Anda di halaman 1dari 20

BAB I : PENDAHULUAN

Invaginasi atau Intususepsi adalah keadaan yang umumnya terjadi pada anak-anak, dan
merupakan kejadian yang jarang terjadi pada dewasa, intususepsi adalah masuknya segmen usus
proksimal (kearah oral) kerongga lumen usus yang lebih distal (kearah anal) sehingga menimbulkan
gejala obstruksi berlanjut strangulasi usus. Definisi lain Invaginasi atau intususepsi yaitu masuknya
segmen usus (Intesusceptum) ke dalam segment usus di dekatnya (intususcipient). Pada umumnya
usus bagian proksimal yang mengalami invaginasi (intussuceptum) memasuki usus bagian distal
(intussucipient), tetapi walaupun jarang ada juga yang sebaliknya atau retrograd. Paling sering
masuknya ileum terminal ke kolon. Intususeptum yaitu segmen usus yang masuk dan intususipien
yaitu segmen usus yang dimasuki segmen lain
Invaginasi terjadi karena adanya sesuatu di usus yang menyebabkan peristaltik berlebihan,
biasanya terjadi pada anak-anak tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Pada anak-anak 95%
penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai kelainan pada ususnya sebagai
penyebabnya. Misalnya diiverticulum Meckeli, Polyp, Hemangioma. Sedangkan invaginasi pada
dewasa terutama adanya tumor yang menyebabkannya. Daerah yang secara anatomis paling mudah
mengalami invaginasi adalah ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah
ke dalam coecum yang longgar. Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus baik partiil maupun
total.

BAB II : USUS HALUS DAN KOLON

ANATOMI
Usus halus mempunyai bentuk berlipat-lipat terbentang dari pylorus sampai caecum dengan
panjang 270 cm sampai 290 cm, panjang duodenum diperkirakan sekitar 20 cm, jejunum 100-110
cm, dan ileum 150-160 cm. Batas antara duodenum dan yejunum adalah ligamentum treits. Jejunum
dan ileum dibedakan, pada jejunum tampak lebih besar dan mempunyai dinding yang lebih tebal.
Pembuluh darah mesenterium jejunum hanya menmbentuk satu atau dua arkade dengan cabangcabang yang panjang dan jarang yang berjalan ke dinding usus halus. Ileum menerima banyak
pembuluh darah yang pendek, yang berasal dari 4 atau lebih arkade. Usus halus mendapat banyak
vaskularisasi, neural dan limfatik suplai yang kesemuanya melalui mesenterium, ini yang antara lain
menjamin penyembuhan luka anstomosis usus. Selain itu terdapat perdarahan kolateral antara arteri
kolika media (cabang dari a.mesenterika superior) dan arteri kolika sinistra (cabang dari a.mesenterika
inferior). Darah dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis
dan vena mesenterika inferior membentuk vena porta. Persarafan diatur oleh sistem saraf otonom baik
simpatik maupun parasimpatik. Rangsang parasimpatik mengatur sekresi, motilitas dan aktivitas usus,
simpatik mengatur motilitas pembuluh darah dan kemungkinan sekresi , motilitas usus dan rangsang
nyeri.

Kolon dimulai dari ileum terminale sampai rectum dengan panjang sekitar 150 cm. Bagian
kanan Kolon terdiri dari sekum, Kolon ascenden, dan bagian proximal Kolon transversum, sedangkan
bagian kirinya terdiri dari distal Kolon transversum, Kolon descendens, sigmoid dan rectum. Dinding
Kolon mempunyai 4 lapisan yaitu mucosa, submucosa, muscularis dan serosa.

Kolon bagian kanan mendapat suplai darah dari cabang arteri mesenterika superior yaitu a.ileokolika,
a.kolika dextra dan a.kolika media. Kolon bagian kiri mendapat suplai darah darah dari a.mesnterika
inferior melalui a.kolika sinistra, a. Sigmoid, dan a.hemoroidalis inferior. Pembuluh darah vena kolon
berjalan pararel dengan arterinya. Aliran vena disalurkan melalui v. Mesenterika superior untuk kolon
ascenden dan kolon transversum, dan melalui v. mesenterika inferior untuk kolon descenden, sigmoid
dan rectum. Keduanya bermuara ke dalam v. Porta, tetapi v. Mesenterika inferior melalui v. Lienalis.
Aliran vena dari kanalis analis menuju ke vena cava inferior. Aliran limfe pada kolon sejalan dengan
aliran darahnya. Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari N. Splanknikus dan pleksus
presakralis serta serabut parasimpatis yang berasal dai nervus vagus.

PEMERIKSAAN RADIOLOGIS USUS HALUS DAN KOLON


Pemeriksaan usus halus dapat dilaksanakan sebagai lanjutan pemeriksaan lambung atau dapat
dimintakan sendiri. Pemeriksaan usus halus dikenal sebagai pemeriksaan follow trough, yaitu sebagai
pemeriksaan yang terus dilanjutkan setelah pemeriksaan lambung. Salah satu caranya adalah pasien
diminta meminum dua gelas penuh kontras barium sulfat sekaligus. Cara lain adalah meminta pasien
minum sebagian demi sebagian dengan interval beberapa menit sampai akhirnya habis dua gelas
tersebut. Dengan fluoroskopi sewaktu-waktu kemudian diikuti perjalanan barium sulfat tersebut dan
dibuatlah foto ikhtisar dari usus yang telah berisi kontras. Pemeriksaan berakhir apabila ileum
terminal telah dilewati dan kolon ascenden mulai terisi. Gambaran dari duodenum dan jejunum
memperlihatkan feathery appearance. Sedangkan ileum memperlihatkan gambaran tubular
appearance. Ileum terminal dan valvula bauhini harus dikenali petugas, kemudian akhirnya harus
dikenali haustrae dari kolon.
Pada pemeriksaan radiologis kolon diperlukan persiapan pada pasien yaitu berupa :
1. Mengubah pola makan penderita. Makanan hendaknya mempunyai konsistensi
lunak, low residue dan tidak mengandung lemak. Dengan tujuan mengurangi
kemungkinan bongkahan-bongkahan tinja yang keras.
2. Minum sebanyak-banyaknya. Oleh karena kolon adalah tempat penyerapan air yang
terbanyak, maka pemberian minum dimaksudkan agar tinja tetap lembek.
3. Pemberian pencahar. Pemberian pencahar dimaksudkan sebagai pelengkap saja. Pada
beberapa keadaaan pemberian pencahar mutlak dilakukan, contohnya pada orang tua,
rawat baring yang lama dan sembelit kronis.
Media kontas yang digunakan adalah larutan barium dengan konsentrasi berkisar antara 70-80 WN%
(weight/volume). Umumnya sebanyak 600-800 ml sudah memadai. Teknik pemeriksaan nya meliputi
tahapan :
1. Tahap pengisian. Dikatakan cukup apabila telah mencapai flexura lienalis atau
pertengahan kolon tranversum
2. Tahap pelapisan. Dengan menunggu 1-2 menit dapat diberikan kesempatan pada
larutan barium untuk melapisi mukosa kolon.
3. Tahap pengosongan. Setelah diyakini mukosa kolon telah terlapisi sempurna, sisa
barium dalam lumen kolon dapat dikeluarkan dengan cara memiringkan penderita ke
kiri (left decubitus) dan menegakkan meja pemeriksaan (upright).

4. Tahap pengembangan. Dilakukan pemompaan udara kedalam lumen kolon.


5. Tahap pemotretan. Setelah seluruh kolon mengembang sempurna, maka dilakukan
pemotretan. Posisi penderita tergantung bentuk kolon atau kelainan yang ditemukan.
Komplikasi yang mungkin terjadi dari pemeriksaan ini adalah, perforasi yang disebabkan pengisian
larutan kontras secara mendadakdan tekanan yang tinggi. Refleks vagal, hal ini biasanya terjadi
karena pengembangan yang berlebihan dengan gejala pusing, keringat dingin, pucat, pandangan gelap
dan bradikardia.
Gambaran radiologik dari kolon normal, pada radiografi akan terlihat bangunan haustrae
sepanjang kolon. Mulai dari distal kolon descenden sampai sigmoid, haustrae semakin tampak
berkurang. Kaliber kolon mulai berubah secra perlahan mulai dari sekum (8.5cm) sampai sigmoid
(2.5cm). Panjang kolon bervariasi tiap individu anatar 91 -125cm. Mukosa kolon terlihat sebagai garis
tipis, halus, melingkar teratur dinamakan linea innominata. Usus kecil berakhir di ileum terminal dan
memasuki kolon didaerah yang disebut ileosekal. Sekum terletak dibawah regio tersebut sepanjang
6.5cm dan lenar 8.5cm. normal sekum menunjukan kontur yang licin rata. Appendiks merupakan
saluran mirip umbai cacing dengan panjang antara 2.5-22.5cm. Kolon ascenden dimulai proximal
regio ileosekal sampai mencapai flexura hepatika. Kolon transversum memrupakan bagian yang bebas
bergerak, melintasi abdomen dan flexura hepatika sampai flexura lienalis. Kolon descenden dimulai
dan flexura lienalis ke arah bawah sampai persambungan nya dengan sigmoid. Batas yang tegas
antara kolon descenden dengan sigmoid sukar ditentukan, namun krista iliakan mungkin dapat
dianggap sebagai batas peralihannya. Sigmoid merupakan bagian kolon yang panjang dan berkelokkelok, berbentuk huruf S, proyeksi oblik dan lateral merupakan cara terbaik untuk menilai sigmoid.
Rektum dimulai setinggi S3, lumennya berbentuk fusiform dan bagian tengah nya disebut sebagai
ampula. Dinding posteriornya mengikuti kelengkungan sakrum.

Gambar : radiologik usus halus

Gambar radiologis : colon

BAB II : INVAGINASI

ETIOLOGI
Sebagian besar kasus invaginasi yang terjadi pada anak dibawah 1 tahun adalah idiopatik.
Pada 30 % kasus diikuti dengan virus gastroenteritis atau ISPA. Pada waktu operasi hanya ditemukan
penebalan dinding ileum terminal berupa hipertrophi jaringan limfoid (plaque payer) akibat infeksi
virus (limfadenitis) yang mengkuti suatu gastroenteritis atau infeksi saluran nafas. Keadaan ini
menimbulkan pembengkaan bagian intusupseptum, edema intestinal dan obstruksi aliran vena ->
obstruksi intestinal -> perdarahan. Penebalan ini merupakan titik permulaan invaginasi. Pada anak
dengan umur > 2 tahun disebabkan oleh tumor seperti limpoma, polip, hemangioma dan divertikel
Meckeli. Penyebab lain akibat pemberian anti spasmolitik pada diare non spesifik. Pada umur 4-9
bulan terjadi perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pola makan dicurigai sebagai
penyebab invaginasi. Pada orang tua sangat jarang dijumpai kasus invaginasi, serta tidak
banyaktulisan yang membahas tentang invaginasi pada orangtua secara rinci.

Gambar : USG abdomen (limfadenitis pada pasien invaginasi)

Penyebab terjadinya invaginasi bervariasi, diduga tindakan masyarakat tradisional berupa


pijat perut serta tindakan medis pemberian obat anti-diare juga berperan pada timbulnya invaginasi.
Infeksi rotavirus yang menyerang saluran pencernaan anak dengan gejala utama berupa diare juga
dicurigai sebagai salah satu penyebab invaginasi Keadaan ini merupakan keadaan gawat darurat akut
di bagian bedah dan dapat terjadi pada semua umur. Insiden puncaknya pada umur 4 - 9 bulan, hampir
70% terjadi pada umur dibawah 1 tahun dimana laki-laki lebih sering dari wanita kemungkinan
karena peristaltic lebih kuat. Perkembangan invaginasi menjadi suatu iskemik terjadi oleh karena
penekanan dan penjepitan pembuluh-pembuluh darah segmen intususeptum usus atau mesenterial.
Bagian usus yang paling awal mengalami iskemik adalah mukosa. Ditandai dengan produksi mucus
yang berlebih dan bila berlanjut akan terjadi strangulasi dan laserasi mukosa sehingga timbul
perdarahan. Campuran antara mucus dan darah tersebut akan keluar anus sebagai suatu agar-agar jeli
darah (red currant jelly stool). Iskemik dan distensi sistem usus akan dirasakan nyeri oleh pasien dan
ditemukan pada 75% pasien. Adanya iskemik dan obstruksi akan menyebabkan sekuestrisasi cairan ke
lumen usus yang distensi dengan akibat lanjutnya adalah pasien akan mengalami dehidrasi, lebih jauh
lagi dapat menimbulkan syok. Mukosa usus yang iskemik merupakan port de entry intravasasi
mikroorganisme dari lumen usus yang dapat menyebabkan pasien mengalami infeksi sistemik dan
sepsis.

Intususepsi pada dewasa kausa terbanyak adalah keadaan patologi pada lumen usus, yaitu
suatu neoplasma baik yang bersifat jinak dan atau ganas, seperti apa yang pernah dilaporkan ada
perbedaan kausa antara usus halus dan kolon sebab terbanyak intususepsi pada usus halus adalah
neoplasma yang bersifat jinak (diverticle meckels, polip) 12/25 kasus sedangkan pada kolon adalah
bersifat ganas (adenocarsinoma)14/16 kasus. Etiologi lainnya yang frequensinya lebih rendah seperti
tumor extra lumen seperti lymphoma, diarea , riwayat pembedahan abdomen sebelumnya, inflamasi
pada apendiks juga pernah dilaporkan intususepsi terjadi pada penderita AIDS , pernah juga
dilaporkan karena trauma tumpul abdomen yang tidak dapat diterangkan kenapa itu terjadi dan
idiopatik .

Patofisiologi
Berbagai variasi etiologi yang mengakibatkan terjadinya intususepsi pada dewasa
pada intinya adalah gangguan motilitas usus terdiri dari dua komponen yaitu satu bagian usus

yang bergerak bebas dan satu bagian usus lainya yang terfiksir/atau kurang bebas
dibandingkan bagian lainnya, karena arah peristaltik adalah dari oral keanal sehingga bagian
yang masuk kelumen usus adalah yang arah oral atau proksimal, keadaan lainnya karena
suatu disritmik peristaltik usus, pada keadaan khusus dapat terjadi sebaliknya yang disebut
retrograd intususepsi pada pasien pasca gastrojejunostomi . Akibat adanya segmen usus yang
masuk kesegmen usus lainnya akan menyebabkan dinding usus yang terjepit sehingga akan
mengakibatkan aliran darah menurun dan keadaan akhir adalah akan menyebabkan nekrosis
dinding usus

Perubahan patologik yang diakibatkan intususepsi terutama mengenai intususeptum.


Intususepien biasanya tidak mengalami kerusakan. Perubahan pada intususeptum ditimbulkan
oleh penekanan bagian ini oleh karena kontraksi dari intususepien, dan juga karena
terganggunya aliran darah sebagai akibat penekanan dan tertariknya mesenterium. Edema dan
pembengkakan dapat terjadi. Pembengkakan dapt sedemikian besarnya sehingga
menghambat reduksi. Adanya bendungan menimbulkan perembesan (ozing) lendir dan darah
ke dalam lumen. Ulserasi pada dindidng usus dapat terjadi. Sebagai akibat strangulasi tidak
jarang terjadi gangren. Gangren dapat berakibat lepasnya bagian yang mengalami prolaps.
Pembengkakan dari intisuseptum umumnya menutup lumen usus. Akan tetapi tidak jarang
pula lumen tetap patent, sehingga obstruksi komplit kadang-kadang tidak terjadi pada
intususepsi.

Invaginasi akan menimbulkan gangguan pasase usus (obstruksi) baik partiil maupun total
dan strangulasi. Hiperperistaltik usus bagian proksimal yang lebih mobil menyebabkan usus
tersebut masuk ke lumen usus distal. Usus bagian distal yang menerima (intussucipient) ini
kemudian berkontraksi, terjadi edema. Akibatnya terjadi perlekatan yang tidak dapat kembali
normal sehingga terjadi invaginasi.

Klasifikasi
Intususepsi berdasar lokasi dibedakan dalam 4 tipe :
1. Enterik : usus halus ke usus halus
2. Ileosekal : valvula ileosekalis mengalami invaginasi prolaps ke sekum dan menarik
ileum di belakangnya. Valvula tersebut merupakan apex dari intususepsi.
3. Kolokolika : kolon ke kolon.

4. Ileokoloika : ileum prolaps melalui valvula ileosekalis ke kolon.

Gambaran Klinis
Rasa sakit adalah gejala yang paling khas dan hampir selalu ada. Dengan adanya serangan
rasa sakit/kholik yang makin bertambah dan mencapai puncaknya, dan kemudian menghilang sama
sekali, diagnosis hampir dapat ditegakkan. Rasa sakit berhubungan dengan passase dari intususepsi.
Diantara satu serangan dengan serangan berikutnya, bayi atau orang dewasa dapat sama sekali bebas
dari gejala.
Selain dari rasa sakit gejala lain yang mungkin dapat ditemukan adalah muntah, keluarnya darah
melalui rektum, dan terdapatnya masa lunak memanjang seperti sosis (sausage shape mass) dimana
biasanya perut kuadran kanan bawah teraba seakan kosong (dances sign). Beratnya gejala muntah
tergantung pada letak usus yang terkena. Semakin tinggi letak obstruksi, semakin berat gejala muntah.
Hemathocezia disebabkan oleh kembalinya aliran darah dari usus yang mengalami intususepsi.
Terdapatnya sedikit darah adalah khas, sedangkan perdarahan yang banyak biasanya tidak ditemukan.

Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus
pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya intususepsi berupa
nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua disertai keadaan klinis lainnya
yang hampir sama gambarannya seperti intususepsi pada anak-anak. Pada orang dewasa
sering ditemukan perjalanan penyakit yang jauh lebih panjang, dan kegagalan yang berulangulang dalam usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan radiologis dan pemeriksaanpemeriksaan lain. Adanya gejala obstruksi usus yang berulang, harus dipikirkan kemungkinan
intususepsi. Kegagalan untuk memperkuat diagnosis dengan pemeriksaan radiologis
seringkali menyebabkan tidak ditegakkanya diagnosis. Pemeriksaan radiologis sering tidak
berhasil mengkonfirmasikan diagnosis karena tidak terdapat intususepsi pada saat dilakukan
pemeriksaan. Intussusepsi yang terjadi beberapa saat sebelumnya telah tereduksi spontan.
Dengan demikian diagnosis intussusepsi harus dipikirkan pada kasus orang dewasa dengan
serangan obstruksi usus yang berulang, meskipun pemeriksaan radiologis dan pemeriksaanpemeriksaan lain tidak memberikan hasil yang positif.
Trias invaginasi :

Anak mendadak kesakitan episodic, menangis dan mengangkat kaki (Craping pain)
Muntah warna hijau (cairan lambung)

Defekasi feses campur lendir (kerusakan mukosa) atau darah (lapisan dalam) currant
jelly stool

Pemeriksaan Fisik :

Teraba massa seperti sosis di daerah subcostal yang terjadi spontan


Nyeri tekan (+)

Dances sign (+) Sensasi kekosongan pada kuadran kanan bawah karena masuknya
sekum pada kolon ascenden

RT : pseudoportio(+), Sensasi seperti portio vagina akibat invaginasi usus yang lama

Pada feces lender darah (+)

Radiologis :
Foto abdomen 3 posisi
Tanda obstruksi (+) : Distensi, Air fluid level, Hering bone (gambaran plika circularis usus).

Colon In loop berfungsi sebagai :

Diagnosis : cupping sign, letak invaginasi


Terapi : Reposisi dengan tekanan tinggi, bila belum ada tanda2 obstruksi dan kejadian
< 24 jam

Gambar : cupping sign pada colon in loop

Reposisi dianggap berhasil bila setelah rectal tube ditarik dari anus barium keluar bersama
feses dan udara

Pada orang dewasa diagnosis preoperatif keadaan intususepsi sangatlah sulit,


meskipun pada umumnya diagnoasis preoperatifnya adalah obstruksi usus tanpa dapat
memastikan kausanya adalah intususepsi, pemerikasaan fisik saja tidaklah cukup sehingga
diagnosis memerlukan pemeriksaan penunjang yaitu dengan radiologi (barium enema, ultra
sonography dan computed tomography), meskipun umumnya diagnosisnya didapat saat
melakukan pembedahan.

Gambar : CT Scan abdomen pada pasien invaginasi (target sign)

Gambar : Coil spring appearance pada invaginasi

Gambar : Pseudokidney pada USG abdomen

Gambar : USG abdomen pada pasien invaginasi

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat yang khas dan pemeriksaan fisik.
Pada penderita dengan intususepsi yang mengenai kolon, barium enema mungkin dapat
memberi konfirmasi diagnosis. Mungkin akan didapatkan obstruksi aliran barium pada apex
dari intususepsi dan suatu cupshaped appearance pada barium di tempat ini.

Ketika tekanan ditingkatkan, sebagian atau keseluruhan intususepsi mungkin akan


tereduksi. Jika barium dapat melewati tempat obstruksi, mungkin akan diperoleh suatu coil
spring appearance yang merupakan diagnostik untuk intususepsi. Jika salah satu atau semua
tanda-tanda ini ditemukan, dan suatu masa dapat diraba pada tempat obstruksi, diagnosis
telah dapat ditegakkan.
Mendiagnosis intususepsi pada dewasa sama halnya dengan penyakit lainnya yaitu melalui :
1. Anamnesis , pemeriksaan fisik ( gejala umum, khusus dan status lokalis seperti
diatas).
2. Pemeriksaan penunjang ( Ultra sonography, Barium Enema dan Computed
Tomography)

Gambar : colo-colic intususepsi

DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Enterocolitis
Appendicitis
Diverticulum meckel
Obstruksi askaris
Penatalaksanaan
Dasar pengobatan adalah :
1. Koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit.
2. Menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan selang nasogastrik.
3. Antibiotika.
4. Laparotomi eksplorasi.
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan,
jika pertolongan kurang dari 24 jam dari serangan pertama, maka akan memberikan prognosa
yang lebih baik.

Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak mencakup tindakan :
Reduksi hidrostatik
Metode ini dengan cara memasukkan barium melalui anus menggunakan kateter
dengan tekanan tertentu. Tingkat keberhasilan 50-78%. Kontra indikasi barium enema adalah
terdapatnya peritonitis, ruptur usus, sepsis dan terdapat gangren pada usus. Pertama kali
keberhasilannya dikemukakan oleh Ladd tahun 1913 dan diulang keberhasilannya oleh
Hirschprung tahun 1976.

Reduksi pneumostatik
Reposisi dengan tekanan udara makin sering digunakan karena lebih aman dan
hasilnya lebih baik dari pada reposisi dengan barium enema. Tekanan udara maksimal 110
mmHg untu anak, dan 80 mmHg untuk infant. Tingkat keberhasilan 75-94%. Reduksi
dilakukan dengan bantuan ultra sonografi.
Reduksi manual (milking) dan reseksi usus
Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu, angka lekosit,
mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut yang ditandai dengan distensi
abdomen, feces berdarah, gangguan sistema usus yang berat sampai timbul shock atau
peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk suatu operasi. Laparotomi dengan incisi
transversal abdominal kuadran kanan bawah merupakan tindakan operasi invaginasi.
Tindakan selama operasi tergantung kepada penemuan keadaan usus, reposisi manual dengan
milking harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ketrampilan dan
pengalaman operator. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus yang tidak berhasil

direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan
patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose end to
end apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan exteriorisasi atau
enterostomi.

Terapi intususepsi pada orang dewasa adalah pembedahan. Diagnosis pada saat
pembedahan tidak sulit dibuat. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar
kemungkinan penyebabnya adalah suatu keganasan, oleh karena itu ahli bedah dianjurkan
untuk segera melakukan reseksi, dengan tidak usah melakukan usaha reduksi. Pada
intususepsi dari usus halus harus dilakukan usaha reduksi dengan hati-hati. Jika ditemukan
kelainan telah mengalami nekrose, reduksi tidak perlu dikerjakan dan reseksi segera
dilakukan (Ellis, 1990). Pada kasus-kasus yang idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan
selain reduksi (Aston dan Machleder, 1975 cit Ellis, 1990). Tumor benigna harus diangkat
secara lokal, tapi jika ada keragu-raguan mengenai keganasan, reseksi yang cukup harus
dikerjakan.
Komplikasi post operatif :

Adynamis usus yang berkepanjangan

Demam, infeksi pada luka operasi, urinary tract infection

Enterostomy stenosis, subhepatic abses

Gangguan keseimbangan elektrolit

sepsis

PROGNOSIS
Apabila pasien anak dengan intususepsi tidak ditangani dengan baik, prognosisnya
buruk. Kemungkinan untuk sembuh tergantung dari waktu reduksi intususepsi, perbaikan
intususepsi dalam 24 jam pertama lebih baik dari pada harus menunggu sampai hari kedua.
Nilai rata-rata rekurensi setelah reduksi intususepsi adalah 10 % dan setelah melalui
pembedahan untuk reduksi adalah sebesar 2-5%, dan tidak ada rekurensi pada yang telah di
reseksi.

KESIMPULAN

Intususepsi adalah masuknya segmen usus proksimal (kearah oral) kerongga lumen
usus yang lebih distal (kearah anal) sehingga menimbulkan gejala obstruksi berlanjut
strangulasi usus. Definisi lain Invaginasi atau intususcepti yaitu masuknya segmen usus
(Intesusceptum) ke dalam segment usus di dekatnya (intususcipient). Pada umumnya usus
bagian proksimal yang mengalami invaginasi (intussuceptum) memasuki usus bagian distal
(intussucipient). Daerah yang secara anatomis paling mudah mengalami invaginasi adalah
ileo coecal, dimana ileum yang lebih kecil dapat masuk dengan mudah ke dalam coecum
yang longgar. Pada anak-anak 95% penyebabnya tidak diketahui, hanya 5% yang mempunyai
kelainan pada ususnya sebagai penyebabnya. Sedangkan invaginasi pada dewasa terutama
adanya tumor yang menyebabkannya.

Diagnosis ditegakkan melalui gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang seperti USG dan rontgen. Pada pemeriksan radiologis didapatkan :
1. foto polos abdomen : memperlihatkan tanda-tanda obstruksi usus
2. USG : menunjukkan doughnut sign atau pseudokidney
3. Barium enema : tampak defek pengisian barium yang konveks, barium akan terhenti
sementara, coil spring appearance

Terapi dapat dilakukan dengan reduksi hidrostatik, reduksi pneumostatik,


reduksi manual (milking) dan reseksi usus. Prognosis nya baik apabila dapat ditangani
dengan segera.

DAFTAR PUSTAKA
1. Syamsuhidayat, R dan Wim De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2004. p 617, 626-628, 646.
2. M. Kliegman, Robert. Nelson Text Book of Pediatric-18th Ed. USA : Saunders
El sevier. 2007. p 1569-1570
3. M. Towsend Jr, Courtney. Sabiston Text Book of Surgery 18th Ed. USA :
Saunders El sevier. 2007. p 551, 569 (e-book).
4. Pengarang : bedah UGM, tanggal 8 januari 2009
http://www.bedahugm.net/Bedah-Anak/Invaginasi.html diakses tanggal 20
mei 2009.
5. Pengarang : Amy fackler, tanggal 22 agustus 2006
http://www.health-yahoo.com/digestive-treatment/intussusception-treatmentoverview/healthwise--hw43897.html diakses tanggal 20 mei 2009.
6. Rasad, Syahriar. Radiologi Diagnostik edisi kedua. Jakarta : Balai penerbit
FKUI.2008. p 245-253, p 256-258, p 415-416

Anda mungkin juga menyukai