PERSPEKTIF ISLAM
DISUSUN OLEH:
1. ANDELA SYAFITRI
2. FARHAN ZAKI RIADI
3. EGA FEBI SETIAWAN
4. NANA APRINA
5. NONA FEBRILIA SARI
6. M.BAQILANI TASDIQ
7. RAHMAD AJI SANTOSO
DOSEN PENGAMPU:
KATRA PRAMADEKA,S.EI., M.E.I
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga makalah ini
dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materinya Dalam mata Kuliah Pembangunan Islam dengan dosen pembimbing bpk.
Katra Pramadeka S.EI.,M.E.I.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca
praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penelitian
BAB II PEMBAHASAN
BAB II PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi pembangunan Islam sebagai salah satu cabang (fokus) dalam ekonomi Islam
memiliki beberapa spesifikasi khusus jika dibandingkan dengan konsep ekonomi pembangunan yang
berkembang saat ini. Diakui bahwa konsep pembangunan kontemporer tidak seutuhnya berbeda
dengan konsep yang dibawa dalam ekonomi pembangunan Islam. Perbedaan utama yang membuat
perlunya pembahasan konsep ekonomi pembangunan Islam secara khusus adalah mengenai worldview
yang melandasinya. Sebagaimana dijelaskan dalam Bab 1 buku ini, bahwa ada indikasi perkembangan
arah konsep pembangunan mengerucut ke arah konsep pembangunan Islam. Untuk membuktikan hal
tersebut tentu dibutuhkan pemahaman mengenai pembangunan ekonomi menurut perspektif Islam.
Pembangunan ekonomi menurut perspektif Islam (ekonomi pembangunan Islam) ini dapat
secara langsung merujuk dari Islamic worldview yang menurunkan prinsip dasar ekonomi Islam (lihat
bab 1) serta teori dan model ekonomi pembangunan yang telah dikemukakan oleh ilmuwan Islam
yang juga membingkai teori dan model tersebut berdasarkan perspektif Islam. Bab ini akan merujuk
kembali kepada prinsip dasar ekonomi Islam yang dibahas di bab 1 buku ini serta
mengombinasikannya dengan teori dan model yang dikembangkan ilmuwan Islam untuk menarik
benang merah konsep pembangunan menurut perspektif Islam. Di antara aspek penting dalam
memahami ekonomi pembangunan Islam adalah orientasi, tujuan, ruang lingkup, elemen, dimensi,
dan struktur organisasi ekonomi pembangunan Islam.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu teori dan model pembangunan dalam islam
2. Bagaimana orientasi, tujuan dan ruang lingkup pembangunan
3. Apa saja elemen, dimensi dan struktur institusi ekonomi pembangunan islam
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui teori dan model pembangunan dalam islam
2. Untuk mengetahui orientasi, tujuan dan ruang lingkup pembangunan
3. Untuk mengetahui elemen, dimensi dan struktur institusi ekonomi pembangunan islam
BAB II
PEMBAHASAN
Secara garis besar, model pembangunan dalam Islam yang berkembang saat ini dapat
diklasifikasikan ke dalam dua pendekatan. Pendekatan tersebut diambil berdasarkan tokoh yang
mencetuskannya, yakni: model pembangunan Ibnu Khaldun dan model pembangunan As-
Syatibi. Kedua model ini memiliki fokus kajian yang berbeda, model yang pertama lebih
menekankan hubungan dari elemen pembangunan (ekonomi) dalam mencapai tujuan
pembangunan. Sementara model yang kedua lebih menonjolkan model pembangunan
berdasarkan komposisi tujuan pembangunan yang harusnya dicapai.
Ibnu Khaldun sering disebut sebagai bapak ekonomi Islam karena sumbangsih
pemikirannya yang sangat besar terhadap fondasi ekonomi Islam. Secara keilmuan, Ibnu
Khaldun tidak hanya menguasai satu basis ilmu, tetapi juga memiliki kekayaan intelektual di
berbagai bidang lainnya. Hal ini juga lah yang membuat pemikirannya sangat komprehensif dan
universal, termasuk pemikiran pada bidang ekonomi pembangunan. Basis keilmuan Ibnu
Khaldun tidak hanya terbentuk dari aspek teoretis seorang intelektual melainkan juga dari
pengalaman nya yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu
konsep-konsep yang dikemukakan Ibnu Khladun masih sangat kontekstual.
Model ekonomi pembangunan Islam yang kedua adalah model pembangunan As Syatibi.
Pada dasarnya model pembangunan ini disadur berdasarkan konsep maqashid syariah yang
merupakan tujuan dari ekonomi Islam.
Dalam model ini ekonomi pembangunan diturunkan dari komponen tujuan
pembangunan. Hal ini berbeda dengan Teori Ibnu Khaldun yang lebih cenderung menggunakan
pendekatan elemen dari pembangunan yang mempengaruhi berjalannya suatu sistem dalam
masyarakat. Dimana analisis pembangunan didasarkan pada apa yang ingin dicapai oleh
pembangunan.
Dua Ilmuwan yang teridentifikasi dalam menyokong model dengan pendekatan ini
adalah Al-Ghazali dan Umer Chapra. Dalam model ini yang menjadi pusat analisis pembangunan
adalah kesejahteraan manusia (human beings) dengan fokus untuk melindungi lima aspek
maqashid syariah:
a. Agama.
Agama atau kepercayaan akan menghasilkan tata nilai guna menopang kehidupan yang
kemudian dalam tahapan yang lebih tinggi akan menghasilkan kebudayaan. Misalnya
kepercayaan akan adanya Tuhan penguasa semesta akan berimplikasi pada kehidupan dan
melahirkan sebuah nilai, yaitu bahwa segala sesuatu yang ada di bumi dan dimiliki manusia
sesungguhnya adalah milik Tuhan. Sehingga segala sesuatu yang diperbuat oleh manusia
mendapat pengawasan dari Tuhan dan harus dipertanggungjawabkan.
Kepercayaan dalam Islam dibahas dalam ajaran tauhid yang mengajarkan kepercayaan
pada eksistensi Tuhan serta percaya bahwa Tuhan menurunkan aturan-aturan melalui para
Rasul-Nya serta melalui kitab-kitab suci-Nya.
b. Jiwa.
Manusia diciptakan Tuhan di muka bumi tidak lain adalah untuk menjadi khalifah. Tugas
utama khalifah adalah untuk memakmurkan bumi. Memakmurkan dalam pembahasan ini
sama pengertiannya dengan pembangunan. Sementara itu, pembangunan sangat
bergantung pada kualitas manusia itu sendiri, atau menurut Ibnu Khaldun “bangkit dan
runtuhnya suatu peradaban tergantung kualitas manusia”.
Sehingga pembangunan yang berlandaskan prinsip maqashid syariah seharusnya
mengutamakan keselamatan hidup manusia. Pembangunan harus mengutamakan
ketersediaannya kebutuhan hidup. Karena esensi maqashid syariah bukan hanya
pembangunan fisik yang dihitung dengan tingkat PDB maupun angka pendapatan per kapita,
tetapi lebih mengutamakan kualitas hidup manusia.
c. Akal.
Perlindungan terhadap akal menjadi alat pengganda kualitas hidup manusia. Sejatinya
manusia tidak memiliki instrumen alami untuk mempertahankan hidupnya. Manusia tidak
seperti macan yang diberi kecepatan berlari dan taring yang kuat untuk memangsa. Jerapah
diberi leher yang panjang karena kebutuhannya terhadap daun yang muda. Manusia hanya
diberi akal sebagai bekal untuk mempertahankan diri. Hal ini menjadi alasan mengapa
syariah harus menjaga akal. Menjaga dalam konteks ini berarti mengembangkan akal dan
salah satu caranya adalah melalui pendidikan yang baik
d. Keturunan.
Untuk mempertahankan kelangsungan generasinya, makhluk hidup secara kodrati
melakukan proses reproduksi untuk melahirkan generasi baru menggantikan generasi lama
atau menambah jumlah populasi dalam masyarakat. Dalam konteks pembangunan,
keturunan ini sangat memiliki peran vital terutama dalam menjaga keberlangsungan
pembangunan berkelanjutan.
e. Harta.
Sebagaimana dipahami dalam pendekatan konvensional, menjamin ketersediaan harta
adalah tujuan utama pembangunan karena ini merupakan salah satu kebutuhan dasar. Islam
juga menyadari hal tersebut, tetapi tidak bermakna harta adalah segalanya. Dalam
perspektif Islam, memperoleh harta sangat dianjurkan tentu saja dengan batasan dan
aturan syariat yang melekat padanya.
3. Falah-oriented.
Orientasi selanjutnya dari ekonomi pembangunan Islam adalah falah. Secara bahasa
falah dapat diartikan kemenangan. Kemenangan dalam konteks ini adalah kemenangan
hakiki, yaitu kemenangan dunia dan juga kemenangan akhirat. Berdasarkan prinsip ini maka
orientasi pembangunan dalam Islam tidak hanya mempertimbangkan aspek dunia tetapi
juga sangat mempertimbangkan aspek akhirat atau keridaan Allah Swt. Orientasi
pembangunan tidak boleh sekadar kebermanfaatan buat manusia melainkan harus sesuai
dengan kaidah syariat.
Orientasi Falah mendorong proses pembangunan yang mendukung prinsip sustainable
development dan environmental-friendly development. Pada dasarnya dalam Islam, kaidah
pembangunan bukan hanya mengenai keberlanjutan pembangunan dalam konteks duniawi,
tetapi juga konteks ukhrawi. Etika yang dibentuk dalam proses pembangunan bukan etika
kebaikan universal semata melaikan juga etika dalam nilai-nilai agama.
Jika direflleksikan dalam konteks model ekonomi Islam, orientasi ini merupakan
pengejawantahan dari prinsip perlindungan agama dan keturunan pada maqashid syariah.
Pembangunan berkelanjutan mewakili perlindungan keturunan, sedangkan kesesuaian
dengan syariat merepresentasikan perlindungan terhadap agama. Dalam pemaknaan yang
lebih mendalam juga dapat ditarik kesimpulan bahwa pada satu sisi orientasi dari
pembangunan itu juga membangun agama. Agama dalam ekonomi pembangunan Islam
tidak hanya sebagai subjek penuntun. Agama juga dapat berfungsi sebagai objek dari
pembangunan itu sendiri sehingga kedua peran tersebut dapat berjalan secara simultan.
Objek pembangunan menurut Islam bukan hanya manusia. Walaupun manusia tetap
sebagai pusat pembangunan tetapi dalam proses pembangunannya juga harus memperhatikan
objek lain yaitu makhluk hidup lain dan lingkungan. Hal ini telah diungkapkan oleh Umar Chapra
dalam model pembangunan berdasarkan maqashid syariah yang bersifat rahmatan lil’alamin.
Posisi manusia di dalam Islam adalah sebagai khalifah yang berarti memegang peran sentral
dalam mempengaruhi kepentingan makhluk lain atau objek lain yang ada di dunia. Sehingga
ruang lingkup ekonomi Islam berdasarkan objek pembangunan adalah manusia dan seluruh
makhluk yang ada di muka bumi.
Sementara itu, jika dikaji dari aspek ilmu pengetahuan yang melandasinya, ruang
lingkup ekonomi pembangunan Islam jauh lebih komprehensif dari sekadar teori ekonomi
tradisional maupun ekonomi politik. Sama halnya dengan model pembangunan Ibnu Khaldun
yang bersifat dinamis dan multi disiplin, ilmu pengetahuan yang menjadi dasar analisis dan
rujukan ekonomi pembangunan Islam pun bersumber dari berbagai sudut pandang ilmu
pengetahuan termasuk di dalamnya ilmu tentang budaya, psikologi, lingkungan hidup serta
tentunya ilmu agama. Lebih lanjut, sejalan dengan orientasi dan tujuan ekonomi pembangunan
Islam, dari aspek indikator, ruang lingkup ekonomi pembangunan Islam bersifat beyond material
(tradisional economic) indicator. Tolak ukur ekonomi pembangunan Islam juga sangat
memperhatikan aspek nonmaterial. Hal tersebut sudah sangat jelas dengan mengacu kepada
maqashid syariah.
Orientasi, Tujuan, dan Ruang Lingkup Ekonomi Pembangunan Islam Terhadap Arah
Perkembangan Paradigma Pembangunan Terkini.
Jika dilihat dari orientasi, tujuan dan ruang lingkup dari ekonomi pembangunan Islam
yang diturunkan di atas dapat ditemukan sebuah pattern bahwa, baik orientasi, tujuan, dan
ruang lingkup ekonomi pembangunan lebih luas dibandingkan pendekatan model (paradigma)
pembangunan yang berkembang saat ini. Tren pergerakan dari paradigma pembangunan yang
berkembang saat ini juga terindikasi semakin dekat dengan poin yang dikemukakan oleh
ekonomi pembangunan Islam.
Dari aspek orientasi dapat kita lihat sedari awal mengarahkan fokus dan objek utamanya
pada pembangunan manusia. Evolusi ukuran pembangunan konvensional yang pada awalnya
berfokus hanya pada orientasi berupa output yang bersifat material mulai bertransformasi
kepada output bersifat imaterial. Ekonomi pembangunan Islam juga berorientasi maslahat
dimana secara substansi berarti adanya keselarasan antara kepentingan individu dan sosial.
Orientasi ini pada dasarnya sejalan dengan fokus dari pembangunan yang berkembang saat ini,
yaitu mengenai isu ketimpangan dan pembangunan inklusif. Orientasi ekonomi pembangunan
Islam yang mencakup dimensi dunia dan akhirat juga menunjukkan bahwa ekonomi Islam
memiliki cakupan orientasi yang lebih luas. Orientasi ini pada dasarnya sejalan dengan isu-isu
pembangunan kontemporer saat ini yaitu mengenai sustainability. SDGs yang saat ini digalakkan
sebagai tolak ukur pembangunan menyiratkan tujuan pembangunan yang ingin dicapai oleh
pembangunan kontemporer lebih kompleks dan mencakup aspek yang sangat variatif dan
mengakomodir subjective wellbeing yang beragam.
Sementara itu dari aspek tujuan pembangunan, jika dikomparasikan dengan Human
Development Indeks (HDI) yang sekarang masih banyak digunakan sebagai alat ukur
pembangunan, pada dasarnya tujuan ekonomi pembangunan Islam merupakan ekstensi dari
ukuran umum pembangunan. Tujuan pertama dan kedua (menjamin kebutuhan dasar manusia,
meningkatkan kualitas dan martabat manusia) secara umum selaras dengan indikator yang
dipakai pada HDI. Sementara itu, tujuan ke-3 (menjamin keberlangsungan hidup dalam jangka
panjang) selaras dengan tujuan sustainable development. Dapat terlihat bahwa ekonomi
pembangunan Islam secara tujuan ternyata sejalan dengan konsep/tujuan pembangunan
kontemporer saat ini. Bahkan lebih komprehensif dengan adanya tujuan keempat yang belum
menjadi fokus dan konsiderasi utama HDI maupun SDGs.
Begitupun dengan aspek ruang lingkup ekonomi pembangunan Islam yang lebih luas
cakupannya. Objeknya meliputi manusia dan seluruh alam, suatu hal yang sebenarnya sesuai
dengan isu pembangunan ramah lingkungan. Dari ruang lingkup ilmu pengetahuan yang
mendasari, ekonomi pembangunan Islam sudah dari awal menyatakan bahwa ekonomi
pembangunan harus bersifat multidisiplin. Sementara isu pembangunan kontemporer baru
belakangan ini mengonsiderasi disiplin lain seperti aspek geografi, piskologi, kebudayaan dalam
menganalisis pembangunan.
Beberapa argumentasi tersebut menjelaskan bahwa paradigma pembangunan semakin
bergeser ke arah paradigma ekonomi pembangunan islam. Terkait hal ini para ilmuwan sudah
banyak yang mengkajinya. Penelitian yang paling banyak diteliti adalah yang berkaitan dengan
ukuran pembangunan. Maqashid syariah merupakan ukuran pembangunan yang paling banyak
dikaji dan dipercaya sebagai ukuran paling komprehensif dibandingkan ukuran pembangunan
lain.
Elemen Dimensi
Individual Self-Development Self-development
The physical development (earth and Physical-material development
natural resources)
The Development of Human Collectivity he development of society
Berdasarkan pandangan ini, elemen dari pembangunan akan menjadi sistem kepatuhan
berdasarkan aturan tertentu yang memastikan agar progres dari dimensi pembangunan tetap
berjalan. Dalam bahasa lain antara elemen dan dimensi pada ekonomi pembangunan Islam
saling terkait.
Tiga elemen dan dimensi pembangunan menurut Mirakhor dan Askari berkaitan dengan
self-development, physical development dan social development. Jika dikaitkan dengan
maqashid syariah, pada dasarnya klasifikasi ini menawarkan kerangka yang berbeda, tetapi
secara esensi tetap sama. Berbicara masalah individual development tentu sangat berkaitan
dengan perlindungan jiwa dan akal. Sedangkan physical development dalam konteks maqashid
syariah secara langsung direpresentasikan oleh perlindungan terhadap harta. Sementara
dimensi dari development of society sangat berkaitan erat dengan aspek pemeliharaan agama
dan keturunan.
Struktur Institusi.
Mengacu kepada teori pembangunan Ibnu Khaldun, ada 3 institusi utama dalam
struktur sistem pembangunan Islam, yaitu:
1. Pemerintah.
2. Ulama.
3. Masyarakat.
A. Kesimpulan
Dalam perspektif Islam, pembangunan ekonomi bersifat material dan spiritual, yang mencakup pula
pembangunan sumber daya manusia (SDM), sosial, kebudayaan dan lainnya. Dalam perkataan lain
dampak pembangunan dalam Islam adalah menyeluruh sebagaimana konsepsi Islam sebagai agama
yang menyeluruh. Bukan hanya ekonomi yang bersifat material tetapi juga pembangunan nonmaterial
yang bersifat spiritual, akhlak, sosial dan kebudayaan.
B. Saran
Alhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan sebagai implementasi rasa syukur kami atas
selesainya makalah Ekonomi Pembangunan Islam tentang Pembangunan Ekonomi Dalam Prespektif
Islam ini. Namun, dengan selesainya bukan berarti telah sempurna, karena kami sebagai manusia, sadar
bahwa dalam diri kami tersimpan berbagai sifat kekurangan dan ketidak sempurnaan yang tentunya
sangat mempengaruhi terhadap kinerja kami.
Oleh karena itu, saran serta kritik yang bersifat membangun dari pembaca sangat kami perlukan
guna penyempurnaan dalam tugas berikutnya dan dijadikan suatu pertimbangan dalam setiap langkah
sehingga kami terus termotivasi ke arah yang lebih baik dan semoga makalah kami ini bermanfaat bagi
kita semua.
DAFTAR PUSTAKA
Mahri, A.Jajang W, Cupian, M.Nur Rianto Al Arif, Tika Arundina, Tika Widiastuti, Faizul Mubarok,
Muhammad Fajri, Azizon Aas Nurasiyah. (2021). Ekonomi Pembangunan Islam. Jakarta: Departemen
Ekonomi dan Keuangan Syariah. Bank Indonesia.