Erwin Jayadi
(1308205006)
Ni Made Wedayani (1308205009)
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Bioskop merupakan wadah bagi masyarakat untuk menikmati pertunjukkan film,
dimana penonton mencurahkan segenap perhatiannya dan perasaannya kepada gambar
hidup yang disaksikan. Penonton akan menyaksikan suatu cerita yang seolah tampak
nyata di hadapannya. Bioskop merupakan salah satu dari banyak alternative seseorang
untuk berekreasi. Ketajaman dan efek bunyi pada bioskop pun sangat menentukan
kepuasan masyarakat yang sedang menyaksikan sebuah pertunjukan film.
Penataan akustik ruang pun perlu dilakukan agar efek bunyi yang dihasilkan bisa
menunjang pertunjukan film yang sedang di putar. Akustik ruang adalah bentuk dan
bahan dalam suatu ruangan yang terkait dengan perubahan bunyi yang terjadi (Joko
Sarwono, 2009). Pengolahan akustik ruang dalam gedung pertunjukan mempengaruhi
kualitas efek dan kejelasan bunyi dari pertunjukan yang sedang ditayangkan.
Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam perancangan akustik ruang
bioskop yang harus dipenuhi sesuai dengan fungsinya, agar kualitas pertunjukan yang
optimal bisa tercapai. Selain itu nilai-nilai estetika yang mencakup aspek keindahan,
kenyamanan dan keamanan juga penting untuk diperhatikan. Penataan ruang dapat
mendukung pada kualitas suara (akustik) dan keindahan (nilai estetik) harus terpenuhi,
seperti penataan properti, penataan dan pemilihan material yang tepat.
Berdasarkan aspek-aspek penunjang penataan ruang bioskop, maka penulis ingin
membahas lebih mendalam mengenai aspek pentaan ruang bioskop secara umum.
Penataan ruang bioskop yang dimaksudkan yaitu penataan dari segi aspek akustik sesuai
dengan standar ruang bioskop yang ada di Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas penulis dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana penataan ruang bioskop dalam menunjang fungsi akustik?
2. Apa saja material elemen ruang yang menunjang fungsi akustik?
1.3
Batasan Masalah
Ruang lingkup bahasan masalah yang akan penulis bahas pada makalah ini,
yaitu tentang penataan akustik ruang bioskop berikut dengan material yang menunjang
dari fungsi akustik yang dipergunakan di bioskop.
1.4
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, adapun tujuan yang ingin dicapai yaitu:
1. Mengetahui dan memahami penataan ruang bioskop dalam menunjang fungsi
akustik.
2. Mengetahui dan memahami material elemen ruang yang menunjang fungsi
akustik.
1.5
Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan penulis pada makalah ini yaitu:
1. Menambah pengetahuan pembaca tentang penataan ruang bioskop dalam menunjang
fungsi akustik.
2. Membantu pembaca mempelajari material elemen yang menunjang fungsi akustik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Bioskop
Bioskop merupakan pertunjukan yang diperlihatkan dengan gambar (film) yang
Pengertian Akustik
Akustik diartikan sebagai sesuatu yang terkait dengan bunyi atau suara,
sebagaimana pendapat Shadily (1987:8) bahwa akustik berasal dari kata dalam bahasa
Inggris acoustics, yang berarti ilmu suara atau ilmu bunyi (Halme, 1991:12). Sehingga
Akustik ruang terdefinisi sebagai bentuk dan bahan dalam suatu ruangan yang terkait
dengan perubahan bunyi atau suara yang terjadi. Akustik sendiri berarti gejala
perubahan suara karena sifat pantul benda atau objek pasif dari alam. Akustik ruang
sangat berpengaruh dalam reproduksi suara (Joko Sarwono, 2009).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa tata Akustik
merupakan pengolahan tata suara pada suatu ruang untuk menghasilkan kualitas suara
yang nyaman untuk dinikmati. Sebagaimana pendapat Pamuji Suptandar (1982:103),
bahwasanya akustik atau sound system merupakan unsur penunjang terhadap
keberhasilan desain yang baik, karena pengaruh akustik sangat luas. Dapat
menimbulkan efek-efek fisik dan emosi dalam ruang sehingga seseorang akan mampu
merasakan kesan-kesan tertentu.
2.3
Tiap bahan akustik kelompok ini serta kombinasinya dapat ditempelkan pada
dinding ruang atau digantung di udara sebagai penyerap ruang, dengan cara
pemasangannya juga berpengaruh besar terhadap penyerapan bunyi.
2.3.1 Bahan Berpori
Bahan berpori dapat digolongkan menjadi bahan dengan pori-pori yang saling
berhubungan dan ada juga bahan dengan pori-pori yang tidak saling behubungan. Bahan
akustik yang termasuk kategori pori-pori saling berhubungan adalah papan serat (fiber
board), pelesteran lembut (soft plasters), mineral wools dan selimut isolasi (isolation
blanket). Biasanya merupakan penyerap bunyi yang baik. Bahan yang termasuk ketegori
pori-pori yang tidak saling berhubungan adalah dammar busa (foamed resins), karet
selular (cellular rubber) dan gelas busa.
Karakter dasar dari semua bahan berpori seperti ini adalah mengubah energy
bunyi yang datang menjadi energy panas dalam pori-pori dan diserap, sementara sisanya
yang telah berkurang energinya dipantulkan oleh permukaan bahan. Penyerapan bunyi
lebih efisien pada frekuensi tinggi dibandingkan pada frekuensi rendah, agar penyerpan
lebih baik pada frekuensi rendah maka perlu ditambahkan bahan penahan padat.
Semakin tebal penahan maka semakin baik penyerapannya.
Jenis-jenis bahan berpori dapat dibagi menjadi 3 kategori, yakni: unit akustik
siap pakai, plesteran akustik dan bahan yang disemprotkan serta selimut akustik
(Doelle, 1990:58).
A. Unit Akustik Siap Pakai
Bermacam-macam jenis ubin selulosa dan serta mineral yang berlubang maupun
tidak berlubang, bercelah (fissured) atau bertekstur, panel penyisip dan lembaran
logam berlubang dengan bantalan penyerap merupakan unit khas dalam kelompok
ini.
Jenis-jenis ini dapat dipasang di dinding, langit-langit dengan cara disemen
pada penunjang padat, dibor atau dipaku sesuai petunjuk pabrik. Unit akustik siap
pakai khusus seperti acoustical board untuk pelapis dinding dan Geocoustic board
dipasang pada langit-langit dalam susunan dengan jarak tertentu dalam potonganpotongan kecil. Berikut ini contoh gambar akustik siap pakai yang berlubang dan
bercelah.
Gambar 2.2. Unit akustik siap pakai yang berlubang dan bercelah
Sedangkan gambar dibawah ini termasuk bahan akustik penyerap panel siap
pakai yang bertekstur:
Keuntungan bahan akustik siapa pakai yaitu mempunyai penyerapan yang dapat
diandalkan dan terjamin pabrik sehingga memudahkan perancangan, pemasangan
dan perawatannya relatif mudah dan murah, beberapa unit dapat dihias kembali
tanpa mempengaruhi jumlah penyerapan, dan penggunaannya dalam langit-langit
dapat disatukan secara fungsional dan secara visul dengan persyaratan penerangan,
pemanasan atau pengkondisian udara. Unit-unit ini dapat membantu dalam
mereduksi bising dan mempunyai fleksibilitas tinggi.
Kesulitannya yaitu sukar untuk menyembunyikan sambungan-sambungan antara
unit yang berdampingan, unit unit umumnya mempunyai struktur yang lebut dan
peka terhadap kerusakan mekanik bila dipasang pada tempat-tempat yang rendah di
dinding, penyatuan keindahan ke dalam tiap proyek auditorium menuntut kinerja
yang berat, dan penggunaan cat untuk dekorasi ulang dapat mengubah penyerapan
sebagian besar unit akustik siap pakai.
B. Pelesteran akustik dan bahan yang disemprotkan
Bahan ini semiplastik, diterapkan dengan cara disemprotkan melalui pistol
penyemprot / sprayer gun, seperti pada gambar ini :
Pada saat usaha penyerapan akustik susah dilakukan untuk permukaan yang
tidak teratur atau melengkung maka pemanasan bahan penyerap bunyi dilakukan
dengan menyemprotkan atau pelapisan dengan tangan (plumbering). Bahan
penyerap jenis ini adalah Sprayed Limper Asbestos, Zonolite, Vermiculite, Sound
Shiels, Glatex, Dekoosto. Jenis bahan ini juga lebih efektif melakukan penyerapan
pada frekuensi tinggi.
Bila karpet dipasang pada dinding, biasanya merupakan penutup dari suatu blok
penyerapan. Blok penyerapan biasanya diisi dengan bahan penyerap karena blok
penyerap dengan rongga udara memiliki penyerapan yang rendah daripada blok
tanpa rongga udara.
Bahan akustik dari bahan kain (fabric) yang khusus dipakai untuk fungsi akustik
kini juga sering digunakan untuk mereduksi bunyi. Cara pemasangannya dengan
cara melapiskannya pada panel kayu di dinding dan plafond. Bahan ini juga
fleksibilitas tinggi untuk dipasang pada permukaan yang lengkung maupun
cembung sebagaimana karpet. Makin tebal kain yang digunakan, makin besar pula
penyerapan bunyi yang dilakukan.
2.3.2
yang padat (solid baking) tetapi terpisah oleh suatu rongga (Doelle, 1990:39). Penyerap
panel yang berperan pada penyerapan frekuensi rendah antara lain panel kayu dan
hardboard, gypsumboard, langit-langit pelesteran yang digantung, plesteran berbulu,
plastic board tegar, jendela, kaca, pintu, lantai kayu dan panggung, serta pelat-pelat
logam (radiator).
Bahan-bahan ini berfungsi sebagai penyerap panel dan akan bergetar bila tertumbuk
oleh gelombang bunyi. Getaran lentur dari panel akan menyerap sejumlah energi bunyi
yang datang dan mengubahnya menjadi energi panas. Pemasangan bahan akustik
menyerap panel dapat dilihat dalam gambar dibawah ini:
Dari gambar diatas, terlihat bahwa panel penyerap plywood dipasang pada
dinding dengan ditempelkan pada rangka dan diberi ruang antara rongga selebar 25mm
dari dinding.
Bahan ini merupakan penyerap bunyi yang efisien karena menyebabkan
karakteristik dengung yang merata pada seluruh jangkauan frekuensi tinggi maupun
rendah karena berfungsi untuk mengimbangi penyerapan suara yang agak berlebihan
oeleh bahan penyerap berpori dan isi ruang. Jenis bahan yang termasuk penyerap panel
antara lain panel kayu dan hardboard, gypsumboards, langit-lagit plesteran yang
digantung, plesteran berbulu, plastic board tegar, jendela, kaca, dan pintu, serta lantai
kayu dan panggung.
2.3.3
Resonator Rongga
Bahan penyerap jenis ini terdiri dari sejumlah udara tertutup yang dibatasi oleh
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
duduk para penonton untuk melihat film (tempat pertunjukkan). Hal yang perlu
mendapatkan perhatian didalam interior gedungbioskop, antara lain adalah (Munif
Arifin, 2009):
3.1.1 Dinding
Dinding gedung pertunjukkan dibuat anti gema suara dengan menerapkan sistem
acoustic dengan maksud mencegah gema suara yang memantul dan menggaduhkan
bunyi asli, mencegah penyerapan suara (absorpsi) sehingga suara hilang dan menjadi
kurang jelas serta membantu resonansi (menguatkan suara).
3.1.2 Lantai
Lantai dibuat dari bahan yang kedap air, keras, tidak licin dan mudah
dibersihkan. Kemiringan dibuat sedemikian rupa sehingga pemandangan penonton yang
dibelakang tidak terganggu oleh penonton yang didepan. Menurut hasil penelitian yang
dilakukan oleh Departemen Penerangan bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) dapat diketahui bahwa jarak antara sandaran kursi adalah lebih
kurang 90 cm, dengan sudut penurunan ideal ke arah layar 6,28 terhadap garis
horizontal, berarti perbedaan tinggi kepala kursi yang berurutan 10 cm.
3.1.3 Ventilasi
Ventilasi untuk gedung bioskop adalah penting oleh karena untuk mengatur
sirkulasi udara, agar udara kotor dalam ruangan keluar dan udara bersih masuk
sehingga penonton merasa nyaman. Untuk suhu kamar normal 27C dan kelembaban
yang baik adalah 40% (Soebagio Reksosoebroto, 2009). Sedangkan suhu ruang yang
baik antara 20C-25C, dengan kelembaban diantara 40%-50% (Rudi Gunawan,
2008). Sistem ventilasi pada umumnya terbagi atas dua yaitu:
a. Ventilasi Alami (Natural Ventilation System)
Ventilasi alam ini dapat dibuat dengan jalan memasang jendela dan lubanglubang angin atau dengan menggunakan bahan bangunan yang berpori-pori.
b. Ventilasi Buatan (Artificial Ventilation System)
Untuk ventilasi buatan ini dapat berupa:
-
Fan (kipas angin), fungsinya hanya memutar udara didalam ruangan, sehingga
masih diperlukan ventilasi alamiah.
Exhauster (pengisap udara), prinsip kerjanya adalah mengisap udara kotor dalam
3.1.4
tidak mudah untuk bersarangnya binatang pengganggu antara lain kutu busuk atau
serangga lainnya. Ukuran kursi yaitu; lebih kurang 40-50 cm dan tinggi kursi dari lantai
sebaiknya 48 cm. Tinggi sandaran 38-40 cm dengan lebar sandaran disesuaikan dengan
kenyamanan, sandaran tangan berfungsi juga sebagai pembatas dan sandaran pengguna
tidak boleh terlalu tegak.
Letak kursi agar diatur sedemikian rupa sehingga semua penonton dapat
melihat gambar secara penuh dengan tidak terganggu. Jarak antara kursi dengan kursi
didepannya minimal 40 cm yang berfungsi untuk jalan ke tempat kursi yang dituju.
Tiap penonton harus dapat melihat dengan sudut pandang maksimal 30. Penonton
yang duduk di baris terdepan harus masih dapat melihat seluruh gambar sepenuhnya.
Artinya bagian tepi layar atas, bawah dan samping kiri dan kanan berturut-turut
maksimum membentuk sudut 60-80 dengan titik mata.
3.1.5
Pintu darurat
Persyaratan pintu darurat adalah:
Lebar minimal pintu darurat adalah 2 kali lebar pintu biasa (160 cm)
Jarak pintu darurat yang satu dengan lain sedikit-dikitnya 5 m dengan tinggi 1,8
3.1.6
Pencahayaan
Pada dasarnya pencahayaan diperlukan sebelum dan setelah pertunjukkan. Hal-
System pencahayaan tidak boleh menyilaukan mata maksimal 150 lux dan tidak
boleh bergetar.
3.1.7
suara sehingga bias terdengar jelas oleh seluruh penonton. Sound system yang baik
digunakan di gedung bioskop adalah sound system stereo dengan peletakan pengeras
suara pada dinding dalam jarak yang sama antara yang satu dengan yang lain, sehingga
suara akan diterima merata oleh penonton.suara diukur dengan satuan decibel (dB)
antara 80 85 dB ( Prisanti Putri, 2009 )
Prinsip dasar peletakan speaker yang digunakan untuk menghasilkan aliran
suara yang konsisten di semua tempat dalam bioskop kurang lebih seperti di bawah
ini. Speaker yang ada di belakang layar diletakkan mengarah ke bagian ruangan yang
terletak 2/3 kedalaman ruangan. Sedangkan tinggi speaker berada di 1/3 dari tinggi
ruangan. Speaker surround terdekat dari layar, minimal berjarak 1/3 dari kedalaman
ruangan.
Gedung konser pada umumnya tidak memiliki surround sound, karena suara
dari arah yang berbeda dengan panggung akan menimbulkan gangguan dalam
menikmati bunyi. Oleh karena itu, penonton konser lebih suka tempat duduk yang
dekat dengan panggung. Berbeda dengan gedung bioskop, surround sound justru
merupakan elemen penting untuk membuat susasana spasial dalam ruangan yang
tentunya tidak bertabrakan dengan suara dari speaker yang ada di depan. Dikatakan
bahwa total energi yang berasal dari surround speaker haruslah mengimbangi speaker
yang ada di depan. Posisi speaker harus diarahkan ke arah yang berlawanan dari tempat
speaker berasal sehingga speaker dapat menghasilkan minimum perbedaan kekuatan
antara dinding dan kursi penonton sebesar -3 dB.
Suara yang dihasilkan dari surround speaker tidak boleh terdengar sama dengan
suara yang berasal dari speaker depan. Maka dari itu, waktu delay dari speaker surround
terhadap speaker yang ada di depan biasanya adalah 1 ms untuk jarak 340 mm. Berarti,
suatu ruangan bioskop dengan panjang 34 m akan mempunyai waktu delay sebesar 100
ms atau 1/10 s.
Selain teknologi suara, baik tidaknya akustik ruangan bioskop sangat
mempengaruhi terdengarnya suara dari film. George Augspurger seorang ahli akustik
mengatakan bahwa dalam akustik ada 3R yang harus diperhatikan, antara lain: ( Prisanti
Putri, 2009 )
1.Room resonance (resonansi ruang)
2.Early reflections (refleksi)
3.Reverberation time (waktu dengung)
Absorpsi merupakan hal terpenting dalam objektif perancangan sebuah bioskop.
Berbeda dengan gedung konser di mana suara harus dipantulkan sebanyak mungkin,
maka pada gedung bioskop suara justru harus diserap sebanyak mungkin. Pada gedung
bioskop, pantulan suara harus diminimalisasi. Penyerapan suara biasanya disiasati
dengan pemasangan kain tirai pada dinding samping kiri dan kanan, serta dinding pada
bagian belakang. Selain itu bahan jok dan sandaran kursi harus dipilih yang tidak
menyerap suara, tetapi tetap membuat penonton nyaman. Prinsipnya, dalam keadaan
kosong atau diduduki, diusahakan agar tingkat penyerapan suara sama. Waktu dengung
adalah rentang waktu antara saat bunyi terdengar hingga melenyap. Gedung bioskop
dianggap baik ketika memiliki waktu dengung sekitar 1,1 detik.
Layar film merupakan alat yang pokok dan penting dalam bioskop. Adapun syaratsyarat layar yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: - Layar sebaiknya berwarna
putih dan diberi warna gelap di tepi.
-
Ukuran harus disesuaikan dengan proyeksi dari proyektor film yang digunakan.
Permukaan harus licin dan bersih.
Jarak antara layar dengan proyektor harus sesuai sehingga gambar yang di
proyeksikan pada layar benar-benar baik (focus harus tepat) sehingga tidak
menghasilkan gambar yang kabur.
3.2
3.2.1
berpori, panel absorber, dan resonator rongga. Pengelompokan ini didasarkan pada
proses perubahan energi bunyi yang menumbuk permukaan bahan menjadi energi panas.
Karakteristik suatu bahan penyerap bunyi dinyatakan dengan besarnya nilai koefisien
serapan bunyi untuk tiap frekuensi eksitasi. Pada umumnya bahan penyerap bunyi
memiliki tingkat penyerapan pada rentang frekuensi tertentu saja (Sabri, 2005).
Reaksi serap terjadi akibat turut bergetarnya material terhadap gelombang bunyi yang
sampai pada permukaan material tersebut. Getaran bunyi yang sampai dipermukaan
turut menggetarkan partikel dan pori-pori udara pada material tersebut. Sebagian dari
getaran tersebut terpantul kembali ke ruangan, sebagian berubah menjadi panas dan
sebagian lagi diteruskan ke bidang lain dari material tersebut (Gunawan, 2008).
Karakteristik akustik permukaan ruang pada umumnya dibedakan atas; Bahan
penyerap suara (Absorber) yaitu permukaan yang terbuat dari material yang
menyerap sebagian atau sebagian besar energi bunyi yang datang padanya.
Misalnya glasswool, mineral wool, foam. Bisa berwujud sebagai material yang
berdiri sendiri atau digabungkan menjadi sistem absorber (fabric covered absorber,
panel absorber, grid absorber, resonator absorber, perforated panel absorber, acoustic
tiles, dsb).
3.2.2
besar energi bunyi yang datang kepadanya. Pantulan yang dihasilkan bersifat spekular
(mengikuti kaidah Snelius: sudut datang = sudut pantul). Contoh bahan ini misalnya
keramik, marmer, logam, aluminium, gypsum board, beton, dsb. Pada gambar dibawah
ini adalah contoh pemasangan gysumboard pada plafond.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
4.2
Saran
Adapun demi penyempurnaan makalah ini, penulis berharap untuk selanjutnya
spesifikasi bioskop dan alat yang digunakan dapat dicantumkan demi penyempurnaan
makalah.