Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Dalam dunia pertanian, air merupakan salah satu faktor paling utama pada

keberhasilan pertanian, karena air merupakan zat yang berfungsi sebagai


pengangkut unsur hara atau makanan yang diperlukan tanaman. Dalam kasus ini
tentunya memenuhi kebutuhan air bagi tanaman merupakan upaya utama yang
harus dilakukan para petani agar produktifitas tanaman tetap terjaga.
Salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan air tanaman adalah dengan
irigasi, ini dibuat apabila jumlah atau volume air hujan secara langsung pada lahan
kurang memenuhi kebutuhan tanaman. Umumnya di daerah tropis seperti
Indonesia, jenis irigasi permukaan paling banyak digunakan, mengingat
banyaknya DAS dengan volume air yang melimpah, sehingga penerapan irigasi
permukaan banyak diterapkan.
Kebutuhan air tanaman atau volume air yang dibutuhkan untuk tanaman
haruslah sesuai kebutuhan tanaman, tidak lebih tidak kurang, sehingga manajemen
air irigasi sangatlah penting, yaitu pengaturan debit air pada lahan perlu
diperhitungkan.
Dalam menentukan debit ada beberapa faktor yang mempengaruhi
pemilihan metode yang akan digunakan, salah satunya adalah kekasaran dasar
saluran, ada bermacam profil dasar saluran yang memiliki karakter berbeda,
sehingga untuk mengetahui pengaruhnya terhadap besarnya debit saluran
diadakanlah praktikum Pengukuran Debit II (Kekasaran Dasar Saluran).
1.2 Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengukur debit aliran pada saluran terbuka dengan
berbagai alat ukur dan mengetahui pengaruhnya terhadap debit dari berbagai
kekasaran dasar saluran yang berbeda.
2. BAB II

3. TINJAUAN PUSTAKA
4.
5.

2.1 Sejarah Irigasi


6. Irigasi adalah usaha untuk memperoleh air yang menggunakan bangunan
dan saluran buatan untuk keperluan penunjang produksi pertanian. Kata
irigasi berasal dari kata irrigate dalam bahasa Belanda dan irrigation dalam
bahasa Inggris.
7. Menurut Abdullah Angoedi dalam Sejarah Irigasi di Indonesia
disebutkannya bahwa dalam laporan Pemerintah Belanda irigasi
didefinisikan sebagai berikut :
8. secara teknis menyalurkan air melalui saluran-saluran pembawa ke
tanah pertanian dan setelah air tersebut diambil manfaat sebesarbesarnya, menyalurkannya ke saluran-saluran pembuangan terus ke
sungai.
9. Sejarah irigasi di Indonesia telah cukup panjang. Yang dimulai sejak
zaman Hindu. Sebagai contoh pertanian padi sistem Subak di Bali, sistem
Tuo Banda di Sumatera Barat, sistem Tudang Sipulung di Sulawesi
Selatan dan sistem kalender pertanian Prariatamangsa di Jawa. Dan
dikembangkan di masa penjajahan Belanda dan dilanjutkan di zaman
10.

Indonesia membangun (1970-an).


Selanjutnya, tercatat bahwa bangunan ingasi yang pertama dibangun
yaitu di Jawa Timur yang dibuktikan dengan prasasti Harinjing yang
sekarang disimpan di Musium Jakarta. Data prasasti tertua di Indonesia
menyebutkan pula bahwa saluran air tertua telah dibangun di Desa Tugu

11.

dekat Cilincing dalam abad ke V Masehi.


Pembuatan bending pertama di Indonesia untuk irigasi dilakukan di
Jawa Timur yaitu bending Sampean di Kali Sampean. Ir. Vab Thiel yang
diutus Pemerintah Belanda ke Situbondo membangun bendung tersebut
tahun 1832 dari struktur kayu jati diisi dengan batu kali. Panjang bentang
bendung 45 meter tinggi 8 meter. Selanjutnya pada tahun 1852 sampai
dengan 1857 dibangun pula bendung Lengkong di Mojokerto untuk

mengairi areal seluas 34000 hektar.


12. Bendung Glapan di Kali Tuntang Jawa Tengan dibangun tahun 1852 dan
selesai tahun 1859. Namun baru bisa berfungsi 20 tahun kemudian yaitu

tahun 1880-1890. Bendung Glapan adalah bendung pertama yang


13.

dibangun dibawah Pemerintah Kolonial untuk tanaman rakyat.


Disebutkan bahwa setelah Pemerintah Hindia-Belanda mendirikan
Departemen BOW mulailah dibentuk Irrigate Afdeling. Tercatat 1
Januari 1889 dibentuk daerah irigasi yang pertama yaitu Irrigate-Afdeling
Serayu yang meliputi daerah Malang-Kediri-Surabaya pada tahun 1892,
Irrigatie-Afdeling Serang yang meliputi daerah Semarang-Demak dan
Purwodadi. Dalam tahun 1910 Pulau Jawa telah terbagi habis oleh daerahdaerah irigasi.

15.

14.
2.2

Debit
16. Pengertian debit adalah satuan besaran air yang keluar dari

Daerah Aliran Sungai (DAS). Satuan debit yang digunakan dalam system
satuan SI adalah meter kubik per detik (m3 / detik). Menurut Asdak
(2002), debit aliran adalah laju aliran air (dalam bentuk volume air) yang
melewati suatu penampang melintang sungai persatuan waktu. Dalam
system SI besarnya debit dinyatakan dalam sattuan meter kubik. Debit
aliran juga dapat dinyatakan dalam persamaan Q = A x V, dimana A
adalah luas penampang (m2) dan V adalah kecepatan aliran (m/ detik).
17. Menurut Langrage (1788), dalam Rahayu (2009) menyatakan
gerak fluida adalah dengan mengikuti gerak tiap partikel didalam fluida.
Hal ini sulit, karena kita harus menyatakan koordinat X, Y, Z dari
partikel fluida dalam menyatakan ini sebagai fungsi waktu. Cara yang
digunakan adalah dengan penerapan kinematika partikel gerak atau
aliranfluida.
18. Leonard Euler (1755), dalam Rahayu (2009) menyatakan
bahwa rapat massa dan kecepatan pada tiap titik dalam ruang berubah
dengan waktu. Fluida sebagai medan rapat massa dan medan vektor
kecepatan. Jika kecepatan (V) dari tiap partikel fluida pada satu titik
tertentu adalah tetap, dikatakan bahwa aliran tersebut bersifat lunak. Pada
suatu titik tertentu tiap partikel fluida akan mempunyai kecepatan (V)
yang sama, baik besar maupun arahnya. Pada titik lain suatu
partikel mungkin sekali mempunyai kecepatan yang berbeda, akan

tetapi tiap partikel lain pada waktu sampai titik terakhir mempunyai
kecepatan sama seperti partikel yang pertama. Aliran seperti ini terjadi
pada air yang pelan. Dalam aliran tidak lunak kecepatan (V) merupakan
fungsi waktu.
19.
2.3

Bangunan Ukur Debit Sekat Ukur


20.

Bangunan Ukur Debit adalah bangunan yang digunakan untuk


mengukur banyaknya debit atau aliran air yang melalui saluran irigasi.
Menurut bentuk dan fungsinya, bangunan ukur debit dapat dibagi kedalam
beberapa macam, diantaranya sekat ukur Cipolletti, sekat ukur Tompson,
dan sekat ukur Horizontal.

21.
2.3.1 Sekat Ukur Cipoletti
22.

Alat ukur ini berbentuk trapesium dengan

perbandingan sisi 1:4 disebut sesuai dengan nama orang


yang pertama kali menggunakannya, seorang insinyur Itali
yang bernama Cipoletti, dapat digunakan untuk mengukur
debit air yang relatif besar (Rachman, 2012).
23. Pengukuran debit air dengan menggunakan sekat
ukur cipoletti ini dapat menggunakan rumus sebagai
berikut:
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.

Q = 0,0186 b.h3/2

Dimana :
Q = debit air (liter/detik)
b = lebar ambang (cm)
h = tinggi muka air (cm)

38.

Gambar 1. Sekat Ukur Cipoletti

39. (Sumber: aladintirta.blogspot.com)

40. 2.3.2

Sekat Ukur Thompson

41. Sekat ukur ini berbentuk segitiga sama kaki


dengan sudut 90, disebut sesuai dengan nama orang yang
menggunakan pertama kali yaitu orang Inggris bernama Y.
Thomson. Sekat ukur ini digunakan untuk mengukur debit
yang relatif kecil dan sering dipakai untuk mengukur air
saluran tersier dan kwarter atau di kebun tebu. Alat ini
dapat dibuat dalam bentuk yang dapat dipindah-pindahkan
(portable) (Rachman, 2012).
42.
Sekat ukur ini menggunakan rumus sebagai
berikut:
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.

Q = 0,014 h5/2

Dimana :
Q = debit air (liter/detik)
h = tinggi muka air (cm)

55.

Gambar 2. Sekat Ukur Thompson


56. (Sumber: tatyalfiah.wordpress.com)

57.
58. 2.3.3

Metode Volumetrik
59. Volumetrik adalah analisis

kuantitatif

yang

didasarkan pada jumlah atau volume yang telah diketahui


yang diperlukan untuk mengetahui analisis atau data
berikutnya seperti data kecepatan (Eko, 2011).
60. Metode volumetrik pada pengukuran
dilakukan

dengan

menggunakan

beberapa

debit
sampel

pengukuran. Dari hasil pengukuran tersebut kemudian data


dicari titik tengahnya atau rata-rata dari data tersebut.
Setelah didapatkan nilai tengah atau rata-rata dari suatu
kumpulan data, maka data tersebut dimasukkan kembali

ke dalam perhitungan selanjutnya untuk mengetahui data


yang lain.
61. Contoh untuk penerapan metode volumetrik pada
sekat ukur cipoletti, data debit air diambil pada 3 sudut
yang berbeda, kemudian 3 data debit yang dihasilkan
dicari titik tengahnya atau dirata-ratakan. Kemudian dari
nilai debit yang baru, dicari nilai kecepatannya.
62.
63. 2.4 Dasar Kasar Saluran
64.
Kekasaran dasar saluran dapat diperoleh dengan menggunaan
persamaan:
65. V = (S0,5R2/3) / n
66. Dimana:
67.
V: Kecepatan rata-rata aliran air pada saluran (m/s)
68.
R: Jari-jari hidrolik (m)
69.
S: Kemiringan/ Slope (%)
70.
n: Koefisien kekasaran (manning)
71.
dengan
R = A/P
72.
A = b x 2h
73.
P = 2h + b
74.
A: Luas pembahasan (wetted area) (m2)
75.
P: Keliling pembahasan (wetted perimeter) (m)

76. BAB III


77. METODE PRAKTIKUM
78.
79.

3.1

80.

3.1.1 Alat
81.

Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:

1. Saluran air terbuka terbuat dari kaca dan fleksi glass.


2. Peralatan utama:

Pompa

Bak penampungan (sirkulasi)

3. Peralatan pennjang:

Stopwatch

Gelas ukur

Mistar plastic

Ember

Lap meja

Pengepel lantai

4. Alat ukur:

Sekat ukur Horisontal

Sekat ukur Thompson (V-notch)

Sekat ukur berdasar (Cipolleti)

5. Dasar kasar saluran:

Batu kerikil

Semen

Plastik

82. 3.1.2
83.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:

1. Air.

84.
85. 3.2 Prosedur Praktikum
86.

Prosedur praktikum kali ini adalah:

1. Memasang sekat ukur pada saluran air (kaca dan fleksi glass).
2. Memasang dasar kasar saluran dekat dengan sekat ukur.
3. Menyalakan pompa air, menghitung Q pompa secara volumetric pada
selang inlet.
4. Mengukur tinggi permukaan air ketika air di atas dasar permukaan
kasar saluran (h), dan mengukur lebar saluran (b).
5. Mengukur debit keluaran secara volumetrik 3 kali pengulangan dan
menghitung rata-ratanya.
6. Melakukan prosedur 1-5 setiap sekat ukur dan dasar kasar saluran
berbeda.
7. Berikut teknis pengukuran untuk setiap sekat ukur:
1) Memasang sekat ukur pada tempat yang telah disediakan.
2) Memeriksa rang pompa, sebelum pompa dinyalakan.
3) Menyalakan pompa, kemudian mencatat Q pompa.
4) Membiarkan air mengalir melalui selang sampai mengisi ruang
peredam (stilling basin).
5) Limpasan air dari stilling basin akan mengalir sepanjang saluran,
hingga akan melalui sekat ukur yang sudah terpasang. Membiarkan
aliran air mengalir sampai bentuk aliran konstan.
6) Memulai

pengamatan

dan

pengukuran

(sesuai

prosedur

sebelumnya) setelah kondisi konstan tercapai.


7) Mematikan pompa hingga aliran air pada stilling basin berhenti,
Setelah data sudah diperoleh dan dicatat.
8) Memulai pengamatan dan pengukuran untuk data kedua, dengan
menyalakan pompa kembali.
9) Melaksanakan pengamatan dan pengukuran selanjutnya sampai
data yang diperlukan lengkap.
87.

88.

89. BAB IV
90. HASIL DAN PEMBAHASAN
91.
92.

4.1

Hasil

93. Tabel 1. Hasil pengukuran dan perhitungan debit dengan dasar kasar :
95. D
a
s
a
r
94.
N

97. QPo
mpa

96.
Se

147.
Thomson
225.
Thomson

194.
Plastik

271.
3

273.
249.
Horisontal Cipolletti

193.
2

272.
Semen

195.
Horisontal

171.
Cipolletti

115.
1

116.
Batu Kerikil

117.
Horisontal

S
a
l
u
r
a
n

100.

Out
let
98. (ml
/det
)

118.
1.
302
,32
5
119.
2.
272
,72
120.
3.
315
,46
8
196.
1.
312
,5
197.
2. 250
198.
3. 266
199.
Ratarata
:
200.
276,61
274.
1.
257

99. Men
ghitu
ng
Nilai
Keka
saran

123.

b
= 10
cm
124.
h
=
1.75
cm
125.
n
Batu =
0.04
5

201.

b
= 10
cm
202.
h
=
2,15
cm
203.
n
Batu =
0.05
3
279.

b
= 10
cm

Dekat

101.

111.
107.

QVolu

109.

OTeorit

metrik
108.

(ml/
det)

126.
1
.
302,
325
127.
2
150.
1
. 290
151.
2
.
257,
174.
1
.
316,
456
175.
2
204.
1
.
312,
5
205.
2
228.
1
.
285,
714
229.
2
252.
1
.
335,
294
253.
2
282.
1
.
257,
893
283.
2

(ml/d
et)

131.

b
= 10
132.
h
=
1,75
155.
b
= 10
156.
h
=
1.85
179.
b
= 10
180.
h
=
1,95
209.
b
= 10
210.
h
=
2,1
233.
b
= 10
234.
h
=
2,35
257.
b
= 10
258.
h
=
2,05
287.
b
= 10
288.
h
=
0,95

QVo
lumetr

is
110.

Jauh

113.

OTeorit

ik
112.

(ml
/det
)

135.
1.
315
,68
136.
159.
1.
305
,26
3
183.
1.
319
.28
184.
213.
1.
221
,53
214.
237.
1.
311
,16
5
261.
1.
266
,6
262.
291.
1.
242
,85
7

is
114.

(ml/d
et)

140.

b
= 10
141.
h
=
1.55
164.
b
= 10
165.
h
=
1,05
188.
b
= 10
189.
h
=
1,75
218.
b
= 10
219.
h
=
1,1
242.
b
=
10.2
243.
h
=
266.
b
= 10
267.
h
=1
268.
s
296.
b
= 10
297.
h
=
0.55

327.
Cipolletti

303.
Thomson

,89
5
275.
2.
247
,36
9
276.
3.

280.

306.
1
. 275
307.
2
.
306,
330.
1
.
333,
3
331.
2

=
0.95
cm
281.
n
Batu =
0.01
7

311.

b
= 10
312.
h
=
0.85
335.
b
= 10
336.
h
=
0,85

349.
4.1.1 Perhitungan Pengukuran Kekasaran Dasar Batu Kerikil
350.

Qvolumetrik

=VA

351.

296,707 ml/s = V (10 1,75) cm

352.

V =

296,707 ml /s
2
17,5 cm

353.

= 16,95 cm/s

354.

A
=
P

355.
356.

R =

( 10 1,75 ) cm 2
( 2 1,75 )+ 10

= 1,296
V =

0,5

S R
n

357.

16,95 cm/s

358.

Nbatu

359.
360.

QteoritisBH3(jauh)

2
3

0,5

0,27 1,296 3
n

= 0,045
=VA
2

V =

S 0,5 R 3
n

362.

V =

0,27 1,183 3
0,045

363.

V = 12,916 cm/s

364.

QteoritisBH3(jauh)

361.

365.

0,5

= 12,916 cm/s (101,55) cm2

= 200,98 ml/s

366.
367.

QteoritisBT21(dekat) = V A

315.
1.
227
,27
316.
339.
1.
234
,61
3

320.

b
= 10
321.
h
=
0.7
344.
b
= 10
345.
h
=
0,6

0,5

2
3

V =

S R
n

369.

V =

0,270,5 1,35 3
0,045

370.

V = 14,104 cm/s

371.

QteoritisBT21(dekat) = 14,104 cm/s (101,85) cm2

368.

372.

= 267,584 ml/s

373.

QteoritisBT21(jauh) = V A

374.

V =

S R3
n

375.

V =

0,270,5 0,866 3
0,045

376.

V = 10,49 cm/s

377.

QteoritisBT21(jauh) = 10,49 cm/s (101,05) cm2

0,5

378.
379.
380.

= 110,145 ml/s
QteoritisBC12(dekat) = V A
0,5

2
3

V =

S R
n

382.

V =

0,270,5 1,402 3
0,045

383.

V = 14,464 cm/s

384.

QteoritisBC12(dekat) = 14,464 cm/s (101,95) cm2

381.

385.
386.
387.
388.

= 282,048 ml/s
QteoritisBH3(jauh)
V =

=VA
2

0,5

S R3
n
0,5

0,27 1,296
0,045

389.

V =

390.

V = 13,72 cm/s

391.

QteoritisBH3(jauh)

2
3

= 13,72 cm/s (101,55) cm2

392.

= 226,03 ml/s

393.
4.1.2 Perhitungan Pengukuran Kekasaran Dasar Saluran Plastik
394.

Qvolumetrik

=VA

395.

276,616 ml/s = V (10 2,15) cm

396.

397.
398.
399.

276,616 ml /s
2
21,5 cm

= 14,67 cm/s
R

A
P

( 10 2,15 ) cm2
( 2 2,15 ) +10

= 1,503
2

400.

S 0,5 R 3
n
0,5

0,27 1,503
n

401.

16,95 cm/s =

402.

Nplastik = 0,053

403.
404.

QteoritisBH3(jauh) = V A

405.

0,5

2
3

2
3

S R
n

0,27 0,901 3
0,053

0,5

406.

407.

= 26,297 cm/s

408.

QteoritisBH3(jauh) = 26,297 cm/s (102,35) cm2

409.
410.
411.

= 100,606 ml/s
QteoritisBT21(dekat)= V A
2

412.

S 0,5 R 3
n
0,5

0,27 1,598
0,053

2
3

413.

414.

= 13,4 cm/s

415.

QteoritisBT21(dekat)= 13,4 cm/s (100,93) cm2

416.
417.
418.
419.

= 295,36 ml/s
QteoritisBT21(jauh) = V A
V

0,5

2
3

S R
n

0,270,5 0,798 3
0,053

420.

421.

= 8,435 cm/s

422.

QteoritisBT21(jauh) = 8,435 cm/s (101,05) cm2

423.
424.
425.
426.

= 32,268 ml/s
QteoritisBC12(dekat)
V

=VA
2

0,5

S R3
n
0,5

0,27 1,453
0,053

2
3

427.

428.

= 12,577 cm/s

429.

QteoritisBC12(dekat)= 12,577 cm/s (101,95) cm2

430.
431.
432.
433.

= 274,7 ml/s
QteoritisBC12(jauh) = V A
V

0,5

S R3
n

0,270,5 0,83 3
0,045

434.

435.

= 8,659 cm/s

436.

QteoritisBC12(jauh) = 13,72 cm/s (101,55) cm2

437.

= 84,35 ml/s

438.
4.1.3 Perhitungan Pengukuran Dasar Saluran Semen
439.
440.

Qvolumetrik

=VA

247,986 ml/s = V (10 0,93) cm

441.
442.
443.
444.

247,986 ml /s
9,3 cm2

= 26,67 cm/s
R

A
P

( 10 0,93 ) cm2
( 2 0,93 ) +10

= 0,784
2

445.

S 0,5 R 3
n

446.

16,95 cm/s =

447.

Nplastik = 0,017

448.
449.

QteoritisBH3(jauh) = V A

450.

0,5

0,27 0,784 3
n

0,5

S R
n

2
3

0,5

0,27 0,495
0,017

2
3

451.

452.

= 19,127 cm/s

453.

QteoritisBH3(jauh) = 19,127 cm/s (100,98) cm2

454.
455.
456.

= 105,199 ml/s
QteoritisBT21(dekat)= V A
2

457.

S 0,5 R 3
n
0,27 0,726 3
0,017

0,5

458.

459.

= 24,69 cm/s

460.

QteoritisBT21(dekat)= 24,69 cm/s (100,85) cm2

461.

= 245,865 ml/s

462.
463.

QteoritisBT21(jauh) = V A

464.

0,5

2
3

S R
n

0,270,5 0,614 3
0,017

465.

466.

= 22,081 cm/s

467.

QteoritisBT21(jauh) = 22,081 cm/s (100,7) cm2

468.
469.
470.
471.

= 147,008 ml/s
QteoritisBC12(dekat)
V

=VA

0,5

S R
n

2
3

0,5

0,27 0,726
0,017

2
3

472.

473.

= 24,69 cm/s

474.

QteoritisBC12(dekat)= 24,69 cm/s (100,85) cm2

475.
476.
477.
478.

= 209,865 ml/s
QteoritisBC12(jauh) = V A
V

0,5

S R3
n

0,270,5 0,535 3
0,017

479.

480.

= 19,127 cm/s

481.

QteoritisBC12(jauh) = 19,127 cm/s (101,55) cm2

482.

483.

= 152,486 ml/s

484.

4.2

Pembahasan

485. Pada praktikum ini membahas mengenai pengukuran debit dan


koefisien kekasaran saluran. Ada berbagai alat yang digunakan untuk mengukur
debit dan koefisien kekasaran saluran, yaitu dengan bantuan alat saluran terbuka
yang terbuat dari kaca, penggunaan kaca ini memiliki tujuan agar dapat diketahui
secara pasti dari berbagai sudut aktifitas air pada saluran, selanjutnya digunakan
pompa dan penampung air, alat ini berfungsi untuk merotasikan air mengalir pada
saluran. Kemudian digunakan tiga jenis sekat dengan bentuk berbeda, dan dasar
saluran buatan dengan berbagai kekasaran, agar dapat dibandingkan nilai
koefisien kekasaran antara dasar saluran polos, semen, dan karpet.
486.

Perlakuan awal adalah mengukur koefisien kekasaran tanah, ini

dilakukan agar dapat ditentukan perancangan irigasi dengan tepat, karena


pemilihan rancangan irigasi yang akan digunakan, harus disesuaikan
dengan kondisi tekstur saluran. Pada percobaan menggunakan saluran
semen (kerikil), setelah dilakukan perhitungan berdasarkan data yang
sebelumnya telah diolah, maka diperoleh hasil koefisien kekasaran 0,045
dengan kecepatan rata-rata 16,95 cm/s. Selanjutnya menggunakan dasar
berbahan plastik, setelah dilakukan perhitungan diperoleh hasil koefisien
kekasarannya yaitu 0,053 dengan kecepatan rata-rata air saluran 16,95
cm/s. Terakhir menggunakan dasar kekasaran semen diperoleh hasil
koefisien kekasaran 0,017 dengan kecepatan rata-rata 16,95 cm/s. Dari
hasil ini dapat kita lihat bahwa koefisien kekasaran dasar plastik paling
tinggi dengan asumsi kecepatan sama.
487. Pada perlakuan mengukur debit air digunakan 3 Metode, yaitu
Horizontal, Thompson, dan Cipolletti ini diukur secara volumetrik dan teoritis.
Masing-masing pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali dan dengan jarak dekat
dan jarak jauh, maksudnya jarak dekat yaitu h paling dekat dengan sekat ukur,
sedangkan pengukuran jauh parameternya h paling dekat dengan outlet, yang
berarti paling jauh dari sekat ukur. Selain itu digunakan pula parameter kekasaran
alas saluran dengan menggunakan alas kerikil, pastik, dan semen. Setiap
pengukuran alasnya dilakukan 3 metode tadi. Data yang bisa digunakan untuk
simpulan dalam perancangan adalah debit paling tinggi karena menjadi patokan

maksimalnya. Perlakuan pertama pada alas kerikil pengukuran secara volumetrik


dari 3 kali pengulangan paling besar 313,3838ml/s pada jarak dekat dengan sekat
ukur Cipolletti dan 320,47 ml/s pada jarak yang jauh dengan sekat ukur sama
Cipolletti. Sedangkan untuk Q teoritis jarak dekat diperoleh hasil tertinggi 296,45
ml/s pada jarak dekat dengan sekat ukur Horizontal, dan 226,03 ml/s pada jarak
jauh dengan sekat ukur Cipolletti.
488. Perlakuan kedua menggunaan alas plastik pengukuran secara
volumetrik dari 3 kali pengulangan paling besar 296,904 ml/s pada jarak dekat
dengan sekat ukur Cipolletti dan 282,183 ml/s pada jarak yang jauh dengan sekat
ukur Thompson. Sedangkan untuk Q teoritis jarak dekat diperoleh hasil tertinggi
295,56 ml/s pada jarak dekat dengan sekat ukur Thompson, dan 100,606 ml/s
pada jarak jauh dengan sekat ukur Horizontal.
489. Perlakuan ketiga menggunaan alas semen pengukuran secara
volumetrik dari 3 kali pengulangan paling besar 300,806 ml/s pada jarak dekat
dengan sekat ukur Cipolletti dan 251,685 ml/s pada jarak yang jauh dengan sekat
ukur Horizontal. Sedangkan untuk Q teoritis jarak dekat diperoleh hasil tertinggi
247,986 ml/s pada jarak dekat dengan sekat ukur Horizontal, dan 147,068 ml/s
pada jarak jauh dengan sekat ukur Thompson.
490.

Ada

hal

yang

dirasa

sedikit

keliru

dalam

pengukuran dan penghitungan ini, yaitu mengenai konversi


kemiringan 10 ke dalam satuan persen, menurut beberapa
literature bahwa slop (kemiringan) 100% sama dengan 45 0,
ini

dapat

dihitung

seperti

persamaan

konversi

Kelerengan

kelerengan

450

100%.

contoh

Dalam

450

berikut
=

dengan

100

praktikum

x
ini

tan
slop

(kemiringan) maksimal adalah 3600, adapun biasanya


konversi pada 3600 digunakan bukan pada slop, tetapi
pada koordinat atau sudut mata angin, dengan demikian
maka saat dikonversi ke dalam persen 1 0 = 0,2777%, jika
menggunakan slop 450 = 100%, maka hasil 10 = 1,74%.
Dapat

kita

lihat

selisihnya

sangat

jauh,

ini

cukup

berpengaruh terhadap hasil perhitugan secara teoritis.

491.

492.

BAB V

KESIMPULAN
493.
494.

Adapun simpulan yang diperoleh dari hasil praktikum kali ini

diantaranya:
1. Pada percobaan menggunakan saluran semen (kerikil), setelah dilakukan
perhitungan berdasarkan data yang sebelumnya telah diolah, maka
diperoleh hasil koefisien kekasaran 0,045 dengan kecepatan rata-rata
16,95 cm/s.
2. Pada percobaan menggunakan dasar berbahan plastik, setelah dilakukan
perhitungan diperoleh hasil koefisien kekasarannya yaitu 0,053 dengan
kecepatan rata-rata air saluran 16,95 cm/s.
3. Pada percobaan menggunakan dasar kekasaran semen diperoleh hasil
koefisien kekasaran 0,017 dengan kecepatan rata-rata 16,95 cm/s.
4. Dari hasil ini dapat kita lihat bahwa koefisien kekasaran dasar plastik
paling tinggi dengan asumsi kecepatan sama.
5. Pada alas kerikil pengukuran secara volumetrik dari 3 kali pengulangan
paling besar 313,3838ml/s pada jarak dekat dengan sekat ukur Cipolletti
dan 320,47 ml/s pada jarak yang jauh dengan sekat ukur sama Cipolletti.
6. Pada percobaan menggunakan alas plastik pengukuran secara volumetrik
dari 3 kali pengulangan paling besar 296,904 ml/s pada jarak dekat
dengan sekat ukur Cipolletti dan 282,183 ml/s pada jarak yang jauh
dengan sekat ukur Thompson.
7. Pada percobaan menggunakan alas semen pengukuran secara volumetrik
dari 3 kali pengulangan paling besar 300,806 ml/s pada jarak dekat
dengan sekat ukur Cipolletti dan 251,685 ml/s pada jarak yang jauh
dengan sekat ukur Horizontal.
495.

496.

DAFTAR PUSTAKA

497.
498.
Sistanto, Bambang Aris. 2016. Modul Pengantar Praktikum Teknik
Irigasi. Laboratorium Sumberdaya Air, Departemen Teknik Pertanian
Dan Biosistem, Fakultas Teknologi Industri Pertanian, Universitas
Padjadjaran.
499.

Alfiah, Taty. 2012. Pengukuran Debit Dengan Alat Ukur Thompson.


Terdapat pada : https://tatyalfiah.wordpress.com/2012/07/11/pengukurandebit-dengan-alat-ukur-thompson/ (diakses pada tanggal 14 November
2016 pukul 22:00 WIB).

500.

Mawardi, Erman. 2010. Desain Hidraulik Bangunan Irigasi.


CV.Alfabeta, Bandung. Available at: http:// ebookteknik.com/
hp/media.php?module= produk&act= detailproduk&cod= pdf&id=
114&edit= (diakses pada tanggal 14 November 2016 pukul 20:00 WIB).

501.

Merkley, Gary P. 2004. Irrigation Conveyance and Control : Flow


Measurement and Structure Design. Biological & Irrigation Engineering
Departement, Utah State University. Available at: http: //ocw. usu.edu/
Biological_and_Irrigation_Engineering/Irrigation___Conveyance_Contr
ol_Systems/6300__Course_Introduction_Lecture_Notes.pdf
(diakses
pada tanggal 14 November 2016 pukul 21:30 WIB).

502.

Tirta, Aladin. 2010. Menghitung Debit Aliran. Terdapat pada :


http://aladintirta.blogspot.com/2010/11/menghitung-debit-aliran-1sekat.html (diakses pada tanggal 14 November 2016 pukul 22:00 WIB).

503.
504.

Anda mungkin juga menyukai