Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PROBLEM BASED LEARNING 3

BLOK 7.1 FORENSIC & HEALTH LAW


“Etika Disiplin Hukum Kedokteran’

Disusun Oleh :
Wulan Rizky Haerunissa G1A015084
Handra Chairunisa Anugerahani G1A015085
Hasna Hanief Nabilah G1A015086
Dicky Prasetyo G1A015087
Muhammad Iqbal Syifaurrahman G1A015088
Muhammad Zulfikar Rizki Aditya G1A015089
Revania Radina Thirza G1A015090
Indah Pusparani G1A015091
Haidar Adi Nugroho G1A015092
Putri Qurrotul Aini G1A015093

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDRAL SOEDRIMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
KEDOKTERAN UMUM
PURWOKERTO

2018
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1


BAB II ISI ................................................................................................................... 3
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................... 4
A. Pengertian etika, disiplin dan hukum kedokteran ....................................... 4
B. Tujuan penegakkan disiplin kedokteran ...................................................... 4
C. Pelanggaran disiplin kedokteran ................................................................... 4
BAB IV KESIMPULAN ............................................................................................ 8
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Kebutuhan manusia terhadap tindakan untuk menyelamatkan nyawanya


merupakan hal mendasar yang diperlukan oleh setiap makhluk hidup. Dalam kondisi
jiwa dan fisik yang lemah, tidak jarang pasien mempercayakan hidup dan matinya
sepenuhnya kepada dokter. Namun, dokter hanyalah perantara dan kesembuhan
sepenuhnya ada di tangan Tuhan. Dokter telah dididik secara profesional untuk
memberikan pertolongan dan pelayanan medis kepada orang-orang yang
membutuhkannya. Pendidikan kedokteran telah membekali para peserta didiknya
dengan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan perilaku
professional (professional attitude) agar mereka menjadi dokter-dokter yang
berkompeten dan profesional, senantiasa memberikan pertolongan kepada sesamanya
(Antarika, 2006).
Tidak dapat dimungkiri, bahwa hubungan antara dokter dan pasien masih banyak
yang bersifat paternalistik (Kusuma,2004). Pasien selalu memandang dokter sebagai
seorang yang ahli dan mengetahui berbagai macam penyakit yang dikeluhkannya,
sedangkan dokter memandang pasien sebagai orang awam yang tidak mengetahui
apapun mengenai penyakit yang dideritanya. Akibat pandangan tersebut pasien selalu
mengikuti apa saja yang disarankan oleh dokter. Jika terjadi kesalahan atau kelalaian,
pasien melimpahkan tanggung jawab kepada para pemberi jasa pelayanan kesehatan
(Supriadi, 2001).
Profesi kedokteran sering mendapat kritikan tajam dari berbagai lapisan
masyarakat, bahkan sering disorot dan menjadi berita utama di media massa.
Meningkatnya kritikan disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya adanya kemajuan
dalam bidang ilmu dan teknologi kesehatan, perubahan karakteristik masyarakat
terhadap tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa, juga perubahan masyarakat pengguna
jasa kesehatan yang lebih sadar akan hak-haknya (Puernomo, 2001). Kesalahan atau
kelalaian dokter tersebut dapat mengakibatkan kerugian fisik atau psikis, bahkan dapat
menimbulkan korban jiwa. Hal ini tentu mengharuskan adanya kepastian hukum dari
pihak penyedia layanan medis. Namun demikian, tidaklah mudah menentukan pihak
mana yang harus memikul tanggung jawab.5Pelayanan kesehatan, baik kesehatan
jasmani maupun rohani, merupakan salah satu hak asasi warga negara yang dilindungi
oleh undang-undang, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal Undang-Undang No.
1
2

36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, bahwa: “Setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan” (Supriadi, 2001).
Dalam praktik kedokteran, terdapat aspek etika, disiplin, dan hukum untuk
mengatur berjalannya proses kesehatan. Etik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
moral atau akhlak. Disiplin Kedokteran dalam UU 29 tahun 2004 tentang praktik
kedokteran merupaan aturan dan atau penerapan keilmuan dalam pelaksanaan
pelayanan yang harus dilaksanakan oleh kedokteran umum dan kedokteran gigi.
Hukum mengatur perilaku manusia dalam kaitannya dengan ketertiban hubungan
antarmanusia, dengan aturan yang baku dan telah ditetapkan (Kusuma, 2004).
Realitanya, aspek etik seringkali tidak dapat dipisahkan dari aspek hukum karena
banyaknya norma etik yang telah diangkat menjadi norma hukum, atau sebaliknya
norma hukum yang mengandung nilai-nilai etika. Aspek etik kedokteran yang
mencantumkan juga kewajiban memenuhi standar profesi mengakibatkan penilaian
perilaku etik seseorang dokter yang diadukan tidak dapat dipisahkan dengan penilaian
perilaku profesinya. Etik yang memiliki sanksi moral dipaksa berbaur dengan
keprofesian yang memiliki sanksi disiplin profesi yang bersifat administratif. Oleh
karena itu, penulis tertarik untuk mengidentifikasi kasus “ Dokter Jay” berdasarkan
etika, disiplin, serta hukum kedokteran yang berlaku.
BAB II
ISI

No. Konteks Kaidah Pengusul Alasan


Dasar
Moral
yang
ada
1. Dokter Jay menolak diajak Autono Indah Dokter berhak untuk
ikut seminar kedokteran mi memilih seminar apa
berkelanjutan di kotanya yang akan diikutinya,
dengan alasan sedang jaga tidak semua seminar
klinik. harus diikuti
Zulfikar Biasanya terdapat
fasilitass seminar yang
disediakan oleh instansi
terkait, tidak semua
seminar harus diikuti
Benefic Wulan Seminar adalah salah satu
ience cara untuk
mengembangkan
kelimuan
2. Saat dokter Jay praktik di Justice Haidar Pasien harus
klinik “Heboh Husada”, diperlakukan sama, tidak
terdapat telepon mengabarkan ada yang didahulukan
ada pasien yang sudah atau ditelantarkan.
menunggu. Dengan tergopoh-
gopoh dokter Jay segera
menyelesaikan pasien yang
masih tersisa di klinik “Heboh
Husada”.
3. Pasien di klinik memiliki Autono Indah Informed Consent harus
keluhan nyeri dada kanan atas mi dilakukan sebelum
dan jantung berdebar-debar. tindakan
Melihat pasien, timbul niat
iseng dokter Jay dan ia
menyuruh pasien membuka
baju untuk diperiksa.
Selanjurnya…
4. Mbak Cow-Ash mengatakan Justice Dicky Melanggar sumpah
obat yang diberikan dokter hippocrates,
Bejo terlalu banyak, dan akan menimbulkan stigma
diganti dengan yang lebih negatif karena
bagus. Lalu ia memberikan menjelekkan sejawat.
resep baru yang hampir sama
saja.

3
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pengertian etika, disiplin dan hukum kedokteran


Secara etimologi kata “etika” berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari dua
kata yaitu Ethos dan ethikos. Ethos berarti sifat, watak kebiasaan ataupun tempat
yang biasa. Ethikos berarti susila, keadaban, kelakuan dan perbuatan yang baik.
Sedangkan menurut KBBI, filsafat etika adalah ilmu tentang apa yang dianggap
baik atau apa yang dianggap buruk dan tentang hak dan kewajiban moral,
kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat (Suegiyono, 2012).
Menurut Afrilia disiplin adalah kepatuhan seseorang dalam mengikuti
peraturan atau tata tertib karena didorong oleh adanya kesadaran yang ada pada
kata hatinya tanpa adanya paksaan dari pihak luar. Adapun tujuan utama dari
sebuah sikap kedisiplinan yaitu untuk mengarahkan setiap individu mampu untuk
mengontrol dirinya sendiri, selain itu juga supaya individu dapat melakukan
aktivitas dengan terarah, sesuai dengan peraturan yang berlaku (Nur, 2008).
Adapun pengertian hukum kedokteran adalah semua ketentuan hukum yang
berhubungan langsung dengan pemeliharaan atau pelayanan kesehatan dan
penerapan serta hak dan kewajiban baik perorangan dan segenap lapisan
masyarakat sebagai penerima pelayanan kesehatan maupun dari pihak
penyelenggara pelayanan kesehatan dalam segala aspek organisasi (Sri, 2013).
B. Tujuan penegakkan disiplin kedokteran
Tujuan penegakan disiplin dokter/dokter gigi sejalan dengan amanah tujuan
dari Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004, terdapat pada Per KKI no 23 tahun
2015 menyatakan untuk:
1. Melindungi pasien/masyarakat dari tindakan yang dilakukan dokter dan dokter
gigi yang tidak kompeten
2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan yang diberikan dokter dan dokter
gigi
3. Menjaga kehormatan profesi
C. Pelanggaran disiplin kedokteran
Menurut Per KKI no 4 tahun 2011 pada hakikatnya disiplin kedokteran dapat
dikelompokkan dalam 3 (tiga) hal yakni melaksanakan praktik dengan tidak

4
6

kompeten, tugas dan tanggung jawab terhadap pasien tidak dilaksanakan dengan
baik, dan berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi.
Terdiri dari 28 (dua puluh delapan) bentuk pelanggaran disiplin pada pasal 3 ayat
2 yaitu:
1. Melakukan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.
2. Tidak merujuk pasien kepada dokter atau dokter gigi lain yang memiliki
kompetensi yang sesuai.
3. Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu yang tidak
memiliki kompetensi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
4. Menyediakan dokter atau dokter gigi pengganti sementara yang tidak memiliki
kompetensi dan kewenangan yang sesuai atau tidak melakukan pemberitahuan
perihal penggantian tersebut.
5. Menjalankan praktik kedokteran dalam kondisi tingkat kesehatan fisik ataupun
mental sedemikian rupa sehingga tidak kompeten dan dapat membahayakan
pasien
6. Tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu
yang dapat membahayakan pasien
7. Melakukan pemeriksaan atau pengobatan berlebihan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan pasien
8. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate
information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik
kedokteran
9. Melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien
atau keluarga dekat, wali, atau pengampunya
10. Tidak membuat atau tidak menyimpan rekam medis dengan sengaja
11. Melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menghentikan kehamilan yang
tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
12. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas
permintaan sendiri atau keluarganya
13. Menjalankan praktik kedokteran dengan menerapkan pengetahuan,
keterampilan, atau teknologi yang belum diterima atau di luar tata cara praktik
kedokteran yang layak melakukan penelitian dalam praktik kedokteran dengan
menggunakan manusia sebagai subjek penelitian tanpa memperoleh
persetujuan etik (ethical clearance) dari lembaga yang diakui pemerintah
7

14. Tidak melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, padahal


tidak membahayakan dirinya, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas
dan mampu melakukannya
15. Menolak atau menghentikan tindakan/asuhan medis atau tindakan pengobatan
terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan etika
profesi atau peraturan perundang undangan yang berlaku
16. Membuka rahasia kedokteran
17. Membuat keterangan medis yang tidak didasarkan kepada hasil pemeriksaan
yang diketahuinya secara benar dan patut
18. Turut serta dalam perbuatan yang termasuk tindakan penyiksaan (torture) atau
eksekusi hukuman mati
19. Meresepkan atau memberikan obat golongan narkotika, psikotropika, dan zat
adiktif lainnya yang tidak sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan
perundang undangan yang berlaku
20. Melakukan pelecehan seksual, tindakan intimidasi, atau tindakan kekerasan
terhadap pasien dalam penyelenggaraan praktik kedokteran
21. Menggunakan gelar akademik atau sebutan profesi yang bukan haknya
22. Menerima imbalan sebagai hasil dari merujuk, meminta pemeriksaan, atau
memberikan resep obat/alat kesehatan
23. Mengiklankan kemampuan/pelayanan atau kelebihan kemampuan/ pelayanan
yang dimiliki baik lisan ataupun tulisan yang tidak benar atau menyesatkan
24. Adiksi pada narkotika, psikotropika, alkohol, dan zat adiktif lainnya berpraktik
dengan menggunakan surat tanda registrasi, surat izin praktik, dan/atau
sertifikat kompetensi yang tidak sah atau berpraktik tanpa memiliki surat izin
praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
25. Tidak jujur dalam menentukan jasa medis tidak memberikan informasi,
dokumen, dan alat bukti lainnya yang diperlukan MKDKI untuk pemeriksaan
atas pengaduan dugaan pelanggaran disiplin profesional dokter dan dokter
Gigi.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Dari PBL tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seorang dokter melakukan
pelanggaran etika kedokteran, maka dokter tersebut belum tentu melanggar
disiplin dan hukum kedokteran. Namun apabila seorang dokter melakukan
pelanggaran disiplin dan hukum kedokteran, maka dokter tersebut telah melanggar
etika kedokteran.

8
9

DAFTAR PUSTAKA

Antarika. Hukum dalam Medis : Materi Kuliah, Program Pascasarjana Ilmu Hukum
Perdata. 2006. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Kusuma., A.E. 2004. Aspek Hukum Hubungan antara Dokter dan Pasien. Semarang:
Dexa Media.
Afrilia, N. 2012. Peningkatan Disiplin Siswa. Diakses dari
http://id.shvoong.com/socialsciences/education/2326107-peningkatandisiplin-
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 32 Tahun 2015 tentang Tata Cara
Penanganan Kasus Dugaan Pelanggaran Disiplin Dokter dan Dokter Gigi Pasal
2.
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi Penjelasan Bab Pendahuluan.
Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 4 Tahun 2011 tentang Disiplin
Profesional Dokter dan Dokter Gigi Pasal 3 ayat 2.
Puernomo.,B. 2001. Hukum Kesehatan, Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan
Masyarakat Magister Managemen Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada.
siswa/. Pada tanggal 12 Maret 2017, Jam 18.30 WIB.
Soegiono,Tamsil, Filsafat Pendidikan Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012.
Siswati, S, Etika dan Hukum Kesehatan dalam Perspektif Undang-Undang Kesehatan,
Rajawali Pers, Jakarta, 2013, hlm. 11.
Supriadi dan Chandrawila., W. 2001. Hukum Kesehatan. Bandung: Mandar Maju.
Undang Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 3.

Anda mungkin juga menyukai