Anda di halaman 1dari 6

PERAN TENAGA FARMASI DALAM AKREDITASI DI PUSKESMAS

Oleh : Aah Nugraha, M.Sc, Apt


Widyasiwara Upelkes Provinsi Kalimantan Barat
Pendahuluan
Akreditasi merupakan pengakuan formal terhadap kualitas layanan publik yang terdokumentasi dengana
baik. Seiring dengan telah diberlakukanya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Secara umum JKN dibagi
menjadi dua katagori yaitu jaminan bidang kesehatan yang dilaksanakan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial (BPJS). BPJS ini tidak lain dan tidak bukan sebelumnya Askes dan digabung dengan
asuransi PNS/tenaga kerja lain seperti Asuransi kesehatan untuk personil TNI/Polri , juga Jamsostek.
Sedangkan bidang lainnya adalah ketenagakerjaan yang meliputi jaminan hari tua, jaminan kecelakaan
kerja dan jaminan kematian.
Pada era BPJS ini sangat dituntut melakukan pelayanan yang berkualitas, termasuk pelayanan kefarmasian.
Pelayanan kefarmasian mencakup pengelolaan obat, monitroring efek samping dan pemberian
informasi/konseling penggunaan obat kepada pasien. Kegiatan ini dalam dokumen akreditasi
FKTP/Puskesmas terangkum di dalam komponen Upaya Kesehatan Masyarakat.
Bagaimana implementasi pelayanan kefarmasian dalam akreditasi Puskesmas/FKTP? Ini merupakan
tantangan sekaligus peluang sehingga harus disikapi dengan arif dan bijaksana dan senantiasa
menstimulasi adversity quotient(AD) untuk terus berupaya maksimal agar tercapai kualitas layanan
kefarmasian yang prima. Apakah peran tenaga farmasi ini sinergi antara peningkatan peran
dan reward yang diperoleh sebagai sebuah konsekuensi peningkatan volume dan tanggung jawab kerja??
Tentunya kesiapan dan peningkatan kinerja senantiasa dibarengi dengan reward itu adalah sebuah harapan.
Lantas bagaimana seharusnya pelayanan kefarmasian dalam era akreditasi ini dijalankan ? Kesiapan untuk
menjalankan tanggung jawab ini harus dimulai dari komitmen kita sendiri sebagai abdi masyarakat.
Tentunya perlu langkah-langkah pro aktif, inovatif dan produktif melalui upaya setingi- tingginya untuk
mencapainya. Senantiasa mengedepankan profesionalisme dan tanggung jawab profesi (phramaceutical
care). Sesungguhnya reward akan kita peroleh seiring dengan bagaiman fungsi dan peran kita dapat
memberikan dampak yang signifikan terhadap pelayanan yang kita berikan dan bukan hanya sekadar
pujian atau isap jempol belaka. Yang terpenting adalah to learn, to do and to be dalam sebuah pencapaian
yang sinergis dan komprehensif.
Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Primer/Pusksemas
Akreditasi FKTP/Pusksemas merupakan pengakuan secara legal/formal bahwa sistem mutu dan prosedur
sudah berjalan yang dapat dibuktikan dengan kelengkapan dokumen. Tujuan pelaksanaan akreditasi ini
adalah untuk meningkatkan mutu dan kinerja pelayanan Puskesmas. Elemen penilaian dalam akreditasi
Puskesmas meliputi :
Bab I Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas

Bab II Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP).


Bab III Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)
Bab IV Upaya Kesehatan Masyarakat yang Berorientasi Sasaran (UKMBS)
Bab V Kepemimpinan dan Manajemen Upaya Kesehatan Masyarakat
Bab VI Sasaran Kinerja dan MDGs (SKM)
Bab VII Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP)
Bab VIII Manajemen Penunjang Layanan Klinis
Bab IX Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP)
Jenis tenaga kefarmasian
Tenaga kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 terdiri dari :
1.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah
jabatan Apoteker.

2.

Tenaga Teknis Kefarmasian (TTF) adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, ahli Madya Farmasi, analis Farmasi, dan
Tenaga Menegah Farmasi/ Asisten Apoteker.

Pekerjaan dan pelayanan kefarmasian


Pekerjaan kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 adalah pembuatan termasuk
pengendalian mutu Sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau
penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atau resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sedangkan pelayanan kefarmasian merupakan suatu
pelayanan langsung dan bettanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Gambaran pelayanan kefarmasian menjelang era akreditasi
Seiring dengan pemberlakuan sistem Jaminan Sosial Nasional yang sudah diberlakukan per 1
Januari 2014. Peran pelayanan kefarmasian semakin meningkat dalam upaya pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs) melalui penggunaan obat yang rasional (POR). Namun demikian berdasarkan
hasil survey Ditjen Bina Farmasi dan Alkes Kementerian Kesehatan menunjukan bahwa Puskesmas
perawatan yang telah menerapkan pelayanan kefarmasian sesuai standar baru mencapai 25%. Kondisi ini
menggambarkan bahwa sebagian besar Puskesmas perawatan masih belum menerapkan pelayanan
kefarmasian yang baik. Hal ini menjadi penghambat pencapaian pelayanan kefarmasian yang optimal yang
akan tercermin dengan rendahnya tingkat kepuasan dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan
kefarmasian. Dengan demikian perlu upaya keras untuk mewujudkan kualitas pelayanan yang diharapkan.

Berdasarkan fakta di lapangan prosentase Puskesmas perawatan sebagai basis pelayanan primer
yang sudah memiliki tenaga apoteker dan menjalankan pelayanan kefarmasian secara komprehensif baru
sekitar 25% apakah sisanya yang 75 % siap mengikuti lajunya tuntutan jaman atau wait and see? Salah
satu upaya penting dalam mewujudkan peran apoteker adalah pelayanan informasi obat untuk provider/
petugas kesehatan dan pasien dalam rangka meningkatkan Quality of lifepasein sehingga diharapkan
peningkatan kepuasan pasien terhadap layanan kefarmasian dan dapat dirasakan dampak positifnya oleh
masyarakat secara umum. Oleh karena itu perlu ditumbuhkan sikap responsif dan aspek kedisiplinan dan
kepastian waktu yang dibutuhkan untuk melayani secara komprehensif perlu dibuat suatu prosedur tetap
yang berkualitas, teruji dan dapat dipercaya.
Selain itu juga menjalankan peran fungsional Apoteker secara komprehensif. Peran itu merupakan
tugas pokok tentang farmasi klinis. Kegiatan ini terdiri dari pelayanan resep, pemberian informasi obat,
konseling, visite baik mandiri maupun bersama tim, pembuatan sarana informasi, penyuluhan dalam upaya
promosi kesehatan dan home pharmacy care. Tugas lain sebagai peran yang melekat adalah pencatatan dan
pelaporan, monitoring penggunaan obat rasional dan obat generik, adminsitrasi kesalahan penggunaan obat
(medication errors), monitoring efek samping obat, pharmacy record, monitoring, evaluasi dan tindak
lanjut (Kemkes, 2009).
Pelayanan kefarmasian ini tidak lepas dari tanggung jawab profesi kefarmasian (Pharmaceutical
care). Peran Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi administratif perbekalan
farmasi dan alat kesehatan serta pelayanan farmasi klinis. Pelayanan farmasi klinis ini meliputi pelayanan
resep obat, informasi obat, konseling visite mandiri ataupun bersama tim medis, pembuatan sarana
informasi seperti brosur, leaflet, poster, newsletter, promosi kesehatan, home care. Jenis pelayanan
kefarmasian juga merupakan jasa profesional yang dapat diukur dengan melihat dan mempertimbangkan
tingkat kepuasan pasien.
Implementasi peran dan fungsi Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Pusksemas perlu
didukung dan diupayakan semaksimal mungkin dalam upaya pencapaian akreditasi Puskesmas yang
optimal. Hal ini tercermin mulai dari aspek kebijkan, manjerial maupun teknis yang sinergi dari hulu ke
hilir. Namun yang paling penting adalah komitmen kuat dari insan profesi untuk bekerja keras dan
berkarya tanpa pamrih untuk mewujudkan tanggung jawab profesi sebagai upaya dan peran nyata dalam
pembangunan kesehatan secara umum melalui kinerja yang prima dalam pelayanan kefarmasian di
Puskesmas.
Fungsi dan peranan tenaga kefarmasian
Secara umum Peran apoteker melipusti aspek :
1. Manajerial
Fungsi manajerial merupakan kemampuan untuk mengelola kegiatan pelayanan kefarmasian secara
menyelutuh sehingga dapat berjalan secara feisien dan efektif sesuai keweangan porofesi yang melekat.
Standar pelayanan kefarmasian diasarkan pada acuan/pedoman pelayanan kefarmasian menurut Dirjen
Bina Farmasi dan alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Nomor HK.00.DJ.II.924 tahun 2006. Prosedur

tahapan teknis yang harus dilaksanakan secara konsisten dan tepat agar pencapaian target kinerja dapat
dicapai secara optimal sesuai standar prosedur. Standar prosedur opersional adalah prosedur tertulis berupa
petunjuk operasional tentang pekerjaan kefarmasian yang mengacu kepada standar kefarmasian meliputi
fasilitas produksi, ditribusi atau penyaluran , dan pelayan kefarmasian.
Dalam aspek manajerial meliputi administrasi sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan perencenaan
kebutuhan obat, permintaan obat ke Gudang Farmasi, peyimpanan dan pendistribusian ke sub unit dan
kegiatan luar gedung. Sedangkan adminsitrasi resep meliputi pencattan jumlah resep berdasarkan umlah
status pasien, penyimpanan bundel resep selama 3 tahun dan pemusnahan obat rusak, palsu dan kadaluarsa.
2. Fungsional
Peran fungsional Apoteker merupakan tugas pokok tentang farmasi klinis. Kegiatan ini terdiri dari
pelayanan resep, pemberian informasi obat, konseling, visite baik mandiri maupun bersama tim,
pembuatan sarana informasi, penyuluhan dalam upaya promosi kesehatan dan home pharmacy care. Tugas
lain sebagai peran yang melekat adalah pencatatan dan pelaporan, monitoring penggunaan obat rasional
dan obat generik, adminsitrasi kesalahan penggunaan obat (medication errors), monitoring efek samping
obat, pharmacy record, monitoring, evaluasi dan tindak lanjut (Kemkes, 2009)
Kompetensi Apoteker yang dapat dilaksanakan di Puskesmas adalah :
1.

Mampu menyediakan dan memberikan pelayana kefarmasian yang bermutu.

2.

Mampu mengambil keputusan secara profesional

3.

Mampu berkomunikasi yang baik dengan pasien maupun profesi kesehatan lainnya dengan
menggunakan bahasna verbal, nonverbal maupun bahasa lokal.

4.

Selalu belajar sepanjang karier (long life education) baik pada jalur formal maupun informal,
sehingga ilmu dan keterampilan yang dimiliki selalu baru (up to date)

Sedangkan tugas pokok dan fungsi seorang apoteker di Puskesmas menurut Permenkes Nomor
1332/Menkes/Per/X/2002, meliputi :
1.

Pembuatan, pengolahan, mengubah bentuk, pencampuran, penympanan, dan penyerahan obat obat
atau bahan obat.

2.

Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.

3.

Pelayan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi pelayan informasi obat dan
perbekalan farmasi lainnya yang diberikan dokter kepada masyarakat serta pengamatan dan pelaporan
informasi mengenai khasiat, kemanana, bahaya atau mutu obat dan perbekalan farmasi.

Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas


Menurut Permenkes No. 30 tahun 2014, standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas memiliki tujuan :
1.

Meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian

2.

Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian

3.

Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional dalam rangka
keselamatan pasien (patient safety)

Standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai serta
pelayanan farmasi klinis. Pelayanan farmasi klinis meliputi pengkajian resep, penyerahan dan pemberian
infromasi obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, ronde/visite pasien pada Puskesmas rawat
inap, pemantauan dan pelaporan efek samping obat, pemantauan terapi obat dan evaluasi penggunaan obat.
Dalam rangka akreditasi, telusur pengelolaan dan penggunaan obat dilaksanakan berdasarkan telusur
berbasis individual. Hal ini merupakan eksplorasi terhadap proses pengelolaan dan penggunaan obat. fokus
diarahkan pada kemungkinan timbulnya resiko. Hal ini dilakukan untuk mempermudah evaluasi terhadap
kesinambungan pengelolaan dan penggunaan obat mulai dari proses pengadaan sampai monitoring efek
samping obat pada pasien.
Upaya yang perlu dipersiapkan untuk mewujudkan pelayanan farmasi sesuai standar tsb? Segala upaya
seyogyanya dilakukan semaksimal mungkin dengan senantiasa mengedepankan tanggung jawab profesi
(pharmaceutical care) dalam upaya peningkatan kualitas hidup pasien dalam era ini. Harapan ke depan
adalah mari kita bahu membahu, membangun pelayanan kefarmasian yang lebih dapat dirasakan oleh
masyarakat secara umum, karena kualitas layanan adalah hak mutlak yang harus diperoleh oleh segenap
masyarakat Indonesia tidak pandang bulu.
Untuk mewujudkan sistem dan prosedur dapat berjalan maka perlu dituangkan suatu pedoman mutu,
ketentuan dan standar prosedur operasional (SPO) yang baku mengacu pada Pedoman dan instrumen
akreditasi Puskesmas sebagai Fasilitas Pelayaan Kesehatan Tingkat Primer. Menurut UU No. 29 tahun
2004, SPO merupakan suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan
proses kerja rutin tertentu.
Pedoman pelayanan farmasi meliputi pengorganisasian, standar SDM, fasilitas, tata laksana pelayanan
farmasi, logistik pelayanan farmasi, kendali mutu dan keselamatan pasien, keselamatan karyawan farmasi.
Sedangkan SPO pelayanan kefarmasian yang disusun meliputi peresepan obat, pelayanan rawat inap dan
rawat jalan, penyediaan dan penggunaan obat, pengendalian dan penilaian penyediaan dan penggunaan
obat, pelayanan obat untuk 7 hari 24 jam pada Puskesmas dengan rawat darurat, monitoring peresepan
sesuai formularium. Selain itu juga SPO efek samping obat, riwayat alergi, obat yang dibawa pasien rawat
inap, MESO, pelayanan obat psikotropik dan narkotik, pengedalian dna pengawasan penggunaan
psikotropik dan narkotik serta pelaporan kesalahan pemberian obat dan pelaporannya (Kejadian Tidak
Diharapkan, Kejadian Nyaris Cidera).
Semoga sukses dan terwujud pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia melalui terciptanya universal
coverage untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Amiiin.
Simpulan

Tenaga kefarmasian merupakan bagian integral dalam proses akreditasi sehingga harus memberikan
layanan kefarmasian yang berkualitas sesuai standar dan mengacu pada perkembangan terkini dalam upaya
mewujudkan tanggung jawab profesi secara komprehensif.
Menyiapkan diri sedini mungkin dengan komitmen, keingintahuan, kemauan dan kemampuan untuk
membangun pelayanan kefarmasian yang prima dalam upaya mewujudkan MDGs.
REFERENSI :
Undang undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan
Peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian
Permenkes No. 30 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di Puskesmas
Permenkes No. 75 tahun 2014 tentang Puskesmas.

Anda mungkin juga menyukai