analysis to analyze the relationship between
training and nurses' ability to assess awareness using GCS as evidenced by the P-Value <0.05, so
there is a significant relationship. The calculation of statistical analysis uses the Chi-Square Test to
analyze the significance of the relationship between nurses who already have IGD training certificates
and their ability to assess GCS in patients. The study sample was all emergency room nurses in 3
government public hospitals in Banjar City, Ciamis Regency, and Tasikmalaya City. Measurement of
nurses' ability was measured using a questionnaire consisting of 4 questions regarding the
characteristics of respondents, 5 questions regarding GCS theory, 5 questions about scenarios, 1
question regarding participation in training, and 1 question regarding whether or not the training was
active. The questionnaire will be tested for validity and reliability at Garut District Hospital with a
sample size of 10 people, with valid conclusions due to the 0.005 confidence test and a sample size
of 10 people with Cronbach’s alpha 0.989. The sample has nurses' inclusion criteria who have
emergency department training certificates and served in the emergency room. Exclusion criteria were
nurses who served structurally (head of the room and deputy head of the room) and were on
leave/permission/ sick / not on duty. Samples were taken based on a total sampling of 73 nurses, the
sample was damaged by 1 person so that the sample became 72 people. This research was funded by
the Director-General of Research and Community Service Strengthening the Ministry of Research
and Higher Education of the Republic of Indonesia so that the research was very neutral. Ethics This
study was issued by the STIKes BTH Tasikmalaya Research Ethics Commission on behalf of the
Ministry of Health of the Republic of Indonesia.

3. Results
Tabel 1. Research Results Ownership of certificates with GCS competency
results for emergency department nurses
Results of competencies in emergency department nurses
Good
Training less competence P-
competence Total
Followed Mean value
F % F % F %
0.889
Basic Life
Suport 3 4,2 3 4,2 6 8,3 7,6
(BLS)

2
ICComSET 2019 IOP Publishing
Journal of Physics: Conference Series 1477 (2020) 062005 doi:10.1088/1742-6596/1477/6/062005

Results of competencies in emergency department nurses


Good
Training less competence P-
competence Total
Followed Mean value
F % F % F %
Basic
Trauma
Cardiac Life 29 40,3 19 26,4 48 66,7
Suport
(BTCLS)
Management
of
Emergency 7 9,7 4 5,6 11 15,3
Patients
(PPGD)
Emergency
Nurse
Pediatric 1 1,4 1 1,4 2 2,8
Course
(ENPC)
Advance
Cardiac Life
2 2,8 3 4,2 5 6,9
Suport
(ACLS)

Statistical results showed that the competencies of emergency room nurses were 58.3% having good
competence, 41.7% lacking competence. Ownership of emergency nursing training certificates does
not have a significant relationship with nurse competence in the Glasgow Coma Scale with a p-value
of 0.889. The mean for nurse competence in the emergency room is 7,6.

4. Discussion
Research in Nigeria shows that some medical personnel do not have enough knowledge to do the
Glasgow Coma Scale (GCS) [7]. Not much different from in Indonesia, especially in West Java. IGD
nurse competence consists of knowledge and competency. Research skills show nurses whose
competency assesses GCS is still 58.3%. So that from nurses' knowledge and competence in 3 hospitals
is not optimal if faced with a case of decreased awareness so nurses need to have comprehensive
training or following the needs of the research field shows that nurse training is still needed especially
triage because GCS is a triage [8]. Nurse competence in the emergency room in Indonesia requires
nurses to have training competencies but the training competencies do not affect the nurses'
competencies in assessing GCS. Because of this, when analyzed in terms of nurses' competencies,
many of them answer incorrectly in theory questions about GCS, while in many cases the answers are
correct, so many of the problems are wrong in theory, so routine training refreshes are needed. The
mastery of GCS theory which consists of verbal motor eyes still contains a misunderstanding in
perceiving [9]. The competency value is still 47.1%, it is also possible that the different cases vary in
each emergency room so that emergency nurses rarely face cases that require GCS usage, work
experience has an important role in the accuracy of the use of GCS.The need for GCS modification in
the hospital environment also needs to be done on average at these three hospitals still using GCS that
was developed in 1974. Research has developed a GCS that produces better results in predicting the
accuracy of the modifications [10]. But the modification of scoring and better language use needs a
special study for further research so nurses can predict deaths more precisely and better to be universal.
After uniforming the language it is necessary to spend regularly, structured, and have the final

3
ICComSET 2019 IOP Publishing
Journal of Physics: Conference Series 1477 (2020) 062005 doi:10.1088/1742-6596/1477/6/062005

competency test as a license for use in the room [11]. This is to improve the clinical ability of nurses
to balance knowledge and competence in the emergency room.

5. Conclusion
Ownership of training certificates does not have a significant effect on nurses' competencies in the use
of GCS by nurses so it needs further research where the characteristics of nurses such as work
experience, age, education level, and status. Nurse competence in terms of knowledge is needed so
that nurses can be consistent in the use of GCS values.

Acknowledgements
We thank the Director-General of Research and Community Service Strengthening at the Ministry of
Research and Higher Education of the Republic of Indonesia (DRPM RISTEKDIKTI) for providing
funding for this research and STIKes Muhammadiyah Ciamis.

6. References
[1] G. Teasdale, A. Douglas, P. Brennan, E. McElhinney, and L. Mackinnon, “Forty years on :
updating the Glasgow Coma Scale,” Nurs. Times, vol. 110, no. 42, pp. 12–16, 2014.
[2] Y. Kondo, T. Abe, K. Kohshi, Y. Tokuda, E. F. Cook, and I. Kukita, “Revised trauma scoring
system to predict in-hospital mortality in the emergency department : Glasgow Coma Scale ,
Age , and Systolic Blood Pressure score,” Crit. Care, vol. 15, no. 4, p. R191, 2011.
[3] M. Gerdin, N. Roy, M. Khajanchi, V. Kumar, L. Felländer-tsai, and M. Petzold, “Validation of
a novel prediction model for early mortality in adult trauma patients in three public university
hospitals in urban India,” BMC Emerg. Med., pp. 1–12, 2016.
[4] M. Majdan, M. Rusnak, and H. F. Lingsma, “Glasgow Coma Scale Motor Score and Pupillary
Reaction To Predict Six-Month Mortality in Patients with Traumatic Brain Injury : Comparison
of Field and Admission Assessment,” vol. 108, pp. 101–108, 2015.
[5] A. Y. Zubkov, J. L. Elmer, and E. F. M. Wijdicks, “Validity of the FOUR Score Coma Scale
in the Medical Intensive Care Unit,” vol. 55905, no. August, pp. 694–701, 2009.
[6] C. Heim, P. Schoettker, N. Gilliard, and D. R. Spahn, “Knowledge of Glasgow coma scale by
air-rescue physicians,” BioMed Cent., vol. 6, pp. 1–6, 2009.
[7] A. O. Adeleye, M. O. Owolabi, T. B. Rabiu, and A. E. Orimadegun, “Physicians ’ knowledge
of the Glasgow Coma Scale in a Nigerian university hospital : is the simple GCS still too
complex ?,” vol. 3, no. March, pp. 1–7, 2012.
[8] W. Febrina and I. O. Sholehat, “Experience of Nurse Assosiate to Implement Triage in
Emergency Room Installation,” Endur. J., vol. 3, no. 1, pp. 138–145, 2018.
[9] W. C. Santos et al., “Assessment of nurse ’ s knowledge about Glasgow coma scale at a
university hospital em um hospital universitário,” vol. 14, no. 55 11, pp. 213–218, 2016.
[10] A. B. Peitzman, J. L. Sperry, M. I. Gutierrez, and J. C. Puyana, “Effect of the Modified Glasgow
Coma Scale Score Criteria for Mild Traumatic Brain Injury on Mortality Prediction: Comparing
Classic and Modified Glasgow Coma Scale Score Model Scores of 13,” vol. 71, no. 5, pp.
1185–1193, 2012.
[11] S. Bansal and R. Chawla, “Awareness of Glasgow Coma Scale in anaesthesiology post ‑
graduates in India : A survey,” jnaccjournal, pp. 227–232, 2016.

Anda mungkin juga menyukai