Anda di halaman 1dari 20

I.

KONSEP MEDIK
A. DEFINISI
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan
konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari
(DEPKES 2011).
Menurut WHO diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan
perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan
bertambahnya frekuensi buang air besar yang lebih dari biasanya, 3 kali
sehari atau lebih mungkin dapat disertai muntah atau tinja yang berdarah
(Simatupang 2017).
Jadi dapat diartikan suatu kondisi, buang air besar yang tidak normal
yaitu lebih dari tiga kali sehari dengankonsistensi tinja yang encer dapat
disertai atau tanpa disertai atau lendir sebagai akibat dari terjadinya
proses inflamasi pada lambung atau usus (Titik lestari 2016).

B. ETIOLOGI
Fator infeksi diare menurut Ngasityah (2016) :
1. Infeksi enteral : infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab
utama diare
2. Infeksi bakteria : vibrio, E.coli, salmonella campilobaster
3. Infeksi virus : Rostavirus, Calcivirus, Entrovirus, Adenovirus,
Astrovirus
4. Infeksi parasite : cacing, protozoa (entamoba histolica, giardia
lambia), jamur (candida aibicans).
5. Infeksi parenteral : infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti
Tonsilitas, bronkopneumonia, ensevalitis, meliputi :
Faktor mal absorbi: karbohidrat, lemak, protein.
Faktor makanan : basi, racun, alergi
Faktor psikologis : rasa takut dan cemas.

1
C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama
gangguan osmotik, akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak
dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalm rongga usus
meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit dalam rongga
usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus, isi
rongga usus yang berlebih ini akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare. Kedua akibat rangsangan
tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan
air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul
karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan
mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang
selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya
mikroorganisme
hidup kedalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam
lambung,
mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan
toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan
menimbulkan
diare (Titik Lestari, 2016).

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut lamanya diare :
a. Diare akut:
1) Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset.

2
2) Onset yang tak terduga dari BAB encer, rasa tidak enak,
gas-gas dalam perut.
3) Nyeri pada kuadran kanan bawah di sertai kram dan bunyi
pada perut.
4) Demam.
b. Diare kronik :
1) Penurunan BB dan nafsu makan.
2) Demam indikasi terjadi infeksi.
3) Dehidrasi tanda-tandanya hipotensi takikardia, denyut
lemah.
2. Menurut dehidrasi :
a. Pada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan
cairan), tanda-tandanya :
1) Berak cair 1-2 x sehari.
2) Nafsu makan berkurang.
3) Masih ada keinginan untuk bermain.
b. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan atau
sedang, tanda-tandanya :
1) BAB cair 4-9 x sehari.
2) Kadang muntah 1-2 kali sehari.
3) Suhu tubuh kadang meningkat.
4) Haus.
5) Tidak nafsu makan.
6) Badan lesu lemas.
c. Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat,tanda-
tandanya :
1) BAB cair terus menerus.
2) Muntah terus menerus.
3) Haus mata cekung.
4) Bibir kering dan biru.
5) Tangan dan kaki dingin.

3
6) Sangat lemas tidak nafsu makan.
7) Tidak ada keinginan untuk bermain.
8) Tidak BAK selama 6 jam.
9) Kadang dengan kejang tau panas tinggi.
(Titik Lestari, 2016)

E. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau
hipertonik).
2. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
3. Mal nutrisi energi, protein, karena selain diare dan muntah,
penderita juga mengalami kelaparan.
4. Renjatan atau syok hipovolemik.
5. Gangguan elektrolit.

F. TEST DIAGNOSTIK
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik :
1. Pemeriksaan tinja
a. Makroskopis dan mikroskopis
Pemeriksaan makroskopik Pemeriksaan makroskopik tinja
perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare meskipun
pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery
dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh
enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh infeksi
diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan
infeksi atau bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri
enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti : E.histolytica, B.coli dan T.trichiura.
Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali
pada infeksi E.histolytica darah sering terdapat pada

4
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis
darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk didpatkan pada
infeksi
dengan salmonella, giardia cryposporidium dan strongiloides.
Selain itu juga melihat hasil leukosit juga dapat
menentukan
penyebab dari diare. Leukosit mempertahankan tubuh dari
serangan penyakit dengan cara memakan (fagositosis) penyakit
tersebut. Begitu tubuh mendeteksi adanya infeksi maka
sumsum tulang akan memproduksi lebih banyak sel-sel darah
putih untuk melawan infeksi.
b. pH dan kadar gula dalam tinja
c. Bila perlu diadakan uji bakteri untuk mengetahui organisme
penyebabnya, dengan melakukan pembiakan terhadap contoh
tinja.
d. Pemeriksaan labolatorium :
1) Darah, meliputi : darah lengkap, serum elektrolit, analisa
gas darah, glukosa darah, kultur dan tes kepekaan terhadap
antibiotika.
2) Urine: urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap
antibiotika.
e. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal
ginjal.
f. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui
jasad renik atau parasit, secara kuantitatif, terutama pada
penderita diare kronik.

G. PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan menurut Rianto (2017) adalah pengobatan dengan
cara pengeluaran diet dan pemberian cairan.

5
1. Diare tanpa dehidrasi memerlukan cairan tambahan berupa apapun
misalnya air putih, sari buah segar, air teh, kuah sup, air tajin.
2. Diare dengan dehidrasi sedang memerlukan cairan khusus yang
mengandung campuran gula dan garam yang disebut larutan
dehidrasi oral. Dibuat dengan mencampurkan garam rehidrasi
kedalam satu liter air besar.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan merupakan catatan tentang hasil pengkajian
yang dilakukan untuk mengumpulkan informasi dari pasien, membuat
data dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons
kesehatan pasien. Pengkajian yang kompresis atau menyeluruh,
sistematis yang logis akan mengarah dan mendukung para identifikasi
masalah-masalah pasien. Masalah-masalah ini dengan menggunakan data
pengkajian sebagai dasar informasi yang dinyatakan sebagai diagnose
keperawatan (Dinarti dan Mulyanti, 2017). Aspek yang perlu dikaji pada
klien untuk mengidentifikasi mengenai kekurangan nutrisi dan cairan
(diare) dari kebutuhan tubuh meliputi pengkajian mengenai:
1. Riwayat keperawatan
a. Pemasukan dan pengeluaran cairan dan makanan (oral,
parenteral)
b. Tanda kekurangan cairan
c. Tanda umum masalah elektrolit
d. Proses penyakit yang meyebabkan gangguan homeostatis cairan
dan elektrolit.
e. Pengobatan tertentu yang sedang dijalani dapat mengganggu
status cairan
f. Status perkembangan seperti usia atau situasi social.

6
g. Factor psikologis seperti perilaku emosional yang mengganggu
pengobatan
2. Pengukuran Klinik
a. Berat badan
Kehilangan atau bertambahnya berat badan dapat menunjukkan
adanya masalah keseimbangan cairan. Masalah keseimbangan
cairan akibat kehilangan atau bertambahnya berat badan
dikategorikan kedalam 3 kelompok yaitu:
Kurang lebih 2% : ringan
Kurang lebih 5% : sedang
Kurang lebih 10% : berat
Pengukuran berat badan dilakukan setiap hari pada waktu yang
sama
b. Keadaan umum
Pengukuran tanda dan viral seperti suhu, tekanan darah, nadi,
pernafasan dan tingkat kesadaran
c. Pengukuran masukan cairan
d. Pengukuran keluaran cairan
1) Urine: volume, kejernihan/kepekaan
2) Feses: jumlah dan kesehatan
3) Muntah
4) Tube drainase
e. Ukur keseimbangan cairan dengan akurat: normalnya sekitar
kurang lebih 200 cc
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu pemeriksaan fisik yang
dilakukan mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki
a. Kepala
Mengetahuii turgor kulit dan tekstur kulit dan mengetahui
adanya lesi atau bekas luka.

7
1) Inspeksi: lihat ada atau tidak adanya lesi, warna kehitaman
atau kecoklatan, edema, dan distribusi rambut kulit.
2) Palpasi: diraba dan tentukan turgor kulit elastik atau tidak,
tekstur kepala kasar atau halus, akral dingin atau hangat.
b. Rambut
Mengetahui warna, tekstur dan percabangan pada rambut
dan untuk mengetahui mudah rontok dan kotor.
1) Inspeksi: distribusi rambut merata atau tidak, kotor atau
tidak, bercabang atau tidak.
2) Palpasi: mudah rontok atau tidak, tektur kasar atau halus.
c. Wajah
Mengetahui bentuk dan fungsi kepala dan untuk
mengetahui luka dan kelainan pada kepala.
1) Inspeksi: lihat kesimetrisan wajah jika muka kanan dan kiri
berbeda atau missal lebih condong ke kanan atau ke kiri, itu
menunjukkan ada parase/kelumpuhan.
2) Palpasi : cari adanya luka, tonjolan patologik dan respon
nyeri dengan menekan kepala sesuai kebutuhan
d. Mata
Mengetahui bentuk dan fungsi mata (medan penglihatan
visus dan otot-otot mata), dan juga untuk mengetahui adanya
kelainan atau pandagan pada mata. Bila terjadi hematuria,
kemungkinan konjungtiva anemis.
1) Inspeksi: kelopak mata ada lubang atau tidak, reflek kedip
baik/tidak, konjungtiva dan sclera: merah atau
konjungtivitis, ikterik/indikasi hiperbilirubin atau gangguan
pada hepar, pupil : isokor, miosis atau medriasis.
2) Palpasi: tekan secara rinagn untuk mengetahui adanya TIO
(tekanan intra okuler) jika ada peningkatan akan teraba
keras (pasien glaucoma/kerusakan dikus optikus) kaji
adanya nyeri tekan.

8
e. Telinga
Mengetahui kedalaman telinga luar, saluran telinga,
gendang telinga.
1) Inspeksi: daun telinga simetris atau tidak, warna, ukuran
bentuk, kebersihan, lesi.
2) Palpasi: tekan daun telinga apakah ada respon nyeri,
rasakan kelenturan kartilago.
f. Hidung
Mengetahui bentuk dan fungsi hidung dan mengetahui
adanya inflamasi atau sinusitis.
1) Inspeksi : apakah hidung simetris, apakah ada inflamasi,
apakah ada secret.
2) Palpasi : apakah ada nyeri tekan massa.
g. Mulut dan gigi
Mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut, dan untuk
mengetahui kebersihan mulut dan gigi.
1) Inspeksi: amati bibir apa ada kelainan kongenital (bibir
sumbing) warna, kesimetrisan, kelembaban,
pembengkakan, lesi, amati jumlah dan bentuk gigi,
berlubang, warna plak dan kebersihan gigi.
2) Palpasi: pegang dan tekan darah pipi kemudian rasakan ada
massa atau tumor, pembengkakan dan nyeri.
h. Leher
Menentukan struktur imtegritas leher, untuk mengetahui
bentuk dan organ yang berkaitan dan untuk memeriksa system
limfatik.
1) Inspeksi: amati mengenai bentuk, warna kulit, jaringan
parut, amati adanya pembengkakan kelenjar tiroid, amati
kesimetrisan leher dari depan belakan dan samping.
2) Palpasi: letakkan telapak tangan pada leher klien, minta
pasien menelan dan rasakan adanya kelenjar tiroid.

9
i. Abdomen
Mengetahui bentuk dan gerakan perut, mendengarkan bunyi
peristaltik usus, dan mengetahui respon nyeri tekan pada
organ dalam abdomen.
1) Inspeksi: amati bentuk perut secara umum, warna kulit,
adanya retraksi, penonjolan, adanya ketidak simetrisan,
adanya asites.
2) Palpasi : adanya massa dan respon nyeri tekan.
3) Auskultasi: bising usus normal 10-12x/menit.
4) Perkusi: apakah perut terdapat kembung/meteorismus.
j. Dada
Mengetahui bentuk kesimetrisan, frekuensi, irama
pernafasan, adanya nyeri tekan, dan untuk mendengarkan bunyi
paru.
1) Inspeksi: amati kesimetrisan dada kanan kiri, amati adanya
retraksi interkosta, amati pergerakan paru.
2) Palpasi: adakah nyeri tekan, adakah benjolan
3) Perkusi: untuk menentukan batas normal paru.
4) Auskultasi: untuk mengetahui bunyi nafas, vesikuler,
wheezing/crecles.
k. Ekstremitas atas dan bawah
Mengetahui mobilitas kekuatan otot dan gangguan-
gangguan pada ektremitas atas dan bawah. Lakukan inspeksi
identifikasi mengenai ukuran dan adanya atrofil dan hipertrofil,
amati kekuatan otot dengan memberi penahanan pada anggota
gerak atas dan bawah.
l. Kulit
Mengetahui adanya lesi atau gangguan pada kulit klien.
Lakukan inspeksi dan palpasi pada kulit dengan mengkaji kulit
kering/lembab, dan apakah terdapat oedem.

10
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan atau diagnosa keperawatan adalah suatu
penilaian klinis mengenai respon klien terhadap masalah kesehatan atau
proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung aktual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi
respons klien individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang
berkaitan dengan kesehatan. Diagnosis keperawatan merupakan bagian
viral/penting dalam menentukan asuhan keperawatan yang sesuai untuk
membantu klien mencapai kesehatan yang optimal. Mengingat pentingnya
diagnosis keperawatan dalam pemberian asuhan keperawatan, maka
dibutuhkan standar diagnosis keperawatan yang dapat diterapakan secara
rasional di Indonesia dengan mengacu pada standar diagnosis
internasional yang telah dilakukan sebelumnya (SDKI DPP, PPNI. 2018).
Tipe diagnosa keperawatan meliputi :
1. Aktual
2. Resti atau risiko tinggi
3. Kemungkinan
4. Sejahtera
Menurut (SDKI, 2018) diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
pasien dengan Diare dispepsia antara lain:
1. Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal
2. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit
3. Hipovelemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
5. Risiko defisit nutrisi

11
C. PENYIMPANGAN KDM

Infeksi Makanan Psikologi

Berkembang di usus Toksik tidak dapat Ansietas


diserap

Hipersekresi air & Nosiseptor


elektrolit Hiperperistaltik terangsang

Isi usus Penyerapan makanan Nyeri akut


diusus

Diare

Frekuensi BAB Distensi abdomen


meningkat

Hilang cairan & Resiko kerusakan Mual muntah


elektrolit berlebihan integritas kulit

Gangguan Nafsu makan


keseimbangan menurun
cairan dan elektrolit
12
Dehidrasi Hipertermia Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Kekurangan volume
cairan
Risiko defisit
nutrisi
Hipovolemia

D. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi keperawatan merupakan suatu perawatan yang dilakukan
perawat berdasarkan penilaian klinis dan pengetahuan perawat untuk
meningkatkan outcome pasien/klien (Bulechek, Butcher, Dochterman, &
Wagner, 2016).
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh
perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penelitian klinis untuk
mencapai luaran (outcome) yang diharapkan (PPNI, 2018).
1. Diare berhubungan dengan inflamasi gastrointestinal

13
2. Hipovelemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif

14
3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit

4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis

15
5. Risiko defisit nutrisi

E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

16
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P. & Perry,
2018). Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap
untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi
prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan,
memantau dan mencatat respons klien terhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan kesehatan
lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya
(Wilkinson.M.J, 2012). Ada 4 komponen tahap implementasi :
1. Tindakan keperawatan mandiri.
2. Tindakan keperawatan edukatif.
3. Tindakan keperawatan kolaboratif.
4. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap
asuhan keperawatan.

F. EVALUASI KEPERAWATAN
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan
keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang
telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan
melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapat dua
jenis evaluasi:

1. Evaluasi Formatif (Proses)


Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan

17
hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera
setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna
menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP :
S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada
klien yang afasia.
O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan oleh
perawat.
A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.
P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan datang
dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
2. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang
telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan
pencapaian tujuan keperawatan yaitu:
1. Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan
perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2. Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau
klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien
menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah
ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama
sekali.

DAFTAR PUSTAKA

18
Bulechek , G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2016).
Nursing Intervension Classification (NIC) (6th ed.). Amerika: Elsevier.

DepKes.Buku saku petugas kesehatan: Lintas diare. Ditjen Pengendali


Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Dep Kesehatan Republik Indonesia
Jakarta. 2011;2:4-11.

Dinarti dan Mulyanti. 2017. Dokumentasi Keperawatan.


http:www.bppsdmk.kekes.go.id/pusdiksdmk/wpcontent/22017/11/PRAKT
EK-DOKUMEN-KEPERAWATAN-DAFIS.pdf. Di akses pada tanggal 16
februari 2021

Lestari, Titik. 2016. Asuhan Keperawatan Anak. Yogyakarta. Nuha Medika

Ngastiyah. Edisi Revisi : Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta: EGC;


2016.

Potter, P., & Perry, A. G. (2018). Buku Ajar Fundamental Keperawatan :Konsep,


Proses dan Praktik. Jakarta: ECG.

Rianto. (2017). Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogyakarta :


Nuha Medika

Setiadi.(2012). Konsep & penulisan dokumentasi asuhan keperawatan.


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Simatupang M., 2017. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Kejadian Diare Pada Balita Di Kota Sibolga Tahun 2003. Program
Pascasarjana, Medan: Universitas Sumatera Utara.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2018). Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia
(SDKI), Edisi 1 : Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia

19
(SLKI),  Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Wilkinson, M. J. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi


NIC

dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC

20

Anda mungkin juga menyukai