A. Definisi Organisasi
Setiap organisasi baik itu berupa perusahaan yang mencari keuntungan
finansial, yayasan, organisasi kemasyarakatan, maupun organisasi keagamaan
selalu mempunyai visi, misi, dan tujuan.
seadanya dan sekedar amatiran, tanpa pemikiran yang mendalam, sistematis, serta
strategis yang tepat akan menghasilkan budaya organisasi yang seadanya dan
efektifitas dari pencapaian tujuan organisasi yang kurang baik. Hal ini dapat dilihat
dari (1) sudut pencapaian tujuan yang dapat menyimpang dan tidak sesuai dengan
visi, misi, dan tujuan, serta (2) target waktu yang lamban dan cepat atau lambat
akan ketinggalan malahan bisa menimbulkan kegagalan.
a. Adanya Tempat
Tempat adalah suatu hal yang terkadang cukup menjadi kendala pada aktivitas
Dakwah, tidak adanya tempat yang lapang, dan kurang kondusif untuk
melaksanakan kerja-kerja dakwah.
Menentukan satu markas atau tempat berkumpul para duat juga dicontohkan oleh
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yag telah menjadikan rumah Arqam ibn
Abil Arqam sebagai pusat kegiatan dakwahnya. Dirumah itulah, Rasulullah
menyeru kepada Manusia agar Masuk Islam, sehingga banyak kaum yang hadir
pada pertemuan-pertemuan di Darul Arqam itu yang kemudian masuk Islam.
Kedua, adalah nilai-nilai kebersamaan. Jika dalam sebuah organisasi tidak tercipta
rasa kebersamaan, maka hal itu akan merepotkan pemimpin organisasi. Meskipun
berhimpun, namun jika nilai-nilai kebersamaan tidak ada, maka hakikatnya sama
dengan sendiri-sendiri. Tanpa nilai-nilai kebersamaan, seorang pegawai akan
berpikir, Yang penting me;laksanakan tugas sendiri, tidak peduli dengan tugas
orang lain.
mengorbankan segalanya untuk mencapai target itu tanpa ada reward dari
pemimpinnya.
Seorang manajer harus berani berkorban untuk sebuah organisasi, bukan justru
memanfaatkan organisasi itu, dalam arti memanfaatkan kebodohan karyawannya.
Jika bawahannya tidak mengerti hal-hal yang semestinya diketahui, sang manajer
justru bersyukur. Manajer seperti itu bukanlah manajer yang berhasil.
a. Penajaman akan visi dan misi organisasi yang disertai dengan tafsirannya agar
mudah dipahami oleh bawahan.
Agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara
melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Agama
menurut pendekatan antropologis adalah hubungan mekanisme pengorganisasian (social
organization).
A.
Kelompok agama juga dapat disebut sebagai komunitas. Fenomena keagamaan terjalin dalam
berbagai kegiatan, mulai dari kehidupan keluarga sampai bidang-bidang sosioekonomi.
Dalam masyarakat-masyarakat yang kompleks organisasi agama diperlukan demi
terselenggaranya pertemuan, pengajaran, ritual dan untuk menjalin hubungan antar anggota
secara internal maupun antar kelompok dalam masyarakat. Organisasi kegamaan yang formal
umumnya baru dijumpai pada masyarakat yang telah berkembang diferensiasi, spesialisasi
dan stratifikasi sosialnya. Kehadiran organisasi keagamaan yang khusus seperti itu sebagai
konsensi dan meningkatnya spesifikasi dan pembagaian kerja sebagai atribut masyarakat.
Tipe hubungan antara diferensiasi agama dengan organisasi keagamaan (Ronald Roberston):
1. Tipe 1 adalah hubungan agama dengan masyarakat luas, terdapat di bagian dunia industry.
Agama secara organisasi terpisah dari kehidupan ekonomi, politik dan pendidikan. Pada
masyarakat ini, pembagian kerja dan spesialisasi telah berkembang secara lanjut.
2. Tipe 2 adalah secara historis sering terdapat di kerajaan yang menganut agama negara, dan
system birokratis sentral seperti Mesir yang mempunyai kecenderungan melaksanakan
teokrasi secara ketat. Agama terorganisir pada tingkat pemerintahan difusikan dalam
kehidupan politik, ekonomi, pendidikan dan kegiatan lain. Hal itu juga terdapat pada
masyarakat Roma Katolik apda jaman modern seperti di daerah Portugal dan Spanyol.
Demikian pula beberapa masyarakat muslim, memperlihatkan tipe ini. Masyarakat muslim
umumnya cenderung diorganisir relative tidak memisahkan kegiatan agama dan non-agama.
3. Tipe 3, relative jarang, contohnya adalah kelompok pengikut sekte agama di Amerika Serikat
yang terpisah dari suasana aktivitas yan terorganisir, hanya menyebarkan literature agama dan
sewaktu-waktu berkumpul.
4. Tipe 4 terdapat di masyarakat primitif, dimana diantara kegiatan agama dan kegiatan lainnya
erat hubungannya. Agama tidak terpisah dari kegiatan lainnya. Tetapi tidak ada organisasi
keagamaan yang khusus, terpisah.
Sarikat Islam
Sebagai perwujudan kesepakatan dengan Syeh Ahmad Surkaty, HOS Cokroaminoto
kemudian mendirikan organisasi bernama Sarikat Islam. Pada awalnya organisasi ini bernama
SDI ( Sarikat Dagang Islam ) yang didirikan pada tahun 1911 di Solo dibawah pimpinan H.
Samanhudi. Kemudian kegiatannya diperluas dan namanya diganti menjadi Sarikat Islam ( SI
) pada tahun 1912.
Pada tahun 1916 M. Sarikat Islam mulai bergerak di bidang politik. Menginginkan
pemerintahan sendiri, turut merundingkan soal pemerintahan. Kemudin SI dimasuki oleh
orang-orang yang berjiwa Komunis, sehingga SI pecah menjadi :
1. SI putih yang murni
2. SI merah yang berhaluan Komunis.
Untuk menonjolkan unsur politiknya maka SI ditingkatkan namanya menjadi Partai Sarikat
Islam ( PSI ), tetapi adanya SI merah yang berhaluan Komunis menjadikan keruhnya
tanggapan masyarakat terhadap SI. Akhirnya SI merah keluar dari SI dan membentuk Partai
Komunis Indonesia ( PKI ) , sedangkan SI putih lalu meningkatkan namanya menjadi Partai
Saikat Islam Indonesia ( PSII ).
Akibat masuknya pengaruh Komunis dalam SI merah, menyebabkan simpati masyarakat
terhadap SI menjadi berkurang. Banyak orang orang awam yang menarik diri dan tidak
memasuki organisasi SI lagi. Hal ini mendorong ulama ulama Jawi membentuk organisasi
lokal seperti Nahdlatul Ulama ( NU ) di Surabaya, Musyawaratut Thalibin di Kalimantan,
Persatuan Ulama Seluruh Aceh ( PUSA), Darul Dawah wal Irsyad di Sulawesi, dan
Nahdlatul Wathan di Nusa Tenggara.
Mereka hafal karena surat Yasin dibaca rutin di kampung-kampung tiap Kamis. Mereka pada
giliran tertentu menjadi hafal surat Yasin itu. Umat Islam Nusantara pun yakin bahwa orang
yang melantunkan surat Yasin akan mendapatkan catatan istimewa di sisi Tuhan seru sekalian
alam.
Dahulu NU dipandang sebagai suatu organisasi keagamaan yang kolot dan banyak
menerima kritik dari kaum modernis. Bahkan banyak yang mengatakan bahwa Nu itu benarbenar sangat konservatif. Di kalangan kepemimpinan NU, yang menjadi konflik adalah
kebutuhan untuk memenuhi tuntutan pengikut kolot dan kebutuhan untuk memenuhi
kebutuhan suatu partai politik modern agar bisa bersaing dengan efektif. Sedangkan di
Muhammadiyah yang menjadi konflik adalah antara keinginan untuk momodernisir Islam
dan kebutuhan untuk menjamin bahwa ini tidak akan menuju ke sekularisme. Berbagai
kegiatannya pun tidak jauh berbeda dengan sekarang, seperti pidato keliling ke desa-desa
setempat tentang hal-hal sosial politik dan keislaman, pengajian mingguan yang teratur
(pengaosan) oleh para ahli agama atau anggota dewan pimpinan. Para pemimpinnya pun
mencemooh orang yang datang ke pengaosan tapi lalu tertidur dan yang tidak ikut serta
dalam kegiatan organisasi.
Usaha Organisasi:
1. Di bidang agama, melaksanakan dakawah islamiyah dan meningkatkan rasa persaudaraan
yang berpijak pada semangat persatuan.
2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai Islam,
untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan luas.
3. Di bidang Sosial Budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang
sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4. Di bidang Ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menik-mati hasil
pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.
Sejarah NU
Akibat penjajahan maupun akibat kungkungan tradisi, telah menggugah kesadaran kaum
terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa ini, melalui jalan pendidikan dan
organisasi. Gerakan yang muncul 1908 tersebut dikenal dengan "Kebangkitan Nasional".
Semangat kebangkitan terus menyebar - setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan
dan ketertinggalannya dengan bangsa lain. Sebagai jawabannya, muncullah berbagai
organisasi pendidikan dan pembebasan.
Merespon kebangkitan nasional tersebut, Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air)
dibentuk pada 1916. Kemudian pada tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga
dengan "Nahdlatul Fikri" (kebangkitan pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik
kaum dan keagamaan kaum santri. Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar,
(pergerakan kaum saudagar).
Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya
Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagai kelompok studi juga menjadi
lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Berangkat dari munculnya berbagai macam komite dan organisasi yang bersifat embrional
dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup
dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi
dengan berbagai kyai, karena tidak terakomodir kyai dari kalangan tradisional untuk
mengikuti konverensi Islam Dunia yang ada di Indonesia dan Timur Tengah akhirnya muncul
kesepakatan dari para ulama pesantren untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul
Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926) di Kota Surabaya.
Organisasi ini dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar.
Ada banyak faktor yang melatarbelakangi berdirinya NU. Di antarafaktor itu adalah
perkembangan dan pembaharuan pemikiran Islam yang menghendaki pelarangan segala
bentuk amaliah kaum Sunni. Sebuah pemikiran agar umat Islam kembali pada ajaran Islam
"murni", yaitu dengan cara umat islam melepaskan diri dari sistem brmadzhab. Bagi para kiai
pesantren, pembaruan pemikiran keagamaan sejatinya tetap merupakan suatu keniscayaan,
namun tetap tidak dengan meninggalkan tradisi keilmuan para ulama terdahulu yang masih
relevan. Untuk itu, Jam'iyah Nahdlatul Ulama cukup mendesak untuk segera didirikan.
Untuk menegaskan prisip dasar organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab
Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal
Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam khittah NU, yang dijadikan
sebagai dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial,
keagamaan dan politik.
Syafii dan Hambali. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Nahdlatul Ulama
berpedoman kepada Ketuhanan Yang Maha Esa kemanusiaan yg adil dan berdab persatuan
Indonesia kerakyatan yg dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
BAB III
LAMBANG
Pasal 4
Lambing Nahdlatul Ulama berupa gambar bola dunia yg dilingkari tali tersimpul dikitari oleh
9 bintang 5 bintang terletak melingkari di atas garis khatulistiwa yg tersebar di antaranya
terletak di tengah atas sedang 4 bintang lainnya terletak melingkar di bawah khatulistiwa dgn
tulisan NAHDLATUL ULAMA dalam huruf Arab yg melintang dari sebelah kanan bola
dunia ke sebelah kiri; semua terlukis dgn warna putih di atas dasar hijau.[4]
Paham Keagamaan
NU menganut paham Ahlussunah waljama'ah, merupakan sebuah pola pikir yang mengambil
jalan tengah antara ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis). Karena
itu sumber hukum Islam bagi NU tidak hanya al-Qur'an, sunnah, tetapi juga menggunakan
kemampuan akal ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk dari
pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu Mansur Al-Maturidi dalam bidang
teologi/ Tauhid/ketuhanan. Kemudian dalam bidang fiqih lebih cenderung mengikuti mazhab:
imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi, imam Maliki,dan imam
Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam lambang NU berbintang 4 di bawah. Sementara
dalam bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-Baghdadi, yang
mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Gagasan kembali kekhittah pada tahun 1984, merupakan momentum penting untuk
menafsirkan kembali ajaran ahlussunnah wal jamaah, serta merumuskan kembali metode
berpikir, baik dalam bidang fikih maupun sosial. Serta merumuskankembali hubungan NU
dengan negara. Gerakan tersebut berhasil kembali membangkitkan gairah pemikiran dan
dinamika sosial dalam NU.
Awal Akhir
KH. Mohammad
Hasyim Asy'arie
1926 1947
1947 1952
2
1980 1984
KH. Achmad
Muhammad Hasan
Siddiq
1984 1991
Dr (HC). KH.
Abdurrahman Wahid 1991 1992
1952 1971
1972 1980
1992 1999
Dr (HC).KH.
Mohammad Ahmad
Sahal Mahfudz
2010 2014
2014 Petahana
Basis Pendukung
Dalam menentukan basis pendukung atau warga NU ada beberapa istilah yang perlu
diperjelas, yaitu: anggota, pendukung atau simpatisan, serta Muslim tradisionalis yang
sepaham dengan NU. Jika istilah warga disamakan dengan istilah anggota, maka sampai hari
ini tidak ada satu dokumen resmipun yang bisa dirujuk untuk itu. Hal ini karena sampai saat
ini tidak ada upaya serius di tubuh NU di tingkat apapun untuk mengelola keanggotaannya.
Apabila dilihat dari segi pendukung atau simpatisan, ada dua cara melihatnya. Dari segi
politik, bisa dilihat dari jumlah perolehan suara partai-partai yang berbasis atau diasosiasikan
dengan NU, seperti PKBU, PNU, PKU, Partai SUNI, dan sebagian dari PPP. Sedangkan dari
segi paham keagamaan maka bisa dilihat dari jumlah orang yang mendukung dan mengikuti
paham kegamaan NU. Maka dalam hal ini bisa dirujuk hasil penelitian Saiful Mujani (2002)
yaitu berkisar 48% dari Muslim santri Indonesia. Suaidi Asyari[5] memperkirakan ada sekitar
51 juta dari Muslim santri Indonesia dapat dikatakan pendukung atau pengikut paham
keagamaan NU. Jumlah keseluruhan Muslim santri yang disebut sampai 80 juta atau lebih,
merupakan mereka yang sama paham keagamaannya dengan paham kegamaan NU. Namun
belum tentu mereka ini semuanya warga atau mau disebut berafiliasi dengan NU.
Berdasarkan lokasi dan karakteristiknya, mayoritas pengikut NU terdapat di pulau Jawa,
Kalimantan, Sulawesi dan Sumatra. Pada perkembangan terakhir terlihat bahwa pengikut NU
mempunyai profesi beragam, meskipun sebagian besar di antara mereka adalah rakyat jelata
baik di perkotaan maupun di pedesaan. Mereka memiliki kohesifitas yang tinggi, karena
secara sosial ekonomi memiliki problem yang sama, serta selain itu juga sama-sama sangat
menjiwai ajaran ahlus sunnah wal jamaah. Pada umumnya mereka memiliki ikatan cukup
kuat dengan dunia pesantren yang merupakan pusat pendidikan rakyat dan cagar budaya NU.
Basis pendukung NU ini cenderung mengalami pergeseran. Sejalan dengan pembangunan
dan perkembangan industrialisasi, maka penduduk NU di desa banyak yang bermigrasi ke
kota memasuki sektor industri. Maka kalau selama ini basis NU lebih kuat di sektor petani di
pedesaan, maka saat di sektor buruh di perkotaan, juga cukup dominan. Demikian juga
dengan terbukanya sistem pendidikan, basis intelektual dalam NU juga semakin meluas,
sejalan dengan cepatnya mobilitas sosial yang terjadi selama ini. Belakangan ini NU sudah
memiliki sejumlah doktor atau magister dalam berbagai bidang ilmu selain dari ilmu keIslam-an baik dari dalam maupun luar negeri, termasuk negara-negara Barat. Namun para
doktor dan magister ini belum dimanfaatkan secara maksimal oleh para pengurus NU hampir
di setiap lapisan kepengurusan NU.
Organisasi
Tujuan
Menegakkan ajaran Islam menurut paham Ahlussunnah waljama'ah di tengah-tengah
kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Usaha
1. Di bidang agama, melaksanakan dakwah Islamiyah dan meningkatkan rasa
persaudaraan yang berpijak pada semangat persatuan dalam perbedaan.
2. Di bidang pendidikan, menyelenggarakan pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai
Islam, untuk membentuk muslim yang bertakwa, berbudi luhur, berpengetahuan
luas.Hal ini terbukti dengan lahirnya Lembaga-lembaga Pendidikan yang bernuansa
NU dan sudah tersebar di berbagai daerah khususnya di Pulau Jawa.
3. Di bidang sosial budaya, mengusahakan kesejahteraan rakyat serta kebudayaan yang
sesuai dengan nilai keislaman dan kemanusiaan.
4. Di bidang ekonomi, mengusahakan pemerataan kesempatan untuk menikmati hasil
pembangunan, dengan mengutamakan berkembangnya ekonomi rakyat.Hal ini
ditandai dengan lahirnya BMT dan Badan Keuangan lain yang yang telah terbukti
membantu masyarakat.
5. Mengembangkan usaha lain yang bermanfaat bagi masyarakat luas. NU berusaha
mengabdi dan menjadi yang terbaik bagi masyrakat.
Struktur Pengurus
NU dan Politik
Pertama kali NU terjun pada politik praktis pada saat menyatakan memisahkan diri dengan
Masyumi pada tahun 1952 dan kemudian mengikuti pemilu 1955. NU cukup berhasil dengan
meraih 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante. Pada masa Demokrasi Terpimpin NU
dikenal sebagai partai yang mendukung Sukarno, dan bergabung dalam NASAKOM
(Nasionalis, Agama, Komunis) Nasionalis diwakili Partai Nasional Indonesia (PNI) Agama
Partai Nahdhatul Ulama dan Partai Komunis Indonesia (PKI).
NU kemudian menggabungkan diri dengan Partai Persatuan Pembangunan pada tanggal 5
Januari 1973 atas desakan penguasa orde baru. Mengikuti pemilu 1977 dan 1982 bersama
PPP. Pada muktamar NU di Situbondo, NU menyatakan diri untuk 'Kembali ke Khittah 1926'
yaitu untuk tidak berpolitik praktis lagi.
Namun setelah reformasi 1998, muncul partai-partai yang mengatasnamakan NU. Yang
terpenting adalah Partai Kebangkitan Bangsa yang dideklarasikan oleh Abdurrahman Wahid.
Pada pemilu 1999 PKB memperoleh 51 kursi DPR dan bahkan bisa mengantarkan
Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Pada pemilu 2004, PKB memperoleh 52 kursi
DPR.
Partai Penerus
Muhammadiyah
Selain itu, Muhammadiyah juga merupakan salah satu orgnisasi Islam pembaharu di
Indonesia. Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan sesungguhnya
merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan pembaharuan Islam yang
dimulai sejak tokoh pertamanya, yaitu Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Muhammad
bin Abdul Wahab, Sayyid Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan
sebagainya. Pengaruh gerakan pembaharuan tersebut terutama berasal dari Muhammad
Abduh melalui tafsirnya, al-Manar, suntingan dari Rasyid Ridha serta majalah al-Urwatul
Wustqa.
Penunjang Aktivitas Dakwah di Asia Tenggara; Seputar Peranan Organisasi Islam
Menghadapi Serangan Budaya Zaman
Di kawasan Asia Tenggara dewasa ini, di mana berbagai kekuatan giat untuk menggunting
dan berusaha melemahkan Islam, maka Dakwah Islamiyah dituntut untuk memiliki kesadaran
dan pemahaman yang jernih dan utuh terhadap berbagai upaya dan rencana yang diletakkan
oleh berbagai kekuatan yang ingin menjegal penyebaran Islam.
Kalau SI menitik - beratkan pada bidang ekonomi dan politik, maka Muhammadiyah
lebih menitik beratkan kepada pendidikan, pembentukan kader yang sanggup ber-ijtihad.
Muhammadiyah sebagai organisasi yang berasaskan Islam bertujuan untuk menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenarnya.
Untuk mencapai tujuannya maka diadakan usaha usaha antara lain :
1. Membentuk majlis Tabligh,
2. Mendirikan Sekolah-sekolah
3. Membentuk Majlis Tarjih
4. Mendirikan Panti Asuhan dan PKU untuk mengurusi orang sakit
5. Mendirikan orgnisasi Aisyiyah untuk kaum wanita
Sejarah muhamadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330
H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal
dengan KHA Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai
pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan
penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak
mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh
karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya
sebagai Khatib dan para pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat
sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung
ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman
bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut
maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh
pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi
pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha".
Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk
anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu
masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11,
Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang
Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi
Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga
tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.
Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:
1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga
menyebabkan merajalelanya syirik, bidah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat
Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula
agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya
ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;
3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir
kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;
4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta
berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan
tradisionalisme;
5. Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama
Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang
semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat (Junus Salam, 1968: 33).
Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan
dan tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam;
2. Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern;
3. Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan
4. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar (H.A. Mukti Ali, dalam
Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332).
kuat muhammadiyah makin besar pula andilnya dalam menjamin kelestarian pancasila.
Adapun motto dari Muhammadiyah yaitu sedikit berbicara banyak banyak bekerja, tidak
biasa mengeluarkan pendapat apabila itu diyakininya tidak bermanfaat. Tradisi yang
berkembang diluar jalur non formal yang pertama adalah gerakan dari bawah ( anggota )
berkat kesadarannya untuk bersama, kedua kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk
melakukan kebijakan-kebijakan pemerintah. Kegiatan gerakan bawah diantaranya anggota
muhammadiyah dengan berujud amal jariyah untuk kepentingan dakwah islam, dengan ikhlas
dan tanpa diminta menghibahkan tanah miliknya untuk dibuat sekolah, pesantren, rumah
sakit dan lain-lain. Disisi lain muhammadiyah merupakan konglomerat dari banyak badan
usaha seperti rumah sakit, polikinik, perguruan tinggi, sekolah, dan lain-lain. Dan dalam
perkembangannya juga tidak lepas dari campur tangan atau pembinaan dri lembaga
pemerintahan.
Organisasi kegamaan muhammadiyah yang semula merupakan pengajian yang
dipimpin langsung oleh KH. Ahmad dahlan. Pengajian tersebut tempat orang-orang yang
memiliki pikiran maju terhadap keingintahuannya terhadap ilmu pengetahuan agama islam.
Keinginan mereka untuk membentuk muhammadiyah sebagai organisasi modern, baru datang
kemudian setelah KH Ahmad dahlan mempertimbangkan usul dari murid-muridnya. Dalam
setiap organiasasi pastinya memiliki ambisi untuk espansi, sama halnya dengan
muhammadiyah yang awalnya hanya melakukan pengajian berubah sebagai organisasi yang
cepat meluas kedaerah-daerah lain. Daerah sumatera merupakan slah salah satu persiapan
yang dianggap penting karena mengganti bahasa pengantar jawa menjadi bahasa indonesia,
jauh sebelum supah pemuda 1928. Namun dalam pembentukan majelis Tajrih kita melihat
fenomena yang berbeda, yaitu dibentuk pada tahun 1938 dimaksudkan untuk menghimpun
para ahli agama dalam muhammadiyah yang paling kuat dalam menentukan dalil yang pasti
dan pendapat hukum yang menjadi pendapat resmi muhammadiyah. Keputusan dari majelis
tajrim dianggap sebagai hasil final dalam setiap keputusan atau penentuan organisasi, hal ini
membawa dampak negatif terhadap anggota lain yaitu menutup pendapat mereka dan
cenderung memberikan semua masalah agama kepada mereka dan mereka yang
memutuskannya, sehingga penelitian diluar tajrim tersebut tidak berkembang atau statis.
Langkah langkah yang perlu diambil oleh muhammadiyah dalam mengefektifkan
organisasi organisasinya berdasarkan budaya dasar muhammadiyah itu sendiri, sebgai berikut
:
1.
Kebersamaan berdasarkan konsep ummah
maksudnya adalah sudah saatnya muhammadiyah bersungguh-sungguh dalam makna
Ummah yaitu dalam pembinaan keorganisasian. Konsep ummah ini dapat digunakan dalam
mengenbangkan unit-unit pimpinan dan pengurus muhammadiyah itu sendiri. Dan dijadikan
sebagai pembatas konsep egosentrisme dan dominasi dlam suatu organisasi.
2.
Pengambilan keputusan berdasarkan konsep musyawarah
Musyawarah merupakan salah satu instisusi penting dalam agama islam, juga di
Muhammadiyah. Namun pada kenyataannya justru dijadikan sebagai area konflik , oleh
karena itu seharusnya muhammadiyah perlu mempelajari konsep musyawarah yang mengacu
pada nilai-nilai islam , serta tradisi yang berkembang diagama islam.
3.
Pengumpulan dana berdasarkan konsep AL-amwal fil islam
Konsep ini disusun oleh majelis tarjih yang berisi kebersamaan, musyawarah dan
penghimpunan dana.
PERTI
Persatuan Tarbiyatul Islamiyah ( PERTI ) didirikan di Sumatera Barat oleh ulama yang tidak
setuju dengan Thawalib, yang dipimpin oleh Syech Sulaiman Ar Rasuly. Organisasi PERTI
ditetapkan bermadzhab Syafii. Usaha-usahanya antara lain :
- mendirikan Madrasah
- menerbitkan majalah SUARTI ( Suara Tarbiyatul Islamiyah )
- menerbitkan bulletin Al Mizan
Organisasi ini terus berkembang sampai Proklamasi Kemerdekaan RI dan menjelma menjadi
Partai Tarbiyatul Islamiyah dengan singkatan tetap PERTI
Jama'ah Tabligh
Jama'ah Tabligh adalah sebuah jama'ah Islamiyah yang dakwahnya berpijak kepada
penyampaian (tabligh) tentang keutamaan-keutamaan ajaran Islam kepada setiap orang yang
dapat dijangkau. Jama'ah ini menekankan kepada setiap pengikutnya agar meluangkan
sebagian waktunya untuk menyampaikan dan menyebarkan dakwah dengan menjauhi
bentuk-bentuk kepartaian dan masalah-masalah politik. Barangkali cara demikian lebih cocok
mengingat kondisi ummat Islam di India yang merupakan minoritas dalam sebuah
masyarakat besar.
Al-Irsyad Al-Islamiyyah
Muhammadiyah, Al-Irsyad dan Persatuan Islam (Persis) merupakan tiga serangkai
organisasi Islam pembaharu yang paling berpengaruh di Indonesia. Pada awal abad XX telah
lahir sejumlah tokoh elit Muslim. Mereka memiliki semangat pembaharuan dalam pemikiran
keagamaan.
MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang
mewadahi ulama, zu'ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk membimbing, membina
dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia. Majelis Ulama Indonesia berdiri pada
tanggal, 17 Rajab 1395 Hijriah, bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, Indonesia
Berdirinya MUI
MUI berdiri sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, cendekiawan dan
zuama yang datang dari berbagai penjuru tanah air, antara lain meliputi dua puluh enam
orang ulama yang mewakili 26 Provinsi di Indonesia pada masa itu, 10 orang ulama yang
merupakan unsur dari ormas-ormas Islam tingkat pusat, yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat
Islam, Perti. Al Washliyah, Mathlaul Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al Ittihadiyyah, 4
orang ulama dari Dinas Rohani Islam, Angkatan Darat, Angkatan Udara, Angkatan Laut dan
POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang merupakan tokoh perorangan. Dari
musyawarah tersebut, dihasilkan adalah sebuah kesepakatan untuk membentuk wadah tempat
bermusyawarahnya para ulama. zuama dan cendekiawan muslim, yang tertuang dalam
sebuah Piagam Berdirinya MUI, yang ditandatangani oleh seluruh peserta musyawarah
yang kemudian disebut Musyawarah Nasional Ulama I.
Momentum berdirinya MUI bertepatan ketika bangsa Indonesia tengah berada pada fase
kebangkitan kembali, setelah 30 tahun merdeka, di mana energi bangsa telah banyak terserap
dalam perjuangan politik kelompok dan kurang peduli terhadap masalah kesejahteraan rohani
umat. Dalam perjalanannya, selama dua puluh lima tahun, Majelis Ulama Indonesia sebagai
wadah musyawarah para ulama, zuama dan cendekiawan muslim berusaha untuk:[butuh rujukan]
menjadi penghubung antara ulama dan umaro (pemerintah) dan penterjemah timbal
balik antara umat dan pemerintah guna mensukseskan pembangunan nasional;
No
Foto
.
Nama
1.
Prof. Dr.
KH. Abdul
Malik
1975
Karim
Amrullah
1981
Tempat
Keteranga
Musyawara
Refrensentatif
n
h
Jakarta
Munas
MUI ke-1
1975
Masjumi Muhammadiya
h
2.
3.
KH. Syukri
1981
Ghozali
1983
1983
1985
Jakarta
Munas
MUI ke-2
1981
NU
Fait
Accompli
KH. Hasan
Basri
Masjumi Muhammadiya
h
1985
1990
Jakarta
Munas
MUI ke-3
1985
4.
Dr. KH.
Muhammad 1990
Ali Yafie
2000
Jakarta
Munas
MUI ke-4
1990
NU
5.
Dr (HC).
KH.
Mohammad
2000
Achmad
Sahal
Mahfudz
2014
Jakarta
Munas
MUI ke-6
2000
Masjumi - NU
6.
Prof. Dr.
KH. Din
2014
Syamsuddi
n, MA
Petahan
Jakarta
a
Fait
Accompli
Muhammadiya
h
masyarakat. Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia tidak berbeda dengan organisasiorganisasi kemasyarakatan lain di kalangan umat Islam, yang memiliki keberadaan otonom
dan menjunjung tinggi semangat kemandirian. Semangat ini ditampilkan dalam kemandirian
dalam arti tidak tergantung dan terpengaruh kepada pihak-pihak lain di luar dirinya dalam
mengeluarkan pandangan, pikiran, sikap dan mengambil keputusan atas nama organisasi.
Dalam kaitan dengan organisasi-organisasi kemasyarakatan di kalangan umat Islam,
Majelis Ulama Indonesia tidak bermaksud dan tidak dimaksudkan untuk menjadi organisasi
supra-struktur yang membawahi organisasi-organisasi kemasyarakatan tersebut, dan apalagi
memposisikan dirinya sebagai wadah tunggal yang mewakili kemajemukan dan keragaman
umat Islam. Majelis Ulama Indonesia , sesuai niat kelahirannya, adalah wadah silaturrahmi
ulama, zuama dan cendekiawan Muslim dari berbagai kelompok di kalangan umat Islam.
Kemandirian Majelis Ulama Indonesia tidak berarti menghalanginya untuk menjalin
hubungan dan kerjasama dengan pihak-pihak lain baik dari dalam negeri maupun luar negeri,
selama dijalankan atas dasar saling menghargai posisi masing-masing serta tidak
menyimpang dari visi, misi dan fungsi Majelis Ulama Indonesia. Hubungan dan kerjasama
itu menunjukkan kesadaran Majelis Ulama Indonesia bahwa organisasi ini hidup dalam
tatanan kehidupan bangsa yang sangat beragam, dan menjadi bagian utuh dari tatanan
tersebut yang harus hidup berdampingan dan bekerjasama antarkomponen bangsa untuk
kebaikan dan kemajuan bangsa. Sikap Majelis Ulama Indonesia ini menjadi salah satu ikhtiar
mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil alamin (Rahmat bagi Seluruh Alam)
Kesimpulan
1. Umat Islam menyikapi tindakan kolonial dengan membentuk berbagai perkumpulan untuk
menyatukan taktik perjuangan melawan kolonial.
2. Fungsi organaisasi keagamaan pada umunya adalah untuk: melestarikan, menafsirkan,
memurnikan, dan mendakwahkan agama.
3. Konsep organisasi keagamaan yang dipakai adalah adalah suatu pendekatan, kegiatan, atau
sistem kehidupan yang irrasional.
4. Ekspresi sosial dari ajaran agama dihidupkan dan dipelihara oleh adanya masyarakat
penganut yang disebut dengan organisasi keagamaan, baik yang jelas strukturnya, maupun
sifatnya samar-samar.
5. Dalam masyarakat NU terdapat tradisi keagamaan semacam yasinan, tahlilan, kenduren.
Tradisi ini berkembang di sebagian masyarakat Islam Nusantara.
Daftar Pusaka
Lubis, Ridwan. 2010. Agama Dalam Perbincangan Sosiologi. Bandung: Ciptapusaka Media
Perintis.
Agus, Bustanudin. 2006. Agama Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Rajawali Press.
Khalimi. 2010. Ormas-ormas Islam. Jakarta: Gaung Persada Press Jakarta.
Geertz, Clifford. 1983. Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat Jawa. Jakarta; Pustaka
Jaya.
Lahirnya beberapa organisasi Islam di Indonesia lebih banyak karena didorong oleh mulai
tumbuhnya sikap patriotism dan rasa nasionalisme serta sebagai respons terhadap
kepincangankepincangan yang ada di kalangan masyarakat Indonesia pada akhir abad ke 19
yang mengalami kemunduran total sebagai akibat ekploitasi politik pemerintah colonial
Belanda. Langkah pertama diwujudkan dalam bentuk kesadaran berorganisasi.
Walaupun banyak berbagai cara yang di lakukan oleh Belanda dengan tujuan untuk
membendung pergolakan rakyat Indonesia ekonomi, politik social dan terutama melalui
media pendidikan islam namun mereka tidak membawa hasil yang memuaskan, malahan
berakibat sebaliknya makin menumbuhkan kesadaran tokoh-tokoh organisasi islam
bagaimana untuk melawan penjajah Belanda itu sendiri, dengan cara menumbuhkan dan
mengembangkan sikap dan rasa nasionalisme di kalangan rakyat dengan melalui pendidikan.
Dengan sendirinya kesadaran berorganisasi yang dijiwai oleh perasaan nasionalisme yang
tinggi, menimbulkan perkembangan dan era baru di lapangan pendidikan dan pengajaran.
Dan dengan demikian lahirlah Perguruan-perguruan Nasional, yang di topang oleh usahausaha swasta (partikelir).
Dalam pembahaasan ini akan membahas sebuah organisasi social yang diddirikan di Jakarta
tahun 17 Juli 1905. Organisasi ini terbuka untuk semua muslim tidak memandang asal-usul,
tapi mayoritas anggotanya adalah orang Arab. Yang berperan besar dalam organisasi ini
adalah para ulama asal Arab Hadramaut dan juga pemuda Alawiyyin, seperti Habib Abubakar
bi Ali bin Abubakar bin Umar Shahab, Sayid Muhammad Al-Fakir Ibn. Abn. Al Rahman Al
Mansyur, Idrus bin Ahmad Shahab, Ali bin Ahmad Shahab, Abubakar bin Abdullah Alatas,
Muhammad bin Abdurrahman Shahab, Abubakar bin Muhammad Alhabsyi dan Syechan bin
Ahmad Shahab. Di tangan ulama-ulama inilah Jamiatul Khair tumbuh pesat.
Organisasi social ini bergerak dalam dua bidang, yang pertama, pendirian dan pembinaan
satu sekolah pada tingkat dasar , yang kedua mengirimkaan anak-anak ke turki untuk
melanjutkan pendidikan. Sedangkan bidang kedua ini mempunyai sedikit hambatan yaitu
karena kekurangan biaya dan kemunduran khilafat.
Dalam pembahasan makalah ini saya akan membahas tentang dua organisasi yang masuk ke
Indonesia, yakni Al irsyad dan Jamiatul khoir beserta para tokoh tokhnya dan juga ajaran
ajarannya.
Pada awal abad ke 20 muncul gerakan Wahabi yang dipimpin oleh raja Abdul Aziz Ibn
Saud, ketenangan tanah suci Mekah menjadi terganggu. Dan hubungan tanah suci Mekah
dengan Indonesia kemudian terputus, karena terjadi Perang Dunia I tahun 1914 1918. Maka
dalam kondisi yang demikian banyak ulam-ulama Jawi yang kembali ke Indonesia, dan
kemudian menyebarkan ilmunya ke seluruh Indonesia tahun 1916 .
Untuk menampung ulama ulama itu, sebagai wadahnya pada waktu itu di Indonesia sudah
ada Jamiyatul Chair yang berpusat di Jakarta dengan cabang cabangnya , Ar Robithah Al
Alawiyah , Al Irsyad dan SI ( Sarikat Islam ), dan juga Muhammadiyah yang berpusat di
Yogyakarta.
Ulama ulama Jawi pada awalnya menggabungkan diri dengan SI ( Sarikat Islam ) kemudian
setelah SI terpecah menjadi Si Merah yang bercorak komunis dan SI Putih yang murni, maka
ulama ulama Jawi akhirnya meninggalkan SI karena Belanda mencurigai seluruh SI akibat
SI Merah melakukan kekacauan. Ulama ulama Jawi akhirnya membentuk organisasi
sendiri. Dan karena Belanda membatasi gerak Jamiyatul Choir, maka muncullah organisasi
organisasi Islam dengan nama yang bermacam macam di seluruh Indonesia, sebagai
perwujudan lahirnya alam pikiran Islam Modern di Indonesia.