Anda di halaman 1dari 173

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

BIDANG FARMASI RUMAH SAKIT


DI
RSI SULTAN AGUNG SEMARANG
PERIODE 03 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2018

Disusun Oleh :

Fani Kuroidah, S.Farm. 175020078


Puput Setia Ningsih, S.Farm. 175020079
Anis Mahmudah, S.Farm. 175020097
Wa Ode Sitti Sukryana, S.Farm. 175020109
Fitri Linda Rahmawati, S.Farm. 175020116
Adillina Taufikarani, S.Farm. 175020124
Like Natalia Safitri, S.Farm 175020132
Yani Fatmawati, S.Farm 175020144
Ulfa Risalatul Mukaromah, S.Farm 175020147

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PRAKTEK KERJA
PROFESI APOTEKER BIDANG RUMAH SAKIT
Di

Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang Periode


03 SEPTEMBER – 31 OKTOBER 2018

Laporan Ini Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk


Memperoleh Gelar Apoteker Pada
Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang

Disetujui oleh :
Pembimbing PKPA

Pembimbing Fakultas Pembimbing Lapangan

Ririn Lispita W, M.Si., Med., Apt. Ida Ayu Ariessanti, S.Farm., Apt.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.


Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah melimpahkan rahmat, nikmat, dan pengertian-Nya sehingga penyusun
dapat menyelesaikan laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSI Sultan
Agung Semarang periode 3 September – 31 Oktober 2018 dapat terselesaikan
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam melaksanakan praktik kerja
profesi apoteker dan penyusunan laporan ini tidak akan terselesaikan tanpa
adanya bantuan dari berbagai pihak, baik yang terlibat langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan hati pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada:
1. Ibu Aqnes Budiarti, M. Sc., Apt, selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Wahid Hayim Semarang.
2. Bapak Yance Anas, M.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Profesi
Apoteker Universitas Wahid Hasyim Semarang
3. dr. H Masyhudi, AM, M.Kes., Direktur RSI Sultan Agung Semarang yang telah
mengizinkan kami melaksanakan praktik kerja profesi apoteker ini.
4. Ida Ayu Ariessanti, S.Farm., Apt., Kepala Instalasi Farmasi RSI Sultan
Agung Semarang yang telah memberikan sebagian waktu, tenaga dan
ilmunya yang berharga untuk memberikan arahan, saran, dorongan, masukan
dan bimbingan dengan sabar hingga terselesaikannya laporan praktik kerja
profesi apoteker ini.
5. Ririn Lispita W, M.Si., Med., Apt. selaku Dosen pembimbing PKPA yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, saran dan masukan
yang sangat membangun dalam pelaksanaan praktik kerja profesi apoteker dan
penyusunan laporan ini.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
ii
6. Segenap apoteker, asisten apoteker, dan karyawan Instalasi Farmasi RSI
Sultan Agung Semarang yang telah menerima dan membantu mahasiswa
dalam pelaksanaan praktik kerja profesi apoteker.
7. Bapak dan ibu serta segenap keluarga dan rekan-rekan yang telah memberi
dukungan moral dan material selama praktik kerja profesi apoteker
berlangsung.
8. Serta semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang telah
membantu sehingga praktik kerja profesi apoteker dapat berjalan dengan
sukses dan lancar hingga tersusunnya laporan ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini jauh dari kesempurnaan dan

tidak lepas dari kesalahan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran

yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini. Besar harapan kami,

semoga laporan ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di

bidang kefarmasian dan menjadi bekal untuk pengabdian profesi Apoteker. Terima

kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Semarang, November 2018

Penulis

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
iii
DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ..................................................................................................... i


Kata Pengantar ............................................................................................................... . ii
Daftar Isi ................................................................................................................. ............ iv
Daftar Gambar .................................................................................................................. vi
Daftar Tabel ....................................................................................................................... vii
Daftar Lampiran ............................................................................................................ .. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker ..................................................... 5
C. Manfaat Praktek Kerja Profesi Apotek ....................................................... 6
BAB II TINJAUAN UMUM
A. Organisasi RS dan FRS ................................................................................... 7
B. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alkes dan, Bahan Medik Habis

Pakai di Rumah Sakit ...................................................................................... 18

C. Sistem Pengendalian Mutu (Audit Internal) pada IFRS ........................ 31


D. Peran Fungsional Apoteker di Rumah Sakit ............................................. 33

F. Penanganan Limbah Rumah Sakit ............................................................... 51

BAB III HASIL PKPA DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN


AGUNG DAN PEMBAHASAN

A. Hasil PKPA di Rumah Sakit Islam Sultan Agung .................................. 78


B. Pembahasan ....................................................................................................... . 89
1. Kegiatan PKPA di Depo Logistik …………………………...... 90
2. Pelayanan Farmasi Klinik RSI Sultan Agung…...........…….....115

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
iv
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 159
B. Saran ................................................................................................................... 160

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….......162

LAMPIRAN...................................................................................................164

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
v
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Struktur Organisasi RSI Sultan Agung Semarang.....................85
Gambar 2. Struktur organisasi IFRS di Rumah Sakit Islam Sultan
Agung Semarang ................................................................................... .88
Gambar 3. Alur pelayanan logistik farmasi ......................................................... 99
Gambar 4. Foto label obat NORUM ...................................................................... 99
Gambar 5. Foto label obat kewaspadaan tinggi .................................................. 100
Gambar 6. Distribusi logistik farmasi .................................................................... 108
Gambar 7. Alur distribusi logistik ke depo farmasi ............................................109
Gambar 8. Alur pelayanan obat di depo farmasi rawat jalan
untuk pasien JKN......................................................................... .......... 117
Gambar 9. Alur pelayanan di depo farmasi IGD pasien Rawat Jalan ...........119
Gambar 10. Alur pelayanan di depo farmasi Rawat Inap ................................... 128
Gambar 11. Alur pelayanan di depo farmasi ICU ................................................ 129
Gambar 12. Alur pelayanan di depo farmasi Inap MCEB ................................. 131
Gambar 13. Alur pelayanan di depo farmasi Kamar Operasi .............................132
Gambar 14. Alur rekonstitusi obat sitostatika ........................................................ 146

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
vi
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Kategori Limbah dan Lambangnya .........................................................76


Tabel II. Contoh Daftar Obat Norum ..................................................................... 101
Tabel III. Contoh Daftar Obat Kewaspadaan Tinggi .......................................... 103

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
vii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Islam Sultan Agung............... 165


Lampiran 2. Struktur Organisasi IFRS Rumah Sakit Islam Sultan Agung......166
Lampiran 3. Surat Order Pembelian ......................................................................... 167
Lampiran 4. Label High Alert dan Label Norum ................................................. 168
Lampiran 5. Ceklist Penerimaan Obat ..................................................................... 169
Lampiran 6. Formulir Anfrah Perbekalan Farmasi .............................................. 170
Lampiran 7. Formulir Serah Terima Barang Bersuhu 2-80C dan Vaksin .....171

Lampiran 8. Faktur ..........................................................................................................172


Lampiran 9. Surat Pesanan Obat Narkotika ............................................................ 173
Lampiran 10. Surat Pesanan Obat Psikotropik ........................................................ 174
Lampiran 11. Surat Pesanan Obat Prekursor ........................................................... 175
.
Lampiran 12 Resep Obat dan Copy Resep.......................... ..................................... 176
Lampiran 13. Etiket Obat......................................................................................... 177
Lampiran 14. Daftar Obat High Alert ........................................................................ 178
Lampiran 15. Daftar Obat NORUM ........................................................................... 179

Lampiran 16. Formulir Tambahan Rekonstitusi Sitostatika dan Ceklis


Kelengkapan Pasien Sitostatika ........................................................ 180
Lampiran 17. Formulir Program Rekonstitusi Sitostatika dan Label
Rekonstitusi Sitostatik......................................................................... 183
Lampiran 18. Lemari Psikotropik Narkotik dan High Alert............................... 184
Lampiran 19. Telaah Resep ......................................................................................... 185
Lampiran 20. Surat Pesanan Obat atau Alkes ........................................................ 186
Lampiran 21. Laporan Penggunaan Obat Narkotik .............................................. 187

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
viii
Lampiran 22. Contoh Kwitansi Rumah Sakit Islam Sultan Agung ................. 188

Lampiran 23. Formulir BMHP Anastesi Depo IBS............................................... 189


Lampiran 24. Formulir BMHP Bedah Depo IBS ................................................... 190
Lampiran 25. Formulir Stok Resusitasi .................................................................... 191
Lampiran 26. Formulir Stok ICU ................................................................................ 192
Lampiran 27. Formularium Pemantauan Pengobatan ........................................... 193
Lampiran 28. Formulir Rekonsiliasi Obat ................................................................ 194
Lampiran 29. Formulir Monitoring Efek Samping Obat ..................................... 195
Lampiran 30. Formulir Stock Opname dan Blangko Cek Suhu ......................... 196
Lampiran 31. Tugas PKMRS (Posyandu)............ ................................................197
Lampiran 32. Tugas Pelayanan Informasi Obat .................................................... 200
Lampiran 33. Tugas PKMRS (Siaran Radio)................................................ 202
Lampiran 34. Tugas Buku Saku Individu ................................................................. 204
Lampiran 35. Tugas Buku Saku Kelompok ............................................................. 207
Lampiran 36. Tugas Kasus Viste Bangsal .............................................................. 208
.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
ix
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktek Kerja Profesi Apoteker

Kesehatan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia dan merupakan

modal setiap warga negara dan setiap bangsa dalam mencapai tujuannya dan

mencapai kemakmuran. Seseorang tidak bisa memenuhi seluruh kebutuhan

hidupnya jika dia berada dalam kondisi tidak sehat. Sehingga kesehatan

merupakan modal setiap individu untuk meneruskan kehidupannya secara layak

(Menteri Kesehatan, 2016). Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun

2009 kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual

maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara

sosial dan ekonomi.

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang

optimal bagi masyarakat. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman

dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit.

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Menteri Kesehatan RI, 2004).

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018

1
2

Rumah sakit merupakan sarana kesehatan yang menjadi rujukan pelayanan

kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat

penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Hal tersebut diperjelas dalam Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang rumah sakit yang

menyebutkan bahwa pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan

yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Rumah sakit juga

merupakan sarana yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan yang

berfungsi sebagai tempat pendidikan bagi tenaga kesehatan dan kegiatan

penelitian. Salah satu unit yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan

rumah sakit adalah Instalasi Farmasi. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

adalah suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah sakit yang berada

dibawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang apoteker

yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten

secara profesional dan merupakan tempat atau fasilitas penyelenggaraan yang

bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan kefarmasian yang

ditunjukkan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar dan Lia, 2004).

Apoteker adalah tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan

kewenangan dalam bidang kefarmasian sehingga berperan penting dalam

pelayanan farmasi pada khususnya. Apoteker dalam melaksanakan kegiatannya

pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi kepada pelayanan

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
3

pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis

Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat termasuk

pelayanan farmasi klinik. Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit meliputi 2 (dua)

kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan Sediaan

Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan pelayanan

farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh sumber daya manusia,

sarana, dan peralatan. Apoteker khususnya yang bekerja di Rumah Sakit dituntut

untuk merealisasikan perluasan paradigma Pelayanan Kefarmasian dari orientasi

produk menjadi orientasi pasien. Untuk itu kompetensi Apoteker perlu

ditingkatkan secara terus menerus agar perubahan paradigma tersebut dapat

diimplementasikan. Apoteker harus dapat memenuhi hak pasien agar terhindar

dari hal-hal yang tidak diinginkan termasuk tuntutan hukum (Menteri Kesehatan,

2016).

Apoteker bertanggung jawab terhadap pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai di Rumah Sakit yang menjamin seluruh

rangkaian kegiatan perbekalan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan

Medis Habis Pakai sesuai dengan ketentuan yang berlaku serta memastikan

kualitas, manfaat, dan keamanannya. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat

Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu siklus kegiatan,

dimulai dari pemilihan, perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
4

administrasi yang diperlukan bagi kegiatan Pelayanan Kefarmasian (Menteri

Kesehatan, 2016).

Kegiatan Pelayanan Farmasi Klinik dilakukan oleh Apoteker di rumah

sakit antara lain; melakukan pengkajian dan pelayanan Resep, penelusuran

riwayat penggunaan Obat, rekonsiliasi Obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO),

konseling, visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat

(MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO), dispensing sediaan steril dan

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD). Upaya dalam mempersiapkan

Apoteker yang mampu memberikan pelayanan kefarmasian sesuai PMK No 72

tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, calon

apoteker muda di berikan kesempatan untuk Praktik Kerja Profesi Apoteker

(PKPA) di Rumah Sakit (Menteri Kesehatan, 2016)

Untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, keterampilan, dan keahlian

di bidang kefarmasian, serta untuk mempersiapkan calon apoteker memasuki

dunia kerja sebagai tenaga farmasi yang kompeten dan profesional, maka

dilaksanakan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

(RSISA) Semarang. Rumah Sakit Islam Sultan Agung merupakan rumah sakit

swasta tipe B yang berupaya memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan, pendidikan, penelitian dan keagamaan diseluruh disiplin ilmu untuk

memfasilitasi calon apoteker ikut serta mengamati kegiatan pelayanan farmasi

klinis dan pengelolaan perbekalan farmasi yang dilakukan oleh apoteker praktisi.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
5

Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

dilaksanakan pada periode 3 september – 31 Oktober 2018.

B. Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker

Tujuan dilaksanakan PKPA di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

antara lain :

1. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran, fungsi, posisi, dan

tanggung jawab Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit

2. Memberikan gambaran nyata tentang permasalahan pekerjaan kefarmasian di

Rumah Sakit.

3. Membekali calon apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, ketrampilan

dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Rumah

Sakit.

4. Memberikan kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan

mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam

rangka pengembangan praktek farmasi komunitas di Rumah Sakit.

5. Mempersiapkan calon apoteker dalam memasuki dunia kerja sebagai tenaga

farmasi yang profesional. Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
6

C. Manfaat Praktek Kerja Profesi Apoteker

Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan pkpa ini antara lain :

1. Mengetahui, memahami tugas dan tanggung jawab Apoteker dalam

pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit.

2. Mendapatkan pengetahuan tentang aplikasi ilmu manajemen di Rumah Sakit.

3. Mendapatkan pengalaman praktis mengenai pekerjaan kefarmasian di Rumah

Sakit.

4. Meningkatkan rasa percaya diri untuk menjadi Apoteker yang profesional.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Organisasi Rumah Sakit dan Farmasi Rumah Sakit

1. Klasifikasi rumah sakit

Klasifikasi Rumah Sakit merupakan pengelompokkan kelas Rumah

Sakit berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, perbedaan yang

bertingkat mengenai kemampuan pelayanan kesehatan yang dapat disediakan

dan kapaitas sumber daya organisasi. Berdasarkan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia nomor 340 tahun 2010 tentang klasifikasi

Rumah Sakit, Rumah Sakit umum dapat diklasifikasikan berdasarkan

beberapa kriteria yaitu seperti pelayanan, sumber daya manusia, peralatan,

sarana dan prasarana, administrasi dan manajemen (Menteri Kesehatan RI,

2010).

Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit Umum

dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)

Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 5 (lima) Pelayanan Spesialis

Penunjang Medik, 12 (dua belas) Pelayanan Medik Spesialis Lain dan

13 (tiga belas) Pelayanan Medik Sub Spesialis. Jumlah tempat tidur

yang dimiliki minimal 400 (empat ratus) buah.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September - 30 Oktober 2018

7
8

b. Rumah Sakit umum kelas B adalah rumah sakit yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)

Pelayanan Medik Spesialis Dasar, 4 (empat) Pelayanan Spesialis

Penunjang Medik, 8 (delapan) Pelayanan Medik Spesialis Lainnya dan

2 (dua) Pelayanan Medik Subspesialis Dasar. Jumlah tempat tidur yang

dimiliki minimal 200 (dua ratus) buah.

c. Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 4 (empat)

Pelayanan Medik Spesialis Dasar dan 4 (empat) Pelayanan Spesialis

Penunjang Medik. Jumlah tempat tidur dimiliki minimal 100 (seratus)

buah.

d. Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit yang mempunyai

fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit 2 (dua)

Pelayanan Medik Spesialis Dasar. Jumlah tempat tidur dimiliki minimal

50 (lima puluh) buah.

2. Struktur organisasi rumah sakit

Pengaturan pedoman organisasi Rumah Sakit betujuan untuk

mewujudkan organisai Rumah Sakit yang efektif, efisien, dan akuntabel daam

rangka mencapai visi dan misi Rumah Sakit sesuai tata kelola perusahaan

yang baik dan tata kelola klinis yang baik. Berdasarkan Peraturan Presiden

Republik Indonesia nomor 77 tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi

Rumah Sakit, organisasi Rumah Sakit terdiri atas kepala rumah sakit atau
Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
9

direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur

penunjang medis, unsur administrasi umum dan keuangan, komite medis dan

satuan pemeriksaan internal.

3. Panitia farmasi dan terapi

Panitia Farmasi dan Terapi merupakan organisasi yang mewakili

hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi serta tenaga

kesehatan lainnya. Panitia Farmasi dan Terapi mempunyai unit kerja dalam

memberikan rekomendasi kepada pimpinan Rumah Sakit mengenai kebijakan

penggunaan obat di Rumah Sakit yang anggotanya terdiri dari dokter yang

mewakili semua spesialisasi yang ada di Rumah Sakit, Apoteker Instalasi

Farmasi, serta tenaga kesehatan lainnya apabila diperlukan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun 2016

tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, panitia farmasi dan terapi

dapat diketuai oleh seorang dokter atau seorang Apoteker, apabila diketuai

oleh dokter maka sekretarisnya adalah Apoteker, namun apabila diketuai oleh

Apoteker, maka sekretarisnya adalah dokter.

Panitia Farmasi dan Terapi mempunyai kewajiban sebagai berikut :

a. Memberikan rekomendasi pada pimpinan rumah sakit untuk mencapai

budaya pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional.

b. Mengkoordinir pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, formularium

rumah sakit, pedoman penggunaan antibiotika dan lain-lain.

c. Melaksanakan pendidikan dalam bidang pengelolaan dan penggunaan


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
10

obat terhadap pihak-pihak yang terkait.

d. Melaksanakan pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat dan

memberikan umpan balik data hasil pengkajian tersebut.

e. Mengkoordinir penatalaksanaan medication error.

f. Menyebarluaskan informasi terkait kebijakan penggunaan obat di rumah

sakit.

Fungsi dan Ruang lingkup Panitia Farmasi dan Terapi adalah sebagai

berikut :

a. Mengembangkan Formularium dan merevisinya.

b. Mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau

dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis

c. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di RS termasuk kategori

khusus.

d. Membantu Instalasi Farmasi dalam mengembangkan tinjauan

kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan

obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun

nasional.

e. Mengkaji Medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan

terapi, untuk meningkatkan rasionalitas penggunaan obat.

f. Mengumpulkan dan meninjau laporan efek samping obat.

g. Menyebarkan Ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf

medis dan perawat.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
11

4. Struktur organisasi farmasi rumah sakit

Pengorganisasian Rumah Sakit harus dapat menggambarkan

pembagian tugas, koordinasi kewenangan, fungsi dan tanggung jawab

Rumah Sakit. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 72 tahun

2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, instalasi

Farmasi merupakan unit pelaksana fungsional yang menyelenggarakan

seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. Pengorganisasian

Intalasi Farmasi harus mencakup penyelenggaraan pengelolaan sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai. Organisasi Instalasi

Farmasi harus didesain dan dikembangkan sedemikian rupa agar faktor-

faktor teknis, administrasi dan manusia yang mempengaruhi mutu produk

dan pelayanannya dapat terkendali.

5. Standar pelayanan farmasi rumah sakit

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan Rumah Sakit yang berorientasi

kepada pelayanan pasien, penyediaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan

Bahan Medis Habis Pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan

masyarakat termasuk pelayanan farmasi klinik. Menurut Peraturan Menteri

Kesehatan nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di

Rumah Sakit, pelayanan farmasi mempunyai beberapa tujuan sebagai

beriku:

a. Meningkatkan mutu Pelayanan Kefarmasian

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
12

b. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan

c. Melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan Obat yang tidak

rasional dalam rangka keselamatan pasien (patient safety)

6. Akreditasi rumah sakit

Akreditasi merupakan pengakuan terhadap mutu pelayanan rumah

sakit, setelah dilakukannya penilaian bahwa rumah sakit telah memenuhi

standar akreditasi. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia nomor 34 tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit, standar

akreditasi merupakan pedoman yang harus dipenuhi oleh rumah sakit dalam

meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien. Terdapat beberapa

lembaga akreditasi di Indonesia, yaitu:

a. Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS)

KARS merupakan suatu Lembaga dalam negeri yang dibentuk

oleh Menteri Kesehatan untuk membantu Kementerian Kesehatan

dalam pelaksanaan teknis akreditasi dan bekerja secara independen.

sebagai pelaksana akreditasi RS yang bersifat fungsional dan non-

struktural.

KARS mempunyai tugas yaitu sebagai berikut :

1) Merumuskan kebijakan dan tata laksana akreditasi RS

2) Menyusun peraturan internal Rumah Sakit

3) Menetapkan status akreditasi

4) Menyelenggarakan pendidikan, pelatihan dan pembimbingan


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
13

serta pengembangan dibidang akreditasi dan mutu pelayanan

Rumah Sakit

5) Melakukan sosialisasi dan promosi kegiatan akreditasi

6) Melakukan monitoring dan evaluasi dalam bidang akreditasi

Rumah Sakit

7) Melakukan pencatatan dan pelaporan kegiatan akreditasi Rumah

Sakit

b. Joint Commission International (JCI)

JCI merupakan merupakan suatu lembaga independen Luar

Negeri yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan sebagai

pelaksana Akreditasi Internasional. JCI menjadi badan akreditasi non

profit yang berpusat di Amerika Serikat.

Pengaturan akreditasi mempunyai beberapa tujuan sebagai

berikut :

1) Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan melindungi

keselamatan pasien rumah sakit.

2) Meningkatkan perlindungan bagi masyarakat, sumber daya

manusia di rumah sakit dan rumah sakit sebagai intitusi.

3) Mendukung program pemerintah di biang kesehatan.

4) Meningkatkan profesionalisme rumah sakit Indonesia di mata

Internasional.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
14

Akreditasi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia nomer 34 Tahun 2017 dibedakan atas dua, yaitu dari akreditasi

nasional dan akreditasi internasional.

a. Akreditasi Nasional

Penetapan status Akreditasi nasional dilakukan oleh lembaga

independen pelaksana akreditasi berdasarkan rekomendasi dari surveior

akreditasi. Penyelenggaraan akreditasi nasional meliputi persiapan

akreditasi, bimbingan akreditasi, pelaksanaan akreditasi dan kegiatan

pasca akreditasi.

b. Akreditasi Internasional

Rumah sakit yang telah mendapatkan status akreditasi

internasional wajib melaporkan status akreditasinya kepada Menteri.

Akreditasi internasional hanya dapat dilakukan oleh lembaga

independen penyelenggara akreditasi yang sudah terakreditasi oleh

International Society for Quality in Health Care (ISQua).

Pembinaan dan pengawasan dilakukan Menteri melalui

Direktur Jenderal melakukan pembinaan dan pengawasan dalam

penyelenggaraan Akreditasi. Pembinaan dan pengawasan dilakukan

dengan mengikutsertakan Pemerintah Daerah, Badan Pengawas Rumah

Sakit dan Asosiasi Perumah sakitan.

Menurut buku standar nasional akreditasi rumah sakit tahun 2018,

standar akreditasi rumah sakit mempunyai 16 bab kriteria yang

digunakan sebagai penilaian survei terhadap akreditasi rumah sakit.


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
15

Berikut ini 16 bab kriteria yaitu :

a. Sasaran Keselamatan Pasien (SKP)

b. Akses ke Rumah Sakit dan Kontinuitas (ARK)

c. Hak Pasien dan Keluarga (HPK)

d. Asesmen Pasien (AP)

e. Pelayanan Asuhan Pasien (PAP)

f. Pelayanan Anestesi dan Bedah (PAB)

g. Pelayanan Kefarmasian dan Penggunaan Obat (PKPO)

h. Manajemen Komunikasi dan Edukasi (MKE)

i. Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien (PMKP)

j. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

k. Tata Kelola Rumah Sakit (TKRS)

l. Manajemen Fasilitas dan Keselamatan (MFK)

m. Kompetensi & Kewenangan Staf (KKS)

n. Manajemen Informasi dan Rekam Medis (MIRM)

o. Program Nasional (menurunkan angka kematian ibu dan bayi

serta meningkatkan angka kesehatan ibu dan bayi, menurunkan

angka kesakitan HIV/AIDS, menurunkan angka kesakitan

tuberkulosis, pengendalian resistensi antimikroba dan pelayanan

geriatri)

p. Integrasi Pendidikan Kesehatan dalam Pelayanan Rumah Sakit

(IPKP)

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
16

Menurut buku standar nasional akreditasi rumah sakit tahun 2018,

klasifikasi akreditasi rumah sakit terbagi menjadi 2 yaitu :

a. Rumah Sakit Pendidikan

Akreditasi rumah sakit pendidikan mempunyai beberapa tingkatan

akreditasi, yaitu :

1) Tidak lulus akreditasi

Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 16 bab yang di

survei mendapat nilai kurang dari 60 %. Rumah sakit tidak lulus

akreditasi dapat mengajukan akreditasi ulang setelah rekomendasi

dari surveior dilaksanakan.

2) Akreditasi tingkat dasar

Rumah sakit mendapatkan sertifikat akreditasi tingkat dasar

bila dari 16 bab yang di survei hanya 4 bab, dimana salah satu

babnya adalah Institusi pendidikan pelayanan kesehatan,

mendapatkan nilai minimal 80 % dan 12 bab lainnya tidak ada

yang mendapatkan nilai dibawah 20 %.

3) Akreditasi tingkat madya

Rumah sakit mendapatkan sertifikat akreditasi tingkat madya

bila dari 16 bab yang di survei ada 8 bab, dimana salah satu

babnya adalah Institusi pendidikan pelayanan kesehatan,

mendapatkan nilai minimal 80 % dan 8 bab lainnya tidak ada

yang mendapatkan nilai dibawah 20 %.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
17

4) Akreditasi tingkat utama

Rumah sakit mendapatkan sertifikat akreditasi tingkat utama

bila dari 16 bab yang di survei ada 12 bab, dimana salah satu

babnya adalah Institusi pendidikan pelayanan kesehatan mendapat

nilai minimal 80 % dan 4 bab lainnya tidak ada yang

mendapatkan nilai dibawah 20 %.

5) Akreditasi tingkat paripurna

Rumah sakit mendapatkan sertifikat akreditasi tingkat

paripurna bila dari 16 bab yang di survei semua bab mendapatkan

nilai minimal 80 %.

b. Rumah Sakit non Pendidikan

Akreditasi rumah sakit pendidikan mempunyai beberapa

tingkatan akreditasi, yaitu :

1) Tidak lulus akreditasi

Rumah sakit tidak lulus akreditasi bila dari 15 bab yang

disurvei, semua bab mendapatkan nilai kurang dari 60 %.

Rumah sakit tidak lulus akreditasi dapat mengajukan akreditasi

ulang setelah rekomendasi dari surveior dilaksanakan.

2) Akreditasi tingkat dasar

Rumah sakit mendapatkan sertifikat akreditasi tingkat

dasar bila dari 15 bab yang di survei hanya 4 bab yang

mendapatkan nilai minimal 80 % dan 12 bab lainnya tidak ada

yang mendapatkan nilai dibawah 20 %.


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
18

3) Akreditasi tingkat madya

Rumah sakit mendapatkan sertifikat akreditasi tingkat

madya bila dari 15 bab yang di survei ada 8 bab yang

mendapatkan nilai minimal 80 % dan 7 bab lainnya tidak ada

yang mendapatkan nilai dibawah 20 %.

4) Akreditasi tingkat utama

Rumah sakit mendapatkan sertifikat akreditasi tingkat

utama bila dari 15 bab yang di survei ada 12 bab yang

mendapatkan nilai minimal 80 % dan 3 bab lainnya tidak ada

yang mendapatkan nilai dibawah 20 %.

5) Akreditasi tingkat paripurna

Rumah sakit mendapatkan sertifikat akreditasi tingkat

paripurna bila dari 15 bab yang di survei semua bab

mendapatkan nilai minimal 80 %.

B. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan (Alkes) Dan Bahan

Medik Habis Pakai (BMHP) Di Rumah Sakit

Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu proses dari siklus kegiatan

yang dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta

evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. Apoteker bertanggung jawab

terhadap seluruh kegiatan agar sesuai dengan aturan yang berlaku. Pengelolaan ini

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
19

bertujuan untuk mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien,

menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, meningkatkan kompetensi tenaga

farmasi, mewujudkan sistem informasi manajemen yang berdaya guna dan tepat

guna serta melaksanakan pengendalian mutu pelayanan Pengelolaan sediaan

farmasi meliputi (Menteri Kesehatan RI, 2016) :

1. Pemilihan

Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan.

Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai ini

berdasarkan formularium dan standar pengobatan/pedoman diagnosa dan

terapi. Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai ini berdasarkan formularium dan standar pengobatan/pedoman

diagnosa dan terapi, sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai yang telah ditetapkan, pola penyakit, efektifitas dan keamanan,

pengobatan berbasis bukti, mutu, harga, ketersediaan di pasaran.

2. Perencanaan kebutuhan

Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan

jumlah dan periode pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin

terpenuhinya kriteria tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien.

Perencanaan bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan

farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di

rumah sakit. Perencanaan dilakukan untuk menghindari kekosongan obat

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
20

dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan

dasar-dasar perencanaan yang telah ditentukan. Terdapat tiga macam metode

perencanaan yang digunakan, yaitu :

a. Metode konsumsi

Perhitungan kebutuhan dengan metode konsumsi didasarkan

pada data real konsumsi perbekalan farmasi periode sebelumnya

dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. Beberapa hal yang harus

diperhatikan dalam rangka menghitung jumlah perbekalan yang

dibutuhkan adalah sebagai berikut :

1) Pengumpulan dan pengelolaan data

2) Analisis data untuk informasi dan evaluasi

3) Perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi

4) Penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan

alokasi dana.

Perhitungan perencanaan metode konsumsi :

X = (x rata-rata + SS) – Si

Ket :

X = jumlah konsumsi obat

SS = safety stock

Si = sisa stock

b. Metode epidemiologi

Perencanaan dengan metode ini dibuat berdasarkan pola

penyebaran penyakit dan pola pengobatan penyakit yang terjadi di

rumah sakit periode sebelumnya, maupun pola penyakit di sekitar

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
21

rumah sakit yang diperkirakan akan terjadi. Langkah-langkah metode

ini adalah:

1) Menentukan jumlah pasien yang dilayani

2) Menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi

penyakit

3) Menyediakan formularium atau standar atau pedoman

perbekalan farmasi

4) Menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi

5) Penyesuaian dengan alokasi dana yang tersedia

Perhitungan perencanaan metode epidemiologi :

Y = [(n x ST) = SS] – Si

Ket :

Y = jumlah kebutuhan obat untuk penyakit tertentu

n = jumlah kasus penyakit

ST = standar terapi penyakit tertentu

SS = safety stock

Si = sisa stock

c. Metode kombinasi

Metode ini merupakan gabungan dari metode epidemiologi dan

konsumsi. Perencanaan pengadaan barang dibuat berdasarkan pola

penyebaran penyakit dan melihat kebutuhan sediaan farmasi periode

sebelumnya serta menyesuaikan anggaran yang tersedia.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
22

Cara atau teknik yang dilakukan untuk evaluasi dalam proses

perencanaan yaitu dengan menggunakan analisis ABC untuk evaluasi

aspek ekonomi dan pertimbangan atau kriteria VEN untuk evaluasi

aspek medik/terapi, kombinasi ABC dan VEN serta revisi daftar

perbekalan farmasi. Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan

(Menteri Kesehatan RI, 2014):

1) Anggaran yang tersedia

2) Penetapan prioritas

3) Sisa persediaan

4) Data pemakaian periode yang lalu

5) Waktu tunggu pemesanan

6) Rencana pengembangan

3. Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk

merealisasikan perencanaan kebutuhan. Pengadaan yang efektif harus

menjamin ketersediaan, jumlah, dan waktu yang tepat dengan harga yang

terjangkau dan sesuai standar mutu. Pengadaan merupakan kegiatan yang

berkesinambungan, dimulai dari pemilihan, penentuan jumlah yang

dibutuhkan, penyesuaian antara kebutuhan dan dana, pemilihan metode

pengadaan, pemilihan pemasok, penentuan spesifikasi kontrak, pemantauan

proses pengadaan, dan pembayaran.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai seperti bahan baku obat harus

disertai Sertifikat Analisa, bahan berbahaya harus menyertakan Material


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
23

Safety Data Sheet (MSDS), sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai harus mempunyai Nomor Izin Edar, serta Expired date

minimal 2 (dua) tahun, kecuali untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain).

Rumah sakit harus memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan

stok obat yang secara normal tersedia dirumah sakit dan mendapatkan obat

saat instalasi farmasi tutup. Pengadaan dapat dilakukan melalui (Menteri

Kesehatan RI, 2016):

a. Pembelian

Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk

mendapatkan perbekalan farmasi. Proses untuk melakukan pembelian

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai harus

sesuai dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa yang berlaku.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembelian adalah kriteria

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang

meliputi kriteria umum dan kriteria mutu obat, persyaratan pemasok

serta penentuan waktu pengadaan dan kedatangaan sediaan,

pemantauan rencana pengadaan sesuai jenis, jumlah, dan waktu.

b. Produksi sediaan farmasi

Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat memproduksi sediaan

tertentu apabila sediaan farmasi tidak ada dipasaran, sediaan farmasi

lebih murah jika diproduksi sendiri, sediaan farmasi dengan formula

khusus, sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil/repacking,

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
24

sediaan farmasi untuk penelitian, dan sediaan farmasi yang tidak stabil

dalam penyimpanan atau harus dibuat baru (recenterparatus).

c. Sumbangan atau dropping atau hibah

Instalasi farmasi harus melakukan pencatatan dan pelaporan

terhadap penerimaan dan penggunaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai sumbangan atau dropping

atau hibah. Seluruh kegiatan penerimaan dengan cara sumbangan

atau dropping atau hibah harus disertai dokumen administrasi yang

lengkap dan jelas. Agar penyediaan dapat membantu pelayanan

kesehatan, maka jenis sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai harus sesuai dengan kebutuhan pasien di rumah

sakit. Instalasi farmasi dapat memberikan rekomendasi kepada

pimpinan rumah sakit untuk mengembalikan atau menolak

sumbangan/dropping/hibah yang tidak bermanfaat bagi kepentingan

pasien rumah sakit.

4. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis,

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam

kontrak atau surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima. Semua

dokumen terkait penerimaan barang harus tersimpan dengan baik (Menteri

Kesehatan RI, 2016).

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
25

5. Penyimpanan

Setelah barang diterima di instalasi farmasi, perlu dilakukan

penyimpanan sebelum dilakukan pendistribusian. Penyimpanan harus

dapat menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian.

Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan

keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai. Metode

penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk sediaan,

dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi,

bentuk sediaan, dan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai dan disusun secara alfabetis dengan menerapkan prinsip First

Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO), disertai sistem

informasi manajemen. Penyimpanan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai yang penampilan dan penamaan yang mirip (Look

Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi

penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan obat.

Rumah sakit harus dapat menyediakan lokasi penyimpanan obat emergensi

untuk kondisi kegawatdaruratan. Tempat penyimpanan harus mudah

diakses dan terhindar dari penyalahgunaan dan pencurian.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
26

6. Pendistribusian

Distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka

menyalurkan atau menyerahkan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai dari tempat penyimpanan sampai kepada unit pelayanan

atau pasien dengan tetap menjamin mutu, stabilitas, jenis, jumlah, dan

ketepatan waktu. Rumah sakit harus menentukan sistem distribusi yang

dapat menjamin terlaksananya pengawasan dan pengendalian sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai di unit pelayanan.

Sistem distribusi di unit pelayanan dapat dilakukan dengan cara :

a. Sistem persediaan lengkap di ruangan (floor stock)

1) Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai untuk persediaan di ruang rawat disiapkan

dan dikelola oleh Instalasi Farmasi.

2) Sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

yang disimpan di ruang rawat harus dalam jenis dan jumlah

yang sangat dibutuhkan.

3) Setiap hari dilakukan serah terima kembali pengelolaan obat

floor stock kepada petugas farmasi dari penanggungjawab

ruangan.

4) Jika kondisi sementara dimana tidak ada petugas farmasi yang

mengelola (di atas jam kerja), maka pendistribusiannya

didelegasikan kepada penanggung jawab ruangan.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
27

5) Apoteker harus menyediakan informasi, peringatan dan

kemungkinan interaksi obat pada setiap jenis obat yang

disediakan di floor stock.

b. Sistem resep perorangan

Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai berdasarkan resep perorangan/pasien rawat jalan

dan rawat inap melalui instalasi farmasi. Sistem distribusi obat resep

individual adalah sistem pengelolaan dan distribusi obat oleh instalasi

farmasi rumah sakit sentral sesuai dengan yang tertulis pada resep

yang ditulis dokter untuk setiap penderita. Dalam sistem ini, semua

obat yang diperlukan untuk pengobatan didispensing dari instalasi

farmasi. Resep asli dikirim ke instalasi farmasi oleh perawat,

kemudian resep itu diproses sesuai dengan cara dispensing yang

baik dan obat siap untuk didistribusikan kepada pasien.

c. Sistem unit dosis

Pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai berdasarkan resep perorangan yang disiapkan dalam

unit dosis tunggal atau ganda, untuk penggunaan satu kali dosis atau

pasien. Sistem unit dosis ini digunakan untuk pasien rawat inap.

d. Sistem kombinasi

Sistem pendistribusian sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai bagi pasien rawat inap dengan menggunakan

kombinasi a + b atau b + c atau a + c.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
28

Sistem distribusi Unit Dose Dispensing (UDD) sangat dianjurkan

untuk pasien rawat inap mengingat dengan sistem ini tingkat kesalahan

dalam pemberian obat dapat diminimalkan sampai kurang dari 5%

dibandingkan dengan sistem floor stock atau resep individu yang mencapai

18%.

7. Pemusnahan dan penarikan

Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai yang tidak dapat digunakan harus dilaksanakan dengan

cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Tahapan pemusnahan obat terdiri dari membuat daftar sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang akan

dimusnahkan, menyiapkan berita acara pemusnahan, mengkoordinasikan

jadwal, metode, dan tempat pemusnahan, menyiapkan tempat pemusnahan

serta melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan

serta peraturan yang berlaku.

Penarikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Penarikan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan oleh BPOM atau

pabrikan asal. Rumah sakit harus mempunyai sistem pencatatan terhadap

kegiatan penarikan.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
29

8. Pengendalian

Pengendalian dilakukan terhadap jenis dan jumlah persediaan dan

penggunaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

Pengendalian ini dapat dilakukan oleh instalasi farmasi harus bersama

dengan tim farmasi dan terapidi rumah sakit. Tujuan pengendalian adalah

untuk penggunaan obat sesuai dengan formularium rumah sakit,

penggunaan obat sesuai dengan diagnosis dan terapi serta memastikan

persediaan efektif dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan

kekurangan/kekosongan, kerusakan, kadaluwarsa, dan kehilangan serta

pengembalian pesanan. Cara untuk mengendalikan persediaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai adalah :

a. Melakukan evaluasi persediaanyangjarangdigunakan (slow-moving)

b. Melakukan evaluasi persediaan yang tidak digunakan dalam waktu tiga

bulan berturut-turut (death stock)

c. Stock opname yang dilakukan secara periodik dan berkala

9. Administrasi

Administrasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan

untuk memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu. Kegiatan

administrasi terdiri dari :

a. Pencatatan dan pelaporan

Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang

meliputi perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
30

pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian,

pemusnahan, dan penarikan. Pelaporan dibuat secara periodic yang

dilakukan instalasi farmasi dalam periode waktu tertentu (bulanan,

triwulanan, semester, atau pertahun). Jenis-jenis pelaporan yang

dibuat menyesuaikan dengan peraturan yang berlaku. Pencatatan

dilakukan untuk persyaratan Kementerian Kesehatan atau BPOM,

dasar akreditasi rumah sakit, dasar audit rumah sakit dan

dokumentasi farmasi. Sementara itu dilakukan sebagai komunikasi

antara level manajemen, penyiapan laporan tahunan yang

komprehensif mengenai kegiatan di instalasi farmasidan laporan

tahunan.

b. Administrasi keuangan

Administrasi keuangan merupakan pengaturan anggaran,

pengendalian, dan analisa biaya. Pengumpulan informasi keuangan,

penyiapan laporan, penggunaan laporan yang berkaitan dengan

semua kegiatan pelayanan kefarmasian secara rutin atau tidak rutin

dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.

c. Administrasi penghapusan

Administrasi penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian

terhadap sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai

yang kedaluwarsa, rusak dan mutu tidak memenuhi standar.

Administrasi penghapusan dibuat dengan cara memberi usulan

penghapusan pada pihak terkait sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
31

C. Sistem Pengendalian Mutu (Audit Internal) pada Instalasi Farmasi

Rumah Sakit

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 (2016), pengendalian

mutu adalah mekanisme kegiatan pemantauan dan penilaian terhadap pelayanan

yang diberikan secara terencana dan sistematis, sehingga dapat diidentifikasi

peluang untuk peningkatan mutu serta menyediakan mekanisme tindakan yang

diambil. Melalui pengendalian mutu diharapkan dapat terbentuk proses

peningkatan mutu pelayanan kefarmasian yang berkesinambungan. Pengendalian

mutu pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang dapat dilakukan terhadap

kegiatan yang sedang berjalan maupun yang sudah berlalu. Kegiatan ini dapat

dilakukan melalui monitoring dan evaluasi. Tujuan kegiatan ini untuk menjamin

pelayanan kefarmasian yang sudah dilaksanakan sesuai dengan dan upaya

perbaikan kegiatan yang akan datang. Pengendalian mutu pelayanan kefarmasian

harus terintegrasi dengan program pengendalian mutu pelayanan kesehatan

rumah sakit yang dilaksanakan secara berkesinambungan (Menteri Kesehatan

RI 2016).

Kegiatan pengendalian mutu pelayanan kefarmasian meliputi (Menteri

Kesehatan RI, 2016) :

1. Perencanaan yaitu menyusun rencana kerja, cara monitoring dan evaluasi

untuk peningkatan mutu sesuai target yang ditetapkan.

2. Pelaksanaan yaitu monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana

kerja (membandingkan antara capaian dengan rencana kerja) dan

memberikan umpan balik terhadap hasil capaian.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
32

3. Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu melakukan perbaikan kualitas

pelayanan sesuai target yang ditetapkan dan meningkatkan kualitas

pelayanan jika capaian sudah memuaskan.

Indikator adalah suatu alat atau tolok ukur untuk mengukur pencapaian

standar yang telah ditetapkan yang hasilnya menunjuk pada ukuran kepatuhan

terhadap standar yang telah ditetapkan. Indikator dibedakan menjadi indikator

persyaratan minimal yang digunakan untuk mengukur terpenuhi tidaknya standar

masukan, proses, dan lingkungan, sedangkan indikator penampilan minimal

ditetapkan untuk mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal

pelayanan yang diselenggarakan (Menteri Kesehatan RI, 2016).

Pelaksanaan pengendalian mutu pelayanan kefarmasian dilakukan melalui

kegiatan monitoring dan evaluasi yang harus dilaksanakan oleh instalasi farmasi

sendiri atau dilakukan oleh tim audit internal. Monitoring dan evaluasi merupakan

suatu pengamatan dan penilaian secara terencana, sistematis dan terorganisir

sebagai umpan balik perbaikan sistem dalam rangka meningkatkan mutu

pelayanan. Monitoring dan evaluasi harus dilaksanakan terhadap seluruh proses

tata kelola sediaan farmasi, Alkes, dan BMHP sesuai ketentuan yang berlaku

(Menteri Kesehatan RI, 2016). Evaluasi mutu pelayanan merupakan proses

pengukuran dan penilaian atas semua kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah

Sakit yang dilakukan secara berkala. Kualitas pelayanan itu sendiri meliputi teknis

pelayanan, proses pelayanan, tata cara atau standar prosedur operasional dan

waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan. Metode evaluasi yang digunakan

terdiri dari (Menteri Kesehatan RI, 2016) :


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
33

1. Audit (pengawasan)

Dilakukan terhadap proses hasil kegiatan apakah telah

memenuhi standar.

2. Review (penilaian)

Melakukan penilaian terhadap pelayanan yang telah diberikan,

penggunaan sumber daya, dan menilai kesesuaian terhadap penulisan resep.

3. Survei

Bertujuan u ntuk mengukur kepuasan pasien, dapat dilakukan

dengan angket atau wawancara langsung.

4. Observasi

Pemantauan terhadap kecepatan pelayanan, misalnya lama tidaknya

antrian, ketepatan penyerahan obat, dan lain-lain.

D. Peran Fungsional Apoteker di Rumah Sakit

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun 2016, peranan

fungsional apoteker di rumah sakit salah satunya adalah pelayanan farmasi klinik.

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker

kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi, dan meminimalkan

risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien

(patient safety) sehingga menjamin kualitas hidup pasien (quality of life). Tujuan

pelayanan farmasi klinik adalah meningkatkan keuntungan terapi obat dan

mengoreksi kekurangan yang ditemukan dalam proses penggunaan obat, sehingga

dapat meningkatkan dan memastikan kerasionalan, kemanfaatan, dan keamanan

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
34

terapi obat. Berikut merupakan standar pelayanan farmasi klinik yang dilakukan

di rumah sakit (Menteri Kesehatan RI, 2016).

1. Pengkajian dan pelayanan resep

Pelayanan resep dimulai dari pengkajian atau telaah atau screening

resep, penyiapan sediaan farmasi, alkes, dan BMHP, termasuk peracikan

obat, pemeriksaan, penyerahan disertai pemberian informasi. Tujuan

pengkajian resep dilakukan adalah untuk menganalisa adanya masalah

terkait obat. Jika ditemukan permasalahan terkait penggunaan, maka harus

dikonfirmasi dan dikonsultasikan kembali kepada dokter penulis resep.

Pengkajian resep dilakukan langsung oleh apoteker dan disesuaikan dengan

syarat administrasi, farmasetik dan syarat klinis, baik untuk resep pasien

rawat inap maupun rawat jalan, sebagai berikut :

a. Persyaratan administrasi pasien meliputi: nama, umur, jenis kelamin,

berat badan, dan tinggi badan. Syarat administrasi dokter meliputi,

nama dokter, nomor ijin praktek, alamat, serta paraf dokter.

b. Persyaratan farmasetik meliputi: nama obat, bentuk dan kekuatan

sediaan, dosis obat, jumlah obat, stabilitas, aturan pakai, dan cara

penggunaan.

c. Persyaratan klinis meliputi: ketepatan indikasi, dosis dan waktu

penggunaan obat, duplikasi pengobatan, alergi dan reaksi obat yang

tidak dikehendaki (ROTD), kontraindikasi, serta interaksi obat.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
35

2. Penelusaran riwayat penggunaan obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat merupakan proses untuk

mendapatkan informasi mengenai seluruh obat atau sediaan farmasi lain

yang pernah dan sedang digunakan, riwayat pengobatan dapat diperoleh dari

wawancara atau data rekam medik atau pencatatan penggunaan obat pasien

(Menteri Kesehatan RI, 2016). Tahapan penelusuran riwayat penggunaan

obat yaitu sebagai berikut :

a. Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data rekam

medik/pencatatan penggunaan obat untuk mengetahui perbedaan

informasi penggunaan obat

b. Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang diberikan oleh

tenaga kesehatan lain dan memberikan informasi tambahan jika

diperlukan

c. Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang Tidak

Dikehendaki (ROTD)

d. Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat

e. Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam menggunakan

obat

f. Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan

g. Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap obat yang

digunakan

h. Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat

i. Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
36

j. Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat bantu

kepatuhan minum obat (concordance AIDS)

k. Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri tanpa

sepengetahuan dokter dan

l. Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan pengobatan

alternatif yang mungkin digunakan oleh pasien.

Kegiatan apoteker yang dilakukan untuk penelusuran riwayat

penggunaan obat meliputi :

a. Penelusuran riwayat penggunaan obat kepada pasien/keluarganya

b. Melakukan penilaian terhadap pengaturan penggunaan obat pasien.

informasi yang harus didapatkan antara lain nama obat (termasuk

obat non resep), dosis, bentuk sediaan, frekuensi penggunaan, indikasi

dan lama penggunaan obat, reaksi obat yang tidak dikehendaki

termasuk riwayat alergi

c. Kepatuhan terhadap regimen penggunaan obat (jumlah obat yang

tersisa).

3. Rekonsiliasi obat

Kesalahan obat (medication error) merupakan beberapa kesalahan

terkait pengobatan, seperti obat tidak diberikan, duplikasi, kesalahan dosis

atau interaksi obat yang rentan terjadi pada pemindahan pasien dari satu

rumah sakit ke rumah sakit lain, antar ruang perawatan, serta pada pasien

yang keluar dari rumah sakit ke layanan kesehatan primer dan sebaliknya.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
37

Kesalahan tersebut dapat dicegah dengan melakukan rekonsiliasi obat, yaitu

membandingkan instruksi pengobatan dengan obat yang telah didapat

pasien (Menteri Kesehatan RI, 2016).

Tujuan dilakukannya rekonsiliasi obat adalah (Menteri Kesehatan RI,

2016).

a. Memastikan informasi yang akurat tentang obat yang digunakan

pasien.

b. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terdokumentasinya

instruksi dokter.

c. Mengidentifikasi ketidaksesuaian akibat tidak terbacanya instruksi

dokter.

Berikut ini adalah tahap proses rekonsiliasi obat yaitu (Menteri

Kesehatan RI, 2016) :

a. Pengumpulan Data

Mencatat data dan memverifikasi obat yang sedang dan akan

digunakan pasien, meliputi nama obat, dosis, frekuensi, rute, obat

mulai diberikan, diganti, dilanjutkan dan dihentikan, riwayat alergi

pasien serta efek samping obat yang pernah terjadi. Khusus untuk data

alergi dan efek samping obat, dicatat tanggal kejadian, obat yang

menyebabkan terjadinya reaksi alergi dan efek samping, efek yang

terjadi, dan tingkat keparahan.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
38

b. Komparasi

Petugas kesehatan membandingkan data obat yang pernah,

sedang dan akan digunakan. Discrepancy atau ketidakcocokan adalah

bilamana ditemukan ketidakcocokan atau perbedaan diantara data-data

tersebut. Ketidakcocokan dapat pula terjadi bila ada obat yang hilang,

berbeda, ditambahkan atau diganti tanpa ada penjelasan yang

didokumentasikan pada rekam medik pasien. Ketidakcocokan ini

dapat bersifat disengaja (intentional) oleh dokter pada saat penulisan

resep maupun tidak disengaja (unintentional) dimana dokter tidak tahu

adanya perbedaan pada saat menuliskan resep.

c. Konfirmasi

Melakukan konfirmasi kepada dokter jika menemukan

ketidaksesuaian dokumentasi. Bila ada ketidaksesuaian, maka dokter

harus dihubungi kurang dari 24 jam. Hal lain yang harus dilakukan

oleh apoteker adalah:

1) Menentukan bahwa adanya perbedaan tersebut disengaja atau

tidak disengaja.

2) Mendokumentasikan alasan penghentian, penundaan, atau

penggantian

3) Memberikan tanda tangan, tanggal, dan waktu dilakukannya

rekonsilliasi obat.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
39

4) Melakukan komunikasi dengan pasien dan/atau keluarga pasien

atau perawat mengenai perubahan terapi yang terjadi. Apoteker

bertanggung jawab terhadap informasi obat yang diberikan.

4. Pelayanan informasi obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan

pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias,

terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter,

apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya, serta pasien dan pihak lain di

luar Rumah Sakit (Menteri Kesehatan RI, 2016).

Pelayanan informasi obat bertujuan untuk (Menteri Kesehatan RI,

2016) :

a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga

kesehatan di lingkungan rumah sakit dan pihak lain di luar rumah

sakit.

b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang berhubungan

dengan obat atau sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi.

c. Menunjang penggunaan obat yang rasional

Kegiatan apoteker untuk melakukan pelayanan informasi obat

meliputi (Menteri Kesehatan RI, 2016) :

a. Menjawab pertanyaan.

b. Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
40

c. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan

dengan penyusunan formularium rumah sakit.

d. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan

tenaga kesehatan lainnya.

e. Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS)

melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat

inap.

f. Melakukan penelitian.

5. Konseling

Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran

terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau

keluarganya. Konseling untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap di

semua fasilitas kesehatan dapat dilakukan atas inisitatif apoteker, rujukan

dokter, keinginan pasien atau keluarganya (Menteri Kesehatan RI, 2016).

Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan pasien dan

keluarga terhadap apoteker.

Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan hasil

terapi, meminimalkan risiko reaksi obat yang tidak dikehendaki (ROTD),

dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya meningkatkan

keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient safety) (Menteri Kesehatan

RI, 2016).

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
41

Secara khusus konseling obat ditujukan untuk (Menteri Kesehatan RI,

2016) :

a. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dan pasien.

b. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien.

c. Membantu pasien untuk mengatur minum obat dan terbiasa dengan

obat.

d. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan penggunaan

obat dengan penyakitnya.

e. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan.

f. Mencegah atau meminimalkan masalah terkait obat.

g. Meningkatkan kemampuan pasien memecahkan masalahnya dalam

hal terapi.

h. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan.

i. Membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan obat sehingga

dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu

pengobatan pasien.

Kegiatan apoteker dalam konseling obat meliputi (Menteri Kesehatan

RI, 2016) :

a. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.

b. Mengidentifikasi tingkat pemahaman pasien tentang penggunaan obat

melalui Three Prime Questions.

c. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada

pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat.


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
42

d. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah

pengunaan obat.

e. Melakukan verifikasi akhir dalam rangka mengecek pemahaman

pasien.

f. Dokumentasi

Faktor yang perlu diperhatikan dalam konseling obat (Menteri

Kesehatan RI, 2016):

a. Kriteria Pasien:

1) Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi ginjal,

ibu hamil dan menyusui).

2) Pasien yang mempunyai riwayat kepatuhan rendah.

3) Pasien dengan terapi jangka panjang atau penyakit kronis (TB,

DM, epilepsi, dan lain-lain).

4) Pasien yang menggunakan obat-obatan dengan instruksi khusus

(penggunaan kortiksteroid dengan tappering down or off).

5) Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit

(digoksin, phenytoin).

6) Pasien yang menggunakan banyak obat (polifarmasi).

b. Sarana Dan Peralatan:

1) Ruangan atau tempat konseling.

2) Alat bantu konseling (kartu pasien atau catatan konseling).

(Menteri Kesehatan RI, 2016)

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
43

6. Visite

Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang

dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan untuk

mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji masalah

terkait obat, memantau terapi obat dan reaksi obat yang tidak dikehendaki,

meningkatkan terapi obat yang rasional, dan menyajikan informasi obat

kepada dokter, pasien serta profesional kesehatan lainnya. Visite juga dapat

dilakukan pada pasien yang sudah keluar rumah sakit baik atas permintaan

pasien maupun sesuai dengan program rumah sakit, yang biasa disebut

dengan pelayanan kefarmasian di rumah (Home Pharmacy Care). Sebelum

melakukan kegiatan visite, apoteker harus mempersiapkan diri dengan

mengumpulkan informasi mengenai kondisi pasien dan memeriksa terapi

obat dari rekam medik atau sumber lain (Menteri Kesehatan RI, 2014).

7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang

mencakup kegiatan untuk memastikan terapi obat yang aman, efektif dan

rasional bagi pasien. Tujuan PTO adalah meningkatkan efektivitas terapi

dan meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD).

Kegiatan dalam PTO meliputi (Menteri Kesehatan RI, 2016):

a. Pengkajian pemilihan obat, dosis, cara pemberian obat, respons terapi,

Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD)

b. Pemberian rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat dan

c. Pemantauan efektivitas dan efek samping terapi obat.


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
44

Tahapan dalam melakukan PTO meliputi (Menteri Kesehatan RI,

2016) :

a. Pengumpulan data pasien

b. Identifikasi masalah terkait obat

c. Rekomendasi penyelesaian masalah terkait obat

d. Pemantauan dan

e. Tindak lanjut.

Faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan PTO meliputi

(Menteri Kesehatan RI, 2016) :

a. Kemampuan penelusuran informasi dan penilaian kritis terhadap bukti

terkini dan terpercaya (Evidence Best Medicine)

b. Kerahasiaan informasi

c. Kerjasama dengan tim kesehatan lain (dokter dan perawat)

Prosedur PTO di rumah sakit (Menteri Kesehatan RI, 2016) :

a. Seleksi pasien, yaitu dengan menentukan prioritas pasien yang

akan dipantau. Seleksi pasien dapat dilakukan berdasarkan:

kondisi pasien dan obat yang digunakan.

b. Pengumpulan data pasien, yang dapat diperoleh dari rekam medik,

profil pengobatan pasien atau pencatatan penggunaan obat,

wawancara dengan pasien, anggota keluarga, dan tenaga kesehatan

lain.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
45

c. Identifikasi masalah terkait obat (Drug Related Problems/ DRP’s)

d. Rekomendasi terapi, dengan tujuan utama meningkatkan kualitas

hidup pasien. Pilihan terapi dari berbagai alternatif yang ada

ditetapkan berdasarkan efikasi, keamanan, biaya, regimen yang

mudah dipatuhi.

e. Rencana pemantauan, yaitu dengan cara menetapkan parameter

farmakoterapi, menetapkan sasaran terapi (end point), dan

menetapkan frekuensi pemantauan. Salah satu metode sistematis

yang dapat digunakan dalam PTO adalah Subjective Objective

Assessment Planning (SOAP).

f. Tindak lanjut, dimana identifikasi masalah terkait obat dan

rekomendasi yang telah dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan

kepada tenaga kesehatan terkait. Kerjasama dan komunikasi efektif

dengan tenaga kesehatan lain diperlukan untuk mengoptimalkan

pencapaian tujuan terapi dan mencegah kemungkinan timbulnya

masalah baru.

g. Dokumentasi pada setiap kegiatan pemantaua terapi obat yang

dilakukan.

8. Monitoring efek samping obat (MESO)

Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan

pemantauan setiap respon terhadap obat yang tidak dikehendaki, yang

terjadi pada dosis lazim yang digunakan pada manusia untuk tujuan

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
46

profilaksis, diagnosa dan terapi. Efek samping obat adalah reaksi obat yang

tidak dikehendaki yang terkait dengan kerja farmakologi. Monitoring efek

samping obat bertujuan (Menteri Kesehatan RI, 2016) :

a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat,

tidak dikenal, dan frekuensinya jarang.

b. Menentukan frekuensi dan insidensi ESO yang sudah dikenal dan

yang baru saja ditemukan.

c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau

mempengaruhi angka kejadian dan hebatnya ESO.

d. Meminimalkan risiko kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.

e. Mencegah terulangnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki.

Kegiatan pemantauan dan pelaporan ESO (Menteri Kesehatan RI,

2016) :

a. Mendeteksi adanya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki

(ESO).

b. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai risiko

tinggi mengalami ESO.

c. Mengevaluasi laporan ESO dengan algoritme Naranjo.

d. Mendiskusikan dan mendokumentasikan ESO di Tim/Sub Tim

Farmasi dan Terapi.

e. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
47

Faktor yang perlu diperhatikan (Menteri Kesehatan RI, 2016) :

a. Kerjasama dengan Tim Farmasi dan Terapi dan ruang rawat.

b. Ketersediaan formulir monitoring efek samping obat

9. Evaluasi penggunaan obat (EPO)

Evaluasi penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan

obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif dan

kuantitatif. Tujuan evaluasi penggunaan obat yaitu (Menteri Kesehatan RI,

2016) :

a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat

b. Membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu

c. Memberikan masukan untuk perbaikan penggunaan obat

d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat

Kegiatan praktek EPO yang dilakukan meliputi (Menteri Kesehatan

RI, 2016) :

a. Mengevaluasi penggunaan obat secara kualitatif

b. Mengevaluasi penggunaan obat secara kuantitatif

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan (Menteri Kesehatan RI, 2016) :

a. Indikator peresepan

b. Indikator pelayanan

c. Indikator fasilitas

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
48

10. Dispensing Sediaan Steril

Dispensing sediaan steril harus dilakukan di Instalasi Farmasi dengan

teknik aseptik untuk menjamin sterilitas dan stabilitas produk, melindungi

petugas dari paparan zat berbahaya serta menghindari terjadinya kesalahan

pemberian obat. Dispensing sediaan steril bertujuan (Depkes RI, 2009b) :

a. Menjamin agar pasien menerima obat sesuai dengan dosis yang

dibutuhkan

b. Menjamin sterilitas dan stabilitas produk

c. Melindungi petugas dari paparan zat berbahaya dan

d. Menghindari terjadinya kesalahan pemberian obat.

Kegiatan dispensing sediaan steril meliputi (Depkes RI, 2009b) :

a. Pencampuran obat suntik

Pencampuran obat suntik merupakan kegiatan melakukan

pencampuran obat steril sesuai kebutuhan pasien yang menjamin

kompatibilitas dan stabilitas obat maupun wadah sesuai dengan dosis

yang ditetapkan.

Kegiatan yang dilakukan meliputi :

1) Mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infuse

2) Melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan

pelarut yang sesuai

3) Mengemas menjadi sediaan siap pakai.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
49

Faktor yang perlu diperhatikan adalah :

1) Ruangan khusus

2) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet (BSC),

3) HEPA Filter. (Menteri Kesehatan RI, 2016)

b. Penyiapan Nutrisi Parenteral

Penyiapan nutrisi parenteral, merupakan kegiatan pencampuran

nutrisi parenteral yang dilakukan oleh tenaga yang terlatih secara

aseptis sesuai kebutuhan pasien dengan menjaga stabilitas sediaan,

formula standar dan kepatuhan terhadap prosedur yang menyertai.

Kegiatan dalam dispensing sediaan khusus :

1) Mencampur sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, mineral

untuk kebutuhan perorangan

2) Mengemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi.

Faktor yang perlu diperhatikan:

1) Tim yang terdiri dari dokter, apoteker, perawat, ahli gizi

2) Sarana dan peralatan

3) Ruangan khusus

4) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet dan

5) Kantong khusus untuk nutrisi parenteral (Menteri Kesehatan RI,

2016).

c. Penanganan Sediaan Sitostatik

Penanganan sediaan sitostatik merupakan penanganan obat

kanker secara aseptis dalam kemasan siap pakai sesuai kebutuhan

pasien oleh tenaga farmasi yang terlatih dengan pengendalian pada


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
50

keamanan terhadap lingkungan, petugas maupun sediaan obatnya

dari efek toksik dan kontaminasi, dengan menggunakan alat

pelindung diri, mengamankan pada saat pencampuran, distribusi,

maupun proses pemberian kepada pasien sampai pembuangan

limbahnya (Depkes RI, 2009b). Secara operasional dalam

mempersiapkan dan melakukan harus sesuai prosedur yang

ditetapkan dengan alat pelindung diri yang memadai. Kegiatan

dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi:

1) Melakukan perhitungan dosis secara akurat

2) Melarutkan sediaan obat kanker dengan pelarut yang sesuai

3) Mencampur sediaan obat kanker sesuai dengan protokol

pengobatan

4) Mengemas dalam kemasan tertentu

5) Membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.

Faktor yang perlu diperhatikan (Depkes RI, 2009b) :

1) Ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai;

2) Lemari pencampuran Biological Safety Cabinet

3) HEPA filter

4) Alat Pelindung Diri (APD)

5) Sumber daya manusia yang terlatih dan

6) Cara pemberian obat kanker.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
51

11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD) merupakan interpretasi

hasil pemeriksaan kadar obat tertentu atas permintaan dari dokter yang

merawat karena indeks terapi yang sempit atau atas usulan dari apoteker

kepada dokter. Pemantauan kadar obat dalam darah bertujuan (Menteri

kesehatan RI, 2014) :

a. Mengetahui kadar obat dalam darah

b. Memberikan rekomendasi kepada dokter yang merawat

Kegiatan Pemantauan kadar obat dalam darah meliputi (Menteri

kesehatan RI, 2016) :

a. Melakukan penilaian kebutuhan pasien yang membutuhkan

pemeriksaan kadar obat dalam darah

b. Mendiskusikan kepada dokter untuk persetujuan melakukan

pemeriksaan kadar obat dalam darah.

c. Menganalisis hasil pemeriksaan kadar obat dalam darah dan

memberikan rekomendasi.

E. Penanganan Limbah Rumah Sakit

Kegiatan rumah sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa

benda cair, padat dan gas. Pengelolaan limbah rumah sakit adalah bagian dari

kegiatan penyehatan lingkungan di rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi

masyarakat dari bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah

rumah sakit. Banyak sekali limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit. Sebagian

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
52

besar dapat membahayakan siapa saja yang kontak dengannya, oleh karena itu

perlu prosedur tertentu dalam pembuangannya.

1. Pembagian jenis limbah

Berdasarkan potensi bahaya yang terkandung dalam limbah klinik,

Pembagian jenis limbah menurut Kepmenkes RI No.

1204/MENKES/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan

Rumah Sakit yaitu :

a. Limbah padat rumah sakit adalah semua limbah rumah sakit yang

berbentuk padat sebagai akibat kegiatan rumah sakit yang terdiri dari

limbah medis padat dan non medis

b. Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari limbah

infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah

sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer

bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.

c. Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan dari

kegiatan rumah sakit diluar medis yang berasal dari dapur, perkantoran,

taman, halaman yang dapat dimanfaatkan lagi apabila ada teknologinya.

d. Limbah cair adalah semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari

kegiatan rumah sakit yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,

bahan kimia beracun dan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan.

e. Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari

kegiatan pembakaran di rumah sakit seperti insinerator, dapur,

perlengkapan generator, anastesi dan pembuatan obat sitotoksik.


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
53

f. Limbah infeksius adalah limbah yang terkontaminasi organisme

patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme

tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan

penyakit pada manusia rentan.

g. Limbah sangat infeksius adalah limbah berasal dari pembiakan dan stok

bahan sangat infeksius, otopsi, organ binatang percobaan dan bahan lain

yang telah diinokulasi, terinfeksi atau kontak dengan bahan yang sangat

infeksius.

h. Limbah sitotoksik adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari

persiapan dan pemberian obat sitotoksik untuk kemoterapi kanker yang

mempunyai kemampuan untukmembunuh atau menghambat

pertumbuhan hidup.

2. Persyaratan Limbah

Persyaratan limbah menurut Kepmenkes RI No

1204/MENKES/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit, yaitu :

a. Limbah Medis Padat

Limbah medis padat adalah limbah padat yang terdiri dari

limbah infeksius, limbah patologi, limbah benda tajam, limbah

farmasi, limbah sitotoksis, limbah kimiawi, limbah radioaktif, limbah

kontainer bertekanan dan limbah dengan kandungan logam berat yang

tinggi.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
54

Menurut Menteri kesehatan RI (2004), tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, persyaratan dalam pengelolaan

limbah medis padat di rumah sakit adalah sebagai berikut :

1) Minimasi Limbah

a) Setiap rumah sakit harus melakukan reduksi limbah

dimulai dari sumber.

b) Setiap rumah sakit harus mengelola dan mengawasi

penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun

c) Setiap rumah sakit harus melakukan pengelolaan stok

bahan kimia dan farmasi

d) Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan

limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan dan

pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang

berwenang.

2) Pemilahan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali Dan Daur

Ulang

a) Pemilihan limbah harus dilakukan mulai dari sumber yang

menghasilkan limbah.

b) Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan

dari limbah yang tidak dimanfaatkan kembali.

c) Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah

tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya wadah

tersebut, harus antibocor, anti tusuk dan tidak mudah


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
55

untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan

tidak dapat membukanya.

d) Jarum dan syringes harus dipisah sehinggga tidak dapat

digunakan kembali.

e) Limbah medis padat yang akan dimanfaatkan kembali

harus melalui proses sterilisasi. Dilakukan tes Bacillus

stearothermophillus untuk menguji efektifitas sterilisasi

panas dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes

Bacillus subtilis.

f) Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk

dimanfaatkan kembali. Apabila rumah sakit tidak

mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable), limbah

jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah

melalui proses dengan menggunakan salah satu metode

sterlisasi.

g) Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi

persyaratan dengan penggunaan wadah dan label.

h) Daur ulang tidak bisa dilakukan oleh rumah sakit kecuali

untuk pemulihan perak yang dihasilkan dari proses film

sinar X.

i) Limbah sitotoksik dikumpulkan dalam wadah yang kuat,

anti bocor, dan diberi label bertuliskan “Limbah Sitotoksis”.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
56

3) Pengumpulan, Pengangkutan, Dan Penyimpanan Limbah

Medis Padat Di Lingkungan Rumah Sakit

a) Pengumpulan limbah medis padat dari setiap ruangan

penghasil limbah menggunakan troli khusus yang tertutup.

b) Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai iklim tropis,

yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim

kemarau paling lama 24 jam.

4) Pengumpulan, Pengemasan Dan Pengangkutan Ke Luar

Rumah Sakit

a) Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada

tempat yang kuat. Pengangkutan limbah keluar rumah

sakit menggunakan.

b) kendaraan khusus.

5) Pengelolaan Dan Pemusnahan

a) Limbah medis padat tidak diperbolehkan membuang

langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik

sebelum aman bagi kesehatan.

b) Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah

medis padat disesuaikan dengan kemampuan rumah sakit

dan jenis limbah medis padat yang ada, dengan pemanasan

menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran

menggunakan insinerator.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
57

b. Limbah Non Medis Padat

Limbah padat non medis adalah limbah padat yang dihasilkan

dari kegiatan rumah sakit diluar medis yang berasal dari dapur,

perkantoran, taman, halaman yang dapat dimanfaatkan lagi apabila

ada teknologinya.

1) Pemilihan dan Pewadahan

a. Pewadahan limbah padat non medis harus dipisahkan dari

limbah medis padat dan ditampung dalam kantong plastik

warna hitam.

b. Tempat pewadahan

c. Setiap tempat pewadahan limbah padat harus dilapisi

kantong plastik warna hitam sebagai pembungkus limbah

padat dengan lambang”domestik”warna putih.

d. Bila terdapat lalat disekitar tempat limbah padat melebihi 2

(dua) ekor per-block grill, perlu dilakukan pengendalian

lalat.

2) Pengumpulan, Penyimpanan dan Pengangkutan

3) Bila di tempat pengumpulan sementara tingkat kepadatan lalat

lebih dari 20 ekor per-blockgrill atau tikus terlihat pada siang

hari, harus dilakukan pengendalian.

4) Keadaan normal harus dilakukan pengendalian serangga dan

binatang pengganggu yang lain minimal satu bulan sekali.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
58

c. Limbah Cair

Kualitas limbah (efluen) rumah sakit yang akan dibuang ke

badan air atau lingkungan harus memenuhi persyaratan baku mutu

efluen sesuai Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor Kep-

58/MENLH/12/1995 atau peraturan daerah setempat.

d. Limbah Gas

Standar limbah gas (emisi) dari pengolahan pemusnah limbah

medis padat dengan insinerator mengacu pada Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup Nomor Kep-13/MenLH/3/1995 tentang Baku

Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak. (Menteri Negara Lingkungan

Hidup RI, 1995a )

3. Tatalaksana Pengolahan Limbah

Tata laksana pengolahan limbah menurut Kepmenkes RI No

1204/MENKES/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit, yaitu :

a. Limbah Medis Padat

1) Minimasi Limbah

a) Menyeleksi bahan-bahan yang kurang menghasilkan

limbah sebelum membelinya.

b) Munggunakan sedikit mungkin bahan-bahan kimia.

c) Mengutamakan metode pembersihan secara fisik daripada

secara kimiawi.

d) Mencegah bahan-bahan yang dapat menjadi limbah seperti

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
59

dalam kegiatan perawatan dan kebersihan.

e) Memonitor alur penggunaan bahan kimia dari bahan baku

sampai menjadi limbah bahan berbahaya dan beracun.

f) Memesan bahan-bahan sesuai kebutuhan

g) Menggunakan bahan-bahan yang diproduksi lebih

awal untuk menghindari kadaluwarsa

h) Menghabiskan bahan dari setiap kemasan

i) Mengecek tanggal kadaluwarsa bahan-bahan pada saat

diantar oleh distributor

2) Pemilihan, Pewadahan, Pemanfaatan Kembali Dan Daur

Ulang

Dilakukan pemilihan jenis limbah medis padat mulai

dari sumber yang terdiri dari limbah infeksius, limbah patologi,

limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitotoksis, limbah

kimiawi, limbah radioaktif, limbah kontainer bertekanan dan

limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.

a) Tempat pewadahan limbah medis padat

Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan

karet, kedap air dan mempunyai permukaan yang halus

pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass. Setiap sumber

penghasil limbah medis harus tersedia tempat pewadahan

yang terpisah dengan limbah padat non medis. Kantong

plastik diangkat setiap hari atau kurang sehari apabila 2/3

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
60

bagian telah terisi limbah. Benda-benda tajam hendaknya

ditampung pada tempat khusus (safety box) seperti botol

atau karton yang aman. Tempat pewadahan limbah medis

padat infeksius dan sitotoksik yang tidak langsung kontak

dengan limbah harus segera dibersihkan dengan larutan

disinfektan apabila akan dipergunakan kembali, sedangkan

untuk kantong plastik yang telah dipakai dan kontak

langsung dengan limbah tersebut tidak boleh digunakan

lagi.

b) Bahan atau alat yang dapat dimanfaatkan kembali

setelah melalui sterilisasi melalui pisau bedah (scalpel),

jarum hipodermik, syringes, botol gelas, dan kontainer.

c) Alat-alat lain yang dapat dimanfaatkan kembali setelah

melalui strilisasi adalah radionukleida yang telah diatur

tahan lama untuk radioterapi seperti pins, needles, atau

seeds.

d) Apabila sterilisasi yang dilakukan adalah sterilisasi

dengan ethylene oxide, maka tanki reaktor harus

dikeringkan sebelum dilakukan injeksi ethylene oxide. Oleh

karena gas tersebut sangat berbahaya maka sterilisasi harus

dilakukan oleh petugas yang terlatih.

e) Upaya khusus harus dilakukan apabila terbukti ada kasus

pencemaran spongiform encephalopathies.


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
61

3) Tempat Penampungan Sementara

a) Bagi rumah sakit yang mempunyai insinerator di

lingkungannya harus membakar limbahnya selambat-

lambatnya 24 jam.

b) Bagi rumah sakit yang tidak mempunyai insinerator, maka

limbah medis padatnya harus dimusnahkan melalui

kerjasama dengan rumah sakit lain atau pihak lain yang

mempunyai insinerator untuk dilakukan pemusnahan

selambat-lambatnya 24 jam apabila disimpan pada suhu

ruang.

4) Transportasi

a) Kantong limbah medis padat sebelum dimasukkan ke

kendaraan pengangkut harus diletakkan dalam kontainer

yang kuat dan tertutup.

b) Kantong limbah medis padat harus aman dari jangkauan

manusia maupun binatang.

c) Petugas yang menangani limbah, harus menggunakan

alat pelindung diri yang terdiri :

(1) Topi atau helm

(2) Masker

(3) Pelindung mata

(4) Pakaian panjang

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
62

(5) Apron untuk industry

(6) Pelindung kaki atau sepatu boot

(7) Sarung tangan khusus ( disposable gloves atau

heavy duty gloves)

5) Pengolahan, Pemusnahan Dan Pembuangan Akhir Limbah

Padat

a) Limbah Infeksius Dan Benda Tajam

Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan

persediaan agen infeksius dari laboratorium harus

disterilisasi dengan pengolahan panas dan bahan seperti

dalam autoclave. Limbah infeksius yang lain cukup dengan

cara disinfeksi.

Setelah insenerasi atau disinfeksi, residunya dapat

dibuang ke tempat pembuangan B3 atau dibuang ke landfill

jika residunya sudah aman

b) Limbah Farmasi

Limbah farmasi dalam jumlah kecil dapat diolah

dengan insenerator pirolitik (pyrolitic incinerator), rotary

klin, dikubur secara aman, sanitary landfill, dibuang ke

sarana air limbah atau insenerasi. Tetapi dalam jumlah besar

harus menggunakan fasilitas pengolahan yang khusus

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
63

seperti rotary klin, kapsulisasi alam drum logam dan

insenerasi.

Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus

dikembalikan kepada distributor, sedangkan bila dalam

jumlah sedikit dan tidak memungkinkan dikembalikan,

supaya dimusnahkan melalui insenerator pada suhu diatas

1.000º C.

c) Limbah Sitotoksis

Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan tidak boleh

dibuang dengan penimbunan (landfill) atau saluran limbah

umum. Pembuangan yang dianjurkan adalah dikembalikan

ke perusahaan penghasil atau distributornya, insenerasi pada

suhu tinggi dan degradasi kimia. Bahan yang belum dipakai

dan kemasannya masih utuh karena kadaluarsa harus

dikembalikan ke distributor apabila tidak ada insenerator

dan diberi keterangan bahwa obat tersebut sudah kadaluarsa

atau tidak dipakai lagi.

Insenerasi pada suhu tinggi sekitar 1.200º C

dibutuhkan untuk menghancurkan semua bahan sitotoksik.

Insenerasi pada suhu rendah dapat menghasilkan uap

sitotoksik yang berbahaya ke udara. Insenerator pirolitik

dengan 2 (dua) tungku pembakaran pada suhu 1.200º C

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
64

dengan minimum waktu tinggal 2 detik atau suhu 1.000º C

dengan waktu tinggal 5 detik di tungku kedua sangat cocok

untuk bahan ini dan dilengkapi dengan penyaring debu.

Insinerator juga harus dilengkapi dengan peralatan

pembersih gas. Insenerasi juga memungkinkan dengan

rotary klin yang didesain untuk dekomposisi panas limbah

kimiawi yang beroperasi dengan baik pada suhu di atas

850ºC. Insenerator dengan satu tungku atau pembakaran

terbuka tidak tepat untuk pembuangan limbah sitotoksis.

Metode degradasi kimia yang mengubah senyawa

sitotoksik menjadi senyawa tidak beracun dapat digunakan

tidak hanya untuk residu obat juga untuk pencucian tempat

urin, tumpahan dan pakaian pelindung. Cara kimia relatif

mudah dan aman meliputi oksidasi oleh kalium

permanganat (KMnO4) atau asam sulfat (H2SO4),

penghilangan nitrogen dengan asam bromida, atau reduksi

dengan nikel atau aluminium. Insenerasi maupun degradasi

kimia tidak merupakan solusi yang sempurna untuk

pengolahan limbah, tumpahan atau cairan biologis yang

terkontaminasi agen antineoplastik. Oleh karena itu, rumah

sakit harus berhati-hati dalam menangani obat sitotoksik.

Apabila cara indsenerasi maupun degradasi kimia tidak

tersedia, kapsulisasi atau inersisasi dapat dipertimbangkan


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
65

sebagai cara yang dapat dipilih.

d) Limbah Bahan Kimia

(1) Pembuanagan Limbah Kimia Biasa. Limbah kimia

biasa yang tidak bias didaur ulang seperti gula, asam

amino dan garam tertentu dapat dibuang ke saluran air

kotor. Namun demikian, pembuangan tersebut harus

memenuhi persyaratan konsentrasi bahan pencemar

yang ada seperti bahan melayang, suhu dan pH.

(2) Pembuangan Limbah Kimia Berbahaya Dalam

Jumlah Kecil. Limbah bahan berbahaya dalam jumlah

kecil seperti residu yang terdapat dalam kemasan

sebaiknya dibuang dengan insinerasi pirolitik,

kapsulisasi dan ditimbul (landfill). Tidak ada

pembuangan yang aman dan sekaligus murah untuk

limbah berbahaya. Pembuangannya lebih ditentukan

kepada sifat bahaya yang dikandung oleh limbah

tersebut. Limbah tertentu yang biasa dibakar seperti

banyak bahan pelarut dapat diinsinerasi. Namun,

bahaya pelarut dalam jumlah besar seperti pelarut

halogenida yang mengandung klorin atau florin tidak

boleh diinsinerasi, kecuali insineratornya dilengkapi

dengan alat pembersih gas.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
66

(3) Cara lain adalah dengan mengembalikan bahan kimia

berbahaya tersebut ke distributornya yang akan

menanganinya dengan aman atau dikirim ke negara

lain yang mempunyai peralatan yang cocok untuk

mengolahnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan

dalam penanganan limbah kimia berbahaya yaitu

limbah berbahaya yang komposisinya berbeda harus

dipisahkan untuk menghindari reaksi kimia yang tidak

diinginkan, limbah kimia dalam jumlah besar tidak

boleh ditimbun karena dapat mencemari air tanah,

limbah kimia disinfektan dalam jumlah besar tidak

boleh dikapsulisasi karena sifatnya korosif dan mudah

terbakar, limbah padat bahan kimia berbahaya cara

pembuangannnya harus dikapsulisasi terlebih dahulu

kepada instansi yang berwenang.

e) Limbah Dengan Kandungan Logam Berat Tinggi

Limbah dengan kandungan merkuri atau kadmium

tidak boleh dibakar atau diinsinerasi karena berisiko

mencemari udara dengan uap beracun dan tidak boleh

dibuang ke landfill karena dapat mencemari air tanah.

Cara yang disarankan adalah dikirim ke negara yang

mempunyai fasilitas pengolah limbah dengan kandungan

logam berat tinggi. Bila tidak memungkinkan, limbah


Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
67

dibuang ke tempat penyimpanan yang aman sebagai

pembuangan akhir untuk limbah industri ynag berbahaya.

Cara lain yang paling sederhana adalah dengan kapsulisasi

kemudian dilanjutkan dengan landfill. Bila hanya dalam

jumlah kecil, dapat dibuang dengan limbah biasa.

f) Kontainer Bertekanan

Cara yang terbaik untuk menangani limbah

container bertekanan adalah dengan daur ulang atau

penggunaan kembali. Apabila masih dalam keadaan utuh,

dapat dikembalikan ke distributor untuk pengisian ulang

gas. Agen halogenida dalam bentuk cair dan dikemas

dalam botol harus diperlakukan sebagai limbah bahan

kimia berbahaya untuk pembuangannya.

Cara pembuangan yang tidak diperbolehkan adalah

pembakaran atau insinerasi karena dapat meledak.

Kontainer yang masih utuh harus dikembalikan ke

penjualnya adalah tabung atau silinder nitrogen okside

yang biasanya disatukan dengan peralatan anestesi, tabung

atau silinder etilen oksida yang biasanya disatukan dengan

peralatan sterilisasi, serta tabung bertekanan untuk gas lain

seperti oksigen, nitrogen, karbon dioksida, udara

bertekanan, siklopropana, hidrogen, gas elpiji dan asetilin.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
68

Kontainer yang sudah rusak tidak dapat diisi ulang

harus dihancurkan setelah dikosongkan kemudian baru

dibuang ke landfill. Kaleng aerosol kecil harus

dikumpulkan dan dibuang bersama dengan limbah biasa

dalam kantong plastik hitam dan tidak untuk dibakar atau

diinsinerasi. Limbah ini tidak boleh dimasukkan ke dalam

kantong kuning karena akan dikirim ke insinerator. Kaleng

aerosol dalam jumlah banyak sebaiknya dikembalikan ke

penjualnya atau ke instalasi daur ulang bila ada.

g) Limbah Radioaktif

Pengolahan limbah radioaktif yang aman harus

diatur dalam kebijakan dan strategi nasional yang

menyangkut peraturan, infrastruktur, organisasi pelaksana

dan tenaga yang terlatih. Setiap rumah sakit yang

menggunakan sumber radioaktif yang terbuka untuk

keperluan diagnosa, terapi atau penelitian harus

menyiapkan tenaga khusus yang terlatih khusus di bidang

radiasi.

Tenaga tersebut bertanggung jawab dalam

pemakaian bahan radioaktif yang aman dan melakukan

pencatatan. Instrumen kalibrasi yang tepat harus tersedia

untuk monitoring dosis dan kontaminasi. Pelacakan

limbah radioaktif dalam pengiriman maupun

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
69

pembuangannya dan selalu diperbarui datanya setiap

waktu.

Limbah radioaktif harus dikategorikan dan dipilah

berdasarkan ketersediaan pilihan cara pengolahan,

pengkondisian, penyimpanan, dan pembuangan. Kategori

yang memungkinkan adalah :

(a) Umur paruh (half-life) seperti umur pendek (short-

lived), misalnya umur paruh < 100 hari, cocok untuk

penyimpanan pelapukan

(b) Aktifitas dan kandungan radionuklida

(c) Bentuk fisika dan kimia

(d) Tidak homogen (seperti mengandung lumpur atau

padatan yang melayang)

(e) Padat mudah terbakar atau tidak mudah terbakar

(bila ada) dan daat dipadatkan atau tidak mudah

dipadatkan (bila ada)

(f) Sumber tertutup atau terbuka seperti sumber tertutup

yang dihabiskan

(g) Kandungan limbah seperti limbah yang mengandung

bahan berbahaya (patogen, infeksius, beracun).

Setelah pemilahan, setiap kategori harus disimpan

terpisah dalam kontainer, dan kontainer limbah tersebut

harus :

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
70

(a) Secara jelas diidentifikasi

(b) Ada simbol radioaktif ketika sedang digunakan

(c) Sesuai dengan kandungan limbah

(d) Dapat diisi dan dikosongkan dengan aman Kuat dan

saniter

Informasi yang harus dicatat pada setiap kontainer

limbah :

(a) Nomor identifikasi

(b) Radionuklida

(c) Aktifitas (jika diukur atau diperkirakan) dan

tangggal pengukuran

(d) Asal limbah (ruangan, laboratorium, atau tempat

lain)

(e) Angka dosis permukaan dan tanggal pengukuran

(f) Orang yang bertanggung jawab

Kontainer untuk limbah padat harus dibungkus

dengan kantong plastik transparan yang dapat ditutup

dengan isolasi plastik. Limbah padat radioaktif dibuang

sesuai dengan persyaratan teknis dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku (PP Nomor 27 Tahun 2002) dan

kemudian diserahkan kepada Badan Tenaga Nuklir

Nasional (BATAN) untuk penanganan lebih lanjut atau

dikembalikan kepada negara distributor. Semua jenis

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
71

limbah medis termasuk limbah radioaktif tidak boleh

dibuang ke tempat pembuangan akhir sampah domestik

(landfill) sebelum dilakukan pengolahan terlebih dahulu

sampai memenuhi persyaratan

b. Limbah Padat Non Medis

1) Pemilahan Limbah Padat Non Medis

a) Dilakukan pemilahan limbah padat non medis antara limbah

yang dapat dimanfaatkan dengan limbah yang tidak daat

dimanfaatkan kembali.

b) Dilakukan pemilahan limbah padat non medis antar limbah

basah dan limbah kering.

2) Tempat Pewadahan Limbah Padat Non Medis

a) Terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan, tahan karat,

kedap air, dan mempunyai permukaan yang mudah

dibersihkan pada bagian dalamnya, misalnya fiberglass.

b) Mempunyai tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa

mengotori tangan.

c) Terdapat minimal 1 (satu) buah untuk setiap kamar atau

sesuai dengan kebutuhan

d) Limbah tidak boleh dibiarkan dalam wadahnya melebihi

3 x 24 jam atau apabila 2/3 bagian kantong sudah terisi

oleh limbah, maka harus diangkut supaya tidak menjadi

perindukan vektor penyakit atau binatang pengganggu.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
72

3) Pengangkutan

Pengangkutan limbah padat domestik dari setiap ruangan

ke tempat penampungan sementara menggunakan troli tertutup.

4) Tempat Penampungan Limbah Padat Non Steril Sementara

a) Tersedia tempat penampungan limbah padat non medis

sementara dipisahkan antara limbah yang dapat

dimanfaatkan dengan limbah yang tidak dapat

dimanfaatkan kembali. Tempat tersebut tidak merupakan

sumber bau dan lalat bagi lingkungan sekitarnya,

dilengkapi saluran untuk cairan.

b) Tempat penampungan sementara limbah limbah padat

harus kedap air, bertutup dan selalu dalam keadaan

tertutup bila tidak sedang diisi serta mudah dibersihkan.

c) Terletak pada lokasi yang mudah dijangkau kendaraan

pengangkut limbah padat.

d) Dikosongkan dan dibersihkan sekurang-kurangnya 1 x 24

jam.

5) Pengolahan Limbah Padat

Upaya untuk mengurangi volume, merubah bentuk atau

memusnahkan limbah padat dilakukan pada sumbernya. Limbah

yang masih dapat dimanfaatkan hendaknya dimanfaatkan

kembali untuk limbah padat organik dapat diolah menjadi

pupuk.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
73

6) Lokasi Pembuangan Limbah Padat Akhir

Limbah padat umum (domestik) dibuang ke lokasi

pembuangan akhir yang dikelola oleh pemerintah daerah

(pemda) atau badan lain sesuai dengan peraturan perundangan

yang berlaku.

c. Limbah Cair

Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai

dengan karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume dan prosedur

penanganan dan penyimpanannya. Menurut Menkes RI (2004),

tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, persyaratan

dalam pengelolaan limbah cair di rumah sakit adalah sebagai berikut:

1) Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran

tertutup, kedap air dan limbah harus mengalir dengan lancar,

serta terpisah dengan saluran air hujan.

2) Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair

sendiri atau bersama-sama secara kolektif dengan bangunan

disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis, apabila belum

ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah

perkotaaan.

3) Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk

mengetahui debit harian limbah yang dihasilkan.

4) Air limbah dari dapur harus dilengkapi penangkap lemak dan

saluran air limbah harus dilengkapi atau ditutup dengan grill.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
74

5) Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Bila tidak mempunyai

IPAL, harus dikelola sesuai ketentuan yang berlaku melalui

kerjasama dengan pihak lain atau pihak yang berwenang.

6) Frekuensi pemeriksaan kualitas limbah cair terolah (effluent)

dilakukan setiap bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3

bulan sekali uji petik sesuai ketentuan yang berlaku.

7) Rumah sakit yang menghasilkan limbah cair yang mengandung

atau terkena zat radioaktif, pengelolaannnya dilakukan sesuai

ketentuan BATAN.

8) Parameter radioaktif diberlakukan bagi rumah sakit sesuai

dengan bahan radioaktif yang dipergunakan oleh rumah sakit

yang bersangkutan.

d. Limbah Gas

Menurut Menkes RI (2004), tentang Persyaratan Kesehatan

Lingkungan Rumah Sakit, persyaratan dalam pengelolaan limbah gas

di rumah sakit adalah sebagai berikut:

1) Monitoring limbah gas berupa NO2, SO2, logam berat dan

dioksin dilakukan minimal satu kali setahun.

2) Suhu pembakaran minimum 1.000ºC untuk pemusnahan bakteri

patogen, virus, dioksin dan mengurangi gejala.

3) Dilengkapi alat untuk mengurangi emisi gas dan debu.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
75

4) Melakukan penghijauan dengan menanam pohon yang

banyak memproduksi gas oksigen dan dapat menyerap debu.

Limbah/sampah klinik harus ditampung dan ditangani. Proses

penganan limbah/sampah klinik terdiri dari tahapan (Menteri

kesehatan, 2004) sebagai berikut:

1) Pemisahan Dan Pengurangan

Pemilihan dan reduksi volume limbah klinik hendaknya

mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut :

a) Kelancaran penanganan dan penampungan limbah

b) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan

khusus, yaitu pemisahan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan

Beracun) dan non B3

c) Sedapat mungkin menggunakan bahan kimia non B3

d) Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai

jenis limbah.

2) Penampungan

Sarana penampungan limbah harus memadai, diletakkan

pada tempat yang aman dan hygienis.

3) Standarisasi Kantong Dan Kontainer Pembuangan Limbah

Standar lain yang harus dipenuhi yaitu kantong dan

kontainer limbah medik menyangkut penggunaan label yang

sesuai dengan kategori limbah. Standarisasi warna kantong yang

digunakan untuk membuang sampah diperlukan guna

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
76

mengurangi kesalahan dalam pemisahan sampah. Penggunaan

kode dan label limbah medik ini berfungsi untuk memilah-milah

limbah di seluruh rumah sakit, sehingga limbah dapat dipisah-

pisahkan di tempat sumbernya.

Macam standarisasi warna kantong menurut Kepmenkes

RI (2004) yaitu :

a) Sampah infeksius menggunakan kantong berwarna kuning

dengan simbol biohazard yang berwarna hitam

b) Sampah sitostatika menggunakan kantong berwarna ungu

dengan simbol cell dan telophase

c) Sampah radioaktif menggunakan kantong berwarna merah

dengan simbol radioaktif.

Standarisasi kantong dan kontainer pembuangan

limbah dapat dilihat pada table 1 sebagai berikut :

Tabel 1. Kategori Limbah dan Lambangnya


Warna
Kontainer/
No Kategori Lambang Keterangan
Kantung plastic
1. Radioaktif Kantong boks timbal
dengan simbol
Merah radioaktif

2. Sangat Infeksius Kantung plastik kuat,


anti bocor, atau
Kuning kontainer yang dapat
disterilisasi dengan
autoklaf

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
77

3. Limbah infeksius, Plastik kuat dan anti


patologi dan bocor dan container
anatomi Kuning

4. Sitotoksis Kontainer plastik kuat


dan anti bocor
Ungu

5. Limbah kimia dan Coklat - Kantong plastik atau


Farmasi Container

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII Di RSI Sultan Agung Semarang Tanggal 03 September - 30 Oktober 2018
BAB III

HASIL PKPA DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

DAN PEMBAHASAN

A. Hasil PKPA di Rumah Sakit Islam Sultan Agung

1. Sejarah dan Perkembangan di RSI Sultan Agung Semarang

Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang pada awal

berdirinya merupakan Health Centre yang pada perkembangan selanjutnya

ditingkatkan menjadi Rumah Sakit Sultan Agung atau Medical Centre

Sultan Agung. Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang merupakan

lembaga pelayanan kesehatan dibawah naungan Yayasan Badan Wakaf

Sultan Agung. Yayasan ini didirikan di Semarang sejak tanggal 13 Juli

1950 (16 Syawal 1369 H), yang bergerak dalam bidang pendidikan,

kesehatan, sosial dan kegiatan amal shaleh lainnya dengan tujuan

menyebarluaskan pendidikan serta ajaran islam dengan melalui dakwah-

dakwah Islam.

Rumah sakit Sultan Agung pada tahun 1970 mendapatkan

bantuan dari pemerintahan Belanda dengan didirikannya Health Centre

(Pusat Kesehatan Masyarakat) di Jalan Kaligawe Semarang. Pembangunan

Health Centre dimulai sejak 1 Januari 1970 dan selesai pada Juni 1972 dan

diresmikan oleh pimpinan Yayasan Badan Wakaf sejak tanggal 17 Agustus

1971. Rumah Sakit Sultan Agung Semarang memulai pengabdiannya

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018

78
79

dengan pelayanan poliklinik umum, kesehatan ibu dan anak, dan poliklinik

keluarga berencana. Dua tahun kemudian, tepatnya pada tanggal 23

Oktober 1973, Rumah Sakit Sultan Agung diresmikan sebagai Rumah

Sakit Umum Tipe C dengan SK dari Menkes RI nomor I

024/YanKes/I.O.75, kemudian pada tanggal 8 Januari 1992 Rumah Sakit

Sultan Agung (RSSA) diganti namanya menjadi RSI Sultan Agung.

Rumah Sakit Islam Sultan Agung memperluas pelayanan sesuai

dengan kebutuhan masyarakat, dan sejak bulan Juli 2017, Rumah Sakit

Islam Sultan Agung telah lulus akreditasi 16 pelayanan. Sesuai dengan

Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor

HK.03.05/I/513/2017 tentang Penetapan Kelas Rumah sakit, Rumah Sakit

Islam ditetapkan sebagai Rumah Sakit tipe B pendidikan yang mempunyai

fasilitas serta kemampuan pelayanan medik spesialistik dan sub

spesialistik terbatas, dan akreditasi JCI versi KARS pada Tgl 14 s.d 18 Juli

2017 rumah sakit islam sultan agung Lulus Akreditasi Tingkat Paripurna.

RSI Sultan Agung Semarang telah berhasil membuktikan

keberadaannya sebagai rumah sakit islam yang konsen pada pelayanan

islami. Melayani dengan hati adalah keniscayaan. Itulah yang dilakukan

RSI Sultan Agung dalam membangun kepercayaan. Pelayanan yang tidak

membeda-bedakan kelas, yang cepat, mudah dan tidak menyulitkan adalah

wujud kepedulian RSI Sultan Agung terhadap masyarakat yang diberi

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
80

cobaan. Semuanya tumbuh dalam kesadaran untuk menjadi bagian dari

keagungan Islam.

Sebuah komitmen untuk menjadi World Class Islamic Teching

Hospital, rumah sakit pendidikan Islam yang berkelas dunia. RSI Sultan

Agung Semarang berupaya terus meningkatkan jenis layanan berikut

kualitasnya. Menjadi rujukan bagi kaum terpelajar dan masyarakat umum

adalah bagian dari tujuan yang hendak diraih. Oleh karena itu, RSI Sultan

Agung Semarang tak henti melakukan inovasi dan pengembangan.

2. Visi, Misi, Filosofi, Tujuan, Motto RSI Sultan Agung Semarang

a. Visi RSI Sultan Agung Semarang

Menjadi Rumah Sakit Islam Terkemuka dalam Pelayanan

Kesehatan, Pendidikan dan Pembangunan Peradaban Islam Menuju

Masyarakat Sejahtera yang Dirahmati Allah SWT

b. Misi RSI Sultan Agung Semarang

1) Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang selamat

menyelamatkan dijiwai semangat mencintai Allah menyayangi

sesama

2) Menyelenggarakan pelayanan pendidikan dalam rangka

membangun generasi khaira ummah.

3) Membangun peradaban islam menuju masyarakat sehat

sejahtera yang dirahmati Allah SWT.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
81

RSI Sultan Agung Semarang dalam rangka mewujudkan

visi dan misinya yang terkemuka dengan pelayanan kesehatan yang

Islami, serta menumbuhkan semangat keteladanan yang rahmatan lil

„alamin, maka dibudayakanlah sebuah nilai dasar (core values) yang

harus dimiliki oleh seluruh karyawan RSI Sultan Agung yang

terangkum dalam satu kata, PRAKTIS.

1) Profesional

Cakap, berilmu dan ahli dibidangnya. Demikianlah

prototype seorang Professional. Setiap tindakan dan karya

yang dihasilkan menjadi cerminan atas keilmuan yang

dimiliki. Semuanya terakumulasi dalam sikap yang dapat

dipertanggungjawabkan.

2) Ramah

Senyum yang merekah, muka yang berseri-seri, dan tutur

kata yang santun menyejukkan hati adalah cerminan seorang

muslim yang ramah. Sikap ini dapat menuntun pada

kerendahan hati serta mendatangkan simpati dari orang lain.

Inilah sedekah yang kita tebarkan pada sesama, tanpa pandang

bulu.

3) Amanah

Jujur/dapat dipercaya atas segala tindakan dan mampu

menjalankan tugas dengan penuh tanggungjawab menjadi ciri

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
82

seorang hamba yang amanah.Satu kata, satu perbuatan adalah

teladan tertinggi. Inilah ciri hamba muslim pengikut setia Nabi

Termulia, Muhammad SAW.

4) Kerja Keras

Memiliki semangat kerja yang tangguh, ulet dan istiqomah

adalah nilai-nilai dasar yang mengkristal dalam diri seorang

muslim. Kristalisasi kerja keras ini akan melahirkan seorang

pejuang yang berprestasi dan tidak pantang menyerah, sehingga

menjadilah ia sebagai muslim yang kuat.

5) Terbuka

Bersiap menjadi pribadi yang terbuka, karena sadar bahwa

tidak ada yang Sempurna di dunia ini. Melalui pribadi yang

terbuka itulah, seseorang menjadi sadar untuk terus

mengembangkan diri dan tidak lelah berprestasi.

6) Ikhlas

Ketulusan dalam berkarya mendasari sikap seorang

muslim untuk meraih ridho illahi. Tidak merugi orang yang yakin

dengan ketulusan, karena Allah-lah tujuannya. Maka indah nian

perilaku seorang muslim yang ikhlas dalam beramal.

7) Sabar

Dengan kesabaran, seseorang akan melalui hidupnya

dalam ketenangan dan ketentraman. Orang sabar sangat dekat

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
83

dengan sifat terpuji yang disyari’atkan Allah SWT, sehingga

hidupnya tidak mudah terombang-ambing oleh kemelut

apapun.Surga dan pahala melimpah menanti orang-orang yang

sabar

c. Meaning Statements Rumah Sakit Islam Sultan Agung

“Berkhidmat menyelamatkan kehidupan umat”

d. Tujuan RSI Sultan Agung Semarang

1) Terselenggaranya pelayanan kesehatan Islami.

2) Terselenggaranya pelayanan kesehatan masyarakat untuk

keselamatan iman dan kesehatan jasmani sebagai upaya

bersama untuk mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat.

3) Terselenggaranya pelayanan pendidikan dalam rangka

membangun generasi khaira ummah dibidang kedokteran dan

kesehatan pada program Diploma, Sarjana, Magister, Profesi,

dan Doktor, dengan kualitas universal, siap melaksanakan

tugas kepemimpinan dan dakwah.

4) Terwujudnya Rumah Sakit untuk pendidikan kedokteran dan

kesehatan islam yang berkualitas B plus untuk 5 tahun ke

depan dan A untuk 10 tahun kedepan.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
84

5) Terselenggaranya silaturahim dan jejaring dengan pusat-pusat

pengembangan ilmu kedokteran & kesehatan dan RSI di

seluruh dunia.

6) Terselenggaranya silaturrahim yang intensif dengan

masyarakat dan partisipasi aktif dalam upaya membangun

masyarakat sehat sejahtera yang dirahmati Allah SWT.

7) Menjadi rujukan dan bekerjasama dengan masyarakat dan

rumah sakit lainnya dalam kualitas pelayanan rumah sakit

pendidikan islami.

8) Terselenggaranya proses pengembangan gagasan, kegiatan

dan kelembagaan sejalan dengan dinamika masyarakat,

perkembangan rumah sakit, dan perkembangan iptek

kedokteran & kesehatan.

a. Terwujudnya Rumah Sakit Pendidikan Islam Utama (Islamic

Teaching Hospital).

b. Terselenggaranya proses evaluasi diri secara teratur dan

berkelanjutan.

e. Motto RSI Sultan Agung Semarang

“Mencintai Allah SWT, Menyayangi Sesama” Struktur Organisasi

RSI Sultan Agung Semarang

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
85

Gambar 1. Struktur Organisasi RSI Sultan Agung Semarang

3. Instalasi Farmasi RSI Sultan Agung Semarang (IFRS)

Instalasi Farmasi RSI Sultan Agung Semarang merupakan bagian

yang bertangung jawab terhadap perbekalan farmasi yang ada di rumah sakit.

Instalasi Farmasi RSI Sultan Agung Semarang dipimpin oleh seorang

Apoteker yang bertangungjawab kepada Direktur melalui Koordinasi Kepala

Bidang Pelayanan Medik. Kepala Instalasi Farmasi Rumah Sakit dibantu oleh

14 orang apoteker. Apoteker di Instalasi Farmasi RSI Sultan Agung

Semarang bertanggung jawab sebagai Koordinator Perbekalan Farmasi,

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
86

Koordinator Farmasi Klinik, Koordinator Manajemen Mutu dan Koordinator

Diklat Farmasi. Apoteker yang bertugas dalam Instalasi Farmasi dibantu oleh

Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang terdiri dari ( 38 orang TTK lulusan

D3, 17 orang TTK lulusan Sekolah Menengah Farmasi), dan 9 orang Tenaga

Non Kefarmasian.

a. Visi Instalasi Farmasi RSI Sultan Agung Semarang

Rumah Sakit Islam terkemuka dalam pelayanan kefarmasian

yang berorientasi pada jaminan mutu menuju masyarakat sehat

sejahtera yang dirahmati Allah SWT.

b. Misi Instalasi Farmasi RSI Sultan Agung Semarang

1) Mengembangkan pelayanan kefarmasian yang optimal.

2) Mengembangkan pelayanan kefarmasian untuk pendidikan bagi

Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung dan lembaga pendidikan

lainnya.

3) Mengembangkan pelayanan untuk penelitian dan pengembangan

ilmu kefarmasian sesuai dengan standar kompetisi yang ada.

c. Tujuan Instalasi RSI Sultan Agung Semarang

1) Melaksanakan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam

keadaan biasa maupun gawat darurat, sesuai dengan keadaan

pasien, maupun fasilitas yang tersedia.

2) Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi yang profesional

berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
87

3) Memberikan informasi dan edukasi bagi pasien dan tenaga

kesehatan lain.

4) Memberikan informasi mutakhir tentang perbekalan farmasi

kepada tenaga kesehatan yang lain.

5) Menjalankan pengawasan perbekalan farmasi berdasarkan aturan

yang berlaku.

6) Melakukan dan memberikan pelayanan bermutu melalui analisis

telaah dan evaluasi pelayanan.

d. Motto Instalasi Farmasi RSI Sultan Agung Semarang

Memberikan pelayanan kefarmasian yang profesional dan bermutu.

e. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit Islam

Sultan Agung Semarang

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 tahun 2016

tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit, instalasi farmasi

adalah pelaksana fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan

pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

(IFRS) RSI Sultan Agung dibagi menjadi 11 depo, yaitu depo farmasi

rawat jalan dan rawat inap gedung D, depo farmasi rawat inap, depo

logistik farmasi, depo farmasi sitostatika, depo farmasi kamar operasi

(OK), depo farmasi IGD, depo farmasi SEC, depo farmasi ICU, depo

farmasi jantung, dan depo farmasi rawat jalan serta rawat inap gedung

MCEB. Ruang lingkup kegiatan IFRS RSI Sultan Agung Semarang

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
88

meliputi pelayanan kefarmasian dan pelayanan farmasi klinik.Berikut

ini adalah struktur organisasi Instalasi Farmasi Rumah Sakit di RSI

Sultan Agung Semarang:

Direktorat Pendidikan dan Penunjang Medis

Kepala Instalasi Farmasi

APJP

Penjab Penjab Penjab


pelayanan pelayanan pelayanan
Farmasi Rawat Farmasi Rawat Logistik
Jalan Inap Farmasi

Pelaksana Pelaksana Pelaksana

Gambar 2. Struktur Organisasi IFRS RSI Sultan Agung Semarang

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
89

Sumber Sumber Daya Insani (SDI) di IFRS RSI Sultan Agung

(September-November 2018) terdiri dari :

Apoteker = 14 orang

D3 Farmasi = 41 orang

Asisten Apoteker/SMF = 14 orang

Reseptir = 3 orang

SMA / SMK = 6 orang

Total SDI = 78 orang

B. PEMBAHASAN

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit islam sultan agung

merupakan rumah sakit institusi pendidikan dan digunakan sebagai pembelajaran

klinik. Kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSI Sultan Agung

Semarang dilaksanakan selama dua bulan,dimulai pada tanggal 01 Maret- 30 April.

Kegiatan PKPA dilakukan di Instalasi Farmasi RSI Sultan Agung (IFRS Sultan

Agung). IFRS Sultan Agung adalah sebuah unit yang berada dibawah

kepemimpinan seorang Apoteker dan dibantu oleh beberapa orang asisten untuk

menyelanggarakan pelayanan kefarmasian. Instalasi Farmasi RSI Sultan Agung

memiliki 11 depo farmasi, yaitu Logistik farmasi, depo rawat inap pusat, MCEB,

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
90

rawat inap gedung D, GMC rawat jalan gedung D, rawat inap Ma‟wa, Multi Center

of Excelence Building (MCEB) rawat jalan, depo farmasi jantung, depo farmasi

Sultan Agung Eye Center (SEC), depo farmasi IGD, depo farmasi Instalasi Bedah

Sentral (IBS), depo farmasi sitostatika, dan bangsal (Baitul Izzah 1 dan Baitul Izzah

2, Baitus Salam 1 dan Baitus Salam 2, Baitun Nisa 1 dan Baitun Nisa 2, Baitul

Ma’wa, serta CSSD.

Kegiatan mahasiswa PKPA yang dilakukan diinstalasi farmasi RSI Sultan

Agung antara lain pelayananan farmasi klinik meliputi: membantu melakukan

pelayanan Resep dengan pengawasan petugas farmasi, penelusuran riwayat

penggunaan obat, rekonsiliasi obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling,

visite, Pemantauan Terapi Obat (PTO). Mahasiswa juga melakukan kegiatan lain

seperti Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKMRS) dengan media radio, leaflet,

serta melakukan penyuluhan posyandu binaan rumah sakit yang rutin dilakukan

setiap minggu, membuat katalog CSSD, membuat daftar obat norum beserta

gambarnya, membuat vidieo alur pelayanan resep, membuat buku saku tentang

beberapa penyakit, dan kliping brosur mengenai pengobatan beberapa penyakit.

1. Kegiatan PKPA di Depo Farmasi Logistik

Logistik farmasi merupakan bagian dari fungsi logistik rumah sakit

yang sangat penting dalam melaksanakan pelayanan kefarmasian secara

optimal. Logistik farmasi menjadi tanggung jawab Penanggung Jawab

Logistik Farmasi. Gudang farmasi merupakan aspek penting dalam siklus

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
91

distribusi obat di rumah sakit yang meliputi penerimaan, penyimpanan dan

pendistribusian perbekalan farmasi.

Pelayanan Logistik Farmasi di RSI Sutan Agung Semarang dilakukan

setiap hari Senin – Minggu, dibagi menjadi 2 shift yaitu shift 1 (07.00-14.00)

dan shift 2 (11.00-18.00) dengan jumlah petugas 5 orang.

Pengelolaan perbekalan farmasi RSI Sultan Agung Semarang

sudah menggunakan sistem satu pintu melalui instalasi farmasi yang

meliputi10 hal, yaitu:

a. Pemilihan (Seleksi)

Pemilihan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakai mengacu pada formularium rumah sakit. Formularium RSI Islam

Sultan Agung Semarang disusun dengan mengacu pada Formularium

Nasional, usulan dokter yang dipilih dan disusun oleh Komite Farmasi

dan Terapi (KFT) yang ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit menjadi

formularium rumah sakit yang selanjutnya digunakan sebagai pedoman

atau acuan ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan

medis habis pakai sehingga penulisan resep oleh semua dokter harus

mengacu pada formularium rumah sakit. Kesesuaian antara penulisan

resep dan ketersediaan obat dalam formularium, ketersediaan alkes

maupun bahan medis habis pakai harus dilakukan evaluasi secara terus

menerus. Formularium Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang

disusun setiap satu tahun sekali.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
92

Hal – hal yang harus dipertimbangkan dalam proses seleksi obat

yaitu efektivitas obat, keamanan obat, komitmen dokter, rasio manfaat

obat yang lebih besar dari pada resiko, harga obat yang lebih murah dan

obat mudah diperoleh. Berdasarkan hal tersebut, maka obat yang masuk

dalam formularium RSI Sultan Agung sudah sesuai dengan ketentuan.

Isi dari formularium yaitu ada kelas terapi obat, nama generik atau

komposisi obat, bentuk sediaan obat, dosis terapi, nama dagang obat,

dan nama principal.

b. Perencanaan

Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah

dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan

anggaran yang tersedia. Tujuan dari perencanaan ini adalah untuk

menghindari kekosongan obat, dan dapat dilakukan dengan

menggunakan metode yang dapat dipertanggung jawabkan, dan dasar-

dasar perencanaan yang telah ditentukan, serta disesuaikan dengan

anggaran yang tersedia. Perencanaan pembelian perbekalan farmasi

yang dilakukan di RSI Sultan Agung Semarang adalah pembelian rutin

(Harian) dan non rutin (obat-obat cito, dan yang tidak masuk dalam

formularium RSI Sultan Agung Semarang. Pedoman perencanaan

tersebut meliputi:

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
93

1) Daftar Obat Essensial Nasional (DOEN), formularium rumah

sakit, formularium nasional, standard terapi rumah sakit, obat

yang masuk daftar e-cataloge khususnya yang masuk pada aserix.

2) Anggaran yang tersedia.

3) Penetapan prioritas.

4) Siklus penyakit.

5) Sisa persediaan.

6) Data pemakaian periode lalu.

7) Rencana pengembangan.

Metode perencanaan yang digunakan di RSI Sultan Agung adalah

metode konsumsi. Metode konsumsi yang digunakan yaitu

merencanakan pembelian obat berdasarkan data pembelian tahun lalu.

Metode analisis ABC dan VEN (Vital, Essensial, Non Essensial) untuk

mengetahui tingkat efektivitas obat. Analisis ABC yang digunakan

dalam perencanaan perbekalan farmasi di RSI Sultan Agung yaitu

dengan mengelompokkan perbekalan farmasi menjadi 3 kategori:

1) Kategori A yaitu perbekalan farmasi yang menyerap anggaran

70 %. Contoh obat: infus ringer laktat, injeksi Ceftriaxon,

ABU, Octalbin dan lainnya.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
94

2) Kategori B yaitu perbekalan farmasi yang menyerap anggaran

20 %. Contoh: infus NaCl 100 ml, infus Omeprazole, kapsul

Amlodipin 10mg, dan lainnya.

3) Kategori C yaitu perbekalan farmasi yang menyerap anggaran

10 %. Contoh: starmuno syr, vitamin C tab, dan lainnya.

Analisis VEN merupakan pengelompokan obat berdasarkan

kepada dampak tiap jenis obat terhadap kesehatan. Semua jenis obat

yang direncanakan dikelompokan kedalam tiga kategori yakni:

1) Vital (V)

Obat kategori V adalah jenis obat yang sangat vital, yang

termasuk dalam kelompok ini antara lain obat penyelamat (life

saving drug), obat-obatan untuk pelayanan kesehatan pokok dan

obat-obatan untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar.

Contoh obat yang termasuk jenis obat V adalah insulin, adrenalin,

antitoksin, dan obat jantung.

2) Essensial (E)

Obat kategori E merupakan obat yang terbukti efektif untuk

menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien.

Contoh obat yang termasuk jenis obat E adalah antibiotik, obat-

obat gastrointestinal.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
95

3) Non essensial (N)

Obat kategori N meliputi obat yang digunakan untuk

penyakit yang sembuh sendiri (self limiting disease), obat yang

diragukan manfaatnya, obat yang mahal namun tidak mempunyai

kelebihan manfaat dibanding obat lainnya. Contoh obat yang

termasuk jenis obat N adalah vitamin dan suplemen.

RSI Sultan Agung menggunakan metode perencanaan konsumsi

karena metode ini mudah diterapkan dan berdasarkan data penggunaan

perbekalan farmasi tahun sebelumnya. Namun, metode ini memiliki

kelemahan yaitu sulit dalam memperkirakan penggunaan perbekalan

farmasi untuk periode yang akan datang secara tepat.

c. Pengadaan

Pengadaan perbekalan farmasi RSI Sultan Agung dilakukan

oleh bagian pengadaan yang berada dibawah tanggung jawab kepala

bagian pengadaan. Sistem pengadaan yang dilakukan oleh RSI Sultan

Agung adalah dengan menggunakan penunjukan langsung (just in time)

berdasarkan obat yang masuk formularium rumah sakit. Sistem ini

digunakan untuk pengadaan obat-obat rutin yang disesuaikan dengan

kebutuhan dokter dan untuk obat-obat BPJS pengadaan dilakukan

dengan sistem tender dan pengadaan perbekalan farmasi dilaksanakan

berdasarkan hasil seleksi dan perencanaan.

Pengadaan perbekalan farmasi di RSI Sultan Agung meliputi :

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
96

1) Pembelian atau seleksi

Sistem pengadaan dengan pembelian merupakan cara

pembelian menggunakan sistem pembelian langsung dan surat

pesanan ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi Rumah

Sakit (IFRS) yang mempunyai SIPA.

Pengadaan obat narkotik, psikotropik serta OOT (Obat – obat

Tertentu) untuk surat pesanan (SP) ditulis oleh Apoteker Kepala

Instalasi Farmasi Rumah Sakit Sultan Agung kemudian

diserahkan kepada bagian logistik untuk dipesankan kepada PBF

Kimia Farma selaku PBF yang memiliki kewenangan dalam

peredaran obat Narkotik dan Psikotropik. Pengadaan secara

sistem just in time dilakukan untuk :

a) Obat

b) Infus

c) Alat kesehatan (Alkes)

2) Produksi

Produksi perbekalan farmasi berupa kegiatan membuat,

merubah bentukdan pengemasan kembali sediaan farmasi non

steril dan dilakukan oleh asisten apoteker berpengalaman.

a) Antilith

b) CaCO3

c) Pulmcort

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
97

d) Kasa Steril RSISA (dilakukan oleh bagian CSSD)

3) Donasi

Obat-obat donasi, baik dari lembaga pemerintah maupun

swasta, dikelola sesuai dengan peraturan yang berlaku, antara lain

obat TBC (contoh: OAT anak-KDT terdiri dari: RHZ (75/50/150

mg) untuk tahap intensif dan RH (75/50 mg) untuk tahap pertama)

dan obat HIV (contoh: efavirenz, nefiral dan duviral).

Pengadaan yang dilakukan oleh depo farmasi logistik belum

maksimal. Hal ini dikarenakan ruang penyimpanan obat dan alkes

kurang memadai sehingga obat yang dibeli tidak bisa dalam jumlah

yang besar. Pada beberapa obat dan alkes perlu dilakukan pemesanan

secara terjadwal seperti pengadaan infus yang tidak bisa dibeli sesuai

dengan data konsumsi tahun lalu dikarenakan terbatasnya ruang

penyimpanan. Serta Produksi yang dilakukan oleh bagian logistik

kurang maksimal karena ruang produksi bercampur dengan tempat

peniympanan stok obat dan alkes.

d. Penerimaan

Perbekalan farmasi diterima oleh bagian logistik/gudang farmasi.

Pada saat penerimaan perbekalan farmasi terlebih dahulu diperiksa.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerimaan barang di gudang

farmasi RSI Sultan Agung adalah harus sesuai dengan faktur atau surat

pesanan. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain:

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
98

1) Kesesuaian Surat Pesanan atau Pre Order dengan faktur (Contoh

Terlampir)

2) Kondisi fisik barang (kemasan, segel, adanya kerusakan atau

tidak)

3) Nama produk dan kekuatan/dosis obat

4) Jumlah barang, bentuk sediaan, nomor batch maupun nomor lots

5) Tanggal kadaluarsa

6) Kesesuaian suhu, pendistribusian untuk obat-obat yang

thermolabil. Obat-obat yang memerlukan penyimpanan khusus

(2-8o C) didistribusikan dengan menggunakan cool box dan

dilengkapi dengan termometer.

Apabila perbekalan farmasi yang diterima telah selesai diperiksa,

maka salah seorang asisten apoteker di logistik farmasi yang telah

ditunjuk menandatangani faktur pembelian tersebut, kemudian

dilakukan input data jumlah barang ke computer.

Selanjutnya, itu perbekalan farmasi yang telah diperiksa, terlebih

dahulu diberi label. Terdapat dua macam label yang digunakan,yaitu

label Nama Obat Rupa Ucapan Mirip (NORUM) dan label

Kewaspadaan Tinggi (High Alert) untuk perbekalan farmasi dengan

nama dan lafal serta dosis yang beragam serta untuk obat Narkotik dan

Psikotropik. Setelah pemberian label, perbekalan farmasi kemudian

disimpan pada lemari dan rak-rak berdasarkan sistem alfabetis, FEFO,

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
99

FIFO serta untuk narkotik dan psikotropikdisimpan dalam rak khusus

sesuai ketentuan syarat Narkotik dan Psikotropik. Alur penerimaan

barang dilogistik farmasi RSI Sultan Agung sebagai berikut :

Penerimaan Perbekalan Farmasi

Mengecek perbekalan farmasi yang datang dari distributor

Menginput data perbekalan farmasi

Memberi label NORUM dan HAM

Penataan perbekalan farmasi sesuai suhu dan alfabetis

Gambar 3. Alur Pelayanan di Logistik Farmasi

Adapun pemberian label NORUM pada obat yang ada dilogistik dapat

dilihat sebagai berikut :

Gambar 4. Foto label obat NORUM

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
100

Gambar 5. Foto label obat kewaspadaan tinggi

Pemberian label obat NORUM dimaksudkan untuk menandai

obat-obat yang mempunyai nama, rupa atau kemasan, dan ucapan yang

mirip. Hal ini bertujuan sebagai tanda bahwa petugas farmasi perlu

melakukan pengecekan dua kali saat pengambilan obat sehingga dapat

menghindari terjadinya kesalahan dalam pengambilan obat akibat nama

obat yang membingungkan (Look alike and Sound alike drugs). Obat

dengan penandaan NORUM dapat di lihat pada tabel II.

Pemberian label obat Kewaspadaan Tinggi dimaksudkan untuk

menandai obat-obat yang secara signifikan berisiko membahayakan

pasien bila digunakan dengan salah, seperti obat-obat golongan

narkotik, psikotropik, agen adregenik agonis, adregenik antagonis, dan

injeksi elektrolit pekat. Pelabelan kewaspadaan tinggi ini bertujuan

untuk mencegah kesalahan pemberian obat dan mengurangi resiko

medication error. Obat dengan penandaan Kewaspadaan Tinggi dapat

di lihat pada Tabel III.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
101

Untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pengambilan

obat, selain dengan pelabelan tersebut juga dilakukan pengaturan tata

letak obat, dimana semua obat yang masuk dalam daftar NORUM dan

Kewaspadaan Tinggi tidak ditempatkan di area yang berdekatan.

Tempat obat diberi label khusus dengan huruf cetak, warna jelas dan

label cetakan, melakukan double cek oleh dua orang yang berbeda

setiap melakukan dispensing obat dan tanda tangan petugas yang

memeriksa, serta melakukan pengecekan ulang pada kemasan dan label

obat dengan membandingkan label pada resep atau catatan obat pasien.

Tabel II. Contoh Daftar Obat NORUM

DAFTAR OBAT NORUM

Amikasin Mikasin
ARIXtra BLIStra
AMOXicillin AMPicillin
asam MEFENAMAT asam TRANEXAMAT
BLEDstop STObled
CEFOTAxime CEFTRIaxone
cendo poliDEX cendo poliNEL
DiMENhydriNATE DiPHENhydraMINE
DOPAmin DOBUtamin
DOXOrubicin DAUNOrubicin
Doxorubicin DoxoRUBIN
humulin N humulin R
KALIUM diklofenak NATRIUM diklofenak

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
102

SpiroLACTONE SpiroNOLACTONE
ZeGAVIT ZeGASE
Amoxicillin Inj Ampicillin Inj
Bactesyn 750 mg Inj Bactesyn 1500 mg Inj
Bricasma Respul Pulmicort Respul
Cefotaxime Inj Ceftriaxone Inj
Cendo Catarient Cendo Lyters
EPHEdrin Inj EPHINEPrin
Heptasan Tab Histapan Tab
Methyl Prednisolon MethylErgometrin
Mikasin 250 mg Inj Mikasin 500 mg Inj
NATRIUM diklofenak
Tab KALIUM diklofenak Tab
Phytomenadion Inj Vit K Inj
Terramycin Salep Mata Terracortil Salep Mata
Vomizole Inj Tricefin Inj
Zypras Tab Zofredal Tab
Amikasin Mikasin
CEFOTAxime CEFTRIaxone
Divask Irvask
Doxorubicin DoxoRUBIN
HIStrin Hytrin
LapiCEF LapiFED

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
103

Tabel III. Contoh Daftar Obat Kewaspadaan Tinggi

No. Golongan Nama Obat


 Epinephrine,
 Norepinephrine (contoh:
Adregenik Agonis
1 Vascon, Raivas, Levosol),
(Injeksi)  Phenylephineprine (contoh:
Pehacain)
 Labetolol,
Adregenik
2  Metoprolol,
Antagonis (Injeksi)
 Propanolol
Agen Radiokontras  Iopamiro,
3
(Injeksi)  Omnipaque

Anti Aritmia  Lidocain (contoh : Xylocain),


4  Amiodaron (contoh : Azoran,
(Injeksi)
Cordaron)
Agen Kemoterapi  Capesitabin,
5 (Oral,  Cisplatin,
Injeksi)  Doxorubicin,
 Buivacain (contoh :
Buvanest),
 Ketamine (contoh : Ketamine
Anastesi Umum Harmeln, Anesjec),
6
(Injeksi)  Midazolam (contoh : Anesfar,
Dormicun, Fortanest,
 Hipnoz, Midazolam Hamelm,
Miloz, Sedacum, Sezolam),
Anti Retroviral  Lamivudine,
7 (Oral,  Stavudin,
Injeksi)  Zidofudin
 Diltiazem (contoh :
Calcium
8 Farmabest, Herbesser)
Antagonist
 Perdipine (contoh : Blistra,
(Injeksi)
Perdipine)

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
104

 Dextrose 40%,
 Kalium Klorida 7,46%,
Elektrolit Pekat  Magnesium Sulfat 20%,
9
(Injeksi)  Magnesium Sulfat 40%,
 Meylon,
 Natrium Klorida 3%
10 Ionotropik (Injeksi)  Digoxin (contoh: Fargoxin)
 Insulin Glusine (contoh :
Apidra Solostar),
 Insulin Lispro (contoh :
Insulin
11 Humalog catridge),
(intramuskular)
 Insulin Lispro Protamine +
insulin Lispro (contoh :
Humalog MIX 25 catridge)
 Codein,
 Codipront Cum Expectorant,

Narkotika (Oral,  Coditam,


12 Injeksi,  Fentanyl,
Transdermal)
 Morpine HCL,
 Petidin
 MST
 Alprazolam (contoh:
Actazolam, Alganax, Alviz,
Apazol, Atarax, Feprax,
Frixitas, Grazolam, Xanax,
13
Zolatin, Zypras),
 iazepam (contoh : Analsik,
Cetalgin, Danalgin, Hedix,
Psikotropik (Oral,
Injeksi) Metaneuron, Stesolid,

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
105

Valdimex, Valisanbe,
Valium),
 Atricurium Besylate (contoh :
14 Relaksan Otot Farelax, Notruxum,
Tracrium, Tramus)

e. Penyimpanan

Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan

farmasi yang penerapannya dibedakan berdasar bentuk sediaan padat,

cair, dan alkes. Disusun secara alfabetis, berdasar kelas terapi

penyimpanan perbekalan farmasi di RSI Sultan Agung dilakukan di

bagian depo logistik farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi terdiri

dari obat-obatan, cairan infus dan alat kesehatan. Logistik farmasi di

RSI Sultan Agung didesain dengan ruang transit penerimaan obat, tata

letak obat berdasarkan urutan alfabet dan golongan seperti (generik,

paten, sirup, salep, tetes mata, injeksi pada tempat atau rak sendiri-

sendiri), serta sirkulasi udara yang baik sehingga menjaga stabilitas

obat selama penyimpanan.

Penyimpanan perbekalan farmasi di RSI Sultan Agung dibagi

menjadi beberapa yaitu :

1) Penyimpanan khusus untuk sediaan narkotika, contohnya:

morfin, codein, petidin dan psikotropika, contohnya : diazepam,

alprazolam, amitriptilin. Narkotika disimpan dalam lemari

terpisah yang terbuat dari kayu rangkap dua pintu dan kunci
Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
106

rangkap dua. Sementara itu, psikotropika disimpan dalam lemari

terpisah dan terkunci satu pintu.

2) Penyimpanan berdasarkan sediaan obat untuk sirup, tablet dan

injeksi

3) Penyimpanan berdasarkan kepemilikan obat untuk obat reguler,

JKN dan Jamkesmas

4) Penyimpanan berdasakan suhu dan kestabilan terdiri dari:

a) Suhu kamar (16oC - 30oC)

Contohnya : sirup paracetamol, fenitoin kapsul, tablet asam

folat, ranitidin injeksi

b) Suhu sejuk (8oC-15oC)

Contohnya: ovula flagyl, L-Bio

c) Suhu dingin (0oC -8oC) disimpan di lemari es

Contohnya : insulin pen (lantus, humalog), ketoprofen supp

d) Suhu freezer (-5 - 0oC)

Contohnya: vaksin tertentu.

Obat-obatan yang termasuk dalam kategori High Alert

Medication (Obat Kewaspadaan Tinggi) disimpan terpisah dari obat

lain agar mudah dalam pengambilan dan menghindari kontaminasi,

baik barang, lingkungan, maupun petugas. Selain itu,diberikan label

Kewaspadaan Tinggi contohnya: dopamine hydrochloride injeksi,

atropin injeksi, propofol emulsion, dan label Nama Obat Rupa Ucapan

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
107

Mirip (NORUM) sesuai dengan panduan High Alert Medication

(HAM) contohnya: asam traneksamat dan asam mefenamat.

Penyimpanan juga menggunakan sistem kombinasi FEFO dan

FIFO, yaitu menggunakan barang yang disimpan lebih awal yang

mempunyai waktu kadaluwarsa lebih pendek dan diambil terlebih

dahulu. Terdapat beberapa hal yang diperhatikan dalam mengelola

gudang farmasi. Penanganan obat-obat kadaluarsa dilakukan dengan

cara pihak rumah sakit mengadakan perjanjian yang disepakati dengan

Pedagang Besar Farmasi (PBF).

Batas waktu pengembalian obat yang kadaluarsa ditetapkan oleh

PBF kurang lebih 3-4 bulan sebelum tanggal ED, tetapi ada pula yang

bertepatan dengan waktu ED, maka obat-obat tersebut dapat

dikembalikan kepada pihak PBF. Jika tidak ada perjanjian dengan PBF,

maka untuk obat-obat yang mendekati ED diberi pelabelan warna

merah pada kemasan obat dan ditata di baris depan. Hal ini sebagai

tanda supaya digunakan terlebih dahulu sampai batas ED. Jika sudah

melebihi batas ED dan tidak bisa dikembalikan pada PBF, maka

dilakukan pemusnahan dengan membuat laporan pemusnahan yang

ditujukan kepada Dinas Kesehatan. Khususnya untuk pemusnahan

obat-obat golongan narkotika dan psikotropika, pemusnahan harus

disaksikan oleh pihak yang berwenang (DINKES).

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
108

Kelemahan depo logistik terkait penyimpanan barang adalah

susahnya penyusunan dengan metode FIFO/FEFO karena ruang

penyimpanan kurang memadai. Akibat dari hal tersebut beberapa

barang ditemukan sudah ED serta susah dalam pencarian.

Perbekalan farmasi yang disimpan di depo logistik selanjutnya

akan didistribusikan ke semua depo farmasi, bangsal dan bagian lainnya

yang ada di RSI Sultan Agung seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 6. Distribusi Logistik Farmasi

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
109

Petugas dari masing-masing depo farmasi atau unit lain membuat

FPO (Form Purchasing Order) atau form permintaan barang ke gudang

melalui SIM rumah sakit. Selain itu mengisi lembar anfrah, permintaan

obat dan alkes dapat dilihat pada lampiran 7. Pihak gudang akan segera

menjawab FPO tersebut dan menyiapkan kebutuhan yang diminta

sesuai dengan jenis dan jumlah pada form anfrah disesuaikan dengan

stock yang ada di gudang.

Setelah semua kebutuhan disiapkan, petugas gudang melakukan

double checking di area transitout sebelum dikirim ke masing-masing

depo farmasi dan unit atau instalasi, atau bagian dari depo farmasi

sendiri yang mengambil barang ke logistik farmasi. Semua barang yang

keluar dari gudang dilakukan pencatatan. Adapun alur distribusi dari

gudang farmasi ke depo atau unit lain sebagai berikut :

Gambar 7. Alur Distribusi Logistik Farmasi Ke Depo Farmasi

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
110

Sediaan farmasi, Alkes dan BMHP yang dibutuhkan segera

(CITO) oleh depo farmasi, bangsal, dan bagian lain dapat dilakukan

dengan cara menghubungi depo farmasi lainnya untuk menanyakan

ketersediaan obat tersebut di deponya. Jika tidak tersedia, maka pihak

depo yang mengalami kekosongan obat segera menghubungi pihak

logistik agar ketersediaan terpenuhi. Setelah barang permintaan

tersedia, dilakukan pengecekkan barang, kemudian petugas depo

farmasi mengambil barang di logistik farmasi.

Sistem distribusi perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi RSI

Sultan Agung menggunakan metode Floor stock untuk obat emergency

yang disediakan ditiap bangsal dan disimpan dalam tiap troly

emergency. Sistem Unit Daily Dose Dispensing (UDDD) dipakai untuk

sediaan oral, sistem One Daily Dose Dispensing (ODDD) dipakai

sediaa injeksi dan infus di Instalasi rawat inap. Sistem ODDD sendiri

didefinisikan sebagai obat-obatan yang diminta, disiapkan, digunakan

dan dibayar dalam dosis perhari, yang berisi obat dalam jumlah yang

telah ditetapkan untuk satu hari pemakaian (24 jam). Metode ini

digunakan untuk semua obat dan alat kesehatan.

Sistem distribusi perbekalan farmasi yang digunakan di Instalasi

Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Bedah Sentral adalah Individual

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
111

Prescribing, dimana resep diberikan untuk perorangan. Metode

peresepan di IBS adalah dengan menggunakan Kartu Instruksi Alkes

(KIA) dan kartu Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan Metode

peresepan di IGD adalah dengan menggunakan Kartu Instruksi Alkes

(KIA) dan kartu Instruksi Obat (KIA) Sedangkan untuk pasien Rawat

Jalan menggunakan metode yang sama yaitu Individual Prescribing

dengan jumlah obat yang diberikan berdasarkan instruksi dokter

melalui resep tertulis.

f. Peresepan/ Prescribing

Peresepan atau prescribing yang dimaksud adalah peresepan

dokter. Pada pasien rawat jalan, dokter akan menuliskan resep di lembar

resep yang tersedia. Resep yang diterima pasien akan dibawa ke

instalasi farmasi rawat jalan untuk membeli obat yang dilayani oleh

petugas farmasi. Saat penyerahan obat, petugas farmasi akan

memberikan pelayanan informasi obat (PIO) terhadap pasien.

Peresepan yang ditujukan untuk pasien rawat inap, dokter akan

menuliskan resep pada lembar Kartu Instruksi Obat (KIO) untuk obat

dan dokter akan menuliskan pada lembar Kartu Instruksi Alkes (KIA)

untuk alat kesehatan. Setelah KIO dan KIA ditulis, maka dibawa oleh

perawat untuk diberikan kepada petugas farmasi di depo farmasi rawat

inap untuk penyiapan obat dan alat kesehatan yang dibutuhkan pasien.

Obat dan alat kesehatan yang sudah disipakan akan didistribusikan ke

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
112

bangsal rawat inap oleh petugas farmasi yang akan diterima oleh

perawat bangsal.

g. Distribusi

Sebelum diberikan kepada pasien, obat yang telah selesai

disiapkan diberi etiket dan harus dilakukan telaah obat oleh petugas

farmasi. Telaah obat di lakukan pada lembar form telaah obat yang

berisi cek 7 benar, yaitu:

1. Benar pasien, yaitu obat yang diberikan kepada pasien sesuai

dengan diagnosa, penyakit pasien, dan kondisi pasien.

2. Benar obat, yaitu pasien mendapatkan obat yang sesuai dengan

penyakit dan kondisi pasien disesuaikan dengan efek klinik yang

diharapkan.

3. Benar dosis, yaitu ketepatan jumlah obat yang diberikan kepada

pasien, dimana dosis berada dalam range terapi yang

direkomendasikan serta sesuai dengan kondisi pasien.

4. Benar waktu, yaitu saat obat yang diresepkan harus diberikan

pada waktu yang telah dianjurkan untuk diminum oleh pasien

sehingga kerja obat dapat menimbulkan efek terapi.

5. Benar cara pemberian, yaitu ketepatan pemilihan bentuk sediaan

obat yang diberikan sesuai diagnosa, kondisi pasien dan sifat

obat.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
113

6. Benar dokumentasi, yaitu pencatatan yang dilakukan setelah obat

diberikan antara lain dosis obat, rute pemberian, waktu dan oleh

siapa obat diberikan serta respon pasien terhadap obat.

7. Benar informasi, yaitu informasi yang diberikan jelas (tidak bias),

baik tentang obat yang digunakan maupun informasi lainnya yang

menunjang perbaikan pengobatan.

h. Pendokumentasian (mutu dan safety pasien)

Pendokumentasian di RSI Sultan Agung dilakukan oleh Instansi

Farmasi. Dokumentasi meliputi pemantauan mutu pelayanan farmasi.

Pemantauan mutu pelayanan farmasi termasuk dalam Standar

Pelayanan Minimum farmasi (SPM). Standar pelayanan minimum

merupakan indikator hasil kerja disuatu instalasi pada suatu rumah sakit

sehingga terpantau hasil kerja yang dilakukan. Pemantauan

mutupelayanan farmasi di RSI Sultan Agung dilakukan berdasarkan

SPM antara lain:

1) Formularium

2) Waktu tunggu obat

3) Kepuasan pelanggan

4) Tidak adanya kesalahan obat

5) Kompetensi dan sertifikasi pemberi pelayanan farmasi

6) Fasilitas dan sarana prasarana.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
114

i. Pemantauan Terapi obat (PTO)

Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan suatu proses yang

mencakup kegiatan untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan

terapi obat yang aman, efektif dan rasional. Tujuan PTO adalah

meningkatkan efektivitas terapi dan meminimalkan risiko Reaksi Obat

yang Tidak Dikehendaki (ROTD), untuk memastikan bahwa pasien

mendapatkan obat yang paling sesuai, dalam bentuk dan dosis yang

tepat, dimana waktu pemberian dan lamanya terapi dapat dioptimalkan,

dan Drug Related Problems (DRP) dapat diminimalkan. DRP adalah

suatu keadaan dimana terapi obat berpotensi atau secara nyata dapat

mempengaruhi hasil terapi yang diinginkan. DRP meliputi penggunaan

obat tanpa indikasi, indikasi tanpa obat, ketidaktepatan pemilihan obat,

dosis obat kurang, dosis obat berlebih, terjadinya efek samping obat,

dan terjadinya interaksi obat.

Kegiatan dalam PTO meliputi pengkajian pemilihan obat, dosis,

cara pemberian obat, respon terapi, reaksi obat yang tidak dikehendaki,

dan rekomendasi perubahan atau alternatif terapi. PTO harus dilakukan

secara berkesinambungan dan dievaluasi secara teratur pada periode

tertentu agar keberhasilan ataupun kegagalan terapi dapat diketahui.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
115

2. Pelayanan Farmasi Klinik RSI Sultan Agung Semarang

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.72 tahun 2016, pelayanan

farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan apoteker

kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan

meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan

keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of

life) terjamin.

Kegiatan pelayanan farmasi klinik yang telah dilakukan di RSI Sultan

Agung Semarang antara lain :

a. Pelayanan Farmasi Klinik di Rawat Jalan

1) Pengkajian resep dan pelayanan resep

Kegiatan Pengkajian dan pelayanan resep di RSI Sultan

Agung Semarang juga dilakukan oleh petugas farmasi yang

berada di depo rawat jalan. Depo rawat jalan yang berada di RSI

Sultan Agung terbagi menjadi beberapa tempat pelayanan, yaitu

farmasi rawat jalan gedung D, farmasi rawat jalan MCEB, Depo

Farmasi Jantung, Depo Farmasi SEC dan Depo Farmasi IGD

yang membawa rawat jalan untuk pasien poli syaraf, poli gigi dan

poli obgyn.

a) Pengkajian resep

Apoteker berperan penting dalam hal telaah resep,

yakni bertujuan untuk memastikan apakah obat yang

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
116

diberikan kepada pasien sudah tepat, aman, dan efektif.

Telaah resep yang dilakukan oleh petugas farmasi terdiri

dari telaah secara administrasi, meliputi identitas dan

nomor RM pasien, farmasetik meliputi bentuk sediaan, cara

dan lama pemberian obat, serta klinis meliputi adanya

interaksi obat.

Telaah resep di depo rawat jalan RSI Sultan Agung

dilakukan oleh apoteker juga dapat didelegasikan atau

dilakukan TTK yang bertugas, dengan ketentuan TTK

tersebut harus terlatih dan memiliki sertifikat Bimtek,

minimal dari Diklat RSI Sultan Agung Semarang.

Apoteker/TTK yang telah memeriksa persyaratan secara

klinis kemudian melakukan checklist hasil telaah resep.

Form telaah resep dapat dilihat pada lampiran 23. Apabila

hasil telaah resep ditemukan adanya permasalahan obat,

maka apoteker akan berkoordinasi dengan dokter penulis

resep untuk melakukan konfirmasi/konsul.

b) Pelayanan resep

Resep yang sudah benar, selanjutnya dientry ke

dalam computer SIM-RS, dimana petugas akan melakukan

input data resep dan data pasien pada komputer melalui

SIM-RS, dengan menginput nomor registrasi pasien dan

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
117

mencocokkan identitas pasien dengan formulir pendaftaran

pasien, serta melakukan pengisian data obat seperti nama,

jumlah, aturan pakai, dan waktu penggunaan obat. Jika

input data telah lengkap, maka selanjutnya petugas akan

melakukan pencetakan etiket dan obat disiapkan. Contoh

resep yang ada di RSI Sultan Agung dapat dilihat pada

lampiran 26.

Adapun Alur Pelayanan Obat di Depo Farmasi Rawat

Jalan secara umum tersaji pada gambar 8 dan Adapun Alur

Pelayanan Obat di Depo Farmasi Rawat Jalan untuk pasien

JKN dapat dilihat pada gambar 8:

Gambar 8. Alur pelayanan obat di depo farmasi rawat jalan


untuk pasien JKN

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
118

Depo farmasi IGD melakukan pelayanan farmasi

IGD 24 jam untuk melayani obat-obatan dan alkes yang

dibutuhkan oleh pasien yang membutuhkan secara cepat

dan tepat. Mulai tanggal 15 maret poli obsgyn dan poli

syaraf pindah dari gedung MCEB ke depo farmasi IGD.

Sehingga Depo farmasi IGD melayani pelayanan resep

gawat darurat dan pembelian langsung serta melayani resep

rawat jalan untuk poli obgyn, poli syaraf dan poli gigi.

Akibatnya terbatasnya ruang gerak petugas dan kurang

optimal dalam melayani kebutuhan pasien IGD sendiri.

Jenis obat yang ada di depo farmasi IGD sesuai dengan

Formularium RS, Formularium Nasional dan daftar obat

asuransi lain.

Alur pelayanan di depo farmasi IGD dimulai dari

resep diterima, dilakukan telaah resep, kemudian petugas

mengecek harga dan persediaan obat. Jika pasien setuju,

maka pasien akan membayar ke kasir. Sementara itu,

petugas akan memasukkan data ke komputer, kemudian

petugas mengambilkan obat sesuai dengan resep lalu

diracik dan diberikan etiket. Setelah itu, obat yang sudah

siap dicek ulang, dilakukan telaah obat dan diserahkan ke

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
119

pasien dengan memberikan informasi mengenai obat yang

diterima pasien.

Alur pelayanan didepo farmasi IGD rawat jalan

untuk poli obgyn, poli syaraf dan poli gigi. Resep diterima

dari pasien, kemudian dilakukan telaah resep oleh petugas

di entry ke komputer kemudian dibiling untuk dilakukan

pengambilan obat dan alat kesehatan, lalu dilakukan

pengemasan dan pengetiketan serta dilakukan telaah obat.

Resep yang telah jadi kemudian diserahkan ke pasien

disertai dengan pemberian informasi obat oleh petugas

farmasi.

Gambar 9. Alur pelayanan di Depo Farmasi IGD untuk


pasien Rawat Jalan

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
120

Obat terkadang disiapkan dalam bentuk racikan puyer

maupun salep. Obat–obat racikan yang sudah disiapkan,

selanjutnya dimasukan ke dalam kemasan/wadah,

selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan akhir yaitu telaah

obat oleh petugas farmasi dan selanjutnya diserahkan

kepada pasien dengan memberikan informasi mengenai

obat yang diterima pasien. Telaah obat di lakukan pada

lembar form telaah obat yang berisi cek 7 benar,yaitu:

1) Benar pasien, yaitu obat yang diberikan kepada

pasien sesuai dengan diagnosa, penyakit pasien, dan

kondisi pasien.

2) Benar obat, yaitu pasien mendapatkan obat yang

sesuai dengan penyakit dan kondisi pasien

disesuaikan dengan efek klinik yang diharapkan.

3) Benar dosis, yaitu ketepatan jumlah obat yang

diberikan kepada pasien, dimana dosis berada dalam

range terapi yang direkomendasikan serta sesuai

dengan kondisi pasien.

4) Benar waktu, yaitu saat obat yang diresepkan harus

diberikan pada waktu yang telah dianjurkan untuk

diminum oleh pasien, sehingga kerja obat dapat

menimbulkan efek terapi.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
121

5) Benar cara pemberian, yaitu ketepatan pemilihan

bentuk sediaan obat yang diberikan sesuai diagnosa,

kondisi pasien dan sifat obat.

6) Benar dokumentasi, yaitu pencatatan yang dilakukan

setelah obat diberikan antara lain dosis obat, rute

pemberian, waktu dan oleh siapa obat diberikan serta

respon pasien terhadap obat.

7) Benar informasi, yaitu informasi yang diberikan jelas

(tidak bias), baik tentang obat yang digunakan

maupun informasi lainnya yang menunjang

perbaikan pengobatan.

Depo farmasi rawat jalan juga wajib melaporkan

indikator mutu instalasi farmasi rumah sakit, diantaranya

adalah keluhan pasien, respon time, kesesuaian resep

dengan formularium, Insiden Kesalahan Pasien (IKP), obat

kosong dan % penggunaan antibiotik. Respon time atau

waktu tunggu merupakan waktu yang dihitung mulai dari

resep masuk hingga obat diserahkan ke pasien.

Pelayanan resep pada depo farmasi rawat jalan RSI

Sultan Agung Semarang secara umum dilakukan dua shift

yaitu shift 1 pada pukul (07.00 – 14.00) dan shift 2 (14.00 –

21.00). Depo farmasi rawat jalan terdiri dari dua tempat

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
122

pelayanan yaitu depo farmasi rawat jalan gedung D dan

depo farmasi rawat jalan MCEB. Depo farmasi rawat jalan

gedung D melayani pasien umum, pasien JKN non PBI dan

pasien JKN PBI. Pasien JKN non PBI adalah setiap orang

tidak tergolong fakir miskin dan orang tidak mampu, yang

membayar iurannya secara sendiri ataupun kolektif ke

BPJS kesehatan. Pasien JKN PBI adalah pasien penerima

bantuan iuran (PBI), yaitu fakir miskin dan orang tidak

mampu yang iurannya dibayar oleh pemerintah sebagai

peserta program jaminan kesehatan.

Sedangkan untuk Pelayanan di IGD dilakukan setiap

hari Senin – Minggu selama 24 jam. Dibagi menjadi 4 shift,

yaitu shift pagi (07.00-14.00), shift tengan (10.00-17.00),

shift siang (14.00-21.00) dan shift malam (21.00-07.00)

dengan jumlah petugas farmasi berjumlah 4 orang, untuk

petugas IGD sendiri 1 orang/shift.

Jenis obat yang diberikan ke pasien JKN sesuai

dengan formularium nasional (Fornas). Fornas merupakan

daftar obat dan harga yang disusun oleh Komite Nasional

Penyusun Formularium dan mengatur penggunaan obat

pada pelayanan kesehatan. Sementara itu, depo farmasi

rawat jalan MCEB melayani layanan unggulan yaitu kelas

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
123

eksekutif. Depo farmasi ini melayani resep pasien umum

dan pasien asuransi lain (PLN, Pertamina). Jenis obat yang

ada di depo ini sesuai dengan formularium RS dan daftar

obat asuransi lain.

Umumnya kendala yang dihadapi masing-masing

depo farmasi rawat jalan adalah keterbatasan atau

sempitnya ruang pelayanan, khususnya depo rawat jalan

MCEB, depo Farmasi Jantung dan depo farmasi SEC.

Sehingga pelayanan kepada pasien kurang maksimal.

Diantaranya kendala yang ada didepo farmasi jantung dan

depo farmasi SEC ruangannya masih berbagi dengan ruang

perawat, akibatnya akses pelayanan terhambat, rawan

terjadi kehilangan dan tidak leluasa dalam melakukan

pelayanan farmasi kepada pasien.

2) Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Kegiatan PIO di RSI Sultan Agung dilakukan di depo rawat

jalan pada saat penyerahan obat ke pasien. Kegiatan PIO

dilakukan oleh apoteker atau petugas farmasi yang terlatih kepada

pasien yang mengambil obatnya di depo rawat jalan. Dengan

pemberian informasi, diharapkan pasien mengerti tentang cara

penggunaan obat, mewaspadai efek samping obat yang mungkin

timbul selama penggunaan obat, mengetahui manfaat pengobatan

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
124

sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien dan tujuan

pengobatan yang optimal dapat tercapai. Pelayanan informasi

obat dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu:

a) Secara aktif seperti dengan membuat informasi informasi

obat berupa leaflet dan promosi kesehatan.

b) Secara pasif seperti dengan menjawab pertanyaan dari

tenaga kesehatan atau staf rumah sakit yang berkaitan

dengan kesehatan/bidang farmasi.

Kegiatan pemberian informasi obat yang dilakukan saat

melakukan praktek kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Sultan

Agung adalah dengan memberikan informasi terkait obat untuk

beberapa penyakit sebagai berikut: Penyakit Jantung Koroner,

Stroke, Asma, Hipertensi, Reumatik, Usus Buntu, Sinusitis, dan

Katarak yang dilakukan secara aktif dengan menggunakan media

Leaflet, dan diadakan ditiap depo yang ada di RSI Sultan Agung.

Kemudian dilanjutkan dengan dialog interaktif.

Kegiatan selanjutnya adalah dengan pelaksaan Promosi

Kesehatan di Posyandu binaan RSI Sultan Agung dimana setiap

mahasiswa mendapat tugas untuk memberikan informasi dan

edukasi kepada masyarakat.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
125

3) Konseling

Konseling di farmasi rawat jalan dilakukan apabila pasien

mengalami masalah terkait obat, seperti terjadi reaksi obat yang

tidak dikehendaki atau efek samping obat. Kegiatan konseling di

RSI Sultan Agung Semarang sudah mulai dilaksanakan walaupun

belum maksimal. Hal ini dapat dbuktikan dengan sudah

tersedianya ruang khusus konseling obat serta TB-dots yang

khusus melakukan konseling pada pasien TB, dan konseling

ODA terhadap pasien HIV/AIDS.

Konseling yang dilakukan saat pelaksaan praktek profesi

apoteker adalah pada saat penyerahan obat kepada pasien dengan

didampingi oleh Apoteker di Instalasi Rawat jalan terkait cara

penggunaan obat, aturan pakai, khasiat dan kegunaan obat, serta

informasi penunjang lainnya.

4) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Monitoring efek samping obat (MESO) di depo farmasi

rawat jalan RSI Sultan Agung Semarang dilakukan pada seluruh

pasien rawat jalan. Proses di unit rawat jalan Sultan Agung

Cardiac Center, pasien dengan penyakit jantung kronis selalu

membawa buku catatan pengobatan untuk dievaluasi catatan

perkembangannya.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
126

Catatan tersebut dimonitoring dan diisi oleh perawat,

apoteker dan dokter spesialis jantung dan penyakit dalam. Jika

terjadi efek samping yang merugikan dari obat yang sedang

digunakan maka petugas akan berkonsultasi kepada dokter

penulis resep.

5) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi penggunaan obat yang dilakukan dirawat jalan

RSI Sultan Agung Semarang meliputi kesesuaian penulisan resep

sesuai dengan formularium. Penulisan resep untuk pasien

umum maupun BPJS harus sesuai dengan formularium RSI

Sultan Agung Semarang, yang dibuat berdasarkan formularium

nasional dan usulan dokter yang berada di RSI Sultan Agung

Semarang. Evaluasi penggunaan obat untuk pasien BPJS juga

harus disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku pada BPJS

berdasarkan panduan catalog INA CBG’S Group.

b. Pelayanan Depo Farmasi Inap

Pelayanan farmasi rawat inap di RSI Sultan Agung Semarang

menjadi tanggung jawab Penjab Pelayanan Farmasi Rawat Inap.

Pelayanan farmasi rawat inap, terbagi menjadi beberapa bagian,

diantaranya depo farmasi rawat inap sentral melayani obat alat

kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai (BHMP) untuk bangsal Baitul

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
127

izzah 1, Baitul izzah 2, Baitul salam 2, baitun Nisa 1,2 ICU dan Peristi

bangsal khusus bayi baru lahir yang membutuhkan perawatan.depo

farmasi rawat inap gedung D melayani pasien pada gedung D (Baitul

Athfal, BaitusStifa dan Baitul Ma’ruf). Depo farmasi sitostatika

melayani obat-obat untuk pasien kanker dan kemoterapi. Depo khusus

farmasi ICU melayani pasien yang membutuhkan pelayanan intensif.

Depo farmasi IBS melayani program operasi. Tujuan pembagian depo

farmasi tersebut adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien,

istilah CITO atau mempercepat pelayanan dengan mengurangi antrian

pasien pulang dan pelayanan pasien harian, mempermudahkontrol dan

spesifikasi obat sehingga pelayanan lebih efektif dan efisien atau

istilahnya mengurangi waste dalam sistem lean hospital.

Alur distribusi dipakai didepo rawat inap RSI Sultan Agung

adalah menggunakan sistem ODDD (One Daily Dose Dispensing)

untuk sediaan injeksi dan infus serta sistem UDD (Unit Dose

Dispensing) untuk sediaan oral, tetapi untuk depo Farmasi ICU dan

Depo Farmasi IBS juga melayani permintaan yang bersifat CITO.

1) Depo farmasi inap

Depo farmasi rawat inap sentral melayani pelayanan resep

pasien rawat inap. Jenis obat yang adadi depo farmasi rawat inap

sesuai dengan formularium RS, Formularium Nasionl dan daftar

obat asuansi lain. Pelayanan dilakukan setiap hari Senin-Minggu

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
128

selama24 jam, dan dibagi menjadi 3 shift, yaitu shift 1(07.00-

14.00), shift 2 (14.00-21.00), shift 3 (21.00-07.00) dan F5 (11.00-

17.00).

Alur pelayanan di depo farmasi rawat inap dimlai dari resep

diterima melalui e-prescribing, kemudian dilakkan telaah resep

oleh petgas farmasi setelah itu di billing. Petugas mengambilkan

obat sesuai dengan reseplalu diracik dan diberikan etiket. Obat

yang sudah siap di cek ulang, dilakukan telaah obat dan di

distribusikan oleh petugas farmasi diserahkan kepada perawat

bangsal untuk diberikan kepada pasien. Pelayanan di Depo

Farmasi Rawat Inap dapat dilihat pada gambar:

KIO/KIA diterima Petugas Dilakukan


petugas farmasi menyiapkan obat Telaah obat,
melalui e- dan alkes sesuai diberi etiket
prescribing
KIO/KIA dan dikemas
kemudian resep
ditelaah dengan sistem
UDD

Obat Dilakukan telaah Obat dan alkes


didistribusikan obat dan alkes setelah
oleh petugas ke oleh petugas lain dikemas
bangsal dengan kemudian
sistem ODDD diserahkan
pada perawat

Gambar 10. Alur pelayanan di Depo Farmasi Rawat Inap

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
129

2) Depo Farmasi ICU

Depo farmasi rawat ICU RSI Sultan Agung Semarang

melayani pelayanan resep untuk pasien-pasien yang memerlukan

perawatan intensif di ruang ICU sesuai dengan formulariumRS,

Formularium Nasional dan datar obattt asuransi lain. Pelayanan

dilakukan setiap hari Senin-Minggu, dibagi menjadi 1 shift, yaitu

07.00-14.00 dengan jumlah petugas 1 orang.

Alur pelayanan di Depo ICU dimulai dari diterimanya KIIO

dan KIA dari dokter ICU di depo ICU melalui e-prescribing.

Kemudian dilakukan telaah resep. Petugas mulai menyiapkan

obatdan alkes sesuai KIA dan KIO serta diberi etiket dan

dilnjutkan telaah obat.obat dan alkes dikemas untuk diserahkan

perawat. Selain menyerahan obat dan alkes ke perawat, beberapa

obat juga diletakkan dilokerpenyimpanan obat untuk pasienICU.

Alur pelayanan di Depo Farmasi ICU dapat dilihat pada gambar :

Gambar 11. Alur pelayanan di Depo Farmasi ICU

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
130

3) Depo Farmasi Inap MCEB

Pelayanan depo farmasi rawatinap MCEB (Multi Center Of

Excellent Building) terdiri dari 3 shift yaitu shift 1 (07.00-14.00),

shift 2 (09.00-17.00), shift 3 (14.00-21.00) dengan jumlah petugas

4 orang.alur pelayanan di farmasiMCEB rawat inap dimulai dari

penerimaan KIA dan KIO dari bangsal melalui aerocom dan e-

prescribing, kemudian resep ditelaah dan di entry oleh petugas.

Obat dan alkes disiapkan serta diberi etiket oleh petugas,

selanjutnya dilakukan telaah obat. Obat yang sudah disiapkan

dikirimkan melalui aerocom (mesin penyaluran obat dengan

mengguakanpipa, obat dimasukkan tabung sebagai wadah

kemudian obat dikirimsesuai bangsal dan kemudian ditujukan

untuk obat-obat CITO) dan pramusada untuk dikirim kembali

kebangsal-bangsal digedung MCEB (Firdaus, Na’im,

Darussalam, Ma’waAdn, Maqomah), sedangkan untuk alkes

melalui pramusada yang akan mengantarkan. Alur pelayanan di

Depo Farmasi Rawat Inap MCEB dapat dilihat pada gambar 12:

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
131

Gambar 12. Alur pelayanan Depo Farmasi Rawat Inap

MCEB

Beberapa yang menjadi kendala di Depo farmsi rawat inap

MCEB adalah ruangan yang terlalu sempitsehingga tidak ada

tempat untuk penyimpanan stok obat, akibatnya pencampuran

obat tercampur dengan obat sitostatika. Penataan obat di etalase

dicampur lebih dari satu obat, serta tidak ada tempat khusus untuk

peracikan obat.

4) Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS)

Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSI Sultan

Agung melayani resep pasien yang akan menjalani tindakan

operasi. Pelayanan dilakukan setia hari senin-sabtu, dibagi

menjadi 2 shift, yaitu shift 1(07.00-14.00), dan shift (14.00-21.00)

dengan jumlah petuugas 1orang/shift.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
132

Alur pelayanan didepo farmasi dibagi menjadi dua yaitu

blanko bedah dan blanko anestesi. Untuk blanko bedah perawat

bedah akan mengisi blanko BMHP (Bahan Medis Habis Pakai)

kemudian petugas farmasi menyiapkan perbekalan farmasi yang

dibutuhkan sesuai dengan blanko,lalu obat dan alkes dimasukkan

kedalam box.untuk blanko anestesi, dokter anestesi akan mengisi

blanko BMHP anestesi, kemudian petugas farmasi menyiapkan

permintaan obat sesuai dengan blanko. Setela operasi selesai,

petugas farmasi akan mengecek obat atau alkes yang dipakai

kemudian datanya dimasukkan kekomputer. Namun, ada

beberapa petugs yang tidak menuliskan blanko dan kurang tertib

dalam pengambilan obat sehingga menyulitkan dalam pendataan

obat yang dipakai. Alur pelayanan di Depo Farmasi IBS dapat

dilihat pada gambar 13 :


Perawat bedah Dokter anestesi
mengisi blanko bmhp mengisi blanko
bmhp anestesi
Farmasi menyiapkan Farmasi menyiapkan
permintaan sesuai permintaan sesuai
blanko blanko

Farmasi memasukkan Farmasi memasukkan


alkes permintaan ke obat permintaan ke
dalam box dalam box

Farmasi mengecek obat


dan alkes yang terpakai
setelah operasi
Gambar 13. Alur pelayanan di Depo FarmasI Kamar Operasi

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
133

Depo farmasi rawat inap RSI Sultan Agung melakukan

perencanaan dan persediaan farmasi, alat kesehatan dan BMHP

ketika stock barang akan habis atau kurang. Perencanaan

dilakukan dengan melihat berapa jumlah barang yang

dibutuhkan, selanjutnya dilakukan pengadaan dengan order

barang kebagian gudang farmasi dengan cara membuat FPO

(Formulir Pemesanan Obat) melalui SIM-RS. FPO berisi nama

macam-macam sediaan obat, alat kesehatan dan alat medis habis

pakai, serta jumlah permintaan yang diinginkan. Pihak gudang

farmasi selanjutya mneyediakan orderan dan mengirim barang

sesuai FPO melalui petugas gudang atau petugas dari depo sendiri

yang ke gudang mengambil barang yang telah dipesan

sebelumnya. Kendala yang paling sering terjadi di depo farmasi

adalah persediaan barang digudang yang terbatas kadang

menyebaban pemberian barang tidak sesuai dengan permintaan

FPO. Frekuesi untuk FPO kegudang seharusnya dilakukan tiga

kali seminggu, tetapi pada kenyataan dalam sehari bisa dilakukan

FPO beberapa kali karena banyaknyaobat “CITO”. Untuk

mengrangi frekuensi obat “CITO”, maka dibuat buffer stock obat

yang tersedia disetiap depo farmasi rawat inap. Buffer stock obat

yang tersedia disetiap depo farmasi rawat inap buffer stock

disusun rapi dilemari secara alfabetis. Penerimaan barang datang

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
134

dari gudang ke depo farmasi rawat inap dilakukan oleh petugas

farmasi, proses penerimaan barang datang dilakukan dengan

mengecek kecocokan macam-macam barang dan jumlah barang

antara fisik dan jumlah yang tertera pada kertas faktur, serta

mengecek tanggal kadaluarsa. Untuk obat-obatan dengan tanggal

kadaluwarsa pendek, maka disarankan dipakai terlebih dahulu.

Pengecekan dilakukan oleh petugas depo farmasi rawat inap.

Penyimpanan di depo farmasi rawat inap berdasarkan jenis

barang (alat kesehatan dan BMHP), Obat (Generik dan Paten),

bentuk sediaan (injeksi, infus, tablet, sirup, salep, suppositoria,

dan obat tetes), alfabet, stabilitas, fast moving, HAM (high alert/

obat yang harus diwaspadai), NORUM (Nama Obat Rupa Ucapan

Mirip), sifat barang (narkotik dan psikotropik) di disimpan dalam

lemari khusus, obat Hibah (contoh : ARV, obat TB).

Penyusunan obat dilakukan secara alfabetis untuk

mempermudah pencarian dan pengambilan obat saat diperlukan.

Obat-obat yang termasuk HAM disimpan tersendiri dan

dipisahkan dengan obat-obat yang lainnya. Obat- obatan

NORUM peletakannya diberi jeda. Hal yang perlu diperhatikan

dalam menyimpan obat NORUM dengan kekuatan sediaan yang

berbeda adalah obat dengan kekuatan sediaan yang lebih besar

diletakkan di sebelah kanan. Kerugiannya antara lain

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
135

kemungkinan risiko salah baca yang mengakibatkan kesalahan

pengambilan karena adanya kemiripan NORUM. Obat-obat yang

perlu diwaspadai seperti HAM dan NORUM harus diberi stiker

atau penandaan berbeda.

Obat-obat golongan narkotika dan psikotropika di rawat

inap RSI Sultan Agung disimpan pada lemari khusus yang

seluruhnya dibuat dari kayu atau bahan yang kuat, tertempel di

dinding, lemari tersebut dibagi menjadi 2 bagian dengan kunci

yang berlainan, serta tidak mudah dipindahkan. Sediaan narkotik

dan psikotropik di depo rawat inap di simpan dalam lemari yang

terpisah. Lemari tersebut hanya menyimpan obatobat golongan

narkotika dan psikotropika yang digunakan sehari-hari dan selalu

dikunci. Kunci tersebut disimpan oleh petugas yang bertanggung

jawab. Pencatatan setiap transaksi obat narkotika dan

psikotropika, baik pemasukan dan pengeluaran barang, dilakukan

dikartu stock yang berisi tanggal keluar atau tanggal masuk,

jumlah keluar dan masuk, stok akhir dan tanggal kadaluarsa.

Kartu stock diletakkan disamping barang. Pencatatan kartu stock

dilakukan untuk menghindari kekeliruan jumlah antara sistem

dan jumlah barang yang ada.

Pencatatan obat keluar dalam kartu stock pada setiap

pengambilan obat di depo farmasi rawat inap belum berjalan

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
136

dengan baik karena banyaknya resep yang harus dilayani dan

terbatasnya tenaga di depo farmasi rawat inap. Pendistribusian

sediaan famasi, alkes dan BMHP di depo farmasi rawat inap

berdasarkan resep masuk atau peresepan individu. Sistem

distribusi yang dilakukan yakni distribusi dengan menggunakan

sistem ODDD (One Day Dose Dispensing) untuk injeksi dan

infus, UDD (Unit Dose Dispensing) untuk sediaan oral. Depo

rawat inap melakukan pendistribusian sediaan farmasi, Alkes dan

BMHP ke bangsal-bangsal yang disiapkan oleh petugas depo

farmasi rawat inap kemudian dilakukan pendelegasian kepada

perawat di masing-masing bangsal. Khusus pasien pulang, dokter

memberikan individual prescribing yang harus disiapkan oleh

pihak depo farmasi rawat inap dan diserahkan kepada pasien.

Penyiapan obat untuk resep CITO di depo farmasi rawat inap

harus didahulukan. Resep CITO tiba di depo farmasi rawat inap,

petugas farmasi memberikan penandaan dengan kertas berwarna

merah muda dengan tulisan “CITO” di KIO pasien dan diletakkan

di wadah atau keranjang, sehingga apoteker yang menyiapkan

obat mengetahui bahwa resep tersebut harus didahulukan.

5) Depo farmasi sitostatika

Depo farmasi sitostatika RSI Sultan Agung melayani

pelayanan resep pasien yang akan menjalani kemoterapi.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
137

Pelayanan dilakukan setiap hari Senin–Minggu, terdiri dari 3 shift

yaitu Shift 1 jam (07.00-14.00), Shift 2 jam (8.00-15.00) dan Shift

3 jam (9.00- 16.00) dengan jumlah petugas sebanyak 3 orang.

Sediaan yang ditangani oleh Depo farmasi Sitostatika merupakan

obat yang perlu penanganan khusus sehingga depo sitostatika

memiliki sistem perencanaan, pengadaan, pendistribusian

maupun terkait penyimpanannya berbeda dengan depo yang lain.

Berikut adalah beberapa hal yang membedakan depo farmasi

Sitostatika dengan depo yang lain:

a) Perencanaan

Depo farmasi handling sitostatika melakukan

perencanaan terkait obat yang dibutuhkan dalam pelaksaan

kemoterapi. Perencanaan ini sangat dibutuhkan karena obat

kemoterapi membutuhkan penanganan yang khusus

disebabkan ditinjau dari obat yang menyerap biaya yang

besar, resiko yang tinggi dan perlakuan yang khusus.

Sehingga perencanaan ini harus dilakukan secara benar dan

khusus. Perencanaan obat ini meliputi Nama obat, dosis

obat dan jumlah obat. Obat kanker yang ada di rumah sakit

RSI Sultan Agung terlampir dilampiran no. 17.

Perencanaan dilakukan dengan melihat berapa banyak

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
138

jumlah obat dan alkes yang dibutuhkan dalam rekonstitusi

obat.

b) Pengadaan

Pengadaan ini dilakukan dengan cara mengajukan

obat yang dibutuhkan oleh depo sitostatika kepada depo

Logistik Farmasi. Pengadaan dilakukan dengan order

barang ke bagian gudang farmasi dengan cara membuat

FPO (Formulir Pemesanan Obat). FPO berisi nama

macammacam sediaan obat, alat kesehatan dan alat medis

habis pakai, kepemilikan (JKN/Regular) serta jumlah

permintaan yang diinginkan. Pihak gudang farmasi

selanjutnya menyediakan orderan dan mengirim barang

sesuai FPO melalui petugas gudang atau petugas dari depo

sendiri yang ke gudang mengambil barang yang telah

dipesan sebelumnya. Permintaan barang kepada depo

Logistik Farmasi ini dilakukan setiap barang akan habis

mengacu pada safety stock.

c) Penerimaan dan Penyimpanan

Depo farmasi Handling sitostatika memiliki gedung

penyimpanan obat dan alat kesehatan sendiri untuk

penyimpanannnya. Sehingga penerimaan barang dari depo

Logistik Farmasi diterima digedung farmasi Sitostatika

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
139

yang diantarkan oleh staf Logistik Farmasi dan dilakukan

pengecekan oleh staf depo handling sitostatika. Tiap barang

yang diambil memiliki kuitansi pengeluaran stock obat

yang berguna untuk melihat nama obat, jumah obat serta

dosis yang dipesan sesuai dengan permintaan atau tidak.

Penyimpanan obat disesuaikan berdasarkan ketentuan

penyimpanan dibawah ini:

1. Terpisah dengan obat lain.

2. Sesuai suhu penyimpanan, suhu ruang ( 20- 25°C)

contoh Cysplatin, atau suhu dingin (4- 8°C) contoh

antibody monoclonal.

3. Dilengkapi label yang jelas dan lengkap.

4. Lemari es bertanda khusus (RSI Sultan Agung warna

merah).

5. Dilengkapi dengan MSDS dan Spill Kit yang berisi :

APD seperti : sarung tangan, masker, goggles, apron,

dan tissu gulung .

6. Semua staf yang menangani obat harus SDM terlatih

(menerima pelatihan dan terevaluasi).

7. System penyimpanan FIFO dan FEFO.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
140

d) Pendistribusian

Depo farmasi Handling sitostatika melakukan

pendistribusian hasil pengoplosan obat kemoterapi dibantu

dengan perawat sesuai dengan gedung perawatan pasien.

Ruangan yang menjadi tempat pasien kemoterapi yaitu

bangsal Darus Salam dan bangsal Ma‟wa. Serah terima dari

staf farmasi kepada perawat dengan mencocokkan obat

yang telah dioplos dengan form rekonstitusi yang kemudian

jika sesuai ditandatangani oleh perawat yang mengambil.

Depo farmasi Sitostatika juga memiliki perbedaan dalam

hal penanganan resep sampai obat sampai pada pasien atau

sampai dilakukannya kemoterapi. Dikarenakan obat yang

digunakan perlu perlakuan khusus karena berbahaya,

harganya yang mahal juga menjadi pertimbangan dalam

peresepan oleh dokter. dibawah ini merupakan alur

penanganan resep pasien sitostatika:

a. Peresepan

Penyiapan obat dilakukan sesuai dengan KIO masuk

yang ditulis oleh dokter kemudian dibawa oleh

perawat ke instalasi farmasi untuk selanjutnya

dilakukan skrining (telaah resep atau telaah obat).

Obat yang telah masuk kemudian disiapkan sesuai

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
141

dengan alur pelayanan farmasi bisa dilihat digambar

17 untuk Pasien BPJS. Sedangkan untuk pasien

umum tidak ada persyaratan Citos, tetapi dlakukan

konsultasi mengenai harga pada pasien.

b. Penyiapan dan Pencampuran

Proses penyiapan dan pencampuran obat sitostatika di

RSI Sultan Agung dilakukan oleh Tenaga Teknis

Kefarmasian yang sudah melakukan pelatihan

handling sitostatika dan mempunyai sertifikat dengan

penangung jawab Apoteker. Ruang penyiapan dan

pencampuran harus tersentralisasi dan menerapkan

multi-barrier concept yaitu teknika septic, cleanroom

dan BSC. RSI Sultan Agung menggunakan BSC2

blower, tekanan udara di BSC harus negatif untuk

mencegah udara keluar. Suhu dan kelembapan ruang

juga harus selalu dijaga antara 15-20°C dan

kelembapan 60-80%. Selalu menggunakan APD yang

lengkap untuk keamanan dan memperhatikan

ketepatan stabiltas, kelarutan dan kompatibilitas

sediaan serta awali kegiatan penyiapan dengan

handwash.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
142

c. Penanganan tumpahan

1. Adanya tumpahan obat harus segera

dibersihkan

2. Spillkit harus tersedia di ruang persiapan obat,

meliputi APD seperti : sarung tangan, masker,

goggles, apron, dan tisu gulung, penyerap

tetesan, handuk/tisu, 2 plastik sampah (warna

ungu) dengan penutup, sendok/pinset untuk

mengumpulkan pecahan kaca, air, deterjen,

alkohol.

3. Tumpahan mengenai mata dialiri mata dengan

air atau cairan pencuci mata yang isotonis

selama 15 menit.

4. Bila tumpahan mengenai kulit/mukosa cuci

dengan sabun selama 15 menit, bilas air lalu

keringkan. Laporkan, konsultasi dokter.

5. Bila tumpahan sediaan sitostatika banyak,

segera hubungi/lapor ke penolong (sanitasi).

d. Penanganan limbah.

Pengelolaan limbah dari sisa buangan pencampuran

sediaan sitostatika (seperti : bekas ampul, vial, spuit,

needle, dll) harus dilakukan sedemikian rupa hingga

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
143

tidak menimbulkan bahaya pencemaran terhadap

lingkungan. Langkah – langkah yang perlu dilakukan

adalah sebagai berikut:

1. Menggunakan APD meliputi nurse cap, masker

2 rangkap, baju khusus ruangan sitostatika,

sarung tangan non powder rangkap 2.

2. Tempatkan limbah pada wadah buangan

tertutup. Untuk benda benda tajam seperti

spuitvial, ampul, tempatkan didalam wadah

yang tidak tembus benda tajam, untuk limbah

lain tempatkan dalam kantong berwarna

(standar internasional warna ungu) dan berlogo

sitostatika.

3. Beri label peringatan pada bagian luar wadah.

4. Bawa limbah ke tempat pembuangan

menggunakan troli tertutup.

5. Cuci tangan Penanganan sediaan sitostatika

dilakukan oleh tenaga kefarmasian di Instalasi

Farmasi Rumah Sakit yang telah mendapatkan

pelatihan khusus tentang sitostatika.

Penanganan sitostatika memerlukan teknik

khusus dengan latar belakang pengetahuan antara lain

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
144

sifat fisikokimia dan stabilitas obat,

ketidaktercampuran obat serta risiko bahaya

pemaparan obat. Selain hal tersebut diperlukan juga

sarana dan prasarana khusus yang menunjang

pekerjaan hingga stabilitas dan ketercampuran obat

dapat tercapai. Ruangan sitostatika RSI Sultan Agung

belum memenuhi standar namun, untuk persyaratan

suhu ruangan, APD, dan rak penyimpanan obat sudah

sesuai standar.

e. Pemberian

Cara pemberiaan sediaan sitostatika sama dengan

cara pemberiaan obat suntik kecuali intramuskular.

Hal-hal yang harus diperhatikan adalah :

1. Pemberian kemoterapi dilakukan diruangan/

bangsal khusus onkologi.

2. Dilakukan oleh perawat yang sudah terlatih .

3. Pemakaian APD meliputi : sarung tangan lateks

disposible dan tidak berbedak, masker, tutup

kepala, baju pelindung dengan bagian depan

tertutup, berlengan panjang, serta pelindung

kaki.

4. Menerapkan 5 benar

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
145

5. Double check

6. Label dan dokumentasi Persiapan pemberian

sebagai berikut : (1) Persiapan pasien dilakukan

oleh perawat dengan mengidentifikasi pasien,

riwayat terapi, psikologis. (2) Persiapan obat

dan bahan, obat premedication, medication dan

pascamedication. Alur pelayanan farmasi di

depo farmasi sitostatika dimulai dari petugas

farmasi akan melakukan pengecekan

kelengkapan terkait dokumen dan mengecek

kelengkapan protokol terapi pasien sesuai

dengan yang ada dicheklist berupa Fotokopi

SEP, Protokol Asiran Asli, Fotokopi LAB PA/

LAB BMP, Fotokopi Cara Pemberian,

Fotokopi KK, Fotokopi KTP, Fotokopi BPJS,

Protokol Terapi Kecil (Dokumen Terlampir No

16).

Kegiatan selanjutnya petugas menggunakan

alat pelindung diri lengkap, lalu menyiapkan obat

yang akan dioplos. Obat yang sudah siap dimasukkan

ke dalam box untuk diambil petugas yang akan

melakukan handling sitostatika. Kekurangan dari

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
146

penyimpanan hasil oplosan didepo sitostatika adalah

bebasnya petugas selain farmasi yang bisa masuk,

akibatnya jika ada kehilangan kurang bisa

dipertanggung jawabkan karena mudahnya akses

setiap orang. Handling sitostatika dilakukan di dalam

LAF (Laminar Air Flow), lalu obat yang sudah

dioplos dimasukkan ke dalam box antara, kemudian

dikemas dan diberi etiket untuk selanjutnya

diserahkan ke perawat yang menangani pasien

kemoterapi.

Gambar 14. Alur Rekonstitusi Obat Sitostatika

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
147

Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik

RSI Sultan Agung meliputi:

1. Memeriksa kelengkapan dokumen, dengan

prinsip 5 BENAR (benar pasien, obat, dosis,

rute dan waktu pemberian).

2. Melakukan perhitungan dosis secara akurat,

pemeriksaan kelengkapan dokumen, telaah

obat dan perhitungan dosis dilakukan oleh

apoteker (First Check).

3. Melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut

yang sesuai,penyiapan pelarut dilakukan oleh

TTK diruang penyiapan pelarut dengan

menggunakan APD meliputi nursecap, masker

2 rangkap, baju khusus ruangan sitostatika,

sarung tangan non powder rangkap 2,

kacamata, sepatu, topi. Pelarut yang sering

digunakan adalah NaCl dan D5. Obat yang siap

dicampur ditransfer ke ruang pencampuran obat

melalui pass box. Obat yang masuk dalam

passbox dilakukan double check sebelum

dilakukan handling atau pencampuran dengan

obat kanker.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
148

4. Mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan

protokol pengobatan, pencampuran sediaan

sitostatika meliputi nursecap, kacamata

(protective eyewear/goggles), masker rangkap2

(respirator mask) biasa+N95, baju rangkap 2,

sarung tangan nonpowder rangkap2, dan sepatu

boot (closed footwear). Sediaan sitostatika

diambil dari pass box, dilakukan triple check,

kemudian obat dipindahkan ke dalam chamber

BSC (Biological Safety Cabinet). BSC

mempunyai 3 area, yaitu : steril, work, dan

clean. Setiap sediaan sitostatika mempunyai

karakteristik yang berbeda-beda. Pencampuran

sediaan yang membutuhkan perlakuan khusus

digunakan spuit, sedangkan sediaan yang tidak

membutuhkan perlakuan khusus dan memiliki

lebar tutup 20 cm dapat menggunakan ecoflac.

Obat sisa disimpan dalam lemari es, dengan

menuliskan tanggal awal kemasan dibuka.

5. Mengemas dalam kemasan tertentu, dilakukan

pengecekan nama pasien, nama obat, waktu

pemberian obat, dosis obat, rute pemberian

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
149

serta pencatatan tanggal pembuatan dan

kadaluarsa obat. Obat yang telah siap

diletakkan pada pass box dan siap

didistribusikan (cool box).

6. Membuang limbah sesuai prosedur yang

berlaku, BSC mempunyai 2 penampung limbah

yang terletak sebalah kanan dan kiri. Limbah

vial, bungkus spuit, alkohol swab, dilakukan

oleh TTK yang sudah terlatih dengan

menggunakan APDtutup vial, badan spuit

dibuang disebelah kiri, untuk limbah, tajam

(ampul, needle) disebelah kanan. Limbah

ditampung jika tempat penampung penuh

limbah baru dibuang.

Kegiatan farmasi klinik di depo rawat inap RSI Sultan Agung

sesuai dengan Permenkes RI No. 72 tahun 2016 meliputi pengkajian

dan pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat,

rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, visite,

pemantauan terapi obat (PTO), Monitoring Efek Samping Obat

(MESO), Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) dan dispensing sediaan

steril. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi :

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
150

1) Pengkajian dan Pelayanan Resep

Pelayanan resep dimulai dari penerimaan, pemeriksaan

ketersediaan, pengkajian resep, penyiapan sediaan farmasi, Alkes

dan BMHP termasuk peracikan obat, pemeriksaan, penyerahan

disertai pemberiaan informasi. Tahap pengkajian dan pelayanan

resep di depo rawat inap RSI Sultan Agung adalah sebagai

berikut:

a) Pengkajian Resep Telaah resep yang dilakukan oleh

petugas farmasi meliputi telaah secara administrasi,

meliputi identitas dan nomor RM pasien, farmasetik

meliputi bentuk sediaan, cara dan lama pemberian obat,

serta klinis meliputi adanya interaksi obat. Apoteker yang

telah memeriksa persyaratan secara klinis kemudian

melakukan cek lagi hasil telaah resep.

b) Pelayanan resep yang masuk depo farmasi rawat inap dalam

bentuk KIO dan KIA, ditelaah oleh petugas farmasi jika

sudah benar, maka dilakukan entry ke komputer. Petugas

melakukan input data pasien yang ada di KIO dan KIA pada

komputer melalui SIM-RS, dengan menginput nomer

rekam medis pasien dan mencocokkan identitas pasien

dengan KIO dan KIA, serta melakukan pengisian data obat

seperti nama, jumlah, aturan pakai, dan waktu penggunaan

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
151

obat. Jika input data telah lengkap, maka selanjutnya

petugas akan melakukan pencetakan etiket dan menyiapkan

sediaan farmasi, Alkes, dan BMHP sesuai permintaan.

Penyiapan obat dilakukan dalam bentuk Unit Daily Dose

Dispensing (UDDD) untuk sediaan oral dan One Daily

Dose Dispensing (ODDD) untuk sediaan injeksi dan infus.

Obat-obat yang sudah disiapkan, selanjutnya dimasukan ke

dalam wadah dan diberi etiket. Obat yang sudah di etiket,

akan dilakukan pemeriksaan akhir oleh petugas farmasi

sebelum diantarkan ke bangsal oleh petugas.

2) Penelusuran Riwayat Penggunaan Obat

Penelusuran riwayat penggunaan obat di RSI Sultan Agung

melalui tahap antara lain:

a) Membandingkan riwayat penggunaan obat dengan data

rekam medik atau pencatatan penggunaan obat untuk

mengetahui perbedaan informasi penggunaan obat.

b) Melakukan verifikasi riwayat penggunaan obat yang

diberikan oleh tenaga kesehatan lain dan memberikan

informasi tambahan jika diperlukan.

c) Mendokumentasikan adanya alergi dan Reaksi Obat yang

Tidak Dikehendaki (ROTD).

d) Mengidentifikasi potensi terjadinya interaksi obat.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
152

e) Melakukan penilaian terhadap kepatuhan pasien dalam

menggunakan obat.

f) Melakukan penilaian rasionalitas obat yang diresepkan.

g) Melakukan penilaian terhadap pemahaman pasien terhadap

Obat yang digunakan.

h) Melakukan penilaian adanya bukti penyalahgunaan obat.

i) Melakukan penilaian terhadap teknik penggunaan obat.

j) Memeriksa adanya kebutuhan pasien terhadap obat dan alat

bantu kepatuhan minum obat (concordance aids).

k) Mendokumentasikan obat yang digunakan pasien sendiri

tanpa sepengetahuan dokter.

l) Mengidentifikasi terapi lain, misalnya suplemen dan

pengobatan alternatif yang mungkin digunakan pasien.

Penelusuran riwayat penggunaan obat yang dilakukan

antara lain melakukan penelusuran riwayat penggunaan

obat kepada pasien, melakukan penilaian terhadap

kepatuhan pasien dalam menggunakan obat. Penelusuran

tersebut dilakukan untuk mengetahui obat yang digunakan

oleh pasien, bagaimana cara penggunaannya, berapa durasi

penggunaannya, dan dapat diketahui kepatuhan pasien

dalam mengkonsumsi obat yang dilihat dari jumlah obat

yang tersisa dan perbaikan gejala yang dialami pasien.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
153

Penelusuran riwayat penggunaan obat ini dilakukan ketika

awal pasien IGD masuk ke rawat inap.

3) Rekonsiliasi Obat

Rekonsiliasi dilakukan oleh apoteker ketika pasien baru

masuk rumah sakit biasanya di IGD (Instalasi Gawat Darurat), di

ruang rawat inap, pasien pindah ruangan dan ketika pasien

pulang. Apoteker melakukan rekonsiliasi berdasarkan data

penelusuran riwayat penggunaan obat. Proses rekonsiliasi sesuai

PMK No. 72 Tahun 2016.

4) Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Kegiatan PIO di depo farmasi rawat inap RSI Sultan Agung

dilakukan kepada pasien pulang. Informasi yang diberikan

meliputi nama obat dan indikasi obat, aturan pemakaian obat,

serta kapan obat harus diminum (saat perut kosong, sesudah

makan, atau sebelum makan). Kegiatan PIO dilakukan oleh

seorang apoteker atau tenaga teknis kefarmasian yang

mendapatkan izin dari apoteker dan sudah terlatih. Mahasiswa

PKPA diikutsertakan dalam kegiatan PIO untuk menambah

pemahaman tentang pelayanan di rumah sakit, seperti melakukan

kegiatan promosi kesehatan rumah sakit (PKRS) di depo farmasi

rawat jalan dengan materi obat TBC, Pengobatan Oseorthritis,

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
154

Imunisasi Dasar, Pencegahan Asam Urat. Dokumentasi kegiatan

tersebut dapat dilihat pada lampiran.

5) Konseling

Pemberian konseling obat bertujuan untuk mengoptimalkan

hasil terapi, meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak

Dikendaki (ROTD) dan meningkatkan cost-effectiveness yang

pada akhirnya meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi

pasien (patient safety). Konseling pada pasien rawat inap RSI

Sultan Agung dilakukan ketika apoteker melakukan visite ke

ruangan. Konseling dilakukan untuk meningkatkan hubungan

kepercayaan antara apoteker dan pasien, menunjukkan perhatian

serta kepedulian terhadap pasien, membantu pasien untuk

mengatur dan terbiasa dengan obat, membantu pasien untuk

mngatur dan menyesuaikan penggunaan obat dengan

penyakitnya, meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani

pengobatan, mengerti permasalahan dalam pengambilan

keputusan, membimbing dan mendidik pasien dalam penggunaan

obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan

meningkatkan mutu hidup pasien. Kegiatan konseling kepada

pasien penting dilakukan untuk melihat efektivitas pelayanan

kefarmasian kepada pasien dirumah sakit. Konseling dilakukan

oleh apoteker kepada semua pasien. Hasil konseling

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
155

didokumentasikan dengan form edukasi dari tenaga kesehatan

lainnya.

6) Visite (Kunjungan)

Kegiatan visite oleh apoteker RSI Sultan Agung dilakukan

untuk semua pasien rawat inap. Kegiatan visite di bangsal

dilakukan dalam rangka untuk penelusuran riwayat Penggunaan

obat, Rekonsiliasi obat, PTO, Edukasi, dan MESO. Apoteker

harus aktif dan efektif berbicara kepada pasien, keluarga pasien,

dokter, dan tenaga kesehatan lain untuk mencapai keberhasilan

terapi. Apoteker harus selalu mendokumentasikan kegiatan visite

dalam catatan hasil pemeriksaan analisa dan tindak lanjut terapi

untuk pertanggung jawaban profesi, sebagai bahan pendidikan

dan penelitian, serta perbaikan mutu praktik profesi. Kegiatan

visite ini untuk mencegah terjadinya medication eror pada pasien.

Mahasiswa PKPA diberi kesempatan untuk melakukan visite ke

beberapa bangsal dengan didampingi oleh Apoteker penanggung

jawab pasien (APJP). Pada saat Visite ada beberapa hal yang

dilakukan oleh mahasiswa yaitu menelusuri Riwayat penggunaan

obat pasien sebelum masuk rumah sakit, melakukan rekonsiliasi

kesesuai pengobatan dengan penyakit pasien, memberikan

konseling serta melakukan pemantauan terapi obat.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
156

7) Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Pemantaun Terapi Obat adalah Salah satu kegiatan yang

dilakukan oleh apoteker RSI Sultan Agung pada saat visite.

Apoteker mendokumentasikan kegiatan PTO pada rekam medik

dalam bentuk SOAP (Subjective, Objektive, Assesment, Plan).

Jika perlu ditindaklanjuti, maka perlu dilakukan konsultasi

langsung kepada dokter atau menghubungi dokter melalui telepon

dan didokumentasikan dalam bentuk SBAR. Pada saat PTO

mahasiswa PKPA diberi kesempatan untuk menulis lembar PTO

untuk selanjutnya dilakukan Evaluasi dengan didampingi oleh

Apoteker Kegiatan mahasiswa PKPA dalam Pemantauan Terapi

Obat adalah dengan melakukan kajian terapi obat pada beberapa

pasien yang selanjutnya dilakukan presentasi didepan Apoteker

pendamping. Atas bimbingan dari apoteker pendamping

mahasiswa PKPA juga dibantu dalam melakukan pengisian

Lembar PTO.

8) Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Kegiatan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) di RSI

Sultan Agung sudah sesuai standar PMK No.72 tahun 2016. ESO

dapat ditemukan oleh apoteker maupun tenaga kesehatan lainnya.

Apabila ditemukan ESO, maka akan dilakukan MESO kemudian

membuat laporan MESO kepada tim MESO rumah sakit

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
157

menggunakan form kuning. Laporan MESO selanjutnya akan

dikirim ke pusat MESO nasional. Laporan ESO yang sudah

dievaluasi akan dipublikasi di dalam bulletin BERITA MESO.

Aktifitas monitoring dan pelaporan oleh apoteker sebagai health

care provider dapat digunakan untuk mendeteksi kemungkinan

terjadinya ESO yang serius dan jarang terjadi. Kegiatan

pemantauan dan pelaporan ESO di RSI Sultan Agung belum

seluruhnya dilaksanakan, baru mendeteksi kejadian ESO dan

identifikasi obat-obatan dan pasien resiko tinggi mengalami ESO.

Mahasiswa PKPA oleh Apoteker pendamping juga dibimbing

dalam melakukan MESO pada pasien yang dapat diidentifikasi

saat melakukan visite.

9) Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program

evaluasi penggunaan Obat yang terstruktur dan

berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Kegiatan

evaluasi penggunaan obat di RSI Sultan Agung misalnya pada

penggunaan antibiotik, yaitu ketidaksesuaian penggunaan

antibiotik di depo rawat inap berdasarkan formularium rumah

sakit. Penggunaan antibiotik yang tidak sesuai dapat

menyebabkan tingginya kasus resistensi terhadap antibiotic. Oleh

sebab itu, kegiatan EPO diperlukan dalam layanan farmasi klinik

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
158

di Rumah Sakit. Kegiatan EPO di RSI Sultan Agung sudah

terlaksana baik, tenaga kefarmasian ikut serta dalam evaluasi ini

sesuai dengan Formularium Nasional di RSI Sultan Agung

terutama untuk pasien BPJS.

10) Dispensing Sediaan Steril

Kegiatan dispensing sediaan steril di RSI Sultan Agung

yang dilakukan diantaranya pencampuran obat suntik dan

penanganan sediaan sitostatik. Namun, karena RS ini

kepemilikan swasta dan keterbatasan dana, kegiatan yang sudah

cukup maksimal yaitu penanganan sediaan sitotastik saja.

Kegiatan mahasiswa PKPA di Sitostatika adalah melakukan

pemberian etiket untuk penandan sediaan yang telah di disiapkan

oleh petugas farmasi RSI Sultan Agung, membantu dalam

penyiapan dokumen yang dibutuhkan sebagai kelengkapan atau

syarat pembuatan sediaan sitostatika atas arahan dari Apoteker

pendamping.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan Praktek Kerja Profesi Apoteke (PKPA) di Rumah Sakit Islam

Sultan Agung Semarang, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. RSI Sultan Agung merupakan rumah sakit tipe B pendidikan utama yang telah

lulus akredtasi KARS dengan predikat paripurna.

2. Pelayanan Kefarmasian di RSI Sultan Agung sebagian besar sudah memenuhi

Peraturan Menteri Kesehatan RI No.72 tahun 2016 yaitu dari seleksi obat,

perencanaan, pengadaan, penerimaan, pemesanan/peresepan, pencatatan,

pendistribusian, persiapan, hingga penyaluran. Distribusi obat di RSI Sultan

Agung pada depo farmasi Rawat Jalan menggunakan sistem Individual

Prescribing dan pada depo farmasi Rawat Inap menggunakan sistem One

Daily Dose Dispensing (ODDD) untuk sediaan injeksi dan infus serta sistem

Unite Dose Dispensing (UDD) untuk sediaan oral.

3. Kegiatan farmasi klinik di RSI Sultan Agung sudah berjalan baik, Apoteker

sudah menjalankan tugas untuk pelayanan farmasi klinik diantaranya

Pelayanan Informasi Obat (PIO), Evaluasi Penggunaan Obat, Konseling obat,

Visite, Monitoring Efek Samping Obat (MESO), analisa efektivitas biaya,

Drug. Related Prolem (DRPs), serta Handling sitostatika. Pelayanan farmasi

klinik yang optimal dapat mencegah dan memecahkan masalah yang berkaitan

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018

159
160

dengan terapi obat sehingga dapat memberikan saran tentang pengobatan yang

diperlukan oleh pasien.

4. Profesionalisme apoteker dapat ditunjukkan dengan melaksanakan pelayanan

kefarmasian berbasis Pharmaceutical Care.

B. SARAN

Untuk Depo Farmasi Rawat Jalan MCEB :

1. Perlu dilakukan renovasi tempat pengambilan obat didepo jantung, agar pasien

tidak saling berdesakkan.

Untuk Depo Farmasi Rawat Inap :

1. Setelah memakai blander obat di harapkan melakukan pembersihan alat

blender.

2. Perlu penambahan sarana meja khusus citostatika.

3. Disarankan untuk penambahan aerochom di depo rawat inap.

Untuk Depo Farmasi ICU :

1. Perlu penambahan SDM di depo ICU

2. Perlu penambahan CCTV untuk mengontrol sediaan obat di depo ICU atau

mencegah terjadinya kehilangan obat.

3. Perlu pengecekan berkala pada emergency kit untuk meminimalisir

kehilangan barang.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
161

Untuk Depo Farmasi Logistik :

1. Ruang penyimpanan obat kurang memadai sehingga perlu perluasan ruangan

agar dapat menampung lebih banyak sehingga stok barang tersedia ketika

dibutuhkan.

Untuk Farmasi IGD :

1. Perlu penambahan AC, karena AC yang sudah ada belum berfungsi dengan

baik.

Untuk Depo Farmasi Ok :

1. Penambahan CCTV digudang farmasi OK

2. Penggunaan kulkas penyimpanan obat harus sesuai dengan fungsinya. Tidak

bercampur dengan makanan ataupun minuman.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim
Semarang Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2009, Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan

Sitostatika, Direktorat Jendral Bina Kefarmasian Komunitas dan Klinis RI,

Jakarta. Hal: 41- 44

KARS, 2018, Standar Nasional Akreditasi Rumah Sakit edisi I, Komisi Akreditasi

Rumah Sakit, Jakarta

Menteri Kesehatan RI., 2004, Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit,

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Menteri Kesehatan RI., 2010, Klasifikasi Rumah Sakit, Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta

Menteri Kesehatan RI., 2014, Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Menteri Kesehatan RI., 2016, Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Menteri Kesehatan RI, 2016, Pengendalian Mutu Pelayanan Kefarmasian,

Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 60-62

Menteri Kesehatan RI, 2017, Akreditasi Rumah Sakit, Menteri Kesehatan

Republik Indonesia, Jakarta

Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, 1995a, Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No.58 Tentang Baku Mutu Limbah Cair. Menteri Negara

Lingkungan Hidup RI, Jakarta.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang
Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018
162
163

Menteri Negara Lingkungan Hidup RI, 1995b, Keputusan Menteri Negara

Lingkungan Hidup No.13 Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak

Bergerak. Menteri Negara Lingkungan RI, Jakarta.

Menteri Kesehatan RI., 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.1024 Tentang Persyaratan Lingkungan Rumah Sakit, Menteri

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Republik Indonesia, 2015, Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 77 Tahun

2015 Tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit Sekretariat Kabinet RI,

Jakarta

Republik Indonesia, 2012, Peraturan Pemerintah No. 27 Tentang Izin

Lingkungan, Sekretariat Kabinet RI, Jakarta.

Siregar, C.J., Amalia, L., 2004, Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan,

Cetakan I, Penerbit EGC, Jakarta.

Laporan PKPA Bidang Rumah Sakit, Mahasiswa PSPA Fakultas Farmasi Universitas Wahid Hasyim Semarang
Angkatan XIII di RSI Sultan Agung tanggal 03 September – 31 Oktober 2018

Anda mungkin juga menyukai