Buletin TATA RUANG Edisi Januari Februari 2012 Gerakan Kota Hijau PDF
Buletin TATA RUANG Edisi Januari Februari 2012 Gerakan Kota Hijau PDF
tataruang
buletin
Surakarta
GERAKAN
KOTA HIJAU
P RO F I L
BARCODE BKPRN
Imam S. Ernawi
PENANGGUNG JAWAB
PENASEHAT REDAKSI
PEMIMPIN REDAKSI
REDAKTUR PELAKSANA
SEKRETARIS REDAKSI
STAF REDAKSI
KOORDINASI PRODUKSI
Angger Hassanah, SH
STAF PRODUKSI
Alwirdan BE
KOORDINASI SIRKULASI
Supriyono S.Sos
STAF SIRKULASI
sekapur
sirih
dari
redaksi
daftar isi
PROFIL TOKOH
04
Imam S. Ernawi
PROFIL WILAYAH
Di awal tahun 2012 ini Buletin Tata Ruang kembali pada edisi pertamanya. Pada edisi
ini Butaru mengangkat topik Green Cities (Kota Hijau), dimana perwujudan Kota Hijau
merupakan sebuah konsep perkotaan dalam upaya menjaga keseimbangan lingkungan
hidup, ekonomi, dan sosial demi generasi mendatang yang lebih baik serta dalam upaya
menjaga keberlangsungan planet bumi. Di sinilah posisi strategis act locally, while
thinking globally tidak hanya sekadar slogan semata.
Pada Profil Wilayah akan ditampilkan Kota Surakarta, yang telah menyelesaikan Perda
RTRW Kota dan juga termasuk kedalam kelompok kota yang sangat antusias untuk
mengimplementasikan Konsep P2KH (Program Pengembangan Kota Hijau). Dalam Topik
Utama edisi kali ini, redaksi mendapat kontribusi artikel dari pemerhati masalah perkotaan
Swedia yaitu Sixten Larsson yang memberikan sumbangan pemikirannya khusus untuk
Bulletin Tata Ruang melalui tulisan dengan judul Planning for Sustainability in Sweden.
Pada edisi ini pula selain artikel tentang Peningkatan Kualitas Lingkungan Melalui
Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim, terdapat artikel RTH dalam Kota Kota Sehat,
artikel Hasil Konferensi Perubahan Iklim-Durban, Kawasan Bentang Laut Papua, artikel
terkait masalah Pending Zone, serta program Mangrove Capital.
Profil Tokoh kali ini menampilkan seorang pemerhati terkait masalah perkotaan dan
penginisiasi kota hijau di Indonesia, Ir. Imam S Ernawi, MCM, yang akan mengungkapkan
berbagai gagasannya, agar kita bisa lebih memberi perhatian pentingnya pengembangan
kota wilayah yang respon terhadap perubahan iklim dalam mewujudkan sustainability.
Pada rubrik wacana kali ini, akan dilontarkan sebuah pandangan kota dapat menggiring
kita menuju sebuah Masa Depan Hijau (Cities can lead us to a Green Future: Low Carbon
Initiatives Make Economic Sense) yang menyatakan bahwa Kota-kota dapat mengambil
peran unggulan (leading role) dalam menggiring dunia menuju masa depan yang lebih
ramah iklim (a more climate-friendly future). Hal ini, lebih jauh dapat dicapai dalam waktu
yang singkat, dan secara praktis tanpa tambahan ongkos/biaya. Dengan investasi hanya
2% dari GDP kota yang modern, karbon rendah, dan efisien energi dalam 10 tahun, akan
mengurangi tingkat emisi karbon kota tersebut sebesar 40% tanpa tambahan biaya,
bahkan dapat menghemat anggaran tahunan sebesar 2,2% dari GDP.
Tulisan dalam Butaru ini ditulis oleh para penulis yang memiliki pengalaman yang
panjang dibidangnya dengan tema-tema yang menarik, sehingga diharapkan pembaca
dapat memperkaya wawasan.
Surakarta
08
TOPIK UTAMA
11
In Sweden
TOPIK UTAMA
Kebijakan Perkotaan
15
TOPIK UTAMA
19
TOPIK UTAMA
24
TOPIK LAIN
30
TOPIK LAIN
TOPIK LAIN
40
TOPIK LAIN
Redaksi
34
44
WACANA
46
To A Green Future
AGENDA
47
profil tokoh
Imam S.
Ernawi
Green waste,
green transportation,
green water,
green energy, dan
green building
merupakan atribut
yang sering kita
sebut sebagai
green infrastructure.
Oleh
karenanya,
Kementerian
Pekerjaan Umum, melalui Ditjen
Penataan
Ruang,
mendorong
terwujudnya kota hijau sebagai
metafora dari kota berkelanjutan, yang
berlandaskan penerapan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan, sekaligus
yang mampu menjawab kebutuhan
dan permasalahan kota/perkotaan
aktual, sekaligus merespon tantangan
perubahan iklim.
Apa visi dan misi pengembangan Kota
Hijau (Green Cities) secara umum?
Misi kota hijau sebenarnya tidak hanya
sekedar menghijaukan kota. Lebih
dari itu, kota hijau dengan visinya yang
lebih luas dan komprehensif, yaitu Kota
yang Ramah Lingkungan, memiliki misi
antara lain memanfaatkan secara efektif
dan efisien sumberdaya air dan energi,
mengurangi limbah, menerapkan
sistem
transportasi
terpadu,
menjamin kesehatan lingkungan, dan
Mensinergikan lingkungan alami dan
buatan, berdasarkan perencanaan
dan perancangan kota yang berpihak
pada prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan baik secara lingkungan,
sosial dan ekonomi secara seimbang.
Kota Hijau dapat diwujudkan apabila
didukung oleh green building
infrastructure
dan
partisipasi
masyarakat (green community).
Bagaimana kontribusi dua hal
tersebut terhadap konsep Kota Hijau?
Menurut saya, terdapat beberapa
atribut untuk mewujudkan kota hijau.
profil tokoh
Hambatan dan
tantangan yang
dihadapi dalam
mewujudkan kota
hijau di Indonesia
dapat dicermati
dalam aspek
Turbinlakwas,
ekonomi, sosial,
lingkungan, tata
kelola dan spasial.
dipersiapkan
yang
harus
profil wilayah
Surakarta
dan Komitmen Hijau
profil wilayah
10
topik utama
Planning for
Sustainability
in Sweden
Oleh: Sixten Larsson
Urban Planner, Visual Communication AB
Sweden
11
topik utama
Environmental sustainability
12
Social sustainability
Economic sustainability
The planning principles that are applied in urban planning in Sweden reflect the
ambitions to promote sustainable development and are found in most visions,
strategies and comprehensive planning.
Integration functional, socio-economic, cultural
Accessibility public transport, cycle paths and walkways, services within walking
distance.
Compact urban structures - higher density, infilling and redevelopment
Mixed development Variation of land uses and activities
Diversity variation of housing types, architectural quality, character and identity.
Public transport emphasis integral part of urban planning, energy efficiency.
Protection of green areas and the natural environment limiting encroachment
into natural areas, providing and conserving green areas within urban structures.
Protection of cultural heritage and the built environment protection of areas and
significant features in the urban environment.
Protection of agricultural land and food production local food production, urban
agriculture and farming.
Local economic development support for businesses, skills development, efficient
communication and good infrastructure.
Safety and security safe walkways, street lighting, surveillance, meeting places,
community involvement.
Conservation of natural resources and assets waste reduction, recycling,
renewable energy, energy efficiency.
13
topik utama
REVIEW
REVIEW
REVIEW
3
2
3
IMPLEMENTING
1
PROGRAMMING
2
PLANNING
an
Protection of a
gr
resources
si
Acces bility
roduction
tecting of C
Pro
ult
lic Transpor
t
Pub
ECONOMIC
&
nergy Energy
eE
E
bl
nc y
R en
e
-Us
cie
ffi
ction, Recyclin
du
g,
Re
ew
a
Re
Wa
ste
ral
ltu
icu
dp
tur
o
fo
itage and Th
Her
e
rban Struc
ntment
nviro
lt E
ui
l
ra
ct U
pa
ng
Co
SUSTAINABLE
Integration
ENVIRONMENTAL
Sa
SOCIAL
eG
Protection Th
Lo
c
mic Develo
o no
pm
Ec
al
cy and Parti
ren
cip
n
tment
viron
En
al
14
t
en
Developme
xed
nt
Mi
a
sp
io
at
Tra
n
Diversity
y an
fet
d Secur
it y
Kebijakan Perkotaan
2010
2050
1,649
3,247
Northeast Asia
805
1,284
South Asia
496
1,261
Central Asia
96
182
Urbanization (%)
41%
64%
Northeast Asia
50%
74%
South Asia
30%
55%
Southeast Asia
42%
65%
Central Asia
52%
67%
Presentase
terhadap Jumlah
Seluruh Kota*)
Kontribusi PDRB
terhadap Total PDRB
Kota Tahun 2008
11,11%
20,37%
15,55%
15,34%
62,22%
7,82%
11,11%
2,37%
15
topik utama
berpenghasilan rendah di kota menjadi masyarakat yang
paling rentan terhadap dampak perubahan iklim karena
keterbatasan sumber daya dan kapasitas yang dimiliki untuk
mengantisipasi dampak-dampak tersebut.
Akibat perubahan iklim permukaan air laut di pesisir Jakarta
diperkirakan akan meningkat 0,57 cm per tahun, sedangkan
penurunan muka tanah sebesar 0,8 cm per tahun. Hal ini
akan berdampak besar pada produktivitas infrastruktur dan
ekonomi perkotaan.
Indonesia
Lampung
Sumatra
Surabaya
Semarang
16
Jakarta
Belawan
Cilacap
0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0
Sea Level Rise (mm/year)
Program-program terkait mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim telah dilaksanakan oleh sektor-sektor pemerintah
pusat, di antaranya :
1.
Program Pengendalian Penyakit dan Kesehatan
Lingkungan (Kementerian Kesehatan)
2. Program Koordinasi Kebijakan Bidang Perekonomian
(Kemenko Perekonomian)
3. Program Pengelolaan SDA dan Program Pembinaan dan
Pengembangan Infrastruktur Permukiman (Kementerian PU)
4. Program Penanggulangan Bencana (BNPB)
5. Program Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan
Hidup (Kementerian LH)
6. Program Penciptaan Teknologi dan Varietas Unggul
Berdaya Saing (Kementerian Pertanian)
7. Program Pengelolaan Sumber Daya Laut, Pesisir dan
Pulau-Pulau Kecil (Kementerian Kelautan dan Perikanan)
8. Program Pengelolaan dan Pelayanan Transportasi Darat
(Kementerian Perhubungan)
9. Program Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan
Desa dan Program Bina Pembangunan Daerah (Kemdagri)
10.
Program Pengembangan Masyarakat dan Kawasan
Transmigrasi (Kemenakertrans)
11.
Program Konservasi Keanekaragaman Hayati dan
Perlindungan Hutan (Kemenhut)
12.
Program Pengelolaan Energi Baru Terbarukan dan
Konservasi Energi (Kemen ESDM)
13. Program Peningkatan Kemampuan IPTEK untuk Penguatan
Sistem Inovasi Nasional (Kemenristek)
14. Program Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
15. Program Penelitian, Penguasaan, dan Pemanfaatan IPTEK
(LIPI)
16.
Program Pengembangan dan Pembinaan Meteorologi,
Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
RPJPN 2005-2025
Kota sebagai suatu
kesatuan kawasan/wilayah
Engine of
growth:
pendorong
pertumbuhan
nasional dan
regional
People
Centered:
tempat tinggal
berorientasi
pada
kenyamanan,
kelayakan huni,
dan kebutuhan
penduduk kota
Visi Perkotaan Nasional adalah terwujudnya kota yang layak huni, berkeadilan,
mandiri, dan berdaya saing secara berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat
perkotaan, sesuai dengan karakter potensi dan budaya lokal pada tahun 2024.
Sementara misinya adalah:
Meningkatkan pemerataan pembangunan kota-kota sesuai fungsinya dalam
sistem perkotaan nasional.
Meningkatkan pengembangan ekonomi kota yang produktif, atraktif, dan
efisien, dengan memanfaatkan potensi unggulan dan daya dukung sumber daya.
Mengembangkan sarana dan prasarana perkotaan yang memenuhi Standar
Pelayanan Perkotaan (SPP) serta mengedepankan pembangunan sosial dan
budaya masyarakat.
Meningkatkan kualitas tata ruang kota yang memperhatikan daya dukung dan
daya tampung lingkungan serta menjamin daya tahan kota terhadap ancaman
bencana dan dampak perubahan iklim.
Meningkatkan kualitas penyelenggaraan tata kelola pemerintahan kota yang
transparan, akuntabel, dan partisipatif serta mengedepankan proses komunikasi
dan interaksi publik dalam perencanaan dan pembangunan kota.
17
topik utama
Upaya Pemerintah Indonesia untuk Mitigasi
dan Adaptasi Perubahan Iklim
Setelah meratifikasi UNFCC 1994 dan Kyoto Protocol 2004,
Pemerintah Indonesia berpartisipasi aktif dalam upaya-upaya
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim baik dalam kerangka
regional maupun internasional. Pada tahun 2010 Pemerintah
Indonesia meluncurkan Indonesia Climate Change
Sectoral Roadmap (ICCSR) 2010-2030, yang disusun untuk
menetapkan tujuan nasional, sasaran sektoral, dan prioritas
upaya-upaya yang berkaitan dengan adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim bagi seluruh sektor. Muatan ICCSR juga telah
diintegrasikan kedalam dokumen-dokumen perencanaan
pembangunan yaitu Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM) 2010-2014 dan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP). Saat ini telah disusun Rancangan Peraturan Presiden
(Raperpres) tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi
Gas Rumah Kaca (RAN-GRK).
RAN-GRK disusun sebagai tindak lanjut komitmen Pemerintah
Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada
tahun 2020 sebesar 26% dari BAU (bussiness as usual) dan
sebesar 41% dengan bantuan internasional. RAN-GRK
berisikan rencana aksi masing-masing bidang yang terkait
erat dengan upaya penurunan emisi gas rumah kaca dalam
mengantisipasi terjadinya perubahan iklim, yaitu bidang
kehutanan dan lahan gambut, pertanian, energi, industri
dan transportasi dan juga bidang pengelolaan limbah.
Untuk pelaksanaan di daerah, RAN GRK direncanakan akan
dijabarkan ke dalam RAD GRK di tingkat provinsi. Indonesia
Climate Change Trust Fund (ICCTF) diresmikan pada tanggal
14 September 2009, dan mulai beroperasi sejak Januari 2010.
ICCTF diharapkan dapat menjadi komplemen dari berbagai
mekanisme pendanaan yang telah ada dan dapat menjadi
alternatif mekanisme pendanaan.
Saat ini ICCTF telah mendanai tiga kegiatan percontohan
(pilot project) yaitu: (1) Riset dan pengembangan manajemen
lahan gambut berkelanjutan (dilaksanakan oleh Kementerian
Pertanian); (2) Konservasi energi pada industri baja dan pulp
kertas (dilaksanakan oleh Kementerian Perindustrian); dan (3)
Penyadaran publik, pelatihan dan pendidikan untuk upaya
mitigasi dan adaptasi perubahan iklim (dilaksanakan oleh
BMKG dengan kolaborasi bersama LIPI, BPPT, Kementerian
Pendidikan Nasional, Kementerian Pertanian, Kementerian
Kelautan dan Perikanan).
Pemerintah Indonesia
berpartisipasi aktif dalam
upaya-upaya mitigasi dan
adaptasi perubahan iklim
baik dalam kerangka regional
maupun Internasional.
18
Ruangdalam
Terbuka
Hijau
Kota yang Sehat
Oleh: Chris. D. Prasetijaningsih1) dan Mufty Riyan2)
19
topik utama
laut Bunaken di Kota Manado, Kabupaten Tana Toraja, dan
Kawasan Nongsa dan Marina di Kota Batam (Kementerian
Kesehatan dan Kementerian Dalam Negeri, Pedoman
Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat, 2005).
Pada tahun berikutnya, 1 Maret 1999, konsep pembangunan
berwawasan kesehatan dicanangkan oleh Presiden BJ
Habibie. Pembangunan berwawasan kesehatan berarti setiap
pembangunan yang dilakukan perlu mempertimbangkan
aspek dan dampak kesehatan. Upaya meningkatkan
kesehatan merupakan tanggung jawab semua sektor,
masyarakat dan swasta. Pengertian Kabupaten/Kota Sehat
adalah suatu kondisi kabupaten/kota yang bersih, nyaman,
aman, dan sehat untuk dihuni penduduk, yang dicapai melalui
terselenggaranya penerapan beberapa tatanan dengan
kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan
pemerintah daerah.
Pada tahun 1999, upaya mewujudkan Kota Sehat, meliputi
tiga aspek, yaitu:
1. Pembuatan, penggunaan dan pemeliharaan sumber air
bersih (sumur gali, sumur pompa, atau air pipa), jamban atau
WC, tempat sampah dan lubang pembuangan sampah, dan
tempat pembuangan air bekas dari dapur dan kamar mandi;
2. Pemeliharaan kebersihan di dalam rumah, di pekarangan,
serta makanan dan minuman (pemilihan bahan makanan,
pengolahan, penyiapan, penyajian, dan penyimpanan);
3. Penggunaan dan penyimpanan pestisida secara benar
(seperti racun nyamuk dan racun hama agar tidak meracuni
manusia, hewan peliharaan atau lingkungan).
Selanjutnya peringkat kota sehat bisa ditetapkan
berdasarkan nilai Indeks Pembangunan Kesehatan
Masyarakat (IPKM). Terdapat 24 indikator yang masuk dalam
IPKM. IPKM adalah indikator komposit yang menggambarkan
kemajuan pembangunan kesehatan yang dirumuskan dari
data kesehatan berbasis komunitas yaitu Riskesdas (riset
kesehatan dasar), PSE (pendataan sosial ekonomi) dan survei
podes (potensi desa) (Triono Soendoro, 2011; http://health.
detik.com/read/2011/04/21/134659/1622759/763/
daftar-kota-paling-sehat-dan-kurang-sehat;
Peraturan
Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan No.
34 tahun 2005)
Pembangunan berwawasan
kesehatan berarti setiap
pembangunan yang dilakukan
perlu mempertimbangkan
aspek dan dampak kesehatan
yang merupakan tanggung
jawab semua sektor,
masyarakat dan swasta.
RUANG TERBUKA HIJAU
Kondisi fisik dari suatu lingkungan perkotaan terbentuk dari
tiga unsur (dinamis) dasar yaitu pepohonan dan organisme di
dalamnya, struktur (kondisi sosial), dan manusia (Grey, 1996).
Gunadi (1995) menjelaskan istilah Ruang Terbuka (open
space), yakni daerah atau tempat terbuka di lingkungan
perkotaan. Ruang Terbuka berbeda dengan istilah ruang
luar (exterior space), yang ada di sekitar bangunan dan
merupakan kebalikan ruang dalam (interior space) di dalam
bangunan. Definisi ruang luar, adalah ruang terbuka yang
sengaja dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu, dan
digunakan secara intensif, seperti halaman sekolah, lapangan
olahraga, termasuk plaza (piazza) atau square. Sedangkan
zona hijau bisa berbentuk jalur (path), seperti jalur hijau
jalan, tepian air waduk atau danau dan bantaran sungai,
bantaran rel kereta api, saluran/jejaring listrik tegangan
tinggi, dan simpul kota (nodes), berupa ruang taman rumah,
taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman, taman
pertanian kota, dan seterusnya. Zona hijau inilah yang
kemudian kita sebut Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Dalam pendefinisian selanjutnya, RTH adalah bagian dari
ruang terbuka yang merupakan salah satu bagian dari
ruang-ruang di suatu kota yang biasa menjadi ruang bagi
kehidupan manusia dan mahkluk lainnya untuk hidup dan
berkembang secara berkelanjutan. Ruang terbuka dapat
dipahami sebagai ruang atau lahan yang belum dibangun
atau sebagian besar belum dibangun di wilayah perkotaan
yang mempunyai nilai untuk keperluan taman dan rekreasi;
konservasi lahan dan sumber daya alam lainnya; atau
keperluan sejarah dan keindahan (Green, 1959).
Ruang terbuka hijau merupakan salah satu bentuk dari
kepentingan umum. Penting untuk disediakan di dalam suatu
kawasan karena dapat memberikan dampak positif berupa
peningkatan kualitas lingkungan sekitarnya dan menjadi
pertimbangan penting dalam menentukan tata guna lahan di
suatu kota (Keeble, 1959). Pendefinisian menurut Permendagri
No.1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau
Kawasan Perkotaan, RTH kawasan perkotaan merupakan
bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang
diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat
ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika.
20
RTH memiliki tiga fungsi dasar, yaitu secara sosial, fisik, dan
estetik (Adams, 1952). Secara sosial, RTH merupakan fasilitas
untuk umum dengan fungsi rekreasi, pendidikan, dan olah
raga. Ruang terbuka hijau kota dapat menjadi tempat untuk
menjalin komunikasi antar masyarakat kota. Sedangkan secara
fisik, RTH berfungsi sebagai paru-paru kota, melindungi sistem
tata air, peredam bunyi, pemenuhan kebutuhan visual, dan
menahan perkembangan lahan terbangun (sebagai penyangga).
Pepohonan dan vegetasi yang ada di ruang terbuka hijau dapat
menghasilkan udara segar dan menyaring debu serta mengatur
sirkulasi udara sehingga dapat melindungi warga kota dari
gangguan polusi udara. Lalu secara estetik, RTH kota berfungsi
sebagai pengikat antar elemen gedung, sebagai pemberi ciri
dalam membentuk wajah kota, dan juga sebagai salah satu unsur
dalam penataan arsitektur perkotaan.
INDIKATOR
Indikator kota sehat yang terkait dengan penyediaan RTH
adalah prevalensi pneumonia, prevalensi asma dan prevalensi
ISPA (Infeksi saluran pernapasan akut). RTH harus 30% dari
luas wilayah kota. Bagian-bagian RTH (Ditjen Penataan Ruang,
2008) selalu mengandung tiga unsur dengan fungsi pokok
RTH, yaitu yang pertama fisik-ekologis, termasuk perkayaan
jenis dan plasma nutfahnya, yang ke dua, ekonomis, yaitu
nilai produktif/finansial dan penyeimbang untuk kesehatan
lingkungan, dan yang ke tiga adalah sosial-budaya, termasuk
pendidikan, dan nilai budaya dan psikologisnya.
21
topik utama
(kearifan lokal) harus seimbang demi generasi mendatang
yang lebih baik. Kota hijau berkorelasi dengan faktor
urbanisasi yang menyebabkan pertumbuhan kota-kota besar
menjadi tidak terkendali bila tidak ditata dengan baik.
Adapun kriteria kota hijau setidaknya memiliki delapan
atribut, yaitu perencanaan dan perancangan kota ramah
lingkungan, ruang terbuka hijau, konsumsi energi yang efisien,
pengelolaan air, pengelolaan limbah, memiliki bangunan
hemat energi, punya sistem transportasi berkelanjutan, dan
pelibatan aktif masyarakat sebagai komunitas hijau (Marhum,
2011). Maka, kota hijau dengan penyediaan RTH akan
menjadikan kota yang lebih baik yaitu kota sehat.
22
Kota Surabaya sebagai salah satu pemenang Indonesia Green Region Award
(IGRA) 2011 (igraaward.com) dapat dijadikan contoh bagaimana lingkungan yang
hijau dibentuk melalui kegiatan atau program berbasis komunitas/masyarakat.
Selain meningkatkan sendiri luas RTH-nya melalui pembangunan/revitalisasi
taman-taman kota, Pemerintah Kota Surabaya juga sadar bahwa peningkatan
kualitas lingkungan akan lebih mudah apabila melibatkan peranserta masyarakat.
Program-program seperti Urban Farming, Surabaya Green and Clean, Surabaya
Berwarna Bunga, dan meningkatkan kembali implementasi 3R (Reuse, Reduce,
Recycle) dalam pengelolaan sampah, dilakukan dalam rangka membentuk kota
hijau yang sehat.
Program-program ini telah meningkatkan RTH yang di bawah 10% menjadi
20,25% (Forum Diskusi Nasional Perkotaan, Bappenas 2011). Walikota Surabaya
No.
Makasar
Kota Sehat *)
Surabaya
Denpasar
Yogyakarta
Padang
Denpasar
Menado
Palangkaraya
Balikpapan
Banda Aceh
Solok
Cimahi
Sukabumi
Sumber:
*) metro.kompasiana.com
**) igraaward.com
Dengan demikian bisa kita simpulkan bila ruang terbuka hijau, sebagai bagian dari
ruang publik, harus berkualitas karena menjadi tempat berkumpul dan berinteraksi
masyarakat, juga menjadi media untuk mengurangi berbagai macam polusi akibat
aktivitas manusia. Ruang terbuka hijau menjadi salah satu elemen penting menuju
Kota Sehat yang dapat mencegah terjadinya penurunan kualitas udara maupun
meningkatnya emisi dari angkutan/mobil, industri, dan lain-lain, serta menjadi
sarana hiburan dan tempat bersantai yang akan meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakatnya.
Krisis RTH sebenarnya berkaitan dengan perencanaan yang tidak memadai, yang
diakibatkan pergulatan antara kepentingan ekonomi versus kepentingan publik,
serta kemampuan mengelola dan melaksanakan rencana yang ada. Perwujudan
Kota Sehat memerlukan inisiatif dari pemerintah kota untuk melakukan kebijakan
dan program pembangunan kota yang bertujuan untuk meningkatkan kondisi
lingkungan dan kesehatan masyarakat. Selain meningkatkan kembali proporsi
RTH di kawasan perkotaan, perwujudan kota sehat juga dapat dilakukan dari
pendekatan di dalam lingkungan masyarakat kota dalam rangka mengembalikan
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan.
Kota sebagai tempat tinggal, harus menjadi ruang yang mampu menyediakan
pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakatnya agar layak huni dan nyaman (people
centered). Kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dapat terwujud melalui
program-program berbasis komunitas (community-based program). Dalam hal ini,
tata ruang harus memastikan terpenuhinya kebutuhan ruang masyarakat, terutama
tersedianya ruang publik berupa Ruang Terbuka Hijau. Penelitian terus menerus
terkait kebutuhan dan kualitas Ruang Terbuka Hijau juga perlu dilakukan untuk
meningkatkan kualitas Rencana Tata Ruang yang sesuai dengan kebutuhan akan
peningkatan kualitas kehidupan masyarakatnya. Karena pada akhirnya keberlanjutan
sebuah kota tidak lagi dilihat dari program atau pembangunan fisiknya, melainkan
tercermin dari kesehatan manusia-manusia di dalamnya.
Referensi:
1) Widyaiswara Madya Penataan Ruang, Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana Bappenas;
chris.dwi3@yahoo.com
2) Sarjana lulusan Perencana Wilayah dan Kota, ITB; riyanmufty@gmail.com
23
topik utama
Kawasan Strategis
Nasional bukan hanya
Jabodetabekpunjur.
Mamminasata,
Mebidangro dan
Sarbagita punya
potensi yang tak kalah
pentingnya secara
nasional.
I. RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN MAMMINASATA (Perpres No. 55 Tahun 2011)
VISI KAWASAN PERKOTAAN MAMMINASATA
Kawasan Perkotaan Mamminasata yang meliputi Kota
Makassar, Kabupaten Maros, Gowa dan Takalar dibentuk
berdasarkan SK Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan Tahun
2003 dengan luas wilayah 246.230 ha. Kawasan Perkotaan
Mamminasata merupakan kawasan pengembangan yang
terbentuk akibat pengembangan Kota Makassar yang
begitu pesat dan menyebabkan terjadinya aglomerasi
antara tiga kota utama lainnya. Secara umum, Kota Makassar
mendominasi semua kegiatan perkotaan di Kawasan
Perkotaan Mamminasata. Maka, Kota Makassar, yang saat ini
juga berkembang sebagai pintu gerbang bagi pembangunan
Indonesia di Kawasan Timur, adalah representasi dari Kawasan
Perkotaan Mamminasata.
Di dalam sistem perkotaan nasional, Makassar sebagai kota
utama dalam lingkup Kawasan Perkotaan Mamminasata
24
25
topik utama
Kemudian dalam pengembangan Kawasan Perkotaan
Mamminasata sebagai pusat orientasi pelayanan berskala
internasional dan penggerak utama bagi Kawasan Timur
Indonesia ada tiga strategi yang dilakukan, yaitu:
1. Mendorong kawasan perkotaan inti dan pusat-pusat
pertumbuhan agar berdaya saing dalam mendukung
pengembangan kawasan perkotaan di sekitarnya,
2. Mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan
yang memiliki nilai ekonomi, sosial, budaya, serta yang
belum terlayani oleh pusat pertumbuhan yang ada,
3. Mendorong terselenggaranya pembangunan Kawasan
Perkotaan Mamminasata secara terpadu melalui koordinasi
lintas sektor, lintas wilayah dan antar pemangku
kepentingan.
Sementara strategi pengembangan Kawasan Perkotaan
Mamminasata sebagai pusat pertumbuhan dan sentra
pengolahan hasil produksi bagi pembangunan kawasan
perkotaan inti dan kawasan perkotaan di sekitarnya adalah:
1. Mendorong pengembangan pusat perdagangan dan jasa,
pusat kegiatan pertanian, pusat kegiatan perikanan, dan
pusat kegiatan pengolahan hasil produksi,
2. Mendorong pengembangan sentra-sentra kawasan
ekonomi baru dalam pengolahan hasil produksi, pertanian,
dan perikanan,
3. Mendorong pembangunan industri strategis kawasan
dengan pemanfaatan sumber daya pesisir dan kelautan,
4. Meningkatkan keterkaitan wilayah penghasil bahan baku
industri dengan kawasan peruntukan industri pengolahan
di Kawasan Perkotaan Mamminasata.
26
Program
Uraian
PengelolaanSampah TPA
Regional
Mamminasata
Pengelolaan Sampah Regional Mamminasata termasuk pabrik pemilahan, pengomposan, TPA (Pattalassang), alat berat, jalan akses, fasilitas
pendukung, stasiun transfer
Program Go Green
Promosi areal hijau dan taman dengan sasaran peningkatan areal hijau
seluas 25.000 ha
Drainase
Kawasan Industri
10
Kawasan MaritimTakalar
11
Pembangunan Monorel
II. RENCANA TATA RUANG METROPOLITAN MEBIDANGRO (Perpres No.62 Tahun 2011)
Kebijakan Tata Ruang Nasional menempatkan Metropolitan
Mebidangro sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) sekaligus
sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) dengan fokus
pengembangan kegiatan ekonomi. Metropolitan Mebidangro
berada di Wilayah Sumatera Bagian Utara yang memiliki
kedudukan strategis terhadap pengembangan Segitiga
Ekonomi Regional Indonesia - Thailand - Singapura (IMT-GT).
Posisinya yang strategis ini menjadi perhatian penting dalam
pengembangan Metropolitan Mebidangro ke depan.
Penguatan kelembagaan
berorientasi pada sinergi program
pembangunan, kepastian hukum
dan perpendekan proses birokrasi
sehingga mampu meningkatkan
gairah investasi di wilayah
Metropolitan Mebidangro.
27
topik utama
Untuk mendukung kebijakan tersebut, maka diambillah lima
langkah strategis pengembangan Kawasan Metropolitan
Mebidangro, yaitu pengembangan koridor ekonomi
internasional Belawan Kuala Namu, pembangunan pusatpusat pelayanan kota baru, revitalisasi pusat kota lama
Medan dan Kawasan Tembakau Deli, pembangunan dan
pemantapan Koridor Hijau Mebidangro, dan pengembangan
Akses Strategis Mebidangro.
Pengembangan Koridor Ekonomi Internasional BelawanKuala Namu dilakukan dengan menata pusat Kota Medan
menjadi pusat kegiatan perdagangan dan jasa, kawasan cagar
budaya, dan kegiatan pariwisata budaya dan buatan. Selain
itu, dilakukan pula penataan kawasan agropolitan tembakau
Deli yang berfungsi sebagai ruang terbuka hijau perkotaan,
wisata buatan, dan trade mark perkotaan Mebidangro.
Selanjutnya yang dimaksud dengan pembangunan pusatpusat pelayanan kota baru adalah membangun pusatpusat pelayanan kota baru yang berfungsi sekunder
dan menghubungkan mereka dengan sistem jaringan
transportasi massal yang dapat menampung serta melayani
sekitar 500.000 jiwa untuk masing-masing pusat pelayanan
sekunder. Di sisi lain, dilakukan pula pengembangan koridor
kegiatan primer berdasarkan skalanya.
III. RENCANA TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN METROPOLITAN SARBAGITA (Perpres No. 45 Tahun 2011)
Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional Menetapkan Kawasan
Perkotaan Denpasar-Badung-Gianyar-Tabanan (Sarbagita)
sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) dan juga sebagai
Kawasan Strategis Nasional. Dalam kaitannya dengan
fungsi kawasan sebagai PKN, maka berdasarkan pasal 14
PP RTRWN, terkait dengan penetapan kriteria PKN, maka
kawasan berpotensi sebagai pintu gerbang internasional
kepariwisataan. Dengan demikian, simpul utama skala
transportasi nasional menjadi aspek yang mendukung
penetapan tersebut.
Terbentuknya wujud fisik Kawasan Perkotaan Sarbagita
disebabkan oleh adanya kegiatan perkotaan yang secara
fisik menyatu akibat kedekatan pusat-pusat perkotaan di
Denpasar, Gianyar dengan pusat perkotaan Gianyar dan
Ubud, Badung dengan kawasan Kuta dan Kota Semarapura
yang akan dikembangkan, juga Tabanan dengan pusat
perkotaan Kediri. Tampilan fisik dan aktivitas perkotaan
sangat menyatu, terutama pada jalan-jalan utama yang
menghubungkan pusat-pusat kegiatan tersebut. Hubungan
ini ditandai dengan makin maraknya perkembangan kegiatan
pemukiman, kegiatan perdagangan dan jasa, kegiatan
pariwisata dan penunjangnya, serta kegiatan penunjang
kegiatan perkotaan lainnya.
28
Lokasi
Sumber Pendanaan
Instansi Pelaksana
Waktu Pelaksanaan
2011 - 2014
Lokasi
Sumber Pendanaan
Instansi Pelaksana
Waktu Pelaksanaan
2011 - 2014
Lokasi
Sumber Pendanaan
Instansi Pelaksana
Waktu Pelaksanaan
2011 - 2014
Listrik
lokasi
Sumber Pendanaan
Instansi Pelaksana
Waktu Pelaksanaan
2011 - 2014
Arahan Perizinan
Arahan Sanksi
Bentuk, nilai, dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif ditetapkan berdasarkan keputusan bersama dalam
kerangka kerja sama antar daerah.
Terwujudnya rencana tata ruang Kawasan Perkotaan Sarbagita tentu saja tak luput
dari pengelolaan Kawasan Perkotaan Sarbagita itu sendiri. Pengelolaan Kawasan
Perkotaan Sarbagita dilaksanakan oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati atau Walikota
sesuai dengan kewenangannya. Pengelolaan Kawasan Perkotaan Sarbagita oleh
Menteri dapat dilaksanakan oleh Gubernur melalui dekonsentrasi dan/atau tugas
pembantuan. Dalam rangka pengelolaan Kawasan Perkotaan Sarbagita, Gubernur
dapat membentuk suatu badan dan/atau lembaga pengelola, sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan, yang disetujui oleh Menteri. Pembentukan tugas,
susunan organisasi, dan tata kerja, serta pembiayaan badan pengelola diatur oleh
Gubernur.
Referensi:
- Buku Populer Perpres Metropolitan Maminasata, Perpres Metropolitan Mebidangro, Perpres Metropolitan
Sarbagita disusun oleh Subdit Pegembangan Perkotaan, Direktorat Perkotaan, Ditjen Penataan Ruang,
Kemen PU.
29
topik lain
KONFERENSI
PERUBAHAN IKLIM
2011 DURBAN
Oleh: Redaksi Butaru
31
topik lain
Terkait pelaporan, terdapat dua pilihan pelaporan
aktivitas komite. Yang pertama menyebutkan bahwa
pertemuan dilakukan paling sedikit dua kali, namun tetap
mempertimbangkan kebutuhan (fleksibel). Sedangkan yang
ke dua, pertemuan dilakukan paling sedikit dua kali dalam
setahun. Isu lainnya yang muncul namun masih terkait
dengan fokus periodesasi pertemuan komite adaptasi ini
adalah implikasinya kepada keuangan.
Dalam pembahasan dan perundingan NAPs, banyak pihak
yang menilai NAPs ini sebagai media untuk mengintegrasikan
kegiatan dan aktivitas adaptasi. Di samping itu, kehadirannya
dapat menjadi pedoman dalam rangka kebutuhan dan
strategi adaptasi yang membutuhkan waktu dan periode
jangka panjang.
Selain itu, banyak juga para pihak yang menegaskan bahwa
isu teknologi adaptasi menjadi salah satu isu penting dalam
upaya memperkuat kapasitas adaptasi. Oleh karena itulah
negara-negara maju diminta untuk membantu penyediaaan
sumber pendanaannya. Kerangka NAPs menilai bahwa
modalities dan guidelines yang akan ditetapkan harus
dikaitkan dengan isu/persoalaan kelembagaan. Dengan
penjelasan tersebut, dibutuhkan adanya penguatan
kerjasama internasional yang mendukung implementasinya.
Negara/kelompok LDC menilai dibutuhkan adanya
pendanaan lingkungan yang merupakan langkah untuk
meningkatkan sumber daya, termasuk untuk mendorong
pelaksanaan NAPs.
Sebagian besar negara berkembang dan kelompok Least
Developed Countries memandang bahwa dalam upaya
membangun program kerja NAPs dibutuhkan adanya
lokakarya mengenai NAPs yang bertujuan membangun
kapasitas dan meningkatkan dukungan teknis terhadap aksi
adaptasi sebagai upaya memperkuat ketahanan. Oleh sebab
itu dibutuhkan pedoman (semacam MRV) untuk mendukung
NAPs. Kelompok negara berkembang (G77 + China) secara
khusus berpesan agar modalities dan pedoman dirancang
agar sesuai, tepat, sederhana, jelas dan bermanfaat untuk
membantu wilayah/kawasan/region yang rentan.
NAPs juga mendukung strategi adaptasi dan upaya
pengurangan resiko bencana (disaster risk reduction), sesuai
dengan hasil laporan IPCC Special report on Managing the
Risks of Extreme Events and Disaster to Advance Climate
Change Adaptation.
32
Paviliun Indonesia
33
topik lain
MENGEMBANGKAN PAPUA
YANG KAYA
Oleh: Ir. Kartika Listriana, MPPM,
Kementerian Kelautan dan Perikanan
35
topik lain
Sampan digunakan para nelayan sebagai sarana transportasi ke areal tangkap
(fishing ground) dengan waktu tempuh selama 0,5 2 jam. Pada umumnya nelayan
menggunakan perahu tanpa motor berupa perahu dayung/sampan/semang dan
perahu motor. Kapasitas mesin motor yang digunakan 15 pk, 25 pk, dan 40 pk.
Umumnya mesin penggerak 40 pk yang dimiliki oleh setiap kampung merupakan
bantuan dari pemerintah. Namun karena harga BBM yang tinggi maka motor
tersebut jarang digunakan.
36
Sementara itu, yang dimaksud Pusat Kegiatan Nasional (PKN) adalah kota yang
mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan internasional
dan mendorong daerah sekitarnya. Kriteria yang menjadikan sebuah kota menjadi
PKN antara lain berpotensi sebagai pintu gerbang ke kawasan internasional dan
mendorong daerah sekitarnya, pusat jasa-jasa pelayanan keuangan/bank yang
cakupan pelayanannya berskala nasional atau provinsi, pusat pengolahan atau
pengumpul barang secara nasional atau provinsi, simpul transportasi secara
nasional atau provinsi, jasa pemerintahan untuk nasional atau provinsi, dan jasa
publik yang lain untuk nasional atau provinsi.
Di dalam PKN, terdapat Pusat Kegiatan Lokal (PKL). Kota yang dikategorikan PKL
adalah kota sebagai pusat jasa, pusat pengolahan dan simpul transportasi yang
melayani satu kabupaten atau beberapa kecamatan, dengan kriteria penentuan
pusat jasa.
Kawasan Konservasi
Terdapat delapan kawasan konservasi perairan nasional
(KKPN) di wilayah kajian Kawasan Bentang Laut Papua, dan
tiga di antaranya telah resmi ditetapkan Menteri kelautan dan
perikanan pada tanggal 3 September 2009. Secara nasional,
delapan kawasan konservasi perairan tersebut, merupakan
kawasan suaka alam dan/atau kawasan pelestarian alam (KSA/
KPA) yang telah diserahterimakan dari Departemen Kehutanan
kepada Departemen Kelautan dan Perikanan tanggal 4 Maret
2009.
Tiga kawasan konservasi perairan yang berada di Kawasan
Bentang Laut Papua yang disinggung di atas adalah: (1)
Suaka Alam Perairan di Kawasan Perairan Kepulauan Raja
Ampat dan laut sekitarnya seluas lebih kurang 60.000 ha,
(KEP. 64/MEN/2009) tentang Penetapan Kawasan Konservasi
Perairan Nasional Kepulauan Raja Ampat dan Laut di
Sekitarnya, di Provinsi Papua Barat; (2) Suaka Alam Perairan
di Kawasan Perairan Sebelah Barat Kepulauan Waigeo, atau
37
topik lain
Hal yang juga harus diingat adalah penetapan KKPN menambah jumlah kawasan
konservasi perairan nasional. Selain itu, sebanyak 35 kawasan konservasi laut daerah
(KKLD) telah dicadangkan melaui SK bupati/walikota, termasuk di antaranya 12 lokasi
yang ada di wilayah Program COREMAP II, seperti: Batam, Bintan, Lingga, Natuna,
Mentawai, Nias, Tapanuli Tengah, Buton, Raja Ampat, Selayar, Pangkep, dan Biak
Numfor. Jika dihitung-hitung, total luasan KKLD secara keseluruhan mencapai 4,6 juta
ha. Data dari Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut (KTNL) menyebutkan
bahwa sampai bulan Mei 2009 tercatat seluas 13,5 juta ha kawasan konservasi laut
di Indonesia. Jumlah ini melampaui target kawasan konservasi, sebagai komitmen
pemerintah indonesia yaitu 10 juta ha kawasan konservasi pada tahun 2010.
Pada dasarnya Luasan kawasan konservasi itu sendiri bukan target utama. Target ke
depan adalah melakukan pengelolaan kawasan konservasi tersebut secara efektif
mendukung pengelolaan perikanan yang berkelanjutan untuk kesejahteraan
masyarakat.
38
Kawasan Lindung
Provinsi
Ket
No.
Kawasan Lindung
Provinsi
Ket
I/B/3
Papua Barat
II/B/1
29
Papua Barat
Papua
II/B/2
30
Papua Barat
I/B/3
Papua
II/B/2
31
Papua Barat
II/B/3
Papua
II/B/2
32
Papua Barat
II/B/3
Papua
II/B/2
33
Papua Barat
II/B/3
Papua
II/B/2
34
Papua Barat
II/B/3
Papua
II/B/2
35
Papua
II/B/3
Papua Barat
I/B/2
36
Papua
I/A/4
Papua Barat
II/B/2
37
Papua
I/A/4
10
Papua Barat
I/B/2
38
Papua Barat
I/A/4
11
Papua Barat
II/B/2
39
Papua Barat
III/B/6
40
Papua Barat
III/B/6
Papua
II/B/6
Papua Barat
II/B/2
41
Papua
II/B/3
42
Papua Barat
II/B/6
14
Papua
II/B/3
15
Papua
II/B/3
43
Papua Barat
II/B/6
16
Papua Barat
I/B/3
17
Papua Barat
II/B/3
18
Papua Barat
II/B/3
19
Papua Barat
II/B/3
20
Papua Barat
I/A/3
21
Papua Barat
II/B/3
22
Papua Barat
II/B/3
23
Papua Barat
I/B/3
24
Papua Barat
II/B/3
25
Papua Barat
I/B/3
26
Papua Barat
II/B/3
27
Papua Barat
II/B/3
28
Papua Barat
II/B/3
12
13
:Tahapan Pengembangan
: Rehabilitasi & Pemantapan Fungsi Kawasan Lindung Nasional
: Suaka Alam Laut
: Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut
: Cagar Alam dan Cagar Alam Laut
: Taman Nasional dan Taman Nasional Laut
: Taman Hutan Raya
: Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut
: Pengembangan Pengelolaan Kawasan Lindung Nasional
: Suaka Alam Laut
: Suaka Margasatwa dan Suaka Margasatwa Laut
: Cagar Alam dan Cagar Alam Laut
: Taman Nasional dan Taman Nasional Laut
: Taman Hutan Raya
: Taman Wisata Alam dan Taman Wisata Alam Laut
: Kawasan Resapan Air
: Pengembangan Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Nasional
: Rehabilitasi & Pemantapan Fungsi Kawasan Taman Buru Nasional
: Pengembangan Pengelolaan Kawasan Taman Buru Nasional
39
topik lain
utama
Pending Zone /
Holding Zone:
Mempercepat
dengan
Menangguhkan.
Oleh: Ir. Chaerudin Mangkudisastra, M.Sc.
Kementerian Kehutanan
USULAN
GUBERNUR
SK TIM
TERPADU
Perubahan
Fungsi
Non
DPCLS
Penetapan
Perubahan KH
oleh Menhut
KAJIAN
Perubahan
Peruntukan
DPCLS
Penetapan
Perubahan KH setelah
persetujuan
DPR RI
Alur proses penelitian terpadu perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan dalam revisi RTRWP
41
topik lain
Dari 22 provinsi,
tujuh di antaranya
telah melewati proses
penelitian terpadu,
dimana dua provinsi
(Kalteng dan Sultra)
masih menunggu proses
persetujuan DPR RI
atas perubahan
peruntukan DPCLS.
Sampai saat ini, dari 33 provinsi di Indonesia, masih 15 provinsi (45%) yang sedang
diproses penyelesaian persetujuan substansi kehutanannya melalui mekanisme
penelitian terpadu. Dari 22 provinsi, tujuh di antaranya telah melewati proses
penelitian terpadu, dimana dua provinsi (Kalteng dan Sultra) masih menunggu
proses persetujuan DPR RI atas perubahan peruntukan DPCLS. Berikut ini disajikan
rekapitulasi progres persetujuan substansi kehutanan dalam revisi RTRWP sampai
dengan Desember 2011.
Tabel. Rekapitulasi perkembangan substansi kehutanan dalam revisi RTRWP sampai Desember 2011.
Selesai Tahun 2011
(18 provinsi)
(15 provinsi)
Ada Perubahan :
1.
2.
3.
4.
Kalsel
Gorontalo
Bengkulu
Papua*
5.
6.
7.
Kalteng**
Sumbar
Sultra**
14.
15.
16.
17.
18.
Sulsel
Jabar
Banten
Jatim
DKI
Lampung
Jateng
DIY
Bali
NTB
NTT
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Maluku Utara
Sulut
Maluku
Kepri
Sumsel
Aceh
Sumut
Sulteng
Papua Barat
Kalbar
Jambi
Babel
Riau
Sulbar
Kaltim
Keterangan:
**) Dalam proses persetujuan DPR; *) Dalam proses penetapan perubahan kawasan hutan.
Penetapan perubahan
kawasan hutan hasil penelitian
terpadu, dan penunjukan
kawasan hutan baru harus
diusahakan untuk selesai
seoptimal mungkin agar dapat
digunakan sebagai persetujuan
substansi kehutanan dalam
Perda Tata Ruang.
43
topik lain
PROGRAM
MANGROVE CAPITAL
Oleh: Redaksi Butaru
Region
Area (ha)
1989
Present (2009)
Sumatera
857.000
576.956
Java
170.500
34.482
Bali Nusra
39.500
34.524
Kalimantan
1.092.000
638.283
Sulawesi
242.027
150.017
Maluku
197.500
178.751
Papua
1.500.000
1.634.003
Total
4.098.527
3.247.016
No.
No.
NAD
Propinsi
22.950.321
18
Jawa Timur
Propinsi
18.253.871
Luas (Ha)
Sumatera Utara
50.369.793
19
DKI Jakarta
500.675
Bengkulu
2.321.870
20
DI Yogyakarta
Jambi
12.528.323
21
Bali
1.925.046
Riau
206.292.642
22
NTT
20.678.450
Kepulauan Riau
54.681.915
23
NTB
11.921.179
Sumatera Barat
3.002.689
24
Sulawesi Utara
12.445.712
Bangka Belitung
64.567.396
25
Gorontalo
12.315.465
Sumatera Selatan
149.707.431
26
Sulawesi Tengah
43.746.508
10
Lampung
10.533.676
27
Sulawesi Barat
3.182.201
11
Kalimantan Barat
149.344.189
28
Sulawesi Selatan
12.821.497
12
Kalimantan Selatan
56.552.064
29
Sulawesi Tenggara
62.506.924
13
Kalimantan Tengah
68.132.451
30
Maluku
139.090.920
14
Kalimantan Timur
364.254.989
31
Maluku Utara
39.659.729
15
Banten
2.936.188
32
Papua Barat
475.734.835
16
Jawa Barat
7.932.953
33
Papua
1.158.268.619
17
Jawa Tengah
4.857.939
INDONESIA
3.244.018.460
0.000
Referensi:
-Paparan Ekosistem Mangrove sebagai Soft Strucuture Pelindung Pantai/Kombinasi Hard Structure dan Soft Structure dalam Perlidungan Pantai, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, pada Mangrove Capital Workshop 2012.
45
Wacana
Cities Can
Lead Us
To A Green Future
Oleh: Redaksi Butaru
Collaborative
The investigation was commisioned by the Center for Low
Carbon Future, a collaborative membership organization
that focuses on whet it calls Sustainabiltiy for Competitive
Advantage. Founded by the universities of Hull, Leeds, Sheffield
and York, it brings together multidisciplinary abd evidencebased research to inform policy-aking and to demnostrate lowcarbon innovations. It says its activities are focused on enegry
systems, smart infrastructure and the circular economy.
The project focused on the importance of decarbonising
cities as part of a strategy to tackle global climate change. It
evaluated the cost and carbon-effectiveness of a wide rane
of low carbon options that could be applied to households,
industry, commerce and transport at the city scale.
A statement on the findings says that the top-line results
from the research showed that investment of two percent of
city scale GDP each year for 10 years would generate direct
annual savings of 2.2 percen of GDP a year. Furthermore,
every 1 billion pound (R12.79 billion) of investment in low
46
agenda
Agenda Kerja
BKPRN
Koordinator
Tahun
Pelaksanaan
Kemen. PU
2012 - 2013
Kemen. PU
2012 - 2013
Kemenhut
No.
Koordinator
Tahun
Pelaksanaan
16
K e m e n h u t
berkoordinasi
dengan BPN dan
Bakosurtanal
2012 - 2013
Penetapan mekanisme dan tata kerja (SOP) sekretariat, Tim Pelaksana dan Pokja BKPRN
Bappenas
2012
18
Bappenas
2012 - 2013
19
Kemenko,
Perekonomian
2012
20
Kemenko, &
kemendagri
2012
21
Kemenko
atau
kemendagri
2013
22
Kemendagri
2012 (Bulan
November)
23
Kemendagri
2012 (bulan
Juni
dan
September)
Bappenas
2012 - 2013
25
Pelaksanaan rapat triwulanan untuk melihat kemajuan pelaksanaan kegiatan BKPRN 2012-2013
Bappenas
2012 - 2013
26
Masing-masing
K/L dilaporkan ke
Kemenko.
2012 - 2013
2012
2013
Kemendagri
2012 - 2013
27
Bappenas
2012
Kemendagri
2012 - 2013
28
Publikasi atau sosialisasi produk studi tentang integrasi antara rencana tata ruang dengan rencana
pembangunan
Bappenas
2012
Kamenhan
2012 - 2013
Bakosurtanal
2012
Penyelesaian NSPK:
- Pedoman Penyusunan RTR KSN;
- Pedoman Pengawasan Penataan Ruang; dll
10
Penyelesaian NSPK:
- Pedoman tentang Tata Cara PeranMasyarakat
dalam Perencanaan Tata Ruang
- Pedoman sinkronisasi peraturan dalam bentuk
SEB kepada Pemda
11
12
13
14
15
Supervisi dan Asistensi Peta RTRW Provinsi/Kabupaten/Kota, RTR Pulau dan KSN
Kemen. PU
danK/L terkait
2012
Kemen. PU
2012
Kemenko,
Perekonomian
2012
31
Kemen. PU
2012
Kemen PU
2012
Kemenko,
Perekonomian
berkoordinasi
dengan
K/L
terkait
2012
32
Kemendagri
2012
LH
2012
Bakosurtanal
2012
KKP
2012
Kemenhut dan
Kemendagri
2012
Bakosurtanal
2012 - 2013
33
47