Anda di halaman 1dari 70

LAPORAN TUTORIAL

MODUL 1
BUANG AIR BESAR BERDARAH

TUTOR : dr. Arismawati, M.Sc


KELOMPOK 2
Sriwahyuni
Nur Azizah Arsy E.
Almujazillah
Andi Ilmansyah
Andi Uznul A.
Sitti Putrihutami S.
Nur Aisyah Sinan S.

(K1A1 12 043)
(K1A1 13 115)
(K1A1 14 005)
(K1A1 14 006)
(K1A1 14 007)
(K1A1 14 059)
(K1A1 14 060)

La Ode Muh.Widodo
Nahoya
Resky Syarifuddin
Riswani Sendana
Wa Ode Nafisah
Muhammat Resky

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016

(K1A1 14 061)
(K1A1 14 104)
(K1A1 14 106)
(K1A1 14 107)
(K1A1 14 127)
(K1A1 14 032)

MODUL 2
BUANG AIR BESAR BERDARAH
Skenario 1
Seorang wanita berusia 45 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan
utama berak encer yang disertai darah dan lendir. Keluhan ini dirasakan sejak
beberapa bulan yang lalu. Wanita ini juga mengeluh sakit perut yang sifatnya
hilang timbul dan penurunan berat badan kurang lebih 5 kg dalam satu bulan
terakhir. Ia berusaha mengobati penyakitnya dengan meminum obat anti diare
namun tidak memberikan hasil. Pemeriksaan fisis menunjukkan adanya anemia
dan nyeri perut khususnya pada regio bawah abdomen.
Kata Sulit
1. Berak encer
Berak encer adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk
cairan (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 gram atau 200ml/24 jam.
Kata Kunci
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Wanita
Usia 45 tahun
Berak encer disertai darah dan lendir beberapa bulan yang lalu
Sakit perut yang hilang timbul pada regio bawah abdomen
Penurunan BB kurang lebih 5 kg dalam satu bulan terakhir
Meminum obat anti diare namun tidak memberikan hasil
Anemia

Pertanyaan
1. Jelaskan anatomi, histologi, fisiologi dan biokimia dari saluran pencernaan
2. Sebutkan dan jelaskan penyakit penyakit yang memiliki gejalah buang
air besar berdarah
3. Sebutkan dan jelaskan penyakit penyakit yang membedakan nyeri
abdomen bawah
4. Jelaskan patomekanisme gejalah pada skenario
5. Sebutkan dan jelaskan agen agen obat anti diare
6. Jelaskan langkah langkah penegakan diagnosis
7. Jelaskan diagnosis sementara dan diagnosis banding
8. Jelaskan faktor resiko diagnosis sementara
9. Jelaskan penatalaksanaan dan pencegahan diagnosis sementara
10. Jelaskan prognosis dan komplikasi dari diagnosis sementara

Jawaban
1. Anatomi, histologi, fisiologi dan biokimia dari saluran pencernaan
Anatomi dan Histologi sistem pencernaan
Traktus Gastrointestinal adalah saluran otot fleksibel dari mulut
menuju esofagus, lambung,usus halus, usus besar, dan rektum sampai ke anus.
Saluran yang dilewati oleh makanan dari awal sampai akhir. Ruang
di dalam traktus gastrointestinal disebut dengan lumen, menyambung
terus dari ujung satu ke ujung lainnya. Hanya zat gizi atau zat lain yang
dapat menembus

dinding traktus gastrointestinal yang masuk ke dalam

tubuh semestinya banyak juga zat atau bahan lain yang melewati traktus
gastrointestinal tanpa dicerna atau diabsorpsi.
A. Mulut
Proses pencernaan dimulai dari mulut. Waktu kita mengunyah,
gigi geligi memecah makanan menjadi bagianbagian kecil, sementara
makanan bercampur dengan cairan ludah untuk memudahkan proses
menelan. Proses mengunyah ini sering disebut dengan mastikasi.
Cairan ludah disekresikan oleh tiga pasang kelenjar ludah yang
berlokasi di kepala, dialirkan ke dalam mulut melewati berbagai
saluran. Kelenjar ludah mengeluarkan cairan yang terdiri dari atas
mukus (lendir), garamgaram dan enzim pencernaan yaitu enzim
amilase yang memulai proses pencernaan karbohidrat.
Air

ludah

berupa

mukus

membasahi

makanan

sehingga

memudahkan proses menelan, hingga bolus masuk ke esofagus.


Mukus pada umumnya menjaga agar seluruh permukaan saluran cerna
dalam keadaan basah sehingga memudahkan gerakan makanan serta
melindungi permukaan gigigeligi, mulut, esofagus, dan lambung dari zat
yang berbahaya. Cairan ludah disekresikan oleh tiga pasang kelenjar
ludah yang berlokasi di kepala, dialirkan ke dalam mulut melewati
berbagai saluran. Kelenjar ludah mengeluarkan cairan yang terdiri
dari atas mukus (lendir), garamgaram dan enzim pencernaan yaitu
enzim amilase yang memulai proses pencernaan karbohidrat. Air

ludah berupa mukus membasahi makanan sehingga memudahkan


proses menelan, hingga bolus masuk ke esofagus. Mukus pada
umumnya menjaga agar seluruh permukaan saluran cerna dalam
keadaan

basah

sehingga

memudahkan

gerakan

makanan

serta

melindungi permukaan gigigeligi, mulut, esofagus, dan lambung dari zat


yang berbahaya. Lidah
merasakan
makanan

rasa
di

yang

makanan

dalam

kita

saja,

rongga

gunakan
tetapi

mulut,

bukan

hanya

untuk

juga memindahmindahkan

membantu

mengunyah

dan

menelan. Ketika ditelan, makanan melewati epiglotis, suatu katup


yang mencegah makanan masuk trakea ke paruparu. Makanan yang
ditelan dinamakan bolus.
B. Esofagus
Esofagus orang dewasa diperkirakan memiliki panjang sekitar 25
cm dan memanjang dari posterior orophariynx setinggi kartilago cricoid
sampai di bawah hiatus diafragmatikus, dimana akan memasuki lambung
pada esophagogastric junction. Mukosa esofagus dilapisi oleh epitel
bertingkat skuamosa, dengan keratinisasi belum lengkap dan tebal yang
memberikan perlindungan terhadap abrasi selama bolus makanan yang
ditelan melintas, dan juga terhadap refluks asam lambung.
Esofagus memiliki kontribusi dalam sistem pencernaan sebagai
jalan masuknya bolus ke dalam lambung. Otot dinding esofagus ini
mengontrol proses menelan.
C. Lambung
Lambung adalah organ yang menyerupai kantung yang terletak antara
esofagus dan usus halus. Fungsinya adalah menyimpan, melarutkan,
dan

mencerna makromolekul makanan dan mengatur pengosongan

lambung menuju usus halus. Setelah bolus yang berasal dari esofagus
masuk ke dalam lambung, dinding lambung mengeluarkan sekresi untuk
keperluan pencernaan makanan. Pada pintu lambung ada sfingter

kardiak yang menutup setelah bolus masuk, sehingga makanan tidak


kembali masuk ke esofagus. Bolus dalam lambung bercampur dengan
cairan lambung dan digiling halus menjadi cairan yang dinamakan
kimus (chyme).
Di antara seluruh bagian saluran cerna, lambung mempunyai
dinding paling tebal dan otot paling kuat. Di samping otototot yang
melingkar dan memanjang, lambung mempunyai lapisan otot diagonal
yang secara bergiliran berkontraksi dan mengendor. Sementara ketiga
macam otot ini menekan kimus ke bawah, sfingter pilorus tetap tertutup
rapat untuk mencegah kimus masuk ke dalam duodenum. Akibatnya,
kimus diaduk dan ditekan ke bawah, mengenai sfingter pilorus tetapi
tetap berada di dalam lambung. Sementara itu lambung mengeluarkan
cairan lambung. Bila kimus menjadi cairan halus, sfingter pilorus
membuka sebentar (kirakira tiga kali per menit) dan kimus keluar
sedikit demi sedikit masuk ke duodenum.
Selsel lambung mengeluarkan cairan yang terdiri atas campuran
air, enzimenzim, dan asam klorida (HCl). Asam klorida mempunyai
pH kurang lebih 2 dan berperan dalam melarutkan partikel zat yang
ada dalam makanan. Lingkungan asam di dalam lumen lambung
meningkatkan ionisasi dari molekul polar, terutama protein, sehingga
gulungan protein itu dapat dibuka dan siap untuk dicernakan.
Asam klorida pun berperan dalam mencegah pertumbuhan bakteri
dan membunuh sebagian besar bakteri yang masuk dengan makanan.
Untuk mencegah kerusakan selsel dinding lambung oleh asam klorida
dan enzimenzim pencernaan, selsel tersebut mengeluarkan mukus
(lendir) yang menutupi dinding lambung.
Asam klorida pun berperan dalam mencegah pertumbuhan
bakteri dan membunuh sebagian besar bakteri yang masuk dengan
makanan. Untuk mencegah kerusakan selsel dinding lambung oleh
asam klorida

dan

enzimenzim

pencernaan,

selsel

mengeluarkan mukus (lendir) yang menutupi dinding lambung.

tersebut

Enzimenzim lambung bekerja dengan baik pada cairan dengan


pH kurang atau sama dengan Salah satu enzim lambung adalah yang
dikenal dengan pepsin. Enzim ini memecah (hidrolisis) protein. Enzim
lipase menghidrolisis sebagian kecil lemak. Enzimenzim cairan ludah
yang

ditelan

bersama

bolus tidak dapat bekerja pada cairan asam,

sehingga pencernaan karbohidrat dalam lambung boleh dikatakan berhenti.


Asam klorida menghidrolisis sedikit karbohidrat.
D. Usus Halus
Usus halus memanjang dari pilorus lambung sampai katup iliosekal
dan terbagi menjadi tiga bagian: duodenum, jejunum, dan ileum Pada
bagian atas usus halus, kimus melewati lubang saluran empedu, yang
meneteskan cairan ke dalam usus halus berasal dari dua tempat, yaitu
kantong empedu dan pankreas. Kimus kemudian melalui tiga bagian dari
usus halus tadi yang panjangnya kurang lebih 6 meter Biasanya sebagian
besar kimus yang masuk dari lambung akan dicerna dan diabsorpsi pada
seperempat awal dari usus halus, di duodenum dan jejunum.
Pencernaan karbohidrat, lemak dan protein terutama terjadi di dalam
usus halus. Cairan pankreas mengandung enzimenzim yang berperan
pada ketiga jenis zat energi ini. Selsel dinding usus halus juga
mengeluarkan enzimenzim pencernaan pada permukaannya.
Di samping enzimenzim, cairan pankreas mengandung
bikarbonat

yang

natrium

bersifat basa. Dengan demikian, cairan pankreas

menetralisir kimus yang tadinya bersifat asam, sehingga menjadi netral


atau sedikit basa.
Cairan

empedu dikeluarkan oleh hati secara terusmenerus ke

dalam duodenum, untuk kemudian dikonsentrasikan dan disimpan di


dalam kantung empedu. Cairan empedu berperan sebagai emulsifier
lemak, sehingga menjadi suspensi dalam air. Enzimenzim kemudian
dapat

memecah

komponennya.

suspensi

lemak

tersebut

menjadi

komponen

Sifat

netral

pertumbuhan

cairan

bakteri.

halus
Dalam

dan

usus

besar

keadaan sehat,

memungkinkan

usus

menunjang

kehidupan bakteribakteri yang tidak membahayakan tubuh, bahkan


menguntungkan seperti bakteri yang dapat membentuk vitamin B dan K.
Saluran cerna juga dapat membentuk dan memelihara bahan
baha n yang dapat melindungi tubuh terhadap bahanbahan asing yang
berbahaya dengan membentuk sistem imun atau kekebalan.
Selama proses pencernaan, zatzat energi-karbohidrat, lemak dan
proteindipecah menjadi bentukbentuk dasar dan siap untuk diabsorpsi.
Zatzat gizi lainvitamin, mineral dan airpada umumnya

tidak

dipecah, dan diabsorpsi sebagaimana adanya. Sisasisa yang tidak


dicernakan, seperti serat tidak diabsorpsi dan melewati saluran cerna
dalam bentuk semipadat. Sisasisa ini membantu peristaltik usus. Serat
juga menyerap air untuk feses tidak menjadi keras. Di samping itu
serat menyerap beberapa bagian dari makanan, antara lain: asam
empedu, beberapa mineral, zat aditif, dan bahanbahan tidak berguna
lain.
E. Usus Besar (Kolon)
Usus besar diperkirakan memiliki panjang 11,5 m, memanjang
dari katup iliosekal sampai rektum proximal. Usus besar terdiri dari
cecum, ascending colon, hepatic flexure, transverse colon, splenic
flexure, descending colon, dan sigmoid colon Usus besar, bagian akhir
dari saluran cerna berperan sebagai tempat mengumpulkan sisa
makanan padat, tempat mengabsorpsi air dan mineral tertentu serta
tempat pertumbuhan bakteri Usus besar, bagian akhir dari saluran
cerna berperan sebagai tempat mengumpulkan sisa makanan padat,
tempat mengabsorpsi air dan mineral tertentu serta tempat pertumbuhan
bakteri.
Sisa makanan ditahan dalam kolon hingga dikeluarkan dalam
bentuk feses. Makanan paling lama ditahan di dalam kolon, sering

sampai 24 jam. Karena kontraksi peristaltik dan segmentasi bergerak


lebih lambat dalam kolon, bakteri mendapat kesempatan untuk
berkembang biak. Bakteri mendapat makanan dari sisa makanan yang
ada dalam kolon. Beberapa produk kimia hasil metabolisme bakteri
dapat diserap kembali melalui kolon. Sampai 10% energi yang
diabsorpsi seseorang dapat berasal dari jalur ini.
Bakteri dalam kolon dapat membentuk beberapa jenis vitamin
yang sebagian diabsorpsi oleh tubuh. Sebagian kecil vitamin B dan K
diduga diperoleh melalui absorpsi ini. Di samping itu bakteri kolon
menghasilkan gas sebagai sisa produk metabolisme makanan. Bila
gas ini tertumpuk akan dikeluarkan melalui anus.
Kolon memberi tubuh kesempatan terakhir untuk mengabsorpsi
air serta natrium dan klorida. Bila tidak berhasil akan menimbulkan
diare. Ini hanya terjadi dalam keadaan khusus. Bila sfingter pada
ujung kolon yaitu rektum mengendor (relaksasi), maka sisa akhir
makanan berbentuk semi padat dikeluarkan melalui anus.
Sistem Vaskular
Sistem vaskular atau sistem peredaran darah, merupakan sistem
pembuluh darah tertutup yang memungkinkan darah mengalir secara
terusmenerus dalam bentuk angka delapan dengan jantung di
tengahnya yang berfungsi

sebagai pompa. Sementara bersirkulasi di

dalam sistem ini, darah mengambil dan mengantarkan bahanbahan


tubuh sesuai dengan kebutuhan.
Perjalanan darah melalui sistem pencernaan terjadi sebagai
berikut : Darah dibawa ke system pencernaan oleh arteri, yang
kemudian bercabang menjadi kapiler dan masuk ke semua sel.
Darah meninggalkan sistem pencernaan melalui vena dan masuk ke
hati. Vena ini bercabang kembali menjadi kapiler dan masuk ke
semua sel hati. Darah meninggalkan hati melalui vena dan kembali
ke jantung. Secara ringkas digambarkan sebagai berikut: Dari

jantung melalui arteri ke kapiler (di dalam saluran pencernaan) ke


vena, ke kapiler (di dalam hati) ke vena ke jantung.
Hati berperan sebagai organ utama untuk melaksanakan metabolisme
zatzat gizi. Selain itu juga hati sebagai sistem pertahanan dari zatzat
yang mungkin dapat membahayakan jantung maupun otak. Di dalam
hati zatzat yang dibawa dari saluran cerna disortir, yang berbahaya
dipunahkan.
Sistem Limfe
Sistem limfe merupakan jalur satu arah bagi cairan yang
berasal

dari jaringan tubuh

untuk masuk ke darah. Cairan limfe

bersirkulasi di antara selsel tubuh dan berkumpul di dalam kapiler


kapiler halus. Cairan limfe hampir sama dengan darah, hanya tidak
mengandung sel darah merah atau platelet. Sistem

limfe

tidak

mempunyai pompa. Sebagian besar limfe pada akhirnya berkumpul


ke dalam pipa/duktus besar di belakang hati atau yang disebut duktus
torasikus. Duktus ini berakhir di suatu vena yang membawa limfe ke
jantung. Jadi bahanbahan dari saluran cerna yang masuk ke dalam
pembuluhpembuluh limfe (lemaklemak bentuk besar dan vitamin
larut lemak) melalui vili pada akhirnya masuk sistem peredaran
darah dan beredar melalui arteri, kapiler, dan vena seperti halnya
zatzat gizi lain, akan tetapi tanpa terlebih dahulu masuk ke hati.
Sistem Saraf pada Gastrointestinal
Traktus gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang
disebut sistem saraf enterik. Sistem ini terutama mengatur pergerakan
dan sekresi gastrointestinal.
Sistem enterik terutama terdiri atas dua pleksus, satu pleksus
bagian luar yang terletak di antara lapisan otot longitudinal dan
sirkular, disebut pleksus minterikus atau pleksus Auerbach, dan satu
pleksus bagian dalam, disebut pleksus submukosa atau pleksus
Meissner, yang terletak di dalam submukosa. Pleksus terutama

mengatur

pergerakan

gastrointestinal,

dan

pleksus

submukosa

terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal.


Terdapat hubungan antara seratserat simpatis dan parasimpatis
yang

berhubungan

dengan kedua

pleksus

mienterikus

dan

submukosa. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan


sendirinya,
perangsangan

tidak

bergantung

oleh

sistem

dari

sarafsaraf

parasimpatis

ekstrinsik

ini,

dan simpatis dapat

mengaktifkan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.


Pleksus mienterikus terutama berperan pada pengaturan aktivitas
motorik di sepanjang usus.
Fisiologi dan biokimia
1. Mulut

Langkah pertama dalam proses pencernaan adalah mastikasi atau


mengunyah, motilitas mulut yang melibatkan pengirisan, perobekan,
penggilingan, dan pencampuran makanan oleh gigi. Gigi tertanam kuat di
dan menonjol dari tulang rahang. Bagian gigiyang terlihat dilapisi oleh
email, struktur paling keras di tubuh. Email terbentuk sebelum gigi
tumbuh, oleh sel-sel khusus yang lenyap sewaktu gigi muncul. Selain
mastikasi di mulut juga terjadi proses pencernaan kimiawi oleh liur
(saliva).

Liur mengandung 99,5% H2O dan 0,5% elektrolit dan protein.


Konsentrasi NaCl (garam) liur hanya sepertujuh dari konsentrasinya di
plasma, yang penting dalam mempersepsikan rasa asin. Demikian juga,
diskriminasi rasa manis ditingkatkan oleh tidak adanya glukosa di liur.
Protein liur yang terpenting adalah amilase, mukus, dan lisozim. Proteinprotein ini berperan dalam fungsi saliva sebagai berikut:
a. Liur memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja arnilase liur,
suatu enzim yang menguraikan polisakarida menjadi maltosa, suatu
disakarida yang terdiri dari dua molekul glukosa
b. Liur mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel makanan
sehingga

partikel-partikel

tersebut

menyatu,

serta

menghasilkan

pelumasan oleh adanya mukus yang kental dan licin.


c. Liur memiliki sifat antibakteri melalui efek rangkappertama, dengan
lisozim, suaru enzim yang melisiskan atau menghancurkan bakteri
tertentu dengan merusak dinding sel; dan kedua, dengan membilas bahan
yang mungkin berfungsi sebagai sumber makanan untuk bakteri.
d. Liur berfungsi sebagai bahan pelarut yang merangsang kuncup kecap.
Hanya molekul dalam larutan yang dapat bereaksi dengan reseptor
kuncup kecap.
e. Liur berperan penting dalam higiene mulut dengan membantu menjaga
mulut dan gigi bersih.
f. Liur kaya akan dapar bikarbonat, yang menetralkan asam dalam makanan
serta asam yang dihasilkan oleh bakteri di mulut sehingga karies dentis
dapat dicegah.
2. Faring dan Esophagus
Untuk memindahkan makanan dari mulut menuju esophagus terjadi
proses menelan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Posisi lidah yang menekan langit-langit keras menjaga agar makanan
tidak masuk kembali ke rnulut sewaktu menelan.
b. Uvula terangkat dan menekan bagian belakang tenggorokan, menutup
saluran hidung dari faring sehingga makanan tidak masuk ke hidung.
c. Makan dicegah masuk ke trakea terurama oleh elevasi laring dan
penutupan erat pita suara di pintu masuk laring atau glottis

d. Yang bersangkutan tidak melakukan upaya respirasi ketika saluran napas


secara temporer tertutup sewaktu menelan, karena pusat menelan secara
singkat menghambat pusat pernapasan di dekatnya.
e. Dengan laring dan trakea terrurup, otot-oror faring berkontraksi untuk
mendorong bolus ke dalam esofagus.
Pusat
menelan
memicu
gelombang
peristaltik
primer yang
menyapu
dari pangkal
ke

ujung

esofagus,
mendorong bolus di depannya menelusuri esofagus untuk masuk ke
lambung. Kata peristalsis merujuk kepada kontraksi otot polos sirkular
berbentuk cincin yang bergerak progresif maju, mendorong bolus ke
bagian di depannya yang masih melemas (Gambar 16-6). Gelombang
peristaltik memerlukan waktu sekitar 5 sampai 9 detik unruk mencapai
ujung bawah esofagus. Perambatan gelombang dikontrol oleh pusat
menelan, dengan persarafan melalui saraf vagus.
Jika bolus yang tertelan besar atau lengket, misalnya potongan roti
lapis selai kacang, tidak dapat didorong mencapai lambung oleh
gelombang peristalsis primer, maka bolus yang tertahan tersebut akan
meregangkan esofagus, merangsang reseptor tekanan di dindingnya.
Akibatnya, terjadi pengaktifan gelombang peristaltik kedua yang lebih
kuat, yang diperantarai oleh pleksus saraf intrinsik di tempat peregangan.
Gelombang peristaltik kedua ini tidak melibatkan pusat menelan, dan
yang bersangkutan tidak menyadari kejadiannya. Peregangan esofagus
juga secara refleks meningkatkan sekresi liur. Bolus yang terperangkap
akhirnya terlepas dan bergerak maju melalui kombinasi pelumasan oleh

liur tambahan yang tertelan dan gelombang peristaltik kedua yang kuat.
Peristalsis

esofagus

sedemikian

efektif

sehingga

anda

dapat

menghabiskan sepiring hidangan dalam posisi terbalik dan semua


makanan akan segera terdorong ke dalam lambung.
3. Lambung
Lambung melakukan tiga fungsi utama:
a. Fungsi terpenting lambung adalah menyimpan makanan yang masuk
sampai makanan dapat disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang
sesuai untuk pencernaan dan penyerapan yang optimal.
b. Lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCl) dan enzim yang
memulai pencernaan protein.
c. Melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang tertelan dihaluskan
dan dicampur dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran
cairan kentai yang dikenal sebagai kimus. Isi lambung harus diubah
menjadi kimus sebelum dapat dialirkan ke duodenum.
Setiap hari lambung mensekresikan sekitar 2 liter getah lambung.
Sel-sel yang mengeluarkan getah iambung berada di lapisan dalam
lambung, mukosa lambung, yang dibagi menjadi dua daerah berbeda: (i)
mukosa oksintik, yang melapisi korpus dan fundus; dan (2) daerah
kelenjar pilorus (pylaric gland area,PG-L), yang melapisi antrum.
Permukaan luminal lambung berisi lubang-lubang kecil (foveola) dengan
kantung dalam yang terbentuk oleh pelipatan masuk mukosa lambung.
Bagian pertama dari invaginasi ini disebut foveola gastrica, yang di
dasarnya terletak kelenjar lambung. Berbagai sel sekretorik melapisi
bagian dalam invaginasi ini, sebagian eksokrin dan sebagian endokrin
atau parakrin.

Di dinding foveola gastrica dan kelenjar mukosa oksintik ditemukan


tiga jenis sel sekretorik eksokrin lambung:
a. Sel mukus (mucous) melapisi foveola gastrica dan pintu masuk kelenjar.
Sel-sel ini mengeluarkan mukus encer. (Mucous adalah kata sifat; mucus
adalah kata benda).
b. Bagian lebih dalam di kelenjar lambung dilapisi oleh chief cell dan sel
parietal. Chief cell yang jumlahnya lebih banyak menghasilkan prekursor
enzim pepsinogen.
c. Sel parietal (atau oksintik) mengeluarkan HCI dan faktor irutrinsih
(ohsintik artinya "tajam", gambaran untuk produk sekretorik HCI yang
poten dari sel ini).
Sekresi eksokrin ini semuanya dibebaskan ke dalam lumen lambung.
Secara kolektil, berbagai sekresi ini membentuk getah lambung.

Beberapa sel punca juga ditemukan di foveola gastrica. Sel-sel ini


cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk dari semua sel baru di
mukosa lambung. Sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel
bermigrasi keluar foveola untuk menjadi sel epitel permukaan atau
bermigrasi masuk ke dalam ke kelenjar lambung, tempar sel-sel tersebut
berdiferensiasi menjadi chief cell atau sel parietal. Melalui aktivitas ini,
keseluruhan mukosa lambung diganti setiap sekitar tiga hari. Pertukaran
yang sering ini merupakan hal penting karena isi lambung yang sangat
asam menyebabkan sel-sel mukosa mengalami aus dan mudah rusak.

Meskipun

HCI

sebenarnya

tidak

mencerna

apapun

(yaitu,

tidak

menguraikan
kimiawi
narnun

ikatan
nutrien),

zat

melakukan

ini
fungsi-

fungsi spesifik yang


membantu
pencernaan:
a. Mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif, pepsin,
dan membentuk medium asam yang optimal bagi aktiviras pepsin.
b. Membantu memecahkan jaringan ikat dan serat otor, mengurangi ukuran
partikel makanan besar menjadi lebih kecil.
c. Menyebabkan denaturasi protein yaitu, menguraikan bentuk final protein
yang berupa gulungan (pelipatan) sehingga ikatan peptida lebih terpajan
ke enzim.
d. Bersama lisozim liur, mematikan sebagian besar mikroorganisme yang
tertelan bersama makanan, meskipun sebagian tetap lolos dan terus
tumbuh dan berkembang di usus besar
Faktor intrinsik, produk sekretorik lain sel parietal selain HCl,
penting dalam penyerapan vitamin B12. Vitamin ini hanya dapat diserap
jika berikatan dengan faktor intrinsik. Pengikatan kompleks faktor
intrinsik-vitamin B12 dengan reseptor khusus yang hanya terdapat di
ileum terminal, bagian terakhir usus halus, memicu endositosis (yang
diperantarai oleh reseptor) kompleks ini di lokasi tersebut. Vitamin B12
esensial untuk pembentukan normal sel darah merah.
4. Pankreas dan empedu

Seperti

pepsinogen,

enzim-enzim

pankreas

disimpan di dalarn granula


zimogen

setelah

diproduksi,

kemudian

dilepaskan

dengan

eksositosis

sesuai

kebutuhan. Enzim-enzim pankreas ini penting karena hampir mencerna


makanan secara sempurna tanpa adanya sekresi pencernaan lain. Sel-sel
asinus mer-rgeluarkan tiga jenis enzim pankreas yang mampu men, cerna
ketiga kategori makanan:
a. Enzim proteolitik untuk pencernaan protein
Tiga

enzim

proteolitik

utama

pankreas

adalah

nipsinogen,

kimotripsinogen, dan pro karbo ksipeptidase, yang masing-masing


disekresikan dalam bentuk inaktif. Setelah tripsinogen disekresikan ke
dalam lumen duodenum, bahan ini diaktifkan menjadi bentuk aktifnya
yaitu tripsin oleh enterokinase (juga dikenal sebagai enteropeptidase),
suatu enzim yang terbenam di membran luminal sel-sel yang melapisi
mukosa duodenum. Tiipsin kemudian secara otokatalisis mengaktifkan
lebih banyak tripsinogen. Seperti pepsinogen, tripsinogen harus tetap
inaktif di dalam pankreas untuk mencegah enzim proteolitik ini mencerna
protein sel tempat ia terbentuk. Karena itu, tripsinogen retap inaktif
sampai zat ini mencapai lumen duodenum, di mana enterokinase memicu
proses pengaktifan, yang kemudian berlanjut secara otokatalitis.
b. Amilase pankreas untuk pencernaan karbohidrat
Seperti amilase liur, amilase pankreas berperan dalam pencernaan
karbohidrat dengan mengubah polisakarida menjadi disakarida maltosa.
Amilase disekresikan dalam getah pankreas dalam bentuk aktif, karena
amilase aktif tidak membahayakan sel sekretorik. Sel-sel ini tidak
mengandung polisakarida.
c. Lipase pankreas untuk mencerna lemak

Lipase pankreas sangat penting karena merupakan satusatunya enzim


di seluruh saluran cerna yang dapat mencerna lemak. (Pada manusia,
lipase dalam jumlah tak bermakna disekresikan di liur dan getah
lambung). Lipase pankreas menghidrolisis trigliserida makanan menjadi
monogliserida dan asam lemak bebas, yaitu satuan lemak yang dapat
diserap. Seperti amilase, lipase disekresikan dalam bentuk aktif karena
tidak ada risiko pencernaan diri oleh lipase. Trigliserida bukan komponen
struktural sel pankreas.
Caram empedu membantu pencernaan Iemak melalui efek
deterjennya (emulsifikasi) dan mempermudah penyerapan lemak dengan
ikut serta dalam pembentukan misel (micelle). Dalam mengemulsikan
lemak dikenal istilah efek deterjen. Istilah efek deterjen merujuk kepada
kemampuan garam empedu untuk mengubah globulus (gumpalan) lemak
besar menjadi emulsi lemak yang terdiri dari banyak tetesan/butiran
lemak dengan garis tengah masing-masing I mm yang membentuk
suspensi di dalam kimus cair sehingga luas permukaan yang tersedia
untuk tempat lipase pankreas bekerja bertambah. Gumpalan lemak,
berapapun ukurannya, terutama terdiri dari molekul trigliserida yang
belum tercerna. Untuk mencerna iemak, lipase harus berkontak langsung
dengan molekul trigliserida. Karena tidak larut dalam air maka
trigliserida cenderung menggumpal menjadi butir-butir besar dalam
lingkungan usus halus yang banyak mengandung air. Jika garam empedu
tidak mengemulsifikasi gumpalan besar lemak ini, maka lipase dapat
bekerja hanya pada permukaan gumpalan besar tersebut dan pencernaan
lemak akan sangat lama.
Caram empedu-bersama dengan kolesterol dan lesitin, yang juga
merupakan konstituen empedu-berperan penting dalam mempermudah
penyerapan lemak melalui pembenrukan misel. Seperti garam empedu,
lesitin memiliki bagian yang larut lemak dan bagian yang larut air,
semenrara kolesterol hampir sama sekali tak larut dalam air. Daiam suatu
misel, garam empedu dan lesitin bergumpal dalam kelompokkelompok

kecil dengan bagian larut lemak menyatu di bagian tengah membentuk


inti hidrofobik ("takut air"), sementara bagian larut air membentuk
selubung hidrofilik ("senang air") di sebelah luar (Gambar 16-18).
Sebuah misel memiliki garis tengah 4 sampai 7 nm, sekitar sepersejuta
ukuran emulsi butiran lemak. Misel, karena larut dalam air berkat
selubung hidrofiliknya, dapat melarutkan bahan tak larut air (dan
karenanya larut lemak) di bagian tengahnya. Karena itu misel merupakan
wadah yang dapat digunakan untuk mengangkut bahan-baharr tak larut
air melalui isi lumen yang cair. Bahan larut lemak terpenting yang
diangkut di dalam misel adalah produk-produk pencernaan lemak
(monogliserida dan asam lemak bebas) serta vitamin larut lemak, yang
semuanya diangkut ke tempat penyerapannya dengan cara ini. Jika tidak
menumpang di dalam misel yang larut air ini, berbagai nutrien ini akan
mengapung di permukaan kimus (seperti minyak terapung di atas air),
dan tidak pernah mencapai permukaan absorptif usus halus.
Selain itu, kolesterol, suatu bahan yang sangar ridak larut air, larut
dalam inti hidrofobik misel. Mekanisme ini penting dalam homeostasis
kolesterol. Jumlah kolesterol yang dapat diangkut dalam bentuk misel
bergantung pada jumlah relatif garam empedu dan lesitin dibandingkan
dengan kolesterol.
5. Usus Halus
Usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan penyerapan
berlangsung. Tidak terjadi pencernaan lebih lanjut setelah isi lumen
mengalir melewati usus halus, dan tidak terjadi penyerapan nutrien lebih
ianjut, meskipun usus besar menyerap sejumlah kecil garam dan air. Usus
halus terletak bergelung di dalam rongga abdomen, terbentang antara
lambung

dan

usus

besar.

Usus

halus

dibagi

menjadi

tiga

segmenduodenum, jejunum, dan ileum.


Seperti biasa, kita akan membahas motilitas, sekresi, pencernaan,
dan penyerapan di usus halus, dalam urutan tersebut. Motilitas usus halus
mencakup segmentasi dan migrating motility complex.
Pencernaan di lumen usus halus dilakukan oleh enzim-enzim
pankreas, dengan pencernaan lemak ditingkatkan oleh sekresi empedu.

Akibat aktivitas enzim-enzim pankreas, lemak direduksi secara sempurna


menjadi unit-unit monogliserida dan asam lemak bebas yang dapat
diserap, protein diuraikan menjadi fragmen-fragmen peptida kecil dan
beberapa asam amino, dan karbohidrat diubah menjadi disakarida dan
beberapa monosakarida. Karena itu, pencernaan lemak telah selesai di
dalam lumen usus halus, tetapi pencernaan karbohidrat dan protein belum
tuntas.
Di permukaan luminai sel-sel epitel usus halus terdapat tonjolantonjolan khusus seperti rambut, mikrovilus, yang membentuk brush
border. Membran piasma brush border mengandung tiga kategori enzim
yang melekat ke membran:
a. Enterokinase, yang mengaktifkan enzim pankreas tripsinogen.
b. Disakaridase (maltase, sukrase, dan laktase), yang menuntaskan
pencernaan karbohidrat dengan menghidrolisis disakarida yang tersisa
(masing-masing maltosa, sukrosa, dan laktosa) menjadi monosakarida
konstituennya.
c. Aminopeptidase, yang menghidrolisis fragmen-fragmen peptida kecil
menjadi komponen-komponen asam aminonya sehingga pencernaan
protein selesai.
Semua produk pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein, serta
sebagian besar elektrolit, vitamin, dan air, normalnya diserap oieh usus
halus tanpa pandang bulu. Hanya penyerapan kalsium dan besi yang
biasanya disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Karena itu, semakin
banyak makanan yang dikonsumsi, semakin banyak yang akan dicerna
dan diserap, seperti yang telah dirasakan oleh orang-orang yang berupaya
keras mengontrol berat badan mereka.
Sebagian besar penyerapan terjadi di duodenum dan jejunum; hanya
sedikit yang terjadi di ileum, bukan karena ileum tidak memiliki
kemampuan menyerap tetapi karena sebagian besar penyerapan telah
diselesaikan sebelum isi usus mencapai ileum. Usus halus memiliki
kapasitas absorptif cadangan yang besar. Sekitar 50% usus halus dapat
diangkat

tanpa

banyak

mengganggu

penyerapan-dengan

satu

pengecualian. Jika ileum terminal diangkut maka penyerapan vitamin

B12 dan garam empedu akan terganggu, karena mekanisme transpor


khusus untuk kedua bahan ini hanya terdapat di bagian ini. Semua bahan
lain dapat diserap di seluruh panjang usus halus.
Mukosa yang melapisi bagian dalam usus halus telah beradaptasi
sangar baik untuk fungsi absorptifnya karena dua alasan: (1) mukosa ini
memiliki luas permukaan yang sangar besat dan (2) sel-sel epitel di
lapisan ini memiliki beragam mekanisme transpor khusus.
a. Penyerapan karbohidrat
Karbohidrat makanan dicerna di usus halus untuk diserap terutarna
dalam bentuk disakarida maltosa (produk pencernaan polisakarida),
sukrosa, dan laktosa. Disakaridase yang terletak di membran brush
border
epitel

sel
usus

meneruskan
penguraian
disakarida ini
menjadi unitunit

monosakarida yang dapat diserap yaitu glukosa, galaktosa, dan fruktosa.

Glukosa dan galaktosa diserap oleh transpor aktif sekunder, di mana


pembawa kotranspor di membran luminal memindahkan monosakarida
dan Na+ dari lumen ke dalam interior sel usus. Bekerjanya pembawa
kotranspor ini, yang tidak secara langsung menggunakan energi,
bergantung pada gradien konsentrasi Nat yang tercipta oleh pompa Na +,
K+ basolateral yang menggdnakan energi. Glukosa (atau galaktosa),
setelah dipekatkan di sel oleh pembawa kotranspor, meninggalkan sel
menuruni gradien konsentrasi melalui pembawa pasif di membran
basolateral untuk masuk ke darah di dalam vilus. Selain terjadi
penyerapan glukosa melalui sel oleh pembawa kotranspor, terdapat bukti
bahwa cukup banyak glukosa melintasi sawar epitel melalui raut erar
yang bocor di antara sel-sel epitel. Fruktosa diserap ke dalam darah
hanya dengan difusi terfasilitasi (transpor pasif yang diperantarai oleh
pembawa,
b. Penyerapan protein
Baik protein yang dicerna (dari makanan) maupun protein endogen (di
dalam tubuh) yang masuk ke lumen saluran cerna dari tiga sumber
berikut dicerna dan diserap:
1. Enzim pencernaan, yang semuanya adalah protein, yang disekresikan ke
dalam lumen.
2. Protein di dalam sel yang terdorong hingga lepas dari vilus ke dalam
lumen selama proses pertukaran mukosa.
3. Sejumlah kecil protein plasma yang normalnya bocor dari kapiler ke
dalam lumen saluran cerna.
Sekitar 20 sampai 40 g protein endogen masuk ke lumen setiap hari
dari ketiga sumber ini. Jumlah ini dapat berjumlah lebih dari jumlah
protein yang berasal dari makanan. Semua protein endogen harus dicerna
dan diserap bersama dengan protein makanan unruk mencegah
terkurasnya simpanan protein tubuh. Asam-asam amino yang diserap dari
protein makanan dan endogen rerutama digunakan untuk membentuk
proiein baru di tubuh.
Protein yang disajikan ke usus halus untuk diserap terutama berada
dalam bentuk asam amino dan beberapa potongan kecil peptida. Asam

amino diserap menembus sel usus oleh transpor aktif sekunder, serupa
dengan penyerapan glukosa dan galaktosa. Karena itu, glukosa,
galaktosa, dan asam amino semuanya mendapar "rumpangan gratis"
untuk masuk dari transpor Na- yang membutuhkan energi. Peptida kecil
memperoleh jalan masuk melalui pembawa yang berbeda dan diuraikan
menjadi asam-asam amino konstituennya oleh aminopeptidase di
membran

brush

border

atau

oleh

peptidase

intrasel.

Seperti

monosakarida, asam amino masuk ke anyaman kapiler di dalam vilus.


c. Penyerapan lemak
Penyerapan lemak cukup berbeda dari penyerapan karbohidrat dan
protein, karena sifat tidak larutnya lemak dalam air mer.rimbulkan
masalah rerrentu. Lemak harus dipindahkan dari kimus cair melalui
larutan cairan tubuh, meskipun lemak tidak larut air. Karena itu, lemak
harus menjalani serangkaian transformsi fisik dan kimiawi untuk
mengatasi masalah ini selama pencernaan dan penyerapannya.
Garam-garam empedu secara terus-menerus mengulangi fungsi
melarutkan lemak di sepanjang usus halus sampai semua lemak terserap.
Kemudian garam-garam empedu itu sendiri direabsorpsi di ileum
terminal oleh transpor aktif khusus. Ini adalah suaru proses yang efisien,
karena garam empedu dalam jumlah relatif sedikit sudah dapat
mempermudah pencernaan dan penyerapan lemak dalam jumlah besar,
dengan setiap garam empedu melakukan fungsi pengangkutnya berulangulang sebelum akhirnya direabsorpsi.

Penyerapan atau transfer sebenarnya monogliserida dan asam lemak


bebas dari kimus menembus membran luminal sel epitel usus adalah
suatu proses pasif,, karena produk-produk akhir lemak yang larut lemak
hanya larut dan melewati bagian lemak membran. Namun, keseluruhan
rangkaian kejadian yang diperlukan untuk absorpsi lemak memerlukan
energi. Sebagai contoh, garam empedu disekresikan secara aktif oleh
hati, dan resinstesis trigliserida dan pembentukan kilomikron di dalam sel
epitel adalah proses yang aktif.
d. Penyerapan vitamin
Vitamin larut air terutama diserap secara pasif bersama air,
sedangkan vitamin larut lemak dibawa dalam misel dan diserap secara
pasif bersama produk-produk akhir pencernaan lemak. Sebagian vitamin
juga dapat diserap oleh pembawa, jika diperlukan. Vitamin B12 bersifat
unik yaitu bahwa bahan ini harus berikatan dengan faktor intrinsik

lambung agar dapat diserap melalui proses endositosis yang diperantarai


oleh reseptor di ileum terminal.
e. Penyerapan zat besi
Besi secara aktif dipindahkan dari lumen ke dalam sel epitel, dengan

wanita memiliki tempat transpor aktif sekitar empat kali lebih banyak
daripada pria. Tingkat penyerapan besi yang masuk oleh sel epitel
bergantung pada jenis besi yang dikonsumsi (besi fero, Fe2+, lebih mudah
diserap daripada besi feri, Fe3+). Juga, adanya bahan lain di lumen dapat
meningkatkan atau menghambat penyerapan besi. Sebagai contoh,
vitamin C meningkatkan penyerapan besi, terutama dengan mereduksi
besi feri menjadi fero. Fosfat dan oksalat, sebaliknya, berikatan dengan
besi yang masuk untuk membentuk garam besi tak larut yang tidak dapat
diserap.

f. Penyerapan kalsium
Jumlah kalsium (Ca2+) yang diserap juga diatur. Penyerapan Ca2+
sebagian dilakukan oleh difusi pasif tetapi umumnya dengan transpor
aktif, Vitamin D sangat meningkatkan transpor aktif ini. Vitamin D
melaksanakan efek ini hanya setelah ia diaktifkan di hati dan ginjal, suatu
proses yang didorong oleh hormon paratiroid. Karena itu, sekresi hormon
paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan konsentrasi
Ca2+ dalam darah. Dalam keadaan normal, sekitar 1000 mg Ca2+
dikonsumsi setiap hari namun hanya dua pertiga diserap di usus halus
dan sisanya keluar melalui tinja.
6. Usus besar
Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum. Sekum
membentuk kantung buntu di bawah pertemuan antara usus halus dan
usus besar di katup ileosekum. Tonjolan kecil seperti jari di dasar sekum
adalah apendiks, suatu jaringan limfoid yang mengandung limfosit (lihat
h. 448). Kolon, yang membentuk sebagian besar usus besar, tidak
bergelung seperti usus halus tetapi terdiri dari tiga bagian yang relatif
lurus - kolon asendens, kolon trans' uersum, dan kolon desendens. Bagian
terakhir kolon desendens membentuk huruf S, membentuk kolon sigmoid
(sigmoid artinya "berbentuk S"), kemudian lurus untuk membentuk
rektum (rektum artinya "lurus").
Kolon normalnya menerima sekitar 500 ml kimus dari usus halus per
hari. Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah
diselesaikan di usus halus maka isi yang disalurkan ke kolon terdiri dari
residu makanan yang tak tercerna (misalnya selulosa), komponen
empedu yang tidak diserap, dan cairan. Kolon mengekstraksi H 2O dan
garam dari isi lumennya. Apa yang tertinggal dan akan dikeluarkan
disebut feses (tinja). Fungsi utama usus besar adalah untuk menyimpan
tinja sebelum defekasi. Selulosa dan bahan lain yang tak tercerna di
dalam diet membentuk sebagian besar massa dan karenanya membantu
mempertahankan keteraturan buang air.
Ketika gerakan massa di kolon mendorong tinja ke dalam rektum,
peregangan yang terjadi di rektum merangsang reseptor regang di

dinding rektum, memicu refleks defekasi. Refleks ini menyebabkan


sffngter ani internus (yaitu otot polos) melemas dan rektum dan kolon
sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sffngter ani eksternus (yaitu otot
rangka) juga melemas maka terjadi defekasi. Karena otot rangka, sfingter
ani eksternus berada di bawah kontrol volunter. Peregangan awal dinding
rektum disertai oleh timbulnya rasa ingin buang air besar. Jika keadaan
tidak memungkinkan defekasi maka pengencangan sfingter ani eksternus
secara sengaja dapat mencegah defekasi meskipun refleks defekasi telah
aktif. Jika defekasi ditunda maka dinding rektum yang semuia teregang
secara perlahan melemas, dan keinginan untuk buang air besar mereda
sampai gerakan massa berikutnya mendorong lebih banyak tinja ke
dalam rektum dan kembali meregangkan rektum sema memicu refleks
defekasi. Selama periode inaktivitas, kedua sfingter tetap berkontraksi
untuk menjamin kontinensia tinja.
Jika defekasi terjadi maka biasanya dibantu oleh gerakan mengejan
volunter yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa
dengan glotis tertutup secara bersamaan. Tindakan ini sangat
meningkatkan tekanan intraabdomen, yang membantu mendorong tinja.
Jika defekasi ditunda terlalu lama maka dapat terjadi konstipasi
(sembelit). Ketika isi kolon tertahan lebih lama daripada normal maka
H2O yang diserap dari tinja meningkat sehingga tinja menjadi kering dan
keras. Variasi normal frekuensi defekasi di antara individu berkisar dari
setiap makan hingga sekali seminggu. Ketika frekuensi berkurang
melebihi apa yang normal bagi yang bersangkutan maka dapat terjadi
konstipasi berikut gejala-gejala terkaitnya. Gejala-gejala ini mencakup
rasa tidak nyaman di abdomen, nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu
makan yang kadang disertai mual, dan depresi mental. Berbeda dari
anggapan umum, gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh toksin yang
diserap dari bahan tinja yang tertahan. Meskipun me tabolisme bakteri
menghasilkan bahan- bahdn yang mungkin toksik di kolon namun bahanbahan ini normalnya mengalir melalui sistem porta dan disingkirkan oleh
hati sebelum dapat mencapai sirkulasi sistemik. Gejala-gejala yang

berkaitan dengan konstipasi disebabkan oleh distensi berkepanjangan


usus besar, terutama rektum; gejala segera hilang setelah peregangan
mereda.
2. Penyakit-penyakit yang memiliki gejala buang air besar berdarah yaitu :
a. Hemoroid
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pada pembuluh vena
didaerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Gejala dari
hemoroid yaitu buang air besar sakit dan sulit, dubur terasa panas, serta
adanya benjolan di dubur, perdarahan melalui dubur, dan lain-lain.
b. Fisura ani (fisura in ano)
Fisura ani merupakan retakan pada dinding anus yang disebabkan oleh
peregangan akibat lewatnya fases yang keras, sehingga sering disebabkan
oleh kontipasi.diare dan trauma lahir juga menimbulkan fisura ani. Gejala :
nyeri terbakar hebat setelah defekasi dan gerakan usus biasanya diikuti oleh
sedikit darah merah cerah.
c.

IBD (Inflamatory Bowel Disease)


IBD adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan
penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. IBD dibagi
menjadi 3 yaitu colitis ulseratif (KU, ulcerative colitis), penyakit crohn (PC,
crohns disease), bila sulit membedakan keduanya maka dimasukkan dalam
kategori interminate colitis. Hal ini untuk membedakan dengan penyakit
inflamasi usus lainnya yang telah diketahui penyebabnya seperti infeksi,
iskemia dan radiasi. Gejala klinis : diare kronik yang disertai/tanpa darah
dan nyeri perut merupakan manifestasi klinis IBD yang paling umum
dengan beberapa manifestasi ekstra intestinal seperti arthritis, ulveitis,
pioderma gangrenosum, eritema nodosum dan kolangitis.

d. Penyakit divertikular
Penyakit divertikular merupakan suatu kelainan, dimana terjadi herniasi
mukosa/submukosa dan hanya dilapisi oleh tunika serosa pada lokasi
dinding kolon yang lemah yaitu tempat dimana vase rekta menembus

dinding kolon. Gejala : penyakit divertikular pada umumnya tidak


memberikan gejala klinik pada 70-75% pasien apabila timbul diverticulitis
(15-25%) dengan komplikasinya, akan menimbulkan nyeri perut pada
kuadran

kiri bawah, demam dan leukositosis yang merupakan gejala

penting walaupun tidak spesifik.Pada diverticulitis dapat terjadi inflamasi


dalam berbagai tingkat, mulai dari inflamasi local subklinis sampai terjadi
peritonitis generalisata akibat perforasi sebagai komplikasi : dapat terjadi
pada 25% kasus berupa plegmon, abses, perdarahan, perforasi berupa
mikro/makro perforasi, obstruksi usus/fistula.
e. Penyakit crohn
Penyakit crohn merupakan gangguan peradangan yang terus menerus
dan

melibatkan

semua

lokasi

pada

traktus

digestivus

(traktus

gastrointestinalis) dari mulut-anus. Akan tetapi umumnya terutama


mengenai bagian akhir usus halus, yakni ileum sehingga sering juga disebut
sebagai ileitis/enteritis. Gejala dan tanda yang paling umum pada PC adalah
nyeri perut bawah kanan dan diare. Hal ini sering kali diikuti oleh
perdarahan rectum, penurunan berat badan, arthritis, ruam kulit, kadangkadang disertai demam.
f. Kolitis iskemik
Kolitis iskemik adalah suatu kondisi vascular karena tidak adekuatnya
aliran darah dalam kolon yang menyebabkan peradangan kolon, yang dapat
menimbulkan kesakitan maupun kematian. Gejala klisis : sebagian besar
pasien datang karena nyeri perut dengan awitan akut, seperti kram ringan
dan nyeri diatas daerah usus yang terkena. Umumnya keluhan ini disertai
rasa ingin BAB bercampur darah warna merah segar/merah maroon.
g. Kolotis amebic (amebiasis kolon)
Merupakan peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba
histolytica. Gejala klinis penyakit ini sangat bervariasi mulai dari
asimtomatik sampai berat dengan gejala klinis menyerupai kolistisitis
ulseratif. Beberapa jenis keadaan klinis pasien :

a. Carrier (cyst passer) : amoeba tidak mengadakan invasi ke dinding usus,


tanpa gejala atau hanya keluhan ringan seperti kembung, flatulensi,
obstipasi, kadang-kadan diare. 90 % pasien sembuh sendiri dalam waktu 1
tahun dan 10 % berkembang menjadi kolitis ameba
b. Disentri ameba ringan : kembung, nyeri perut ringan, demam ringan, diare
ringan dengan tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lender, keadaan
umum pasien baik
c. Disentri ameba sedang : kram perut, demam, badan lemah, hepatomegali
dengan nyeri spontan
d. Disentri ameba berat : diare disertai banyak darah, demam tinggi, mual,
anemia
e. Disentri ameba kronik : gejala menyerupai disentri ameba ringan, diselingi
dengan periode normal tanpa gejala, berlangsung berbulan-bulan sampai
bertahun-tahun, neurasthenia, serangan diare biasanya timbul karena
kelelahan, demam atau makanan yang sukar dicerna
h. Karsinoma kolon dan rektum
Kolon (termasuk rectum) merupakan tempat keganasan saluran cerna
yang paling sering. Gejala kanker usus besar yang paling sering adalah
perubahan kebiasaan defekasi, perdarahan nyeri, anemia, anoreksia, dan
penurunan berat badan. Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai
dengan letak kanker dan sering dibagi menjadi kanker yang mengenai
bagian kanan dan kiri usus besar.
Karsinoma kolon kiri dan rectum cenderung menyebabkan perubahan
defekasi akibat iritasi dan respons reflex. Sering terjadi diare, nyeri mirip
kejang, dan kembung. Lesi pada kolon kiri cenderung melingkar, sehingga
sering menimbulkan gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk
pita. Baik mucus maupun darah segar sering terlihat pada feses. Dapat
terjadi anemia akibat kehilangan darah kronis. Pertumbuhan pada sigmoid
atau rectum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe, atau vena,
menimbulkan gejala pada tungkai atau perineum. Hemoroid, nyeri pinggang

bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat timbul akibat
tekanan pada struktur tersebut.
Karsinoma kolon kanan (isi kolon berupa cairan) cenderung tetap
tersamar hingga lanjut sekali. Dapat terjadi obstruksi karena lumen usus
lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi
dan darah bersifat samar dan hanya dapat dideteksi dengan uji guaiak (uji
sederhana yang dapat dilakukan diklinik)
i. Polip kolon
Polip kolon dalam klinik dipakai untuk menggambarkan tiap kelainan
yang jelas (any circumscribed lesion), yang menonjol diatas permukaan
mukosa yang mengelilinginya. Gejala : umumnya asimtomatik, umumnya
yang ditemukan adalah perdarahan rektum, gejala lain yang ditemukan
berupa diare/konstipasi dengan penurunan jumlah fases. Perdarahan kronik
menyebabkan terjadinya anemia defisiensi besi.
j. Kolitis ulseratif
Kolitis ulseratif adalah peradangan kolon nonspesifik yang umumnya
berlangsung lama disertai masa remisi dan eksarbasi yang berganti-ganti.
Gejala : nyeri abdomen, diare dan perdarahan rektum.
k. Disentri basiler (shigelosis)
Merupakan infeksi akut ileum terminalis dan kolon yang disebabkan oleh
bakteri genus shigella. Gejala klinis : masa tunas berkisar antara 7 jam
sampai 7 hari. Pada dasarnya gejala klinis shigeleosis bervariasi lama gejala
rerata 7 hari pada orang dewasa, namun dapat berlangsung sampai 4
minggu. Jika tidak diobati dengan baik dan berlangsung lama maka
gejalanya menyerupai kolitis ulserosa. Pada fase awal pasien nyeri perut
bawah, rasa panas rektal, diare, demam mencapai 40 derajat C, selanjutnya
diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus
dan nafsu makan menurun. Pada anak didapatkan demam tinggi
dengan/tanpa kejang, delirium, nyeri kepala, kaku kuduk, dan letargi.
l. Tukak peptik

Tukak peptic adalah suatu keadaan dimana terjadi defek mukosa berbatas
tegas yang dapat menembus hingga ke muskularis mukosa. Gejala dari
penyakit ini mempunyai berbagai tampilan klinis mulai dari asimtomatik
sampai komplikasi berat seperti perdarahan. Nyeri epigastrium merupakan
gejala paling dominan, umumnya nyeri bersifat episodik dengan periode
eksaserbasi selama beberapa minggu yang diikuti dengan periode remisi
selama beberapa minggu. Nyeri timbul 2-3 jam setelah makan dan
membangunkan penderita dari tidurnya dimalam hari. Nyeri berkurang
dengan makan, minum susu atau antasida.
Perubahan pola nyeri dan timbulnya gejala-gejala baru perlu diwaspadai.
Nyeri yang menjalar kepunggung dapat merupakan gejala timbulnya
penetrasi posterior. Rasa kembung, mual, muntah beberapa jam setelah
makan dapat merupakan gejala obstruksi pada outlet gaster. Hematemesia
dan melena menunjukkan adanya komplikasi berat.
m. Kanker gaster
Penyebab utama kanker gaster adalah bakteri H. pylori. Infeksi H. pylori
menginduksi terjadinya inflamasi kronis yang bersifat karsinogenik karena
meningkatnya stress oksidatif, pembentukan radikal bebas, sitokin
proinflamasi, pengantian sel dan potensial terjadinyaperbaikan DNA yang
tidak sempurna. Infeksi H. pylori akan berkembang menjadi ulkus gaster,
gastritis atrofi dan perubahan metaplastik pada mukosa.
Diagnosis berdasarkan gejala klinik sulit dilakukan karena sebagian besar
asimtomatik atau berjalan tidak spesifik. Gejala yang umum ditemukan
adalah penurunan nafsu makan, rasa tidak nyaman diperut, penurunan berat
badan, mudah lelah (karena anemia), mual, muntah dan melena.
3. Penyakit penyakit yang memiliki gejala perut regio bawah abdomen yaitu :
1. Kuadran kanan bawah :
a. Apendisitis kronis
Apendisitis kronis adalah suatu gangguan yang terjadi pada apendiks
(umbai cacing) yang disebabkan oleh infeksi bakteri sehingga menyebabkan
peradangan. Apendisitis kronis merupakan lanjutan dari apendisitis akut.

Diagnostik apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika semua syarat


berikut terpenuhi : riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua
minggu, terbukti terjadi radang kronik apendiks baik secara makroskopik
maupun mikroskopik, dan keluhan menghilang pascaapendektomi.
b. Divertikulitis
Divertikulitis adalah radang akut dalam divertikel tanpa atau dengan
perforasi. Biasanya radang disebabkan oleh retensi feses di dalamnya.
c. Regional enteritis (penyakit crohn)
Regional enteritis adalah gangguan peradangan yang terus menerus dan
melibatkan semua lokasi pada traktus digestivus (traktus gastrointestinalis)
dari mulut-anus. Akan tetapi umumnya terutama mengenai bagian akhir
usus halus, yakni ileum sehingga sering juga disebut sebagai ileitis/enteritis.
d. Batu ginjal/ureter
Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal dan
mengandung komponen Kristal serta matriks organic. Lokasi batu ginjal
dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di
ureter atau di kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung batu
kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat atau kalsium fosfat, secara bersama
dapat dijumpai sampai 65-85% dari jumlah keseluruhan batu ginjal.
e. PID (Pelvic Inflammatory Disease)
PID atau disebut juga dengan adneksitis atau salpingoooforitis adalah
suatu infeksi asendens melalui uterus ke tuba fallopius yang dapat masuk ke
rongga peritoneum dan meluas ke jaringan sekitarnya.
f. Endometriosis
Endometriosis yaitu terdapatnya jaringan endometrium fungsional di luar
kavum uterus. Dapat di temukan di ovarium, peritoneum, di perut bagian
bawah dan di tempat lainnya. Gejala dan tanda paling sering yaitu
menoragia, dismenorea dan uterus yang makin membesar. Kadang terdapat
metroragia, dispareunia dan rasa bearat di perut bawah, terutama pada masa
prahaid. Gejala yang menonjol yaitu nyeri pada waktu haid yang berpusat di
lokasi endometriosis.

g. Endometritis
Endometritis adalah infeksi pada endometrium (lapisan dalam rahim).
Infeksi ini dapat terjadi sebagai kelanjutan infeksi pada serviks atau infeksi
tersendiri dan terdapat benda asing di dalam rahim.
h. Hernia
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Berdasarkan terjadinnya, hernia di
bagi atas hernia bawaan/congenital dan hernia dapatan/akuisita (di dapat).
Berdasarkan letaknya, hernia di beri nama sesuai dengan lokasi anatominya,
seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis, femoralis, dll.
2. Kuadran kiri bawah :
a. Diventrikulitis
Divertikulitis adalah radang akut dalam divertikel tanpa atau dengan
perforasi. Biasanya radang disebabkan oleh retensi feses di dalamnya.
b. Regional enteritis (penyakit crohn)
Regional enteritis adalah gangguan peradangan yang terus menerus
dan melibatkan semua lokasi pada traktus digestivus (traktus
gastrointestinalis) dari mulut-anus. Akan tetapi umumnya terutama
mengenai bagian akhir usus halus, yakni ileum sehingga sering juga
disebut sebagai ileitis/enteritis.
c. Batu ginjal/ureter
Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam ginjal dan
mengandung komponen Kristal serta matriks organic. Lokasi batu ginjal
dijumpai khas di kaliks atau pelvis dan bila akan keluar dapat terhenti di
ureter atau di kandung kemih. Batu ginjal sebagian besar mengandung
batu kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat atau kalsium fosfat, secara
bersama dapat dijumpai sampai 65-85% dari jumlah keseluruhan batu
ginjal.
d. PID (Pelvic Inflammatory Disease)

PID atau disebut juga dengan adneksitis atau salpingoooforitis adalah


suatu infeksi asendens melalui uterus ke tuba fallopius yang dapat masuk
ke rongga peritoneum dan meluas ke jaringan sekitarnya.
e. Hernia
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Berdasarkan terjadinnya, hernia
di bagi atas hernia bawaan/congenital dan hernia dapatan/akuisita (di
dapat). Berdasarkan letaknya, hernia di beri nama sesuai dengan lokasi
anatominya, seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis, femoralis,
dll.
f. Obstruksi usus
Obstruksi usus adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut
maupun kronis, parsial maupun total. Obstruksi usus kronis biasanya
mengenai kolon akibat adanya karsinoma atau pertumbuhan tumor dan
perkembangannya lambat. Sebagian besar obstruksi mengenai usus halus.
Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan
diagnosis dini dan tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin
tetap hidup.
g. Kolitis
Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronik pada kolon, yang
berdasarkan penyebabnya dapat diklasifikasiakan sebagai kolitis infeksi,
misalnya : shigelosis, kolitis tuberkulosis, kolitis amebic, kolitis
pseudomembran, kolitis karena virus/bakteri/parasit lain dan kolitis noninfeksi, misalnya : kolitis ulseratif, penyakit crohns, kolitis radiasi,
kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik (simple colitis).
h. IBS (Inflammatory Bowel Disease)
IBD adalah penyakit inflamasi yang melibatkan saluran cerna dengan
penyebab pastinya sampai saat ini belum diketahui jelas. IBD dibagi
menjadi 3 yaitu colitis ulseratif (KU, ulcerative colitis), penyakit crohn
(PC, crohns disease), bila sulit membedakan keduanya maka

dimasukkan dalam kategori interminate colitis. Hal ini untuk


membedakan dengan penyakit inflamasi usus lainnya yang telah
diketahui penyebabnya seperti infeksi, iskemia dan radiasi
i. Mesenteric Lymphadenitis/thrombosis
Mesenteric Lymphadenitis merupakan peradangan kelenjar getah
bening di selaput yang menempelkan usus kedinding perut. Biasannya di
dahului oleh enteritis atau gastroenteritis, di tandai dengan nyeri perut,
terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan perut
yang sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.
j. Aortic aneurysm
Aortic

aneurysm,yang

paling

sering

adalah

aneurisma

aorta

abdominalis, biasanya mulai dari bawah arteria renalis dan meluas ke


bifurkasio aorta, kadang-kadang melibatkan arteri iliaka. Aneurisma
abdominalis mungkin terdeteksi sewaktu pemeriksaan abdomen sebagai
suatu massa yang biasannya berlokasi di region umbikalis sebelah kiri
dari garis tengah. Gejala-gejala yang biasa terlihat biasanya buruk,
menandakan adanya perluasan aneurisma, perdarahan retroperitoneal
kronik atau ancaman rupture. Dapat juga ditemuka nyeri punggung atau
abdomen yang berat.
k. Volvulus
Volvulus adalah usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria
usia tua dan biasanya mengenai kolon sigmoid.
3. Hipogastrik :
a. Sistitis
Sistitis adalah peradangan kandung kemih, paling sering di temukan
terutama pada perempuaan dalam bentuk akut maupun kronik. Kebanyakan
sistitis disebabkan oleh infeksi asendens melalui uretra, tetapi juga
disebabkan oleh infeksi desendens dari saluran kemih atas.
b. PID (Pelvic Inflammatory Disease)

PID atau disebut juga dengan adneksitis atau salpingoooforitis adalah


suatu infeksi asendens melalui uterus ke tuba fallopius yang dapat masuk ke
rongga peritoneum dan meluas ke jaringan sekitarnya.
c. Diventrikulitis
Divertikulitis adalah radang akut dalam divertikel tanpa atau dengan
perforasi. Biasanya radang disebabkan oleh retensi feses di dalamnya.
d. Hernia
Hernia merupakan penonjolan isi rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Berdasarkan terjadinnya, hernia di
bagi atas hernia bawaan/congenital dan hernia dapatan/akuisita (di dapat).
Berdasarkan letaknya, hernia di beri nama sesuai dengan lokasi anatominya,
seperti hernia diafragma, inguinal, umbilikalis, femoralis, dll.
e. Endometriosis
Endometriosis yaitu terdapatnya jaringan endometrium fungsional di luar
kavum uterus. Dapat di temukan di ovarium, peritoneum, di perut bagian
bawah dan di tempat lainnya. Gejala dan tanda paling sering yaitu
menoragia, dismenorea dan uterus yang makin membesar. Kadang terdapat
metroragia, dispareunia dan rasa bearat di perut bawah, terutama pada masa
prahaid. Gejala yang menonjol yaitu nyeri pada waktu haid yang berpusat di
lokasi endometriosis.
f. Apendisitis kronis
Apendisitis kronis adalah suatu gangguan yang terjadi pada apendiks
(umbai cacing) yang disebabkan oleh infeksi bakteri sehingga menyebabkan
peradangan. Apendisitis kronis merupakan lanjutan dari apendisitis akut.
Diagnostik apendisitis kronik baru dapat ditegakkan jika semua syarat
berikut terpenuhi : riwayat nyeri perut kanan bawah yang lebih dari dua
minggu, terbukti terjadi radang kronik apendiks baik secara makroskopik
maupun mikroskopik, dan keluhan menghilang pascaapendektomi.
g. Kista ovarium

Kista ovarium adalah rongga berbentuk kantong berisi cairan di dalam


jaringan ovarium. Kista tersebut disebut juga kista fungsional karena
terbentuk setelah telur dilepaskan sewaktu ovulasi.
h. Bladder distension
Dilatasi kandung kemih merupakan akibat dari retensi urin dimana terjadi
penumpukan urin dalam kandung kemih akibat ketidak mampuan kandung
kemih untuk mengosongkan isinya sehingga terjadi distrensi kandung kemih
yang melebihi batas normal
i. Nefrolitiasis
Nefrolitiasis adalah batu yang terdapat di dalam ginjal, hal ini akibat
terjadinya pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organic, misalnya
nanah, darah atau sel yang sudah mati. Biasanya batu terdiri dari garam
kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat. Penyebab
batu ginjal adalah idiopatik namun faktor utama adalah infeksi saluran
kemih (ISK).
j. Prostatitis kronik
Prostatitis kronik, biasanya prostatitis kronik tidak disertai gejala dan
tanda jelas dan khas. Gambaran klinis sangat beragam, kadang dengan
keluhan miksi, nyeri perineum atau pinggang.
k. Keganasan
Keganasan merupakan penyakit yang berawal dari kerusakan gen, materi
genetika atau DNA sel.
4. Patomekanisme gejalah pada skenario
1.Mekanisme diare
Mekanisme dasar diare ada lima, yaitu:
1. Diare sekretorik
Sekresi cairan usus netto yang isotonic dengan plasma dan menetap
selama puasa. Misalnya infeksi yang diperantarai oleh enterotoksin maupun
yang secara langsung merusak epitel permukaan (kausa virus)
2. Diare osmotic

Gaya osmotic berlebihan yang ditimbulkan oleh zat terlarut dalam


lumen dan mereda dengan puasa. Misalnya akibat penggunaan antasida dan
garam magnesium lainnya.
3. Penyakit eksudatif
Keluarnya tinja purulen berdarah yang menetap selama puasa. Tinja
sering keluar, tetapi volumenya mungkin sedikit atau banyak. Misalnya
akibat penyakit usus meradang idiopatik dan infeksi yang merusak lapisan
epitel.
4. Malabsorpsi
Keluarnya tinja dalam jumlah besar disertai peningkatan osmolaritas
akibat nutrient dan kelebihan lemak (steatorea) yang tidak diserap; hal ini
biasanya mereda dengan puasa. MIsalnya akibat infeksi yang mengganggu
absorpsi sel mukosa (Giardia Lamblia) dan berkurangnya luas permukaan
usus halus.
5. Gangguan motilitas
Sangat

bervariasi

dalam

hal

pengeluaran

tinja,

volume,

dan

konstitensinya; bentuk lain diare harus disingkirkan. Misalnya akibat


disfungsi

saraf

(termasuk Irritable

Bowel

Syndrome)

dan

hipertiroidisme.Ketika mukosa usus (terutama pada mukosa usus besar)


teriritasi, maka dapat menyebabkan sel goblet menjadi lebih aktif. Sel-sel
goblet menghasilkan banyak mucus yang berfungsi untuk proteksi mukosa.
Ketika mucus jumlahnya terlalu berlebihan, maka dapat muncul dalam feses
dan bermanifestasi sebagai feses berlendir.Feses yang disertai darah
diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah pada dinding saluran cerna.
Pembuluh darah pada dinding traktus gastrointestinal mulai terdapat pada
lamina propria tunika mukosa namun jumlah pembuluh darah yang banyak
ditemukan pada tunika submukosa. Hal ini berarti bahwa jika terdapat ulkus
yang mengenai tunika submukosa, maka dapat bermanifestasi sebagai feses
disertai darah. Darah dapat bermanisfestasi sebagai melena maupun
hematokezia. Darah yang berwarna lebih gelap terjadi akibat oksidasi
hemoglobin oleh bakteri usus. Melena atau darah hitam menunjukkan

bahwa perdarahan saluran cerna terjadi pada bagian usus proximal atau
bagian usus distal dengan masa transit yang lama sehingga memberi
kesempatan

bakteri

untuk

mengoksidasi

hemoglobin.

Sedangkan

hematokezia atau darah segar dapat disebabkan oleh perdarahan saluran


cerna bagian distal (misalnya rektum) atau pada proximal usus tetapi dengan
masa transit yang singkat sehingga tidak member kesempatan bakteri usus
untuk mengoksidasi hemoglobin secara maksimal.
2 .Nyeri Perut Hilang Timbul
Obstruksi atau penyempitan lumen dapat menyebabkan passage kimus
terganggu. Akibatnya bagian usus proximal dari obstruksi tersebut
mengalami dilatasi/ peregangan. Meregangnya dinding usus menyebabkan
otot polos tereksitasi sehingga peristaltic usus meningkat. Jika peristaltic
usus terlalu kuat maka dinding usus terlau meregang sehingga dapat
merangsang reseptor nyeri (secara mekanik). Sealin itu, peristaltic yang
terlalu kuat dapat menekan pembuluh darah sekitar sehingga suplai darah ke
otot berkurang. Rangsangan nyeri ini kemudian dijalarkan melalui saraf
aferen ke system saraf pusat yang kemudian muncullah sensasi nyeri. Ketika
otot polos telah berkontraksi dengan kuat, energinya mulai berkurang. Otot
polos pun mengalami relaksasi. Dengan demikian, nyeri menghilang.
3. Anemia
Anemia yaitu berkurangnya kadar hemoglobin (hb)/jumlah eritrosit
dalam darah tepi di bawah nilai normal sesuai umur dan jenis kelamin.
Sehubungan dengan traktus gastrointestinal, anemia dapat disebabkan oleh:
1. Asupan nutrisi yang kurang
Misalnya kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung besi dan
vitamin B12.
2. Kekurangan factor intrinsic
Sel-sel parietal lambung menghasilkan HCl dan factor intrinsic.
Faktor intrinsic akan berikatan dengan vitamin B12 sehingga dapat
diserap di ileum. Kekurangan factor intrinsic menyebabkan gangguan
absorpsi vitamin B12.
3. Gangguan absorpsi

Absorpsi besi dan berbagai vitamin terjadi pada usus halus bagian
atas, sementara absorpsi vitamin B12 terjadi pada ileum terminalis.
Jika usus halus mengalami gangguan, misalnya peradangan, maka
dapat menyebabkan gangguan absorpsi zat-zat yang dibuthkan dalam
pembentukan hemoglobin sehingga dapat menyebabkan anemia.
4. Perdarahan saluran cerna
Perdarahan saluran cerna yang massif ataupun yang sedikit namun
perlangsungannya kronis dapat menyebabkan anemia.
Selain itu, anemia prevalensinya lebih tinggi pada wanita.
4. Berat Badan Menurun
Penurunan berat badan terjadi jika pengeluaran energy melebihi kalori
intake. Berat badan menurun dapat disebabkan oleh banyak hal.
Sehubungan dengan scenario, penyebabnya dapat berupa:
1. Kurang nafsu makan
2. Gangguan absorbsi
3. Kehilangan cairan berlebih
Perlu diingat bahwa penurunan berat badan tanpa diiringi gejala lain,
dan utamanya bila ringan (< 3 kg dalam 6 bulan), biasanya tidak
mengindikasikan adanya penyakit tertentu.
5.Agen agen obat anti diare
Umumnya diare nonspesifikdapat sembuh dengan sendirinya, namun untuk
mengurangi gejala diare dapat diberikan beberapa obat, antara lain
antimotilitas,

antisekretori

dan

obat-obat

lainnya

seperti

probiotik,

enzimlaktase dan zink.


A. Antimotilitas
Pada golongan ini adalah opiat dan turunannya. Yang bekerja dengan
menunda perpindahan intraluminal atau meningkatkan kapasitas usus,
memperpanjang kontak dan absorbsi. Loperamid menghambat calsium binding
protein calmodulin, yang mengatur pengeluaran klorida. Loperamid disarankan
untuk mengatasi diare akut dan kronis. Loperamid merupakan opioid agonis
sintesis yang memiliki efek antidiare dengan menstimulasi reseptor mikroopioid yang berada pada otot sirkular usus. Hal ini menyebabkan melambatnya

motilitas usus, meningkatkan reabsorbi elektrolit dan air. Hal ini juga
menurunkan sekresi pada saluran cerna, yang berkontribusi pada efek antidiare.
Loperamid tidak disarankan untuk anak umur kurang dari 6 tahun karena
akan meningkatkan efek samping seperti ileus dan toxic megacolon. Dosis
untuk dewasa adalah 4 mg per oral, diikuti dengan 2 mg setiap setelah buang
air, sampai dengan 16 mg per hari.
B. Antisekretori
a. Bismut subsalisilat
Mekanisme kerjanya dengan memproduksi antisekretori dan efek anti
mikroba, juga memiliki anti inflamasi. Biasanya diberikan sebagai
antidiare dan antasida lemah.
Bismut salisilat diindikasikan pengobatan gangguan pencernaan seperti
konstipasi, mual, nyeri abdomen, diare, dan tidak diperbolehkan pada
penyakit akibat virus seperti campak atau influenza pada pasien dengan
umur dibawah 18 tahun.
Dosis maksimum per hari adalah 4 g. Bentuksediaan yang ada adalah
tablet kunyah 262 mg, 262 mg/5 ml cairan, 524 mg/15 ml cairan.
b. Racecadotril
Racecadotril adalah enkephalinase inhibitor (non opiat) dengan
aktivitas antisekretori yang dapat digunakan untuk diare tanpa kolera.
Enkephalin adalah senyawa endogan opiat dalam usus yang memiliki efek
antisekretori dan aktivitas proabsortif pada usus halus. Racecadotril
digunakan sebagai antisekretori tanpa memberikan efek pada saluran
cerna. Biasanya diberikan dengan dosis 100mg 3 kali sehari sebelum
makan.
C. Adsorben
Adsorben merupakan obat yang umumnya digunakan pada terapi
simtomatik pada diare, yang mekanisme kerjanya tidak spesifik, adsorbsi
meliputi nutrisi, toksin, obat dan digestiv juice. Adsorben meliputi
attpulgit, kaolin dan pektin.
Mekanisme adsorben yaitu dengan mengabsorbsi toksin mikroba dan
mikroorganisme pada permukaannya. Adsorben tidak diabsorbsi oleh
saluran cerna toksin mikrroba dan mikroorganisme langsung dikeluarkan
bersama feses. Beberapa polimer organik hidrofilik adsorben, mengikat air

pada usus halus sehingga menyebabkan pembentukan feses yang lebih


padat.
D. Obat lain
a. Probiotik
Probiotik, termasuk beberapa spesies lactobacillus, bifidobacteria lactis
dan saccharomyces boulardii umum digunakan untuk management atau
pencegahan diare akut. Meningkatkan sistem imun, menghasilkan
substansi antimikroba dan berkompetisi dengan bakteri terhadap binding
site pada mukosa usus.
Sediaan laktobacillus yang mengandung bakteri atau yeast sepert
bakteri aam laktat merupakan suplemen harian yang digunakaan sebagai
pengganti mikroflora kolon. Memperbaiki fungsi intestinal normal dn
menekan pertumbuhan mikroorganisme patogen. Sediaan yang umum
b.

adalah susu (yakult), jus, air atau sereal.


Enzim laktase
Produk enzim latase sangat membantu bagi pasien yang mengalami
diare sekunder akibar lactose intoleransi. Laktosa diperlukan untuk
metabolisme pencernaan karbohidrat. Jika tidak memiliki enzim ini,
konsumsi produk susu dapat menyebabkan diare osmotik.
c. Zink
Penggunaan suplemen zinc pada anak-anak dengan diare akut dapat
mengurangi pengeluran feses, frekuensi berak encer, dan durasi serta
keparahan diare. Kekurangan zinc dapat menyebabkan gangguan absorbsi
air dan elektrolit, meningkatkan respon terhadap endotoksin bakteri, dan
menurunnya enzim brush border.

6.Langkah langkah penegakan diagnosis


1. Anamnesis
Keluhan utama : Diare (onset, frekuensi BAB, konsistensi, warna,
disertai darah atau tidak), sakit perut (onset, sifat nyeri, lokalisasi, tambah
berat dengan aktivitas atau tidak)
Keluhan lain : Mual, muntah, penurunan berat badan.
Riwayat penyakit sebelumnya, riwayat operasi / obat-obatan, riwayat
kebiasaan., riwayat keluarga.
2. Pemeriksaan fisik

Inspeksi
Inspeksi abdomen dari posisi berdiri disebelah kanan pasien. Apa yang
diinspeksi:
a. Kulit . Lihat apakah ada jaringan parut. Terangkan lokasinya , striae, dilatasi
vena
b. Umbilikus : Lihat contour dan lokasinya, tanda tanda peradangan dan hernia
umbilikalis.
c. Kontour dari abdomen. Apakah datar ( flat ), gembung ( protuberant),
rounded Scaphoid, ( concave atau hollowed). Juga dilihat daerah inguinal
dan femoral
d. Simetrisitas dari abdomen
e. Adanya organ yang membesar. Pada saat pasien bernafas perhatikan apakah
hepar membesar atau limpa membesar turun dibawah arcus costarum .
f. Apakah ada massa /tumor
g. Lihat Peristaltik usus. Peristaltik usus akan terlihat dalam keadaan normal
pada orang sangat kurus. Bila ada obstruksi usus perhatikan beberapa menit.
h. Pulsasi. Dalam keadaan normal pulsasi aorta sering terlihat di regio
epigastrica .
Auskultasi
Auskultasi berguna dalam menilai pergerakan usus dan adanya
stenosis arteri atau adanya obstruksi vascular lainnya. Auskultasi paling baik
dilakukan sebelum palpasi dan perkusi karena palpasi dan perkusi akan
mempengaruhi frekwensi dari bising usus. Letakan stetoskop di abdomen
secara baik .
Dengarlah bunyi usus dan catatlah frekwensi dan karakternya. Normal
bunyi usus terdiri dari Clicks dan gurgles dengan frekwensi 5 12 kali
permenit. kadang-kadang bisa didengar bunyi Borborygmi yaitu bunyi
usus gurgles yang memanjang dan lebih keras karena hyperperistaltik.
Bunyi usus dapat berubah dalam keadaan seperti diare, obstruksi intestinal,
ileus paralitik, dan peritonitis.
Palpasi
Palpasi

superficial berguna untuk mengidentifikasi adanya tahanan

otot (muscular resistance), nyeri tekan dinding abdomen, dan beberapa

organ dan masa yang superficial. Dengan tangan dan lengan dalam posisi
horizontal, mempergunakan ujung ujung jari cobalah gerakan yang enteng
dan gentle.
Hindari gerakan yang tiba tiba dan tidak diharapkan. Secara pelan
gerakkan dan rasakan seluruh kwadran. Identifikasi setiap organ atau massa,
area yang nyeri tekan, atau tahanan otot yang meningkat (spasme).
Gunakanlah kedua telapak tangan, satu diatas yang lain pada tempat yang
susah dipalpasi. ( contoh, pada orang gemuk).
Palpasi dalam dibutuhkan untuk mencari massa dalam abdomen.
Dengan menggunakan permukaan palmaris dari jari-jari anda, lakukanlah
palpasi diseluruh kwadran untuk mengetahui adanya massa, lokasi, ukuran,
bentuk, mobilitas terhadap jaringan sekitarnya dan nyeri tekan. Massa dalam
abdomen dapat diklasifikasikan dalam beberapa cara: fisiologis seperti
uterus yang hamil; inflamasi seperti divertikulitis kolon, pseudokista
pancreas; vascular seperti aneurysma aorta; neoplastik seperti mioma uteri,
kanker kolon atau kanker ovarium atau karena obstruksi seperti pembesaran
vesika urinaria karena retensi urin.
Perkusi
Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, guna mengukur besarnya
hepar dan kadang limpa, mengetahui adanya cairan ascites, massa padat,
massa yang berisi cairan, dan adanya udara dalam gaster dan usus.
Lakukan perkusi yang benar diatas keempat kwadran untuk menilai
distribusi dari tympani dan pekak (dullness). Tympani biasanya menonjol
bila adanya gas dalam traktus digestivus, sedangkan cairan normal dan feces
menyebabkan bunyi pekak (dullness). Catat dimana tympani berubah
menjadi pekak pada masing-masing sisi.
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja dilakukan secara makroskopis dan mikroskopis.
Sebelum melakukan pemeriksaan secara mikroskopis, terlebih dahulu harus

dilakukan pemeriksaan secara makroskopis. Pada pemeriksaan secara


makroskopis perhatikan adanya darah dan lendir.
Tinja yang mengandung darah dan lendir dapat ditemukan pada kasus
infeksi bakteri (Shigella) dan infeksi parasit (Amuba, telur S.mansoni, S.
japonicum dan kadang-kadang S.haematobium.
Tinja cair tanpa darah atau lendir dapat ditemukan trofozoit (vegetatif)
dan atau kista dari Amoeba dan Flagellata lainnya.
Pada tinja yang berkonsistensi padat perlu diperhatikan adanya kista dari
protozoa atau parasit lainnya. Penderita dengan infeksi cacing dapat
ditemukan cacing dewasa, larva dan telur. Telur dapat diperiksa dengan cara
langsung atau dengan cara konsentrasi. Larva dalam tinja dapat ditemukan
pada pemeriksaan langsung dengan cara sediaan tinja basah atau pada
pembiakan. Untuk cacing Oxyuris vermicularis dilakukan pemeriksaan anal
swab.
b. Pemeriksaan darah lengkap
Komponen darah lengkap yang diperiksa berguna sebagai indikator
aktivitas daripada penyakit dan adanya defisiensi vitamin maupun zat besi.
Peningkatan jumlah sel darah putih umum pada pasien dengan penyakit
inflamasi yang aktif, dan bukan selalu mengindikasikan terjadinya infeksi.
Umumnya jumlah platelet normal, dapat sedikit meningkat jika terjadi
inflamasi aktif, khususnya jika terjadi perdarahan pada saluran pencernaan.
Laju endap darah (LED) merupakan penanda terjadinya inflamasi,
dimana jika terdapat inflamasi akan terjadi peningkatan nilai LED di atas
normal. LED dapat digunakan untuk menentukan apakah IBD aktif sedang
berlangsung atau tidak. Pasien dengan striktur cicatrix tidak mengalami
peningkatan LED
c. Pemeriksaan serologi
Perinuclear antineutrophyl cytoplasmic antibodies (pANCA) dapat
ditemukan pada beberapa pasien dengan UC, dan anti-Saccharomyces
cerevisiae antibodies (ASCA) dapat ditemukan pada pasien CD. Kemudian,
pada pasien dengan seronegatif terlihat memiliki insiden yang lebih rendah

untuk mengidap penyakit yang resisten. Namun saat ini, marker-marker


tersebut sudah tidak cukup sensitive lagi untuk digunakan sebagai screening
test untuk IBD dan menegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan
serologi saja tidak dibenarkan.
4. Pemeriksaan radiologi
a. Barium Enema
Teknik pencitraan berikut salah satu dari studi pertama untuk melihat
karakteristik tipikal daripada IBD. Temuan normal pada barium enema
biasanya dapat mengeksklusi UC yang aktif, sedangkan temuan yang
abnormal dapat menjadi temuan yang diagnostic.
b. Colonoscopy
Colonoscopy merupakan modalitas yang paling bernilai untuk diagnosis
dan penatalaksanaan IBD, walaupun ada beberapa batasannya. Yang
terpenting, tidak semua inflamasi mukosa merupakan IBD idiopatik. Infeksi
juga dapat menyebabkan inflamasi, begitu juga diverticulitis dan iskemia
(jauh lebih sering didiagnosa pada orang lanjut usia daripada IBD, walaupun
memiliki gambaran colonoscopy dan histologi yang mirip).
7.Diagnosis banding
1. Polip Kolon
Definisi
Istilah polip kolon dalam klinik dipakai untuk menggambarkan tiap
kelainan yang jelas (amy circumscribed lesion), yang menonjol di atas
permukaan mukosa yang mengelilinginya. Bentuk, besar dan permukaan
polip dapat berbeda-beda. Ada yang bertangkai, disebut pedunculated polyp
dan ada yang tidak bertangkai dan mempunyai dasar yang lebar, disebut
sessile polyp. Polip pada usus besar terbagi atas polip non epitelial dan polip
epitelial. Polip non epitelial berasal dari jaringan limfoid, otot halus, lemak
dan saraf. Polip epitelial sendiri terbagi menjadi 4 golongan yaitu adenoma,
hamartoma, inflammatory polyps dan polip hiperplastik.
Polip merupakan neoplasma yang berasal dari permukaan mukosa dan
meluas ke arah luar. Terdapat tiga bentuk polip kolon: adenoma
pedunkulata, adenoma vilosa dan poliposis familial.

Adenoma pedunkulata (juga disebut sebagai polip adenomatosa atau


adenoma polipoid) berbentuk seperti bola yang dilekatkan ke membran
mukosa oleh tangkai tipis. Polip jenis ini menyerang jedua jenis kelamin
dan pada semua kelompok usia, walaupun frekuensinya semakin bertambah
seiring dengan meningkatnya usia. Otopsi dan pemeriksaan sigmoidoskopi
menunjukkan bahwa sekitar 9% populasi di atas 45 tahun terserang penyakit
ini. Walaupun polip pedunkulata dapat terjaid pada setiap bagian kolon,
namun lebih sering terletak pada 25-30 cm bagian distal. Polip pedunkulata
dapat tunggal atau multiple, biasanya berdiameter 4 atau 5 cm. Secara
histologi, polip ini terdiri atas kelenjar yang berproliferasi. Hubungan antara
polip adenomatosa dengan kanker kolon masih diperdebatkan, karena polip
adenomatosa mempunyai penyebaran yang sama dalam kolon seperti kanker
dan sering dikaitkan dengn kanker. Umumnya polip adenomatosa dianggap
tidak berbahaya, akan tetapi, bila polip multiple atau diameter kepala lebih
besar dari 1 cm, maka kemungkinan ganas menjadi lebih besar.
Adenoma vilosa (papiloma vilosa, adenima sesil) berbeda dengan
adenoma pedunkulata, merupakan suatu tumor sesil (tak bertangkai).
Permukaannya jelas berbentuk papilar dan tampak sebagai suatu massa
nodular. Secara histologi, lesi terdiri atas tonjolan seperti jari (vilosa),
biasanya soliter dan terletak dalam kolon sigmoid atau rektum. Adenoma
vilosa umumnya besar (lebih dari 5 cm) dan frekuensinya sekitar 1/8 dari
adenoma pedunkulata. Keganasan jauh lebih sering terjadi pada tumor ini
(kemungkinan 25%) dibandingkan pada adenoma pedunkulata.
Poliposis familial merupakan gangguan yang jarang terjadi dan
diturunkan secara genetik sebagai sifat dominan autosomal dan dicirikan
dengan ratusan polip adenomatosa (baik pedunkulata maupun sesil) di
seluruh usus besar. Kedua jenis kelamin terserang dalam jumlah yang sama.
Kemungkinan timbulnya kanker meningkat seiring dengan bertambahnya
usia dan hampir 100% terjadi pada usia sekitar 40 tahun.
Gambaran Klinis
Sebagian besar polip adenoma bersifat asimptomatik dan ditemukan
secara kebetulan saat pemeriksaan sigmoidoskopi, enema barium atau

otopsi. Bila polip menimbulkan gejala, umumnya beruoa perdarahan yang


nyata atau samar. Kadang-kadang, polip yang besar dapat menimbulkan
intususepsi dan menyebabkan obstruksi usus. Diare dan sekret mukus dapat
dikaitkan dengan adenoma vilosa yang besar dan poliposis familial.
Terapi
Terapi polip kolon dipengaruhi oleh pertentangan mengenai
kemungkinan keganasannya. Kemungkinan keganasan pada poliposis
familial tidak diragukan lagi, sehingga diobati dengan proktokolektomi total
dan ileostomi permanen atau reseksi subtotal dengan ileorektal anatomosis.
Bila rektum dipertahankan, maka pelru diperiksa secara periodik adanya
kemungkinan kanker.
Cara pengobatan adenoma pedunkulata atau adenoma vilosa tidak
jelas. Pada umumnya, polip yang berdiameter > 2 cm, multiple atau vilosa
dianggap memiliki derajat keganasan yang tinggi dan sebaiknya diangkat.
Polip pedunkulata tunggal berdiameter < 1 cm jarang menjadi ganas dan
dapat diobservasi secara berkala.
Polip dapat dieksisi dari bawah melalui sigmoidoskopi atau
kolonoskopi. Lesi yang lebih besar dan adenoma vilosa diobati dengan
laparotomi dan reseksi segmental.
Polipektomi
Berhubungan dengan kemungkinan keganasan, tiap polip perlu
diangkat dan dikirim ke patologi anatomi untuk pemeriksaan, begitu pula
polip kecil. Sejak permulaan tahun tujuh puluhan, polipektomi secara
endoskopik

dapat

dikerjakan

dengan koagulasi-elektris.

Pengalaman

menunjukan, bahwa prosedur tersebut cukup aman dan tidak sulit bila
dikerjakan oleh seorang ahli endoskopi yang terlatih dan berpengalaman.
Sebaiknya polip tidak di biopsi karena spesimen biopsi kurang representatif.
Suatu adenoma villosa yang lebih besar dari 2 cm lebih baik tidak
dikeluarkan secara polipektomi endoskopik, tetapi perlu dilakukan reseksi
oleh ahli bedah.
Sebelum polipektomi, usus harus dibersihkan dengan baik dan tidak
boleh kotor. Usus yang tidak bersih mengandung banyak gas-gas seperti
metan dan hidrogen yang dapat menimbulkan peledakan bila terkena aliran
listirk. Premedikasi biasanya tidak diperlukan. Kadang-kadang diperlukan

diazepam atau buskopan secara intravena. Endoskop dimasukkan sampai


dekat polip yang akan dikeluarkan. Bila lebih dari satu polip yang akan
dikeluarkan dalam satu tahap, kita mulai dengan polip yang paling
proksimal. Kolon dikembangkan dengan suatu intert gas seperti CO 2 yang
tidak mudah terbakar untuk menghindari ledakan karena gas-gas yang
biasanya terdapat di usus besar, terutama metan. Dengan suatu metal polip
ditangkap dan dijerat pada tempat yang terlalu dekat dasarnya karena
bahaya heat necrosis pada dinding usus, akan tetapi juga tidak boleh telalu
tinggi dan perlu cukup ke bawah supaya sebanyak mungkin tangkai
terpotong. Perlu dijaga supaya kepala polip tidak menyentuh dinding usus
berhadapan karena dapat menyebabkan nekrosis. Kemudian dengan aliran
listrik polip dapat dipotong.
Biasanya dengan cara ini polip yang bertangkai besar sampai 2 cm
dapat diangkat. Lebih besar 2 4 cm sulit untuk ditangkap dengan snare.
Untuk polip yang besar ini atau yang lebih besar lagi, bila keadaan pasien
tidak memungkinkan untuk di operasi dapat diusahakan polipektomi secara
piece meal, jadi sedikit demi sedikit, atau dikerjakan dalam beberapa tahap.
Untuk mengeluarkan polip yang sudah dipotong dapat dilaksanakan
penyedotan pada ujung endoskop. Akan tetapi dengan cara ini kadangkadang polip dapat terlepas lagi dan harus dicari-cari lagi. Sebaiknya polip
dikeluarkan dengan retrieval forceps, atau ditangkap dengan snare tanpa
aliran listrik.
Komplikasi yang dapat timbul dengan polipektomi endoskopik
adalah : perdarahan, perforasi, refleks vago-vagal, eksplosi. Eksplosi tidak
akan terjadi bila usus bersih dan lebih aman lagi bila dipakai CO 2. Refleks
vago- vagal sangat jarang terjadi. Bila dikerjakan dengan hati-hati dan
memperhatikan semua petunjuk-petunjuk teknis yang diperlukan untuk
polipektomi, komplikasi perdarahan atau perforasi akan berkurang.
Bila polip ternyata ganas dan jaringan karsinoma sudah didapat pada
tepi potongan atau menebus muskularis mukosa maka harus dikerjakan
reseksi pada bagian usus tersebut. Pada karsinoma in situ tidak perlu

tindakan reseksi akan tetapi sangat dianjurkan untuk kontrol endoskopik


secara teratur.
Pada adenoma, walaupun tidak ganas, diperlukan pula kontrol
endoskopi. Demikian pula pada polip-polip lain akan tetapi dalam hal ini
kontrol tidak perlu terlalu sering, misalnya cukup sekali setahun.
Tidak terlalu sukar untuk mengeluarkan polip secara endoskopi. Akan
tetapi doker yang mengerjakan polipektomi perlu dilatih dahulu untuk
menghindari terjadinya komplikasi seperti perdarahan, perforasi atau
eksplosi. Dengan polipektomi dapat di capai:
a. Mencegah perdarahan dari polip
b. Mencegah terjadinya karsinoma
c. Tidak jarang merupakan diagnosis dan pengobatan dini karsinoma kolon /
rectum
2. Kanker kolon
Epidemiologi
Kanker kolon merupakan penyebab ketiga dari semua kematian akibat
kanker di Amerika Serikat, baik pada pria maupun wanita. Kanker usu besar
biasanya merupakan penyakit yang terjadi pada orang tua, dengan insidensi
puncak pada usia 60 dan 70 tahun. Kanker kolon jarang ditemukan pada
usia di bawah 40 tahun, kecuali pada orang yang memiliki riwayat kolitis
ulseratif atau poliposis familial. Kedua jenis kelamin terserang dalam
jumlah sama. Sekitar 60% dari semua kanker usus yang terjadi pada bagian
rektosigmoid, sehingga dapat teraba pada pemeriksaan rektum atau terlihat
pada pemeriksaan sigmoidoskopi. Sekum dan kolon asendens merupakan
tempat berikutnya yang paling sering terserang. Kolon transversa dan
fleksura adalah bagian yang mungkin paling jarang terserang.
Etiologi
Kanker kolorektal timbul melalui interaksi yang kompleks antara
faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik mendominasi yang
lainnya pada kasus sindrom herediter seperti Familial Adenomatous
Polyposis (FAP) dan Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPC),
kanker kolorektal yang sporadi muncul setelah melewati rentang masa yang
lebih panjang sebagai akibat faktor lingkungan yang menimbulkan
perubahan genetik yang berkembang menjadi kanker.

Walaupun penyebab kanker usus besar masih belum diketahui, namun


telah dikenali beberapa faktor predisposisi. Faktor predisposisi yang
mungkin berkaitan yaitu kebiasaan makan. Hal ini karena kanker kolon
terjadi sekitar 10 kali lebih banyak pada penduduk wilayah barat yang
mengonsumsi lebih banyak makanan mengandung karbohidrat murni dan
rendah serat, dibandingkan penduduk yang mengonsumsi makanan tinggi
serat. Diet rendah serat dan tinggi karbohidrat murni mengakibatkan
perubahan flora feses dan perubahan degradasi garam empedu atau hasil
pemecahan protein dan lemak, sebagian zat ini bersifat karsinogenik. Diet
rendah serat juga menyebabkan pemekatan zat berpotensi karsinogenik ini
menjadi feses yang bervolume lebih kecil. Selain itu,masa transit feses
meningkat. Akibatnya kontak zat berpotensi karsinogenik dengan mukosa
usus bertambah lama.
Berat badan obes mempunyai risiko 1,7 kali dibandingkan dengan
responden yang mempunyai berat badan kurus. Kebiasaan merokok
berhubungan bermakna dengan tumor/kanker saluran cerna.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinis yang paling sering adalah perubahan kebiasaan
defekasi, perdarahan, nyeri, anemia, anoreksia dan penurunan berat badan.
Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai dengan letak kanker yang
mengenai bagian kanan dan kiri usus besar.
Karsinoma kolon kiri dan rektum cenderung menyebabkan perubahan
defekasi akibat iritasi dan respons refleks. Sering terjadi diare, nyeri miripkejanng dan kembung. Lesi pada kolon kiri cenderung melingkar, sehingga
sering timbul gangguan obstruksi. Feses dapat kecil dan berbentuk seperti
pita. Baik mukus maupun darah segar sering terlihat pada feses.
Dapat terjadi anemia akibat kehilangan darah kronis. Pertumbuhan
pada sigmoid atau rektum dapat mengenai radiks saraf, pembuluh limfe atau
vena, menimbulkan gejala pada tungkai atau perineum. Hemoroid, nyeri
pinggang bagian bawah, keinginan defekasi atau sering berkemih dapat
timbul akibat tekanan pada struktur tersebut.
Karsinoma pada kolon kanan cenderung tetap tersamar hingga lanjut
sekali. Terdapat sedikit kecenderungan terjadi obstruksi karena lumen usus

lebih besar dan feses masih encer. Anemia akibat perdarahan sering terjadi
dan darah bersifat samar dan hanya bisa dideteksi dengan uji guaiak.
Perdarahan dapat bersifat intermitten, sehingga diindikasikan pemeriksaan
endoskopi atau radiografi usus besar. Mukus jarang terlihat, karena
tercampur dalam feses. Pada orang kurus, tumor kolon kanan dapat diraba,
tetapi tidak khas pada stadium awal. Penderita mungkin merasa tidak enak
pada abdomen dan kadang pada epigatrium.
Terapi
Terapi karsinoma kolon dan rektum adalah pengangkatan tumor dan
pembuluh limfe secara pembedahan. Tindakan yang paling sering dilakukan
adalah

hemikolektomi

kiri

atau

reseksi

anterior

dan

reseksi

abdominoperineal. Pembedahan sangat berhasil bila dilakukan pada pasien


yang tidak mengalami metastasis. Pemeriksaan tindak lanjut dari antigen
karsinoembrionik adalah penanda yang sensitif rekurensi tumor yang tidak
terdeteksi. Daya tahan hidup 5 tahun adalah sekitar 50%.
Kemoprevensi
OAINs termasuk aspirin dianggap berhubungan dengan penurunan
mortalitas KKR. Beberapa OAIN seperti sulindac dan colecoxib telah
terbukti secara efektif menurunkan insiden berulangnya adenoma dengan
FAP(Familial Adenomatous Polyposis).
Endoskopi dan Operasi
Bila ukuran < 5 mm maka terapi cukup dengan biopsi atau
elektrokoagulasi bipolar. Hemikolektomi diindikasikan bila tumor di
caecum, colon ascendens, colon transversumtetapi lesi di fleksura lienalis
dan colon descendens.
Terapi Adjuvant
1/3 dari pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami
rekurensi. Kemoterapi adjuvant dimaksudkan untuk menurunkan tingkat
rekurensi KKR setelah operasi. Irinotecan (CPT 11) inhibitor topoisomer
dapat memperpanjang masa harapan hidup. Oxaliplatin analog platinum
juga memperbaiki respon setelah diberikan 5FU dan leucovorin.

3.

GEJALA KLINIK

KU

CP

IBD
Diare kronik

++

++

Hematokezia

++

Nyeri perut

++

Massa intra

++

abdomen
Fistulasi

+/-

++

Stenosis/striktur

++

Keterlibatan usus

+/-

++

halus
Keterlibatan

85%

50%

rectum
GK

ekstraintestinal
Megakolon toksik

+/-

Inflamatory Bowe
3. Inflamatory Bowel Disease (IBD)
Definisi
IBD adalah penyakit inflamasi kronik yang melibatkan saluran cerna,
bersifat remisi da relaps (kambuhan) dengan penyebab pastinya sampai saat
ini belum diketahui jelas. Secara garis besar IBD dibagi atas colitis ulseratif,
penyakit chron dan bila sulit membedakan kedua hal tersebut maka
dimasukkan ke dalam kategori indeterminate colitis
Epidemiologi
IBD cenderung mempunyai puncak usia pada usia muda (25-30 tahun)
dan tidak ada perbedaan bermakna antara wanita dan laki-laki, lebih banyak
pada kulit putih, IBD banyak terdapat pada orang yahudi, cenderung terjadi
pada kelompok social ekonomi tinggi, pemakaina kontrasepsi oral dan diet
rendah serat. Berdasarkan data dari unit-unit endoskopi di Jakarta
dilaporkan penyakit chron terdapat pada 1,4-5,2% dari total pemeriksaan
endoskopi
Etiopatogenesis

Secara singkat dapat dikatakan bahwa pada IBD terdapat disregulasi


respon imunologik mukosa terhadap antigen mikroba komensal pada host
yang genetik rentan dan dimodifikasi oleh peran factor lingkungan yang
menyebabkan respon inflamasi yang dimediasi sel T helper sehingga terjadi
kerusakan jaringan dan menimbulkan gejala klinik
Gejala Klinik
Gejala utama penyakit chron adalah diare kronik disertai atau tidak
dengan darah dan nyeri perut serta gangguan nutrisi. Biasanya diserai pula
dengan

gejala

ekstraintestinal

seperti

arthritis,

uveitis,

pioderma

gangrenosum, eritema nodosum dan kolangitis


Ket: ++ sering, + kadang, +/- jarang, 0 tidak ada
Endoskopi
Lesi inflamasi
1.
2.
3.
4.

Lesi bersifat tidak kontinyu (skip lesion)


Keterlibatan rectum jarang
Jarang berdarah
Cobblestone appearance (pseudopolips)
Sifat ulkus

1. Keterlibatan ileum sering


2. Lesi ulkus bersifat diskrit
Bentuk ulkus
1. >1cm
2. Bentuk linier (longitudinal)
3. Aphtoid
Pengobatan
Tujuan pengobatan utama dari CP adalah menghambat proses
inflamasi yang berdampak pada hilangnya gejala klinik dan mencapai fase
remisi dan memperpanjangnya. Selain itu adalah untuk mencegah
komplikasi
Pengobatan umum
1. Metronidalzole (1-1,5 g/hari) atau ciprofloxacin (2X 500mg/hari)
2. Hindari wheat, cereal yeast dan produk peternakan
Komplikasi

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Perforasi
Abses
Fistula
Obstruksi
Stenosis usis akibat fibrosis
Perdarahan
Degenerasi maligna
Prognosis
CP bersifat remisi dan cukup banyak dilaporkan remisi spontan dan
dalam jangka waktu yang lama. Prognosis banyak dipengaruhi oleh ada
tidaknya komplikasi atau tingkat respon terhadap pengobatan.

4. Kolitis ulseratif
Definisi
Penyakitin flamasi mukosa yang membentuk abses di dikripta
lieberkuhn dan bergabung menjadi tukak. Daerah antara ulkus tampak udem
dan terjadi proliferasi radang yang mirip dengan polip (pseudopolip atau
polip radang). Kebanyakan colitis ulserosa ditemukan direktum dan
Penyakit ini sering meluas dicolon desendens.
Epidemiologi
Penyakit ideopatik ini terutama ditemukan pada usia muda (15-30
tahun) dan lanjut usia (60-80 tahun); jumlah penderita perempuan sedikit
lebih banyak dari pada laki-laki. Dinegara barat, insidensnya sedikit lebih
tinggi.
Etiologi
Penyebab tidak diketahui, kemungkinan ada peran reaksi autoimun
terhadap rangsangan dari luar.
Patofisiologi
Patofisiologi yang mendasari keadaan umum adalah Konsep
imunologik yang disebut GALT (gut-associated lymphoid tissue) atau
system imun mukosa usus besar (SIMUB) yang terpicu oleh intervensi
antigen berasal dari komponen nutrisi atau agen infeksi seperti bakteri
maupun

virus

dimana

patogenik

peradangan

dimulai

dengan

eksposisi/penempatan antigen dikolon.Konsep ini bersifat individual dimana

antigen muncul di dinding mukosa usus besar (DMUB) menghasilkan


aktivasi substans pembawa pesan peradangan khususnya diusus besar (T
helper 2), disebut sitokin oleh factor pemicu peradangan sekunder
menimbulkan kerusakan dari DMUB. Faktor pemicu peradangan sekunder
itu adalah antibody immunoglobulin G yang terbentuk oleh karena stimulasi
primer

sel-sel

SIMUB

(GALT)

yang

menimbulkan

kekacauan

keseimbangan antara sitokin peradangan dan sitokin anti peradangan.


Prediposisi genetic dengan kondisi flora lumen usus sertaa gen lingkungan
seperti obat-obatan tertentu, infeksiberat, meroko, danfaktor stress
merupakan pemicu utama SIMUB.
Gambaran klinik
Tanda umumnya adalah perdarahan dari rectum dan diare yang
bercampur darah, nanah, dan lender dan disertai tenesmus. Biasanya
penderita mengalami demam, mual, muntah, danpenurunan berat badan.
Pada pemeriksaan perut, kadang didapatkan nyeri tekan, dan pada
colok dubur dapat terasa nyeri karena adanya fisura. Padarekto (sigmoid)
skopi,

tampak

gambaran

radang.

Pada pemeriksaan

laboratorium,

didapatkan anemia, leukositosis, dan peninggian laju endap darah. Tidak ada
pemeriksaan atau uji yang khas. Kolonoskopi harus dibuat dengan hati-hati
karena dinding kolon yang tipis.
Komplikasi
Dapat ditemukan pada anus dan kolon. Pada anus dapat terjadi fisura,
abses perineal, dan fistel perineal, sementara dikolon dapat terjadi perforasi
terutama di sigmoid dan kolon desendens. Komplikasi yang lain berupa
dilatasi toksik, yang biasanya menyebabkan perforasi yang fatal.
Penatalaksanaan
Terapi konservatif misalnya :istrahati, diet, pemberian sulfasalazine,
dan kortikosteroid local atau sistemik.
Umumnya dianjurkan kolektomi total anastomosis ileoanal dengan
kantong ileal. Mukosa rectum seluruhnya turut dikeluarkan dengan

mempertahankan otot dasar panggul dan sfingter anus. Reservoair biasanya


dibuat dari ileum terminal
Prognosis
Pasca kolektomi elektif dengan reservoair dan anastomosis ileoanal
cukup baik. Mortalitas pembedahannya sekitar 1% .90% penderita dapat
hidup dan bekerja normal kembali.
5. Kolitis amoeba
Defenisi
Peradangan kolon yang disebabkan oleh protozoa Entamoeba
histolytica.
Etiologi
Disebabkan oleh protozoa entamoeba histolitica. Pasien yang
asimtomatik tanpa adanya invasi jaringan,hanya mengeluarkan kista pada
tinjanya. Kista tersebut dapat dapat bertahan hidup di luar tubuh manusia.
Sedangkan pada pasien dengan infeksi amuba akut/kronik yang invasif
selain kista juga mengeluarkan trofozoit,namun bentuk trofozoit tersebut
tidak dapat bertahan lama diluar tubuh manusia
Epidemiologi
Prevalensi amoebiasis di berbagai tempat

sangat

bervariasi,

diperkirakan 10% populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis


(50 80%). Manusia merupakan pejamu sekaligus reservoir utama.
Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan
perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat hubungan seksual
anal oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan
kurangnya sanitasi individual mempermudah penularannya.
Patofisiologi
Entamoeba histolytica terdapat dalam 2 bentuk yaitu : kista dan
trofozoit yang bergerak. Penularan terjadi melalui bentuk kista yang tahan
suasana asam. Di dalam lumen usus halus, dinding kista pecah
mengeluarkan trofozoit yang akan menjadi dewasa dalam lumen kolon.
Berdasarkan pola isoenzimnya, Entamoeba histolytica dibagi menjadi
golongan zymodeme patogenik dan zymodeme non patogenik. Walaupun
mekanismenya belum seluruhnya jelas, diperkirakan trofosoit menginvasi
dinding usus dengan cara mengeluarkan enzim proteolitik. Pelepasan bahan

toksik menyebabkan reaksi inflamasi yang menyebabkan rusaknya mukosa.


Bila proses berlanjut timbul ulkus yang bentuknya seperti botol undemine,
kedalaman ulkus mencapai submukosa atau lapisan muskularis. Tepi ulkus
menebal dengan sedikit reaksi radang. Mukosa di antara ulkus terlihat
normal. Ulkus dapat terjadi di semua kolon tersering di sekum, kemudian
kolon asenden dan sigmoid, kadang kadang apendiks dan ileum terminalis.
Akibat invasi amuba ke dinding usus, timbul reaksi imunitas humoral dan
imunitas cell mediated amebisidal berupa makrofag lymphokine activated
serta limfosit sitotoksik CD8. Invasi yang mencapai lapisan muskularis
dinding kolon dapat menimbulkan jaringan granusi dan terbentuk massa
yang disebut ameboma, sering terjadi di sekum atau colon asenden
Manifestasi Klinis
Gejala

klinis

pasien

amoebiasis

sangat

bervariasi,mulai

dan

asimtimatik sampai berat sampai gejala klinis menyerupai colitis


ulseratif,gejala yang timbul berupa nyeri peru (12-80%),diare (94100%),demam (8-28%),perforasi dan peritonitis swkitar 0,5% dengan
mortalitas lebih dari 40%.beberapa jenis keadaan klinis pasien amoebiasis
adalah sebagai berikut:
1. Carrier (cyst passer): amobeba tidak mengadakan invasi ke dinding
usus.tanpa

gejala

atau

keluhan

ringan

seperti

kembung,flatulensi,obstipasi,kadang-kadang diare. Sembilan puluh persen


pasien dapat sembuh sendiri dalam waktu satu tahun,sisasnya 10%
berkembang menjadi colitis amoeba.
2. Disentri amoeba ringan: kembung,nyeri perut ringan,dema ringan,diare
ringan dengan tinja berbau busuk serta bercampur darah dan lender,keadaan
umum pasien baik.
3. Disentri amoeba sedang: kram perut,demam,badan lemah,hepatomegali
dengan nyeri spontan.
4. Disentri amoeba berat: diare disertai banyak darah.demam tinggi,mual dan
anemia
5. Disentri amoeba kronik: gejala menyerupai disentri amoeba ringan,di selingi
dengan peiode normal tanpa gejala,berlangsung berbulan-bulan sampai

bertahun-tahun,neurasthenia,serangan

diare

biasanya

timbul

karena

kelelahan,demam atau makanan yang sukar dicerna


Terapi
1. Karier Asimtomatik. Diberi obat yang bekerja dilumen usus (Luminal
agents) antara lain: Iodoquionol (diiodohidroxiquin) 650mg tiga kali perhari
selama 20 hari atau paromomycine 500mg tiga kali sehari selama 10 hari.
2. Colitis amoeba akut. Metronidazole 750mg tiga kali sehari selama 5-10
hari,ditambah dengan obat luminal tersebut diatas
3. Amoebiasis ekstraintestinal (misalnya abses hati amoeba). Metronidazole
750mg tiga kali sehari selama 5-10 hari,di tambah dengan obat luminal
tesebut diatas. Penggunaan 2 macam atau lebih amebisidal ekstraintestinal
tidak terbukti lebih efektif dari satu macam obat.
6. Kolitis Pseudomembran
Defnisi
Kolitis psudomembran adalah perdangan kolon akibat toksin yang
ditandai dengan terbentuknya lapisan eksudatif (psudomembran) yang
melekat di permukaan mukosa. Disebut pula sebagai kolitis terkait
antibiotik sebab umumnya timbul setelah menggunakan antibiotik.
Etiologi
Walaupun umumnya timbul sebagai komplikasi pemakaian antibiotik,
kolitis psudomembran ini telah ditemukan sebelum era antibiotik. Kuman
penyebabnya yang banyak dilaporkan adalah Clostridium difficile, toksin
yang dikeluarkan mengakibatkan kolitis. Mekanisme pasti antibiotik
menjadikan usus lebih rentan terhadap Clostridium difficile belum jelas.
Penjelasan yang paling mungkin adalah penekanan flora usus normal oleh
antibiotik memberi kesempatan tumbuh dan terbentuknya kolonisasi
Clostridium difficile disertai pengeluaran toksin.
Epidemiologi
Clostridium difficile ditemukan di tinja 3 5 % orang dewasa sehat
tanpa kelainan apapun di kolonnya. Kolitis psudomembran bisa mengenai
semua

tingkat

umur.

Kemungkinan

tidak

dilaporkannya

kolitis

psudomembran karena untuk menegakkan diagnosi perlu kolonoskopi dan


pemeriksaan toksin kuman di tinja. Penularan bisa secara kontak langsung
lewat tangan atau perantaraan makanan minuman yang tercemar. Semua
jenis antibiotik, kecuali aminoglikosida intravena, potensial menimbulkan

kolitis pseudomembran, namun yang paling sering adalah ampisilin,


klindamisin dan sefalosporin.
Patofisiologi
Clostridium difficile menimbulkan kolitis dengan cara toxin mediated.
Kuman mengeluarkan dua toksin utama, toksin A dan toksin B. Toksin A
merupakan enterotoksin yang sangat berpengaruh terhadap semua kelainan
yang terjadi, sedangkan toksin B adalah sitotoksin dan tidak melekat pada
mukosa yang masih utuh. Sebanyak 75% isolate Clostridium difficile
menghasilkan kedua toksin tersebut. Kuman yang tidak menghasilkan toksin
tidak menyebabkan kolitis maupun diare. Pemeriksaan toksi A dan toksin B
diambil dari sediaan tinja, dengan metode ELISA masing masing
spesifitasnya 98,6% dari 100%.
Manifestasi klinis
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah diare cair disertai kram
perut. Diare yang terjadi dapat ringan, tetapi biasanya banyak sampai 10 -20
kali sehari. Mual muntah jarang ditemukan. Sebagian besar pasien
mengalami demam walaupun yang lebih sering terjadi adalah kolitis
hiperpirekasia, umumnya suhu tidak melampaui 380C. Terdapat leukositosis
sering sampai 50.000/mm. Pada beberapa pasien mungkin hanya diawali
demam dan leukositosis, sedangkan diare baru muncul beberapa hari
kemudian. Temuan lain merupakan nyeri tekan abdomen bawah, edema dan
hipoalbuminemia. Pada kasus yang berat dapat terjadi komplikasi berupa
dehidrasi, edema anasarka, gangguan elektrolit, megakolon toksik atau
perforasi kolon.
Terapi
Tindakan awal terpenting adalah menghentikan antibiotik yang diduga
menjadi penyebab, juga obat yang mengganggu peristaltik dan mencegah
penyebaran nosokominal. Pada kasus yang ringan keadaan sudah bisa
teratasi dengan penghentian antibiotik desertai dengan pemberian cairan dan
elektrolit. Pada kasus dengan gejala gejala yang lebih berat seyogyanya
dilakukan pemeriksaan Clostridium difficile dan terapi spesifik peroral
menggunakan metrodinazol atau vankomisin.

Pada kolitis ringan sampai sedang digunakan metronidazol dengan


dosis peroral 250 500 mg empat kali sehari selama 7 10 hari. Pada kasus
dengan kolitis yang berat menggunakan vankomisin peroral, dengan dosis
125 500 mg empat kali sehari selama 7 14 hari. Alternatif pengobatan
lainnya menggunakan kolestiramin untuk mengikat toksin yang dihasilkan
Clostridium difficile, tetapi obat ini juga mengikat vankomisin diberikan
peroral dengan dosis 4 gram tiga kali sehari selama 5 10 hari.
Pada kasus yang berhasil disembuhkan, ternyata dalam beberapa
minggu atau bulan kemudian sebanyak 15 35% kambuh. Dianjurkan
setelah pengobatan spesifik diusahakan kembalinya flora normal usus
dengan memberikan kuman laktobasilus atau ragi (Saccharomyces
boulardiiI) selama beberapa minggu.
8.Faktor resiko diagnosa sementara
a.

Faktor Genetik
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada orang kulit putih dari pada
kulit hitam dan orang cina dan insidensnya meningkat (3 sampai 6 kali
lipat) pada orang Yahudi dibandingkan dengan orang non yahudi. Hal ini

b.

menunjukan bahwa dapat prediposisi.


Faktor Infeksi
Sifat radang kronik penyakit ini telah mendukung suatu pencarian
terus menerus untuk kemungkinan penyebab infeksi. Disamping banyak
usaha untuk menemukan banyak agen bakteri, jamur, atau virus, belum
ada yang sedemikian jauh diisolasi. Laporan awal isolate varian dinding
sel pseudomonas atau agen yang dapat ditularkan yang menghasilkan efek

c.

sitopatik pada kultur jaringan masih harus dikonfirmasi.


Faktor imunilogi
Teori bahwa mekanisme imun dapat terlibat didasarkan pada
konsep bahwa manifestasi ekstra intestinal yang dapat menyertai kelainan
ini (misalnya artritis, perikolangitis) dapat mewakili fenomena autoimun
dan bahwa zat terapeutik tersebut, seperti glukokortikoid atau azatiopril,

d.

dapat menunjukikan efek mereka melalui mekanisme imunosupresan.


Faktor psikologi
Gambaran psikologi pasien radang usus juga telah ditekankan.
Tidak lazim bahwa penyakit ini pada mula terjadinya atau berkembang,

sehubungan dengan adanya stress psikologis mayor misalnya kehilangan


seorang anggota keluarganya. Telah dikatakan bahwa pasien pasien
penyakit radang usus memiliki kepribadian yang khas yang membuat
mereka menjadi rentan terhadap stress emosi yang sebaliknya dapat
e.

merangsang atau mengekserserbasi gejalanya.


Faktor Lingkungan
Ada hubungan antara operasi apendektomi dan penyakit colitis
ulseratif berdasarkan analisis bahwa insiden penyakit colitis ulseratif
menurun secara signifikan pada pasien yang menjalani operasi
apendektomi pada dekade ketiga.
Beberapa penelitian sekarang menunjukan penurunan risiko
penyakit colitis ulseratif diantara perokok dibandingkan dengan yang
bukan perokok. Analisis meta menunjukan risiko penyakit colitis ulseratif
pada perokok sebanyak 40% dibandingkan yangbukan perokok.

9.Penatalaksanaan dan pencegahan diagnosa sementara

Gambar 2 Algoritma rencana terapeutik KU di Pelayanan Lini


Kesehatan Primer

Gambar 3 Algoritma rencana terapeutik PC di Pelayanan Kesehatan Lini


Pertama4
Pemeriksaan IBD
Penatalaksanaan IBD dilakukan melalui tiga macam pendekatan,
yakni

rencana

diagnostik,

rencana

terapeutik,

dan

rencana

edukasional.Rencana Diagnostik Pemeriksaan Serologik untuk Penanda


IBD
Secara
pemeriksaan

laboratorik,
pANCA

tidak

ada

(perinuclear

parameter
antineutrophil

yang

dengan

cytoplasmic

antibody) untuk pasien KU dan anti-saccharomyces cerevisiae


antibody (ASCA) untuk pasien PC. p-ANCA ditemukan pada 50-67%
kasus KU meski juga dapat ditemukan pada 6 sampai 15% kasus PC.
ASCA lebih sering dijumpai pada PC, yakni sekitar 40 sampai 60%,
dan hanya sekitar 4 sampai 14% dijumpai pada KU. 7 Sayangnya,
pemeriksaan ini tidak terlalu sensitif mendiagnosis IBD sehingga
tidak tepat sebagai modalitas diagnostik tunggal.10 Meski begitu,
kombinasi pemeriksaan p-ANCA dan ASCA dapat membantu
meningkatkan spesifi sitas hingga lebih dari 90%. Pola hasil
kombinasi untuk KU adalah ASCA negatif/p-ANCA positif
sedangkan untuk PC adalah ASCA positif/p-ANCA negatif. Untuk
pemantauan terapi, kedua pemeriksaan ini tidak dianjurkan mengingat
kadar ANCA maupun ASCA tetap tinggi setelah terapi. 7Terdapat
penurunan kadar ekspresi Syndecan-1 (Sdc-1) pada IBD khususnya
pada KU.11,12 Pemeriksaan ekspresi Syndecan-1 dapat membantu
menegakkan diagnosis penyakit IBD meski masih terbatas guna
kepentingan penelitian. Baru-baru ini, adanya target antigen mikroba
khusus seperti OmpC (Eschericia coli outer membrane porin), I2, dan
fl agelin CBir1 pada sebagian besar pasien PC. Terdapat bukti-bukti
yang menunjukkan bahwa jumlah atau tingkat respons imun terhadap

beberapa antigen berkaitan dengan keparahan perjalanan penyakit.


Hal ini memerlukan penelitian-penelitian yang lebih dalam lagi.
Pemeriksaan endoskopi berperan sangat penting dalam penegakan
diagnosis sekaligus terapi IBD dengan akurasi diagnostik berkisar
89%.4 Umumnya, pemeriksaan endoskopi diikuti dengan pemeriksaan
histopatologi sediaan biopsi. Pemeriksaan lain seperti pencitraan
dengan kontras ganda dapat dilakukan sebagai alat konfi rmasi
endoskopi.
Rencana Terapeutik
Fokus utama rencana Terapeutik adalah upaya penghambatan
kaskade proses inflamasi jika tidak dapat dihilangkan sama sekali.
Secara umum, prinsip terapi IBD adalah (1) mengobati peradangan
aktif IBD dengan cepat hingga tercapai remisi; (2) mencegah
peradangan

berulang

dengan

mempertahankan

remisi

selama

mungkin; dan (3) mengobati serta mencegah komplikasi. Sayang


tidak semua lini kesehatan memiliki fasilitas endoskopi sehingga
diperlukan suatu algoritma penatalaksanaan terutama pada lini
kesehatan primer (gambar 2 dan 3). Tindakan bedah dipertimbangkan
pada tahap terakhir jika medikamentosa gagal atau jika terjadi
komplikasi yang tidak teratasi misalnya perforasi usus, perdarahan
persisten, stenosis usus fi brotik, obstruksi, degenerasi maligna
ataupun megakolon toksik yang sering terjadi pada KU.4,5Skema
ringkas metode pengobatan masing-masing KU dan PC diilustrasikan
dalam gambar 4 dan 5.
Pengobatan Umum
Pemberian antibiotik misalnya metronidazole dosis terbagi 1500
3000 mg per hari dikatakan cukup bermanfaat menurunkan derajat
aktivitas penyakit, terutama PC. Sedangkan untuk KU, jarang diberi
terapi antibiotik. Antibiotik diberikan dengan latar belakang bahwa
salah satu agen proinfl amasi disebabkan oleh bakteri intraluminal.
Sebagian besar bakteri intraluminal bersifat komensal dan tidak
menginduksi reaksi infl amasi namun mereka masih mampu

memengaruhi respons imun dan menginduksi sel epitel intestinal


untuk menekan kemotaksis, menurunkan ekspresi sitokin proinfl
amasi dan meningkatkan produksi interleukin 10. 10 Interaksi antara
bakteri pejamu ini dikenal dengan istilah disbiosis.5 Pemberian
probiotik seperti laktobasilus berperan dalam upaya mencapai kondisi
85% remisi klinis dan endoskopis pada pasien pasca kolektomi.14-16
Pengobatan Radang Aktif
Dua golongan obat yang dikenal luas untuk mengobati radang
aktif IBD bertujuan menginduksi remisi secepat mungkin adalah
kortikosteroid dan asam amino salisilat.
Kortikosteroid
Hingga ssat ini, obat golongan glukokortikoid masih merupakan
obat pilihan untuk IBD derajat sedang dan berat dalam fase
peradangan aktif. Pemilihan obat steroid konvesional, seperti
prednisone, metilprednison ataupun steroid enema , masih menjadi
primadona karena harga yang murah dan ketersedian yang luas. Dosis
umumnya setara 40-60 mg prednisone. Namun jangan di lupakan efek
sistemik obat- obatan ini. Idealnya di capai kadar steroid yang tinggi
pada dinding usus namun dengan efek sistemik yang rendah.
Umamnya preparat yang di gunakan dewasa ini adalah budesonoid.
Remisi biasanya tercapai dalam waktu 8-12 minggu yang kemudian di
ikuti dengan penurunan dosis (tapering down)yakni sekitar 10 mg/
minggu hingga tercapai dosis 40 mg atau 5 mg per minggu hingga
tercapai 20 mg. kemudian dosis di tapering off 25 mg per minggu.
Asam Aminosalisilat
Preparat 5-asam aminosalisilat (5-ASA) atau mesalazine saat ini
lebih disukai dari preparat sulfasalazin karena efek sampingnya lebih
kecil meski efektivitasnya relatif sama. Di Indonesia, sulfasalazin
dipasarkan dalam bentuk sediaan tablet 250 mg dan 500 mg, enema 4
g/60 mL, serta supositoria 500 mg. Dosis rerata untuk mencapai
remisi adalah 2 4 gram per hari 4 meski ada kepustakaan yang
menyebutkan penggunaan 5-ASA ini minimal 3 gram per minggu
yang

kemudian

diikuti

dengan

dosis

pemeliharaan.

Dosis

pemeliharaan 1,5 3 gram per hari. Untuk kasus-kasus usus bagian


kiri atau distal, dapat diberikan mesalazin supositoria atau enema,
sedangkan untuk kasus berat, biasanya tidak cukup hanya dengan
menggunakan preparat 5-ASA.
Pengobatan Pencegahan Keradangan Berulang
Untuk mencegah peradangan berulang, dilakukan upaya
mempertahankan masa remisi selama mungkin melalui dosis
pemeliharaan 5-ASA yang bersifat individual atau mengganti obat
steroid pada fase peradangan akut dengan obat-obatan golongan
imunosupresif, anti tumor necrosis antibody dan probiotik.
Imunomodulator
Azatioprin dan 6-merkaptopurin, siklosporin, dan metotreksat
merupakan beberapa jenis obat kelompok imunomodulator. Dosis
inisial azatrioprin 50 mg diberikan hingga tercapai efek substitusi lalu
dinaikkan bertahap 2.5 mg per kgBB. Umumnya, efek terapeutik baru
tercapai dalam 2 3 bulan. Efek samping yang sering dilaporkan
adalah nausea, dispepsia, leukopeni, limfoma, hepatitis hingga
pankreatitis.
Siklosporin intravena diketahui dapat bermanfaat untuk kasus akut
KU refrakter steroid dengan angka keberhasilan 50 80%. Efek samping
yang sering dilaporkan meliputi gangguan ginjal dan infeksi oportunistik.
Sedangkan metotreksat dikenal sebagai preparat yang efektif untuk kasus
PC steroid dependent sekaligus untuk mempertahankan remisi pada KU.
Dosis induksi 25 mg intramuskular atau subkutan per minggu hingga selesai
tapering off steroid.
Agen Baru
Dewasa ini beberapa obat anti-tumor yang dikenal juga sebagai agen
biologik banyak dicoba pada IBD, misalnya infl iksimab yang memiliki
anti-tumor necrosing factor (anti-TNF). Umumnya digunakan untuk kasuskasus PC fi stulated sedang dan berat (refrakter steroid). Studi ACCENT I
dan ACCENT II adalah studi yang meneliti dosis infl iksimab sebagai
pemeliharaan PC. Dalam studi tersebut diajukan dosis infl iksimab 5 mg
10 mg/kgbb selama 8 minggu.2

Agen lain adalah obat yang bekerja pada interleukin 6 (IL-6) sebagai
salah satu sitokin proinfl amasi. Penggunaan tocolizumab, suatu anti IL-6,
menunjukkan respons kilnis sebesar 70% setelah 6 minggu. 16 Terakhir,
sedang dikembangkan penggunaan G-CSF (fi lgrastim) dan GM-CSF
(sargramostim), suatu growth factor. Meski menjanjikan, mekanisme kerja
kedua modalitas ini belum jelas.2
Secara umum, semua modalitas sangat menjanjikan namun
masih sangat mahal. Di-harapkan, golongan obat baru ini dapat lebih
terjangkau sehingga dapat diimplementasikan secara nyata dalam
terapi IBD.
10.Prognosis dan komplikasi dari DS
A. Inflammatory bowel disease (IBD)
Prognosis
Ulceratif Colitis (UC) dan Chorn Disease (CD) memiliki angka
mortalitas yang hampir sama. Walaupun satu mortalitas UC menurun dalam
40-50 tahun terakhir ini. Namun, kebanyakan studi mengatakan bahwa
adanya peningkatan mortalitas yang berhubungan dengan IBD. Penyebab
tersering kematian pada pasien IBD adalah penyakit primer, yang diikuti
dengan keganasan, penyakit tromboemboli, peritonitis dan sepsis, dan
komplikasi pembedahan.
Penyakit IBD tidak akan meningkatkan mortalitas, gejala-gejala pada
IBD biasanya akan membaik dan hilang setelah 12 bulan pada 50% kasus
dan hanya dibawah 5% yang memburuk dan sisanya dengan gejala yang
menetap.
Penyakit dengan IBD lebih mudah mengarah ke keganasan. Penyakit
dengan CD memiliki angka yang lebih tinggi untuk terjadinya keganasan
pada usus halus. Penyakit dengan pancolitis khususnya UC, akan beresiko
lebih tinggi berkembang menjadi malignansi kolon setelah 8-10 tahun.
Standard terkini untuk screening adalah mendeteksi dengan kolonoskopi
dalam interval 2 tahun saat pasien mengidap penyait tersebut. Morbiditas
jangka panjang dapat terjadi akibat dari komplikasi obat-obatan khususnya
penggunaan steroid jangka panjang.
Komplikasi

1. Dehidrasi
2. Krippling osteoporosis
3. Hipercoagulasi
4. Anemia
5. Batu empedu
6. Kolongitis sklerotik primer
7. Apthous ulcer
8. Cretis/uveitis
9. Epidklerisis
10. Pyoedema gangrenosus
11. Erythema nodosum
B. Ca Colon
Prognosis
Prognosis dari Ca Colon tergantung dari stadium penyakit. Pasien
dengan diferensiasi baik (stadium 1 dan 2) mempunyai 5 tahun survival
lebih baik daripada pasien dengan diferensiasi yang buruk (stadium 3 dan
4).
Komplikasi:
1. Pertumbuhan tumor dapat menimbulkan obstruksi usus parsial atau
lengkap.
2. Metastasis ke organ sekitar (perkontuinitatum, hematogen dan
limfogen)
3. Pertumbuhan dan ulserasi juga dapat menyerang pembuluh darah
sekitar kolon yang menyebabkan hemoragi
4. Peritonitis atau sepsis.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. 2009, Tumor kolorektal, dalam Buku ajar ilmu penyakit dalam,
eds. A.W. Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M.Simadibarata, S. Setiati,
Interna Publishing, Jakarta.
Bakry, H.A. 2009, Polip kolon, dalam Buku ajar ilmu penyakit dalam, eds. A.W.
Sudoyo, B. Setiyohadi, I. Alwi, M.Simadibarata, S. Setiati, Interna
Publishing, Jakarta.
Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Ginjal. Jakarta : EGC
Firmansyah mohammad adi. 2013. Perkembangan Terkini Diagnosis
dan Penatalaksanaan Imflamatory Bowel Disease. Jakarta : FK UI.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta : EGC
Nainggolan, O., et al. 2009,Faktor-faktor berhubungan dengan tumor/kanker
saluran cerna,Maj Kedokt Indon, Vol. 59, No. 11, Hh. 516.
Price, Sylvia A., et al. 1995, Patofisiologi Jilid I Edisi IV, EGC, Jakarta
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit
Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses penyakit
Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC
Rani, Aziz, dkk. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta Pusat : Ilmu Penyakit
Dalam
Rani, Aziz, dkk. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi. Jakarta Pusat : Ilmu Penyakit
Dalam
Sjamsuhidajat, R. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat-de jong.2010.buku ajar ilmubedah.jakarta:EGC
Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I EdisiV.
Jakarta Pusat : Ilmu Penyakit Dalam
Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I EdisiV.
Jakarta Pusat : Ilmu Penyakit Dalam
Sudoyo, Aru W., dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II EdisiV.
Jakarta Pusat : Ilmu Penyakit Dalam

Yatim, Faisal. 2005. Penyakit Kandungan, Myom, Kista, Indung Telur, Kanker
Rahim/Leher Rahim serta Gangguan Lainnya. Jakarta : Pustaka Populer
Obor

Anda mungkin juga menyukai