Anda di halaman 1dari 15

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar (defekasi) dengan feses cair atau lembek
dengan/tanpa lendir atau darah, dengan frekuensi 3 kali atau lebih sehari,
berlangsung kurang dari 14 hari, kurang dari 4 episode/bulan. 6 Menurut WHO,
diare adalah buang air besar encer lebih dari 3x sehari baik disertai lendir dan
darah maupun tidak.7 Diare yang disertai dengan darah dalam feses disebut
sebagai disentri. Disentri berasal dari bahasa Yunani yaitu dys (gangguan) dan
enteron (usus) yang merupakan peradangan pada usus yang menyebabkan diare
yang bercampur dengan lendir dan darah.
3.2 Epidemiologi
Kejadian penyakit disentri di negara maju rendah karena baiknya sanitasi
lingkungan. Di Amerika Serikat prevalensi amoebiasis berkisar antara 15 %.
Setiap tahunnya CDC (Center for Disease Control) mendapat laporan 500.00
kasus disentri. Prevalensi disentri sangat bervariasi, dengan prevalensi paling
tinggi di negara tropis khususnya disentri akibat infeksi amoeba. Insiden tertinggi
pada naka usia 1-5 tahun. DiIndonesiadiperkirakaninsidensinyacukuptinggi.8
3.3 Cara Penularan dan Faktor Risiko
Manusia merupakan host dan reservoir utama. Cara penularan disentri
umumnya melalui cara fekal oral yaitu melalui makanan atau minuman yang
tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan penderita atau
barang barang yang telah tercemar tinja penderita. Tinja yang mengandung kista
amoeba merupakan sumber penularan disentri amoeba.
Faktor risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara
lain tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 6 bulan pertama kehidupan
bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana keberihan ( MCK ), kebersihan lingkungan dan pribadi yang
buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara
14

penyapihan yang tidak baik. Selain hal- hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk terjangkit diare antara lain:
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.9
1. Faktor umur
Disentri paling sering terjadi pada anak usia 1-5 tahun
2. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Di daerah
tropis, diare karena bakteri terus meningkat pada musim hujan.9
3. Epidemi dan pendemi
Bakteri Shigella dysentriae dapat menyebabkan epidemi dan pandemi dan
mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua golongan
usia.
3.4 Etiologi
Penyebab utama timbulnya disentri adalah infeksi bakteri dan amoeba.
Disentri akibat bakteri disebut disentri basiler (Shigellosis), sedangkan disentri
akibat infeksi amoeba disebut disentri amoeba (Amoebiasis). Kelompok bakteri
penyebab disentri basiler antara lain, Shigella sp, Escherichia coli enteroinvasif
(EIEC), Salmonella, dan Campylobacter jejuni (terutama pada bayi). Adapun
disentri amoeba disebabkan oleh Entamoeba hystolitica.8
Shigella merupakan basil non motil, gram negative, dan termasuk family
enterobacteriaceae. Ada empat spesies, yaitu S. dysentriae, S. flexneri, S. bondii,
dan S. sonnei. Sedangkan E. hystolitica merupakan protozoa usus sering hidup
sebagai mikrorganisme komensal di usus besar manusia. Pada kondisi tertentu
yang memungkinkan mikroorganisme ini dapat berubah menjadi pathogen dengan
cara membentuk koloni di dinding usus.8

3.5 Patofisiologi

15

Semua strain Shigella dapat menyebabkan disentri. Penyakit ini ditularkan


secara oral dari makanan atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri ini secara
genetik dapat bertahan pada pH yang rendah sehingga dapat melewati asam
lambung, Setelah melewati lambung dan usus halus, bakteri ini berkembang biak
di usus besar. Kelompok bakteri ini menghasilkan eksotoksin antara lain ShET1,
ShET2 dan toksin shiga yang bersifat enterotoksik, sitotoksik dan neurotoksik.
Enterotoksin yang dihasilkan merupakan salah satu faktor virulensi sehingga
kuman lebih mampu menginvasi sel epitel mukosa kolon dan menyebabkan
kelainan.
Pada disentri amoeba, tropozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal
di lumen usus besar dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus
mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan
perubahan ini belum diketahui dengan pasti, diduga akibat kerentanan tubuh
seseorang, virulensi dan lingkungan. Invasi pada jaringan menyebabkan
perdarahan yang mana selsel darah merah akan dimakan oleh tropozoit.
Tropozoit ini memasuki jaringan usus dan merusak epitel dari usus besar dengan
memproduksi enzim proteolitik .

Gambar 1. Patogenesis Amoebiasis

Luka luka akibat destruksi epitel dapat dangkal karena hanya mukosa
atau dapat juga dalam jika ia mengenai submukosa. Pada submukosa tropozoit
memperbanyak diri dan secara cepat luka menjalar ke lateral dan menyebabkan

16

ulkus yang mengganggu. Selain itu dapat menimbulkan mikroabses di


submukosa, yang akhirnya pecah melalui epitel, yang juga akan menimbulkan
ulkus ulkus berbentuk botol.8
Bentuk kista yang infektif akan bertahan melewati lambung dan usus
halus. Pada keadaan ini, di dalam lumen usus, bentuk kista akan berubah menjadi
bentuk motil tropozoit yang secara potensial invasif. Pada kebanyakan kasus,
tropozoit melakukan agregasi di usus haluspada lapisan mucin dan membentuk
kista baru, menyebabkan infeksi yang self limited dan asimptomatik.

Gambar 1. Siklus Hidup Entamoeba Histolytica

3.6 Manifestasi Klinis


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala
lainya bila terjadi komplikasi ekstraintestinal termasuk manifestasi neurologik.
Gejala gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut, dan muntah. Sedangkan
manifestasi sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.9
a. Disentri basiler

Masa tunas 24-48 jam

17

Demam, demam muncul kemudian menghilang kemudian muncul


diare

Jarang disertai mual dan muntah

Nyeri perut (kramp) dan tenesmus

Volume tinja sedikit, frekuensi >10x/hari, konsistensi lembek,


mengandung darah, leukosit (+)

Kadang disertai dengan kejang dan gejala sepsis

b. Disentri amoeba

Masa inkubasi sampai beberapa hari sampai minggu

Diare disertai darah dan lendir dalam tinja.


Frekuensi BAB umumnya lebih sedikit daripada disentri basiler

(10x/hari)
Sakit perut hebat
Gejala konstitusional biasanya tidak ada (panas hanya ditemukan
pada 1/3 kasus)

3.7 Diagnosis
3.7.1 Anamnesis
Anamnesis ditujukan untuk menentukan adanya gejala diare, adanya gejala
dan tanda suatu diare disentri, ada tidaknya dehidrasi serta komplikasi yang
terjadi. Hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis antara lain; frekuensi BAB 3
kali ata lebih, konsistensi feses cair atau lembek (konsistensi feses cair tanpa
ampas walaupun hanya sekali dapat disebut diare), jumlah feses, adanya darah dan
lendir, dan ada tidaknya muntah, serta nyeri perut. Gejala-gejala klinik lain seperti
batuk-pilek,demam, kejang, riwayat masukan cairan sebelumnya, minum lahap
atau malas minum juga harus ditanyakan.6
3.7.2

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dicari tanda-tanda dehidrasi, komplikasi,

penyakit penyulit seperti bronkopneumoni, bronkiolitis, malntrisi, penyakit


jantung, dekompensasi kordis. Pemeriksaan keadaan umum (gelisah, cengeng,

18

rewel, letargi, tampak sakit berat), frekuensi nadi, suhu, frekuensi nafas (tanda
asidosis atau adanya penyakit penyulit), Penting untuk mengukur berat badan,
tinggi badan, lingkar kepala, perbandingan berat badan terhadap tinggi badan,
gejala kehilangan berat badan, menilai kurva pertumbuhan, dsb.6
Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan dengan cara
objektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan sesudah diare,
atau subjektif dengan menggunakan kriteria menurut MTBS, Program P2 Diare,
atau Skor Maurice King.9
Penilaian
Lihat:

Keadaan umum

Baik,sadar

*Gelisah,rewel

*lesu,lunglai/tidak

Mata

Normal

Cekung

sadar

Air mata

Ada

Tidak ada

Sangat cekung

Mulut dan lidah

Basah

Kering

Kering

Rasa haus

Minum biasa,tidak *haus ingin minum Sangat kering


haus

Periksa:

turgor Kembali cepat

kulit
Hasil pemeriksaan

Tanpa dehidrasi

banyak

*malas minum atau

*kembali lambat

tidak bias minum


*kembali
sangat

Dehidrasi

lambat
Dehidrasi berat

ringan/sedang

Bila ada 1 tanda*

Bila ada 1 tanda* ditambah 1 atau lebih


ditambah
Terapi

Rencana terapi A

atau tanda lain

lebih tanda lain


Rencana terapi B

Rencana terapi C

Tabel 6. Penentuan derajat dehidrasi menurut Program P2 Diare


Menurut tonisistas darah, dehidrasi dapat dibagi menjadi:9

dehidrasi isotonic, bila kadar Na+ dalam plasma antara 131-150 mEq/L

dehidrasi hipotonik, bila kadar Na+<131 mEq/L

dehidrasi hipertonik, bila kadar Na+>150 mEq/L

3.7.3

Pemeriksaan Laboratorium

19

Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut adalah


sebagai berikut.9

Darah: darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika

Tinja:
a. Pemeriksaan makroskopik
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoksin yaitu bakteri enteronvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti: E. hystolitica, B.coli ,
T.trichiura. Pemeriksaan makroskopik mencakup warna tinja, konsistesi tinja,
bau tinja, adanya lendir, adanya darah, adanya busa.
Pada hasil pemeriksaan, tinja berwarna merah akibat adanya darah dalam
tinja. Konsistensi tinja dapat cair atau lembek. Tinja dapat berbusa yang
menunjukkan adanya gas dalam tinja akibat fermentasi bakteri. Tinja yang
berminyak, lengket, dan berkilat menunjukan adanya lemak dalam tinja.
Lendir dalam tinja menggambarkan kelainan di kolon, khususnya akibat
infeksi bakteri. Tinja yang sangat berbau menggambarkan adanya fermentasi
oleh bakteri anaerob dikolon. Pemeriksaan pH tinja menggunakan kertas
lakmus dapat dilakukan untuk menentukan adanya asam dalam tinja namun
umumnya bermanfaat pada diare akibat malabsorbsi laktosa yang ditandai
dengan pH tinja <6.
Suatu disentri amoeba, dapat ditegakkan apabila ditemukan kista atau
tropozoit Entamoeba hystolitica pada pemeriksaan makroskopis. Pada
umumnya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir.
b. Pemeriksaan mikroskopik
Infeksi bakteri invasif ditandai dengan ditemukannya sejumlah besar
leukosit dalam tinja yang menunjukan adanya proses inflamasi. Pemeriksaan
leukosit tinja dengan cara mengambil bagian tinja yang berlendir seujung lidi
dan diberi tetes eosin atau NaCl lalu dilihat dengan mikroskop cahaya.10

20

Adanya lemak dapat diperiksa dengan cara perwanaan tinja dengan Sudan
III yang mengandung alkohol untuk mengeluarkan lemak agar dapat diwarnai
secara mikroskopis dengan pembesaran 40 kali, dicari butiran lemak dengan
warna kuning atau jingga.
Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang dicurigai menderita disentri
amoeba namun pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan adanya bentuk kista
atau tropozoit. Pada pemeriksaan ini didapatkan adanya ulkus yang khas
dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan dengan mukosa sekitar
ulkus tampak normal.
3.8 Tatalaksana
Terdapat empat pilar penting dalam tatalaksana diare yaitu rehidrasi,
dukungan nutrisi, pemberian obat sesuai indikasi dan edukasi pada orang tua.
Tujuan pengobatan meliputi mencegah dehidrasi dan mengatasi dehidrasi yang
telah ada, antibiotika selektif, Mencegah kekurangan nutrisi dengan memberikan
makanan selama dan setelah diare, mengurangi lama dan beratnya diare serta
berulangnya episode diare, dengan memberikan suplemen zinc, dan edukasi.8
Tujuan pengobatan dapat dicapai dengan cara mengikuti rencana terapi yang
sesuai.12
3.8.1 Rehidrasi
Koreksi cairan dan elektrolit dibedakan 2 macam :
1. Diare akut murni (diare cair akut)
Diare akut dehidrasi ringan sedang menggunakan oralit dengan dosis 75
mg/kgBB/4 jam. Jika gagal upaya rehidrasi oral (URO) menggunakan IVFD
dengan cairan Ringer Laktat dosis 75ml/kgBB/4jam. Diare akut dehidrasi
berat dapat menggunakan salah satu cara :
- Cairan Ringer Laktat dengan dosis 30ml/jam/kgBB sampai tanda-tanda
dehidrasi hilang (target 4 jam atau 120 ml/kgBB)

21

Umur 1-11 bulan : 30 ml/kgBB dalam 1 jam pertama, selanjutnya 70


ml/kgBB dalam 5 jam. Setelah bayi bisa mnum tambahkan oralit

5ml/kgBB/jam.
Umur 1 tahun keatas: 30ml/kgBB dalam 30 menit pertama, selanjutnya
70ml/kgBB dalam 2,5 jam. Setelah anak bisa minum tambahkan oralit

5ml/kgBB/jam.
2. Diare akut dengan penyulit/ komplikasi
Mengunakan modifikasi Sutejo dengan cairan yang mengandung Na: 63,3
mEq/L, K: 104mEq/L, Cl: 61,4 mEq/L, HCO3: 12,6 mEq/L (mirip cairan
KAEN 3A).
Koreksi diberikan secara intravena dengan kecepatan:
Diare akut dengan penyulit dengan dehidrasi ringan-sedang:
4 jam I : 50 cc/kgBB
20 jam II : 150 cc/kgBB
Atau dapat diberikan dengan kecepatan yang sama 200 cc/kgBB/hari
Diare akut dengan penyulit dehidrasi berat:
4 jam I : 60 cc/kgBB
20 jam II : 190 cc/kgBB
Rehidrasi yang diberika perhari tetap dimonitoring. Rehidrasi dihentikan jika
status rehidrasi telah tercapai (tidak ada tanda-tanda dehidrasi). Diare akut dengan
penyulit dengan dehidrasi ringan-sedang memerlukan cairan rehidrasi antara 150200 ml/kgBB/hari, sedangkan dehidrasi berat 250 ml/kgBB/hari.
3.8.2 Terapi Medikamentosa
Diberikan preparat zink elemental, untuk usia < 6 bulan sebanyak 1x10 mg
dan usia 6 bulan sebanyak 1x20 mg selama 10-14 hari. Obat-obatan antimikroba
termasuk antibiotik dipakai pada kasus disentri. Adapun pilihan antibiotik yang
digunakan antara lain:

Penyebab
Shigella Disentri

Antibiotik pilihan
Ciprofloxacin

Alternatif
15 Pivmecillinam 20 mg/kg

mg/kgBB

BB

2x sehari selama 3 hari

4x sehari selama 3 hari


Ceftriaxone

50-100

mg/kgBB
1x sehari IM selama 2-5
22

hari
Amoebiasis

Metronidazole

10

mg/kgBB
3xs ehari selama 5 hari
(10 hari pada kasus berat)
Tabel 7. Pilihan Antibiotika pada Disentri
3.9 Komplikasi
3.9.1 Komplikasi Intestinal
Pada disentri amoeba komplikasi intestinal meliputi perdarahan usus,
perforasi usus, intususepsi dan penyempitan usus. Pada disentri basiler komplikasi
intestinal yang dapat terjadi yaitu perforasi.
3.9.2 Komplikasi Ekstraintestinal
Komplikasi ekstraintestinal berupa amebiasis hati (abses hepar), abses
pleuropulmonal, abses otak. Sedangkan pada disentri basiler terjadi SHU
(sindrom hemolitik uremik).
3.9.3 Gangguan Elektrolit
a. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma>150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi
dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat
badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normal
lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline5% dekstrose, perhitungkan untuk 24 jam. Tambahkan 10 mmol KCl pada
setiap 500 ml cairan infuse setelah pasien dapat kencing. Selanjutnya
pemberian diet normal dapat mulai diberikan. lanjutkan pemberian oralit
10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.9,10
b. Hiponatremia

23

Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadai hiponatremia ( Na<130 mmol/L).
Hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak
malnutrisi berat dengan odema. Oralit aman dan efekstif untuk terapi dari
hamper semua anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na
dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai ringer
laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 - kadar Na serum
yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan
dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak
boleh melebihi 2 mEq/L/jam.9
c.

Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K>5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10
menit dengan monitor detak jantung.11

d.

Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K<3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut
kadar K: jika kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hr dibagi
3 dosis. Bila <2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh
bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2
mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam lemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5-kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB). Hipokalemia dapat
menyebakan kelemahan otot, paralitik usus, gangguan fungsi ginjal dan
aritmia jantung. Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat
dikoreksi dengan menggunakan makanan yang kaya kalium selama diare dan
sesudah diare berhenti.11

3.9.4

Demam
Demam sering terjadi pada infeksi Shigella dysentriae dan rotavirus. Pada

umumnya demam akan timbul jika penyebab diare mengadakan invasi ke dalam
sel epitel usus. Demam juga dapat terjadi karena dehidrasi. Demam yang timbul
akibat dehidrasi pada umunya tidak tinggi dan akan menurun setelah mendapat
hidrasi yang cukup. Demam yang tinggi mungkin diikuti kejang demam.

24

Pengobatan yang diberikan berupa kompres dan/atau antipiretika dan antibiotika


jika ada infeksi.
3.9.5

Edema/Overhidrasi
Terjadi bila penderita mendapat cairan terlalu banyak. Tanda dan gejala

yang tampak biasnya edema kelopak mata, kejang-kejang dapat terjadi bila ada
edema otak. Edema paru-paru dapat terjadi pada penderita dehidrasi berat yang
diberi larutan garam faali. Pengobatan dengan pemberian cairan intravena dan
atau oral dihentikan, kortikosteroid jika kejang.12
3.9.6

Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya

basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang


ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat (Kussmaul). Pemberian oralit
yang cukup mengadung bikarbonat atau sitrat dapat memperbaiki asidosis.
3.9.7

Ileus Paralitik
Komplikasi yang penting dan sering fatal, terutama terjadi pada anak kecil

sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas. Tanda dan gejala berupa perut
kembung, muntah, peristaltic usu berkurang atau tidak ada. Pengobatan dengan
cairan per oral dihentikan, beri cairan parenteral yang mengandung banyak K.10
3.9.8

Kejang
Kejang dapat terjadi akibat hipoglikemia karena anak dipuasakan terlalu

lama. Bila penderita dalam keadaan koma, glukosa 20% harus diberika iv, dengan
dosis 2,5 mg/kgBB, diberikan dalam waktu 5 menit. Jika koma tersebut
disebabkan oleh hipoglikemia dengan pemberian glukosa intravena, kesadaran
akan cepat pulih kembali.
3.10 Pencegahan
Patogen

penyebab

diare

umumnya

disebarkan

secara

fekal-oral.

Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara


penyebaran ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi pemberian
ASI yang benar, memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI, menggunakan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan, penggunaan

25

jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga, serta membuang
tinja bayi yang benar. Selain itu, diperlukan upaya-upaya untuk memperbaiki daya
tahan tubuh pejamu. Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh anak dan dapat juga mengurangi resiko diare antara lain memberi
ASI paling tidak sampai usia 2 tahun, Meningkatkan nilai gizi makanan
pendamping ASI dan memberi makan dalam jumlah yang cukup untuk
memperbaiki status gizi anak.
Pada balita 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare
yang etrjadi umunya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cenderung menjadi
kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan imunisasi campak
yang mencakup 45-90% bayi berumur 9-11 bulan dapat mencegah 40-60% kasus
campak, 0,6-3,8% kejadian diare dan 6-25% kematian karena diare pada balita.9,10

3.11 Prognosis
Bila kita menatalaksana diare sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari,
sebagian kecil (5%) akan melanjut dan sembuh dalam kurang dari 7 hari, sebagian
kecil (5%) akan menjadi diare persisten.

BAB IV
ANALISA KASUS
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun 2 bulan datang dengan keluhan
utama BAB cair serta keluhan tambahan demam dan nyeri perut. Dari anamnesis,
didapatkan sejak 3 hari SMRS anak demam tinggi yang timbul tiba-tiba. Demam
tinggi pada malam hari kemudian turun paginya. Suhu tidak diukur. Menggigil (-),
kejang (-), batuk (-), pilek (-), mual dan muntah (-). Tanda perdarahan seperti
epistaksis, gusi berdarah, dan bintik-bntik merah pada kulit disangkal. Ibu
penderita membawa penderita berobat ke bidan, diberikan puyer, deman
26

menghilang sesaat namun kemudian timbul demam lagi. Riwayat berpergian ke


luar kota disangkal. Pasien masih mau makan dan minum. BAB dan BAK seperti
biasa.
Sejak 2 hari SMRS anak BAB cair, frekuensi >5x per hari, 1/4 gelas
belimbing tiap kali BAB. Warna kuning, ampas (+), lendir (+), darah (-). Berbau
asam dan tengik disangkal, lengket dan berminyak disangkal, dan anak menangis
sewaktu BAB. Anak juga mengeluh nyeri pada seluruh bagian perut, tidak mual,
muntah 1x berupa makanan yang dimakan. Anak masih demam namun tidak
terlalu tinggi, menggigil (-), mengigau (-), kejang (-). Nafsu makan anak
berkurang semenjak sakit. BAK tidak ada keluhan. Anak diberi obat tablet warna
hitam (norit) yang dibeli sendiri oleh keluarga.
1 hari SMRS, demam masih tidak terlalu tinggi, suhu tidak diukur, BAB
cair masih, frekuensi 3x, 1/4 gelas belimbing tiap kali BAB. Warna kuning,
ampas (+), lendir (+), darah (-). Nyeri pada seluruh bagian perut dan anak tampak
gelisah. Anak malas minum. Kemudian anak dibawa orang tuanya ke IGD RSMH
Palembang, Dilakukan rehidrasi oral dan dimonitoring hingga 4 jam, namun
gejala rehidrasi belum berkurang, pasien disarankan untuk rawat inap. Sejak 2
jam setelah masuk RSMH, saat di IGD RSMH, anak BAB cair berlendir dan
berdarah. Darah berwarna merah segar, 1/4 sendok makan tiap kali BAB.
Dari alloanamnesis yang diperoleh dari ibu pasien ditemukan pengeluaran
tinja dengan konsistensi cair dan frekuensi >5x/hari berlangsung 2 hari SMRS
yang menandakan diare akut. Diare yang terjadi pada pasien disertai gejala klinis
berupa demam, muntah dan nyeri perut. Sifat tinja pada diare berwarna kuning,
air > ampas, banyaknya gelas belimbing, frekuensi sering disertai adanya lendir
dalam tinja mengarahkan bahwa diare kemungkinan disebabkan oleh bakteri.
Diare kemungkinan merupakan suatu disentri, ditandai dengan BAB cair disertai
darah berwarna merah segar sejak 2 jam setelah masuk rumah sakit.
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan tanda-tanda dehidrasi yaitu
keadaan penderita yang lemas, mata cekung, turgor kulit kembali lambat > 2 detik
dan dan mukosa bibir kering, namun masih ada air mata, anak masih mau minum.
Tanda-tanda gangguan sirkulasi seperti nadi dan nafas yang cepat, akral

27

ekstremitas yang dingin dan letargi tidak dijumpai. Berdasarkan gejala-gejala


tersebut maka derajat dehidrasi pada pasien ini dikategorikan derajat ringansedang. Pada pemeriksaan fisik abdomen juga didapatkan tanda bising usus yang
meningkat.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan feses, didapatkan hasil
warna feses coklat kemerahan dengan konsistensi lendir. Pada pemeriksaan
mikroskopis ditemukan adanya kista E.histolityca, eritrosit 35-50/Lp, leukosit 3550/Lp. Hal ini menunjukkan infeksi amoeba (+). Pemeriksaan jamur, telur cacing,
protein, lemak, dan karbohidrat (-) sehingga infeksi jamur atau cacing,
malabsorbsi laktosa dapat disingkirkan.
Di IGD dilakukan rehidrasi oral dan diobservasi setelah 4 jam, namun tanda
dan gejala dehidrasi tidak berkurang menunjukkan adanya gagal URO.
Berdasarkan alloanamnesis dan pemeriksaan fisik serta pemeriksaan
penunjang dapat ditegakkan diagnosis berupa disentri amoeba dengan dehidrasi
ringan sedang gagal URO.
Penatalaksanaan pada pasien ini dengan terapi cairan untuk mengganti
cairan dan elektrolit yang hilang dan mempertahankan jumlah cairan dan elektrolit
tubuh dengan penggantian cairan melalui intravena karena gagal URO (upaya
rehidrasi awal). Suplementasi zinc dilakukan guna mengurangi lama dan beratnya
diare, serta mencegah berulangnya diare pada 2-3 bulan berikutnya Antibiotik
diindikasikan pada pasien ini. Antibiotik yang dipilih adalah metronidazole 50
mg/kgBB/ hari dibagi 3 dosis selama 5-7 hari.
Prognosis pada penderita ini adalah dubia ad bonam. Pada kasus diare
prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini
yang tepat. Apabila diare ditatalaksana sesuai dengan 4 pilar diare, sebagian besar
(90%) kasus diare pada anak akan sembuh dalam waktu kurang dari 7 hari.

28

Anda mungkin juga menyukai