Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG.
Diperkirakan skitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh mycobakterium
tubercolusis.Pada tahun 1995 diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta
kematian akibat TB diseluruh dunia.Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian
akibat TB di dunia, di negara negara berkembang.Demikian juga , kematian wanita
akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan
nifas.Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secr
ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa akan kehilangan
rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan . Hal tersebut berakibat pada kehilangan
pendaptan tahunan rumah tangga sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB maka
akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun.Selain merugikan secara ekonomis
TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan oleh
masyarakat.Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, seperti pada negara negara

yang sedang berkembang.


Kegagalan program TB selama ini yang diakibatkan oleh:
1. Tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan.
2. Tidak memadainya organisasi pelayanan TB, kurang terakses oleh
masyarakat, penemuan kasus/ diagnosa yang tidak standart, obat
tidak terjamin penyediaannya, tidak dilkukan pemantauan, penctatan
dan pelaporan yang standart.
3. Tidak memadainya tatalaksana kasus ( diagnosa dan paduan obat
yang tidak standart, gagal menyembuhkan kasus yang telah
didiagnosis).
4. Salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas BCG.
5. Infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara negara yang

mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.


Perubahan demografi karena meningkatnya penduduk dunia dan perubahan

struktur umur kependudukan.


Dampak pandemi HIV

Situasi TB di dunia semakin memburuk, jumlah kasus TB meningkat dan banyak


yang tidak berhasil disembuhkan, terutama pada negara yang dikelompokkan dalam
22 negara dengan masalah TB besar ( high burden countries).menyikapi hal tersebut
pada tahun 1993 WHO mencanangkan TB sebagai kedaruratan dunia ( global
emergency).
Munculnya pandemi HIV/AIDS di dunia menambah permasalahan TB.Koinfeksi
dengan HIV akan meningktkan resiko kejadian TB secara signifikan. Pada saat yang
sama, kekebalan ganda kuman TB terhadap obat anti TB (multidrud resistence =
MDR).Semakin menjadi masalah akibat kasus yang tidak berhasil disembuhkan.
Keadaan tersebut pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya epidemi TB yang sulit
ditangani.
Di Indonesia, TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat. Jumlah pasien
TB di Indonesia merupakan ke-3 terbanyak di dunia setelah India dan Cina dengan
jumlah pasien sekitar 10% dari total jumlah pasien TB di dunia. Diperkirakan pada
tahun 2004 setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insiden
kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000 penduduk.
1.2. TUJUAN MAKALAH.
1.2.1. Tujuan Umum.
Mahasiswa dapat mengetahui serta menerapkan asuhan keperawatan pasien
dengan TBC.
1.2.2. Tujuan Khusus.
Mahasiswa dapat mengerti tentang :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Definisi TBC.
Anatomi Fisiologi
Etiologi TBC
Cara Penularan TBC
Manifestasi Klinik TBC
Resiko Penularan TBC
Resiko Menjadi sakit TBC
Pemeriksaan Diagnostik TBC
Upaya Penanggulangan TBC

10. Pemeriksaan Dahak Secara Makroskopik TBC


11. Penatalaksanaan Medis TBC
12. Komplikasai TBC
13. Prognosis TBC
14. Pencegahan TBC
15. Asuhan keperawatan Secara Teori TBC
16. Asuhan Keperawatan pada TnB dengan TBC paru.
1.3. MANFAAT.
1.3.1.Bagi Penyusun.
Membantu meningkatkan Wawasan dalam penerapan ilmu yang telah diterima
dalam perkuliahan dan mengimplementasikannya dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat.
1.3.2.Bagi Institusi
Memberikan tambahan sumber kepustakaan dan pengetahuan serta bahan
acuan dalam penyusunan asuhan keperawatan pada masa yang akan datang
terutama bidang kesehatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.DEFINISI TBC.

Tubercolusis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman


TB (Mycobacterium Tubercolusis ). Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya.(Depkes, 2008).
Tuberculosis adalah penyakit yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis
yang hampir seluruh organ tubuh dapat terserang olehnya, tapi yang paling
banyakadalahparuparu(IPD,FK,UI).
Tuberculosis paru merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosis tipe humanus, sejenis kuman berbentuk batang
dengan panjang 1-4 mm dan tebal 0,3-0,6 mm. (M.Ardiansyah, 2012)
Penyakit tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis
ditularkanmelaluiudara(dropletnuclei)saatseorangpasienTBCbatukdan
percikanludahyangmngandungbakteritersebutterhirupolehoranglainsaat
bernafas.(Widoyono,2008)
Tuberculosis adalah suatu infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan
Mycobacteriumtuberculosae(Herdin,2009).
Tuberkulosis (TB) Paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium Tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. (Mansjoer,
2009: hal 472).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang disebabkan Mycobacterium
Tuberkulosis terutama menyerang parenkim paru, dapat juga ditularkan ke
bagian tubuh lainnya, termaksuk meningen, ginjal, tulang dan nodus limfe.
(Brunner, 2002: hal 349).
Tuberkulosis (TB) penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis yang mampu menginfeksi secara laten maupun progresif. (Elin,
2009: hal 918).
Tuberkulosis merupakan

penyakit

menular

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium Tuberculosis dan biasanya menjangkiti paru. (Esther, 2010: hal


193).
Tuberkulosis adalah contoh lain infeksi saluran napas bawah. Penyakit ini
disebabkan oleh mikro-organisme Mycobacterium Tuberculosis, yang biasanya
ditularkan melalui inhalasi percikan ludah (droplet), orang ke orang, dan
mengkolonisasi bronkiolus atau alveolus. (Elishabeth, 2001: hal 414).
Tuberculosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini bisanya mengenai

paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan di tubuh. (Robins,
2007: hal 544).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi menular, menyerang pada paru,
disebabkan oleh basil mycobacterium tuberkulosa (Murwani, 2009: hal 11).
2.2. ANATOMI FISIOLOGI
Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung Mycobakterium
tuberkulosis dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam. Orang dapat terifeksi
kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernapasan. Setelah Mycobacterium
tuberkulosis masuk ke dalam saluran pernapasan, masuk ke alveoli, tempat dimana
mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga secara sistemik melalui
sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lainnya (ginjal, tulang, korteks serebri),
dan area paru-paru lainnya (lobus atas).
Sistem imun tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi. Fagosit (neutrofil
dan makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit melisis (menghancurkan) basil dan
jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli,
menyebabkan bronkopneumonia. lnfeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu
setelah pemajanan.
Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan basil yang
masih hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh makrofag yang membentuk dinding
protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian sentral dari massa
fibrosa ini disebut tuberkel Ghon. Bahan (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik,
membentuk massa seperti keju. Massa ini dapat mengalami kalsifikasi, membentuk skar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit aktif karena
gangguan atau respons yang inadekuat dari respons sistem imun. Penyakit aktif dapat
juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini, tuberkel
Ghon memecah, melepaskan bahan seperti keju ke dalam bronki. Bakteri kemudian
menjadi tersebar di udara, mengakibatkan penyebaran penyakit lebih jauh. Tuberkel yang
memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi menjadi lebih
membengkak, mengakibatkan terjadinya bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan
tuberkel dan selanjutnya.

Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat mengarah ke


bawah ke hilum paru-paru dan kemudian meluas ke lobus yang berdekatan. Proses
mungkin berkepanjangan dan ditandai oleh remisi lama ketika penyakit dihentikan,
hanya supaya diikuti dengan periode aktivitas yang diperbaharui. Hanya sekitar 10%
individu yang awalnya terinfeksi mengalami penyakit aktif (Brunner dan Suddarth,
2002)
2.3 ETIOLOGI TBC.
Penyebab penyakit tuberkulosis adalah bakteri Mycobacterium Tuberculosis dan
Mycobacterium Bovis. Kuman tersebut mempunyai ukuran 0,5 4 mikron x 0,3
0,6 mikron dengan bentuk batang tipis, lurus atau agak bengkok, bergranular atau
tidak mempunyai selubung, tetapi mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari
lipoid (terutama asam mikolat).
Bakteri ini mempunyai sifat istimewa yaitu dapat bertahan terhadap pencucian
warna dengan asam dan alkohol, sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA),
serta tahan terhadap zat kimia dan fisik. Kuman tuberculosis juga tahan dalam
keadaan kering dan dingin, bersifat dorman dan anaerob.
Bakteri tuberculosis ini mati pada pemanasan 100 0C selama 5 10 menit atau
pada pemanasan 60 oC selama 30 menit, dan dengan 70 95 % selama 15- 30 detik.
Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama di tempat yang lembab dan
gelap (bisa berbulan-bulan), dapaat hidup bertahun-tahun di dalam lemari es, hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dorman. Dari sifat dorman ini kuman dapat
bangkit kembali dan menjadikan tuberculosis aktif lagi,

namun tidak tahan

terhadap sinar atau aliran udara. Data pada tahun 1993 melaporkan bahwa untuk
mendapatkan 90 % udara bersih dari kontaminasi bakteri memerlukan 40 kali
partukaran udara.
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni di dalam
sitoplasma makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya
karena banyak mengandung lipid. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian apical paru paru lebih
tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat predileksi
penyakit tuberculosis. (Widoyono, 2008: hal 15).
2.4.CARA PENULARAN.

Penyakit tuberculosis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium


Tuberculosis ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seorang pasien
tuberculosisbatukdanpercikanludahyangmengandungbakteritersebutterhirup
oleh orang lain saat bernafas. Bila penderita batuk, bersin, atau berbicara saat
berhadapandenganoranglain,basiltuberculosistersemburdanterhisapkedalam
paruorangsehat.Masainkubasinyaselama36bulan.
Risikoterinfeksiberhubungandenganlamadankualitaspaparandengansumber
infeksidantidakberhubungandenganfaktorgenetikdanfaktorpejamulainnya.
Risikotertinggiberkembangnyapenyakityaitupadaanakberusiadibawah3tahun,
risiko rendah pada masa kanakkanak, dan meningkat lagi pada masa remaja,
dewasa muda, dan usia lanjut. Bakteri masuk ke dalam tubuh manusia melalui
saluran pernafasan dan bisa menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran
darah,pembuluhlimfe,ataulangsungkeorganterdekatnya.
SetiapsatuBTApositifakanmenularkankepada1015oranglainnya,sehingga
kemungkinan setiap kontak untuk tertular TBC adalah 17%.hasil studi lainnya
melaporkanbahwakontakterdekat(misalnyakeluargaserumah)akan2kalilebih
berisikodibandingkankontakbiasa(tidakserumah).
Seseorang penderita dengan BTA (+) yang derajat positifnya tinggi berpotensi
menularkan penyakit ini. Sebaliknya, penderita dengan BTA () dianggap tidak
menularkan.AngkarisikopenularaninfeksiTBCdiAmerikaSerikatadalahsekitar
10/100.000populasi.DiIndonesiaangkainisebesar13%yangberartidiantara
100pendudukterdapat13wargayangakanterinfeksiTBC. Sumber penularan
adalah pasien TB BTA positif.
Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk percikan dahak ( droplet nuclei ). Sekali batuk dapat menghasilkan
sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mempengaruhi jumlah percikan,
sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

Daya penularan seseorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang


dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
2.5.MANIFESTASI KLINIK.
Menurut Sudoyo, dkk (2009: hal 2234), Tanda dan gejala tuberculosis Paru,
yaitu :
a. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza tetapi panas badan kadangkadang dapat mencapai 40-41 oC. serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.

Begitulah seterusnya hilang

timbulnya demam influsnza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari
serangan demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh
pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
b. Batuk atau batuk darah
Gejala ini banyak di temukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.
Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-prosuk radang keluar. Karena
terlibatnya bronkus di setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada
setelah batuk berkembang dalam jaringan paru yang setelah berminggu-minggu
atau berbulan-bulan peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering
(non Produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena
terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberculosis
terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak
napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan, nyeri dada tibul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik atau melepaskan napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberculosis bersifat randang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa aneroksia, tidak ada nafsu maka, badan makin kurus (berat

badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain.
Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak
teratur.
2.6.RESIKO PENULARAN.
Resiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.Pasien TB
baru dengan BTA positif memberikan kemungkinan resiko penularan lebih besar
dari pasien TB paru dengan BTA negatif.
Resiko penularan setiap tahunya ditunjukkan dengan Annual Risk of
Tubercolusis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi
TB selama satu tahun.ARTI sebesar 1% berarti 10 orang diantara 1000
penduduk terinfeksi setiap tahun.
ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3 %.
Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menjadi
positif.

2.7.RESIKO MENJADI SAKIT TBC.


Hanya 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.
Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi
1000 terinfeksi TB dan 10% Diantara (100 orang) akan menjadi sakait TB setiap
tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.
Faktor yang memengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah
daya

tahan

tubuh yang rendah,

diantaranya

infeksi

HIV/AIDS

dan

malnutrisi( gizi buruk).


HIV merupakan faktor resiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistim daya
tahan tubuh selular( cellular immunity ), sehingga jika terjadi infeksi
penyerta ( oportunistic), seperti tubercolusis, maka yang bersangkutan
akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.Bila
jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan

meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan


meningkat pula.
Faktor Resiko Kejadian TB.

Pasien yang tidak diobati , selama 5 tahun akan:

50% meninggal
25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang yang tinggi
25% menjadi kasus kronis yang tetap menular.

2.8.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
Menurut Mansjoer, dkk (1999 : hal 472), pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Laboratorium darah rutin : LED normal / meningkat, limfositosis.
b. Pemeriksaan sputum BTA:untuk memastikan diagnostik TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30 70 % pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
c. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)

10

Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining


untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
d. Tes Mantoux / Tuberkulin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining
untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
e. Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam, meskipun
hanya satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya
resistensi.
f. Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme
asam lemak oleh mikobakterium tuberculosis.
g. MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada
suatu alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah
memadai memakai warna sisir akan berubah.
h. Pemeriksaan radiology : Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu :
1) Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus
2)
3)
4)
5)
6)
7)

bawah
Bayangan berwarna ( patchy ) atau bercak ( nodular )
Adanya kavitas, tunggal atau ganda
Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
Adanya klasifikasi
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
Bayangan millier

Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2235), pemeriksaan diagnostic yang dapat
dilakukan pada klien dengan tuberculosis Paru, yaitu :
a. Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical lobus atas
atau segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah
(bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada
tuberculosis endobronkial).

11

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia,


gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas
yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat

berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma .
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. lamalama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat
bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangannya tambak sebagai
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti
fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu

lobus maupun pada satu bagian paru.


Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang

umumnya tersebar merata pada seluruh lapang paru.


Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah
penebalan pleura (pleuritis), massa cairan dibagian bawah paru (efusi
pleura/empiema),

bayangan

hitam

radioulsen

di

pinggir

paru/pleura

(pnemothorax)
Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus
(pada tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotik,

klasivikasi kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.


b. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak
dipakai di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CTScan). Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan radiologis biasa.
Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat
transversal.
c. Magnetic Resonsnce Imaging ( MRI )
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai prosesproses dekat apek paru, tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan dapat
dibuat transversal, segital dan koronal.
d. Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis
baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju
endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit

12

kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun
kearah normal lagi.
e. Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam
1 ml sputum.
f. Tes tuberculin/ tes mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan diagnosis
tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux

yakini dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative).


Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U
( first strength). kadang-kadang bila dengan 5 T.U masih memberikan hasil
negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan , umumnya tes mantoux dengan
5 T.U. Sudah cukup berarti. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seorang
individu

sedang

atau

pernah

terserang

Mycobacterium

tuberculosis,

mycobacterium bovis.
Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu :
1.Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan non sensitivity.
2.Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini
peran antibody normal masih menonjol.
3.Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity disini

peran antibody selular paling menonjol.


2.9.UPAYA PENANGGULANGAN TB.
Pada awal tahun 1990 an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi
pennggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS ( Directly Observed
Treatment Short Course) dan telah terbukti sebagai strtegi penanggulangan yang
secara ekonomis paling efektif ( Cost- efektif ).
Stategi ini dikembangkan dari berbagai studi, uji coba klinik (clinical
trial),pengalaman

pengalaman

terbaik

dan

hasil

implementasi

program

penangggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan straegi DOTS secara
baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya
MDR-TB.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas
diberikan kepada pasien TB tipe menular. Stategi ini akan memutuskan penularan
TB dan dengan demikian menurunkan insiden TB di masyarakat. Menemukan dan

13

menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan


TB.
WHO telah merekomendasikan srategi DOTS sebagai strategi dalam
penanggulangan TB sejak tahun 1995.
Stategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:
1. Komitmen politis.
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standart bagi semua kasus TB dengan
tatalaksana kasus yang tepat , termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersedian OAT yang bermutu.
5. Sistim pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja secara keseluruhan.
TATALAKSANA PASIEN TB.
Penatalaksanaan TB meliputi penemuan pasien dan pengobatan yang dikelolah
dengan memggunakan strategi DOTS.Tujuan utama dari pengobatan pasien TB
adalah menurunkan angka kematian dan kesakitan serta mencegah penularan
dengan cara menyembuhkan pasien.Penatalaksanaan penyakit TB merupakan
bagian survailens penyakit, tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai
dinyatakan sembuh, tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang
dibutuhkan, petugas yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan
rencana tindak lanjut.
Penemuan Pasien TB.
Strategi penemuan :
Penemuan pasien TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan,
didukung dengan penyuluhan secara aktif , baik oleh petugas kesehatan
maupun masyarakat untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangkan
pasien TB.
Pemeriksaan terhadap kontak pasien TB , terutama mereka yang BTA positif
dan pada keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama,
harus diperiksa dahaknya.
2.10.PEMERIKSAAN DAHAK SECARA MAKROSKOPIS.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosa, menilai
keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.Pemeriksaan dahak
untuk penegakan diagnosa dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam 2 hari kunjungan yang berurutan berupa sewaktu pagi
sewaktu (SPS).

14

S ( sewaktu ) dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung


pertama kali.Pada saat pulang

suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.


P ( pagi ) dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah
bangun tidur.
S ( Sewaktu ) dahak dikumpuklan pada hari kedua saat dahak pagi.
Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifiksi M tubercolusis pada penanggulangan TB
khususnya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masi peka terhadap
OAT yang digunkan .
Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila

dibutuhkan ter resistensi dapat digunakan dalam beberapa situasi:


1. Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis.
2. Pasien TB eksraparu dan TB anak.
3. Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
Pemeriksaan Tes Resistensi.
Tes resistensi hanya bisa dilakukan di laboratorium yang mampu melaksanakan
biakan, identifiksi kuman serta tes resistensi sesuai standart nasional, dan telah
mendapatkan pemantapan mutu ( Quality Assurance ) oleh Laboratorium
supranasianal TB. Hal ini agar pemeriksaaan tersebut memberikan simpulan yang

sehingga kemungkinan kesalahan dalam pengobatan MDR dapat dicegah.


2.11. PENATALAKSANAAN MEDIS
a) Jenis dan Dosis Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
Isoniazid (H)
Dikenal dengan INH, bersifat bakterisid, dapat membunuh 90 % populasi kuman
dalam beberapa hari pertama pengobatan. Sangat efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian 5
mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan.
Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh
oleh isoniasid. Dosis 10 mg/kg berat badan. Dosis sama untuk pengobatan harian
maupun intermiten 3 kali seminggu.
Pirazinamid (Z)
Bersifat bakterisid, membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.
Dosis harian 25 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
15

seminggu diberikan dengan dosis 35 mg/kg berat badan.


Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis 15 mg/kg berat badan, sedangkan untuk pengobatan
intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.
Etambutol (E)
Bersifat menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Dosis harian 15
mg/kg berat badan, sedangkan untuk intermiten 3 kali seminggu diberikan
dengan 30 mg/kg berat badan.
b) Tahap Pengobatan
Pengobatan Tuberculosis diberikan dalam 2 tahap yaitu:
1. Tahap Intensif
Penderita mendapat obat setiap hari. Pengawasan berat/ketat untuk
mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua Obat Anti Tuberculosis
(OAT).
2. Tahap Lanjutan
Penderita mendapat jenis obat lebih sedikit dalam jangka waktu yang lebih
lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persistem (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
c)

Kategori Pemberian Obat Anti Tuberculosis


1. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z) dan
Etambutol(E). Obat-obatan tersebut diberikan setiap hari selama 2 bulan (2
HRZE), kemudian teruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniasid (H)
dan Rifampisin (R), diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3).
Obat ini diberikan untuk :
- Penderita baru TBC paru BTA positif
- Penderita TBC paru BTA negatif, rontgen positif.
- Penderita TBC ekstra paru berat.
2. Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3RE3)
Tahap intensif diberikan selama 3 (tiga) bulan, yang terdiri dari 2 bulan dengan
isoniasid (H), Rifampisn, Pirazinamid (Z), Etambutol (E) setiap hari dan injeksi
steptomisin selama 2 bulan. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5

16

bulan dengan Isoniasid (H),Rifampisin (R), Etambutol (E) yang diberikan 3 kali
dalam seminggu.
Perlu diperhatikan bahwa suntikan streptomisin diberikan setelah penderita selesai
menelan obat. Obat ini diberikan untuk penderita kambuh, penderita gagal,
penderita dengan pengobatan setelah lalai
3. Kategori 3 (2HRZ/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z)
diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ) diteruskan dengan tahap
lanjutan terdiri dari Isoniasid (H), Rifampisin (R) selama 4 bulan
diberikan 3 kali seminggu (4H3R3). Obat ini diberikan untuk :
Penderita baru BTA negatif dan roentgen positif sakit ringan
Penderita ekstra paru ringan, yaitu TBC kelenjar limfe (limfadenitis),
pleuritis aksudativa unilateral, TBC kulit, TBC tulang (kecuali
tulang belakang) sendi dan kelenjar adrenal.
4. OAT Sisipan (HRZE)
Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif
dengan kategori 1 atau penderita BTA positif pengobatan ulang
dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif,
diberikan obat sisipan Isoniasid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
Etambutol (E) setiap hari selama 1 bulan.
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang paten telah berkembang.
Indikasi pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indikasi
relative.
1) Indikasi mutlak pembedahan adalah:
a) semua pasien yang telah mendapat OAT tetapi sputum tetap positif.
b) Pasien batuk darah masih tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
c) Pasien dengan fisula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat
diatasi secara konservatif.
2) Indikasi relative pembedahan adalah:
1. Pasien denga sputum negative dan batuk-batuk darah perulang
2. Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan
3. Sisa kavitas yang menetap.
2.12. KOMPLIKASI TBC.
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada
penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
17

Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat


mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
Menurut Sudoyo, dkk (2009 : hal 2238), komplikasi yang dapat terjadi pada klien
dengan tuberculosis Paru, yaitu :
Pleuritis tuberkulosa
Terjadi melalui fokus subpleura yang robek atau melalui aliran getah
bening, sebab lain dapat juga dari robeknya perkijuan ke arah saluran getah
bening yang menuju ronggal pleura, iga atau columna vertebralis.
Efusi pleura
Keluarnya cairan dari pembuluh darah atau pembuluh limfe ke dalam
jaringan selaput paru, yang disebabkan oleh adanya material masuk ke rongga
pleura.Material mengandung bakteri dengan cepat mengakibatkan reaksi
inflamasi dan exudat pleura yang kaya akan protein.
Empiema
Penumpukann cairana terinfeksi atau pus (nanah) pada cavitas pleura,
rongga pleura yang di sebabkan oleh terinfeksinya pleura oleh bakteri
mycobacterium tuberculosis (pleuritis tuberculosis).
Laryngitis
Infeksi mycobacteriym pada laring yang kemudian menyebabkan laryngitis
tuberculosis.
TBC Milier (tulang, usus, otak, limfe)
Bakteri mycobacterium tuberculosis bila masuk dan berkumpul di dalam
saluran pernapasan akan berkembang biak terutama pada orang yang daya
tahan tubuhnya lemah, dan dapat menyebar melalaui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening, oleh karena itu infeksi mycobacterium tuberculosis
dapat menginfeksi seluruh organ tubuh seperti paru, otak, ginjal, dan saluran
pencernaan.
Keruskan parennkim paru berat

18

Mycobacterium tuberculosis dapat menyerang atau menginfeksi parenkim


paru, sehingga jika tidak ditangani akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut
pada parenkim yang terinfeksi.
Sindrom gagal napas (ARDS)
Disebabkan oleh kerusakan jaringan dan organ paru yang meluas,
menyebabkan gagal napas atau ketidak mampuan paru-paru untuk mensuplay
oksigen ke seluruh jaringan tubuh.
2.13. PROGNOSIS TBC.
Tuberculosis paru dapat disembuhkan secara total dengan pemberian obat
antituberculosis (OAT) yang di konsumsi selama 6 bulan secara rutin. (Sylvia,
1995 : hal 759)
2.14.PENCEGAHAN TBC.
Tindakan

pencegahan

yang

dapat

dilakukan

untuk

mencegah

infeksi

mycobacterium tuberkolusi adalah sebagai berikut :


Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan
membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).
Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi
Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi,
sirkulasi udara, dan penyinaran matahari di rumah.
Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan
kotor (polusi).
Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.
2.15.ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI.
Pengakajian
Pengkajian menurut 11 pola Gordon yaitu:
a. Pola pemeliharaan kesehatan
1) Adanya riwayat keluarga yang mengidap penyakit tuberculosis paru
2) Kebiasaan merokok atau minum alcohol
3) Lingkungan yang kurang sehat, pemukiman padat, ventilasi rumah yang
kurang.
b. Pola nutrisi metabolic
1) Nafsu atau selera makan menurun
2) Mual

19

3) Penurunan berat badan


4) Turgor kulit buruk,kering, kulit bersisik
c.

Pola eliminasi
1) Adanya gangguan pada BAB seperti konstipasi
2) Warna urin berubah menjadi agak pekat karena efek samping dari obat
tuberculosis paru

d. Pola aktivitas dan latihan


1) Kelemahan umum/ anggota gerak
2) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari terganggu.
e.

Pola tidur dan istirahat


1) Kesulitan tidur pada malam hari
2) Mimpi buruk
3) Berkeringat pada malam hari

f.

Pola persepsi kognitif


Nyeri dada meningkat karena batuk

g. Pola persepsi dan konsep diri


1) Perasaan isolasi/ penolakan karena panyakit menular
2) Perasaan tidak berdaya
h. Pola peran hubungan dengan sesama
1) Perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran
2) Frekuensi interaksi antara sesama jadi kurang.
i.
j.

Pola reproduksi seksualitas


Gangguan pemenuhan kebutuhan biologis dengan pasangan
Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
1) Menyangkal (khususnya selama hidup ini)
2) Ansietas
3) Perasaan tidak berdaya

k. Pola sistem kepercayaan


kegiatan beribadah terganggu
1. Pengkajian menurut Dongues.
Data Yang dikaji
A. Aktifitas/istirahat
Kelelahan
Nafas pendek karena kerja
Kesulitan tidur pada malam hari, menggigil atau berkeringat
Mimpi buruk
20

Takhikardi, takipnea/dispnea pada kerja


Kelelahan otot, nyeri , dan sesak
B. Integritas Ego
Adanya / factor stress yang lama
Masalah keuangan, rumah
Perasaan tidak berdaya / tak ada harapan
Menyangkal
Ansetas, ketakutan, mudah terangsang
C. Makanan / Cairan
Kehilangan nafsu makan
Tak dapat mencerna
Penurunan berat badan
Turgor kulit buruk, kering/kulit bersisik
Kehilangan otot/hilang lemak sub kutan
D. Kenyamanan
Nyeri dada
Berhati-hati pada daerah yang sakit
Gelisah
E. Pernafasan
Nafas Pendek
Batuk
Peningkatan frekuensi pernafasan
Pengembangn pernafasan tak simetris
Perkusi pekak dan penuruna fremitus
Defiasi trakeal
Bunyi nafas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral
Karakteristik : Hijau /kurulen, Kuning atua bercak darah
F. Keamanan
Adanya kondisi penekanan imun
Test HIV Positif
Demam atau sakit panas akut
G. Interaksi Sosial

21

Perasaan Isolasi atau penolakan


Perubahan pola biasa dalam tanggung jawab
Pemeriksaan Diagnostik
1. Kultur Sputum
2. Zeihl-Neelsen
3. Tes Kulit
4. Foto Thorak
5. Histologi
6. Biopsi jarum pada jaringan paru
7. Elektrolit.
8. BGA
9. Pemeriksaan fungsi Paru.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah
kesehatan aktual dan potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi : pertama
adanyanya masalah actual berdasarkan respon klien terhadap masalah atau penyakit.
Kedua faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah. Ketiga
kemampuan klien untuk mencegah atau menghilangkan masalah.
Menurut Donges, (1999: hal 241), diagnosa yang sering muncul pada kasus
tuberculosis paru adalah:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau
secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.
b. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan
jaringan/ tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk
menghindari pemajanan pathogen.
c. Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan
permukaan efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan
secret kental, tebal.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan,
sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.
e. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan
dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan
tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.
3. Intervensi Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat perncanaan
keperawatan atau intervensi keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk
22

mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan klien. Tahap


perencanaan adalah penentuan prioritas diagnosa, penetapan sasaran (goal) dan
tujuan ,penetapan tujuan, penetapan kriteria evaluasi dan merumuskan intervensi
keperawatan. (Nursalam, 2001: hal 53)
Setelah menyusun prioritas perencanaan di atas maka langkah selanjutnya adalah
penyusunan rencana tindakan. Adapun rencana tindakan dari diagnosa keperawatan
yang muncul pada Tuberkulosis Paru adalah sebagai berikut : (Doenges , 1999 : hal
244).
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan secret kental, atau
secret darah, kelemahan, upaya batuk buruk dan edema trakeal/ faringeal.
Tujuan
: Mempertahankan jalan napas
Kriteria Hasil
: Mengelaurkan secret tanpa bantuan, menunjukan perilaku
mempertahankan jalan napas.
Rencana Tindakan:
1) Kaji fungsi pernapasan seperti bunyai napas, irama, kedalaman.
Rasional : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronchi
menunjukan akumulasi secret.
2) Catat kemampua untuk mengeluarkan dahak dan batuk efektif.
Rasional : Pengeluaran secret sulit jika secret kental, sputum berdarah,
diakibatkan oleh kerusakan paru-paru.
3) Ajarkan pasien tekhnik napas dalam dan cara melakukan batuk efektif.
Rasional :

Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas dalam


mambantu ventilasi maksimal meningkatkan gerkan secret

4) Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500 cc.


Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret.
5) Berikan pasien posisi yang nyaman, posisi semifowler.
Rasional : semifoweler membantu memaksimalkan ekpansi paru dan
meminimalkan upaya pernapasan
6) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian agen mucolitik, brochodialator,
kortikosteroid.
Rasional : Menurunkan kekentalan dan merangsang pengelauran secret.
b. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan/
tambahan infeksi, terpajan lingkungan dan kurang pengetahuan untuk menghindari
pemajanan pathogen.
Tujuan
: dapat menentukan intervensi mencegah / menurunkan
23

resiko penyebaran infeksi


Kriteria hasil : melakukan perubahan pola hidup untuk
meningkatkan lingkungan yang aman.
Rencana Tindakan :
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah seluruh kontak perawatan dilakukan.
Rasional : Mengurangi resiko kontaminasi silang.
2) Berikan ruangan yang bersih dan berventilasi baik.
Rasional : Mengurangi pathogen pada system imun dan mengurangi
kemkungkinan pasien mengalami infeksi nosokomial.
3) Pantau tanda-tanda vital ( suhu, nadi, tekanan darah, frekunesi pernapasan).
Rasional : Memberikan informasi data dasar awitan/ peningkatan suhu
secara berulang-ulang dari demam yang terjadi untuk menunjukan
bahwa

bereaksi

pada

proses

infeksi

yang

tidak

dapat

disembuhkan.
4) Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan , perhatikan batuk spasmodik kering
pada inspirasi dalam perubahan karakteristik sputum, dan adanya mengi /
ronchi . lakukan isolasi pernapasan bila etiolgi batuk produktif tidak
diketahui.
Rasional: Kongesti atau distress pernapasan dapat mengidentifikasi
perkembangan PCP penyakit yang paling sering terjadi meskipun
5)

demikian , TB mengalami peningkatan an infeksi jamaur lainnya.


Periksa adanya luka/ lokasi alat infasif, perhatikan tanda-tanda infeksi/
inflamasi.
Rasional :Identifikasi /

perawatan awal dari infeksi sekunder dapat

mencegah terjadinya sepsis.


6) Anjurkan pasien untuk batuk dan bersin menggunakan tissue dan membuang
pada tempat, anjurkan buang dahak pada wadah cairan disinfektan.
Rasional :Mencegah terjadinya penularan nosokomial dari

pasien

keperawatan atau orang lain.


7) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotic, antijamur, anti agen
mikroba.
Rasional :Menghambat proses infeksi beberapa obat di targetkan untuk
organsime tertentu ( sistem perusak).
c. Gangguan pertukaran gas O2 edan CO2 berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif paru, atelektasis, kerusakan membrane alveolar-kapiler dan secret kental,
tebal.
Tujuan

: bebas dari distress pernapasan

24

Kriteria Hasil : perbaikan ventilasi dan perbaikan oksigenasi jaringan adekuat


dengan gas darah dalam rentang normal.
Rencana Tindakan :
1) Kaji disepnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal, meningkatnya
respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan fatique.
Rasional : TB paru menyebabkann efek luas pada paru dan bagian kecil
bronkopnemonia sampai inflasmasi, difusi luas, nekrosis, effusi
pleura, dan fibrosis luas. Efek pernapasan dapat ringan sampai
dispnea berat sampai distress penapasan.
2) Evaluasi perubahan tingakat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan
perubahan kulit, selaput mukosa dan warna kuku .
Rasional : akumulasi secret dapat mempengaruhi oksigenasi oragan vital
3) Demonstrasikan atau anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir
disiutkan, khususnya dengan pasien dengan fibrosis atau kerusakan
parenkim.
Rasional : membantu tahanan melawan udara luar untk mencegah kolaps
atau penyempitan jalan napas, sehingga membantu menyebarkan
udara melalui paru dan menghilangkan/menurunkan napas
pendek.
4) Ajnurkan untuk bed rest / mengurangi aktivitas.
Rasional : menurunkan konsumsi oksigen / kebutuhan selama periode
penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.
5) Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan
Rasional : alat dalam perbaikan hipokalesemia yang dapat terjadi sekunder
terhadap ventilasi / menurunnya permukaan alveolar paru.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan kelemahan,
sering batuk/ produksi sputum, dispnea dan anorexia.
Tujuan
: meningkatkan perubahan / perilaku pola makan untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi
Kriteria hasil: menunjukan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda tanda
malnutrisi.
Rencana Tindakan :
1) Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan
pilihan intervensi yang tepat.
2) Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan/ kekuatan khusus.
Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan
diet.
25

3) Monitor intake dan output secara periodik


Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan
cairan.
4) Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi protein
karbohidrat.
Rasional: Memaksimalakan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang
perlu/kebutuhan energi dari makanan yang banyak menurunkan
iritasi gaster.
5) Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat untuk kebutuhan metabolic
6) Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi
Rasional : dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehingga
dengan obat atau efek pengobatan pernapasan perut yang penuh.
7) Berikan terapi parenteral sesuai indikasi
Rasional: membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan
parenteral.
e. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan
dengan kurang informasi / salah interpretasi informasi, keterbatasan kognitif dan
tak akurat / tak lengkap informasi yang ada.
Tujuan : menunjukan perubahan perilaku untuk memperbaiki
kesehatan
Kriteria Hasil : Klien menyatakan pemahaman proses penyakit/
Prognosis untuk kebutuhan pengobatan.
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat pengetahuan pasien.
Rasional :Menentukan tingkat pengetahuan pasien.
2) Kaji kemampuan belajar pasien
Rasional :Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan
ditingkatkan pada tahap individu.
3) Beri penyuluah tentang penyakit TB Paru ( pengertian, penyebab, tanda
dan gejala, patofisiologi, pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).
Rasional : Agar pasien dapat mengerti tentang penyakit yang di TB Paru
(

pengertian,

penyebab,

tanda

dan

gejala,

patofisiologi,

pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).


4) Beri kesempatan untuk bertanya dan jawab pertanyaan pasien.
Rasional :Meningkatkan pemahaman tentang penyakitnya.
5) Evaluasi kembali tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB Paru
(

pengertian,

penyebab,

tanda

dan

gejala,

patofisiologi,

pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).

26

Rasional :Mengetahui tingkat pemahaman pasien tentang penyakit TB


Paru (( pengertian, penyebab, tanda dan gejala, patofisiologi,
6)

pengobatan, komplikasi, dan pencegahan).


Anjurkan pada pasien untuk mengunjungi petugas kesehatan bila ada
keluhan.
Rasional : agar petugas kesehatan dapat mengatasi masalah kesehatan

yang terdapat pada pasien.


4. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan di
susun dan dilanjutkan pada nursing orders untuk membantu klien tujuan yang
diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang memperngaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari
pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pecegahan penyakit, pemuliahan kesehatan dan
memanifestasi koping. Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan
dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk beradapatasi dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan. Selama tahap pelaksanaan, perawat harus melakukan
pengumpulan data dan memilih tinakan keperawatan yang paling sesuai dengan
kebutuhan klien. Semua tindakan keperwatan di catat dalam format yang telah
ditetapkan oleh semua institusi.
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dengan Tuberkulosis Paru
yang perlu diperhatikan adalah memperhatikan jalan napas, pencegahan tahap penularan
karena penyakit ini sangat berpotensi untuk menularkan kepada orang lain melalui
udara ( born I nfection), bebas dari geala distress pernapasan, nyeri berkurang / hilang,
mempertahan kan berat badan ideal dan menunjukan prubaha perilau dalam
meningkatkan kesehatan.
Dalam memberikan asuhan keperwatan, perawat harus mampu bekerja sama
dengan klien, keluarga, serta anggota tim kesehatan yang lain sehingga asuhan yang
diberikan dapat optimal dan komprehensif. (Nursalam, 2001: hal 63).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan
sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor
27

kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan dan pelaksanaan
tindakan.
Evaluasi yang digunakan mencakup dua bagian yaitu evaluasi proses (formatting)
dan evaluasi hasil (sumatif). Evaluasi proses adalah yang dilaksanakan secara terusmenerus terhadap tindakan yang telah dilakukan,sedangkan evaluasi hasil adalah
evaluasi tindakan secara keseluruhan untuk menilai keberhasilan tindakan yang
dilakukan dan menggambarkan perkembangan dalam mencapai sasaran yang telah
ditentukan.
Adapun evaluasi yang diharapkan pada penyakit Tuberkulosis Paru berdasarkan
diagnosa yang muncul adalah mempertahankan jalan napas, mencegah/menurunkan
resiko penyebaran infeksi, bebas dari distress pernapasan, nyeri berkurang / hilang ,
bebas dari tanda-tanda malnutrisi dan berat badan menjadi ideal, melakukan perubahan
perilaku dan pola hidup untuk meningkatkan kesehatan dan menurunkan resiko
pengaktifan ulang penyakit Tuberculosis Paru. (Nursalam, 2001 : hal 71)
6. Perencanaan Pulang
Perencanaan pulang atau discharger planning pada pasien dengan tuberculosis paru
adalah:
a.

Anjurkan klien untuk mengkonsumsi obat OAT secata teratur sesuai dengan

instruksi dokter.
b. Mencegah penyebaran infeksi, contoh membuang dahak ditempat yang tertutup dan
c.
d.
e.
f.
g.

tidak disembarang tempat bila perlu diberi larutan desinfektan


Istirahat yang cukup.
Menghidari suhu udara yang terlalu dingin dan lembab.
Memperbaiki sirkulasi udara di rumah dengan ventilasi rumah yang memadai.
Memberikan penyinaran matahari yang baik di rumah.
Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan kotor

(polusi).
h. Makanan yang dianjurkan Diet tinggi protein (Hewani : Daging, susu, telur, ikan.
Nabati : Kacang-kacangan, tahu, tempe), Diet tinggi vitamin : Buah-buahan dan
i.

sayuran
Makanan yang harus dihindari adalah alcohol

28

BAB III
TIJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERWATAN PASIEN PADA TNB DENGAN DIAGNOSA MEDIS
TBC PARU DI RUMAH SAKIT AIRLANGGA JOMBANG
3.1.PENGKAJIAN
DATA UMUM

Nama
: TnB
Alamat
: Sentol Tembelang Jombang.
Usia
: 55 tahun
Status perkawinan
: kawin
Suku bangsa
: jawa/ indonesia
Agama
: islam
Pendidikan
: SD
Pekerjaan
: Tani
Penanggung Biaya
Nama
: Tn L
Usia
: 30 tahun
Hubungan
: Anak
Alamat
: Sentol Tembelang Jombang.
MRS
: 12/12/2013 Jam 08.00 WIB
Ruang
: Mina RSA
Dokter yang merawat :Dr.Rustam Sp.P

STATUS KESEHATAN

Keluhan Utama.
Px mengatakan batuk berdahak sudah 3 minggu yang lalu,tidak ada darah,dahak

berwarna putih kental.


Riwayat Penyakit Sebelumnya
Pasien mengatakan belum pernah menderita panyakit ini, pasien merokok.
Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit TBC Paru.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan batuk berdahak sudah 3 minggu,dahak berwarna putih
kental,tidak ada darah,berat badan menurun, sering berkeringat di malam hari

29

nafsu makan menurun, tidak mual maupun muntah,sering demam,berkeringat di


malam hari.
POLA FUNGSI KESEHATAN
a.
Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit : Pasien dapat melakukan segala aktivitas sendiri

Saat ini

: Pasien untuk keperluan mandi, berpakaian, eliminasi,


makan pasien memerlukan bantuan orang lain, sedang
untuk mobilisasi ditempat tidur bisa sendiri.

b. Pola Istirahat tidur

Sebelum sakit : Pasien tidur siang 1 jam, tidur pada malam hari 5-6 jam.
Kebiasaan tidur pasien tidak mempengaruhi kehidupannya,
karena tidak pernah mengkonsumsi obat-obatan untuk
pemenuhan kebutuhan tidur.

Saat ini

: Pasien tidur siang 2-3 jam, tidur pada malam hari 4 jam.
Sering terbangun karena baatuk,dan berkeringat.

c.

Pola Nutrisi

Sebelum sakit : Pasien makan biasa sehari 3 kali (pagi, siang, malam) tidak
teratur jamnya, terkadang makan cuma 2 kali bahkansering
1 kali makan, lauk sering seadanya, minum 5-6 gelas
perhari air putih, kopi, teh manis.

Saat ini

: Selama sakit nafsu makan menurun,makan sehari 2


kali,porsi makan tidak habis,

d. Pola Eliminasi

Sebelum sakit : BAB : 1x /hari


BAK : 3-5x /hari

Saat ini

: BAB : 1x /hari tidak ada darah.


BAK : 2-4x /hari

e.

Pola Koping

Sebelum sakit : Pasien tidak ada masalah dalam beraktivitas

Saat ini

: Masalah utama yang dirasakan selama sakit yaitu merasa


capek, badan merasa lemas, kepala pusing, nafsu makan
menurun, berat badan menurun.
30

f.

Pola Konsep diri

Sebelum sakit : Harga diri tinggi, disiplin dan mandiri

Saat ini

: Harga diri tinggi berusaha untuk mandiri, tapi pasien


mengalami kesulitan jadi dibantu oleh keluarganya.

g. Personal Hygiene

Sebelum sakit : Pasien dapat membersihkan tubuh secara mandiri.

Saat ini

: Pasien mandi dibantu keluarga pagi dan sore, gosok gigi


tidak mampu, hanya berkumur saja.

h. Pola Psikologis

Sebelum sakit : Pasien tidak ada masalah dalam psikologisnya

Saat ini

: Pasien merasa cemas dan gelisah karena tidak bisa tidur,


karena sering batuk di malam hari.

i.

Pola Peran dan berhubungan

Sebelum sakit : Pasien dapat berhubungan/berkomunikasi dengan siapapun,


baik keluarga maupun teman.

Saat ini

: Pasien

dalam

berhubungan/berkomunikasi

tetap

baik

dengan siapapun.
j.

Pola Kognitif

Sebelum sakit : Pasien tidak ada masalah dalam hal kecerdasan.

Saat ini

: Pasien masih mampu berbicara, membaca, berfikir,


menghitung, daya ingat juga baik, bisa berinteraksi dengan
orang-orang yang berada di sebelahnya.

k. Pola Seksual dan Reproduksi

Sebelum sakit : Tidak di kaji.

Saat ini

l.

Pola Nilai dan Kepercayaan

Sebelum sakit : Pasien tidak ada masalah, tetap bisa beribadah.

Saat ini

Tidak di kaji.

: Pasien di bantu dalam beribadah dirumah sakit.

TTV TD 120/80 mmHg

Nadi 92x/menit Suhu 38 Respirasi

20x/menit TB 160cm BB 45 kg BB sebelum sakit 55 kg.


PEMERIKSAAN FISIK
31

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kepala : rambut hitam ber,uban,bersih, tidak ada luka,tidak ada benjolan.


Alis
: simetris, tidak ada luka
Mata
: simetris,sklera putih, konjungtiva merah muda.
Hidung : simetris,bersih, tidak ada sekret,tidak ada polip
Mulut : simetris, gigi tanggal 4,bersih, tidak ada sariawan, lidah bersih
Dada
: simetris, tidak ada luka,
Paru-Paru
a) Inspeksi : simetris, tidak ada luka, tidak ada tarikan
intercosta,
b) Auskultasi

: ada suara nafas ronkhi pada paru

kanan maupun kiri,


c) Perkusi : sonor
d) Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada dada, vokal
fremitus kiri dan
kanan sama.
8. Jantung
a) Inspeksi : simetris, tidak ada luka
b) Auskultasi
:Bunyi jantung S1 ,S2 tunggal
c) Perkusi : redup
d) Palpasi : tidak ada nyeri tekan,tidak ada pembesaran pada jantung
9. Abdomen
a) Inspeksi : Simetris, tidak ada luka,tidak pembesaran pada vena
b) Auskultasi
: Bising usus meningkat,
c) Palpasi : Q1 tidak ada nyeri tekan pada hepar, tidak ada
pembesaran pada hepar. Q2 tidak ada nyeri tekan pada liem. Q3
tidak ada nyeri tekan pada lambung. Q4 tidak ada nyeri tekan pada

10.
11.
12.
13.
14.
15.

usus buntu
d) Perkusi : Timpani
Umbilikus
: Bersih tidak ada luka
Punggung
: Simetris, tidak ada kelainan pada punggung
Genetalia
: Tidak Di Kaji
Anus
: Tidak ada lesi, tidak ada Hemoroid.
Extremitas Atas : Bentuk Simetris,Tidak Ada Luka, Jari Lengkap.
Extremitas bawah : bentuk simetris, tidak ada edema,jari lengkap.

Hasil laboratorium tanggal 12/12/2013

Darah lengkap
Hemoglobin
Leukosit
Hematokrit
Eritrosit
Trombosit
Hitung jenis
Faal hati
SGPT

:
:
:
:
:
:

12,8 mg/dl
16.000
28,5
4.090.000
234.000
-/-/-/66/26/8

: 12

32

SGOT
: 17
Faal ginjal
Creatinin
: 0,89
Urea
: 27,06
BTA
Sewaktu : + 1
Pagi: + 2
Sewaktu : + 1
Thoraxs foto
KP
TERAPI :
Infus RL 14 tpm
Inj Ceftriaxone 2x1 gram
P/o Codein 3x1
INH 1x1
Etambutol 2x1
Rimpaficine 1x1

3.2.ANALISA DATA
No
Analisa Data
Problem
I DS =Pasien mengatakan batuk berdahak Ketidakefektifan
3 minggu.

Etiologi
Penumpukan

bersihan jalan nafas

sekcret.

Hipertermi

Proses infeksi

DO = Batuk, dahak berwarna putih


kental,
- rokhi kiri, kanan.
II

DS = Pasien mengatakan badan panas.


- DO Nadi = 92 x per menit

mycobacterium

- Penafasan = 20x per menit

tubercolusa.

- TD = 120 / 80 mmHg
Suhu 39
Mukosa kering, Lekosit 16.000

III

DS = Pasien mengatakan berat badan Nutrisi kurang dari

Intake in

33

menurun dan nafsu makan menurun.

kebutuhan tubuh

adekuat.

DO = Pasien kurus BB sebelum sakit 55


kg , Porsi makan tidak habis, muntah 2x
BB sekarang 45 Kg, TB 160 cm.

3.3.PRIORITAS MASALAH
I. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d penumpukan sekret.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam pasien
dapat batuk dan mengeluarkan sekret.
Kriteria Hasil : Suara nafas bersih
Sputum dapat dikelurakan
Mengelaurkan secret tanpa bantuan
Menunjukan perilaku mempertahankan jalan nafas.
II. Hipertermi b/d proses infeksi Mycobakterium tubercolusis.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 suhu tubuh
dapat menurun.
Kriteria Hasil : Menunjukkan perubahan suhu tubuh dalam batas normal.
III.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake inadekuat.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam pasien
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi.
Kriteria Hasil : Menunjukan peningkatan berat badan dan bebas dari tanda
tanda malnutrisi.
3.4.INTERVENSI KEPERAWATAN
I. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan sekret.
Rencana Tindakan:
1) Kaji fungsi pernapasan seperti bunyai napas, irama, kedalaman.

34

Rasional : Penurunan bunyi napas dapat menunjukan atelektasis, ronchi menunjukan


akumulasi secret.
2) Catat kemampua untuk mengeluarkan dahak dan batuk efektif.
Rasional :Pengeluaran secret sulit jika secret kental, sputum berdarah, diakibatkan oleh
kerusakan paru-paru.
3) Ajarkan pasien tekhnik napas dalam dan cara melakukan batuk efektif.
Rasional :Batuk efektif membantu pengeluaran sputum, napas dalam mambantu
ventilasi maksimal meningkatkan gerkan secret
4) Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih 2000-2500 cc.
Rasional :Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengencerkan secret.
5) Berikan pasien posisi yang nyaman, posisi semifowler.
Rasional : semifoweler membantu memaksimalkan ekpansi paru dan meminimalkan
upaya pernapasan
6) Kolaborasi dengan

dokter

untuk

pemberian

agen

mucolitik,

brochodialator,

kortikosteroid.
Rasional : Menurunkan kekentalan dan merangsang pengelauran secret.
II

Hipertermi b/d proses infeksi Mycobakterium tubercolusis.


TINDAKAN KEPERAWATAN
1). Monitor suhu tubuh
R/ untuk mengetahui perubahan suhu tubuh pasien.
2) Monitor tekanan darah, frekuensi permapasan dan denyut nadi
R/ untuk mengetahui perubahan tanda tanda vital pasien
3) Monitor intake dan output setiap 8 jam
R/ mengetahui jumlah nutrisi yang dibutuhkan
4) Anjurkan banyak minum bila tidak ada kontraindikasi
R/ Untuk memperthankan asupan cairan yang adekuat
5) Pertahankan ventilasi udara yang cukup di ruangan
R/ untuk menciptakan ruangan yang sejuk
6) Berikan kompres hangat
R/ untuk memelihara suhu tuuh untuk tetap normal
7) Gunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
R/ Mempermudah untuk penyerapan keringat
8) Anjurkan klien untuk bedrest total
R/ untuk memudahkan penyembuhan
PENDIDIKAN KESEHATAN :
- Ajarkan cara kompres dengan benar
- Jelaskan pentingnya cairan untuk mempertahankan suhu tubuh yang normal
TINDAKAN KOLABORASI :
35

- Pertahankan cairan intravena sesuai program


- Berikan antipiretik sesuai program
- Berikan terapi untuk penyebab demam sesuai program
III Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubah berhubungan dengan intake inadekuat
Rencana Tindakan :
1) Kaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat/ luasnya masalah dan pilihan intervensi
yang tepat.
2) Kaji pola diet yang disukai / tidak disukai
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi

kebutuhan/

kekuatan

khusus.

Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.


3) Monitor intake dan output secara periodik
Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4) Dorong klien untuk makan sedikit tapi sering dengan makan tinggi protein karbohidrat.
Rasional: Memaksimalakan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang perlu/kebutuhan
energi dari makanan yang banyak menurunkan iritasi gaster.
5) Rujuk keahli diet untuk menentukan komposisi diet
Rasional: memberikan bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk
kebutuhan metabolic
6) Berikan obat penetralisir asam lambung sesuai indikasi
Rasional : dapat membantu menurunkan insiden mual dan muntah sehingga dengan obat
atau efek pengobatan pernapasan perut yang penuh.
7) Berikan terapi parenteral sesuai indikasi
Rasional: membantu terpenuhinya kebutuhan cairan dan pengobatan parenteral.

3.5.IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO
DX

TANGGAL

IMPLEMENTASI

36

12-12-2013

Mengobservasi fungsi pernafasan,mendengarkan bunyi nafas

09.00

pasien bunyi nafas ronki kiri dan kanan.


Mengobservasi kemampuan mengeluarkan dahak, dan batuk
efektif.
Mengajarkan teknik nafas dalam dan cara melakukan batuk
efektif.
Menganjurkan pasein untuk banyak minum air putih yang
banyak dan hangat.
Memberikan posisi yang nyaman, posisi semifowler
Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat batuk,
pasien dapat codein 3x1

II

12-12-2013

Mengobservasi tanda tanda vital terutama suhu tubuh, suhu 39,

10.00

TD 120/80 Nadi 92x/menit RR 22x/menit


Memonitor intake dan output psien.
Menganjurkan banyak minum air putih.
Mempertahankan ventilasi yang baik di rungan.
Menganjurkan kompres secara aktif.
Menganjurkan kepada pasien untuk memakai pakaian yang tipis

dan menyerap keringat.


Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian cairan
III

12-12-2013
12.00

parenteral dan terapi.


Mengkaji status nutrisi, riwayat mual dan muntah.
Mengkaji pola diet yang disukai dan tidak disukai pasien
Memonitor intake dan output pasien.
Memotivasi pasien untuk makan porsi sedikit tapi sering

dengan makan tinggi protein dan karbohidrat.


Menimbang BB
Berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet.

37

3.6.CATATAN PERKEMBANGAN
Dx
I

Tanggal
13-122013
09.00

Implementasi
S : Pasien mengatakan masih batuk
O : - K.U lemah
Batuk, dahak kental berwarna putih,
A : - Masalah klien belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
- Memotivasi batuk efektif
- Menganjurkan banyak minum air putih dan dalam keadaan
hangat
Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat batuk dan

II

13-122013

obat TBC
S : Pasien mengatakan sudah tidak panas
O : k/u lemah
-TTV Suhu 37, Nadi 88x/menit RR 20x/menit TD 120/80
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Mengobservasi tanda vital
- Menganjurkan tetap minun air putih yang banyak.

III

11-122013

Berkolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat TBC


S : Pasien mengatakan sudah tidak muntah tetapi masih mual
O : k/u lemah
Porsi makan tidak habis, muntah( -)
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
Memotivasi pasien untuk tetap makan porsi sedikit tapi sering.
Berkolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet.

38

DAFTAR PUSTAKA
Amin,Z dan Bahar,A. 2006. Tuberkulosis Paru, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta:UI
Ardiansyah,M.2012.medikal bedah untuk mahasiswa. Diva press. Yogyakarta
Doengoes,M,E.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC.
Carpenito L,J.1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan , edisi 2 .Jakarta:
EGC.
http://arizhandhy.blogspot.com/2012/10/asuhan-keperawatan-tbc.html
02042014 jam 08.30

rabu

tgl

http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009/08/askep-asuhan-keperawatantuberkulosis.html (diakses tgl 19 januari 2014, pkl 21:00)


http://hesa-andessa.blogspot.com/2010/04/askep-tuberkulosis-paru.html (diakses tgl 19
maret 2014,pkl 21:35 )
http://jheko-kogoya.blogspot.com/2013/05/askep-tuberculosis-paru.html
http://search.4shared.com/q/1/askep%20tuberkulosis%20paru?view=ls (diakses tgl 21
maret 2014 pkl 20:30 )
http://zumrohhasanah.wordpress.com/2010/12/31/-tb-paru/ (diakses tgl 21 maret 2014,
pkl 21:23 )
Mansjoer dkk.1999.Kapita Selekta Kedokteran ,edisi 3 , FK UI , Jakarta 1999.
Anderson,PS .1999.Patofisologi : Konsep Klinis Proses Proses penyakit , alih bahasa
Peter
Anugrah,
edisi
4
,
Jakarta:EGC
Tucker dkk.1998. Standart Perawatan Pasien.Jakarta:EGC
Tucker, dkk.1998. Standart Perawatan Pasien.Jakarta:EGC.
Widoyono.2008.Penyakit tropis: epidemiologi, penularan, pencegahan dan
pemberantasannya.Jakarta:Airlangga.

39

Anda mungkin juga menyukai