SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
RINGKASAN
RIZQI RIZALDI HIDAYAT. Sistem Transmisi Multi Hop pada Data Buoy
Tertambat Menggunakan Wireless Sensor Networks. Dibimbing oleh INDRA
JAYA dan TOTOK HESTIRIANOTO.
Data yang real time dan kontinu sangatlah penting dalam memantau
perubahan lingkungan sedini mungkin. Agar dapat melakukan pemantauan secara
real time dan kontinu maka tidak hanya dibutuhkan instrumen yang dapat
mengukur secara akurat, tapi juga dibutuhkan suatu sistem telemetri yang baik.
Dalam konteks ini, wireless sensor netwoks (WSN) menawarkan paradigma baru
dalam teknik akuisisi data kelautan. Aplikasi WSN dengan standar ZigBee pada
wireless personal area network (WPAN) yang diperuntukkan pada layanan data
dengan kecepatan rendah dapat diterapkan untuk pengukuran parameter lingkungan
laut menggunakan wahana buoy tertambat.
Penelitian diawali dengan pembuatan wahana buoy tertambat yang mampu
mengapung dalam keadaan stabil. Berdasarkan fungsi dan perannya, instrumen
terbagi menjadi dua: lima buah instrumen sensor dan sebuah instrumen koordinator.
Uji coba dilakukan dengan peletakan instrumen sensor di perairan dengan
kedalaman 2 sampai 5 meter dan sebuah instrumen koordinator terletak di darat
sebagai base station. Masing-masing instrumen sensor mengukur suhu permukaan
laut, menyimpan, dan mentransmisikannya ke sensor lain terdekat dan meneruskan
data yang diterima ke sensor berikutnya agar data sampai pada base station.
Penggunaan skema transmisi multi hop dengan jumlah maksimal lima hop
menunjukkan nilai packet delivery ratio (PDR) sebesar 89.69% hingga 100%. Nilai
PDR yang cukup tinggi menunjukkan bahwa instrumen buoy tertambat WSN
berbasis modul radio protokol ZigBee dengan mekanisme multi hop berpotensi
untuk pengamatan lingkungan perairan pesisir secara real time.
SUMMARY
RIZQI RIZALDI HIDAYAT. Multi Hop Transmission System for Moored Buoy
Data Using Wireless Sensor Networks. Supervised by INDRA JAYA and TOTOK
HESTIRIANOTO.
Real time and continuous data is important in monitoring the environmental
changes. In order to perform monitoring in real time and continuous then it does
not only needed an instrument that can measure accurately, also good telemetry
system. Wireless sensors networks (WSN) offers a new paradigm in the field of
oceanography. WSN applications with standard ZigBee in wireless personal area
network (WPAN) allocated on a low-speed data services can be applied for the
measurement of the parameters of the marine environment using a buoy moored
rides.
The study begins with the manufacture of a vehicle that is able to float in a
stable condition. Based on the function and role, the instruments are divided into
two: five instrument sensor and an instrument coordinator. The testing is done by
laying the instrument sensors in waters with depths of 2 to 5 meters and a
coordinating instrument is located on the ground as a base station. Each
instrument's sensors measure sea surface temperature, store, and transmit it to
other nearby sensors and forward data which received to the next sensor so that
data to the base station.
The use of multi hop transmission scheme with a maximum number of five
hop show the value of Packet delivery ratio (PDR) of 89.69% to 100%. The higher
PDR value shows that the instrument bouy moored WSN protocol based ZigBee
radio module with multi hop mechanism has the potential for environmental
monitoring coastal waters in real time.
Keywords: instrument, mooring buoy, WSN, ZigBee, coastal observation
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Slamet Widodo, STP, M.Sc
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa taala atas segala limpahan rahmat,
hidayah yang diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
Judul yang dipilih dalam tesis ini adalah Sistem Transmisi Multi Hop pada Data
Buoy Tertambat menggunakan Wireless Sensor Networks.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Indra Jaya MSc
dan Bapak Dr Ir Totok Hestirianoto MSc selaku pembimbing yang telah
memberikan banyak masukan dan bimbingan untuk penyusunan tesis ini. Ucapan
terima kasih kepada Bapak Dr Ir Jonson L Gaol MSi selaku ketua program studi,
Bapak Dr Slamet Widodo STP MSc selaku penguji luar komisi, seluruh staff
Laboratorium Akustik dan Instrumentasi Kelautan dan teman-teman Klub Marine
Instrumentation and Telemetry atas semua dukungan dan saran demi kesempurnaan
tesis ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh anggota keluarga
atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada rekan-rekan TEK 2012 atas kebersamaannya.
Penulis memahami sepenuhnya bahwa tesis ini tak luput dari kesalahan. Oleh
karena itu, kritik dan saran sangat diharapkan. Semoga tesis ini dapat memberikan
inspirasi bagi para pembaca untuk melakukan hal yang lebih baik lagi dan semoga
tesis ini bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
1
1
2
3
3
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mooring Buoy
Wireless Sensor Network
3
3
4
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Alat dan Bahan
Desain Penelitian
Wahana Buoy
Pembuatan Instrumen
Packet Delivery Ratio
Received Signal Strength Indicator
8
8
10
11
11
12
14
14
15
15
21
25
26
26
26
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
32
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
6
17
22
23
DAFTAR GAMBAR
4
7
8
9
10
11
12
13
14
15
17
19
20
21
22
24
25
25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Konfigurasi Arduino Pro Mini
2 Kondisi pengambilan data lapang
30
31
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luasnya kawasan dan lingkungan laut yang tidak bersahabat menimbulkan
tantangan tersendiri untuk diobservasi. Secara umum, observasi sumber daya laut
melibatkan dua komponen utama, yaitu: penginderaan jarak jauh menggunakan
citra satelit dan observasi in situ. Peran dan manfaat instrumentasi kelautan terus
berkembang sejalan dengan perkembangan teknologi. Instrumentasi kelautan
berperan dalam melakukan observasi sumber daya laut seperti (a) transfer bahang,
udara, dan gas antara laut dan atmosfer; (b) bagaimana pola penyebaran dan
keanekaragaman biologis di laut; (c) asal, penyebab dan dampak dari kejadian
periodik di pesisir seperti algal blooming; (d) kesehatan daerah pesisir
(Ravichandran 2011). Agar dapat berperan secara optimal, maka suatu sistem
instrumentasi kelautan harus dapat memberikan data yang akurat, real time, dan
kontinu.
Data yang real time dan kontinu sangatlah penting bukan hanya untuk
kegiatan penelitian, tetapi juga untuk mendukung aktivitas nelayan-nelayan
masyarakat pesisir. Informasi mengenai kondisi perairan secara real time dan
kontinu sangat dibutuhkan untuk memantau perubahan lingkungan perairan sedini
mungkin. Agar dapat melakukan pemantauan secara real time dan kontinu maka
tidak hanya dibutuhkan instrumen yang dapat mengukur secara akurat, tapi juga
dibutuhkan suatu sistem telemetri yang baik. Sistem telemetri dapat menggunakan
kabel maupun tanpa menggunakan kabel (nirkabel). Sistem telemetri nirkabel
menggunakan gelombang elektromagnetik telah banyak berkembang dan
digunakan untuk pengiriman data. Dalam konteks ini, wireless sensor netwoks
(WSN) menawarkan paradigma baru dalam bidang observasi laut. Standar ZigBee
yang dikembangkan oleh ZigBee Alliance merupakan standar yang dibangun
berdasarkan standar IEEE 802.15.4. Implementasi ZigBee pada wireless personal
area network (WPAN) dapat diaplikasikan pada WSN. Aplikasi WSN dengan
standar ZigBee pada WPAN tersebut terutama diperuntukkan pada layanan data
dengan kecepatan rendah (Sheinbaum 2003). Keuntungan dari penerapan WSN
adalah pengukuran dapat diakses dan direkam melalui base station yang berada
jauh dari lokasi pengukuran. Namun desain dan implementasi WSN di laut
memiliki tantangan baru dari pada penerapannya di darat seperti kondisi cuaca yang
kurang bersahabat dan sifat korosi yang dapat ditimbulkan dari air laut.
Pada dasarnya buoy merupakan suatu wahana apung yang dapat dilengkapi
berbagai macam sensor sehingga mampu menghasilkan data beberapa parameter
kelautan. Parameter lingkungan laut yang dipantau melalui buoy meliputi suhu
permukaan laut, tinggi dan periode gelombang, arah dan kecepatan arus,
konduktivitas air, oksigen terlarut, kadar keasaman air, kelembaban, dan atenuasi
(Purwanta 2001). Dari sudut aplikasi, klasifikasi data buoy berdasarkan validitasnya
dapat dikategorikan menjadi keperluan jangka pendek (real time) dan keperluan
jangka panjang (historical). Data yang diperoleh dari sensor-sensor buoy dianalisis
menggunakan perhitungan secara manual ataupun perangkat lunak terintegrasi
sehingga dapat diaplikasikan dalam bidang navigasi, prakiraan cuaca, pemantauan
kualitas lingkungan, budidaya dan penangkapan ikan, tumpahan dan sebaran
2
minyak, serta pertahanan dan keamanan maritim. Data yang dihasilkan buoy juga
bisa mendukung konservasi berbagai biota laut. Dengan adanya data historis maka
kita akan dapat menganalisis dan mengidentifikasi sedini mungkin kerusakan pada
suatu ekosistem. Di samping itu dengan parameter historical yang kita dapatkan
akan dapat digunakan untuk berbagai kajian seperti kajian perubahan iklim global
dan kajian-kajian lain yang memerlukan data time series.
Ekosistem pesisir yang terdiri estuaria, hutan mangrove, padang lamun dan
terumbu karang merupakan ekosistem dengan produktivitas tinggi dan memiliki
beragam fungsi (Pigawati 2005; Bengen 2009). Tekanan yang tinggi akibat
aktivitas manusia menjadikan ekosistem ini sangat rentan terhadap kerusakan
(Rositasari et al. 2011). Kebijakan pengelolaan ekosistem pesisir secara terpadu
yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan merupakan mekanisme terbaik
dalam mengelola ekosistem pesisir. Namun, pengawasan aspek bio-fisik kunci dari
perairan keempat ekosistem ini belum banyak dilibatkan dalam pengambilan suatu
kebijakan (Bengen 2009). Hal ini disebabkan pengamatan kualitas suatu perairan
memerlukan biaya yang tinggi. Metode observasi menggunakan satelit memiliki
keterbatasan resolusi spasial dan temporal (Bromage et al. 2007). Kebutuhan data
yang akurat dengan resolusi spasial maupun temporal yang tinggi akan membantu
para pemangku kepentingan untuk bereaksi cepat dan akurat dalam memutuskan
sebuah kebijakan. Penggunaan buoy tertambat di lingkungan pesisir dan lepas
pantai diharapkan melengkapi pemantauan parameter kunci yang penting bagi
lingkungan laut.
Perumusan Masalah
Observasi laut atau pengukuran in situ biasanya menggunakan tenaga
manusia untuk mengambil sampel dan mengukur parameter lingkungan laut di
lokasi yang diinginkan. Pengambilan sampel dengan teknik ini memerlukan waktu
yang lama dan biaya yang tinggi (Voigt et al. 2007). Seiring dengan perkembangan
teknologi, telah dikembangkan sistem observasi laut yang mampu melakukan
pengukuran dan transmisi data secara otomatis. Salah satu wahana yang
dikembangkan adalah menggunakan mooring buoy atau buoy tertambat. Buoy
tertambat merupakan wahana yang menggunakan metode eularian, yaitu
pengukuran parameter dilakukan di lokasi yang permanen. Menurut Ravichandran
(2011) kelebihan sistem buoy tertambat antara lain: resolusi horisontal bisa diatur
sesuai kebutuhan, dapat dipasang di daerah terpencil, informasi kolom perairan
dapat diperoleh melalui sistem sensor mooring, sampling time cepat, kuat, dan
relatif murah.
Penelitian ini mencoba melakukan perancangan instrumen sistem buoy
menggunakan WSN protokol Zigbee di perairan pesisir. Penggunaan sensor dan
sistem transmisi data diharapkan mampu memberikan hasil pengukuran data yang
akurat serta dapat menampilkan data secara real time.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang sistem transmisi data pada
buoy tertambat serta menguji kinerja wireless sensor networks (WSN) berbasis
modul radio protokol ZigBee untuk pengamatan lingkungan perairan pesisir secara
real time.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam memberikan sumber
informasi bagi para pengguna yang membutuhkannya. Rancang bangun instrumen
yang dihasilkan diharapkan dapat menjadi sebuah wahana yang dapat memantau
kondisi perairan di wilayah pesisir.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Mooring Buoy
Wahana mooring buoy atau buoy tertambat merupakan salah satu opsi untuk
observasi laut (Gambar 1). Umumnya, buoy tertambat terdiri dari dua bagian utama,
di atas dan di bawah permukaan air. Bagian atas yang mengapung di permukaan
berfungsi mengambil pengukuran, mengirimkan data dan informasi yang
dikumpulkan, dan tempat meletakkan solar panel sebagai sumber daya. Di bawah
permukaan buoy terdapat rantai yang mengarah ke jangkar di dasar perairan.
Beberapa sensor juga dapat dipasang di sepanjang rantai jangkar, yang
memungkinkan pengukuran di kolom perairan. Sensor yang terpasang pada buoy
dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan parameter yang akan diukur. Dengan
bentuk seperti pelampung buoy dapat memberikan data 24 jam sehari, 7 hari
seminggu, 365 hari setahun, dan menyediakan data secara real time. Data yang
dapat diberikan secara real time dapat segera dibagi dengan publik, sehingga
menciptakan kesadaran yang lebih besar dari kondisi perairan. Salah satu wahana
buoy tertambat sukses adalah Tropical Atmosphere Ocean/Triangle Trans-Ocean
Buoy Network (TAO/TRITON) array di Samudera Pasifik. Sistem buoy yang
dikembangkan oleh National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA)
dan Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology (JAMSTEC) adalah
4
salah satu sistem observasi laut yang sukses mengamati fenomena La Nina dan El
Nino (Sheinbaum 2003).
Gambar 1 Buoy tertambat TRITON yang dilengkapi dengan sensor kecepatan dan
arah angin, suhu, kelembaban, tekanan atmosfer, curah hujan dan solar
radiasi (Sumber: www.jamstec.go.jp)
Wireless Sensor Network
Perkembangan teknologi Microelectromechanical System (MEMS) membuat
ukuran sebuah pemancar dan penerima radio memiliki ukuran sangat kecil, hemat
daya, dan memiliki kecepatan transfer data yang baik (Alkandari et al. 2011). Awal
perkembangan wireless sensor network (WSN) tidak disertai dengan standarisasi
protokol, sehingga komunikasi antar perangkat menjadi sulit. Seiring dengan
kebutuhan yang unik tersebut, protokol ZigBee dikembangkan. Namun ZigBee
sendiri bukanlah sebuah komunikasi yang digunakan untuk pengiriman data yang
besar atau kecepatan transfer yang tinggi. Bluetooth dan wifi merupakan sebuah
standar yang bekerja untuk kecepatan transfer dari tingkatan sedang hingga tinggi,
sehingga cocok digunakan untuk pengiriman data yang besar, sedangkan untuk
sebuah perangkat dengan kecepatan transfer rendah dapat menggunakan standar
ZigBee. ZigBee adalah spesifikasi untuk protokol komunikasi tingkat tinggi yang
mengacu pada standart IEEE 802.15.4 yang berhubungan dengan Wireless Personel
Area Networks (WPANs). Standar ZigBee sendiri lebih banyak diaplikasikan
kepada sistem tertanam (embedded application) seperti pengendalian industri atau
pengendali alat lain secara wireless, data logging, dan juga sensor wireless dan lain-
lain. ZigBee memiliki kecepatan transfer sekitar 250 Kbps, yang lebih rendah
dibandingkan dengan WPANs lain seperti bluetooth yang mempunyai kecepatan
transfer dengan 1 Mbps.
Tabel 1 menguraikan perbedaan antara ZigBee, bluetooth, dan wifi. Beberapa
karekteristik dari ZigBee adalah sebagai berikut: 1) bekerja pada frekuensi 2.4 GHz,
868 MHz, dan 915 MHz, dimana ketiga rentang frekuensi ini merupakan rentang
frekuensi yang gratis yaitu 2.4 GHz, 868 sampai 870 MHz, dan 902 sampai 928
MHz. Tiap lebar frekuensi tersebut dibagi menjadi 16 kanal. Untuk frekuensi 2.4
GHz digunakan hampir di seluruh dunia, sedangkan aplikasi untuk rentang
frekeunsi 868 MHz digunakan di daerah Eropa, sedangkan 915 MHz digunakan
pada daerah Amerika Utara, Austaralia dan lain-lain, 2) mempunyai konsumsi daya
yang rendah maksimum transfer rate untuk tiap data pada tiap lebar pita adalah
sebagai berikut 250 Kbps untuk 2.4 GHz, 40 Kbps untuk 915 MHz, dan 20 Kbps
untuk 868 MHz, 3) mempunyai throughput yang tinggi dan dan latency yang rendah
untuk duty cycle yang kecil, 4) data yang dapat dipercaya karena memiliki handshaked protocol untuk transfer data, 5) mempunyai beberapa jenis topologi seperti
pear to pear, mesh, dll. Dalam pengiriman data, ZigBee memiliki 3 cara yaitu:
1. Data yang dikirim periodik, maksudnya adalah data dikirim dengan waktu yang
telah ditentukan, contohnya pada sensor, sensor aktif, kemudian membaca data
dan mengirimkannya, dan kemudian akan kembali tidak aktif (sleep mode).
2. Data yang dikirim berselang waktu yang sesuai. Contohnya dapat kita lihat pada
alat pendeteksi kebakaran, alat tersebut hanya perlu mengirimkan data pada saat
diperlukan.
3. Data dikirimkan secara berulang dengan kecepatan yang tetap. Hal ini akan
sangat bergantung dengan time slot yang dialokasikan, atau biasa yang disebut
GTS (guaranteed time slot).
Tabel 1 Jenis teknologi nirkabel yang berkembang saat ini (Albaladejo 2010)
Teknologi
Wifi
WiMAX
Bluetooth
Standar
802.11n
802.11/b
/g/n
IEEE
802.16
IEEE
802.15.1
GSM
GPRS
IEEE
ZigBee
.
IEEE
802.15.4
Penjelasan
Sistem transmisi data nirkabel untuk
jaringan komputasi
Kecepatan
11/54/300 Mbps
Jangkauan
< 100 m
Frekuensi
5 GHz
2.4 GHz
<75 Mbps
<10 km
v.1.2: 1 Mbps
v.2.0: 3 Mbps
UWB:53-480 Mbps
Class 1 : 100 m
Class 2 : 20 m
Class 3 : 1 m
2-11 GHz
3.5 GHz:Eropa
2.4 GHz
9.6 Kpbs
802.15.4
20 Kbps: 868 MHz: EU
40 Kbps: 915 MHz: America
250 Kbps: 2.4 GHz: World
250 Kpbs: 2.4 GHz
20 kpbs: 868 MHz
40 Kpbs: 915 MHz
Tergantung
jaringan dari
provider
Tergantung
jaringan dari
provider
< 100m
<75 m hingga
ratusan meter
menggunakan
mekanisme
multi hop
868.0-868.6 MHz:
Eropa
902-928 MHz :
Amerika Utara
2400-2483,5 MHz:
World
56-144 Kpbs
3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2014 hingga Maret 2015.
Perancangan dan pembuatan sistem serta analisis data pada penelitian ini
Gambar 4
10
11
Desain Penelitian
Perancangan instrumen disesuaikan dengan kebutuhan data yang ingin
diperoleh, seperti kepadatan instrumen per satuan luas (resolusi spasial) dan
frekuensi pengukuran (resolusi temporal) berdasarkan dinamika parameter yang
akan diukur. Penelitian diawali dengan pembuatan wahana buoy tertambat. Wahana
yang dibuat harus mampu mengapung dalam keadaan stabil. Uji kestabilan buoy
dilakukan di watertank Laboratorium AIK, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Daya apung dari wahana apung dihitung untuk
mengetahui kemampuan maksimum dalam mengangkat beban. Perancangan
instrumen dilakukan seperti diagram alir pada Gambar 6. Terdapat dua tahap
perancangan instrumen, yaitu perancangan perangkat keras (hardware) dan
perangkat tegar (firmware). Perangkat keras dirancang terlebih dahulu, lalu dibuat
skematik dan papan sirkuit elektronik menggunakan perangkat lunak Eagle. Uji
coba laboratorium berupa uji coba jaringan single hop dan multi hop.
Mulai
Pembuatan kompartemen
elektronik
Analisis jaringan
Mulai
12
Gambar 7 merupakan desain buoy secara keseluruhan. Buoy harus dibuat dari
bahan-bahan yang bebas dari kontaminan dan mampu bertahan dari kondisi
lingkungan perairan laut. Bahan yang digunakan pada tiang penyangga adalah pipa
stainless steel 304 dengan diameter 0.5 inci dan tebal 2 mm. Stainless Steel tipe 304
adalah baja tahan karat tipe austenitic yang merupakan paduan besi, 18% Cr, 8.8%
Ni dan logam lain dalam jumlah kecil. Baja ini memiliki ketahanan korosi yang
baik karena memiliki lapisan krom oksida pada permukaannya (Riszkia dan
Harmami 2015). Bagian pelampung adalah bola plastik dengan diameter 35 cm
dengan tebal 5 mm lalu kemudian diisi dengan polyurethane foam. Penghitungan
gaya apung pelampung diperoleh melalui persamaan 1 (IALA 2013).
Fb = Vb g
(1)
Fb merupakan gaya apung dalam satuan Newton, Vb merupakan volume wahana
apung yang terendam, merupakan densitas air laut, dan g merupakan percapatan
gravitasi bumi.
13
RTC I2C Modules, DS18B20 Temperature Sensor, Resistor 4.7 K, Regulator 3.3 V
AMS1117, dan beterai 5 volt 5600 mAH. Semua komponen elektronik yang
digunakan dirangkai pada sebuah papan sirkuit elektronik berukuran 7x6 cm yang
telah dirancang menggukanan perangkat lunak Eagle 6.5.0 (Gambar 8). Perangkat
keras yang dirancang berbasiskan mikrokontroler Arduino Pro Mini dengan chip
ATmega 328P. Modul radio yang digunakan adalah XBEE Pro ZB Series 2 yang
dihubungkan melalui antarmuka serial UART dengan konfigurasi baudrate 9600.
Informasi waktu diperoleh dari Real Time Clock (RTC) DS1307 melalui antarmuka
I2C. Suhu permukaan laut merupakan parameter yang diukur oleh sensor, untuk itu
digunakan sensor suhu DS1820 yang menggunakan antarmuka dallas onewire.
Sensor tersebut memiliki cassing yang tahan air sehingga cocok digunakan untuk
penelitian ini. Penyimpanan data dilakukan dalam micro SD card berkapasitas 2
GB dengan menggunakan antarmuka serial peripheral interface (SPI). Sumber
daya menggunakan baterai 5 V 5600 mAH. Semua komponen dirangkai dalam
papan sirkuit elektronik yang dirancang menggunakan Cadsoftusa Eagle PCB
Schematic Editor. Perangkat tegar merupakan seperangkat instruksi untuk
menjalankan mikrokontroler. Bahasa pemrograman yang digunakan adalah bahasa
C. Penyusunan bahasa pemrograman dilakukan di Arduino v1.0.6. Pengaturan
XBEE Pro ZB Series 2 dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak X-CTU
versi 6.1.0.
Xbee Pro
S2
GND
VCC
AMS1117
DOUT
DIN
DS1820
GND
DQ
TXD
RAW
RXD
GND
RST
RST
GND
VCC
VCC
VCC
GND
13
SCK
12
MI S O
11
MOS I
10
CS
A4
A5
A6
VIN
A2
A0
VOUT
A3
A1
4,7K
GND
MicroSD
A7
SCL
SDA
VCC
Tiny RTC
1307
GND
14
kemampuan yang terbatas bila dibandingkan dengan hardware serial seperti dalam
hal kecepatan dan interupsi. UART0 digunakan untuk berkomunikasi dengan
perangkat PC sedangkan UART1 digunakan untuk berkomunikasi dengan Xbee.
5V-12V
3.3V
GND
GND
VIN
8
MicroSD
VCC
5V
GND
GND
SCK
ARDUINO
MEGA 2560
TX2 16
GND
RX2 17
52 SCK
MI S O
50 MISO
TX1 18
MOS I
51 MOSI
RX1 19
CS
Xbee Pro
S2
53 SS
SDA 20
SDA
SCL 21
SCL
GND
VCC
DOUT
VCC
GND
DIN
Tiny RTC
1307
15
16
17
Gambar 11 Pola radiasi dari (a) dipole antena, (b) whip antena, dan (c) Chip antena
pada Xbee Pro (Amini 2012)
Tabel 2 Jangkauan tipe antena pada ruangan tertutup dan ruangan terbuka
Module
XBee
XBee-Pro
Antenna Type
Chip antenna
Whip antenna
Chip antenna
Whip antenna
Indoor Range
24 m
24 m
43 m
43 m
Real time clock DS1307 adalah IC yang dibuat oleh perusahaan Dallas
Semiconductor. DS1307 digunakan untuk memberikan informasi waktu dengan
antarmuka yang digunakan Inter Integrated Circuit (I2C) atau sering disebut juga
Two Wire Interface (TWI). DS1307 berperan sebagai slave dan mikrokontroler
sebagai master. Komunikasi dilakukan melalui dua jalur yaitu Serial Data (SDA)
dan Serial Clock (SCL). Pin SDA dihubungkan dengan pin A4 dan pin SCL
dihubungkan pada pin A5 yang terdapat pada Arduino Pro Mini. Untuk dapat terus
menyimpan informasi waktu meskipun catu daya dimatikan, DS1307 memerlukan
sumber tegangan sendiri. Untuk itu digunakan baterai koin CR2032 dengan
tegangan 3 volt.
Micro SD card digunakan sebagai media penyimpanan. Ada tiga macam
cara berkomunikasi dengan SD card, yaitu: (1) One-bit SD mode; (2) Four-bit SD
mode; (3) SPI (Serial Peripheral Interface) mode. Cara komunikasi yang terakhir
merupakan cara termudah karena protokolnya mudah dipelajari, tersedia
dokumentasi, dan berlisensi gratis sehingga komunikasi tersebut paling umum
digunakan. Dalam antarmuka SPI, mikrokontroler berperan sebagai master dan
micro SD card sebagai slave. Komunikasi SPI membutuhkan 4 jalur yaitu Master
Out Slave In (MOSI), Master In Slave Out (MISO), Serial Clock (SCK) dan Slave
Select (SS).
Sensor suhu yang digunakan adalah DS18B20 versi anti air. Sensor ini dapat
dicelup ke dalam air tanpa mengalami kerusakan. Sistem komunikasi yang
digunakan adalah 1-wire interface. Antar muka ini merupakan buatan Dallas
Semiconductor yang mirip dengan I2C. Hanya saja, kebutuhan pin lebih sedikit,
yaitu satu buah yang memiliki kecepatan yang lebih rendah, namun jarak jangkauan
yang lebih jauh. DS18B20 membutuhkan resistor pull-up untuk menyesuaikan level
18
19
yang diterima sesuai dengan format data pengiriman maka data tersebut akan
dikirim kembali menuju sensor berikutnya untuk kemudian sampai pada instrumen
koordinator. Kemudian mikrokontroler akan mengukur nilai RSSI pada Xbee untuk
mengetahui kekuatan sinyal. Pengukuran nilai RSSI dengan cara mengirim perintah
AT Commands.
Mulai
Inisialisasi SD Card?
Standby
Tidak
Ada data pada UART?
Ya
Tidak
Ya
Delay 5 detik
Request RSSI
Baca tanggal dan waktu
Baca suhu
Simpan file
*.txt dalam SD
Card
20
21
Mulai
Inisialisasi SD Card?
Tidak
Ya
Standby
Tidak
Ya
Baca data UART1
Kirim UART0
Simpan file
*.txt dalam SD
Card
22
suhu, waktu pengukuran, dan nilai RSSI. Hasil uji coba statis ditampilkan pada
Tabel 3, persentase pengiriman data seluruh sensor sebesar 100%. Nilai rerata RSSI
berbeda pada kisaran -69 dBm hingga -87 dBm karena jarak peletakan yang berbeda.
Selain jarak, kondisi lokasi yang tidak datar dan banyaknya pohon yang rindang
juga mempengaruhi kekuatan sinyal. Dari hasil ujicoba tersebut dapat disimpulkan
bahwa komunikasi sensor masih dapat bekerja dengan baik pada jarak 300 m.
S5
S4
S3
S2
S1
C
50 m
100 m
160 m
230 m
300 m
Coordinator
Sensor
Jumlah
Persentase Rerata
data yang keberhasilan RSSI
gagal
(%)
(dBm)
terkirim
S1
50
119
119
100
-79
S2
100
106
106
100
-87
S3
160
93
93
100
-76
S4
230
105
105
100
-87
S5
300
98
98
100
-69
23
yang masuk sehingga tidak mungkin juga untuk meneruskan data. S1 memiliki
persentase keberhasilan paling besar karena S1 dapat langsung mengirim ke C,
tidak harus melalui sensor lainnya. Nilai RSSI dari semua sensor berkisar antara 55 dBm sampai dengan -70 dBm.
Tabel 4 Hasil uji multi hop
Sensor Jarak Jumlah
(m) data yang
tersimpan
Jumlah
data yang
terkirim
Jumlah data
yang gagal
terkirim
Persentase
keberhasilan
Rerata
RSSI
(dBm)
S1
70
50
49
98.0
-55.35
S2
117
50
48
96.0
-70.22
S3
70
47
34
13
72.3
-68.90
S4
70
51
45
88.2
-55.98
S5
97
41
38
92.7
-55.67
- RSSI
Pengukuran RSSI dilakukan untuk menentukan jarak pemasangan antar
sensor ketika uji coba lapang. Peletakan sensor harus berada pada jarak maksimum
transmisi radio masih berhasil dilakukan. Gambar 16 menunjukan plot hasil
pengukuran RSSI berdasarkan jarak. Hasil pengamatan uji coba statis
menunjukan terjadi perubahan nilai RSSI secara logaritmik. Gambar 16
menunjukan bahwa nilai sinyal radio pada jarak 425 m sebesar -97 dBm yang
berarti sangat lemah. Meskipun nilai RSSI sangat lemah, data masih dapat diterima
dengan baik. Uji regresi linier dilakukan untuk mengetahui hubungan antara jarak
dan RSSI. Berdasarkan persamaan regresi linier, didapatkan persamaan:
= 0.0851 66.846
(3)
24
25
100.00
0.00
0.00
100.00
100.00
Sensor 1
Sensor 2
10.31
5.21
8.25
89.69
94.79
91.75
Sensor 3
Sensor 4
Sensor 5
90.00
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Persentase keberhasilan
Persentase kegagalan
31.5
31
S1
S2
S3
30.5
S4
S5
30
18:00:50
18:45:04
19:30:13
20:15:22
21:00:31
21:45:40
22:30:49
23:15:03
0:00:12
0:45:21
1:30:30
2:15:44
3:00:53
3:45:07
4:30:16
5:15:25
6:00:34
6:45:44
7:30:53
8:15:07
9:00:16
9:45:25
10:30:34
11:15:43
12:00:52
12:45:07
13:30:16
14:15:25
29.5
26
DAFTAR PUSTAKA
Adityayuda A. 2012. Pengukuran Faktor Koreksi Jarak pada Instrumen Motiwali
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Albaladejo C, Sanchez P, Iborra A, Soto F, Lopes JA, dan Torres R. 2010. Wireless
Sensor Networks for Oceanographic Monitoring: A Systematic Review.
Sensors. 10: 6948-6968.
Albaladejo C, Soto F, Torres R, Sanchez P, dan Lopes JA. 2012. A Low-cost sensor
buoy system for monitoring shallow marine environments. Sensors. 12:
9613-9634.
Alkandari A, Alnasheet M, Alabduljader Y, Moein SM. Water monitoring system
using Wireless Sensor Network (WSN): Case study of Kuwait beaches.
Second International Conference on Digital Information Processing and
Communications (ICDIPC). 2012 Juli 10-12. Klaipeda City. Lithuania
IEEE. hlm10-15.
Amini N. 2012. Transmission Power Management for Wireless Health Applications.
[disertasi]. Los Angeles (US): University of California.
Ardiyanto L, Sumiharto R. 2012. Implementasi Jaringan Sensor Nirkabel Berbasis
Xbee Studi Kasus Pemantauan Suhu dan Kelembaban. IJEIS. 2(2):119-130.
27
Bengen DG. 2009. Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta Pengelolaan
Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding Pelatihan Pengelolaan
Wilayah
Pesisir
Terpadu.
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/24548.
Bromage M, Obraczka K, Potts D. 2007. SEA-LABS: A Wireless Sensor Network
for Sustained Monitoring of Coral Reefs. 6th International IFIP-TC6
Networking Conference, 2007 Mei 14-18. Atlanta. USA. Jerman (DE).
Springer Berlin Heidelberg. hlm 1132-1135.
Carr JJ. 2001. Practical Antenna Handbook. United States of America (US):
McGraw-Hill.
Faludi R. 2010. Building Wireless Sessor Network. United States of America (US):
OReilly Media.
IALA (International Association of Marine Aids to Navigation and Lighthouse
Authorities). 2013. Hydrostatic design of buoys edition 1. IALAAISM
Guidelines. 1099:1-25.
Jordn MA, Beltrn-Aguedo R. 2004. Optimal identification of potential-radiation
hydro-dynamics for moored floating structures-a new general approach in
state space. Ocguediean Eng. 31(14):1859-1914.
Ravichandran M. 2011. In-Situ Ocean Observing System. In Schiller A dan
Brassington GB, editor. Operational Oceanography in the 21st Century.
Chapter 3. Springer. New York. hlm 55-90.
Pigawati B. 2005. Identifikasi Potensi dan Pemetaan Sumberdaya Pesisir Pulau Pulau Kecil dan Laut Kabupaten Natuna-Provinsi Kepulauan Riau. Ilmu
Kelautan. 10(4):229-236.
Purwanta W. 2001. Merancang sistem buoy dan sensor sebagai perangkat
pemantauan lingkungan perairan yang murah, handal dan mandiri. J.
Teknologi Lingkungan. 2(3): 287 295.
Ramamurthy B, Bhargavi S, Shashikumar R. 2010. Development of a Low-Cost
GSM SMS-Based Humidity Remote Monitoring and Control system for
Industrial Applications. (IJACSA) International Journal of Advanced
Computer Science and Applications. 1(4): 20-26.
Riszki TI, Harmami. 2015. Pengaruh Suhu terhadap Kualitas Coating (Pelapisan)
Stainless Steel Tipe 304 dengan Kitosan secara Elektroforesis. J. Sains dan
Seni. 4(1):2337-3520.
Rositasari R, Setiawan WB, Supriadi IH, Hasanuddin & Prayuda B. 2011. Kajian
dan Prediksi Kerentanan Pesisir Terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus di
Pesisir Cirebon. J. Ilmu Teknol. Kelautan Trop. 3(1):52-64.
Sheinbaum J. 2003. Current theories on El Nino-Southern Oscillation: A review.
Geofisica Internacional. 42(3):291-305.
Thamrin. 2014. Analisis kinerja jaringan WPAN ZegBee dengan topologi cluster
tree. J. Teknik Elektro ITP. 3(1):19-27.
28
29
LAMPIRAN
30
31
(a) Sensor 1
(b) Sensor 2
(c) Sensor 3
(d) Sensor 4
(e) Sensor 5
(f) Koordinator
32
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Maret 1988 dari
ayah Raizal Atha dan ibu S R U Hidayati. Penulis adalah putra
pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan IPB, lulus pada tahun
2011. Pada tahun 2012, penulis diterima di Program studi
Teknologi Kelautan pada Program Pascasarjana IPB. Beasiswa
pendidikan pascasarjana diperoleh dari Beasiswa Unggulan
DIKTI.