Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Indonesia kini telah menduduki rangking keempat jumlah penyandang diabetes

terbanyak setelah Amerika Serikat, China dan India. Berdasarkan data dari Badan
Pusat Statistik (BPS) jumlah penyandang diabetes di Indonesia pada tahun 2003
sebanyak 13,7 juta orang dan berdasarkan pola pertambahan penduduk diperkirakan
pada 2030 akan ada 20,1 juta penyandang diabetes dengan tingkat prevalensi 14,7
persen untuk daerah urban dan 7,2 persen di rural. Sejalan dengan data yang dimiliki
oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diprediksi bahwa kenaikan jumlah
penyandang diabetes melitus di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi
sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Sejalan pula dengan data Badan Federasi Diabetes
Internasional (IDF) pada tahun 2009 memperkirakan kenaikan jumlah penyandang
diabetes melitus di Indonesia dari 7 juta tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030.
Berdasarkan riset kesehatan dasar Jawa Barat tahun 2013, angka kejadian diabetes
melitus pada tahun 2013 meningkat setidaknya 50 % dari jumlah yang terdaftar pada
tahun 2007. Dengan kata lain angka kejadian diabetes melitus setiap tahunnya
mengalami peningkatan dan memiliki peluang untuk terus menerus meningkat
(PDPERSI. 2012. Data Statistik Diabetes Melitus. Diakses pada tanggal 6 Januari 2014.
www.pdpersi.co.id; Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2013).
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang kompleks yang melibatkan
kelainan metabolisme karbohidrat. Di dalam penyakit diabetes melitus semata-mata
1

tidak hanya kelainan metabolisme karbohidrat saja, tetapi terdapat pula kelainan
protein, dan lemak yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin atau insensitivitas sel
terhadap insulin disertai dengan berkembangnya komplikasi kronik pada mata, ginjal,
saraf, dan pembuluh darah (Riyadi & Sukarmin, 2008).
Menurut Sujono dan Sukarmin (2008), tingkat prevalensi dari diabetes melitus
dan penyakit pankreas masih tinggi. Diduga terdapat sekitar 5 juta kasus diabetes dan
penderita penyakit pankreas di Indonesia dan setiap tahunnya didiagnosa sekitar
200.000 kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian keempat di Indonesia
dan penyebab utama kebutaan akibat retinopati diabetik. Tujuh puluh lima persen
penderita diabetes akhirnya meninggal karena penyakit vaskular. Komplikasi yang
paling utama adalah serangan jantung, gagal ginjal, stroke, dan ganggren (Sujono &
Sukarmin, 2008).
Secara umum diabetes melitus disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor yang tidak
bisa dimodifikasi dan faktor yang bisa dimodifikasi. Faktor yang tidak bisa
dimodifikasi yaitu faktor genetik atau faktor keturunan. Berdasarkan teori yang ada,
seseorang akan berisiko 6 x lebih besar menderita suatu penyakit apabila terdapat
riwayat keluarga yang sebelumnya menderita satu jenis penyakit yang sama. Hal ini
pun berlaku sama untuk penyakit diabetes melitus. Seseorang akan berisiko 6 x lebih
besar untuk menderita penyakit diabetes melitus apabila tedapat riwayat keluarga
yang menderita penyakit diabetes melitus pula (misalnya salah satu orangtua). Teori
tersebut diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sri Ani Handayani
yang membahas tentang faktor faktor risiko diabetes melitus tipe 2 dimana
didapatkan hasil risiko untuk terjadi DM tipe 2 pada subjek yang memiliki riwayat

keluarga DM tipe 2 sebesar 5,9 kali lebih besar dibandingkan dengan subjek yang
tidak mengetahui ada atau tidaknya riwayat keluarga untuk kejadian DM tipe 2
(Riyadi, 2008; Sukarmin, 2008; Handayani 2003).
Faktor lain yang memengaruhi angka kejadian suatu penyakit khususnya
penyakit diabetes melitus adalah faktor yang bisa dimodifikasi yaitu faktor perilaku
atau faktor gaya hidup dari seorang individu. Menurut Sarafino (1994, dalam Erni,
2012) menyebutkan bahwa gaya hidup seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor
salah satunya adalah faktor presepsi dan kognitif. Persepsi atau anggapan individu
mengenai keadaannya ternyata memiliki pengaruh terhadap kesehatan individu
tersebut. Menurut Potter & Perry (2009) anggapan kesehatan meupakan pikiran,
pendapat, dan sikap seseorang tentang kesehatan serta penyakit.
Anggapan mengenai kesehatan tersebut dipengaruhi oleh informasi, mitos, dan
kenyataan. Anggapan kesehatan memiliki pengaruh terhadap tingkah laku kesehatan
seseorang apakah orang tersebut akan bertingkah laku kesehatan positif (perilaku
mencegah penyakit) ataukah bertingkah laku kesehatan negatif (perilaku mendekati
penyakit) berdasarkan anggapan kesehatan yang mereka yakini.
Terdapat banyak model kesehatan yang diterapkan dalam praktik dunia
keperawatan guna memahami sikap dan nilai klien mengenai kesehatan dan penyakit
serta untuk menyediakan layanan kesehatan yang efektif salah satunya adalah teori
Health Belief Model. Menurut jurnal yang ditulis oleh Larry Lizewski mengenai The
Health Belief Model pada tahun 2010 menjelaskan bahwa terdapat 4 variabel yang
saling berhubungan yang disajikan dalam 2 tingkatan yaitu kerentanan dan seberapa
besar dampak yang dirasakan serta manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan.

Faktor-faktor atau variabel - variabel tersebut sedikit banyak memengaruhi tingkah


laku kesehatan seorang individu (Lizewski, 2010; Potter & Perry, 2009).
Beberapa penelitian baik itu di dalam maupun di luar negeri menunjukkan
adanya hubungan antara persepsi seseorang (berdasarkan teori Health Belief Model)
dengan perilaku pencegahan suatu penyakit. Hal ini diperkuat oleh hasil dari
beberapa penelitian tersebut yang menunjukkan adanya hubungan antara persepsi
seseorang dengan niatan untuk berperilaku mencegah suatu penyakit berdasarkan
teori Health Belief Model. Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Mohammad
Hosein Baghianimoghadam et, al dengan judul penelitian Application of the Health
Belief Model in Promotion of Self-Care in Heart Failure Patients menunjukkan hasil
bahwa dengan ditelitinya persepsi seseorang berdasarkan teori Health Belief Model
mengenai suatu penyakit dapat diketahui bagaimana niatan seseorang untuk dapat
melaksanakan perilaku pencegahan komplikasi penyakit gagal jantung. Dari hasil
penelitian tersebut jelaslah bahwa dari teori Health Belief Model kita bisa mengetahui
bagaimana anggapan seseorang mengenai perilaku pencegahan suatu penyakit dan
hambatan yang dirasakan untuk dapat berperilaku mencegah penyakit tersebut. Maka
dari itu dirasa penting untuk meneliti persepsi individu mengenai suatu penyakit dan
bagaimana individu tersebut mengaplikasikannya dalam perilaku pencegahan guna
memaksimalkan upaya preventif dari peningkatan kejadian suatu penyakit.
Berdasarkan data yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Jawa Barat, Kota
Bandung menempati posisi 10 besar kota/ kabupaten di Jawa Barat dengan angka
kejadian diabetes melitus yang cukup tinggi yaitu mencapai angka 4440 kasus
diabetes melitus. Kejadian diabetes melitus di Kota Bandung terus menerus

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Puskesmas Pasir Kaliki merupakan


puskesmas dengan angka kejadian diabetes melitus tertinggi selama tahun 2012-2013
dengan angka kejadian pada tahun 2012 adalah 1108 kasus dan pada tahun 2013
mencapai 1315 kasus. Dari data tersebut terlihat jelas bahwa diabetes melitus masih
merupakan salah satu masalah besar di wilayah kerja Puskesmas Pasir Kaliki.
Berdasarkan studi pendahuluan/ wawancara awal yang dilakukan kepada 4
orang keturunan (anak) dari penderita diabetes melitus tipe 2 diperoleh data bahwa 3
dari 4 orang yang memiliki riwayat keturunan diabetes melitus belum melakukan
perilaku yang positif guna mencegah terjadinya diabetes melitus pada diri mereka dan
1 orang diantaranya sudah melakukan upaya pencegahan kejadian penyakit diabetes
melitus dengan cara berolahraga setidaknya seminggu sekali meskipun usahanya
belum maksimal. 4 orang tersebut mengaku sudah mengetahui bahwa mereka
memiliki riwayat keturunan diabetes melitus hanya saja mereka beranggapan keadaan
yang sekarang mereka rasakan dapat dikatakan bahwa mereka berada dalam taraf
sehat sehingga masih belum perlu berperilaku hidup sehat layaknya orang yang sudah
menderita diabetes melitus.
Dari beberapa data statistik dan data-data diatas dapat disimpulkan bahwa
diabetes melitus masih merupakan salah satu masalah kesehatan besar yang setiap
waktunya terjadi peningkatan angka kejadian baik itu di Indonesia, di Jawa Barat, dan
khususnya di Kota Bandung. Berdasarkan hal-hal yang tersebut diatas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian bagaimana hubungan teori Health Belief Model
terhadap perilaku individu yang memiliki riwayat keturunan diabetes melitus tipe 2

guna mencegah terjadinya penyakit diabetes melitus pada diri mereka masingmasing.

1.2

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, masalah yang dapat diidentifikasi adalah

belum diketahuinya bagaimana hubungan persepsi individu berdasarkan teori Health


Belief Model dengan perilaku pencegahan penyakit diabetes melitus pada individu
yang memiliki riwayat keturunan diabetes.

1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1

Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara persepsi

individu berdasarkan teori Health Belief Model terhadap perilaku atau upaya
pencegahan penyakit diabetes melitus pada individu yang memiliki riwayat keturunan
diabetes.
1.3.2

Tujuan Khusus

1. Mengetahui persepsi tentang penyakit diabetes melitus pada individu yang


memiliki riwayat turunan diabetes melitus tipe 2 di Kota Bandung.
2. Mengetahui perilaku pencegahan penyakit diabetes melitus pada individu yang
memiliki riwayat turunan diabetes melitus tipe 2 di Kota Bandung.
3. Mengetahui hubungan antar persepsi individu dengan perilaku upaya
pencegahan penyakit diabetes melitus pada individu yang memiliki riwayat
turunan diabetes melitus tipe 2 di Kota Bandung.

1.4

Kegunaan Penelitian

1.4.1

Kegunaan Teoritis
Kegunaan penelitian ini secara keilmuan adalah adanya penjabaran aplikasi

sebuah teori khususnya pada penelitian ini adalah teori Health Belief Model terhadap
perilaku kesehatan seseorang.
1.4.2

Kegunaan Praktis
Kegunaan penelitian ini secara praktis adalah dapat ditentukan upaya preventif

mana yang paling efektif untuk dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat.

1.5

Kerangka Pemikiran
Perilaku kesehatan seorang individu baik itu tingkah laku kesehatan positif

maupun tingkah laku kesehatan negatif dipengaruhi oleh anggapan kesehatan yang
mereka yakini. Anggapan kesehatan sendiri adalah merupakan pikiran, pendapat, dan
sikap seseorang tentang kesehatan serta penyakit. Ketika seorang individu sudah
memiliki tingkah laku kesehatan yang positif maka hal tersebut akan berdampak pada
perilaku mempertahankan, mencapai, atau memperoleh kembali kesehatan dan
mencegah penyakit. Begitupun sebaliknya apabila seorang individu memiliki tingkah
laku kesehatan yang negatif, maka hal tersebut akan berdampak pada perilaku yang
cenderung menjauhi perilaku mempertahankan kesehatan dan mencegah penyakit.
Salah satu teori anggapan kesehatan yang berpengaruh terhadap perilaku pencegahan
suatu penyakit adalah teori Health Belief Model. Pada teori atau model kesehatan
yang satu ini, terdapat 4 variabel utama yang memengaruhi perilaku seseorang guna
mencapai taraf kesehatan yang disajikan dalam 3 komponen antara lain persepsi

individu mengenai kerentanan penyakit, persepsi individu mengenai keseriusan


penyakit, serta manfaat dan rintangan - rintangan yang dirasakan individu (Potter &
Perry, 2009).
Komponen awal model ini melibatkan persepsi individu tentang kerentanan
terhadap penyakit. Agar seseorang bisa bertindak untuk mencegah penyakitnya,
individu tersebut harus merasa bahwa dirinya rentan terhadap penyakit tersebut.
Seseorang yang menyadari bahwa dirinya memiliki riwayat keturunan dari suatu
penyakit dan merasa dirinya rentan akan suatu penyakit maka persepsi tersebut akan
mendorong dirinya untuk berperilaku mencegah terjadinya suatu penyakit.
Komponen atau variabel yang kedua adalah persepsi individu mengenai
keseriusan penyakit. Persepsi ini dipengaruhi dan dimodifikasi oleh faktor
demografik dan sosiopsikologis, ancaman penyakit, dan petunjuk untuk bertindak
(contoh : kampanye media massa dan saran keluarga, teman, dan professional medis).
Apabila faktor-faktor tersebut memberatkan persepsi individu bahwa dirinya sedang
terancam serius oleh suatu penyakit, maka hal tersebut akan mendorong individu
untuk berperilaku mencegah suatu penyakit.
Komponen atau variabel yang ketiga adalah kecenderungan seseorang untuk
mengambil tindakan preventif yang merupakan akibat dari persepsi seseorang tentang
keuntungan dan keterbatasan jika ia mengambil tindakan. Tindakan preventif dapat
berupa perubahan gaya hidup, mematuhi terapi medis, atau mencari saran/ terapi
medis. Persepsi klien tentang kerentanan terhadap penyakit dan persepsinya tentang
keseriusan suatu penyakit akan membantu menentukan kecenderungan bahwa klien

tersebut akan atau tidak akan ikut serta dalam tingkah laku yang sehat (Potter &
Perry, 2009).
Model anggapan kesehatan tersebut membantu perawat memahami faktor yang
memengaruhi persepsi klien, anggapan, dan tingkah lakunya dalam tujuan untuk
merencanakan pelayanan yang akan membantu klien mempertahankan dan
mengembalikan kesehatannya serta mencegah penyakit. Pada penyakit diabetes
melitus sendiri beberapa yang termasuk dalam tingkah laku kesehatan positif seperti
pola makan yang sehat (4 sehat 5 sempurna), olahraga teratur minimal 3-4 kali dalam
seminggu masing-masing selama 30 menit, kurangi merokok, dan kurangi konsumsi
alkohol. Sedangkan tingkah laku kesehatan negatif merupakan segala bentuk kegiatan
yang berbahaya bagi kesehatan misalnya pada penyakit diabetes melitus tidak
melakukan olahraga teratur minimal 3-4 kali seminggu dan menjauhi pola makan
sehat seperti mengonsumsi makanan-makanan cepat saji dan tinggi lemak (Potter &
Perry, 2009; Utomo 2011).

Variabel demografik :
Usia
Gender
Etnis/ budaya

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

Variabel Faktor yang

Keyakinan Individu

sosiopsikologis :

Memodifikasi

Kepribadian
Kelas sosial
Tekanan dan
kelompok

pilihan

Persepsi individu
dengan riwayat
diabetes melitus
tentang kerentanan
terhadap penyakit
diabetes melitus

Tindakan

10

Persepsi individu
dengan riwayat
diabetes melitus
tentang keseriusan
terhadap penyakit
diabetes melitus

Persepsi individu
dengan riwayat
turunan diabetes
melitus tentang
penyakit diabetes
melitus

Persepsi individu
dengan riwayat
diabetes melitus
tentang keuntungan
tindakan preventif
penyakit diabetes
melitus
Persepsi individu
dengan riwayat
diabetes melitus
tentang hambatan
dalam tindakan
preventif penyakit
diabetes melitus

Keterangan :

Melakukan
perilaku
pencegahan
penyakit diabetes
melitus

Petunjuk untuk
melakukan tindakan
pencegahan :
petugas kesehatan,
media televisi,
leaflet, dan poster

: Berkontribusi
: Diteliti
: Tidak Diteliti

(dimodifikasi dari Teori Health Belief Model (Potter & Perry, 2009; Glanz, et al,
2002))

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Perilaku


2.1.1 Pengertian Perilaku
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perilaku adalah tingkah laku yang
didasarkan pada tanggapan seseorang terhadap lingkungannya.
Menurut seorang ahli Psikologi bernama Skinner dikutip Notoatmodjo (2010),
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar) yang terjadi melalui proses interaksi organisme dengan stimulus yang pada
akhirnya menghasilkan respon individu.
Dari dua pengertian diatas mengenai perilaku dapat disimpulkan bahwa perilaku
adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya yang menghasilkan respon
atau tingkah laku dari individu tersebut.
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap
stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan dan lingkungan (Nugroho & Arsad, 2008). Sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Gochman (1997) dalam Glanz, et al (2002) bahwa perilaku
kesehatan

adalah

atribut

yang

dimiliki

seseorang

seperti

kepercayaan,

harapan,motivasi, nilai, persepsi, dan elemen kognitif lainnya, yang berpengaruh pada
karakteristik kepribadian seseorang, pola perilaku, dan kebiasaan yang berhubungan

12

dengan pemeliharaan dan perbaikan kesehatan. Gochman membagi perilaku


kesehatan menjadi tiga kategori, antara lain :
1. Perilaku pencegahan penyakit (preventive health behavior)
Pada perilaku ini, segala aktivitas atau tindakan yang diambil oleh individu yang
percaya bahwa dirinya akan sehat dengan maksud mencegah atau mendeteksi dini
penyakit dalam keadaan belum muncunya gejala penyakit.
2. Perilaku sakit (illness behavior)
Pada perilaku ini, segala aktivitas atau tindakan yang diambil oleh individu
didasarkan pada persepsinya terhadap penyakit, untuk menentukan kondisi
kesehatan, dan untuk menemukan pengobatan yang sesuai.
3. Perilaku peran sakit (sick-role behavior)
Pada perilaku ini, segala aktivitas atau tindakan diambil oleh individu yang
merasa dirinya sudah terkena penyakit dengan maksud untuk memperoleh
perbaikan pada kesehatannya. Perilaku yang termasuk didalamnya adalah
menerima perawatan dari tenaga kesehatan, umumnya melibatkan berbagai
macam perilaku ketergantungan, dan lebih mengarah kepada derajat pembebasan
tanggung jawab seseorang sebagaimana biasanya.
Pendapat

lainnya

mengenai

klasifikasi

kelompok

perilaku

kesehatan

dikemukakan oleh seorang ahli bernama Skinner dimana Skinner membagi klasifikasi
perilaku kesehatan menjadi 3 kelompok antara lain :
1. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintanance)
Merupakan perilaku dimana seseorang berusaha untuk memelihara atau menjaga
kesehatannya agar tidak sakit dan bagaimana berusaha untuk mencari

13

penyembuhan apabila mederita sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan ini sendiri


terdiri dari 3 aspek, antara lain :
a. Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta
pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
b. Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
Kesehatan bersifat dinamis dan relative, maka dari itu orang yang sehatpun
perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal
mungkin.
c. Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat
memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat bergantung
pada perilaku individu terhadap makanan dan minuman tersebut.
2. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan/
perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior)
Perilaku ini adalah suatu upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit yang dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari
pengobatan oleh tenaga medis ahli.
3. Perilaku kesehatan lingkungan
Perilaku kesehatan ingkungan merupakan gambaran tindakan bagaimana
seseorang memberikan respon

terhadap lingkungannya dan bagaimana cara

mengelola lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga


tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya. Seorang

14

ahli bernama Becker mengklasifikasikan perilaku kesehatan lingkungan ini


menjadi 3 kelompok besar antara lain :
a. Perilaku hidup sehat
Adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya individu untuk
mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku yang termasuk
didalam hidup sehat antara lain makan dengan menu seimbang. Menu
seimbang disini dapat diartikan bahwa makanan yang dikonsumsi dari segi
kualitas mengandung zat-zat gizi yang diperlukan tubuh dan dari segi
kuantitas jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh (tidak kurang,
tetapi tidak juga lebih). Hal kedua yang harus dilakukan guna mendukung
perilaku kesehatan adalah dengan melakukan olahraga teratur dengan kualitas
gerakan yang baik dan frekuensi serta waktu pelaksanan yang teratur
(misalnya 3 kali dalam seminggu, masing-masing 30 menit). Perilaku
merokok pun harus dikurangi bahkan dihilangkan karena dengan kebiasaan
merokok, dapat mengakibatkan berbagai macam penyakit. Perilaku hidup
sehat lainnya adalah tidak minum minuman keras dan narkoba karena akan
merusak sensitivitas insulin. Istirahat cukup dan pengendalian stress yang baik
pun diperlukan untuk mendukung perilaku hidup sehat dalam mencegah
penyakit diabetes melitus.
b. Perilaku sakit
Adalah respon seseorang terhadap sakit dan penyakit, persepsinya terhadap
sakit, pengetahuan tentang penyebab dan gejala penyakit, pengobatan
penyakit, dam sebagainya.

15

c. Perilaku peran sakit


Seseorang yang sakit memiliki peran yang mencakup hak orang sakit dan
kewajiban sebagai orang sakit. Hak dan kewajiban ini harus diketahui oleh
orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama keluarga), yang selanjutnya
disebut perilaku orang sakit (the sick role). Perilaku ini meliputi tindakan
untuk memperoleh kesembuhan, mengenal/ mengetahui fasilitas atau saran
pelayanan/ penyembuhan penyakit yang layak, serta mengetahui hak
(misalnya : hak memperoleh perawatan, emperoleh pelayanan kesehatan, dsb.)
dan kewajiban orang sakit (memberitahukan penyakitnya kepada orang lain
terutama kepada dokter dan petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya
kepada orang lain dan sebagainya).

2.2 Pengertian Persepsi


Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. Persepsi
merupakam pemberian makna atau arti terhadap stimulus atau lingkungannya
(Notoatmodjo, 2002).
Faktor-faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang berasal dari
kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut faktor
personal. Selanjutnya yang menentukan persepsi bukan hanya bentuk respon atau
jenis stimuli, tetapi karakteristik orang yang member respon terhadap stimuli
(Setiabudi, 2010).

16

2.3 Perilaku berdasarkan teori Health Belief Model


Menurut Potter & Perry (2009), perilaku kesehatan seorang individu ditentukan
oleh anggapan atau persepsi seseorang terhadap kesehatan.
Berdasarkan teori Health Belief Model, terdapat 4 komponen utama yang
termasuk ke dalam persepsi individu terhadap kesehatannya yang menjadi dasar
seseorang berperilaku terhadap kesehatannya. Komponen tersebut antara lain adalah :
1. Persepsi mengenai kerentanan penyakit yang dirasakan (perceived susceptibility
of disease)
Tindakan dari seseorang untuk mencegah atau mengobati suatu penyakit akan
timbul apabila individu tersebut merasakan bahwa dirinya dan keluarganya
rentan terhadap suatu penyakit.
2. Persepsi terhadap keseriusan penyakit yang dirasakan (perceived severity of
disease)
Tindakan dari seseorang untuk mencegah atau mengobati suatu penyakit akan
timbul apabila individu tersebut merasakan bahwa dirinya dan keluarganya
terancam akan bahaya dari akibat yang ditimbulkan oleh suatu penyakit.
3. Persepsi terhadap manfaat yang dirasakan (perceived benefits)
Adalah persepsi yang melihat tindakan atau perilaku yang dilakukan sebagai
potensi yang bermanfaat untuk mengurangi ancaman kesehatan. Pada umumnya
manfaat yang dirasakan akan lebih menjadi dasar seseorang dalam melakukan
suatu tindakan kesehatan.
4. Persepsi terhadap hambatan yang dirasakan dalam melakukan perilaku
kesehatan (perceived barriers)

17

Persepsi individu terhadap rintangan yang akan menghambat atau menyulitkan


individu dalam melakukan suatu perilaku. Disini terjadi analisis untung rugi,
dimana indivkdu akan menimbang nimbang manfaat dari tindakan yang
diambil serta efek samping negative yang mungkin timbul dari tindakan
tersebut.

2.4 Diabetes Melitus


2.4.1

Pengertian Diabetes Melitus


Diabetes melitus adalah gangguan dari metabolisme karbohidrat, protein, dan

lemak yang diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara kemampuan insulin untuk


berproduksi dengan kebutuhan tubuh akan insulin (Kathleen S. Osborn, 2010).
2.4.2

Etiologi dan Faktor Risiko


Untuk mencegah dan menanggulangi peningkatan angka kejadian diabetes

melitus khsusnya diabetes melitus tipe 2, maka diperlukan pengetahuan yang baik
Terdapat beberapa hal yang termasuk ke dalam faktor risiko dari diabetes
melitus khusunya diabetes melitus tipe 2, antara lain :
a. Genetik
Kejadian diabetes melitus tipe 2 yang dikaitkan dengan kelainan genetik adalah
akibat adanya kehilangan/ defek pada salah satu gen yang terbentuk. Hal ini
diperparah oleh adanya interaksi gen dengan faktor lingkungan yang kurang
baik yang menjadikan kegagalan pembentukan gen yang sempurna semakin
parah.

18

b. Riwayat turunan keluarga


Riwayat turunan keluarga merupakan salah satu faktor yang sulit dipungkiri dari
kejadian diabetes melitus tipe 2. Beberapa studi membuktikan bahwa diabetes
melitus tipe 2 memiliki kaitannya dengan riwayat turunan diabetes melitus. Hal
ini diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Sri Ani Handayani yang
berjudul faktor faktor risiko diabetes melitus tipe 2 di Semarang dan
sekitarnya, dimana didapatkan hasil risiko untuk terjadi DM tipe 2 pada subjek
yang memiliki riwayat keluarga DM tipe 2 sebesar 5,9 kali lebih besar
dibandingkan dengan subjek yang tidak mengetahui ada atau tidaknya riwayat
keluarga untuk kejadian DM tipe 2. Jelaslah dari teori dan hasil penelitian
tersebut bahwa memang individu yang memiliki riwayat turunan dari
keluarganya akan berisiko 5,9 6 kali lebih besar disbanding dengan individu
yang tidak memiliki riwayat turunan keluarga.
c. Diet
Asupan kalori yang terlalu tinggi dengan komposisi yang kurang baik dapat
meningkatkan angka kesakitan diabetes melitus. Komposisi makanan yang tidak
seimbang (tinggi kalori dan lemak) dapat menurunkan sensitifitas insulin di
dalam tubuh sehingga terdapat gangguan ketika memproduksi insulin yang
mana pada akhirnya dapat meningkatkan kemungkinan untuk terkena penyakit
diabetes melitus khususnya untuk tipe 2.
d. Obesitas
Obesitas merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh cukup besar
terhadap kejadian diabetes melitus tipe 2. Ketika seseorang mengalami obesitas

19

maka akan mengakibatkan berbagai keadaan yang akan memperberat seseorang


untuk terkena diabetes melitus. Keadaan tersebut antara lain tekanan darah yang
tinggi mencapai > 130/ 85 mmHg, hipertrigliserida mencapai angka > 150 mg/
dL, peningkatan glukosa puasa mencapai > 100 mg/ dL. Menurut penelitian
yang dilakukan oleh Handayani tahun 2012 yang berjudul Modifikasi Gaya
Hidup dan Intervensi Farmakologis Dini Untuk Pencegahan Penyakit Diabetes
Melitus Tipe 2, menyebutkan bahwa obesitas merupakan faktor yang paling
utama berperang dalam meningkatkan angka kejadian diabetes melitus tipe 2
setidaknya selama 20 tahun terakhir.
e. Kurangnya aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang kurang dapat menurunkan resistensi insulin.
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa obesitas aktivitas yang kurang
merupakan 2 faktor risiko utama pada diabetes melitus tipe 2 seperti yang dijelaskan
pada penelitian Handayani (2012) yang berjudul Modifikasi Gaya Hidup dan
Intervensi Farmakologis Dini Untuk Pencegahan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2.
(Kathleen S. Osborn, 2010; Smeltzer & Bare, 2001; Sujono Riyadi & Sukarmin,
2008; Handayani, 2012)
2.4.3

Pencegahan Diabetes Melitus


Pencegahan utama pada individu yang berisiko adalah pencegahan primer

dimana kita berusaha mencegah agar tidak terjadi diabetes melitus pada individu yang
berisiko tersebut. Inti tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah perubahan
gaya hidup menuju gaya hidup sehat. Dengan diterapkannya gaya hidup sehat, maka
terjadi penurunan berat badan dan distribusi lemak dalam tubuh akan berjalan dengan

20

baik sehingga dapat mencegah atau menunda munculnya manifestasi dari diabetes
melitus.
Beberapa tindakan pencegahan utama yang dapat dilakukan antara lain :
1. Pengaturan diet/ pola makan
Pengaturan diet guna mencegah diabetes melitus adalah dengan pengaturan
asupan jumlah kalori setiap harinya. Jumlah kalori dapat ditentukan melalui
perhitungan kebutuhan energi per harinya. Menghitung kebutuhan energi dapat
ditentukan melewati beberapa langkah sebagai berikut :
a. Tentukan berat badan ideal pasien dengan rumus (tinggi badan 100) 10%
Kg
b. Lalu tentukan kebutuhan kalori individu. Untuk wanita dapat dihitung
dengan rumus BB ideal x 25 dan untuk laki-laki dapat dihitung dengan
rumus BB ideal x 30.
c. Kalau sudah ditemukan kebutuhan energinya, maka kita dapat menerapkan
makanan yang dapat dikonsumsi guna mencegah diabetes melitus dengan
berpatokan pada jumlah bahan makanan harian dari tiap makanan dibawah
ini :

21

Tabel 1.1
Panduan Diet untuk Pasien Diabetes Melitus
Golongan
bahan
makanan
Nasi
Ikan
Daging
Tempe/

1100

1300

1500

Standar Diet
1700
1900

2100

2300

2500

kkal

kkal

kkal

kkal

kkal

kkal

kkal

kkal

2
2
1
2

3
2
1
2

4
2
1
2

5
2
1
2

5
2
1
3

6
2
1
3

7
2
1
3

7
2
1
3

2
4
4

2
4
4

2
4
6

2
4
7

2
4
1
7

2
4
1
7

penukar
Sayuran
2
2
Buah
4
4
Susu
Minyak
3
4
Ukuran yang digunakan :
Nasi

: gelas

Ikan

: potong

Tempe

: potong

Sayuran

: mangkuk

Buah

: potong

Minyak

: sendok makan

d. Asupan makanan lain yang mesti diperhatikan adalah makanan yang kaya
serat seperti sayur dan buah.
(Riyadi & Sukarmin, 2008)
2. Peningkatan aktivitas fisik
Peningkatan aktivitas fisik memiliki banyak keuntungan untuk mencegah
diabetes melitus. Beberapa keuntungan tersebut antara lain meningkatkan kesehatan
sistem kardiovaskuler, menurunkan tekanan darah, meningkatkan sensitivitas insulin,

22

menurunkan kadar glukosa darah, membantu menurunkan berat badan, meningkatkan


kadar kolesterol baik, dan meningkatkan densitas tulang serta kesehatan mental.
Beberapa rekomendasi kementerian kesehatan di seluruh dunia mengenai aturan
dalam berolahraga guna mencegah penyakit diabetes melitus antara lain :
a. Untuk anak-anak dan dewasa muda dianjurkan untuk melakukan olahraga dengan
total waktu 60 menit per harinya setidaknya 2 kali dalam satu minggu dengan
intensitas aktivitas fisik yang sedang.
b. Untuk orang dewasa dianjurkan untuk melakukan olahraga selama 30 menit per
harinya selama 5 hari atau lebih dalam satuminggu dengan intensitas aktivitas
fisik yang sedang (Avery & Beckwith, 2009).
3. Kurangi merokok
Dengan mengurangi perilaku merokok maka akan membantu dalam mengurangi
angka kejadian suatu penyakit khusunya diabetes melitus. Merokok dapat
meningkatkan angka kejadian penyakit jantung, paru-paru dan serebrovaskuler
dimana beberapa penyakit tersebut sangan berkaitan dengan penyakit diabetes
melitus. Sehingga dengan mengurangi merokok, setidaknya dapat mencegah kejadian
penyakit diabetes melitus meskipun hanya sedikit kemungkinannya (Avery &
Beckwith, 2009).

4. Kurangi konsumsi alkohol


Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menurunkan sensitivitas insulin
sehingga dapat meningkatkan risiko untuk terkena diabetes melitus sehingga dengan

23

mengurangi konsumsi alkohol dapat membantu mencegah kejadian penyakit diabetes


melitus (Avery & Beckwith, 2009).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kuantitatif
dengan rancangan penelitian cross sectional. Rancangan penelitian ini
bertujuan untuk menentukan faktor apakah yang terjadi sebelum atau
bersama-sama tanpa adanya suatu intervensi dari peneliti (Nursalam, 2013).
Dalam penelitian ini menggambarkan hubungan persepsi individu yang
memiliki riwayat diabetes melitus terhadap perilaku pencegahan diabetes
melitus di wilayah kerja Puskesmas Pasir Kaliki Kota Bandung (berdasarkan
teori Health Belief Model).

3.2

Jenis Variabel
Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap

sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2013).


3.2.1

Variabel Independen (Bebas)


Variabel bebas adalah variabel yang memengaruhi atau nilainya menentukan

variabel lain. Variabel bebas biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk

25

diketahui hubungannya atau pengaruhnya terhadap variabel lain yang dilakukan oleh
peneliti (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen
adalah persepsi individu mengenai penyakit diabetes melitus.
3.2.2

Variabel Dependen (Terikat)


Variabel terikat adalah faktor yang diamati dan diukur untuk
menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas. Secara
sederhana, variabel terikat nilainya ditentukan oleh variabel bebas (Nursalam,
2013). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah perilaku
pencegahan penyakit diabetes melitus pada individu dengan riwayat diabetes
melitus.

3.3
Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling Penelitian
3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian adalah subjek (misalnya manusia; klien) yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2013). Populasi adalah
keseluruhan subjek yang akan diteliti (Wasis, 2009). Populasi dalam penelitian ini
adalah individu yang memiliki riwayat turunan diabetes melitus tipe 2 yang tinggal di
wilayah kerja Puskesmas Pasir Kaliki Kota Bandung. Jumlah kunjungan pasien
diabetes melitus dalam data pihak Dinas Kesehatan Kota Bandung tahun 2013 sekitar
1315 orang. Dengan demikian populasi dari penelitian ini adalah 1315 orang dengan
riwayat diabetes melitus.

26

3.3.2

Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan sebagai

subjek penelitian melalui sampling. Sedangkan sampling adalah proses menyeleksi


porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang ada (Nursalam, 2013). Pada
penelitian ini, perhitungan sampel dilakukan menggunakan rumus sampel korelatif
dimana didapatkan jumlah sampel sebanyak 76 orang.
Ukuran sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
2
Z +Z
n= 0,5 ln [ (1+ r)/(1r ) ] +3

Keterangan :
Z : deviat baku alfa
Z : deviat baku beta
r : korelasi minimal yang dianggap bermakna
(Sofiyudin, 2013)
Maka dari itu didapatkan perhitungan jumlah sampel sebagai berikut :

n=

n=

1,960+1,645
+3
0,5 ln [ (1+ 0,4)/(10,4) ]

[
[ ]

3,605
+3
0,5 ln (2,333)
2

n=

2,927
+3
0,423

2
n= [ 8,522 ] +3

n= 72, 62+3
n= 75,624
Maka berdasarkan perhitungan diatas didapatkan jumlah sampel minimal 76
individu dengan riwayat diabetes melitus tipe 2.

27

3.3.3

Teknik Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh
dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar sesuai
dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2013). Teknik sampling
dalam penelitian ini adalah random sampling dimana penetapan sampel
dilakukan dengan cara memilih sampel diantara populasi secara acak.
Masukin cara random sampling

3.4
3.4.1

Definisi Konseptual dan Operasional


Definisi Konseptual
1. Persepsi
Banyak para ahli yang mengemukakan pengertian mengenai persepsi sesuai
dengan bidang ilmu atau kelimuan yang dimiliki. Menurut KBBI, persepsi
merupakan tanggapan langsung seseorang akan suatu hal (baik benda,
manusia, kejadian, dan lain-lain). Persepsi merupakan pikiran, pendapat,
dan sikap seseorang akan suatu hal yang dihadapinya (Potter & Perry,
2009). Dari beberapa pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
persepsi individu adalah tanggapan langsung individu terhadap suatu hal
baik itu pikiran, pendapat, maupun sikap terhadap suatu hal tersebut.
2. Perilaku
Perilaku adalah perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus (rangsangan dari luar) yang terjadi melalui proses interaksi

28

organisme dengan stimulus yang pada akhirnya menghasilkan respon


individu. (Skinner dalam Notoatmodjo, 2010).

29

3.4.2 Definisi Operasional


No.
1.

Variabel
Persepsi
berdasarkan
teori

Health

Belief

Model
Persepsi Kerentanan dan
Keseriusan

Definisi

Persepsi

Alat Ukur

Kuesioner

terhadap

Hasil Ukur

dan

dari individu dengan riwayat

dengan alternatif

rendah

diabetes

jawaban

melitus
penyakit

untuk

yang

diabetes

dipilih

4=sangat

melitus serta akibat yang

setuju,

3=setuju,

harus

2=tidak

ditanggung

apabila

menderita penyakit diabetes

1=sangat

melitus.

setuju

Persepsi

individu

mengenai

manfaat melakukan tindakan/


perilaku

pencegahan

setuju,
tidak

Skala Ukur

Positif/ tinggi Interval

kerentanan dan keseriusan Memberi kuesioner

terkena

Persepsi Manfaat

individu

Cara Ukur

negatif/

30

terhadap

peningkatan

kesehatannya.

Tindakan

pencegahan itu antara lain :


menjaga berat badan tetap
optimal,
makan,
Persepsi Hambatan

kurangi

menjaga
rajin

pola

berolahraga,

merokok,

dan

kurangi konsumsi alkohol.


Persepsi tentang hambatan
yang dapat dialami ketika
melakukan tindakan/ perilaku
pencegahan. Indikator yang
akan diukur dalam variabel
ini adalah persepsi individu
tentang

dukungan

dari

31

keluarga terhadap tindakan


individu tersebut, pengaturan
pola makan menyebabkan
makan jadi tidak enak, dan
sulitnya
2.

Perilaku

melaksanakan

olahraga secara teratur.


Perilaku pencegahan penyakit Memberi kuesioner Kuesioner

Positif

diabetes

melitus

negatif

dilakukan

oleh

dengan

riwayat

yang dengan

alternatif

individu jawaban
turunan dipilih

yang
4=sering,

diabetes melitus tipe 2 antara 3=selalu, 2=jarang,


lain pengaturan pola makan, 1=tidak pernah
aktivitas

fisik,

perilaku

merokok,

dan

konsumsi

alkohol.

dan Interval

32

33

3.5

Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini terdiri dari 32 pernyataan dengan acuan pembuatan

instrumen adalah diabetes helath belief inventory, health risk behavior inventory, dan
instrumen penelitian mengenai persepsi lansia terhadap upaya pencegahan komplikasi
hipertensi (kajian teori HBM). Pernyataan nomor 1-3 merupakan pernyataan untuk
mengetahui persepsi individu terhadap kerentanan terkena penyakit diabetes melitus.
Pernyataan nomor 4-8 adalah pernyataan untuk mengetahui persepsi keparahan
apabila menderita penyakit diabetes melitus. Pernyataan nomor 9-15 adalah
pernyataan untuk mengetahui persepsi manfaat yang akan diperoleh apabila
melakukan perilaku pencegahan penyakit diabetes melitus. Pernyataan nomor 16-24
adalah pernyataan untuk mengetahui hambatan yang dirasakan dalam melakukan
perilaku pencegahan penyakit diabetes melitus dan pernyataan nomor 25-33 adalah
pernyataan untuk mengetahui bagaimana perilaku pencegahan penyakit diabetes
melitus pada individu dengan riwayat turunan diabetes melitus tipe 2.
3.6

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen


Uji validitas adalah pengukuran dan pengamatan yang berarti prinsip
keandalan instrumen dalam mengumpulkan data. Instrumen harus dapat
mengukur apa yang seharusnya diukur. (Nursalam, 2013).
Uji validitas dilakukan terhadap setiap item pernyataan yang diajukan.
Teknik uji validitas terdiri dari 2 bentuk yakni validitas logis dan validitas
empiris. Adapun validitas logis terbagi lagi menjadi 2 bentuk yakni validitas
isi/ content validity (isi yang dibuat sesuai dengan isi yang akan diungkap)

34

dan validitas konstruksi/ construct validity (instrument dibuat dalam bentuk


yang mudah dipahami disesuaikan dengan aspek yang akan diungkap).
Sedangkan validitas empiris, yakni tehnik uji validitas dimana setelah
instrument dibuat, kemudian di uji dan diolah melalui rumusan perhitungan
(Arikunto, 2005). Uji konstruk akan dilakukan pada bulan April 2014.
Uji validitas pada penelitian ini menggunakan korelasi produk momen
Spearman dengan bantuan program software statistik. Analisis ini dengan cara
mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total. Skor total
adalah penjumlahan dari keseluruhan item. Item-item pertanyaan yang
berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan item-item tersebut
mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap.
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05.
Kriteria pengujian adalah sebagai berikut:
Jika r hitung r tabel (uji 2 sisi dengan signifikansi 0,05) maka instrumen atau itemitem pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
Jika r hitung < r tabel (uji 2 sisi dengan signifikansi 0,05) maka instrumen atau itemitem pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak
valid).
Uji reliabilitas adalah uji kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan
bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali kali dalam
waktu yang berlainan (Nursalam, 2013). Koefisien realibilitas yang digunakan
dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan Koefisien Reliabilitas
Alpha Cronbach, yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
2
k
Sb
1
2
= k 1
S total

[ ][

Keterangan :

35

= reliabilitas instrument
k
= banyaknya butir pernyataan atau banyaknya soal
Sb2
= jumlah varian butir
2
S total
= varian total
Instrumen dikatakan reliabel apabila hasil uji reliabilitas instrumen
memiliki nilai lebih besar dari 0,7.

3.7

Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses

pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,


2013). Pada penelitian ini, pengumpulan datanya menggunakan teknik pernyataan
terstruktur dalam bentuk kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data
secara formal kepada subjek untuk menjawab pertanyaan secara tertulis. Pernyataan
yang diajukan dapat juga dibedakan menjadi pertanyaan terstruktur, responden hanya
menjawab sesuai dengan pedoman yang sudah ditetapkan dan tidak terstruktur, yaitu
subjek menjawab bebas secara bebas tentang sejumlah pertanyaan yang diajukan
secara terbuka oleh peneliti. Pernyataan dapat diajukan secara langsung kepada
subjek atau disampaikan secara lisan oleh peneliti dari pertanyaan yang sudah tertulis.
Hal ini dilakukan khususnya kepada subjek yang buta huruf, lanjut usia, dan subjek
dengan kesulitan membaca lainnya (Nursalam, 2013). Peneliti akan mengunjungi satu
persatu rumah responden dan menunggu responden dalam mengisi kuesioner
tersebut.Sebelum mulai mengisi kuesioner, peneliti melakukan informed consent
terlebih dahulu pada responden, setelah itu barulah dilakukan pengisian kuesioner.

36

3.8

Teknik Analisis Data


Setelah data terkumpul, selanjutnya data dianalisis dengan melewati
beberapa tahapan :
1. Editing
Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali kelengkapan data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dilakukan pada tahap pengumpulan data
dan setelah data terkumpul. Setelah data terkumpul kemudian diedit apakah
seluruh kuesioner telah diisi lengkap oleh seluruh responden.
2. Coding
Merupakan proses mengubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka atau bilangan untuk keperluan analisis kuantitatif. Jawaban responden
terhadap pernyataan positif yang berupa huruf diberi skor menjadi :
Sangat tidak setuju
=1
Tidak setuju
=2
Setuju
=3
Sangat setuju
=4
Skor tersebut bersifat terbalik untuk pernyataan dengan arah negatif.
3. Entri Data
Entri data adalah kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam
master tabel atau database komputer, kemudian membuat distribusi frekuensi
sederhana. Dalam penelitian ini, data yang telah dikumpulkan dan diberi skor
dimasukkan ke dalam aplikasi pengolahan data. Data dikelompokkan ke dalam
4 dimensi berdasarkan tujuan penelitian.

37

3.9 Analisis Data


Analisa data merupakan suatu proses untuk menyederhanakan data
penelitian yang berjumlah sangat besar menjadi informasi yang sederhana dan
mudah dipahami oleh pembaca.
3.9.1

Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian. Analisa data numerik (persepsi dan perilaku pencegahan penyakit pada
individu dengan riwayat turunan DM tipe 2) digunakan nilai median (Notoatmodjo,
2010). Median dari skor kuesioner setiap variabelnya ditentukan dari pengurangan
skor tetinggi dengan skor terendah kuesioner, yang kemudian hasil pengurangannya
dibagi 2 sehingga didapatlah median dari skor kuesioner setiap variabelnya. Setelah
didapatkan median dari setiap variabelnya, skor kuesioner setiap responden
dicocokkan dengan median yang sudah dihitung, dan dapat diketahui hasilnya apakah
persepsi dan perilau pencegahan penyakit dari seiap respondennya positif atau
negatif.
3.9.2

Analisis Bivariat
Analisis ini digunakan untuk menggambarkan hubungan antara variabel
independen dan variabel dependen. Analisis bivariat dilakukan untuk
membuktikan hipotesa penelitian yaitu ada hubungan antara persepsi dengan
perilaku pencegahan penyakit pada individu dengan riwayat turunan DM tipe
2 di Kota Bandung. Sebelum dilakukan analisa data lebih lanjut, pada data

38

numerik dilakukan uji normalitas. Bila sampel yang digunakan lebih dari 50
maka menggunakan parameter Kolmogorov-smirnov dengan kriteria distribusi
data dikatakan normal jika nilai kemaknaan p value > 0.05. Tapi jika sampel
yang digunakan kurang dari 50 menggunakan parameter Shapiro-Wilk dengan
kriteria distribusi data dikatakan normal jika nilai kemaknaan p value > 0.05.
Jika hasil uji normalitas yang dilakukan didapatkan data numerik terdistribusi
normal maka analisa yang akan digunakan yaitu uji korelasi pearson dengan
membandingkan mean antar variabel. Tapi, jika data numerik yang di
dapatkan tidak terdistribusi normal maka uji korelasi yang digunakan yaitu uji
korelasi spearman.
Berikut interpretasi hasil uji hipotesis berdasarkan kekuatan korelasi,
nilai p dan arah korelasi :

No
1

Parameter
Kekuatan

Nilai
0,0 sd < 0,2

Interpretasi
Sangat lemah

korelasi (r)

0,2 sd < 0,4

Lemah

0,4 sd < 0,6

Sedang

0,6 sd <0,8

Kuat

39

Nilai p

0,8 sd 1
P < 0,05

Sangat kuat
Terdapat
korelasi

yang

bermakna antara dua variabel


yang di uji
P > 0,05

Tidak terdapat korelasi yang


bermakna antara dua variabel

Arah korelasi

+ (positif)

yang di uji.
Searah, semakin besar nilai
satu variabel semakin besar
pula nilai variabel lainnya

- (negatif)

Berlawanan arah, semakin


besar

nilai

satu

variabel,

semakin kecil nilai variabel


lainnya.

(Dahlan, 2010)

3.10 Prosedur Penelitian


Prosedur penelitian atau langkah langkah penelitian berguna untuk
mempermudah peneliti menyelesaikan penelitian. Adapun prosedur atau langkah
penelitian ini adalah :
1. Tahap Pra Persiapan
a. Memilih bahan penelitian
b. Mengumpulkan literatur literatur
2. Tahap Persiapan
a. Membuat permohonan surat izin studi pendahuluan

40

b. Melakukan pendekatan ke tempat penelitian untuk melakukan studi


pendahuluan
c. Melakukan studi pendahuluan
d. Menyusun proposal penelitian
e. Melakukan konsultasi kepada pembimbing utama dan pendamping
f. Seminar proposal
g. Perbaikan proposal
3. Tahap Pelaksanaan
a. Pengumpulan hasil penelitian
b. Mengolah dan menganalisa data yang sudah dikumpulkan
c. Membuat kesimpulan dan saran
4. Tahap Akhir
a. Sidang akhir
b. Perbaikan skripsi
3.11 Etika Penelitian
1. Informed Consent
Sebelum penelitian dilakukan, responden diberikan penjelasan mengenai
identitas peneliti, judul dan tujuan penelitian. Responden berhak untuk
mengikuti atau menolak menjadi responden. Jika responden bersedia
mengikuti

penelitian

ini,

maka

responden

dipersilahkan

untuk

menandatangani surat persetujuan menjadi responden penelitian.


2. Anonimity (tanpa nama)
Dalam teknik pengumpulan data, nama responden tidak perlu dicantumkan
dan hanya diberi nomor responden saja.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Setiap data yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian dan tidak akan disebarluaskan atau dipublikasikan.
4. Tambahkan keuntungan untuk responden

41

4.12

Lokasi Pengumpulan Data


Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Cimahi Tengah pada bulan

Maret - April 2014.

DAFTAR PUSTAKA

Avery, Lorraine & Beckwith, Sue. 2009. OXFORD HANDBOOK OF DIABETES


NURSING. United States : Oxford University Press
Arikunto, S. 2006. PROSEDUR PENELITIAN : SUATU PENDEKATAN PRAKTEK.
Edisi Revisi VI. Jakarta : PT.Rineka Cipta
Nursalam. 2013. METODOLOGI PENELITIAN ILMU KEPERAWATAN. Jakarta :
Salemba Medika
Glenz, Kaler. et al. 2002. HEALTH BEHAVIOUR AND HEALTH EDUCATION:
THEORY, RESEARCH, AND PRACTICE. Third edition. San Fransisco : JosseyBass
Potter & Perry. 2009. FUNDAMENTALS OF NURSING FUNDAMENTAL
KEPERAWATAN. Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika
Sugiyono. 2011. METODE PENELITIAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF DAN R
& D. Bandung : Alfabeti

42

Baghianimoghadam, Mohammad Hosein. 2012. Application of the health belief


model in promotion of self-care in heart failure patients. Iran : Shahis Sadoughi
University of Medical Science
Riyadi, Sujono & Sukarmin. 2008. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN EKSOKRIN DAN ENDOKRIN PADA PANKREAS. Edisi
Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. PENDIDIKAN DAN PERILAKU KESEHATAN.
Jakarta : PT Asdi Mahasatya
Crisp & Taylor. 2005. POTTER & PERRYS FUNDAMENTAL OF NURSING. Edisi
2. Australia : Elsevier Mosby
Potter & Perry. 2005. BUKU AJAR FUNDAMENTAL KEPERAWATAN KONSEP,
PROSES, DAN PRAKTIK. Edisi 4. Jakarta : EGC
Berman. et al. 2008. KOZIER & ERBS FUNDAMENTAL OF NURSING. Eight
Edition. New Jersey : Pearson Education
Zahtamal. dkk. 2007. Faktor-faktor risiko pasien diabetes melitus. Riau : FK
Universitas Riau
Handayani. 2012. Modifikasi gaya hidup dan intervensi farmakologis dini untuk
pencegahan penyakit diabetes mellitus tipe 2. Nusa Tenggara Barat : Dinas
Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Barat
Handayani, Sri Ani. 2003. Faktor-faktor risiko diabetes melitus tipe-2 di semarang
dan sekitarnya. Semarang : Pustaka Universitas Dipenogoro
Hasnah. 2009. Pencegahan penyakit diabetes mellitus tipe 2. Makassar : UIN
Makassar

DAFTAR ISI

BAB

HALAMAN

KATA PENGANTAR..i
DAFTAR ISIii
BAB I
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1

Latar Belakang.................................................................................................................1

1.2

Identifikasi Masalah.......................................................................................................6

1.3

Tujuan Penelitian............................................................................................................6
1.3.1 Tujuan Umum....................................................................................................6
1.3.2 Tujuan Khusus..................................................................................................6

1.4

Kegunaan Penelitian......................................................................................................7
1.4.1 Kegunaan Teoritis............................................................................................7
1.4.2 Kegunaan Praktis.............................................................................................7

1.5

Kerangka Pemikiran.......................................................................................................7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA........................................................................................11
2.1

Konsep Perilaku............................................................................................................11
2.1.1 Pengertian Perilaku............................................................................................11

2.2

Pengertian Persepsi......................................................................................................15

2.3

Perilaku berdasarkan teori Health Belief Model..................................................16

2.4

Diabetes Melitus...........................................................................................................17
2.4.1 Pengertian Diabetes Melitus.......................................................................17
2.4.2 Etiologi dan Faktor Risiko..........................................................................17
2.4.3 Pencegahan Diabetes Melitus.....................................................................20

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................24
3.1

Jenis dan Rancangan Penelitian...............................................................................24

3.2

Jenis Variabel.................................................................................................................24
3.2.1 Variabel Independen (Bebas)........................................................................24
3.2.2 Variabel Dependen (Terikat).........................................................................25

3.3

Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling Penelitian...........................................25


3.3.1 Populasi.............................................................................................................25
3.3.2 Sampel...............................................................................................................25
3.3.3 Teknik Sampling.............................................................................................27

3.4

Definisi Konseptual dan Operasional.....................................................................27


3.4.1 Definisi Konseptual.......................................................................................27
3.4.2 Definisi Operasional.........................................................................................29

3.5

Instrumen Penelitian....................................................................................................33

3.6

Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen................................................................33

3.7

Metode Pengumpulan Data........................................................................................35

3.8

Teknik Analisis Data....................................................................................................36

3.9

Analisis Data..................................................................................................................37

3.9.1 Analisis Univariat..........................................................................................37


3.9.2 Analisis Bivariat.............................................................................................37
3.10

Prosedur Penelitian.......................................................................................................40

3.11

Etika Penelitian..............................................................................................................41

3.12

Lokasi Pengumpulan Data.........................................................................................41

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................42

Anda mungkin juga menyukai