Dosen Pembimbing:
Dr. Sri Herianingrum, SE, M.Si
NIP. 196902072008122001
Disusun Oleh:
Moch Zainuddin Abdullah
041311433035
2016
Halaman 69, Paragraf 1
1. Human development and welfare of human being has a pivotal place
in Islamic development concept. Majority of Islamic scholars come to
the conclusion that the objective of the Shariah (Maqasid al-Shariah) is
to promote well-being of all mankind, which lies in safeguarding faith,
their human self, their intellect, their posterity and their wealth.
Consequently, the human development in Islamic perspective must be
based on Maqasid al-Shariah.
Analisis saya: Dalam penggalan paragraf diatas dimaksudkan bahwa
Islam itu membawa kesejahteraan dalam peradabannya. Di zaman
yang dipenuhi oleh sistem konvensional sekarang ini, Islam seolaholah datang sebagai pahlawan. Kedatangan Islam oleh ulama-ulama
diseluruh dunia membawa kepada perubahan dalam setiap aspek
dalam kehidupan. Salah satu halnya yaitu memperdayagunakan
manusia agar menjadi insan yang bermanfaat dan berbudi pekerti
luhur. Aturan-aturan ini (Syariah) kembali lagi untuk kebaikan manusia
itu sendiri, kecerdasan, cucu serta kekayaan mereka. Konsep Islam
tersebut sangat penting untuk membangun karakter seorang muslim.
Dengan begitu, pembangunan manusia dan kesejahteraan manusia
akan tercipta dengan mudah lewat penerapan Maqasid Syariah
didalam setiap kehidupan.
Halaman 69, Paragraf 2
2. The existing Human Development Index (HDI) published by UNDP might be the most
comprehensive indicator, but is not fully compatible and sufficient for measuring human
development in Islamic perspective. The underlying theory and concept to develop HDI
is not based on Maqasid al-Shariah. Measuring human development level of Muslim
countries would be more appropriate by using a specific Islamic Human Development
Index (IHDI). This paper is aimed to (i) construct a new measurement of human
development under Islamic perspective, and then (ii) simulate this index to measure
human development level in OIC countries.
Analisis Saya: Paragaraf diatas menjelaskan bahwa Indek Pembangunan Manusia (IPM)
kurang tepat untuk mengukur tingkat pembangunan manusia di negara-negara Muslim.
Seharusnya didalam penggalan tersebut perlu disebutkan gambaran model pengukuran
untuk pembangunan manusia dalam perspektif Islam yang didasarkan pada Maqasid
Syariah karena jurnal ini menyinggung soal negara-negara Muslim. Indek Pembangunan
Manusia (IPM) hanya tepat untuk mengukur pembangunan manusia secara umum itupun
masih belum terlalu valid. Sedangkan untuk pembangunan manusia di negara-negara
Muslim perlu: (1) pengukuran baru pembangunan manusia dalam perspektif Islam, (2)
Mensimulasi IPM untuk memadukan dengan tingkat pembangunan manusia di negaranegara OKI.
Halaman 70, Paragraf 1
3. Islamic perspective on economic development is unique and original which is totally
different from the conventional views, specifically in its fundamental base. The objective
of economic development in Islamic perspective is to achieve a comprehensive and
holistic welfare both in the world and the hereafter (akheerah). It is called falah. Based
on this objective and other characteristics of Islamic economic development, the
conventional indicator of economic development is insufficient to measure the level of
economic development in Muslim countries. This paper is aim to propose a new model
for measuring economic development in Islamic perspective which is called Islamic
Human Development Index (I-HDI), and then simulate it to the case of OICs members.
This I-HDI is considered within the framework of the Maqasid al-Shariah, which is
basically concerned with the promotion of human wellbeing through the preservation of
self, wealth, posterity intellect and faith.
Analisis saya: Penulis ingin menyampaikan dalam jurnal ini bahwa terdapat perbedaan
nyata dalam pembangunan manusia dalam perspektif Islam dan konvensional. Berbeda
dengan perspektif konvensional, dalam perspektif Islam, ukuran kesejahteraan ada
kepada kebahagian dunia dan akhirat (falah). Oleh karena itu, pengukuran pembangunan
manusia di negara-negara Muslim ini lebih kompleks, sehingga pengukuran dengan
indikator IPM konvensional belum cukup untuk menganalisis ini. Dengan begitu perlu
pengukuran baru yaitu menggunakan Indek Pembangunan Manusia Islam (IPM-I)
sekaligus sebagai kerangka kesejahteraan manusia. Jadi dengan IPM-I menurut saya
akan lebih kompleks dan kompatibel dalam mensimulasikan pengukuran pembangunan
manusia khususnya di negara-negara OKI dibandingkan dengan menggunakan IPM
umum/ konvensioanl.
Halaman 70, Paragraf 2
4. I-HDI is composite index of several indicators derived from five basic needs within the
framework of maqasid Shariah. Given the multidimensional and complex feature of
development in Islam, it is difficult to feature non-quantifiable variables like freedom,
religiosity and family values in a more adequate measure of human development.
Nevertheless, the I-HDI combines both quantitative variables and variables expressing
perceptions. It mixes different types of indicators: input and output, stock and flow,
single and composite. Admittedly difficult, but this is indeed the nature of the
phenomenon for which the study is aiming to provide a measurable proxy. After all,
development is a complex thing.
Analisis saya: Pengukuran pembangunan manusia Muslim memang saya akui sangat
kompleks sekali. Karena ada beberapa indikator yang sangat sulit untuk dianalisis.
Seperti pada penggalan paragraf diatas. Indeks Pembangunan Manusia Islam (IPM-I)
mengukur sesuai kepada lima kebutuhan dasar dalam Maqasid Syariah. Indikator yang
sulit dianalisis yaitu indikator kebebasan, religiusitas dan nilai keluarga. Indikator
tersebut merupakan indikator bebas dari suatu pembangunan manusia Muslim. Indikator
tersebut tidak bisa diukur dengan variabel yang sudah ada atau bahkan dengan
pengukuran IPM biasa. Oleh karena itu, IPM-I mengukur indikator tersebut dengan
memadukan 2 variabel, yaitu variabel kuantitatif dan variabel persepsi pada ekspresi.
Dalam jurnal ini juga disampaikan bahwa IPM-I menggabungkan berbagai indikator,
seperti: input dan output,saham dan aliran, single dan komposit. Meski sulit, namun
dengan begitu akan mendapatkan data yang terukur.
Halaman 71, Paragraf 3
5. Following above approach, economic growth and the growth rate of per capita GNP
became the main focus and goal of development. The problems of poverty and inequality
were ignored, with a tacit assumption that when per capita GNP raises everyonebecomes
better off. Evidence to the contrary was dismissed with assurances that the benefits of
economic development would, invariably trickle down to all. Kuznets (1955) stated his
hypothesis whereby income distribution tends to deteriorate in the initial stages of
development but improves in the final stages.
Analisis saya: Dalam hal ini memang, tujuan pembangunan lebih fokus kepada tingkat
pertumbuhan ekonomi dan tingkat pertumbuhan per kapita. Namun menurut saya, hal
tersebut kurang tepat. Pembangunan manusia atau pengembangan karakteristik manusia
harus lebih didahulukan. Memang jika di negara Barat hal tersebut tidak menjadi fokus
utama, namun bagi negara-negara Muslim hal tersebut harus menjadi faktor utama untuk
mencapai tingkat pembangunan yang lebih baik. Memang pendapatan per kapita
mengangkat semua orang menjadi lebih baik tapi pengembangan manusia perlu terus
berjalan agar mencapai tujuan pembangunan sesuai Islam. Hipotesis dari distribusi
pendapatan umumnya cenderung menurun atau memburuk pada tahap awal
pembangunan namun pada tahap akhir akan terus meningkat.
Halaman 72, Paragraf 4
6. Development must therefore be conceived of as a multidimensional process involving
major changes in social structures, popular attitudes, and national institutions, as well as
the acceleration of economic growth, the reduction of inequality, and the eradication of
poverty. Development in its essence, must represent the whole gamut of change by which
an entire social system, tuned to the diverse basic needs and desires of individuals and
social groups within that system, moves away from a condition of life widely perceived
as unsatisfactory toward a situation or condition of life regarded as materially and
spiritually better [Todaro 1997, p.16].
Analisis
saya:
Memang
pembangunan
perlu
dilakukan.
Melihat
terjadinya
multidimensional yang menurut saya akan menggangu perubahan dalam diri manusia.
Efek yang terjadi akan mengakibatkan perubahan struktur sosial, sikap yang kekinian,
berpengaruh pada lembaga-lembaga nasional, percepatan pertumbuhan ekonomi,
ketidakmerataan, dan kemiskinan. Sistem sosial perlu diatur ulang dimana kebutuhan
individual dan kelompok harus dipisahkan dan perlu adanya keadilan. Oleh karena itu,
menurut saya situasi atau kondisi multidimensional ini harus sejalan dengan kehidupan
materiil dan spiritual yang seimbang.
kebutuhan tersebut
manusia akan berada pada kondisi yang sejahtera. Berbeda dengan konsep konvensional
dimana kesejahteraan berpusat kepada banyaknya nilai material yang mereka miliki,
dalam Islam kesejahteraan yang abadi berada pada kehidupan diakhirat (falah)
sedangkan kehidupan di dunia hanya sementara. Seperti yang terkandung dalam Q.S. AlAala ayat 16-17:
Artinya: (16) tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi. (17) sedang
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
Halaman 79
10. (1) Faith Index
Halaman 80
12. (3) Science Index
berada
dalam
posisi
tumbuh
dan
berkembang,
dan
sebaliknya.
Halaman 81
13. (4) Family-Social
Analisis
saya:
Dimensi
pengembangan
yang
keempat
adalah
Pada tipe Negatif: komponen data yang diukur, yaitu (a) tingkat
kematian, (b) tingkat perceraian dan (c) tingkat kekerasan rumah
tangga.
Jadi pada tipe positif, jika data yang diukur antara A dan B naik maka
tingkat family-sosialnya baik dan sebaliknya. Sedangkan pada tipe
negatif, jika data yang diukur, A,B dan C naik maka family-sosialnya
buruk.
Halaman 81
14.
(5) Property
tipe
Pertumbuhan
Properti:
data
yang
diukur
yaitu
(a)
Halaman 82
15.
of
Muslim
countries
can
be
measured
more
pengukuran
baru
yang
dikenal
dengan
Indek
Referensi
Adelman, I and Morris, C.T. (1967), Society, Politics and Economic
Development(Baltimore): Jolins Hopkins University Press, 1967.
Ahmad, A. (2000), Economic development in Islamic perspective
revisited. Review of Islam Economics.Leicester: Journal of the
International Association for Islamic Economics and The Islamic
Foundation,
Ahmad, Khurshid (2000), Studies in Islamic Economics, Leicester: The
Islamic Foundation.
Morris, M.D. (1979), Measuring the condition of the worlds poor: the
physical quantity of life index, New York: Pergamon Press.
Neumeyer, Erics, (2001), The Human Development Index And
Sustainability A
Noorbakhsh, Farhad, (1998), The Human Development Index: Some
Technical Issues and Alternative Indices, Journal of International
Development, Vol.10
Persson, Torsten and Guido Tabellini (1994), Is Inequality Harmful for
Growth? American Economic Review, Vol 84, no. 3, pp. 600-621.
Streeten, Paul (1980), From Growth to Basic Needs in Poverty and
Basic Needs, New York: The World Bank, Sept..
Streeten, Paul (1981), Development Perspectives, London: Macmillan.
Todaro, Michael P. (1997), Economic Development, 6th Edition,
Reading, Massachusetts: Addison-Wesley.
Transparency International (2007), Global Corruption Report 2007,
Cambridge