Anda di halaman 1dari 5

Diplopia

1. Definisi
Berasal dari bahasa latin, diplous yang berati ganda dan ops yang
berarti mata. Diplopia adalah gejala dimana seseorang melihat dua
tampilan dari suatu objek atau persepsi bayangan ganda saat melihat
satu benda.
2. Fisiologi Pengelihatan Binokuler
Cahaya mata retina otak dipersepsikan (sensoris)
Otak otot penggerak bola mata cahaya dapat difokuskan an jatuh
tepat di retina (motoric)
Terdapat 3 syarat yang menentukan kualitas penglihatan binokuler:
a. Penglihatan simultan. Retina kedua mata menerima kedua
gambaran secara simultan. Pada penglihatan binokuler yang normal,
kedua mata mempunyai titik fiksasi yang sama, yang akan berada di
fovea sentralis kedua mata. Bayangan kedua objek yang selalu sampai
ke area identik di retina, disebut sebagai titik korespondensi retina.
Objek-objek yang terletak pada lingkaran imajiner dikenal sebagai
horopter geometrik diproyeksikan pada titik-titik di retina ini. Horopter
yang berbeda akan berlaku untuk jarak fiksasi berapapun. Oleh karena
itu, gambar di kedua retina akan identik pada penglihatan binokuler
yang normal. Fenomena ini dapat diperiksa dengan menampilkan
gambar yang berbeda ke masing-masing retina; normalnya kedua
gambar akan diterima, menimbulkan diplopia fisiologis.Contohnya
dengan menempatkan 2 pensil vertikal pada sebuah garis sesuai
dengan axis visual subjek, dengan pensil kedua jaraknya kira-kira 2
kali jauhnya dari pada subjek pertama. Ketika subjek fokus pada 1
pensil, pensil yang lain akan tampak ganda.
b. Fusi: hanya saat kedua retina membuat impresi visual yang sama,
yakni transmisi gambar-gambar identik ke otak, 2 gambaran retinal
akan bercampur menjadi persepsi tunggal. Impair fusi dapat
menimbulkan diplopia.
c. Penglihatan stereoskopis. Sifat ini adalah tingkat tertinggi kualitas
penglihatan binokuler dan hanya mungkin jika beberapa kondisi
terpenuhi. Agar objek-objek diproyeksikan pada titik korespondensi
atau identik pada retina, mereka harus terletak di horopter geometrik
yang sama. Objek yang berada di depan atau di belakang lingkaran ini
tidak akan diproyeksikan ke titik korespondensi tapi ke titik nonkorespondensi atau disparate. Hasilnya, objek-objek ini akan dianggap
sebagai 2 benda (diplopia). Sedangkan objek-objek yang berada dalam

jangkauan sempit di depan dan di belakang horopter difusikan sebagai


gambaran tunggal. Area ini disebut sebagai area Panum. Otak
memroses gambaran nonkorespondensi retina dalam area Panum
sebagai persepsi visual tunggal 3-dimensi bukan sebagai gambaran
ganda. Sebaliknya, otak menggunakan gambaran ganda tersebut
untuk membedakan kedalaman.

Gambar 1a. Horopter Geometrik. Berkas sinar dari titik fiksasi mencapai
fovea sentralis pada kedua mata pada penglihatan simultan normal. Karena
itu, objek A dan B pada horopter geometrik diproyeksikan pada titik
korespondensi di retina. 1b. Horopter Fisiologis. Pada jangkauan sempit di
depan dan di belakang horopter (area Panum) 2 gambaran retinal masih bisa
berfusi. Titik A dan B yang berada di luar area Panum, diproyeksikan ke titik
nonkoresponden di retina
3. Klasifikasi Diplopia
a. Diplopia Monokuler
Diplopia monokuler adalah penglihatan ganda yang timbul pada mata
yang sakit saat mata yang lain ditutup.Terjadi karena adanya kelainan
refraksi. Bila terjadi gangguan pembiasan sinar pada mata, maka
berkas sinar tidak homogen sampai di makula yang akan
menyebabkan keluhan ini. Pada hampir semua keadaan, diplopia
monokuler disebabkan oleh aberasi lokal pada kornea, iris, lensa, atau
yang jarang yaitu retina.
b. Diplopia Binokuler

Diplopia binokuler adalah penglihatan ganda terjadi bila melihat


dengan kedua mata dan menghilang bila salah satu mata ditutup.
Diplopia binokuler terjadi karena adanya misalignment okuler
4. Etiologi
a. Diplopia monokuler
Kelainan refraksi
Defek kornea (astigmatisme ireguler)
Luka pada iris, iridektomi
Katarak
Defek makular (misal membran epiretinal, choroidal fold)
Opasitas media refraksi
Disfungsi kortikal serebral (diplopia monokuler bilateral)
b. Diplopia binokuler Misalignment okuler
Displacement orbital atau okuler: trauma, massa atau tumor,
infeksi, oftalmopati terkait-tiroid.
Restriksi otot ekstraokuler: oftalmopati terkait-tiroid, massa atau
tumor, penjepitan otot ekstraokuler, lesi otot ekstraokuler, atau
hematom karena pembedahan mata.
Kelemahan otot ekstraokuler: miopati kongenital, miopati
mitokondrial, distrofi muskuler.
Kelainan neuromuscular junction: miastenia gravis, botulism.
Disfungsi saraf kranial III, IV, atau VI: iskemia, hemoragik, tumor
atau massa, malformasi vaskuler, aneurisme, trauma, meningitis,
sklerosis mutipel.
Disfungsi nuklear saraf kranial di batang otak: stroke, hemoragik,
tumor atau massa, trauma, malformasi vaskuler.
Disfungsi supranuklear yang melibatkan jalur ke dan antara nukleus
saraf kranial III, IV atau VI: stroke, hemoragik, tumor atau massa,
trauma, sklerosis multipel, hidrosefalus, sifilis, ensefalopati
Wernicke, penyakit neurodegeneratif.
5. Faktor Resiko
a. Faktor Biologi
Wanita
Usia
Kelainan organik pada mata ( katarak,kelainan kornea,dan
kelainanrefraksi yang tidak dikoreksi, terutamaastigmatisma )
Kelainan
yang
menyebabkan
gangguan
saraf pada
ototekstraokuler ( CVD/ cerebro vascular disease, lesi
kompresi )
Gangguan yang menyebabka nterhambatnya gerakan bola
mata (Graves disease, trauma )

Gangguan NMJ/ neuromuscular junction (GBS/ Guillain Barre


Syndrome, MS/ multiple sclerosis ,myasthenia gravis )
b. Faktor Lingkungan
Banyak terpapar sinar matahari
c. Faktor perilaku
Kurang sadar memeriksakan diri secara rutin
Tidak memeriksakan mata jika ada keluhanterlambat berobat
d. Faktor pelayanan kesehatan
Kurangnya pengetahuan petugas kesehatan
Kurang saran dan prasarana
Keterlambatan diagnosis dan terapi
Tidak ada penyuluhan mengenai penyebab diplopia
6. Patofisiologi
a. Misalignment okuler pada pasien dengan penglihatan binokuler
yang normal akan menimbulkan diplopia binokuler. Misalignment
okuler menyebabkan terganggunya kapasitas fusional sistem
binokuler. Koordinasi neuromuskuler yang abnormal tidak dapat
menjaga korespondensi visual objek pada retina kedua mata.
Dengan kata lain, sebuah objek yang sedang dilihat tidak jatuh
pada fovea kedua retina, maka objek akan tampak pada dua
tempat spasial berbeda dan diplopia pun terjadi.
b. Diplopia monokuler disebabkan oleh adanya kelainan refraksi.
Kelainan rerfraksi dapat menyebabkan gangguan pembiasan
cahaya/ sinar. Bila terjadi gangguan pembiasan sinar pada mata,
maka berkas sinar tidak homogen sampai di makula yang akan
menyebabkan keluhan ini
c. Mekanisme diplopia yang ketiga dan jarang terjadi adalah
disfungsi korteks visual primer atau sekunder. Disfungsi ini akan
menimbulkan
diplopia
monokuler
bilateral
dan
harus
dipertimbangkan saat tidak ditemukan aberasi okuler pada
pasien.
7. Tata Laksana
a. Menutup satu mata: menutup mata sering diperlukan, karena
pasien harus terus beraktivitas sambil menunggu intervensi.
b. Lensa oklusif stick-on dapat dipakaikan ke kacamata untuk
meminimalkan handicap pada penggunaan tutup mata, sambil
mengaburkan satu mata untuk meminimalkan penglihatan ganda
yang mengganggu.
c. Prisma Fresnel: prisma ini dapat melekat ke kacamata. Meski prisma
ini hanya cocok untuk deviasi stabil yang ada di semua arah gaze,
prisma ini mengaburkan gambar dari mata itu dan berfungsi
dalambanyak hal seperti lensa oklusif.

d. Pengobatan miastenia gravis: mestinon atau agen antikolinergik


kerja lama, serta kortikosteroid.
e. Pembedahan
Pembedahan strabismus kadang-kadang diperlukan. Resesi/
reseksi khas jarang diindikasikan karena satu otot yang sering
lemah permanen, dan pembedahan standar apapun akan
kehilangan efek pada akhirnya.
Pengecualian pada fraktur blow out saat dilakukan pelepasan
pada penjepitan jaringan lunak dari fraktur di dasar orbita dapat
sangat efektif.
f. Pembedahan transposisi (pembedahan Hummelsheim).
g. Paralisis otot obliks superior Knapp Dengan kelemahan permanen
otot obliks superior, mungkin dapat dilakukan pelemahan otot mata
yang lain (otot rectus superior) juga yang merupakan antagonis
direk (otot obliks inferior) pada mata yang sama, bersama-sama
dengan pemendekan otot yang terkena,dapat meminimalkan
deviasi.
h. Kemodenervasi
membantu mencegah kontraktur di mata dengan paresis otot
ekstraokuler, khususnya saat kembalinya fungsi diharapkan.
i. Injeksi multipel selama beberapa bulan dengan toxin botulinum ke
otot rectus medial mengurangi kontraktur karena kelemahan otot
rectus lateral akibat paralisis saraf VI. Efeknya lebih permanen
dibanding dengan yang diharapkan, otot yang tidak disuntik malah
membantu pemendekan dan kontraktur.

Anda mungkin juga menyukai