Anda di halaman 1dari 3

PBL 2

Tn. A. 21 tahun, dibawa ke IGD dengan nyeri leher yang memberat dan nyeri saat menelan yang
parah yang berhubungan dengan demam selama 2 hari. Info ini didapat dari keluarga karena pasien
tidak bisa berbicara dan terlihat ada penumpukan liur di rongga mulut. Lehernya bengkak dan
sangat lunak saat dipalpasi. Pasien dapat membuka mulutnya karena tidak didapatkan adanya
trismus. Tapi palatum mole pasien terlihat bengkak dan menghalangi inspeksi lebih lanjut. Tidak
ada stridor
Klarifikasi istilah
1. Trismus : lockjaw atau kaku rahang
2. Odinofagia : nyeri telan
Batasan Masalah
1. Anamnesis
a. Tn A 21 tahun
b. RPS
 Keluhan utama : nyeri leher dan odinofagia
 Kualitas : makin memberat
 Kuantitas : -
 Memperberat memperingan : -
 Gejala penyerta : demam 2 hari yang lalu, palatum mole edem
2. PF :
a. Keadaan umum
b. Kesadaran : E4V1M6
c. Vital sign : takikardi Hr 140x/menit, TD 140/80 mmHg, RR -, saturasi O2 90-95% ,
suhu -
d. Status generalis : head to toe
e. Status lokalis : pemeriksaan kepala dan leher
 Typical grey white
 Mukosa edem
3. PP
a. Kultur untuk uji resistensi  interpretasi
4. DD :
a. Difteri : ada pseudomembran
b. Limfadenitis :
Diagnosis : Difteri
Analisis Masalah

1. Etiologi
Corinebacterium dyphteriae
Basil gram positif, tahan beku dan kering, mati di suhu >60 derajat, tumbuh secara aerob

Toksigenik : 4 tipe strain virulen


a. Strain gravis : di Eropa, ganas, penyebab kematian terbanyak
b. Strain Mitis : hanya mengenai saluran nafas
c. Intermedius : penyebab agak berat
d. Miningus : sering terjadi di Amerika
Non-toksigenik : dijumpai pada nasofaring, telinga, kotoran mata
Mikroskipis sulit dibedakan antara non toksigenik dan toksigenik
Transmisi : droplet, tinggal dan berkembang di saluran pernafasan manusia masuk secara
inhalasi
*carrier : pembawa bakteri
zoonosis : berasal dari hewan  jarang biasanya dari manusia
2. Tipe tipe difteri
a. Nasal difteri : gejala awal mirip, ciri ada pengeluaran sekresi hidung tanpa diikuti gejala
lain, demam rendah, pengeluaran sekresi hidung serous, kadang terjadi epitaksis
b. Tonsilar dan faringeal difteri : penyakit timbul perlahan dengan tanda penderita menjadi
lemas, anoreksia, sakit tenggorokan, demam rendah, pada tonsil dijumpai eksudat atau
membrane dalam 24 jam pertama, terjudai perluasan membran menjalar ke kedua tonsil,
uvula, palatum mole, ke dinding faring, ciri membrane rapuh, lengket, berwarna putih
keabuan, jika membrane diangkat maka akan terjadi perdarahan, terdapat bull neck (efek
pembesaran kelenjar limfe di leher),
c. Laringeal difteri : efek kronis dari faringeal difteri yang tidak sembuh serak, batuk,
terjadi penyumbatan jalan nafas, ada edema
3. Patogenesis dan Patofisiologi

4. Tanda dan Gejala


Gejala awal : demam, pseudomembran atau selaput tipis putih keabuan di tenggorokan
seperti laring, faring, tonsil yang tidak mudah lepas dan dapat berdarah, nyeri telan, leher
bengkak, dapat disertai sesak nafas
5. Tatalaksana
a. Ditempatkan di ruang isolasi untuk menghindari penularan
b. Tanpa menunggu hasil kultur segera berikan antitoksin difteri (DAT) dengan dosis 200-
1000 IU/kgBB i.v atau i.m
c. Berikan antibiotik penicillin (tidak sensitive) 600.000 IU/hari selama 14 hari, atau
eritromisin (sensitive) 25-50mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis selama 14 hari
d. Lakukan skin test terlebih dahulu sebelum pemberian DAT
e. Jika ada tanda miokarditis atau pada nasofaringeal difteri dapat diberi kortokosteroid
f. Beri cairan cukup untuk menghindari dehidrasi
g. Kalori yang tinggi dengan maknana cair
h. Pada laryngeal difteri perlu dilakukan trakheostomi  karena ada sumbatan
i. Bila ada paralisis palatum mole dan faring dipasang polietilen tube untuk mencegah
aspirasi
6. Prognosis
Prognosis difteri : fatal
Faktor risiko kematian apabila ada bull neck, atau komplikasi ke jantung, >60 tahun < 6
bulan, pengguna alkoholik
7. Komplikasi
a. Masalah pernafasan : berpotensi memicu reaksi peradangan pada paru sehingga fungsi
akan menurun secar drastis, aspirasi pseudormembran yang terlepas, obstruksi saluran
akibat edem, dan menyebabkan gagal nafas
b. Kerusakan jantung : menyebabkan detak jantung tidak teratur, gagal jantung, kematian
mendadak
c. Kerusakan saraf : penderita mengalami sulit menelan, masalah saluran kemih, paralisis,
pembengkakan saraf tangan dan kaki.
d. Difteri hipertoksik : bentuk difteri yang sangat parah, menyebabkan perdarahan, dan
gagal ginjal
8. Pencegahan
a. Imunisasi : DPT (difteri pertussis tetanus)
Pencegahan kecacatan
9. Monitoring dan Evaluasi
a. Cek kondisi pasien dan tanda vital, terutama status respiratori 3 jam sekali oleh perawat,
2 kali sehari oleh dokter
b. Tempatkan dekat dengan perawat

Anda mungkin juga menyukai