Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PASCA PANEN


ACARA III
PRECOOLING PRODUK SEGAR

Disusun oleh :
Nama

: Septian Agung Wijayanto

NIM

: 12/329729/TP/10372

Golongan

: Selasa (B)

Co ass

: 1. Pandu Yudha P
2. Giovani Anggasta

LABORATORIUM TEKNIK PANGAN DAN PASCA PANEN


JURUSAN TEKNIK PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cabai merupakan suatu komoditas yang sangat digemari masyarakat
khususnya digunakan sebagai bahan masakan yang berfungsi sebagai penyedap.
Selain penyedap masakan, cabai rawit mempunyai kegunaan yang lain seperti untuk
dijadikan bahan ramuan industri makanan, minuman maupun farmasi. Cabai rawit
mengandung vitamin C yang cukup tinggi. Menurut Cahyono (2003), kandungan
vitamin C pada cabai rawit segar dalam 100 gram adalah 70 mg. Kandungan vitamin
C pada cabai merah besar lebih tinggi yaitu berada pada kisaran 150-200 mg/100g.
Walaupun kandungan vitamin C pada cabai tersebut cukup tinggi, kebutuhan manusia
hanya 45 mg/hari.
Cabai rawit sebagai salah satu komoditi pokok juga memiliki kelemahan yaitu
mudah rusak. Pada penanganan pasca panen cabai, biasanya masyarakat kurang
memperhatikan penyimpanan yang baik dari cabai tersebut. Kerusakan dapat terjadi
karena pengemasan yang kurang baik. Untuk mencegah kerusakan pada cabai,
diperlukan pengemasan dan temperatur suhu yang relatif rendah. Hal ini didasari oleh
teori yang menyatakan bahwa, pengaruh pengemasan dan suhu rendah dapat
menghambat berkembangnya mikroorganisme dan perubahan bahan kimia. Selain itu
juga mempengaruhi laju reaksi enzim seperti perubahan warna cabai.
Pengemasan buah adalah meletakkan buah-buahan ke dalam suatu wadah
yang cocok dan baik sehingga komoditi tersebut terlindung dari kerusakan mekanis,
fisiologis, kimiawi dan biologis. Menurut Sabana (2000), daun pisang biasanya
digunakan sebagai pelindung produk pertanian karena dianggap dapat mencegah
penguapan dari produk pangan akibat pengaruh udara panas dari lingkungan luar.
Menurut Sembiring (2009), kertas biasa digunakan untuk membungkus sayuran
karena dapat mencegah pelayuan selama penyimpanan di lemari pendingin. Respirasi
merupakan faktor biologis yang menyebabkan terjadinya perpindahan kalor pada
bahan. Sebagian buah dan sayuran setelah pemanenan mempunyai laju respirasi

tinggi dan kemudian menurun selang beberapa hari. Respirasi akan terus berlangsung
sampai bahan menjadi mati dan kemudian membusuk.
Ada beberapa cara sebagai upaya dalam mengawetkan bahan pertanian, salah
satunya yaitu dengan cara Precooling. Precooling secara umum berarti pembuangan
panas secepat mungkin dari dalam buah segar dan sayuran setelah pemanenan.
Pembuangan panas biasanya menggunakan air dingin atau sering disebut dengan
hydrocooling. Dalam percobaan ini diharapkan dapat membuktikan perbedaan antara
cabai yang disimpan dimana sebelumnya dilakukan Precooling dengan tanpa
Precooling.
B. Tujuan
1. Untuk mempelajari serta mengamati proses Precooling dengan menggunakan
air dingin (hydrocooling).
2. Melakukan analisis terhadap proses Precooling pada produk sayur segar.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cabai merupakan salah satu komoditas sayuran penting yang memiliki
peluang bisnis prospektif. Aneka macam cabai yang dijual di pasar tradisional dapat
digolongkan dalam dua kelompok, yakni cabai kecil (Capsicum frustescens) dan
cabai besar (Capsicum annuum). Cabai kecil biasa disebut cabai rawit, sedangkan
yang besar dinamakan cabai merah. Pada buah cabai terkandung beberapa vitamin
seperti vitamin C (asam askorbat). Vitamin C berperan sebagai antioksidan yang kuat
yang dapat melindungi sel dari agen-agen penyebab kanker, dan secara khusus
mampu meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral untuk pertumbuhan
gigi dan tulang) serta zat besi dari bahan makanan lain (Apriadji, 2001).
Setiap buah ketika dipanen masih aktif melakukan proses metabolisme
termasuk respirasi didalamnya ditandai dengan adanya kenaikan temperatur dan
timbulnya uap air di sekitar buah. Respirasi merupakan faktor biologis yang
menyebabkan terjadinya perpindahan kalor pada bahan. Sebagian buah dan sayuran
setelah pemanenan mempunyai laju respirasi tinggi dan kemudian menurun selang
beberapa hari. Respirasi akan terus berlangsung sampai bahan menjadi mati dan
kemudian membusuk (Winarno, 1981).
Menurut Purba dalam Sembiring (2009), susut pascapanen terjadi akibat
proses transpirasi, respirasi, dan reaksi-reaksi lain yang ditimbulkan oleh suhu tinggi,
suhu rendah, atau kondisi lain yang tidak cocok. Susut air setelah panen dapat
menghilangkan zat gizi sehingga buah kualitasnya menjadi menurun. Susut air terjadi
segera setelah hasil panen atau buah dicabut dari tanah atau dipetik. Menyimpan
cabai dengan cara/bahan pengemas dan lama penyimpanan yang tepat perlu
dilakukan agar kualitasnya tidak menurun drastis.
Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut biasanya dilakukan pendinginan
awal, dengan maksud untuk menghilangkan panas produk setelah pemanenan,

sebelum penyimpanan produk dilakukan. Tujuan umum pendinginan adalah untuk


memperlambat respirasi, memperkecil kerentanan terhadap serangan mikro
organisme, mengurangi kehilangan air, dan mengurangi beban pendinginan pada
kendaraan pengangkut maupun sistem penyimpanan (Yohanes, 2012).
Precooling secara umum berarti pembuangan panas secepat mungkin dari
dalam buah segar dan sayuran setelah pemanenan. Metode pendinginanawal yang
umum dilakukan biasanya menggunakan metode konveksi alamiah/bebas dengan cara
mencelupkan produk ke dalam air yang ditampung dalam bak penampung dan
sekaligus melakukan pencucian . (Winarto, 2007).

BAB III
METODE PRAKTIKUM
A. Alat dan Bahan
Alat
1. Peralatan Precooling
2. Termokopel
3. Pompa

Bahan
1. Cabai
2. Air
3. Es batu

B. Cara Kerja
Disiapkan peralatan precooling dan diperiksa kondisinya. Setelah semuanya
dalam keadaan baik kemudian dihidupkan peralatan sampai kondisi air pada peralatan
menjadi dingin, kemudian diukur temperatur air tersebut. Diambil cabai sebanyak 1
kg dan dibersihkan. Ditancapkan 3 buah kabel termokopel pada cabai kemudian
dihubungkan kabel dengan termokopel. Kemudian dilakukan precooling sampai
temperatur pada pusat cabai mencapai 7/8 laju pendinginan dan dicatat perubahan
suhu setiap 5 menit.
Setelah suhu 7/8 laju pendinginan tercapai, dikeluarkan cabai dan ditimbang
200 gram utuk dimasukan kedalam toples untuk mengukur respirasi. Sebagai
pembanding juga dimasukan cabai yang tanpa proses precooling. Dilakukan
pengukuran laju konsumsi oksigen dan karbondioksida dari toples tersebut.
Pengukuran dilakukan selama 7 hari dengan 2 kali pengambilan setiap harinya.

DAFTAR PUSTAKA
Apriadji, W.H. 2001. Si Pedas Yang Berkhasiat Obat. http://www.sedapsekejap.com/artikel/2001/edisi3/files/sehat.htm. diakses pada hari
senin tanggal 30 Maret 2015 Pukul 18.00 WIB.
Sabana, S. 2000. Kemasan Sebelum Kertas dan Plastik. Jurnal Seni Rupa dan
Design Vol. 1. Bandung
Sembiring, N N. 2009. Pengaruh Jenis Bahan Pengemas Terhadap kualitas
produk Cabe merah (Capsicum annum L) segar kemasan selama
Penyimpanan Dingin. Tesis Sekolah Pasca Sarjana Universitas
Sumatera Utara. Medan
Winarno. 1981. Fisiologi Pasca Panen. Sastra Hudaya, Yogyakarta
Winarto dan Bastaman Syah. 2007. Model Matematika Perpindahan Panas
Pada Pendinginan Awal (Precooling) Buah Berbentuk Bola Pejal
Dengan Penyemprotan Air Dingin Udara. Media Teknik, No. 4, Tahun
XXIX, Edisi November 2007
Yohanes, susanto. 2012. Kajian Eksperimental Terhadap Konduktivitas dan
Difusivitas Termal Buah Semangka. Jurnal Teknologi Technoscientia.
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai