Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR

TITRASI OKSIDASI-REDUKSI
Pembimbing : Bu Endang Widiastuti

Disusun oleh :
Kelompok 3
Analis Kimia

Tanggal Praktikum

: 05 April 2011

Tanggal Penyerahan Laporan :12 April 2011

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG


Jl. Gegerkalong Hilir Desa Ciwaruga Bandung
2010

TITRASI OKSIDASI-REDUKSI
A. Tujuan
1. Mempelajari prinsip oksidasi dan reduksi
2. Memahami konsep reaksi oksidasi-reduksi melalui titrasi
3. Menentukan konsentrasi atau kadar logam dalam sampel

B. Dasar Teori

Titrasi redoks adalah metode penentuan kuantitatif yang reaksi utamanya


adalah reaksi redoks, reaksi ini hanya dapat berlangsung kalau terjadi interaksi dari
senyawa/unsure/ion yang bersifat oksidator dengan unsure/senyawa/ion bersifat
reduktor. Jadi kalau larutan bakunya oksidator, maka analat harus bersifat reduktor
atau sebaliknya. Berdasarkan sifat larutan bakunya maka titrasi redoks dibagi atas :
oksidimetri dan reduksimetri.
Oksidimetri adalah metode titrasi redoks dengan larutan baku yang bersifat
sebagai 0ksidator berdasarkan jenis oksidatornya maka oksidimetri dibagi menjadi 4
yaitu :
Permanganometri, larutan baku yang digunakan larutan kmno4, ini selau
di;laksanakan dalam suasana asam dimana KMno4 mengalami reaksi reduksi.
Mn04-

8H+

5e-

Mn2+

4H2O

Dikhrometri, larutan baku yang digunakan adalah larutan K2Cr2O7 sepanjang


titrasi dalam suasana asam K2Cr2O7 mengalami reduksi.
Cr2O72-

14H+

6e-

2Cr3+

7H2O

Serimetri, larutan baku yang digunakan adalah larutan Ce(SO4)2 reaksi


reduksi yang dialaminya adalah :
Ce4+

e-

Ce3+

Iodimetri, larutan yang digunakan adlah I2 dimana pada titrasi mengalami


reduksi.
I2

2e-

2I-

Reduksimetri adalah metode titrasi redoks dengan larutan baku yang bersifat
sebagai reduktor dan salah satu metode reduksimetri yang terkenal adalah iodometri,
pada iodometri larutan baku yang digunakan adalah larutan Natrium tio sulfat yang
pada titrasinya mengalami oksidasi.
2S2O32-

S4O62-

2e-

C. Data Percobaan dan Pengolahan Data


1. Permanganometri
a.

Standarisasi larutan KMnO4 dengan larutan oksalat


No

Volume (mL)

KMnO4

KMnO4 yang

akhir

diperlukan

0,00

23,95

23,95

25

3,40

23,95

23,95

oksalat

KMnO4 awal

25

2
3

Rata rata

23,95

Perhitungan :

Berat oksalat

= 0,6312 gram

BE oksalat

Volume labu

= 100 mL

Noksalat

= 63

=
= 0,1002 N
NKMnO4

=
=

= 0,1046 N

b. Penentuan ion ferro


1. Ion ferro (Fe2+)

Volume (mL)
No

KMnO4

KMnO4 yang

akhir

diperlukan

0,00

33,60

33,60

25

1,00

33,60

33,60

Sampel

KMnO4 awal

25

2
3

Rata rata volume (KMnO4)i

33,60

Perhitungan :
Dalam 25 larutan terdapat ion Ferro
= V (KMnO4)i x N KMnO4 mgrek
= 33,60 mL x 0,1046 N
= 3,5146 mgrek
Dalam 1 L terdapat ion Ferro :
=
=
= 7872,61 mgram (misal = y mgram)
Jadi, kadar ion Fe2+ dalam garam mohr :
=
=

Nama

: Fajar Siddiq Subhi

NIM

: 101431012

Pembahasan Titrasi Permanganimetri


(Titrasi Redoks)

Prinsip percobaan dari titrasi redoks:

Sejumlah tertentu zat yang akan di analisa yang memiliki bilangan oksidasi dan
potensial reduksi tertentu direaksikan dengan standar dengan bilangan oksidasi dan
juga memiliki harga potensial reduksi tertentu yang memungkinkan untuk bereaksi,
pada suasana optimal dengan penambahan indikator yang memilki perbedaan warna
antara bentuk tereduksinya dengan bentuk teroksidasinya. Sehingga pada keadaan
titik ekuifalen berlaku persamaan Nerst.

Pembahasan pada penentuan konsentrasi KMnO4

Titrasi permanganimetri adalah titrasi dengan menggunaka larutan kalium


permanganat yang berwarna ungu. Kalium permanganat merupakan zat baku
sekunder karena kalium permanganat tidak stabil, mudah terurai oleh cahaya dan
mudah terurai oleh zat organik membentuk MnO2. Reaksi kalium permanganat dengan
zat organik terbilang sangat lambat sehingga ketika membuat larutan kalium
permanganat harus dipanaskan dan disaring dengan glaswol atau kacamasir,
pemanasan berfungsi mempercepat reaksi permanganat dengan zat organik
membentuk MnO2 yang mengendap berwarna coklat berbentuk koloid (seperti
lumpur) sehingga dalam pembuatannya ketika setelah dipanaskan harus disaring
terlebih dahulu agar bebas dari MnO2 ini. Jika didalam larutan KMnO 4 masih terdapat
MnO2 maka konsentrasi permanganat seiring berjalannya waktu makin berkurang
(terurai). Oleh karenanya perlu dilakukan standarisasi berkala.

Pada saat titrasi yang melibatkan kalium permanganat sebaiknya digunakan alat gelas
(buret, botol penyimpanan larutan) yang berwarna gelap, karena dikhawatirkan kalium
permanganat yang sedang digunakan, terurai oleh cahaya, sehingga apabila tidak ada
botol ataupun alat gelas yang gelap, sebaiknya digunakan penutup ( bisa berupa
alumunium foil ataupun plastik hitam) untuk membungkus alat gelas bening tersebut
agar kedap cahaya.

Kalium permanganat merupakan oksidator kuat karena memiliki harga potensial


reduksi yang besar yang berarti kalium permanganat sangat mudah direduksi sehingga
memiliki daya oksidasi (sifat oksidator) zat lain yang menjadi lawannya, dengan
mekanisme reaksi;
MnO4- + 8H+ + 5e-

Mn2+ + 4H2O

( Eo= +1,52)

Berdasarkan reaksi, kalium permanganat hanya bersifat oksidator dalam suasana


asam, namun pada suasana basa kalium permanganat ini tidak memiliki daya oksidasi,

melainkan malah mengendap menjadi Mn(OH)2 yang nantinya akan membentuk


MnO2 yang mengendap juga. Oleh karena itu pada saat titrasi penentuan konsentrasi
kalium permanganat harus ditambahkan asam sulfat. Kalium permanganat juga dapat
berfungsi sebagai zat yang memiliki kemampuan sebagai autoindikator, artinya bentuk
teroksidasi dan tereduksi dari kalium permanganat memiliki warna yang berbeda
sehingga pada saat proses titrasi yang melibatkan kalium permanganat tidak perlu
ditambahkan indikator redoks.

Pada saat penentuan konsentrasi kalium permanganat, digunakan asam oksalat


sebagai zat baku primer. Asam oksalat dikatakan zat baku primer dikarenakan asam
oksalat merupakan zat yang stbil, memiliki Mr tinggi dan memiliki kriteria lainnya
sebagai standar primer. Asam oksalat dapat bereaksi dengan kalium permanganat
dengan reaksi:

C2O42-

2CO2 + 2e- (x5)

MnO4- + 8H+ +5e-

Mn2+ + 4H2O (x2)

5C2O42- + 2MnO4-+16 H+

2Mn2+ + 8H2O +10 CO2

Karena asam oksalat merupakan asam organik, asam oksalat bereaksi lambat dengan
kalium permanganat, sehingga dalam proses titrasinya harus dalam keadaan panas,
agar kita lebih mudah melakukan titrasi dan mencegah kesalahan penentuan Titik
Akhir yang diakibatkan oleh lamanya reaksi antara asam oksalat dan kalium
permanganat.

Fungsi penambahan asam sulfat selain untuk mengasamkan larutan pada saat titrasi
asam sulfat juga berperan sebagai pembentuk garam sulfat, karena jika Mn2+ bereaksi
dengan anion

sulfat membentuk larutan MnSO4 yang tidak berwarna, sehingga

produk yang terbentuk (Mn2+) tidak akan mengganggu pengamatan pada saat titik
akhir.
Pembahasan penentuan kadar Besi II (Fe2+)

Sampel yang digunakan adalah sampel garam mohr dengan rumus kimia
(NH4)2Fe(SO4)2 atau sering kita sebut sebagai ferro amonium sulfat, karena besi
sangat mudah di oksidasi menjadi Fe3+ sehingga digunakan larutan kalium
permanganat sebagai standar.

Pada sampel yang digunakan (garam mohr) yang seharusnya berwarna hijau kebiruan,
terdapat warna kuning, ini membuktikan bahwa sebagian besi II dalam garam mohr
tersebut sudah teroksidasi menjadi Besi III, sehingga ketika dilarutkan kedalam labu
ukur pun, warna sampel menjadi lebih kuning semu hijau.

Saat melarutkan sampel Fe2+ tersebut harus ditambahkan asam terlebih dahulu
untuk menghindari Hidrolisis, yaitu reaki logam dengan air menghasilkan sesuatu yang
lemah yang dapat mengendap dengan reaksi :
Fe2+ + H2O

Fe(OH)2 (s)

Jika Fe(OH)2 yang terbentuk, besi II hidroksida tersebut sulit dioksidasi sehingga pada
saat titrasi Fe(OH)2 berbentuk tetap mengendap dan tidak bereaksi dengan kalium
permanganat, dan perhitungan pun menjadi salah (kadar besi II menjadi lebih kecil)

Fungsi penambahan asam sulfat pada saat sebelum titrasi adalah agar suasana
menjadi asam karena kalium permanganat memiliki daya oksidasi yang kuat hanya
dalam suasana asam.

Pada saat titrasi penentuan kadar besi II yang dititrasi adalah hanya besi II dalam
larutan, sehingga tidak perlu ditambahkan SnCl2 sebagai reduktor untuk mereduksi
besi III dalam larutan menjadi besi II. Reaksi yang terjadi pada saat titrasi adalah :
Fe2+

Fe3+ +e- (x5)

MnO4- + 8H+ +5e-

Mn2+ + 4H2O

5Fe2+ + MnO4- + 8H+

Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+

Pada saat titrasi penentuan kadar besi II tidak perlu dilakukan pada suhu panas, karena
reaksi oksidasi pada besi oleh kalium permanganat berlangsung secara cepat. Sehingga
tidak perlu katalis ataupun pemanasan untuk mempercepat reaksi.

Titrasi dilakukan dari mulai tidak berwarna, hingga berwarna pink semu (hampir tidak
terlihat) karena dalam titrasi pada saat Titik Akhir merupakan akibat dari kelebihan
sedikit titran setelah titik ekuifalen, yang merupakan kesalahan titrasi, oleh karena itu
untuk mendapatkan kesalahan yang sesedikit mungkin, maka kelebihan titran juga
harus sesedikit mungkin, yang ditandai dengan perubahan warna dari yang tadinya
tidak berwarna menjadi berwarna rose pucat. Dan perlu diingat bahwa titik ekuifalent
tidak sama dengan titik akhir.

KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini dapat diambil beberapa kesimpulan antara lain :
a. Normalitas larutan Oksalat adalah 0,1002 N
b. Normalitas larutan KMnO4 adalah 0,1046 N
c. Kadar ion Fe2+ dalam garam mohr adalah

DAFTAR PUSTAKA

http://annisanfushie.wordpress.com/2009/05/02/permanganometri (diakses tanggal 06


April 2011)
http://id.wikipedia.org/wiki/permanganometri (diakses tanggal 06 April 2011)
http://id.wikipedia.org/wiki/redoks (diakses tanggal 6 Mei 2010)
http://medicafarma.blogspot.com/2008/04/iodometri-dan-iodimetri.html(diakses
tanggal 06 April 2011)
http://medicafarma.blogspot.com/2008/04/permanganometri.html (diakses tanggal 06
April 2011)
http://wiro-pharmacy.blogspot.com/2009/02/kuliah-iodometri-dan-iodometri.html
(diakses tanggal 06 April 2011)

Anda mungkin juga menyukai