Anda di halaman 1dari 5

PENCAPAIAN, PROBLEM DAN KEBIJAKAN EKONOMI PEMBANGUNAN DI

NEGARA ISLAM

Muhyiddin Syarif (202.206.006)

E-mail : muhyiddinsyarif07@gmail.com

PENDAHULUAN

Ekonomi pembangunan selalu menjadi suatu hal yang menarik untuk dikaji sebagai
sebuah ilmu maupun implementasi kebijakan. Hal ini tidak terlepas dari peran ekonomi
pembangunan sebagai indikator keberhasilan kegiatan ekonomi. Fakta tersebut didukung
dengan ekonomi pembangunan merupakan bidang yang berlandaskan pada beberapa macam
aspek, tidak hanya ekonomi, tetapi juga politik, budaya dan sosial. Aspek ekonomi yang
mendasarinya juga sangat komprehensif. Aspek-aspek tersebut antara lain: ekonomi
keuangan, regional, industri, lingkungan, demografi, kemiskinan, tata kota, dan ekonomi
internasional.

Mengingat begitu banyaknya aspek yang berkaitan dengan ekonomi pembangunan,


maka untuk menilai keberhasilan suatu pembangunan, perlu dinilai dari berbagai sudut
pandang. Sebagai contoh, dimasa Pemilu atau Pemilukada banyak perspektif yang digunakan
untuk mendukung calon yang maju, terutama pihak petahana (incumbent) agar dicitrakan
berhasil dalam melaksanakan proses pembangunan selama masa jabatan tertentu. Di sisi lain,
calon penantang biasanya memberikan kritik dengan sudut pandang yang berbeda untuk
menunjukkan bahwa proses pembangunan yang dilakukan oleh petahana belum optimal dan
tepat sasaran.

Secara umum, perspektif yang diutarakan oleh kedua kubu memiliki landasan
berpikir masing-masing. Jika ditelaah secara cermat, kedua cara berpikir tersebut masuk akal
dan logis karena memiliki asumsi dan sudut pandang yang berbeda. Jika diperdebatkan
keduanya sering memiliki landasan argumen masing-masing yang menguatkan sudut
pandang dan melemahkan sudut pandang lain. Hal ini pada dasarnya menunjukkan bahwa
sebuah sudut pandang terhadap sebuah pembangunan memiliki dampak terhadap konsep dan
implementasi yang dikemukakan. Di sisi lain hal ini juga menunjukkan bahwa pendekatan
dalam pengembangan konsep dan implementasi dari pembangunan bersifat fleksibel dan
dinamis. Relevansi dari masing-masing keberhasilan pembangunan sangat bergantung kepada
tujuan dari pembangunan itu sendiri yang tidak lain diturunkan dari paradigma pembangunan
yang digunakan.1

Secara umum, indikator yang digunakan dalam mengukur keberhasilan


pembangunan berkaitan dengan aspek fisik dan material seperti; pembangunan infrastruktur
dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga hal yang paling sering dianggap sebagai indikator untuk
menilai pembangunan adalah Produk Domestik Bruto (PDB), angka kemiskinan,
ketimpangan, dan berbagai indikator makro lainnya. Namun, indikator pengukuran ini belum
tentu dapat dikatakan sesuai dengan prinsip ekonomi pembangunan Islam khususnya.

PENCAPAIAN, PROBLEM DAN KEBIJAKAN EKONOMI PEMBANGUNAN DI


NEGARA ISLAM

Paradigma memiliki peran penting dalam membentuk konsep dan implementasi dari
ekonomi pembangunan. Pemahaman bahwa paradigma (worldview) yang melandasi ekonomi
pembangunan Islam berbeda dengan ekonomi konvensional. Sejalan dengan ekonomi Islam,
sebagai ilmu dan konsep turunan, ekonomi pembangunan Islam dibentuk berlandaskan pada
Islamic worldview yang menempatkan panduan utama dalam menjalankan aktivitas
kehidupan (termasuk kegiatan berekonomi baik secara individu maupun entitas atau
kelompok) bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadis. Hal ini tentu sangat berbeda secara
fundamental dengan ekonomi pembangunan konvensional yang notabene dibangun
berdasarkan paradigma sekuler yang bersifat value-free. Pendekatan ekonomi konvensional
yang tujuan pembangunan utama lebih bersifat fisik dan materialistik. Walaupun dalam
perkembangannya, paradigma pembangunan baru yang hadir memiliki tujuan pembangunan
yang multidimensional. Hal ini ditunjukkan dengan munculnya ukuran baru pembangunan di
beberapa dekade terakhir seperti diterapkannya IPM dan didorongnya MDG’s dan SDG’s.
Dimana ukuran-ukuran baru ini mengakomodir dimensi pembangunan yang lebih beragam
dibanding tujuan pembangunan sebelumnya yang hanya fokus pada pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan yang berfokus hanya pada dimensi materialistik merupakan salah satu
perhatian utama dari ekonomi pembangunan Islam untuk disesuaikan.

Walaupun secara pergerakan ada indikasi perubahan ke arah yang multidimensional


dan beyond economic growth dari ukuran pembangunan yang berarti mendekati arah tujuan
pembangunan ekonomi Islam yang direpresentasikan oleh maqashid syariah, tetapi

1
Jajang, A.DKK. (2021). Ekonomi Pembangunan Islam. Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah - Bank
Indonesia. Jakarta
pembangunan di dalam Islam tidak hanya berfokus pada tujuan, tetapi juga bagaimana
pembangunan tersebut direncanakan, diatur, dan dijalankan. Perspektif ekonomi Islam,
berkaca pada prinsip dan cirinya, berekonomi bukan hanya perihal muamalah, tetapi juga
bagian dari ibadah untuk mencari keridaan Allah Swt. Hal ini menyebabkan turunan ilmu dan
implementasi ekonomi pembangunan Islam juga pasti jauh lebih mendalam dan
komprehensif penyesuaiannya dibandingkan hanya sekadar perubahan ukuran pembangunan.
yang menyatakan bahwa keberadaan ekonomi konvensional belum bisa memenuhi kebutuhan
umat muslim mulai dari aspek pemenuhan pengembangan ilmu pengetahuan, pemenuhan
kebutuhan dasar masyarakat, dan mengakomodir motif berekonomi masyarakat Islam.
Berlandaskan pada poin penjabaran ini jelas bahwa ada perbedaan mendasar antara ekonomi
pembangunan konvensional dengan paradigma yang dianut oleh masyarakat muslim yang
memaksa bahwasanya dibutuhkan hadirnya ekonomi pembangunan Islam baik dalam tataran
konsep ilmu maupun panduan pengaplikasiannya.2

Mayoritas negara-negara muslim adalah negara yang sedang berkembang dan masih
dihadapkan pada permasalahan pembangunan ekonomi. Problematika tersebut antara lain
kemiskinan, kesenjangan ekonomi, pengangguran, kesempatan kerja, kualitas sumber daya
manusia, utang luar negeri, inflasi, defisit neraca perdagangan dan pembayaran, serta
depresiasi mata uang domestik.

Permasalahan pembangunan ekonomi terutama terkait kemiskinan, kesenjangan


ekonomi, dan pengangguran terjadi di banyak negara di berbagai belahan dunia, baik di
negara dengan penduduknya mayoritas Muslim maupun non-Muslim. Hal tersebut menjadi
fakta yang menunjukkan bahwa agama Islam identik dengan kemiskinan dan
keterbelakangan. Padahal kemiskinan dan keterbelakangan juga terjadi di berbagai negara
yang sebagian besar penduduknya beragama non-Islam seperti di berbagai negara Amerika
Latin, Eropa dan Afrika, di Filipina, Vietnam, Kamboja, Thailand, Timor Leste, India, China
dan negara lainnya.

Berbagai permasalahan besar ekonomi tersebut, bukan hanya terjadi di negara


terbelakang dan sedang berkembang saja, namun juga terjadi di negara yang dianggap maju
secara material. Masalah tersebut sampai saat ini belum bisa diselesaikan dengan ilmu
ekonomi pembangunan konvensional. Berdasarkan hal tersebut penting mencari solusi
alternatif dalam pembangunan ekonomi. Syariat Islam menawarkan solusi mengatasi
2
Chapra, M. U., Khan, S., & Al Shaikh-Ali, A. (2008). The Islamic vision of development in the light of maqasid
al-Shariah. Islamic Research and Training Institute (IIIT). Occasional Papers No. 235.
permasalahan ekonomi secara berkeadilan. Keunggulan ekonomi Islam dibanding ekonomi
konvensional adalah kandungan makna transendental, yaitu adanya keyakinan kehidupan di
dunia maupun di akhirat kelak, baik untuk umat muslim maupun non-Muslim.3

Pembangunan Islam terdapat beberapa hal yang diperlukan negaranegara muslim


dalam merencanakan sebuah kebijakan, yaitu dengan melakukan filter nilai-nilai Islam,
memotivasi dan mengaktifkan sektor swasta melalui dukungan moral, reformasi
kelembagaan, insentif ekonomi dengan pemanfaatan keterbatasan sumber daya melalui
efisiensi, dan pemerataan yang optimal untuk mewujudkan maqashid. Menurut Zouache
(2016) pembangunan pada negara muslim terjadi karena adanya budaya Islam yang erat.
Nilai-nilai yang terkandung dalam budaya menjadi sebuah landasan dalam pengambilan
sebuah kebijakan dalam pembangunan Islam seperti yang diketahui bahwa ekonomi
kelembagaan Islam adalah aturan berbentuk formal dan informal, aturan tersebut menjadi
sebuah pedoman dalam berinteraksi dengan masyarakat sesuai dengan prinsip syariah
terutama dalam perekonomian.

Kinerja perekonomian suatu negara dipengaruhi oleh kebijakan dan kelembagaan.


Pada tingkat makro, fokus kelembagaan adalah menyiapkan dasar produksi, pertukaran dan
distribusi dari berbagai aspek, baik hukum, ekonomi, politik, dan sosial. Terdapat empat
strategi pembangunan ekonomi yang penting dan perlu mendapat perhatian adalah 1)
Keunggulan komparatif dan kompetitif, 2) Subtitusi impor dan promosi ekspor, 3)
Sentralisasi dan desentralisasi, 4) Statisasi dan privatisasi.

Implikasi kebijakan pembangunan dalam pembangunan Islam antara lain dengan


mengaitkannya dengan Sustainable Development Goals (SDGs). Pada tingkat makro, fokus
kelembagaan adalah menyiapkan dasar produksi, pertukaran dan distribusi dari berbagai
aspek, baik hukum, ekonomi, politik, dan sosial, yaitu 1) Pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, 2) Mengefektifkan hukum dan keadilan, 3) Optimalisasi investable resources,
4) Pendidikan dan kesehatan, 5) Peningkatan sumber daya manusia dan entrepreneurship.
Kebijakan merupakan keputusan pemerintah terhadap suatu tindakan tertentu untuk mencapai
suatu tujuan. Pada tingkat makro, kebijakan secara tradisional dirancang untuk mencapai
tujuan dari sistem ekonomi yang konsisten melalui pandangan masyarakat dunia, yaitu
pencapaian pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.4

3
Beik, Irfan Syauqi, dan Arsianti, Laily Dwi (2016). Ekonomi Pembangunan Syariah Edisi Revisi. PT. Rajawali
Press. Jakarta.
KESIMPULAN

Dalam ekonomi Islam, prinsip yang diutamakan adalah karakteristik pengambilan


keputusan bukan hanya untuk individu namun juga mendorong aktivitas ekonomi
masyarakat. Ekonomi Islam memperkenalkan empat tujuan utama yang berdasarkan pada
maqashid syariah, yaitu (1) menjamin kebutuhan dasar manusia, (2) meningkatkan
kapabilitas dan martabat manusia, (3) menjamin keberlangsungan kehidupan manusia dalam
jangka panjang, serta (4) menumbuhkan dan menjamin spiritualitas. Artinya, seluruh
kebijakan yang diambil dalam perspektif ekonomi Islam haruslah bertujuan menjaga dan
mengembangkan keempat hal tersebut. Sehingga, ukuran perkembangan ekonomi syariah
idealnya bukan hanya parameter finansial, tetapi ukuran kemaslahatan umum, baik dari sisi
spiritual, well-being, maupun ukuran mengenai pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Beik, Irfan Syauqi, dan Arsianti, Laily Dwi (2016). Ekonomi Pembangunan Syariah
Edisi Revisi. PT. Rajawali Press. Jakarta.

Chapra, M. U., Khan, S., & Al Shaikh-Ali, A. (2008). The Islamic vision of
development in the light of maqasid al-Shariah. Islamic Research and Training Institute
(IIIT). Occasional Papers No. 235.

Jajang, A.DKK. (2021). Ekonomi Pembangunan Islam. Departemen Ekonomi dan


Keuangan Syariah - Bank Indonesia. Jakarta.

Kahf, Monzer, (1997). Ekonomi Islam: Telaah Analitik Terhadap Fungsi Ekonomi
Islam, terjemahan: Mochnun Husein. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

4
Kahf, Monzer, (1997). Ekonomi Islam: Telaah Analitik Terhadap Fungsi Ekonomi Islam, terjemahan: Mochnun
Husein. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai