Anda di halaman 1dari 9

Henry Dunant

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Lompat ke: navigasi, cari

Henry Dunant

Dunant sebagai seorang pria tua


Jean Henri Dunant
Lahir

8 Mei 1828
Jenewa, Swiss

Meninggal

30 Oktober 1910 (umur 82)


Heiden, Swiss

Kebangsaan

Swiss, Perancis[1]

Pekerjaan

aktivis sosial, pebisnis, penulis

Dikenal karena Pendiri Palang Merah


Agama

Calvinism (pada tahun-tahun awal

hidupnya)
nonreligious (di kemudian hari)

Orang tua

Penghargaan

Jean-Jacques Dunant
Antoinette Dunant-Colladon
Nobel Perdamaian (1901)

Jean Henri Dunant (lahir 8 Mei 1828 meninggal 30 Oktober 1910 pada umur 82 tahun), yang
juga dikenal dengan nama Henry Dunant, adalah pengusaha dan aktivis sosial Swiss. Ketika
melakukan perjalanan untuk urusan bisnis pada tahun 1859, dia menyaksikan akibat-akibat dari
Pertempuran Solferino, sebuah lokasi yang dewasa ini merupakan bagian Italia. Kenangan dan
pengalamannya itu dia tuliskan dalam sebuah buku dengan judul A Memory of Solferino
(Kenangan Solferino), yang menginspirasi pembentukan Komite Internasional Palang Merah
(ICRC) pada tahun 1863. Konvensi Jenewa 1864 didasarkan pada gagasan-gagasan Dunant.
Pada tahun 1901, dia menerima Penghargaan Nobel Perdamaian yang pertama, bersama dengan
Frdric Passy.

Daftar isi
[sembunyikan]
1 Masa muda dan pendidikan Dunant
2 Aljazair
3 Pertempuran Solferino
4 Palang Merah
5 Masa yang terlupakan
6 Kembali diingat publik
7 Hadiah Nobel Perdamaian
o 7.1 Kematian dan warisan
o 7.2 Referensi

7.2.1 Buku berbahasa Inggris

7.2.2 Buku berbahasa Jerman

o 7.3 Pranala luar

Masa muda dan pendidikan Dunant[sunting | sunting


sumber]
Dunant lahir di Jenewa, Swiss, putra pertama dari pengusaha Jean-Jacques Dunant dan istrinya
Antoinette Dunant-Colladon. Keluarganya adalah penganut mashab Kalvin (''Calvinist'') yang
taat serta mempunyai pengaruh yang signifikan di kalangan masyarakat Jenewa. Kedua
orangtuanya menekankan pentingnya nilai kegiatan sosial. Ayahnya aktif membantu anak yatimpiatu dan narapidana yang menjalani bebas bersyarat, sedangkan ibunya melakukan kegiatan
sosial membantu orang sakit dan kaum miskin.
Dunant tumbuh pada masa kebangkitan kesadaran beragama yang dikenal dengan nama Rveil.
Pada usia 18 tahun, dia bergabung dengan Perhimpunan Amal Jenewa (Geneva Society for Alms
Giving). Pada tahun berikutnya, bersama teman-temannya, dia mendirikan perkumpulan yang
disebut Thursday Association, sebuah kelompok anak muda tanpa ikatan keanggotaan resmi
yang melakukan pertemuan rutin untuk mempelajari Bibel dan menolong kaum miskin. Waktu
senggangnya banyak dia habiskan untuk mengunjungi penjara dan melakukan kegiatan sosial.
Pada tanggal 30 November 1852, Dunant mendirikan cabang YMCA di Jenewa. Tiga tahun
kemudian, dia berpartisipasi dalam pertemuan Paris yang bertujuan membentuk YMCA menjadi
sebuah organisasi internasional.
Pada tahun 1849, ketika berusia 21, Dunant terpaksa meninggalkan Kolese Kalvin (Collge
Calvin) karena prestasi akademisnya buruk. Dia kemudian menjadi pekerja magang di
perusahaan penukaran uang bernama Lullin et Sautter. Setelah masa magangnya selesai dengan
prestasi baik, dia diangkat sebagai karyawan bank tersebut.

Aljazair[sunting | sunting sumber]


Pada tahun 1853, Dunant mengunjungi Aljazair, Tunisia, dan Sisilia karena ditugaskan oleh
perusahaan yang melayani wilayah-wilayah jajahan Setif, yaitu perusahaan bernama
Compagnie genevoise de Colonies de Stif. Meskipun pengalamannya kurang, Dunant berhasil
menyelesaikan penugasan tersebut dengan memuaskan. Terinspirasi oleh pengalaman perjalanan
tersebut, Dunant untuk pertama kalinya menulis sebuah buku, yang dia beri judul Notice sur la
Rgence de Tunis (Kisah tentang Regensi di Tunisia). Buku ini diterbitkan pada tahun 1858.
Pada tahun 1856, Dunant mendirikan perusahaan yang beroperasi di wilayah-wilayah jajahan
luar negeri dan, setelah memperoleh konsesi lahan dari Aljazair yang ketika itu berada di bawah
pendudukan Prancis, dia juga mendirikan perusahaan perkebunan dan perdagangan jagung
bernama Socit financire et industrielle des Moulins des Mons-Djmila (Perusahaan Keuangan
dan Industri Penggilingan Mons-Djmila). Namun, lahan dan hak atas air yang dijanjikan tidak
kunjung ditetapkan dengan jelas, sedangkan otoritas kolonial di Aljazair juga bersikap kurang
kooperatif. Oleh karena itu, Dunant memutuskan untuk meminta bantuan secara langsung kepada

Kaisar Napoleon III dari Perancis, yang ketika itu sedang berada di Lombardi bersama
pasukannya. Prancis sedang berperang di pihak Piedmont-Sardinia melawan Austria, yang ketika
itu menduduki banyak dari wilayah yang dewasa ini bernama Italia. Markas Napoleon terletak di
kota kecil bernama Solferino. Dunant menulis sebuah buku yang isinya penuh sanjungan dan
pujian bagi Napoleon III untuk dia hadiahkan kepada kaisar tersebut. Kemudian dia melakukan
perjalanan ke Solferino untuk bertemu secara pribadi dengan Napoleon III.

Pertempuran Solferino[sunting | sunting sumber]


Dunant tiba di Solferino pada petang hari tanggal 24 Juni 1859, tepat ketika pertempuran antara
kedua pihak tadi baru saja selesai. Sekitar 38 ribu prajurit bergeletakan di medan tempur dalam
keadaan terluka, sekarat, atau tewas, dan tidak tampak ada upaya yang berarti yang dilakukan
untuk memberikan perawatan kepada mereka. Dalam keadaan terguncang melihat pemandangan
itu, Dunant berinisiatif mengerahkan penduduk sipil setempat, terutama kaum perempuan, untuk
memberikan pertolongan kepada para prajurit yang terluka dan sakit. Karena persediaan alat-alat
dan obat-obatan yang diperlukan tidak memadai, Dunant sendiri mengatur pembelian material
yang dibutuhkan itu serta membantu mendirikan rumah sakit darurat. Dia berhasil meyakinkan
penduduk setempat untuk melayani para korban luka tanpa melihat di pihak mana mereka
bertempur, sesuai dengan slogan Tutti fratelli (Kita semua bersaudara) yang diciptakan oleh
kaum perempuan dari kota Castiglione delle Stiviere tak jauh dari tempat itu. Dia juga berhasil
membujuk pihak Prancis untuk membebaskan dokter-dokter Austria yang mereka tawan.

Palang Merah[sunting | sunting sumber]


Sekembalinya ke Jenewa pada awal bulan Juli, Dunant memutuskan menulis sebuah buku
tentang pengalamannya itu, yang kemudian dia beri judul Un Souvenir de Solferino (Kenangan
Solferino). Buku ini diterbitkan pada tahun 1862 dengan jumlah 1.600 eksemplar, yang dicetak
atas biaya Dunant sendiri. Dalam buku ini, Dunant melukiskan pertempuran yang terjadi,
berbagai ongkos pertempuran tersebut, dan keadaan kacau-balau yang ditimbulkannya. Dia juga
mengemukakan gagasan tentang perlunya dibentuk sebuah organisasi netral untuk memberikan
perawatan kepada prajurit-prajurit yang terluka. Buku ini dia bagikan kepada banyak tokoh
politik dan militer di Eropa.
Dunant juga memulai perjalanan ke seluruh Eropa untuk mempromosikan gagasannya. Buku
tersebut mendapat sambutan yang sangat positif. Presiden Geneva Society for Public Welfare
(Perhimpunan Jenewa untuk Kesejahteraan Umum), yaitu seorang ahli hukum bernama Gustave
Moynier, mengangkat buku ini beserta usulan-usulan Dunant di dalamnya sebagai topik
pertemuan organisasi tersebut pada tanggal 9 Februari 1863. Para anggota organisasi tersebut
mengkaji usulan-usulan Dunant dan memberikan penilaian positif. Mereka kemudian
membentuk sebuah Komite yang terdiri atas lima orang untuk menjajaki lebih lanjut
kemungkinan mewujudkan ide-ide Dunant tersebut, dan Dunant diangkat sebagai salah satu
anggota Komite ini. Keempat anggota lain dalam Komite ini ialah Gustave Moynier, jenderal
angkatan bersenjata Swiss bernama Henri Dufour, dan dua orang dokter yang masing-masing
bernama Louis Appia dan Thodore Maunoir. Komite ini mengadakan pertemuan yang pertama

kali pada tanggal 17 Februari 1863, yang sekarang dianggap sebagai tanggal berdirinya Komite
Internasional Palang Merah (ICRC).
Dari awal, Moynier dan Dunant saling berbeda pendapat dan bertikai menyangkut visi dan
rencana mereka masing-masing, dan ketidaksepahaman mereka itu semakin lama semakin besar.
Moynier menganggap ide Dunant tentang perlunya ditetapkan perlindungan kenetralan bagi para
pemberi perawatan sebagai gagasan yang sulit diterima akal serta menasihati Dunant untuk tidak
bersikeras memaksakan konsep tersebut. Namun, Dunant terus menganjurkan pendiriannya itu
dalam setiap perjalanannya dan dalam setiap pembicaraannya dengan pejabat-pejabat politik dan
militer tingkat tinggi. Ini semakin mempersengit konflik pribadi antara Moynier, yang memakai
pendekatan pragmatis terhadap proyek tersebut, dan Dunant, yang merupakan idealis visioner di
antara kelima anggota Komite itu. Pada akhirnya, Moynier berusaha menyerang dan
menggagalkan Dunant ketika Dunant mencalonkan diri untuk posisi ketua Komite.
Pada bulan Oktober 1863, 14 negara berpartisipasi dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh
Komite tersebut di Jenewa untuk membahas masalah perbaikan perawatan bagi prajurit terluka.
Namun, Dunant sendiri hanya menjadi ketua protokoler dalam pertemuan tersebut sebagai akibat
dari usaha Moynier untuk memperkecil perannya. Setahun kemudian, pada tanggal 22 Agustus
1864, sebuah konferensi diplomatik yang diselenggarakan oleh Parlemen Swiss membuahkan
hasil berupa ditandatanganinya Konvensi Jenewa Pertama oleh 12 negara. Untuk konferensi ini
pun, Dunant hanya bertugas sebagai pengatur akomodasi bagi peserta.

Masa yang terlupakan[sunting | sunting sumber]


Bisnis Dunant di Aljazair mengalami kemunduran, sebagian karena devosinya pada cita-cita
humanistiknya sendiri. Pada bulan April 1867, bangkrutnya perusahaan keuangan Crdit
Genevois mengakibatkan sebuah skandal yang melibatkan Dunant. Dia dipaksa menyatakan
pailit dan divonis bersalah oleh Pengadilan Dagang Jenewa pada tanggal 17 Agustus 1868 atas
praktik penipuan dalam kasus kebangkrutan tersebut. Keluarganya dan banyak dari temantemannya sangat terkena dampak dari bankrutnya Crdit Genevois karena mereka banyak
berinvestasi dalam perusahaan ini. Masyarakat di Jenewa, sebuah kota dengan tradisi Kalvin
yang berakar mendalam, menjadi gusar dan heboh sehingga muncul seruan-seruan agar Dunant
mengundurkan diri dari Komite Internasional Palang Merah.
Pada tanggal 25 Agustus 1868, dia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Sekretaris Komite
dan, pada tanggal 8 September, dia dikeluarkan sepenuhnya dari Komite. Moynier, yang menjadi
Presiden Komite sejak 1864, berperan besar dalam menyingkirkan Dunant dari Komite.
Pada bulan Februari 1868, ibu Dunant meninggal dunia. Pada akhir tahun itu, Dunant juga
dikeluarkan dari YMCA. Pada bulan Maret 1867, dia meninggalkan kota kelahirannya, Jenewa,
dan tidak pernah kembali lagi ke sana. Pada tahun-tahun berikutnya, Moynier tampaknya
berusaha mempergunakan pengaruhnya untuk memastikan bahwa Dunant jangan sampai
menerima bantuan atau dukungan dari teman-temannya. Misalnya, hadiah medali emas Sciences
Morales di Pekan Raya Dunia Paris tidak jadi diberikan kepada Dunant sesuai rencana semula,
tetapi diberikan kepada Moynier, Dufour, dan Dunant bersama-sama sehingga seluruh uang
hadiah tersebut menjadi hak Komite. Tawaran Napoleon III untuk mengambilalih separuh dari

kewajiban utang Dunant dengan syarat teman-teman Dunant menjamin pelunasan yang separuh
lagi juga digagalkan oleh usaha Moynier.
Dunant pindah ke Paris dan hidup di sana dalam keadaan berkekurangan. Namun, dia terus
berupaya mewujudkan gagasan dan rencana kemanusiaannya. Selama berlangsungnya Perang
Prancis-Prusia (1870-1871), dia mendirikan Perhimpunan Bantuan Kemanusiaan Bersama
(''Allgemeine Frsorgegesellschaft'') dan, tak lama setelah itu, dia mendirikan Aliansi Bersama
untuk Ketertiban dan Peradaban (''Allgemeine Allianz fr Ordnung und Zivilisation''). Dunant
berargumen tentang perlunya diadakan perundingan perlucutan senjata dan perlunya didirikan
sebuah pengadilan internasional untuk memediasi konflik internasional. Kemudian, dia
mengupayakan terbentuknya perpustakaan dunia, sebuah gagasan yang mempunyai gema dalam
berbagai proyek di kemudian hari, antara lain UNESCO.
Dalam usahanya yang tak pernah berhenti untuk menganjurkan dan mewujudkan gagasangagasannya, Dunant semakin mengabaikan situasi keuangan pribadinya sehingga dia semakin
terlilit utang dan dijauhi oleh kenalan-kenalannya. Meskipun diangkat sebagai anggota
kehormatan Perhimpunan Palang Merah Austria, Belanda, Swedia, Prusia, dan Spanyol, dia
nyaris dilupakan dalam perjalanan resmi Gerakan Palang Merah, pun ketika Gerakan ini
berkembang pesat ke negara-negara lain. Dunant hidup dalam kemiskinan dan berpindah-pindah
tempat antara 1874-1886, termasuk Stuttgart, Roma, Korfu, Basel, dan Karlsruhe. Di Stuttgart,
Dunant bertemu mahasiswa Universitas Tbingan (Tbingen University) bernama Rudolf Mller
dan kemudian bersahabat karib dengannya. Pada tahun 1881, bersama-sama dengan sejumlah
teman dari Stuttgart, Dunant untuk pertama kalinya pergi ke Heiden, sebuah desa peristirahatan
di Swiss. Pada 1887, ketika tinggal di London, dia mulai menerima bantuan keuangan bulanan
dari sejumlah kerabat jauh. Ini memungkinkan dia untuk hidup dalam kondisi keuangan yang
lebih aman. Dunant pindah ke Heiden pada bulan Juli 1887 dan tinggal di desa tersebut selama
sisa hidupnya. Sejak 30 April 1892, dia tinggal di rumah sakit dan panti jompo yang dipimpin
oleh Dr. Hermann Altherr.
Di Heiden, dia bertemu dengan seorang guru muda bernama Wilhelm Sonderegger dan istrinya
Susanna. Mereka mendorongnya untuk mencatat pengalaman hidupnya. Istri Sonderegger
mendirikan cabang Palang Merah di Heiden dan, pada tahun 1890, Dunant menjadi presiden
kehormatan cabang tersebut. Dengan adanya Sonderegger, Dunant berharap akan dapat
mempromosikan gagasan-gagasannya lebih lanjut, termasuk menerbitkan edisi baru bukunya.
Namun, persahabatan mereka di kemudian hari menjadi tegang karena Dunant melontarkan
tuduhan yang tak dapat dibenarkan bahwa Sonderegger, bersama Moynier di Jenewa,
berkonspirasi menentangnya. Sonderegger meninggal pada tahun 1904, di usianya yang baru
mencapai 42 tahun. Meskipun hubungan mereka tegang, Dunant sangat terharu dengan kematian
Sonderegger yang tak terduga-duga itu. Kekaguman Wilhelm dan Susanna Sonderegger atas
Dunant, yang tetap mereka rasakan walaupun Dunant melontarkan tuduhan tersebut, terwariskan
kepada anak-anak mereka. Pada tahun 1935, putra mereka, yaitu Ren, menerbitkan kumpulan
surat-surat yang ditulis Dunant kepada ayahnya.

Kembali diingat publik[sunting | sunting sumber]

Pada bulan September 1895, Georg Baumberger, editor kepala Die Ostschweiz, sebuah surat
kabar yang terbit di St. Gall, menulis sebuah artikel tentang pendiri Palang Merah tersebut, yang
pernah bertemu dan mengobrol dengannya ketika mereka sedang berjalan-jalan di Heiden
sebulan sebelumnya. Artikel ini berjudul Henri Dunant, pendiri Palang Merah (Henri Dunant,
the founder of the Red Cross) dan muncul di sebuah majalah bergambar terbitan Jerman, ber
Land und Meer. Dengan segera artikel ini direproduksi di berbagai media lain di seluruh Eropa.
Artikel tersebut mendapat sambutan hangat sehingga Dunant kembali memperoleh perhatian dan
dukungan khalayak. Dia kemudian menerima Hadiah Binet-Fendt Swiss dan sebuah surat dari
Paus Leo XIII. Berkat bantuan dari janda tsar Rusia, yaitu Maria Feodorovna, dan donasi lain
dari berbagai pihak, situasi keuangan Dunant sangat membaik.
Pada tahun 1897, Rudolf Mller, yang saat itu sudah bekerja sebagai guru di Stuttgart, menulis
sebuah buku tentang asal-mula Palang Merah. Isi buku ini mengubah sejarah resmi Palang
Merah dengan menekankan peran Dunant. Buku ini juga mengikutsertakan teks Kenangan
Solferino. Dunant mulai berkorespondensi dengan Bertha von Suttner dan menulis banyak
sekali artikel dan tulisan lain. Dia terutama aktif menulis tentang hak-hak kaum perempuan. Pada
tahun 1897, Dunant memfasilitasi pendirian Green Cross (Palang Hijau), sebuah organisasi
perempuan yang berumur singkat dan hanya aktif di Brussels.

Hadiah Nobel Perdamaian[sunting | sunting


sumber]
Pada tahun 1901, Dunant menerima Hadiah Nobel Perdamaian pertama yang pernah
dianugerahkan, yaitu atas perannya dalam mendirikan Gerakan Palang Merah Internasional dan
mengawali proses terbentuknya Konvensi Jenewa. Dokter militer Norwegia, Hans Daae, yang
pernah menerima satu eksemplar buku tulisan Mller itu, mengadvokasikan kasus Dunant
kepada Panitia Nobel. Hadiah tersebut adalah hadiah bersama yang diberikan kepada Dunant dan
Frdric Passy, seorang aktivis perdamaian Prancis yang mendirikan Liga Perdamaian dan yang
aktif bersama Dunant dalam Aliansi untuk Ketertiban dan Peradaban (Alliance for Order and
Civilization). Ucapan selamat resmi yang akhirnya diterima Dunant dari Komite Internasional
Palang Merah merepresentasikan rehabilitasi nama Dunant:
Tak ada yang lebih layak untuk menerima kehormatan ini, karena Andalah yang empat puluh
tahun yang lalu mendirikan organisasi internasional bantuan kemanusiaan bagi korban luka di
medan tempur. Tanpa Anda, Palang Merah, yang merupakan prestasi kemanusiaan yang agung
abad kesembilan belas, barangkali tak akan pernah diusahakan.
Moynier dan Komite Internasional Palang Merah secara keseluruhan juga dinominasikan untuk
Hadiah Nobel Perdamaian tersebut. Meskipun Dunant memperoleh dukungan dari kalangan luas
dalam proses seleksi, dia tetap merupakan calon yang kontroversial. Sejumlah pihak berargumen
bahwa Palang Merah dan Konvensi Jenewa justru membuat perang menjadi lebih menarik dan
menggoda dengan meringankan sebagian dari penderitaan yang ditimbulkan perang. Oleh karena
itu, Mller dalam suratnya kepada Panitia Nobel menyampaikan pendapat bahwa hadiah tersebut
perlu dibagi antara Dunant dan Passy, yang sempat menjadi calon utama untuk menjadi satu-

satunya penerima hadiah tersebut dalam perdebatan yang terjadi selama berlangsungnya proses
seleksi. Mller juga menyarankan bahwa sekiranya Dunant dianggap layak untuk menerima
Hadiah Nobel, hadiah tersebut perlu segera diberikan kepadanya mengingat usianya yang telah
lanjut dan kondisi kesehatannya yang sudah memburuk.
Keputusan Panitia Nobel untuk membagi hadiah tersebut antara Passy, seorang tokoh
perdamaian, dan Dunant, seorang tokoh kemanusiaan, menjadi preseden bagi persyaratan
mengenai seleksi penerima Hadiah Nobel Perdamaian yang berdampak signifikan pada tahuntahun berikutnya. Salah satu bagian dalam surat wasiat Nobel menyebutkan bahwa hadiah untuk
perdamaian diberikan kepada orang yang berupaya mengurangi atau menghapuskan pasukan
tetap (standing armies) atau berupaya untuk scara langsung mempromosikan konferensi
perdamaian. Inilah yang membuat Passy secara alamiah terpilih menjadi calon penerima hadiah
tersebut berkat usaha-usahanya di bidang perdamaian. Pemberian Hadiah Nobel untuk usahausaha di bidang kemanusiaan saja akan menjadi hal yang sangat mencolok, dan hal tersebut
dianggap oleh sejumlah pihak sebagai penafsiran yang terlalu luas atas surat wasiat Nobel. Akan
tetapi, satu bagian lain dalam surat wasiat Nobel menetapkan hadiah bagi orang yang berprestasi
terbaik dalam meningkatkan persaudaraan antarmanusia (the brotherhood of people). Ini
secara lebih umum bisa ditafsirkan sebagai pesan bahwa usaha-usaha kemanusiaan seperti yang
dilakukan oleh Dunant itu juga terkait dengan usaha-usaha perdamaian. Penerima Hadiah Nobel
Perdamaian pada tahun-tahun berikutnya yang banyak jumlahnya itu dimasukkan ke dalam salah
satu dari dua kategori yang untuk pertama kalinya ditetapkan oleh keputusan Panitia Nobel 1901
tersebut.
Hans Daae berhasil menaruh uang hadiah yang menjadi bagian Dunant, sebesar 104.000 franc
Swiss, di sebuah bank di Norwegia dan mencegah uang tersebut diakses oleh para kreditor
Dunant. Dunant sendiri tak pernah memakai sedikit pun dari uang tersebut dalam hidupnya.

Kematian dan warisan[sunting | sunting sumber]


Di antara beberapa penghargaan lain yang diterima oleh Dunant pada tahun-tahun berikutnya
ialah gelar doktor kehormatan dari Fakultas Kedokteran University of Heidelberg, yang
diterimanya pada tahun 1903. Dunant tinggal di panti jompo di Heiden hingga akhir hayatnya.
Pada tahun-tahun terakhir hidupnya, dia menderita depresi dan ketakutan (paranoia) bahwa dia
terus dicari-cari oleh para kreditornya dan Moynier. Bahkan Dunant kadang-kadang mendesak
juru masak panti jompo tersebut untuk mencicipi terlebih dulu jatah makanannya di hadapan dia
agar dia terlindung dari kemungkinan diracuni. Meskipun mengaku tetap berkeyakinan Kristen,
Dunant pada tahun-tahun terakhir hidupnya menolak dan menyerang Kalvinisme dan agama
terorganisasi (organized religion) pada umumnya.
Menurut para juru rawatnya, tindakan terakhir yang dilakukan Dunant dalam hidupnya ialah
mengirimkan satu eksemplar buku tulisan Mller kepada ratu Italia disertai surat pengantar dari
Dunant sendiri. Dunant meninggal dunia pada tanggal 30 Oktober 1910, dan kata-kata
terakhirnya ialah Kemana lenyapnya kemanusiaan? Dunant meninggal hanya dua bulan setelah
musuh bebuyutannya, Moynier. Meskipun ICRC menyampaikan ucapan selamat kepada Dunant
atas penganugerahan Hadiah Nobel tersebut, kedua rival ini tak pernah berrekonsiliasi.

Sesuai keinginannya, Dunant dikuburkan tanpa upacara di Kompleks Pemakaman Sihlfeld di


Zurich. Dalam surat wasiatnya, dia mendonasikan sejumlah uang untuk menyediakan satu
ranjang gratis di panti jompo di Heiden tersebut, yang harus selalu tersedia untuk warga miskin
kawasan itu. Dia juga memberikan sejumlah uang, melalui akte notaris, kepada teman-temannya
dan kepada organisasi amal di Norwegia dan Swiss. Sisa uangnya dia berikan kepada para
kreditornya sehingga sebagian utangnya lunas. Ketidakmampuan Dunant untuk sepenuhnya
melunasi utang-utangnya menjadi beban besar baginya hingga hari kematiannya.
Hari ulang tahunnya, 8 Mei, dirayakan sebagai Hari Palang Merah dan Bulan Sabit Merah
Sedunia (''World Red Cross and Red Crescent Day''). Panti jompo di Heiden yang dulu
menampungnya itu sekarang menjadi Museum Henry Dunant. Di Jenewa dan sejumlah kota lain
ada banyak sekali jalan, lapangan, dan sekolah yang dinamai dengan namanya. Medali Henry
Dunant, yang dianugerahkan setiap dua tahun oleh Komisi Tetap Gerakan Palang Merah dan
Palang Merah Internasional, merupakan penghargaan tertinggi yang dianugerahkan oleh
Gerakan.
Kisah hidup Dunant diceritakan, dengan sejumlah unsur fiksi, dalam film D'homme hommes
(1948) yang dibintangi oleh Jean-Louis Barrault. Masa hidup Dunant ketika Palang Merah
didirikan ditampilkan dalam film produksi bersama internasional yang berjudul Henry Dunant:
Red on the Cross (2006). Pada tahun 2010, Takarazuka Revue menggelar drama musikal
berdasarkan pengalaman Dunant di Solferino dan proses pendirian Palang Merah. Drama
musikal ini berjudul (Fajar di Solferino, atau Kemana Lenyapnya
Kemanusiaan?).

Anda mungkin juga menyukai