Anda di halaman 1dari 6

Sepasang Kaos Kaki Hitam

[Metamorfosa]

@pudjanggalama

Tak mampu melepasnya walau sudah tak ada


Batinmu tetap merasa masih memilikinya
Rasa kehilangan hanya akan ada jika kau pernah merasa memilikinya

Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna


Walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Rasa kehilangan hanya akan ada jika kau pernah merasa memilikinya

Letto Memiliki Kehilangan

Hai...

Sore ini aku ingin menyapamu, sekali saja. Bolehkah?

Di luar hujan turun deras, aku terjebak di salahsatu sudut kedai kopi yang sering aku
lewati setiap hari, beberapa kali sempat ingin singgah, namun baru kesampaian hari ini. Aku
memesan secangkir cappuccino hangat. Sebuah latte art berbentuk rosetta membuat
cappuccino-nya tampak sangat manis. Kedai ini sepi, sangat berbeda dengan yang selalu
kulihat setiap aku bergegas di seberang jalan sana. Mungkin orang-orang sedang berusaha
memburu waktu mereka agar tidak hanyut oleh guyuran hujan. Atau mungkin mereka juga
tengah terjebak di suatu tempat di luar sana, sama sepertiku di kedai ini.

Duduk di sudut selalu menjadi favoritku. Dari sini aku bisa menikmati suasana
seluruh ruangan. Lampu-lampu kuning yang berpendar redup di atas menyinari susunan meja
yang kosong, hanya beberapa saja yang terisi. Ditambah sayup-sayup iringan instrumen
musik semakin menambah sendu penghujung senja kali ini. Kemudian entah dari mana
datangnya, aku merasa beberapa bagian kedai ini mengingatkanku padamu.

Pada percakapan-percakapan kita bertahun yang lalu.

Pada hujan yang turun sore itu, persis seperti mendung yang mengiringi jatuhnya
ribuan tetes air langit kali ini. Ingatkah kamu saat kita berlari di tengahnya? Kamu
mengayunkan kedua kakimu sedemikian rupa dalam cara yang sulit aku lupakan. Tanpa
kamu tahu, aku mengambil bagian itu dan menyimpannya rapi dalam salahsatu laci ingatan di
dalam kepalaku.

Kamu nggak bisa dikasihtau sih, aku bilang jangan hujan-hujanan. Kan jadinya sakit
gini, sambil bersungut-sungut aku melemparkan selimut ke tempat tidurmu.

Kamu kalau nggak ditantangin nggak bakal berani hujan-hujanan kan Ri? Dengan
entengnya kamu menjawab sambil buru-buru menutupi seluruh tubuhmu dengan selimutku.
Aku masih bisa melihat tubuhmu gemetar di balik selimut.

Aku cuma mendengus pelan. Antara kesal dan kasihan.

Udahlah paling semalam doang kaya gini, besok pagi juga udah bisa kuliah kok.
Jangan khawatir. Suaramu terdengar teredam.

Oke, sesukamulah. Rasain aja sendiri sakitnya. Aku balik ke kamarku ya.

Eh eh tunggu dulu, wajahmu yang kusut muncul dari balik selimut. Tolong dong
beliin obat flu di warung.

Warung mana yang masih buka jam segini? Sekarang itu tengah malam Va.

Yang di deket tukang nasi goreng di belokan itu biasanya masih buka kok jam
segini. Aku pernah ke sana subuh masih buka. Tolong ya Ri? Ya ya ya? Katanya kasihan
sama aku, beliin obatnya dong. Biar besok aku sembuh.

Aku yakin kamu sudah hafal wajah memelasmu akan selalu sukses mengalahkan
penolakanku. Kernyitan dahi dan bentuk bibirmu berhasil menciptakan rasa iba walau sedang
dongkol-dongkolnya sekalipun.

Oke oke aku beliin. Aku akhirnya mengalah. Tapi kalau sampai aku diculik orang
jahat di tengah jalan...

Nggak akan ada yang nyulik kamu Ri. Ini serius. Butuh lebih dari sekedar niat jahat
dari orang paling jahat di muka bumi sekalipun, sampai akhirnya milih buat nyulik orang
macam kamu.

...............

Udah buruan berangkat sana, aku butuh obat nih!

Mana uangnya?

Pake uangmu. Inget ya kemarin kamu belum bayar es kelapa muda.

Lho bukannya kamu yang traktir aku?

Aku bilang traktir es jeruk, bukan es kelapa.

Tapi...

Kamu kok tegaan sih aku lagi sakit gini masih ditagih janji traktiran es jeruk
doang...

Hufffft ekspresimu itu ngeselin banget Va!

Hahahahahahaha. Kamu malah tertawa penuh kemenangan.

Suara tawamu yang renyah, adalah satu dari banyak bagian tak terlupakan dalam
cerita kita. Terkadang aku merasa seperti masih mendengarnya, sebelum kemudian aku sadar
bahwa kita sedang ada di tempat yang jauh berbeda. Mungkin memang begitu cara rindu
menyampaikan salam.

Aku ingat isak tangismu.

Aku juga ingat bagian-bagian menyebalkan dari cerita kita.

Juga saat-saat yang menyenangkan dan menenangkan.

Aku ingat.

Apakah kamu juga mengingatnya?

Tak apa kalau kamu lupa. Aku mengerti dengan seabrek kesibukanmu yang tak dapat
kamu elakkan, mustahil rasanya menyempatkan diri menyapa kita yang sedang duduk di
beranda dengan secangkir teh hangat dan sekeranjang tawa hari itu. Aku akan dengan senang
hati membantumu untuk mengingatnya.

Pertama-tama, ijinkan aku menyapamu.

Boleh kan?

@pudjanggalama

Anda mungkin juga menyukai