Disusun Oleh :
Wulan Rizky Haerunissa G1A015084
Handra Chairunisa Anugerahani G1A015085
Hasna Hanief Nabilah G1A015086
Dicky Prasetyo G1A015087
Muhammad Iqbal Syifaurrahman G1A015088
Muhammad Zulfikar Rizki Aditya G1A015089
Revania Radina Thirza G1A015090
Indah Pusparani G1A015091
Haidar Adi Nugroho G1A015092
Putri Qurrotul Aini G1A015093
2018
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa: “Setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan” (Supriadi, 2001).
Dalam praktik kedokteran, terdapat aspek etika, disiplin, dan hukum untuk
mengatur berjalannya proses kesehatan. Etik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral atau akhlak. Disiplin Kedokteran dalam UU 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran merupaan aturan dan atau penerapan keilmuan dalam pelaksanaan
pelayanan yang harus dilaksanakan oleh kedokteran umum dan kedokteran gigi.
Hukum mengatur perilaku manusia dalam kaitannya dengan ketertiban hubungan
antarmanusia, dengan aturan yang baku dan telah ditetapkan (Kusuma, 2004).
Realitanya, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukum karena
banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya
norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika. Aspek etik kedokteran yang
mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian
perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian
perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan
keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk mengidentifikasi kasus “ Dokter Jay” berdasarkan
etika, disiplin, serta hukum kedokteran yang berlaku.
BAB II
ISI
3
BAB III
PEMBAHASAN
4
6
kompeten, tugas dan tanggung jawab terhadap pasien tidak dilaksanakan dengan
baik, dan berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi.
Terdiri dari 28 (dua puluh delapan) bentuk pelanggaran disiplin pada pasal 3 ayat
2 yaitu:
1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki
kompetensi yang sesuai.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak
memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki
kompetensi dan kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan pemberitahuan
perihal penggantian tersebut.
5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun
mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan
pasien
6. Tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu
yang dapat membahayakan pasien
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate
information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik
kedokteran
9. Melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien
atau keluarga dekat, wali, atau pengampunya
10. Tidak membuat atau tidak menyimpan rekam medis dengan sengaja
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas
permintaan sendiri atau keluarganya
13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan,
keterampilan, atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara praktik
kedokteran yang layak melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan
menggunakan manusia sebagai subjek penelitian tanpa memperoleh
persetujuan etik (ethical clearance) dari lembaga yang diakui pemerintah
7
1. Dari PBL tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seorang dokter melakukan
pelanggaran etika kedokteran, maka dokter tersebut belum tentu melanggar
disiplin dan hukum kedokteran. Namun apabila seorang dokter melakukan
pelanggaran disiplin dan hukum kedokteran, maka dokter tersebut telah melanggar
etika kedokteran.
8
9
DAFTAR PUSTAKA
Antarika. Hukum dalam Medis : Materi Kuliah, Program Pascasarjana Ilmu Hukum
Perdata. 2006. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Kusuma., A.E. 2004. Aspek Hukum Hubungan antara Dokter dan Pasien. Semarang:
Dexa Media.
Afrilia, N. 2012. Peningkatan Disiplin Siswa. Diakses dari
http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2326107-peningkatandisiplin-
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 32 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi Pasal
2.
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi Penjelasan Bab Pendahuluan.
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi Pasal 3 ayat 2.
Puernomo.,B. 2001. Hukum Kesehatan, Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan
Masyarakat Magister Managemen Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
siswa/. Pada tanggal 12 Maret 2017, Jam 18.30 WIB.
Soegiono,Tamsil, Filsafat Pendidikan Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012.
Siswati, S, Etika dan Hukum Kesehatan dalam Perspektif Undang-Undang Kesehatan,
Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 11.
Supriadi dan Chandrawila., W. 2001. Hukum Kesehatan. Bandung: Mandar Maju.
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 3.