Peremajaan Pemukiman Kumuh
Peremajaan Pemukiman Kumuh
PERMUKIMAN KUMUH
PENGANTAR
PERENCANAAN PEMUKIMAN
Sumber : Bapeda Propinsi DKI Jakarta Bidang Prasarana Kota & Lingkungan Hidup
Keberadaan permukiman kumuh tidak bisa dilepaskan dari keberadaan para
pendatang (kaum urbanisasi) yang merantau ke kota untuk mendapatkan pekerjaan
guna memperoleh penghasilan. Adanya urbanisasi ke kota tiap tahun tidak pernah
menurun jumlahnya. Terjadinya arus urbanisasi ke kota disebabkan oleh dua hal yaitu
kondisi-kondisi yang mendorong terjadinya urbanisasi dan kondisi-kondisi daya tarik
kota. Kondisi-kondisi yang mendorong terjadinya urbanisasi ke kota adalah terjadinya
kemiskinan di pelosok pedesaan. Kemiskinan itu dikarenakan tidak tersedianya
lapangan kerja yang layak, terdesaknya kegiatan kerajinan masyarakat desa oleh
produksi pabrik berskala besar, terbatasnya lahan persawahan yang bisa digarap
sementara jumlah angkatan kerjanya terus meningkat dan membutuhkan saluran.
Kondisi-kondisi yang menjadi daya tarik kota adalah di kota merupakan pusat
perdagangan, berbagai jenis pekerjaan kasar yang mengandalkan otot tersedia,
selain itu adanya contoh-contoh yang dibawa oleh para pemudik setiap tahun dengan
membawa bukti keberhasilan semakin mengeraskan tekad mereka berurbanisasi ke
kota. Ketika menghadapi kenyataan setelah di kota, kaum urbanisasi terjebak dalam
impiannya. Untuk kembali ke kampung halamannya dibebani rasa malu karena beban
PERENCANAAN PEMUKIMAN
mental
yang
disandangnya
sebagai
orang
yang
gagal
dalam
menempuh
becak,
kuli
angkut/panggul
di
stasiun
atau
pasar,
pemulung,
kuli
disebabkan oleh
beberapa hal; pertama, lokasi tersebut sudah ditempati secara turun-menurun atau
sudah menetap kerabat/kenalan sehingga bisa ditumpangi; kedua, tidak memerlukan
biaya yang banyak dibandingkan harus mengontrak di permukiman resmi atau
membeli tanah kemudian membangun rumah atau mengkredit rumah; ketiga, prioritas
mereka ke kota adalah untuk mencari uang, untuk sekedar membiayai kehidupan,
bukan membangun kehidupan di kota; keempat, lokasinya strategis bagi kegiatan
usaha, berdekatan dengan tempat pekerjaan, berdekatan dengan kebutuhan angkutan
kota, dan tersedia berbagai keperluan kebutuhan kehidupan mulai dari kebutuhan
makan sampai kebuthan lainnya yang tersedia selama 24 jam; kelima, kebersamaan
dan kesetiakawanan yang cukup tinggi di antara sesama pemukim karena lokasi
lingkungan yang berdempetan sehingga sering terjadi dialog satu sama lain.
Permukiman kumuh sangat lambat dalam beradaptasi dengan perubahan
wajah kota, yang mana jumlah pemukim (penduduk) melebihi ratio layak,
lingkungannya
semrawut
yang sangat
PERENCANAAN PEMUKIMAN
rendah, kelangkaan air, dan tingkat polusi udara yang sangat tinggi. Hal ini dapat
ditunjukkan antara lain dengan mutu air yang sangat rendah akibat polusi, sungaisungai yang rusak karena bantarannya dipakai rumah, tingkat kesehatan karena tidak
disediakan saluran pembuangan dan rendahnya kesadaran pemukim dalam menjaga
kesehatan, pepohonan banyak yang ditebang, penyalahgunaan daerah resapan air,
pemanfaatan air tanah secara berlebihan dan semena-mena, sehingga sudah barang
tentu mencemari dan merusak lingkungan.
Peremajaan permukiman kumuh merupakan usaha yang tidak mudah karena
memerlukan dana yang cukup besar, sitem organisasi dan koordinasi dan administrasi
yang lebih teliti untuk melaksanakan program jangka panjang. Tetapi hasil yang
diperoleh dari usaha ini dapat menumbuhkan dan meratakan struktur perekonomian
kota, mendorong mobilitas dan produktivitas kelompok besar masyarakat perkotaan
yaitu masyarakat berpenghasilan rendah. Ketegangan
hukum akan dapat lebih berkurang dengan penataan permukiman yang lebih teratur,
bersih dan dinamis.
PERENCANAAN PEMUKIMAN
kampung
(KIP)
dapat
dilakukan
untuk
menangani
lingkungan
PERENCANAAN PEMUKIMAN
memperbaiki berbagai prasarana dan fasilitas lingkungan yang tidak bisa dilakukan
oleh perorangan seperti pengerasan jalan, pembuatan saluran limbah/hujan dan
sebagainya. Perbaikan rumahnya diserahkan kepada masing-masing pemiliknya
namun perlu dibantu dengan fasilitas kredit yang ringan.
Program Perbaikan Lingkungan Permukiman Kumuh di DKI Jakarta telah dimulai
sejak tahun 1969, yang kemudian dikenal dengan Proyek Mohammad Husni
Thamrin (MHT), dengan penekanan berbeda sesuai kebutuhan. Penekanan
program MHT 1 sampai dengan IV diganbarkan sebagai berikut :
1969 1982 (MHT I)
: Fisik
PERENCANAAN PEMUKIMAN
Sumber : Bapeda Propinsi DKI Jakarta Bidang Prasarana Kota & Lingkungan
Hidup
untuk
menutup
biaya
operasional
dan
pemeliharaan
tanpa
PERENCANAAN PEMUKIMAN
lebih tinggi dari penghuni lama. Subsidi juga dapat diperoleh dari penyewaan
fasilitas ruang usaha pada lantai dasar rumah susun.
D. Subsidi Silang
Dalam subsidi silang ini dianut suatu konsep bahwa semua pembiayaan yang
dikeluarkan untuk pembangunan rumah susun sederhana beserta prasarana dan
fasilitas lingkungannya dapat ditutup dengan menjual sebagian lahan lingkungan
hunian kumuh tersebut kepada pihak swasta. Dalam lahan komersial tersebut
dapat dibangun bangunan komersial sesuai dengan rencana umum tata ruang
kota. Pihak swasta yang membebaskan lahan kumuh tersebut diharuskan
membangun rumah susun murah sebesar 20% di areal manfaat secara komersial
(SK Gub No. 540/1990).
Untuk memungkinkan subsidi silang seperti ini maka proyek peremajaan harus
cukup luas dan lokasinya strategis untuk memungkinkan pembangunan bangunan
komersial cukup besar, menarik dan laku dengan membuat bangunan rumah susun
sederhana terpisah dengan bangunan lain semi komersial. Diharapkan dengan
sistem ini pihak developer swasta tertarik untuk menangani peremajaan ini, karena
masih akan diperoleh keuntungan yang wajar.
Kepada para developer swasta juga perlu diberikan berbagai keringanan dan
fasilitas untuk meningkatkan kelayakan proyeknya antara lain dengan keringanan
persyaratan perencanaan (seperti KDB dan KLB yang lebih tinggi), keringanan dan
percepatan proses dalam pemberian perizinan, pemberian kredit konstruksi,
keringanan
perpajakan,
bantuan
dalam
pengosongan
lokasi/pemindahan
sementara penduduk dan penentuan serta pembayaran ganti rugi yang diperlukan.
E. Konsolidasi Tanah Perkotaan
Garis besar Konsolidasi Tanah Perkotaan (KTP) pada hakekatnya adalah upaya
merencanakan pembagian sebidang tanah menjadi beberapa persil tanah matang.
Untuk memperoleh rancangan tata ruang yang baik perlu adanya pengurangan
luas tanah untuk menggantikan biaya operasi dan sumbangan bagian tanah untuk
fasilitas yang bersifat kepentingan umum.
PERENCANAAN PEMUKIMAN
KESIMPULAN
Mengingat bahwa lahan di perkotaan semakin terbatas dan harganya semakin
meningkat, maka perlu optimasi penggunaan lahan tersebut dengan membangun
perumahan secara vertikal, bahkan untuk kota-kota besar hal tersebut sudah menjadi
keharusan. Para penghuni kawasan kumuh direlokasikan ke rumah susun, agar
lingkungan kumuh tersebut dapat ditata lebih memenuhi persyaratan teknis dan
kesehatan serta meningkatkan tatanan sosial-ekonomi masyarakat di kawasan
tersebut.
Peremajaan masalah lingkungan kumuh harus sederhana tetapi memerlukan
pemikiran yang sophisticated dan pendekatan yang bersistem (system approach), tidak
main kuasa dan asal gusur, dan menghindari adanya protes warga, dan melakukan
penyuluhan terpadu. Peremajaan lingkungan kumuh menyangkut kesiapan sosial dan
kelembagaan masyarakat, pemecahan masalah lingkungan kumuh harus didasarkan
atas kondisi setempat yang spesifik dan pendekatan bersifat partisipatif. Partisipatif
perlu diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat yang lingkungan permukimannya
akan diremajakan di dalam menentukan nasib sendiri.
Terpenuhinya kebutuhan papan (perumahan) di samping sandang, pangan,
pendidikan dan kesehatan, akan meningkatkan produktivitas kerja dan mempercepat
perwujudan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Indonesia. Perumahan
memegang peranan penting untuk pembentukan watak dan kepribadian suaru bangsa.
Untuk itu kehadiran kawasan permukiman kumuh di perkotaan, bahkan di mana saja
PERENCANAAN PEMUKIMAN
tidak boleh dibiarkan terus berkembang. Harus kita hambat, kita kurangi bahkan
apabila mungkin kita hilangkan sama sekali.
SARAN-SARAN
Agar arus urbanisasi dapat dekendalikan, maka perlu dilakukan peningkatan
penghasilan pedesaan. Tanpa upaya-upaya itu (penataan lingkungan kumuh dan
perbaikan perekonomian pedesaan) yang harus semakin meningkat, maka seperti
yang kita saksikan, lingkungan kumuh semakin padat tingkat huniannya dan semakin
buruk kualitas lingkungannya, ringkasnya semakin kumuh.
Untuk mencapai keberhasilan program peremajaan permukiman kumuh di
perkotaan, perlu ditingkatkan peran dan kemampuan Pemda Tingkat II (untuk DKI
Jakarta, Pemda Tingkat I bersama Wilayah Kota), dan didorong keikutertaan BUMN,
BUMD, Yayasan, Perusahaan Swasta, LSM, LPSM, dan masyarakat luas. Walaupun
pelaksaan peremajaan dapat dilakukan oleh berbagai instansi/badan, namun peran
pemerintah daerah selalu diperlukan untuk kelancaran jalannya proses peremajaan
mulai dari penetapan lokasi yang perlu diremajakan, hasil akhir peremajaan,
pengosongan lingkungan dan pemberian ganti rugi, serta dalam hal tertentu juga
pengelolaan rumah susun hasil peremajaan.
DAFTAR PUSTAKA
Silas Johan. 1995. Perum perumnas Dalam TantanganTugas: Hasil Penelitian 19741994. Perum Perumnas Departemen PU Jakarta.
Pemukim dan Pemukiman Di Wilayah Jakarta. 1997. Dinas Museum dan Sejarah
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.
Komarudin. 1997. Menelusuri Pembangunan Perumahan dan Permukiman. Yayasan
Realestat Indonesia-PT. Rakasindo. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan dan
Permukiman.
PERENCANAAN PEMUKIMAN
10
PERENCANAAN PEMUKIMAN
11