Anda di halaman 1dari 80

BAHAN BELAJAR BLOK PUBLIC HEALTH SKENARIO 2

Fika Aksha Riyandi 1206207786 (PBL 6)


KONSEP PENCEGAHAN PENYAKIT GIGI DAN MULUT
Konsep pencegahan adalah suatu bentuk upaya sosial untuk promosi, melindungi, dan mempertahankan
kesehatan pada suatu populasi tertentu (National Public Health Partnership, 2006). Secara umum,
pencegahan mengacu pada tindakan yang diambil untuk mencegah penyakit, bukan menyembuhkan atau
mengobati gejala. Sedangkan pencegahan dan pengendalian penyakit gigi dan mulut dapat diartikan sebagai
upaya pencegahan dan interseptif dari penyakit gigi mulut usaha untuk mempertahankan kesehatan rongga
mulut secara optimal.
Menurut Leavel and Clark, konsep dan tingkat pencegahan dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu:
1)

Primary prevention

Merupakan tahap pencegahan inisiasi penyakit.


Tujuan untuk menghilangkan/eliminasi penyebab penyakit, meningkatkan daya tahan terhadap
penyakit, mencegah perkembangan penyakit dan menahan proses penyakit sebelum perawatan
pencegahan sekunder dibutuhkan. Pencegahan ini dilakukan dengan dua cara: (1) menjauhkan agent
agar
tidak
Tingkat pencegahan
Fase penyakit
Kelompok target
dapat
Primary
Keterpaparan faktor penyebab
Populasi total dan kelompok
kontak
khusus
terpilih dan individu sehat
atau
Secondary
Fase patogenesitas awal
Pasien
Tertiary
Fase lanjut (pengobatan dan
Pasien
rehabilitasi)
memapar host, (2) menurunkan kepekaan host.
2) Secondary prevention
Merupakan metode perawatan rutin untuk menghentikan proses penyakit sehingga dapat
mengembalikan jaringan sebisa mungkin ke keadaan mendekati normal. Fokus pencegahan sekunder
adalah deteksi dini penyakit, sehingga memungkinkan untuk mencegah memburuknya penyakit dan
munculnya gejala, atau untuk meminimalkan komplikasi dan membatasi cacat sebelum penyakit menjadi
parah.
3) Tertiary prevention
Merupakan tindakan yang diperlukan untuk mengganti jaringan yang hilang dan merehabilitasi pasien pada
keadaan dimana kemampuan fisik dan mentalnya mendekati normal, setelah kegagalan pencegahan
sekunder.
Tujuan untuk mencegah timbulnya kelainan/penyakit yang lebih parah atau mengurangi dampak
negatif dari penyakit yang sudah ada dengan mengembalikan fungsi dan mengurangi komplikasi.

Ketiga tingkat pencegahan tersebut dikembangkan menjadi lima tingkat, yaitu:

1)

Promosi Kesehatan (Health Promotion)


Merupakan tindakan pencegahan murni yang mencakup semua usaha yang diarahkan untuk
meningkatkan kesehatan.
Misalnya pendidikan kesehatan gigi terhadap masyarakat, memilih makanan yang menyehatkan gigi,
mengatur pola makanan yang mengandung gula, perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan masyarakat
seperti penyediaan air bersih, perbaikan cara pembuangan sampah, kotoran dan air limbah.

2)

Perlindungan Khusus (Specific Protection)


Pendidikan kesehatan gigi pada tingkat ini diperlukan agar masyarakat menjadi sadar untuk memelihara
kesehatan gigi, terutama untuk daerah yang belum menyadari pentingnya pemeliharaan kesehatan gigi.
Yang termasuk dalam program upaya pelayanan perlindungan khusus ini,
misalnya: pembersihan karang gigi, menyikat gigi segera setelah makan, aplikasi topical, fluoridasi air
minum, pit and fissure sealant, vaksinasi untuk mencegah penyakit-penyakit tertentu, imunisasi, isolasi
penderita penyakit menular dan pencegahan terjadinya kecelakaan baik di tempat-tempat umum maupun
di lingkungan kerja.

3)

Diagnosis Dini dan Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
Merupakan tindakan pencegahan dengan menemukan gejala penyakit sedini mungkin dan memberikan
perawatan sesegera mungkin. Tujuan agar terjadi penyembuhan yang sempurna, mencegah penyakit
berlanjut dan mencegah penularan kepada orang lain. Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan
karena masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan gigi, sehingga
seringkali mereka membiarkan giginya yang berlubang tidak segera ditambal dan mengakibatkan
penyakit yang lebih parah.
Contoh usaha pencegahan ini pada bidang kedokteran gigi: pemeriksaan gigi dengan sinar-X secara
berkala, screening karies dan penyakit periodontal, penambalan gigi yang terkena karies, mendeteksi
penyakit jaringan lunak seperti kanker mulut sedini mungkin dimulai dari ciri awal misalnya terlihat
leukoplakia, diagnosis misalnya white spot yang akan menyebabkan karies, penambalan pada area yang
terinfeksi, melakukan ART (Atraumatic Restoration Technique)
Pengobatan yang terlambat akan menyebabkan :

Usaha penyembuhan menjadi lebih sulit, bahkan mungkin tidak dapat sembuh lagi

4)

Kemungkinan terjadinya kecacatan akan lebih besar


Penderitaan pasien akan lebih lama
Biaya untuk perawatan dan pengobatan menjadi lebih besar

Pembatasan Cacat (Disability Limitation)

Merupakan tindakan pencegahan dengan tujuan agar tidak terjadi kecacatan sehingga akan menyebabkan
terjadinya kelainan atau penyakit yang baru serta komplikasi yang mungkin timbul akibat kecacatan tersebut.
Pembatasan cacat merupakan tindakan pengobatan penyakit yang parah, misalnya pulp capping, PSA,
pencabutan gigi dan sebagainya. Pada tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan karena mereka sering
tidak mengobati penyakitnya secara tuntas. Misalnya, pada perawatan saluran akar yang memerlukan
beberapa kali kunjungan atau mereka ingin segera mencabut giginya walaupun sebenarnya masih dapat
dilakukan penambalan.
5)

Rehabilitasi (Rehabilitation)

Rehabilitasi merupakan upaya pemulihan atau pengembalian fungsi dan bentuk sesuai dengan aslinya,
misalnya pembuatan gigi tiruan, implant dan bridge. Pendidikan kesehatan pada tingkat ini masih diperlukan
untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya mengembalikan fungsi pengunyahan setelah dilakukan
pencabutan dengan pembuatan geligi tiruan. Selain itu, juga diberikan penerangan tentang kemungkinankemungkinan yang dapat terjadi akibat tidak dilakukan pembuatan geligi tiruan.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Strategi Preventif Penyakit Gigi dan Mulut
Pembuatan suatu kebijakan atau peraturan mengenai pencegahan penyakit gigi dan mulut dibutuhkan suatu
strategi yang tepat agar suatu kebijakan dapat menghasilkan suatu outcome yang baik. Salah satu konsep
dasar yang menjadi acuan negara-negara di dunia dalam menjaga kesehatan adalah konsep Blum. Suatu
kebijakan tidak boleh dibuat hanya berdasarkan sudut pandang sehat-sakit, namun terdapat faktor-faktor
determinan seperti yang dijelaskan dalam konsep Blum. Sehingga faktor-faktor tersebut sangat
mempengaruhi dalam strategi pembuatan kebijakan preventif penyakit gigi dan mulut.

Schulz, Rockwell & Johnson, AC. Management of Hospitals and Health Services: Strategic Issues and
Performance. 2003.
Gambar di atas merupakan spectrum kesehatan yang menunjukkan lingkungan, perilaku, keturunan, dan
pelayanan kesehatan sebagai input untuk kesehatan atau kesejahteraan psikososial (emosional dan mentak)
dan somatik (fisik). Empat input ini berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain melalui keseimbangan
ekologi, sumber daya alam, karakteristik populasi, sistem budaya, dan kesehatan mental.
1.

Perilaku masyarakat

Perilaku masyarakat merupakan faktor yang sangat penting dalam membuat suatu kebijakan pencegahan
penyakit kesehatan gigi dan mulut. Karena berdasarkan konsep blum, penyakit timbul akibat dari kebiasaan
buruk sehari-hari seperti merokok, menyirih, minum-minuman alkohol, dll. Pembuatan peraturan tentang
berperilaku sehat juga harus dibarengi dengan pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran pada
masyarakat. Sebab, apabila upaya dengan menjatuhkan sanksi hanya bersifat jangka pendek. Pembinaan
dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role
model harus diajak turut serta dalam menyukseskan program-program kesehatan. Misalnya salah satu
contoh seperti adanya larangan merokok, konsumsi minuman beralkohol, dll.
Contoh lain adalah kebiasaan anak-anak sekolah dasar di Indonesia cenderung memilih jajanan yang bersifat
kariogenik, sehingga tingkat dmf-t anak usia sekolah dasar di Indonesia cukup tinggi. Di beberapa negara
maju terdapat institusi pendidikannya telah menerapkan pola makan sehat di sekolahnya, dengan membuat
peraturan melarang menjual makanan yang kariogenik tinggi. Contoh lain seperi adanya peraturan atau

program sigiber dan cuci tangan di sekolah-sekolah dasar dapat mengajarkan perilaku dan kebiasaan sehat
sejak anak-anak.
2.

Lingkungan

Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber berkembangnya penyakit. Terjadinya
penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara, air dan tanah juga dapat menjadi
penyebab penyakit. Upaya menjaga lingkungan dan kebijakan dalam menjaga kebersihan sangat penting dan
menjadi tanggung jawab semua pihak. Dalam kesehatan rongga mulut lingkungan yang paling berpengaruh
adalah lingkungan sosial budaya. Sebagai contohnya masyarakat dengan tingkat pendapatan dan pendidikan
yang lebih rendah terbukti memiliki tingkat kesehatan gigi dan mulut lebih rendah serta memiliki kualitas hidup
yang rendah. Karies dijumpai lebih rendah pada kelompok sosial ekonomi rendah dan sebaliknya. Hal ini
dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup sehat pada kelompok sosial ekonomi tinggi. Pendidikan adalah
faktor yang juga mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi
akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga akan mempengaruhi
perilakunya untuk hidup sehat.

3.

Fakor Herediter (Genetik)


Genetik berpotensi menjadi arena paling kuat dalam intervensi medis untuk meningkatkan kesehatan

individu dan oleh karena itu juga menjadi fokus utama untuk kebijakan umum dalam memfasilitasi
pengobatan. Pengujian genetik dan skrining untuk penyakit pada tahap ini hanya dapat mengidentifikasi risiko
(besar atau lebih kecil), dengan sedikit kemungkinan untuk intervensi kuratif langsung. Secara singkat, saat
ini hanya terdapat lingkup terbatas untuk intervensi kesehatan klinis atau masyarakat. Faktor genetik juga
berinteraksi dengan faktor sosial dan lingkungan dalam mempengaruhi kesehatan dan penyakit.
4.

Faktor Layanan Kesehatan

Kesehatan seseorang juga dapat dipengaruhi oleh akses dan kualitas dari layanan. Namun, beberapa
penelitian menunjukkan bahwa pengaruh medis dan layanan kesehatan pada kesehatan penduduk tetap

lebih kecil dari ketiga faktor lainnya. Akses menggambarkan kemampuan untuk memanfaatkan layanan dan
menggabungkan ekonomi, lokasi geografis, kelimpahan pelayanan kesehatan, dan sumber daya fisik dan
sosial. Jika pelayanan kesehatan tidak dapat diakses, ada kemungkinan bahwa akan ada kebutuhan yang
belum terpenuhi untuk perawatan kesehatan.
Dalam pelayanan medis dan kesehatan, tindakan preventif dalam bentuk imunisasi telah memajukan
kesehatan penduduk dan juga mengurangi ketidaksetaraan kesehatan. Dalam bidang kedokteran gigi, secara
umum telah diakui bahwa peningkatan ketersediaan fluoride berkontribusi secara signifikan terhadap
berkurangnya dental caries pada komunitas yang diberi fluoride maupun yang tidak. Pada komunitas yang
tidak diberi fluoride disebabkan oleh penggunaan pasta gigi yang mengandung fluoride dan bentuk lainnya.
Dalam kasus kanker mulut, skrining; deteksi dini dan pencegahan penyakit; serta profilaksis mungkin menjadi
tindakan yang baik yang dapat dilakukan oleh dokter gigi atau dokter keluarga. Namun, keterlambatan dalam
pengobatan, tidak tersedianya sistem perawatan terkoordinasi dapat menyebabkan penyakit transisi ke tahap
yang lebih lanjut, membuat kondisi klinis yang lebih kompleks.
Akses ke perawatan gigi tidak dibatasi jarak antara pasien ke dokter gigi, tetapi juga termasuk :

Time costs/waktu menunggu untuk sebuah perawatan


Tersedianya dokter gigi untuk melakukan perawatan dan susunan/rencana anggaran khusus
Transportasi ke dan dari fasilitas dental

Misal, tidak adanya dokter gigi sering disebut sebagai alasan penting orang-orang miskin untuk tidak dapat
mengakses layanan kesehatan gigi.

EVIDENCE BASED DENTISTRY


EBD adalah pendekatan yang berpusat pada pasien untuk memutuskan rencana perawatan yang
menyediakan perwatan dental berdasarkan pengetahuan ilmiah. American Dental Association mendefinisikan
EBD sebagai pendekatan untuk kesehatan mulut yang membutuhkan penilaian sistematis berdasarkan bukti
ilmiah yang relevan secara klinis, berkaitan dengan kondisi dan riwayat medis pasien dengan keahlian dokter
gigi dan sesuai dengan kebutuhan dan keinginan dari pasien. Keuntungan utama dari EBD adalah pasien
dapat menerima perawatan yang optimal karena EBD menggunakan penemuan yang didapat dari uji klinis
dan systematic review dan diterapkan kepada pasien.
Evidence-based dentistry terdiri dari 3 domain :
1.

Bukti ilmiah terbaik yang tersedia

2.

Keterampilan klinis dokter gigi dan penghakiman

3.

Kebutuhan setiap pasien dan preferensi

http://ebd.ada.org/en/about/
EBD merupakan pendekatan yang bertujuan untuk:
1.
2.
3.

Menjadi pedoman dasar dalam praktik klinis


Membuat keputusan klinis atau menentukan diagnosis yang tepat
Serta dalam menentukan perawatan atau terapi yang tepat pasien.

Hirarki Evidence
Beberapa desain penelitian dapat menjawab pertanyaan penelitian yang spesifik lebih efektif jika
dibandingkan dengan desain penelitian lain. Hierarchy of evidence menampilkan tingkat bukti ilmiah dan
menunjukkan desain studi mana yang harus mendapatkan bobot lebih ketika mengkaji suatu
pertanyaan. Systematic reviews dan meta analysis dengan randomized control trials menduduki peringkat
puncak hierarki. Urutan hierarchy of evidence adalah:
1.

Systematic reviews dan meta analysis. Review sistematis adalah sebuah sintesis dari studi-studi
penelitian primer yang menyajikan suatu topik tertentu dengan formulasi pertanyaan klinis yang
spesifik dan jelas, metode pencarian yang eksplisit dan reprodusibel, melibatkan proses telaah kritis
dalam pemilihan studi, serta mengkomunikasikan hasil dan implikasinya. Meta analisis adalah
metode statistik yang spesifik untuk menggabungkan hasil dari beberapa studi menjadi suatu
estimasi tunggal. Meta analisis mengumpulkan data dari semua studi yang tergolong review

2.

sistematik secara kuantitatif dan mengkaji kembali.


Randomized control trials (RCTs). RCTs adalah salah satu penelitian ilmiah yang memiliki beberapa
fitur pembeda. Hasil dari kelompok pasien yang menerima perlakuan (treatment group)
dibandingkan dengan hasil dari kelompok pasien dengan karakteristik serupa yang tidak menerima

3.

perlakuan khusus (control group).


Cohort studies. Dalam sebuah penelitian kohort, subjek dibagi menjadi berdasarkan apakah mereka
telah terpapar atau belum terpapar suatu perawatan, dan kemudian mereka diikuti selama periode

4.

waktu untuk mencatat terjadinya suatu peristiwa, atau tidak.


Case control studies. Dalam studi kasus-kontrol, sampel kasus dibandingkan dengan kelompok
kontrol yang tidak memiliki hasil yang diinginkan (outcome of interest). Kelompok kasus dan kontrol
kemudian dikelompokkan lagi berdasarkan apakah mereka telah terkena faktor risiko atau belum.

5.

Case reports, case series. Laporan kasus adalah laporan deskriptif dari satu pasien. Seri kasus
adalah laporan deskriptif dari serangkaian pasien dengan condition of interest. Tidak ada kelompok

6.
7.
8.

kontrol yang terlibat.


Ideas, editorial, expert opinion. Opini para ahli.
Animal research. Penelitian yang dilakukan pada hewan percobaan.
In vitro (test tube) research. Penelitian yang dilakukan di laboratorium.

Kiriakou, J., Pandis, N., Madianos, P. and Polychronopoulou, A. (2014). Developing evidence-based dentistry
skills: how to interpret randomized clinical trials and systematic reviews. Progress in Orthodontics, 15(1),
p.58.

ADA CERP. (2014). Evidence-Based Decision Making: Introduction and Formulating Good Clinical Questions

Langkah-langkah EBD
1.

2.

Mencari informasi terkait kondisi pasien dengan memberikan pertanyaan klinis terfokus secara jelas.
Menentukan pertanyaan yang relevan dengan masalah klinis dan fokus untuk
mendapatkan hasil penelitian (evidence) yang baik menggunakan PICO Question.
P
: Population/patient/problem
I
: Intervention
C
: Comparison
O
: Outcome
Mengidentifikasi, meringkas, dan mensintesis semua studi yang relevan yang langsung menjawab
pertanyaan
Melakukan pencarian sistematis terhadap data-data hasil penelitian terkini yang dapat

3.

menjawab pertanyaan spesifik yang telah diajukan.


Kajian kritis terhadap bukti
Penilaian kritis meliputi :
Penilaian tentang validitas (validity)
Kepentingan (Importance)
Kemampuan Penerapan bukti-bukti klinis tentang etiologi, diagnosis, terapi,
prognosis, pencegahan, kerugian yang akan digunakan untuk pelayanan medis

4.

individu pasien (applicability)


Menerapkan hasil
Setelah menentukan evidence yang paling baik, tahap selanjutnya yaitu dengan
menentukan relevansi terhadap kondisi pasien dan pertanyaan yang telah dibuat
sebelumnya dengan pedoman PICO.

Membandingkan secara komprehensif keadaan pasien dalam evidence dengan kasus


pasien yang sedang dihadapi, mengevaluasi apakah penelitian tersebut dapat
diterapkan sesuai dengan kasus kemudian menerapkannya sebagai keputusan

5.

pemilihan perawatan terbaik


Mengevaluasi hasil
Mengevaluasi hasil dilakukan dengan meninjau hasil perawatan serta penurunan angka penyakit.
Pengevaluasian ini dilakukan untuk menilai seberapa baik penyedia pelayanan kesehatan dalam
mengimplementasikan serta mengintegrasikan data-data penelitian yang telah ada dalam praktek
kerjanya.

2.1 Langkah-langkah Evidence Based Dentistry


Evidence Based Dentistry didapatkan dengan melalui tahap systematic review. Langkah
awal dalan systematic review adalah menyusun pertanyaan klinis yang terdiri dari beberapa elemen,
yaitu Population, Intervention, Comparison, dan Outcome of interest (PICO). Langkah ini membantu
praktisi untuk mengidentifikasi keempat elemen tersebut sehingga dapat mengetahui situasi klinis
yang ada sebagai pertimbangan dalam menerapkan suatu program.
Pertanyaan klinis yang dibuat tidak boleh terlalu banyak, yaitu sekitar 2-3 pertanyaan
pertopiknya. Untuk membuat pertanyaan klinis tersebut, praktisi dapat membentuk kerangka
analisis. Kerangka analisis ini akan membantu praktisi untuk memvisualisasi hubungan antara
populasi, intervensi, dan hasil, serta dapat membantu untuk mengidentifikasi hal yang dibutuhkan.

Gambar. Contoh kerangka analisis


Sumber : ADA Clinical Practice Guidelines Handbook
Systematic review berfungsi untuk meminimalisir bias. Selain itu systematic review juga
dapat mengidentifikasi informasi spesifik yang dibutuhkan untuk menjawab pertanyaan klinis dengan
memuaskan. Dalam melakukan systematic review, praktisi perlu menentukan kriteria inklusi dan
eksklusi, sehingga penelitian yang dijadikan dasar pertimbangan hanya penelitian berkualitas tinggi
dan berhubungan langsung dengan hal yang di review. Kriteria inklusi eksklusi dibuat sebelum
systematic review dilakukan.
Kriteria tambahan juga dapat ditambahkan seiring dengan dilakukannya systematic review,
namun pada laporan akhir review harus dibedakan mana kriteria yang dibuat sebelum dan mana
yang setelah dilakukannya systematic review.
Untuk mengetahui tingkat kualitas dari suatu penelitian, dapat dipertimbangkan dari jenis
penelitiannya. Berikut ini adalah tabel peringkat kualitas penelitian berdasarkan jenis penelitiannya :

Tabel. Hierarchial Levels of Evidence Table


Jenis penelitian yang paling baik (peringkat 1) dinilai paling teliti dan paling kecil risiko biasnya, sebaliknya
untuk jenis penelitian peringkat 5.
Sumber : UT Health Science Center

Selain menentukan kriteria inklusi eksklusi, sebelum melakukan systematic review praktisi juga perlu
merancang metode untuk merangkum data yang nantinya akan digunakan untuk menganalisis hasil review.
(2) Berdasarkan UH Health Science Center, terdapat lima langkah yang dilakukan untuk memperoleh
Evidence-Based Dentistry, seperti tertera pada bagan di bawah ini(3) :

Asses
the
patient

Ask
clinical
questio
ns

Acquire
the best
evidenc
e

Apprais
e the
evidenc
e

Apply
evidenc
e to
patient
care

Bagan. The 5 As of Evidence-Based Dentistry(3)


Sumber : UH Health Science Center
Untuk penjabaran lebih detalilnya, berikut ini merupakan langkah-langkah yang diperlukan untuk
memperoleh Evidence-Based Dentistry, dalam hal ini yaitu dengan melakukan systematic review(1) :
1.

2.

Memformulasikan pertanyaan kunci, mencakup empat elemen :

Population : Subjek yang dicari (jenis atau karakteristik pasien)

Intervention : Perawatan / tindakan yang akan dilakukan untuk pasien tersebut

Comparison : Perawatan alternatif selain perawatan di atas

Outcome : Hasil yang mungkin didapatkan


Menentukan kriteria inklusi dan eksklusi untuk memilih penelitian-penelitian yang akan dijadikan dasar
pertimbangan dalam systematic review, ditinjau dari :

Elemen PICO

Detail subjek/populasi penelitian

3.

4.

5.

6.

Detail dari prosedur perawatan dalam penelitian

Detail dari evaluasi prosedur dalam penelitian

Bahasa publikasi penelitian

Tanggal publikasi penelitian

Desain penelitian
Membuat strategi pencarian data-data penelitian, dapat melalui :

Media elektronik (Medline, Embase, dll)

Perpustakaan

Handsearching (jurnal baru dan jurnal yang belum terindeks)

Membuat daftar referensi

Gray literature (thesis, disertasi, laporan hasil konferensi, abstrak, dan penelitian yang belum di
publikasi)
Mencari dan memilih penelitian

Mengaplikasikan krireria inklusi eksklusi pada masing-masing penelitian

Dua orang reviewers membuat daftar penelitian yang diikutsertakan dan yang tidak

Menentukan perhitungan statistik

Mencari dan memilih penelitian dengan dua tahap (melihat judul dan abstrak dulu, kemudian melihat
full paper)

Untuk penelitian yang berupa full paper, tuliskan alasan pengeksklusian


Merangkum data-data penelitian yang sudah terpilih, dengan cara :

Membuat desain tabel sesuai dengan kolom yang disesuaikan dengan keperluan (co : desain
penelitian, metode, hasil, kriteria tambahan)

Membuat desain form abstrak

Kedua reviewer mengisi form abstrak sendiri-sendiri

Menyelesaikan ketidaksetujuan
Menganalisis dan menampilkan hasil systematic review, dengan :

Tabel evidence

Kualitas penelitian yang terlibat

Ringkasan kualitatif dari penelitian-penelitian yang terlibat mencakup desain penelitian dan hasil

7.

penelitian
Ringkasan kuantitatif dari penelitian-penelitian yang terlibat mencakup heterogenitas, meta-analisis,

meta-regresi, serta analisis sensitivitas


Menginterpretasi hasil systematic review, meliputi :

Keterbatasan review

Implikasi penelitian yang dibutuhkan

Implikasi untuk klinisi

Memperkuat evidence
Berikut ini merupakan contoh dari pernyataan klinis yang dapat dibuat untuk suatu program yang

akan dilakukan berdasarkan suatu kasus :

Kasus :
Komunitas klinik kedokteran gigi Anda berinisiasi melakukan kerjasama dengan sekolah kedokteran gigi
untuk membuat program pemerikasaan kanker oral. Untuk membuat program baru tersebut, Anda harus
mencari penelitian-penelitian pendukung mengenai kemungkinan peningkatan deteksi kanker oral secara dini
apabila program tersebut dijalankan.
Pertanyaan klinis :
Apakah program Pemeriksaan kanker oral dapat meningkatkan kemungkinan terdeteksinya kasus kanker
oral secara dini?
P : Pasien dewasa
I : Program pemeriksaan kanker oral

C : Tidak dilakukan pemeriksaan


O : Meningkatkan kemungkinan untuk terdeteksinya kanker oral secara dini

P
I
C
O

Key Concept
Pasien dewasa
Program pemeriksaan kanker oral
Implied
Meningkatkan kemungkinan untuk

MeSH Term
Pasien dewasa 19-44 tahun
Pelayanan deteksi dini kanker oral untuk komunitas
Implied
Sudah dikategorikan memiliki neoplasma rongga

terdeteksinya kanker oral secara dini

mulut

Aplikasi Evidence-based Dentistry dalam Strategi Pencegahan Karies di Masyarakat


Evidence-based Dentistry atau EBD diartikan oleh American Dental Association (ADA) sebagai
pendekatan dalam pelayanan kesehatan rongga mulut yang membutuhkan suatu integrasi yudisial dalam
penilaian yang sistematis terhadap bukti-bukti ilmiah klinis yang relevan, berkaitan dengan kondisi oral dan
medis serta riwayat pasien sesuai dengan kemampuan klinis dokter gigi dan hubungannya kepada kebutuhan
perawatan pasien dan preferensinya. EBD berawal dari ide David Sackett dan Gordon Guyatt dari Universitas
McMaster yang mengemukakan mengenai evidence-based medicine pada tahun 1990 dan kemudian
berkembang pada ilmu kedokteran gigi. Prinsip EBD digunakan hingga saat ini untuk membantu
meningkatkan pengetahuan dengan mengidentifikasi kekurangan (knowledge gap) yang ada kemudian
dikumpulkan bukti-bukti atau riset ilmiah untuk menjawab berbagai masalah.
Karies telah menjadi penyakit gigi dan mulut dengan prevalensi yang tinggi di masyarakat, baik pada
anak kecil hingga orang dewasa. Pemanfaatan EBD dalam strategi pencegahan karies di masyarakat
memanfaatkan berbagai layanan pengetahuan seperti yang dikeluarkan oleh ADA berupa ADA Center for
Evidence-Based Dentistry untuk mencari bukti-bukti riset ilmiah yang telah dipublikasikan, kemudian
mengidentifikasi protokol atau strategi, dan mengaplikasikan strategi tersebut untuk kemudian dilaporkan
hasilnya. Menurut Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN), terdapat tingkat bukti dari suatu hasil
penelitian, di mana tingkat tertinggi adalah dalam bentuk meta analyses, ataupun review sistematis dari
randomized control trial (RCT), atau RCT dengan tingkat bias yang kecil (Tabel 1).

Tabel. Penilaian Evidence-Based Dentistry oleh SIGN (Sumber : Dental interventions to prevent caries in
children: a national clinical guideline)
Terdapat dua jenis pendekatan pada pencegahan karies yaitu berskala populasi seperti fluoridasi air
minum, dan terhadap individu atau populasi tertentu yang memang telah dinilai berada pada risiko tinggi.
Proses deteksi ini akan memberikan dampak preventif yang lebih terfokus pada populasi dengan risiko karies
yang berkembang dengan layanan yang efektif secara biaya, tanpa mengurangi keuntungan komunitas luas
dengan memberikan layanan berupa promosi kesehatan rongga mulut. SIGN merekomenasikan beberapa
indikator dalam memprediksi tingkat risiko dari karies yaitu menilai faktor makanan (diet), kebersihan rongga
mulut, mikrobiologis, sosiodemografis, dan pengalaman karies sebelumnya; serta untuk anak usia dini dapat
dipengaruhi pula oleh faktor ASI dan minum susu botol (level of evidence 2++). Beberapa contoh bukti
penelitian dan faktor yang berhubungan dengan risiko karies :
-

Faktor mikrobiologi
Pada faktor ini didapatkan bukti bahwa karies berasosiasi dengan kadar yang tinggi dari
Streptococcus mutans (2++)

Faktor sosiodemografis
Pada faktor ini didapatkan bukti bahwa prevalensi karies lebih tinggi pada status keluarga
sosioekonomi rendah. Pada keluarga yang tinggal di daerah rawan (keamanan rendah) dan kumuh
diketahui memiliki risiko karies yang lebih tinggi dibandingkan pada daerah yang lebih makmur. (2++)

Faktor pengalaman karies sebelumnya


Pada faktor ini didapatkan bukti bahwa pengalaman karies sebelumnya meningkatkan risiko terjadinya
karies di kemudian hari. Indikator terutama adalah adanya pengalaman karies di masa lalu serta
tingginya kadar Streptococcus mutans di rongga mulut. (2++)

Faktor lainnya
Saliva sebagai substansi protektif terhadap karies memegang peranan penting; di mana didapatkan
bukti bahwa individu dengan laju alir saliva yang lebih rendah, umumnya karena riwayat medis
maupun terapi obat-obatan memiliki risiko yang tinggi terhadap karies. (2++)

Berdasarkan faktor-faktor tersebut, SIGN mengemukakan bahwa akan didapatkan konklusi item yang
diperlukan pada suatu pemeriksaan risiko karies (caries risk assessment) harus memuat mengenai bukti
klinis: pengalaman karies di masa lalu, kebiasaan makanan terutama makanan manis, status sosial
(sosioekonomi, sosiodemografi), penggunaan fluoride, kontrol plak, saliva, dan riwayat medis. Caries
risk assessment atau penilaian risiko karies diterbitkan oleh beberapa institusi, di antaranya American Dental
Association, American Academy of Pediatric Dentistry, serta Chairside Diet Assesment of Caries Risk oleh
ADA.

Gambar. Form Chairside diet assessment of caries risk (Sumber: Chairside Diet Assessment of Caries Risk)

Gambar. Rekomendasi ADA untuk caries risk assessment usia 0-6 tahun (Sumber: Caries Risk Assessment
Form Age 0-6)

Gambar. Rekomendasi ADA untuk caries risk assessment usia lebih dari 6 tahun (Sumber: Caries Risk
Assessment Form Age >6)

Gambar. Caries risk assessment rekomendasi AAPD (Sumber:Guideline of Caries-risk Assessment and
Management for Infants, Children, and Adolescents)
Langkah-langkah pencegahan karies yang telah diverifikasi berdasarkan pada Evidence-Based
Dentistry.
1.

Menggosok gigi dengan pasta gigi berfluoride (A)


Pemakaian pasta gigi berfluoride telah terbukti dapat menurunkan perkembangan dari
karies, khususnya karies-karies yang baru muncul. Bukti ini telah diuji oleh berbagai penelitian
secara meta analysis dengan pemakaian pasta gigi berfluor 250-5.000 ppmF (terutama pada kadar
1.000-1.500 ppmF), ataupun beberapa pasta gigi yang tersedia di pasaran antara lain memiliki kadar
700-1.500 ppmF, sedangkan pasta gigi yang membutuhkan resep yaitu 2.800-5.000 ppmF. (1++)
Sikat gigi dilakukan setidaknya dua kali sehari (A); dengan hasil penelitian bahwa semakin
tinggi frekuensi, efek yang dihasilkan akan meningkat. Waktu yang baik adalah sebelum tidur karena
dapat memberi kesempatan bagi fluoride untuk tetap berada pada konsentrasi yang tinggi di malam
hari ketika laju saliva menurun, ditambah setidaknya satu kali lagi pada saat yang lain dalam waktu
satu hari (). Pemakaian sikat gigi manual ataupun elektrik tidak memiliki dasar yang cukup kuat
untuk memberi konklusi bahwa terdapat perbedaan efektivitas sehingga dapat digunakan keduanya;
yang terpenting adalah pemakaian pasta gigi berfluor(). Selain itu frekuensi pergantian sikat gigi
juga tidak terlalu berpengaruh tingkat efektivitasnya sebagaimana hasil penelitian mendapatkan
tingkat efektivitas kurang lebih sama.
Bagi anak-anak, supervisi saat menyikat gigi menjadi hal yang penting karena dapat
mengurangi insidensi karies. Adapun bagi anak-anak yang belum mampu menyikat gigi sendiri
harus dibantu oleh orang yang lebih tua. Terdapat pula hubungan antara umur dengan proporsi
perkembangan karies, sehingga anak yang telah erupsi giginya harus mulai dikenalkan dengan
upaya pembersihan gigi sedini mungkin (A).

Berkaitan dengan dampak langkah pencegahan ini dengan fluorosis, yaitu defek pada
mineralisasi email gigi karena konsumsi fluoride yang terlalu tinggi, saat perkembangan gigi sulung
maupun permanen, diketahui scara klinis bahwa usia risiko adalah 0-3 tahun. Oleh karena itu
dibuatlah suatu ketentuan tingkat atau kadar, frekuensi, dan pengawasan pemakaian fluoride yang
aman untuk anak, terutama untuk mencegah fluoridasi ().
Pada anak usia di bawah 3 tahun, gunakan pasta gigi dalam ukuran kecil (smear; gambar
kiri) suatu lapisan tipis kurang dari tiga per empat bagian bulu sikat. Ketika usia mencapai 3-6 tahun,
gunakan dalam ukuran kecil (pea ; gambar kanan).

Gambar. Ukuran pasta gigi pada anak-anak (Sumber: Delivering better oral health: an evidencebased toolkit for prevention)
Alat pembersih gigi lainnya
Selain sikat gigi yang dapat membersihkan gigi terutama pada sisi oklusal, lingual, dan
bukal, terdapat langkah pembersih lainnya yaitu dental floss dan sikat interdental yang dapat
membantu mencapai kesehatan rongga mulut yang lebih optimal dengan membersihkan daerah
mesial dan distal.
1)

Dental floss
Bukti mengenai tingkat efektivitas pemakaian dental floss belum dicapai suatu konklusi
bahwa metode ini sebagai pelengkap dari menggosok gigi dapat mengurangi tingkat karies.
Beberapa penelitian menyatakan dapat mengurangi karies proksimal, meski beberapa hasil
lainnya menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan secara statistik maupun bias. (2+ / 2++)

2)

Sikat interdental
Begitu pula dengan sikat interdental di mana pada beberapa penelitian belum tercapai
suatu konklusi rekomendasi bahwa pemakaian metode ini sebagai pelengkap menggosok gigi
dapat mengurangi tingkat karies. Hasil yang didapat cenderung bias dikarenakan penurunan
karies lebih disebabkan oleh aplikasi fluoride ataupun metode lainnya. (1-)

2.

Pemakaian topikal antikaries (A)


Selain menggosok gigi dengan pasta gigi berfluoride, intervensi alin yang dapat digunakan
untuk mencegah, menghentikan, dan meremineralisasi karies adalah agen kimia seperti klorheksidin
dan varnish topikal yang berperan sebagai agen langsung fluoride.
1)

Varnish klorheksidin topikal


Varnish sebagai cara memakaian langsung agen kimia ke permukaan gigi dianggap langkah
yang tepat untuk mencegah atau mengurangi aktivitas karies. Adapun klorheksidin glukonat
memiliki kandungan antimikrobial yang umumnya digunakan pada obat kumur. Pemakaian
varnish klorheksidin topikal dimaksudkan sebagai agen antiseptik untuk mencegah karies dan

mengubah ekologi plak dari kariogenik menjadi non kariogenik tanpa mengganggu bakteri lain
yang tidak berperan pada proses karies.
Namun berdasarkan penelitian belum didapatkan suatu kesimpulan rekomendasi karena
rendahnya kualitas metodologi dan hasil yang belum spesifik. Hasil masih bias dan belum
dilakukan dengan metode yang terukur untuk mendapatkan suatu kesimpulan. (1- / 1++)
2)

Varnish fluoride topikal (A)


Lain halnya dengan varnish fluoride topikal di mana pemakaian fluoride dilakukan secara
langsung dengan dioleskan ke permukaan gigi. Didapatkan bukti secara meta analisis bahwa
terdapat efek signifikan pada pemakaian varnish fluoride dalam menurunkan karies; dan
direkomendasikan pemakaiannya setidaknya dua kali setahun (A). (1++)

3)

Slow release fluoride beads


Butiran fluoride yang dikembangkan dapat melepas fluoride dimaksudkan sebagai salah satu
langkah dalam prevensi karies dan meningkatkan remineralisasi lesi karies dini. Namun secara
EBD, pemakaian metode ini belum memberikan hasil yang sesuai, di mana data masih lemah
dan tidak dapat digunakan karena metode belum maksimal, selain 36% dari butiran asli fluoride
hilang setelah dua tahun. Oleh karena itu bukti cenderung minimal, lemah, dan masih dibutuhkan
studi lanjutan. (1+)

4)

Gel fluoride
Gel fluoride dengan konsentrasi tinggi diaplikasikan ke gigi dengan harapan mencegah karies
dan meremineralisasi lesi karies dini. Berdasarkan hasil studi didapatkan peningkatan aplikasi
gel fluoride memberikan proteksi karies terutama pada pasien aktivitas karies tinggi. Meski
demikian pemakaian gel fluoride hanya dikondisikan jika tidak adanya pasta gigi berfluoride,
sehingga rekomendasi belum dapat diberikan untuk pemakaian ini. (1+ / 1++)

5)

Drop atau tablet fluoride


Drop atau tablet fluoride biasanya dimasukkan ke dalam air minum untuk meningkatkan asupan
sistemik dari fluoride. Pada beberapa kondisi, tablet dikunyah untuk memberikan efek topikal dan
sistemik. Hasil penelitian menyatakan masih memberikan tingkat bias yang tinggi, meski pada
beberapa kasus berhasil menurunkan risiko karies. Hanya saja pemakaian ini disarankan jika
tidak ada dilakukan sikat gigi dengan pasta berfluoride. Sehingga rekomendasi pemakaian drop
atau tablet fluoride belum dapat dilakukan karena masih kurang kuatnya bukti secara EBD. (1++)

6)

Obat kumur fluoride


Pemakaian obat kumur fluoride dengan konsentrasi 250 ppmF merupakan komponen pada obat
kumur harian, yang menurut hasil penelitian memberikan nilai efektif untuk pasien ortodontik.
Namun dianggap belum heterogen untuk subjek lain. Pada penelitian lain didapatkan hasil
bahwa terjadi penurunan perkembangan karies meski belum ditemukan perbedaan yang
signifikan. Sehingga dikonklusikan memang terdapat efek preventif namun hasil yang masih
inkonsisten belum menghasilkan konklusi rekomendasi, tapi tetap dapat dilakukan jika tidak
dilakukan penggunaan sikat gigi berfluoride. (1++)

7)

Intervensi topikal kombinasi

Kombinasi pemakaian topikal antikaries diketahui dapat meningkatkan efek reduksi insidensi
karies. Beberapa penelitian menyatakan bahwa terjadi penurunan 10% dmfs , serta dinilai lebih
efektif mencegah karies. Meski demikian belum diteliti mengenai efek samping. Hasil yang
maksimal namun belum dikeluarkan rekomendasi secara resmi oleh SIGN. (1++)
3.

Penggunaan sealant (A)


Sealant digunakan sebagai material preventif untuk permukaan oklusal dengan bahan resin atau
GIC. SIGN lebih merekomendasikan yang resin, karena retensinya lebih baik. Bukti penelitian
didapatkan pemakaian sealant dapat mencegah karies daripada tidak sama sekali; sedangkan di
antara material resin dan GIC didapatkan GIC memberikan reduksi karies yang lebih baik, namun
resin lebih memiliki retensi dalam follow up 36-48 bulan dan retensi total dinilai baik (76%) sedangkan
GIC cenderung buruk (8%). Oleh karena itu rekomendasi pemakaian sealant resin diaplikasikan
terutama pada molar permanen anak segera setelah erupsi (A) ; dan sealant GIC dapat digunakan
jika tidak ada resin (). (1++)

4.

Intervensi promosi kesehatan rongga mulut secara rutin (B)


Promosi kesehatan rongga mulut dapat dilakukan yaitu dengan mengajarkan menggosok gigi dengan
penggunaan pasta gigi berfluoride.
Langkah lain melingkupi seputar diet dan nutrisi terutama untuk makanan yang mengandung gula
dan peran susu botol atau ASI berkepanjangan. Berdasarkan hasil riset, ASI harus diberikan dan
direkomendasikan pelaksanaannya (C). Namun untuk susu formula sebaiknya diperhatikan
konsumsinya. Sebaikanya tidak menidurkan anak dengan meminum susu menggunakan botol
ataupun feeder cup. Susu formula dengan kandungan kedelai juga diketahui bersifat kariogenik dan
hanya digunakan untuk keperluan medis. Minuman lain dengan gula bebas seperti jus buah
sebaiknya tidak dimasukkan ke dalam botol. Makanan dan minuman lain dengan kandungan gula
tinggi sebaiknya dikurangi kadar gulanya. Makanan lain yang dapat menjadi substitusi adalah keju
yang tinggi energi serta non kariogenik; serta makanan ringan lain yang rendah gula.
Data lain berdasarkan Oral Health Strategic Plan 2011-2014 yang dikeluarkan oleh Centers for
Disease Controls and Prevention, salah satu langkah strategis yang telah teruji oleh EBD dapat
menurunkan karies pada anak, remaja, dan dewasa sebesar 25% adalah fluoridasi air minum, serta
program yang berbasis sekolah dapat menurunkan karies hingga 60%, seperti halnya Unit Kesehatan
Gigi Sekolah atau UKGS. Langkah lainnya adalah dengan memberikan dental sealant serta
pemberian topical fluoride.
Sumber lainnya

yaitu dalam buku Delivering Better Oral Health: an evidence-based toolkit for

prevention, digunakan tingkat EBD I-V oleh Gray untuk pencegahan karies (Lampiran 1).
Pada anak usia 0-6 tahun:
-

Konsumsi ASI memberikan nutrisi terbaik untuk bayi (I)

Sejak usia 6 bulan, bayi diajarkan untuk minum susu dari gelas khusus (free flow cup) dan sejak
usia 1 tahun dikurangi minum susu botol (III)

Gula tidak boleh ditambahkan pada makanan ataupun minuman (V)

Orang tua atau penjaga harus membersihkan atau menyikat dan mengsupervisi menggosok gigi
(I)

Ketika gigi telah eruspi, bersihkan dua kali sekali dengan sikat gigi berfluor (I)

Sikat gigi pada malam hari dan satu kali pada kesempatan lain dalam 1 hari (III)

Gunakan pasta gigi berfluor dengan kadar tidak kurang dari 1000 ppmF (I)

Dapat digunakan pastagigi dengan ukuran sedikit (smear) (GP good practice)

Frekuensi dan jumlah makanan atau minuman dengan kandungan gula harus dikurangi (I,III)

Obat tanpa salut gula direkomendasikan (III)

Pada anak usia 3-6 tahun:


-

Sikat gigi setidaknya dua kali sehari dengan pasta gigi befluor (I)

Sikat gigi pada malam hari dan satu kali pada kesempatan lain dalam 1 hari (III)

Menggosok gigi harus disupervisi oleh orang tua atau penjaga (I)

Gunakan pasta gigi berfluor dengan kadar tidak kurang dari 1000 ppmF (I)

Dapat digunakan pastagigi dengan ukuran sedikit (pea) (GP good practice)

Keluarkan ludah setelah menggosok, jangan dibilas, untuk menjaga kadar fluor (III)

Frekuensi dan jumlah makanan atau minuman dengan kandungan gula harus dikurangi (I,III)

Obat tanpa salut gula direkomendasikan (III)

Pada semua pasien (7 tahun hingga remaja dan dewasa)


-

Sikat gigi setidaknya dua kali sehari dengan pasta gigi befluor (I)

Sikat gigi pada malam hari dan satu kali pada kesempatan lain dalam 1 hari (III)

Gunakan pasta gigi berfluor dengan kadar tidak kurang dari 1.350-1.500 ppmF (I)

Dapat digunakan pastagigi dengan ukuran sedikit (pea) (GP good practice)

Keluarkan ludah setelah menggosok, jangan dibilas, untuk menjaga kadar fluor (III)

Frekuensi dan jumlah makanan atau minuman dengan kandungan gula harus dikurangi (I,III)

Langkah pencegahan untuk anak-anak terutama dengan risiko karies tinggi dilakukan melalui tiga
tahap pencegahan yaitu primer, sekunder, dan tersier. Pencegahan primer meliputi modifikasi perilaku
dengan edukasi kesehatan rongga mulut, edukasi agar anak menggosok gigi, mengurangi konsumsi
makanan dengan kadar gula tinggi, konsumsi makanan rendah gula, serta memilih obat tanpa salut gula.
Selain itu dilakukan proteksi gigi dengan sealant dan rutin ke dokter gigi, fluoride tablet atau varnish dapat
digunakan ataupun varnish klorheksidin.
Pencegahan sekunder dimaksudkan untuk menurunkan efek karies pada stase awal serta
pencegahan tersier dengan rehabilitasi gigi yang telah mengalami karies dengan perawatan preventif
lanjutan. Langkah yang dilakukan adalah dengan diagnosis karies menggunakan radiograf khususnya
bitewing untuk pemeriksaan awal dan pemeriksaan lanjutan. Pada tahap ini tahap pencegahan primer tetap
dilaksanakan. Manajemen lesi karies dilakukan dengan merestorasi gigi, memberikan sealant jika perluasan
masih terbatas, pada karies smooth surface tanpa kavitas segera dilakukan tata laksana. Gunakan varnish
fluoride untuk upaya preventif karies proksimal.
Pada tingkat komunitas, pencegahan karies dapat dilakukan melalui beberapa cara salah satunya
dengan model preventif melalui enam tingkat pencegahan. Pada tingkat pertama dilakukan upaya promosi
kepada masyarakat agar setiap pribadi dapat membuat pilihan yang sehat untuk hidupnya. Strategi ini dapat
melalui pendekatan material, sosial, ekonomi, maupun budaya sehingga terjadi suatu perubahan perilaku.
Pendekatan dapat dilakukan pada tingkat masyarakat seperti sekolah, lingkungan kerja, dan perumahan.
Sedangkan pendekatan secara struktural dapat dilakukan dengan peraturan mengenai gula pada obatobatan, ataupun regulasi makanan yang dijual di sekolah.
Pada tingkat kedua dilakukan upaya persuasi kepada setiap orang untuk merubah perilakunya.
Diperlukan edukasi dan bukti-bukti untuk meningkatkan kepercayaan orang untuk merubah perilaku. Tingkat
ketiga merupakan tahap diagnosis awal dari suatu penyakit, dilakukan dengan screening gejala awal dari
karies. Setiap individu dapat diajak untuk memeriksakan diri dan mengetahui kondisi gigi dan mulutnya.
Sedangkan pada tingkat keempat dilakukan upaya preventif non operatif untuk mencegah progresi lesi karies
yang sudah ada. Dapat digunakan pemakaian fluoride melalui varnish ataupun pasta gigi, serta perubahan
gaya hidup.
Jika tahap keempat belum memberikan hasil yang signifikan, dapat dilanjutkan ke tingkat lima yaitu
terapi rehabilitasi dengan memberikan terapi restorasi. Tahap terakhir atau tingkat keenam merupakan
deteksi dan pencegahan dari kondisi dampak dan kehilangan dari suatu penyakit yang telah berkembang.

Contoh dari tingkat enam ini adalah penggantian gigi yang hilang dan perawatan gigi yang mengalami
diskolorasi.

Tabel. Enam tingkat pencegahan pada komunitas (Sumber: Dental Caries: the disease and its clinical
management)
Pemanfaatan EBD dapat menghasilkan suatu bentuk rekomendasi yang sesuai untuk membuat
strategi yang tepat sehingga program pencegahan penyakit gigi dan mulut, khususnya karies dapat
dilaksanakan. Harapan utama adalah agar menurunkan prevalensi dan meningkatkan kualitas kesehatan gigi
dan mulut, baik tingkat individu (self care), keluarga, dan komunitas.

GUIDELINES PENCEGAHAN MENURUT KELOMPOK USIA


A. SIGN Dental Interventions to Prevent Caries in Children (SIGN 138)
Delivery of Dental Brief Interventions in the Practice Setting

Intervensi promotif kesehatan gigi dan mulut difasilitasi oleh menyikat gigi setiap hari menggunakan
pasta gigi yang mengandung fluoride

Toothbrushing with Fluoride Toothpaste


Anak-anak dan remaja hingga usia 18 tahun yang beresiko mengalami perkembangan karies gigi

disarankan untuk menggunakan pasta gigi dengan kisaran 1.000-1500 ppmf


Anak-anak usia 10-16 tahun yang mengalami peningkatan resiko perkembangan karies

disarankan untuk menggunakan pasta gigi dengan konsentrasi 2.800 ppmf


Menyikat gigi dengan pasta gigi berfluoride harus dilakukan setidaknya dua kali sehari

Topical Anticaries Interventions


Fluoride varnish harus di aplikasikan/digunakan setidaknya dua kali dalam setahun pada anak-anak

Sealants
Resin-based fissure sealant diaplikasikan pada gigi Molar permanen anak- anak secepatnya setelah
terjadi erupsi gigi.

Prediksi Resiko Karies

Terdapat dua pendekatan untuk pencegahan karies gigi, yaitu :


Pendekatan berbasis populasi seperti fluoridasi air
Pencegahan yang ditargetkan (individu atau populasi yang dinilai memiliki resiko karies gigi tinggi)

1.
2.

Deteksi pada populasi atau individu dengan resiko perkembangan karies gigi yang tinggi memungkinkan
upaya preventif seperti oral health promotion.

Indikator Resiko Karies

Penilaian resiko karies pada anak usia pra-sekolah menggunakan faktor-faktor berikut sebagai pendekatan :
Diet
Oral hygiene
Mikrobiologi
Sosiodemografi
Pengalaman karies sebelumnya
Saliva

Faktor resiko yang berpotensi pada karies gigi di anak-anak usia < 7 tahun antara lain adalah :
Oral hygiene
Diet
Paparan bakteri
Status sosioekonomi sosioekonomi rendah
Faktor yang berhubungan dengan konsumsi ASI atau penggunaan botol
Paparan fluoride
Kebiasaan merokok orang tua

Namun, kehadiran faktor-faktor ini tidak selalu dijadikan acuan untuk memprediksi terjadinya karies. Seorang
anak akan lebih beresiko karies jika ia memiliki streprococcus mutans (s.mutans) di usia muda. Jumlah dari
streptococcus mutans mungkin sebagian dapat dikompensasi oleh faktor-faktor yang sudah disebutkan
sebelumnya, yaitu, seperti oral hygiene yang baik dan diet non-kariogenik.

Pengaruh Status Kesehatan Oral Orangtua


Adanya karies aktif pada ibu, S.mutans, maupun konsumsi sukrosa yang tinggi pada ibu tidak
membuktikan dan tidak dapat dijadikan indicator resiko karies yang terjadi pada anak. Namun, yang
dapat dijadikan indicator resiko perkembangan karies adalah kurangnya perhatian orangtua terhadap
kondisi kebersihan gigi dan mulut pada anak

Penilaian Resiko Karies


Faktor yang harus diperhatikan dalam penilaian ini, antara lain adalah :

Bukti klinis riwayat penyakit


Kebiasaan konsumsi makanan
Riwayat sosial (sosioekonomi)
Penggunaan fluoride
Kontrol plak
Saliva
Riwayat medis umum

Perubahan perilaku yang direncanakan:

Melakukan DHE pada pasien secara individual


Menyikat gigi 2 kali sehari dengan pasta gigi berfluoride minimal 1000ppm
Membatasi konsumsi manis dan gula diluar jam makan
Menyarankan penggunaan non-sugar sweeterness pada makanan dan minuman
Menyarakan nonsugar chewing gum bila memungkinkan
Menyarakan penggunaan obat-obatan yang tidak mengandung gula bila memungkinkan

Proteksi gigi dapat dilakukan dengan :

Penggunaan pit and fissure sealant

Kondisi sealant selalu dicek setiap kunjungan


Tablet fluoride (1mg F/day) direkomendasikan pada anak dengan risiko karies tinggi
Fluoride varnish dapat diaplikasikan setiap 4-6 bulan pada anak dengan risiko karies tinggi
Chlorhexidine varnish dapat dipertimbangkan sebagai alternative

B. AAPD

B.1 AAPDs Guideline on Caries-risk Assessment and Management for Infants, Children, and
Adolescents
American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) menyadari pentingnya penilaian resiko karies
dapat membantu dokter gigi untuk memberikan keputusan mengenai perawatan (misal : diagnosis,
pemberian fluoride, diet, dan prosedur restorative) berdasarkan resiko karies dan kepatuhan pasien
untuk bayi, anak-anak, dan remaja.
Dalam pedoman ini kelompok usia dibagi menjadi 3, yaitu usia 1-2 tahun, 3-5 tahun, dan di atas 6 tahun.
Risk Assessment :
1.

Fokus mengatasi permasalahan dalam proses penyakit dibandingkan dengan mengatasi

2.
3.
4.

permasalahan akibat penyakit


Memberikan pemahaman mengenai risiko penyakit secara individual pada pasien yang spesifik
Memilih dan menentukan frekuensi pereventif dan restorasi karies pada pasien
Antisipasi perjalanan karies atau stabilisasi

Sumber : AAPD. 2013. Guideline on Caries-risk Assessment and Management for Infants, Children, and
Adolescents. AAPD Journal.

Sumber : AAPD. 2013. Guideline on Caries-risk Assessment and Management for Infants, Children, and
Adolescents. AAPD Journal.
Rekomendasi :
1.

Menghitung faktor risiko karies harus berdasarkan usia anak, faktor biologis, faktor pelindung dan

2.

temuan klinis yang dilakukan secara rutin oleh dokter gigi


Bila tidak terdapat informasi instrumen yang memungkinkan untuk menghitung kuantifikasi kelompok
risiko anak, maka pengelompokan dilakukan dengan prediksi faktor risiko yang dimiliki dan intensitas

3.

perawatan kesehatan gigi yang diterima


Protokol manajemen klinis berdasarkan usia anak dan faktor resiko serta level koorperatif anak
dapat membantu dokter gigi menentukan kriteria dan level kebutuhan perawatan.

Sumber : AAPD. 2013. Guideline on Caries-risk Assessment and Management for Infants, Children, and
Adolescents. AAPD Journal.

Sumber : AAPD. 2013. Guideline on Caries-risk Assessment and Management for Infants, Children, and
Adolescents. AAPD Journal.

Sumber : AAPD. 2013. Guideline on Caries-risk Assessment and Management for Infants, Children, and
Adolescents. AAPD Journal.
B.2

Guideline

on

Periodicity

of

Examination,

Preventive

Dental

Services,

Anticipatory

Guidance/Counseling, and Oral Treatment for Infants, Children, and Adolescents


American Academy of Pediatric Dentistry (AAPD) membuat pedoman ini bertujuan untuk membantu
praktisi/dokter gigi untuk membuat keputusan klinis mengenai kesehatan gigi dan mulut secara preventif,
termasuk pedoman preventif mengenai konseling untuk bayi, anak-anak, dan remaja.
Pedoman ini dibuat oleh AAPD untuk menekankan pentingnya perawatan gigi dan mulut untuk menjaga
kesehatan gigi dan mulut sejak usia bayi hingga usia remaja dan seterusnya oleh dokter gigi profesional.
Intervensi dan pelayanan kesehatan oral yang profesional didasarkan pada kebutuhan individu pasien dan
indikator resiko. Setiap kelompok usia, serta masing-masing individu anak, memiliki kebutuhan
perkembangan yang berbeda-beda dan harus ditangani pada interval waktu yang spesifik sebagai bagian
dari evaluasi. Kelanjutan dari perawatan didasarkan pada kebutuhan dari setiap individu. Kunjungan ke
dokter gigi secara dini dapat membangun fondasi dan pola pikir mengenai pentingnya pencegahan dan
perawatan kesehatan gigi dan mulut. Pemberian konseling / DHE dan pedoman preventif merupakan
komponen yang sangat penting dari kunjungan perawatan gigi.
Rekomendasi :
Pada pedoman ini dibahas mengenai prinsip-prinsip umum dari pemeriksaan, pelayanan gigi secara
preventif, konseling/DHE, dan perawatan gigi dan mulut untuk anak-anak yang tidak memiliki kondisi medis
dan perkembangannya normal. Riwayat medis yang terbaru, akurat, dan komprehensif diperlukan untuk
diagnosis yang benar dan untuk menentukan rencana perawatan yang sesuai.

Pemeriksaan klinis oral


Pemeriksaan pertama kali disarankan pada saat erupsi gigi pertama kali atau tidak lebih dari usia 12
bulan. Perkembangan erupsi gigi dan oklusi harus diperhatikan pada saat pemeriksaan klinis oral rutin.
Deteksi dan manajemen secara dini dari kondisi oral dapat meningkatkan kesehatan oral, kesehatan
umum maupun kesejahteraan hidup. Sementara itu, deteksi penyakit gigi yang tertunda dapat
menyebabkan masalah dan perawatan yang lebih luas dan mahal.
Komponen yang diperhatikan pada pemeriksaan oral secara komprehensif meliputi :
Kesehatan umum
Rasa sakit
Jaringan lunak EO & IO
Jaringan keras IO
OH dan periodontal
Perkembangan oklusi
Resiko karies
TMJ
Perilaku anak

Berdasarkan pemeriksaan visual, dokter gigi dapat menggunakan alat bantu diagnostik tambahan
(misal : foto radiografi, hasil lab, dll). Interval waktu yang paling umum untuk pemeriksaan adalah 6 bulan
sekali.

Caries - risk assessment


Penilaian resiko karies merupakan elemen kunci dari perawatan preventif untuk bayi, anak-anak,
remaja, dan pasien dengan kebutuhan perawatan kesehatan khusus. Tujuannya adalah untuk mencegah
penyakit dengan mengidentifikasi dan meminimalkan faktor penyebab (misal : diet, akumulasi plak, dll)
dan mengoptimalkan faktor protektif (misal : paparan fluoride, sealent, dll). Bayi dan anak-anak memiliki
faktor resiko karies yang khas seperti pembentukan flora oral yang berekelanjutan, kerentanan gigi yang
baru erupsi, dan kebiasaan diet. Usia remaja merupakan waktu dimana aktivitas karies meningkat karena
peningkatan asupan zat kariogenik dan kurangnya perhatian untuk melakukan prosedur yang menjaga
oral hygiene. Resiko perkembangan penyakit gigi pada anak dapat berubah dari waktu ke waktu karena
perubahan kebiasaan, flora oral, dan kondisi fisik. Penilaian resiko harus didokumentasikan dan diulang
secara rutin.

Prophylaxis dan topical fluoride treatment


Anak-anak yang menunjukkan resiko karies sedang membutuhkan peningkatan penggunaan
aplikasi topical fluoride setidaknya 6 bulan sekali, sementara itu anak dengan resiko karies tinggi harus
mengaplikasikan dengan frekuensi yang lebih besar yaitu misalnya setiap 3-6 bulan sekali. Idealnya, cara
ini merupakan bagian dari program pencegahan komprehensif yang dapat dilakukan dirumah. Perawatan

topical fluoride harus didasari oleh penilaian resiko karies.


Supplemen fluoride
Fluoride memiliki peranan penting yaitu sebagai pencegah, penghambat dan pengembalian pada
karies gigi. AAPD mendukung paparan fluoride yang optimal untuk anak-anak, telah diakui pula bahwa air
yang mengandung fluoride merupakan salah satu cara intervensi pencegahan yang paling
menguntungkan dan hemat biaya. Supplementasi fluoride harus dipertimbangkan untuk anak-anak
dengan resiko karies sedang-tinggi ketika paparan fluoride tidak optimal. Supplemen yang diberikan harus
sesuai dengan yang direkomendasikan oleh AAPD dan ADA.

Konseling / pedoman antisipasi


Diskusi individual dan konseling menjadi bagian yang terpenting dari suatu kunjungan perawatan
gigi. Terdapat beberapa hal yang perlu dijadikan perhatian, yaitu, mengenai oral hygiene, kebiasaan diet,
pencegahan injury, kebiasaan non-nutritive, dll. Konseling dalam hal ini melibatkan pasien anak dan
orangtua. Pada awalnya, kebersihan gigi dan mulut anak adalah tanggung jawab orangtua. Namun, pada
saat anak sudah beranjak dewasa, maka, menjadi tanggung jawabnya sendiri. Efektivitas perawatan yang
dilakukan dirumah harus selalu dipantau pada setiap kunjungan dan termasuk diskusi mengenai aktivitas

preventif yang dilakukan sehari-hari dalam menunjang kesehatan gigi dan mulut.
Pemeriksaan radiografi
Waktu pemeriksaan radiografi awal tidak harus didasarkan pada usia pasien. Sebaliknya, setelah
meninjau riwayat dan temuan klinis pada pasien, perlu ditentukan apakah dibutuhkan pemeriksaan
radiografi. Karena, pemeriksaan radiografi dapat mengoptimalkan hasil pemeriksaan pasien.

Treatment penyakit gigi / injury


Penyedia pelayanan kesehatan yang mendiagnosa penyakit atau trauma pada rongga mulut harus
memberikan terapi atau merujuk pasien ke dokter gigi yang tepat dan berkompeten dalam bidangnya.
Intervensi segera diperlukan untuk mencegah kerusakan gigi lebih lanjut serta masalah kesehatan gigi
yang lebih luas.

Treatment maloklusi

Penggunaan alat hanya diindikasikan bila pasien anak ingin menghentikan kebiasaan buruk dan
mendapatkan keuntungan dari alat tersebut. Pada setiap tahap perkembangan oklusi, tujuan
intervensi/perawatan termasuk :

Mengembalikan pertumbuhan yang kurang baik


Mencegah terjadinya ketidakesuaian dental & skeletal
Memperbaiki estetika & meningkatkan percaya diri
Memperbaiki oklusi
Sealants
Sealents mengurangi resiko karies pit & fissure. Diindikasikan untuk gigi primer dan permanen
dengan pit & fissure yang dalam dan cendurung menjadi tempat retensi plak. Sealent harus dipantau dan
diperbaiki atau diganti sesuai dengan kebutuhan dan indikasi pasien.
Molar 3 (M3)
Foto radiografi panoramic atau periapikal diindikasikan pada usia remaja akhir untuk melihat

keadaan, posisi, dan perkembangan dari gigi M3. Jika terjadi impaksi, maka, dapat berpotensi menjadi
patologik. Kondisi patologi pada umumnya lebih sering terjadi seiring dengan pertambahan usia.
Sehingga, perlu dilakukan pertimbangan untuk mengekstraksi atau mempertahankan gigi tersebut
sebelum pertumbuhan mencapai 1/3 tengah dari gigi M3. Komplikasi pasca operasi dapat diminimalisir
jika dilakukan pada usia dini.
Rujukan untuk perawatan gigi teratur dan periodic

Penting untuk mengedukasi pasien dan orangtua mengenai transisi kepada dokter gigi yang lebih
berkompeten dalam hal perawatan kesehatan mulut dewasa. Pada saat yang telah ditentukan, pasien
harus dirujuk ke seorang dokter gigi untuk melanjutkan perawatan gigi secara rutin.
Rekomendasi berdasarkan usia :

6-12 bulan
1. Melengkapi pemeriksaan oral klinis dengan alat bantu diagnostik tambahan (misal : radiografi,
temuan klinis, dan kerentanan terhadap penyakit oral) untuk menilai perkembangan dan
2.

pertumbuhan, patologi, dan/atau injury pada rongga mulut untuk menunjang diagnosis
Memberikan konseling mengenai oral hygiene kepada orangtua, termasuk implikasi kesehatan oral

3.

jika dilakukan suatu tindakan perawatan


Menghilangkan stains atau deposits supragingival dan subgingiva sesuai dengan yang

4.

diindikasikan
Menilai keadaan sistemik dan status topical fluoride pada anak (termasuk jenis susu formula yang
sedang dikonsumsi dan paparan pasta gigi berfluoride) dan memberikan konseling yang berkaitan
dengan fluoride. Berikan suplemen fluoride sistemik jika di indikasikan, berikut penilaian dari total

5.

konsumsi fluoride dari meminum air, diet, dan penggunaan produk yang menunjang oral hygiene.
Menilai dan memberikan konseling mengenai kesesuaian pemberian asupan makanan, termasuk

6.
7.

penggunaan botol susu dan pemberian ASI


Memberikan konseling mengenai diet yang berhubungan dengan kesehatan gigi dan mulut
Memberikan konseling mengenai pencegahan injury sesuai dengan usia anak untuk trauma

8.
9.

orofacial
Memberikan konseling mengenai non-nutritive oral habit (misal : penggunaan botol susu)
Memberikan perawatan yang diperlukan dan/atau merujuk yang sesuai untuk setiap penyakit atau

10.
11.
12.
13.

injury
Memberikan panduan antisipatif
Konsultasikan dengan dokter anak jika diperlukan
Melengkapi penilaian resiko karies
Menentukan interval untuk reevaluasi secara periodik

12 24 bulan

1.

Ulangi seluruh prosedur untuk usia 6-12 bulan setiap 6 bulan sekali atau seperti yang ditunjukkan

2.

oleh status resiko individu pasien / kerentanan terhadap penyakit


Menilai kesesuaian pemberian asupan makanan (termasuk penggunaan botol susu, ASI) dan

3.

berikan konseling sesuai dengan yang diindikasikan


Melihat kembali status fluoride pada pasien (termasuk pengaturan pemberian perawatan pada anak
yang mungkin dapat memberikan dampak pada asupan fluoride sistemik) dan berikan konseling
kepada orangtua
Memberikan perawatan topical fluoride setiap 6 bulan sekali atau sesuai dengan kebutuhan individu

4.

pasien dan sesuai dengan indikasinya


2 6 tahun
1. Ulangi seluruh prosedur untuk usia 12-24 bulan setiap 6 bulan sekali atau seperti yang ditunjukkan

oleh status resiko individu pasien / kerentanan terhadap penyakit. Berikan instruksi mengenai oral
2.

hygiene sesuai dengan usia anak


Melakukan scaling dan membersihkan gigi setiap 6 bulan sekali atau sesuai dengan kebutuhan

3.

pasien
Memberikan pit & fissure sealent untuk gigi yang rentan terhadap karies (gigi anterior, premolar, dan

4.

molar primer serta permanen)


Memberikan konseling dan perawatan preventif (misal : mouthguard) yang dibutuhkan untuk trauma

5.

orofacial
Memberikan penilaian / perawatan dan rujukan jika terjadi perkembangan maloklusi sesuai dengan

6.

kebutuhan pasien
Memberikan perawatan dan/atau rujukan yang sesuai dengan penyakit, kebiasaan, atau injury pada

7.

rongga mulut
Menilai perkembangan bicara dan bahasa serta memberikan rujukan yang sesuai jika diindikasikan.

6 12 tahun
1. Ulangi prosedur yang ada pada usia 2 6 tahun setiap 6 bulan sekali atau seperti yang ditunjukkan

2.

oleh status resiko individu pasien / kerentanan terhadap penyakit.


Memberikan konseling mengenai zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan oral (misal : merokok,

3.

alcohol, tobacco)
Memberikan konseling mengenai bahaya piercing pada area intraoral/perioral

> 12 tahun
1. Ulangi prosedur yang ada pada usia 6 - 12 tahun setiap 6 bulan sekali atau seperti yang

2.

ditunjukkan oleh status resiko individu pasien / kerentanan terhadap penyakit.


Selama masa remaja akhir, periksa keadaan, posisi, dan perkembangan dari M3. Memberikan
pertimbangan untuk ekstraksi jika terdapat kemungkinan timbulnya penyakit atau keadaan patologi
dan resiko jika tidak dilakukan tindakan tersebut secara dini

Pada saat usia yang sudah ditentukan, dokter gigi anak boleh merujuk pasien ke dokter gigi umum
untuk melanjutkan perawatan gigi dan mulut
Oral Health Program Periodontal Disease
Prinsip dasar dalam menjaga kesehatan jaringan periodontal dan mencegah terjadinya penyakit
periodontitis menurut Public Health England adalah sebagai berikut :
1.

Mencegah terjadinya Gingivitis. Menurut Lang, Schatzle dan Loe (2009) Gingivitis merupakan
langkah awal dari terjadinya periodontitis dan kehilangan gigi ( tooth loss) . Pencegahan Gingivitis
dimulai dari kontrol plak untuk menjaga OH tetap baik.Kontrol Plak diawali dengan Dokter Gigi
memberikan saran yang meliputi:

Menginstruksikan teknik menyikat gigi yang benar, seperti seluruh permukaan gigi disikat,
batas antara gigi dan gusi ( margin gingiva) serta daerah interdental harus dibersihkan.

Menyarankan penggantian sikat gigi secara rutin, misal setiap 1-3 bulan mengganti sikat
gigi yang lama dengan yang baru. Kriteria Sikat gigi yang baik yaitu kepalanya kecil dengan

struktur bulu yang medium ( tidak kasar dan tidak terlau halus)
Memberikan motivasi kepada pasien untuk membersihkan daerah interdental dengan

menggunakan flossing serutin pasien menyikat gigi.


Beberapa studi menyatakan bahwa sikat gigi otomatis dengan menggunakan baterai lebih
efektiv dalam membersihkan plak dibandingkan sikat gigi secara manual. Namun yang
perlu ditekankan adalah teknik menyikat gigi yang benar yaitu seluruh permukaan gigi
dapat dibersihkan dari debris dan plak, durasi menyikat gigi yang baik adalah minimal 2
menit, dan sebaiknya 2 kali sehari ( sikat gigi pada malam hari sebelum tidur dikategorikan

wajib, dan satu waktu lainnya tergantung pasien).


Menyarankan pasien menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor. Menurut Riley and
Lamont (2013) pasta gigi yang mengandung fluor bila ditambah triclosan dan co-polymer
lebih efektif dalam mengurangi plak dan inflamasi gingiva, namun masih dibutuhkan

penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.


Pasien berkebutuhan khusus membutuhkan sikat gigi yang didesain khusus dan dukungan

dalam menyikat gigi dari keluarga.


Pasien yang mengalami periodontitis membutuhkan sikat gigi yang disesuaikan dengan
ruang interdental, misal interdental gigi anterior lebih sempit dibandingkan gigi posterior.

2.

Deteksi dini periodontitis menggunakan Basic Periodontal Examination (BPE). British Society of
Periodontology mengatakan bahwa periodontitis dapat dimulai dari usia anak-anak hingga masa
remaja. Namun pada masa ini (7-11 tahun) pemeriksaan tidak menggunakan probing, cukup dilihat
secara visual. Berikut pemeriksaan BPE berdasarkan kategori umur: 7-11 tahun dan 12-17 tahun

Sumber : Public Health England, 2014


3.

Manajemen Faktor Risiko Periodontitis.


a. Merokok
Pasien periodontitis yang juga mempunyai kebiasaan merokok lebih berisiko mengalami
kehilangan gigi ( tooth loss) daripada pasien yang tidak merokok. The National Centre for

Smoking Cessation and Training (NCSCT) merumuskan pertanyaan yang digunakan konsultan
kepada perokok :

Menurut penelitian Jha et al pada tahun 2013 di England, perokok yang mau mencoba untuk
berhenti merokok akan melaksanakan tekadnya apabila ada bantuan dari smoking service
tertentu dibandingkan dengan mereka yang hanya diberi saran.
b.

Diabetes
Diabetes dapat meningkatkan risiko periodontitis kearah yang lebih parah.

Mengedukasi pasien bahwa diabetes tidak terkontrol dapat memperparah penyakit

periodontitis
Memberikan motivasi kepada pasien untuk mengontrol penyakit diabetesnya ( diet,
medikasi, rutin olahraga dll) dan harus sering kontrol ke dokter spesialis penyakit
dalam.

c.

Konsumsi Obat-obatan

Mulut kering- disebabkan oleh obat anti depressant dan anti histamine

Gingival Enlargement obat yang dikonsumsi oleh orang yang memiliki penyakit
cardiovascular.
Dokter gigi menanyakan pasien apakah pernah mengalami mulut kering/ pelebaran gusi
setelah mengonsumsi obat-obatan tertentu atau tidak. Dokter gigi melakukan pemeriksaan
klinis, misal pada mulut kering cenderung memiliki karies, infeksi candida, perubahan mukosa
dan terdapat deposit plak; pada Gingival Enlargement cenderung mengalami pembengkakan
gusi. Pasien disarankan untuk menghubungi dokter yang meresepkan obat- obatan tersebut
untuk menanyakan apakah ada kemungkinan untuk diganti atau tidak. Pasien dianjurkan untuk
berkumur menggunakan clorhexidine.

4.

Terapi suportif untuk pasien periodontitis


Periodontitis merupakan penyakit kronis dan akan bertambah buruk bila OH tidak dijaga
( Axelsson et al, 2004). Komponen yang berperan dalam terapi suportif adalah :

Monitoring adanya plak atau inflamasi gingival


Saran dalam menjaga OH
Debridement : scalling supra dan sub gingival plak dan kalkulus.

Panduan Penyakit Periodontal berdasarkan Klasifikasi Evidence Based Dentistry

Pemeliharaan Kesehatan Jaringan Periodontal pada Anak Remaja


Data Epidemiologi menyatakan bahwa kerusakan jaringan yang bersifat irreversible pada penyakit
periodontal sering dijumpai pada masa akhir pubertas dan awal masa dewasa. Anak pada usia remaja
memiliki prevalensi yang lebih tinggi terhadap gingivitis dibandingkan anak pada masa pre-pubertas.
Penelitian menyatakan bahwa meningkatnya hormon seksual pada masa remaja memiliki dampak terhadap
komposisi microflora pada subgingiva yang menyebabkan gingivitis. Selain itu, hormon seksual
mempengaruhi permeabilitas pembuluh kapiler dan meningkatkan akumulasi cairan di jaringan gingiva.

Kondisi Akut
Acute Necrotizing ulcerative gingivitis and periodontitis membutuhkan perawatan yang segera dan
dalam jangka panjang berupa terapi periodontal.
Kondisi Kronis
Gingivitis pubertas. Pasien perlu diedukasi dalam merawat OH ( cara menyikat gigi yang baik dan
benar, flossing) etiologi penyakit, karakteristik dan pencegahan ke tahap yang lebih parah. Apabila

diindikasikan maka prosedur scaling dan root planning dapat dijalankan.


Prosedur Rujukan ke dokter gigi spesialis periodontologi

Pemeliharaan Kesehatan Jaringan Periodontal pada Ibu Hamil


American Academy of Periodontology menyatakan bahwa ibu dengan penyakit periodontal berisiko memiliki
bayi dengan berat badan rendah. Tindakan preventif untuk mencegah terjadinya periodontitis pada ibu hamil
harus dilakukan sedini mungkin, bila perlu wanita yang berencana hamil harus diedukasi terlebih dahulu agar
OH nya baik. Apabila pada ibu hamil diindikasikan untuk dilakukan periodontal scaling dan root planning,
prosedur ini harus dilakukan pada awal trimester kedua. Selain itu seorang dokter gigi dalam membuat
diagnosis dan perawatan harus memperhatikan hal-hal dibawah ini:

Riwayat penyakit periodontal dan penyakit sistemik.


Perlunya konsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam terkait dengan diabetes dan tekanan darah

tinggi.
Faktor risiko periodontitis yang dapat mempengaruhi kehamilan
Terapi periodontal yang sesuai dan motivasi pasien untuk menjaga kesehatan jaringan periodontal.

Prosedur Rujukan ke dokter gigi spesialis periodontologi


Pemeriksaan Periodontal
1.

Periodontal Screening and Recording


Merupakan metode skrining pasien yang cepat untuk memutuskan apakah diperlukan penilaian
yang lebih komprehensif. PSR digunakan untuk memeriksan keadaan gingiva pasien. Metode ini
merupakan adaptasi dari CPITN.
Pada pemeriksaan, rahang dibagi menjadi sextants (enam pengukuran). Alat yang digunakan adalah
special ball-tipped probe. Probe tersebut mempunyai ball-tipped berukuran 0,5 mm dan bagian berwarna
berukuran 3,5 mm sampai 5,5 mm dari ujung probe. Probe dimasukkan pada sulkus atau poket dan
digerakkan mengelilingi tiap gigi.

Sumber : Preiodontal Screening and Recording: Early Detection of Periodontal Disease by Tanya
Villalpando (2014)
Setelah setiap gigi dalam sextant telah diperiksa,hanya kode yang dicatat dan hanya satu nilai yang
dicatat untuk setiap sextant. Jika sextant edentulus beri tanda X. Pengukuran dicatat dalam grafik
khusus.

Sumber : Preiodontal Screening and Recording: Early Detection of Periodontal Disease by Tanya
Villalpando (2014)

Interpretasi Kode
o Kode 0 : bagian berwarna dari probe terlihat semua pada celah terdalam dari sextant, tidak ada
kalkulus atau defektif margin, jaringan gingiva sehat tidak ada perdarahan setelah probing

Sumber : Preiodontal Screening and Recording: Early Detection of Periodontal Disease by


Tanya Villalpando (2014)
o

Kode 1 : bagian berwarna dari probe terlihat semua pada kedalaman probing terdalam dari
sextant, tidak ada kalkulus atau defektif margin, namun terdapat perdarahan setelah probing

Sumber : Preiodontal Screening and Recording: Early Detection of Periodontal Disease by


Tanya Villalpando (2014)
o

Kode 2 : bagian berwarna dari probe terlihat semua pada kedalaman probing terdalam dari
sextant, terdapat kalkulus supra/subgingiva dan/atau defektif margin

Sumber : Preiodontal Screening and Recording: Early Detection of Periodontal Disease by


Tanya Villalpando (2014)
o

Kode 3 : bagian berwarna dari probe terlihat sebagian pada kedalaman probing terdalam dari
sextant

Sumber : Preiodontal Screening and Recording: Early Detection of Periodontal Disease by


Tanya Villalpando (2014)
o

Kode 4 : bagian berwarna dari probe sama sekali tidak terlihat, mengindikasikan kedalaman
probing lebih dari 5,5 mm

Sumber : Preiodontal Screening and Recording: Early Detection of Periodontal Disease by


Tanya Villalpando (2014)
o

Simbol * harus ditambahkan pada skor sextant ketika ditemukan : keterlibatan furkasi,

mobilitas, masalah mukogingiva, atau perluasan resesi ke daerah berwarna dari probe
Pedoman Perawatan
o Kode 0 : perawatan pencegahan yang sesuai harus diberikan juga review dari daily plaque
o
o

control habits
Kode 1 : instruksi kebersihan mulut individu, dan terapi yaitu menghilangkan plak subgingiva
Kode 2 : instruksi kebersihan mulut individu dan terapi yaitu menghilangkan plak subgingiva

juga kalkulus dan koreksi margin serta restorasi harus dilakukan


Kode 3 : pemeriksaan periodontal komprehensif untuk rencana perawatan (identifikasi
kedalaman probing, mobilitas, keterlibatan furkasi, dan radiograf), jika skor satu atau lebih

sextant kode 3, diindikasikan pemeriksaan full-mouth


Kode 4 : diperlukan pemeriksaan full-mouth periodontal untuk menentukan rencana perawatan
(identifikasi kedalaman probing, mobilitas, resesi gingival, masalah mukogingiva, keterlibatan

furkasi, dan radiograf), dapat diasumsikan memerlukan prawatan yang kompleks


Simbol * : jika terdapat symbol abnormalitas pada kode 0, 1, atau 2, klinisi harus membuat
perawatan khusus yang dibutuhkan untuk kondisi tersebut, jika terdapat pada kode 3 atau 4

diperlukan pemeriksaan periodontal komprehensif untuk menentukan rencana perawatan


Keuntungan
o Early Detection : dapat dilakukan perawatan awal untuk risiko dari penyakit periodontal
o Speed : ketika telah mengerti teknik dari PSR, hanya membutuhkan waktu satu menit untuk
melakukan skrining

o
o
o
o

Simplicity : mudah untuk dilkukan dan bagi pasien untuk dimengerti


Cost-Effectiveness : tidak memerlukan alat yang mahal, hanya ball-tipped probe
Ease of Recording : hanya satu angka yang dicatat pada setiap sextant
Risk Management : dokter gigi memantau dan mencatat status periodontal pasien untuk legal

requirements
Limitasi
o Tidak dapat menggantikan pemeriksaan full-mouth periodontal
o Sulit untuk membedakan pseudo-pocket dari true pocket pada pasien anak
o Tidak perlu dilakukan pada pasien yang sudah menerima perawatan untuk penyakit periodontal
dilakukan pemeriksaan periodontal komrehensif

2.

HIDEP Model (Health Improvement in Dental Practice)


Merupakan alat manajemen kesehatan yang berdasarkan pendekatan preventif dan tissue-saving
Metode skrining dan manajemen yang digunakan untuk menetapkan kelompok risiko dan mengatur
perawatan individu dan skema pencegahan

3.

Periodontal Risk Calculator


Berdasarkan 9 faktor :

Usia
Riwayat merokok
Diagnosis diabetes
Riwayat bedah periodontal
Kedalaman poket
Keterlibatan furkasi
Restorasi/kalkulus di bawah margin gingival
Radiographic bone height
Lesi tulang vertical

Bobot penilaian :
Diklasifikasikan dari 1 (least risk) 5 (highest risk)
Tingkat penyakit : 1 (health) 100 (severe disease)
-

Sumber : New Technologies for Risk Assessment by Paul G. Luepke

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT MULUT LAINNYA

Pencegahan dan Pengendalian Kanker Mulut Dan Faringeal

Kanker mulut dan faringeal merupakan istilah untuk berbagai kelompok tumor

yang mempengaruhi rongga mulut dan faring, yang paling sering terjadi adalah squamous cell
carcinomas. Biasanya kanker terjadi pada bibir, lidah, faring, dan rongga mulut. Lebih dari 30.000
kasus baru kanker mulut dan faringeal didiagnosis tiap tahunnya di Amerika, dan lebih dari 8.000
orang meninggal setiap tahunnya karena penyakit ini.
-

Primary risk factor kanker mulut di Amerika Serikat adalah penggunaan

tembakau dan alkohol, dan untuk lip cancer karena terpapar sinar matahari. Tembakau dan alkohol
secara langsung meningkatkan risiko kanker mulut dan faring, dan kedua faktor tersebut bekerja
secara sinergis, sehingga individu yang mengonsumsi keduanya memiliki risiko yang lebih tinggi
daripada seseorang yang hanya mengonsumsi salah satunya. Faktor risiko lain termasuk konsumsi
buah dan sayuran yang kurang, tidak menggunakan perlindungan ultraviolet, atau karena infeksi
virus tertentu.
-

CDC menyelenggarakan National Oral Cancer Strategic Planning Conference

untuk mengembangkan strategi dalam mencegah dan mengendalikan kanker mulut dan faring di
Amerika Serikat. Konferensi yang disponsori oleh Natioanl Institute of Dental and Craniofacial
Research dan ADA, terdiri atas lebih dari 125 ahli dalam pencegahan dan pengendalian,
perawatan, dan penelitian mengenai kanker mulut dan faring. Para ahli ini mengembangkan
rekomendasi mengenai advokasi publik, kolaborasi, dan membangun koalisi; edukasi publik;
edukasi dan praktik profesional; dan pengumpulan data, evaluasi, dan penelitian. Sebuah subgrup
multidisiplin dari konferensi tersebut saling bertemu kembali dan berbagi informasi tentang
progress dari program mereka dan membahas langkah-langkah dalam melaksanakan national
plan. Grup tersebut juga mengembangkan beberapa model program untuk pencegahan dan
deteksi dini kanker mulut dan faring.
-

Terdapat banyak rekomendasi dari Strategic Planning Conference yang

berhubungan dengan primary prevention (misalnya, mengurangi faktor risiko) dan deteksi dini.
Salah satu rekomendasinya adalah bahwa orang- orang dengan risiko tinggi terkena kanker mulut
lebih banyak mengunjungi dokter daripada dokter gigi, padahal pemeriksaan yang dilakukan oleh
dokter umum berbeda dengan pemeriksaan oral yang dilakukan oleh dokter gigi, semua primary
care provider sebaiknya lebih bertanggungjawab terhadap konseling pasien mengenai perilaku
(behavior) yang menempatkan mereka pada risiko berkembangnya kanker; melakukan
pemeriksaan kanker mulut pada semua pasien yang memiliki risiko tinggi terhadap perkembangan
penyakit tersebut karena penggunaan tembakau atau komsumsi alkohol yang berlebih; dan
sebaiknya merujuk pasien ke spesialis yang sesuai untuk perawatan lesi oral yang dicurigai.
-

Penelitian lebih lanjut diperlukan dalam menentukan parameter skrining penyakit

tersebut. Edukasi yang komprehensif dari praktisi medis dan dental dalam mendiagnosis dan
menangani lesi dengan segera direkomendasikan untuk memfasilitasi kolaborasi multisiplin dalam
mendeteksi kanker mulut pada earliest stages. Dan karena kurangnya pengetahuan publik
mengenai faktor risiko kanker mulut dan faring yang dapat dideteksi pada tahap awal, sehingga

direkomendasikan pula program untuk meningkatkan kesadaran publik (public awareness)


terhadap kanker oral (termasuk faktor risiko, tanda, dan gejala).
-

Sangat perlu membangun evidence base strategi efektif dan intervensi untuk

meningkatkan deteksi dini kanker mulut dan faringeal dan untuk mengurangi insidensi dan
mortalitas. Surveillance juga diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok yang berisiko tinggi dan
berhubungan dengan perilaku, termasuk penggunaan tembakau dan alkohol.
-

Community-based Interventions

Community-based Interventions untuk kanker mulut dan faring telah bergantung

pada tobacco control programs.


-

School-based Prevention Program

Upaya pencegahan yang ditujukan untuk usia muda sangat penting karena

hampir semua inisiasi penggunaan tembakau di Amerika Serikat terjadi pada usia 18 tahun.
Semakin cepat mereka memulai merokok, ketika mencapai usia dewasa kemungkinan akan
menjadi perokok berat, membuat program pencegahan penggunaan tembakau semakin susah.
-

Pedoman

Program

Kesehatan

Sekolah

untuk

Mencegah

Penggunaan

dan

Ketergantungan Tembakau terdiri atas 7 (CDC 1994):


1.
2.

Mengembangkan dan menegakkan kebijakan sekolah terhadap penggunaan tembakau.


Memberikan instruksi mengenai konsekuensi sosial dan fisiologi negatif dari penggunaan
tembakau dalam jangka pendek dan panjang, pengaruh sosial terhadap penggunaan tembakau,

3.

peer norms penggunaan tembakau, dan kemampuan menolak (refusal skills)


Memberikan edukasi tobacco-use-prevention dari TK sampai kelas 12; instruksi ini sebaiknya lebih
intensif pada usia sekolah menengah pertama, dan diperkuat lagi pada usia sekolah menengah ke

4.
5.

atas.
Memberikan pelatihan program khusus untuk para guru.
Melibatkan orang tua atau keluarga dalam mendukung program berbasis sekolah untuk mencegah

6.

penggunaan tembakau.
Mendukung upaya penghentian penggunaan tembakau di kalangan siswa dan semua staf di

7.

sekolah.
Menilai program tobacco-use-prevention secara berkala.
-

Model Program Lainnya

Mayoritas program komunitas yang dirancang untuk mencegah dan mengurangi

penggunaan tembakau telah berfokus pada merokok. Hal ini berawal dari NCI yang melakukan
randomized trial terhadap intervensi untuk mencegah kegiatan merokok pada remaja dan
mempromosikan penghentian merokok pada orang dewasa. Nilai dari intervensi multipel
dikonfirmasi NCIs COMMIT. Kesimpulan utama dari studi ini, bahwa pengurangan dalam skala
besar prevalensi merokok tidak mungkin terjadi jika intervensi berfokus pada individu, akan tetapi
intervensi akan efektif ketika dilakukan di komunitas (community-based). Lebih lanjut, peneliti
menemukan perbedaan yang signifikan secara statistik dalam proporsi perokok ringan sampai
sedang (tidak berat) yang berhenti di masyarakat intervensi dibandingkan dengan masyarakat
kontrol.
-

Penemuan dari COMMIT dan penelitian lain di Amerika Serikat dan negara

lainnya memunculkan planning ASSIST (American Stop Smoking Intervention Study for Cancer

Prevention). ASSIST model menggunakan sistem survailens yang memungkinkan untuk timeseries analysis membandingkan komunitas intervensi dan komunitas kontrol.
-

Meskipun fokus mayor dalam mengurangi risiko kanker oral dan faring adalah

program penghentian penggunaan tembakau, reduksi penggunaan alkohol juga diindikasikan


dengan jelas. Wanita hamil sebaiknya tidak mengonsumsi minuman beralkohol dikarenakan risiko
birth defect dan dapat menyebabkan masalah kesehatan lainnya. Telah ada program di komunitas
untuk pencegahan minuman beralkohol di kalangan pembalap muda, orang dewasa yang
menggunakan kendaraan bermotor.
-

Pencegahan dan Pengendalian Craniofacial Birth Defects

Penyebab dari craniofacial birth defect selalu kompleks dan multifaktorial,

misalnya karena interaksi gen-lingkungan yang terjadi sejak pembuahan. Defek kraniofasial juga
dapat terjadi karena embrio atau fetus rentan terkena teratogen lingkungan, suplai oksigen
berkurang, atau karena defisit nutrisi. Terdapat laporan bahwa terdapat hubungan antara low-birthweight, bayi prematur yang mungkin menunjukkan anomali kraniofasial, dan ibu dengan penyakit
oral kronik infeksius. Selain itu, diet asam folat yang buruk meningkatkan risiko spina bifida dan
kemungkinan terjadinya cleft.
-

Mengedukasikan

berbagai

macam

hal

yang

dapat

mempengaruhi

pertumbuhan dan perkembangan prenatal, menjadi kunci untuk program


kesehatan masyarakat yang ditujukan untuk mencegah birth defect. Tiap
individu perlu disadarkan untuk mengetahui faktor risiko dan protektif pada
kehamilan. Program-program yang dijalankan harus menekankan pada
pentingnya nutrisi yang baik, menghindari penggunaan tembakau dan
alkohol, serta edukasi mengenai prenatal care. Edukasi harus mencakup
pengetahuan tentang efek teratogenik dari penggunaan obat seperti fenitoin
obat antiepilepsi.
-

Kebijakan Promotif dan Preventif bagi Individu/self care

- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai Badan Pelaksana


merupakan badan hukum publik yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan
kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia. Tujuan diberlakukannya program Jaminan Kesehatan
Nasional ini adalah untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan
kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
1.
2.
3.

Terdapat 3 landasan hukum dibentuknya BPJS ini, yaitu:

UUD 1945
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
-

Peserta BPJS Kesehatan adalah setiap orang, termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar
iuran, meliputi :

1. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI) : fakir miskin dan orang tidak mampu, dengan
penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.

2.

Bukan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (Non PBI), terdiri dari :
Pekerja Penerima Upah dan anggota keluarganya
o
Pegawai Negeri Sipil
o Anggota TNI
o Anggota Polri;
o Pejabat Negara
o Pegawai Pemerintah non Pegawai Negeri
o Pegawai Swasta
o Pekerja yang tidak termasuk huruf a sd f yang menerima Upah.
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

Pekerja Bukan Penerima Upah dan anggota keluarganya


o Pekerja di luar hubungan kerja atau Pekerja mandiri
o Pekerja yang tidak termasuk huruf a yang bukan penerima Upah
Termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.

Bukan pekerja dan anggota keluarganya


o Investor
o Pemberi Kerja
o Veteran
o
Perintis Kemerdekaan;
o Janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan; dan Bukan
o

Pekerja yang tidak termasuk huruf a sampai dengan e yang mampu membayar iuran.
Penerima Pensiun, terdiri dari :

Pegawai Negeri Sipil yang berhenti dengan hak pensiun

Anggota TNI dan Anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun

Pejabat Negara yang berhenti dengan hak pensiun

Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat hak

pensiun
Penerima pensiun lain
Janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang mendapat
hak pensiun.
-

Anggota Keluarga Yang Ditanggung

1.

Pekerja Penerima Upah :

Keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak tiri dan/atau anak

angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.


-

Anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah, dengan

kriteria:
-

a. Tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan sendiri;

b. Belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua puluh lima) tahun
yang masih melanjutkan pendidikan formal.

2. Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja : Peserta dapat mengikutsertakan anggota
keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).

3. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi anak ke-4 dan
seterusnya, ayah, ibu dan mertua.

4. Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi kerabat lain seperti
Saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dll.
1.
2.

Iuran

Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah.
Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari
Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non
pegawai negeri sebesar 5% (lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 3%

3.

(tiga persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 2% (dua persen) dibayar oleh peserta.
Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar
4,5% (empat koma lima persen) dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% (empat

4.

persen) dibayar oleh Pemberi Kerja dan 0,5% (nol koma lima persen) dibayar oleh Peserta.
Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya,
ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% (satu persen) dari dari gaji atau upah per

5.

orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.


Iuran bagi kerabat lain dari pekerja penerima upah (seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah
tangga, dll); peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah
sebesar:
a. Sebesar Rp.25.500,- (dua puluh lima ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan

6.

b.

manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.


Sebesar Rp.42.500 (empat puluh dua ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan dengan

c.

manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.


Sebesar Rp.59.500,- (lima puluh sembilan ribu lima ratus rupiah) per orang per bulan

dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.


Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim
piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, iurannya ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari
45% (empat puluh lima persen) gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa

7.

kerja 14 (empat belas) tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.


Pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 (sepuluh) setiap bulan

Denda Keterlambatan Pembayaran Iuran

1.

Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Pekerja Penerima Upah dikenakan denda administrative
sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang tertunggak paling banyak untuk waktu 3

2.

(tiga) bulan, yang dibayarkan bersamaan dengan total iuran yang tertunggak oleh Pemberi Kerja.
Keterlambatan pembayaran Iuran untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja
dikenakan denda keterlambatan sebesar 2% (dua persen) per bulan dari total iuran yang
tertunggak paling banyak untuk waktu 6 (enam) bulan yang dibayarkan bersamaan dengan total
iuran yang tertunggak.
-

a.

Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan meliputi :

Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:
a. Administrasi pelayan
b. Pelayanan promotif dan preventif
c. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
d. Tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
e. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
f. Transfusi darah sesuai kebutuhan medis

b.

g. Pemeriksaan penunjang diagnosis laboratorium tingkat pertama


h. Rawat inap tingkat pertama sesuai indikasi
Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan, yaitu pelayanan kesehatan mencakup:
a. Rawat jalan, meliputi:
i. Administrasi pelayanan
ii. Pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis dan

b.

sub spesialis
iii. Tindakan medis spesialistik sesuai dengan indikasi medis
iv. Pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
v. Pelayanan alat kesehatan implant
vi. Pelayanan penunjang diagnostic lanjutan sesuai dengan indikasi medis
vii. Rehabilitasi medis
viii. Pelayanan darah
ix. Pelayanan kedokteran forensik
x. Pelayanan jenazah di fasilitas kesehatan
Rawat Inap yang meliputi:
i. Perawatan inap non intensif
ii. Perawatan inap di ruang intensif
iii. Pelayanan kesehatan lain yang ditetapkan oleh Menteri
-

Menurut Panduan Dokter Gigi di Faskes Primer, Direktorat BUK Dasar


Kemenkes RI, 2013, Pelayanan Kedokteran Gigi Primer adalah suatu
pelayanan kesehatan dasar paripurna dalam bidang kesehatan gigi dan
mulut yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan gigi dan mulut
setiap individu dalam keluarga binaannya. Prinsip pelayanan kedokteran gigi
primer adalah :

1.

Kontak pertama/first contact. Dokter gigi sebagai pemberi pelayanan yang pertama kali ditemui

2.

oleh Pasien dalam masalah kesehatan gigi dan mulut.


Layanan bersifat pribadi/personal care. Adanya hubungan yang baik dengan pasien dan seluruh
keluarganya member peluang Dokter Gigi Keluarga untuk memahami masalah pasien secara lebih

3.

luas.
Pelayanan paripurna/comprehensive. Dengan cara memberikan pelayanan menyeluruh dengan
pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitative) sesuai kebutuhan pasien. Dengan demikian

4.

pelayanan kesehatan gigi keluarga berorientasi pada paradigma sehat.


Paradigma sehat Dokter Gigi mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam

5.

menjaga kesehatan mereka sendiri.


Pelayanan berkesinambungan/continous care. Prinsip ini melandasi hubungan jangka panjang
antara

6.

Dokter

Gigi

dan

pasien

dengan

pelayanan

kesehatan

gigi

dan

mulut

yang

berkesinambungan dalam beberapa tahap kehidupan pasien.


Koordinasi dan kolaborasi. Dalam upaya mengatasi masalah pasiennya, Dokter Gigi di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama perlu berkonsultasi dengan disiplin lain, merujuk ke spesialis dan

7.

memberikan informasi yang sejelasjelasnya kepada pasien.


Family and community oriented. Dalam mengatasi masalah pasiennya, Dokter Gigi di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama mempertimbangkan kondisi pasien terhadap keluarga tanpa
mengesampingkan pengaruh lingkungan social dan budaya setempat.
-

Peserta BPJS Kesehatan mendapatkan pelayanan gigi di Fasilitas


Kesehatan Tingkat Pertama maupun di Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan

yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Fasilitas Kesehatan Tingkat


Pertama :
1.
2.
3.

Dokter Gigi di Puskesmas; atau


Dokter Gigi di Klinik; atau
Dokter Gigi Praktek Mandiri/Perorangan.
-

1.

Dokter Gigi Spesialis/Sub Spesialis


-

1.

Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan:

Pelayanan gigi yang disediakan oleh BPJS, antara lain:

Administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta untuk berobat,


penyediaan dan pemberian surat rujukan ke faskes lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

ditangani di faskes tingkat pertama.


pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis.
premedikasi
kegawatdaruratan oro-dental
pencabutan gigi sulung (topikal, infiltrasi)
pencabutan gigi permanen tanpa penyulit
obat pasca ekstraksi
tumpatan komposit/GIC
Skeling gigi (1x dalam setahun)
-

1.

Prosedur yang harus dijalani sebelum mendapatkan pelayanan yaitu:

Pendaftaran

Jika peserta memilih terdaftar di Puskesmas/ Klinik sebagai Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertamanya, maka:

Puskesmas/Klinik wajib menyediakan jejaring (Dokter Gigi/Lab/Bidan dan sarana

penunjang lain)
Peserta mendapatkan

Puskesmas/klinik
Tidak ada pendaftaran peserta ke Dokter Gigi lain.
-

pelayanan

gigi

di

Dokter

Gigi

yang

menjadi

jejaring

Jika peserta memilih terdaftar di Dokter Praktek Perorangan (Dokter Umum)

sebagai Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertamanya, maka:

2.

Peserta dapat mendaftar ke Dokter Gigi Praktek Mandiri/Perorangan sesuai pilihan

dengan mengisi Daftar Isian Peserta (DIP) yang disediakan oleh BPJS Kesehatan.
Pelayanan gigi kepada peserta diberikan oleh Dokter Gigi sesuai pilihan Peserta.
Penggantian Fasilitas Kesehatan Dokter Gigi diperbolehkan minimal setelah terdaftar 3

(tiga) bulan di Fasilitas Kesehatan tersebut.


Pelayanan
a. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
-

Peserta datang ke Puskesmas/Klinik atau ke Dokter Gigi Praktek Mandiri/Perorangan

sesuai pilihan Peserta.


Peserta menunjukkan kartu identitas BPJS Kesehatan (proses administrasi).
Fasilitas Kesehatan melakukan pengecekan keabsahan kartu peserta.
Fasilitas Kesehatan melakukan pemeriksaan kesehatan/pemberian tindakan/pengobatan.
Setelah mendapatkan pelayanan peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar

yang disediakan oleh Fasilitas Kesehatan.


Bila diperlukan atas indikasi medis peserta akan memperoleh obat.
Rujukan kasus gigi dapat dilakukan jika atas indikasi medis memerlukan pemeriksaan/
tindakan spesialis/sub spesialis. Rujukan tersebut hanya dapat dilakukan oleh Dokter
Gigi, kecuali Puskesmas/Klinik yang tidak memiliki Dokter Gigi.

b.

Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan

Peserta membawa identitas BPJS Kesehatan serta surat rujukan dari Fasilitas Kesehatan

Tingkat Pertama
Peserta melakukan pendaftaran ke RS dengan memperlihatkan identitas dan surat
rujukan

Fasilitas Kesehatan bertanggung jawab untuk melakukan pengecekan keabsahan kartu


dan surat rujukan serta melakukan input data ke dalam aplikasi Surat Elijibilitas Peserta

(SEP) dan melakukan pencetakan SEP.


SEP akan dilegalisasi oleh Petugas BPJS Kesehatan di Rumah Sakit.
Peserta mendapatkan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan dan/atau perawatan

dan/atau pemberian tindakan dan/atau obat dan/atau Bahan Medis Habis Pakai (BMHP).
Setelah mendapatkan pelayanan, Peserta menandatangani bukti pelayanan pada lembar
yang disediakan oleh masing-masing Fasilitas Kesehatan.
-

Pelayanan Protesa Gigi

A. Cakupan Pelayanan

1.

Protesa gigi/gigi palsu merupakan pelayanan tambahan/suplemen dengan limitasi/plafon/

2.

pembatasan yang diberikan kepada peserta BPJS Kesehatan


Pelayanan Protesa gigi/gigi palsu dapat diberikan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dan

3.

Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan.


Protesa gigi/gigi palsu diberikan kepada Peserta BPJS Kesehatan yang kehilangan gigi sesuai

4.

dengan indikasi medis dan atas rekomendasi dari Dokter Gigi.


Tarif maksimal penggantian prothesa gigi adalah sebesar Rp. 1.000.000,- dengan ketentuan
sebagai berikut:
-

Tarif untuk masing-masing rahang maksimal Rp. 500.000,- Rincian per


rahang : - 1 sampai dengan 8 gigi : Rp. 250.000,- - 9 sampai dengan 16
gigi : Rp. 500.000,-

1.
2.

3.
4.

B. Prosedur Pelayanan

Bila diperlukan atas indikasi medis peserta akan memperoleh resep protesa gigi/gigi palsu yang
mencantumkan jumlah dan lokasi gigi.
Protesa gigi/gigi palsu dapat diperoleh dari :
a. Dokter Gigi praktek mandiri/perorangan
b. Puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan dokter gigi dan/atau jejaring dokter gigi
c. Klinik yang memiliki tenaga kesehatan dan/ atau jejaring dokter gigi; atau
d. Rumah Sakit.
Peserta menandatangani bukti tanda terima, setelah mendapatkan protesa gigi/gigi palsu
Protesa gigi/gigi palsu dapat diberikan kembali paling cepat 2 (dua) tahun sekali atas indikasi
medis untuk gigi yang sama.
-

Pelayanan gigi yang tidak dijamin yaitu:

1.

Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan

2.

yang berlaku
Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan

3.
4.
5.
6.

BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat


Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri
Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik
Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi)
Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang
diberikan.
-

BPJS Kesehatan melakukan pembayaran ke Fasilitas Kesehatan Tingkat


Pertama melalui pola pembayaran kapitasi dengan ketentuan sebagai
berikut :

1.

Dokter Gigi Praktek Mandiri/Perorangan dibayarkan langsung ke Dokter Gigi berdasarkan jumlah
peserta terdaftar.
-

Dokter Gigi di Klinik/Puskesmas tidak dibayarkan langsung ke Dokter Gigi


yang menjadi jejaring melainkan melalui Klinik /Puskesmas sebagai Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertamanya.

A.

KEBIJAKAN PROMOTIF DAN PREVENTIF BAGI KELUARGA

DOKTER GIGI KELUARGA

Pengertian
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1415/MENKES/SK/X/2005, pelayanan kedokteran gigi keluarga adalah suatu upaya pelayanan


bidang kesehatan gigi dan mulut secara paripurna yang memusatkan layanannya kepada setiap
individu dalam suatu keluarga binaan. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh
dokter gigi keluarga diharapkan dapat dilakukan secara menyeluruh mulai dari preventif, kuratif,
dan rehabilitative dengan memperhatikan faktor-faktor risiko serta sistem rujukan.
Dokter gigi keluarga adalah dokter gigi yang mampu memberikan

pelayanan kesehatan gigi yang berorientasi pada komunitas melalui unsur keluarga sebagai target
utama serta memandang individu-individu baik yang sakit maupun sehat sebagai bagian dari unit
keluarga dan komunitasnya. Selain itu, dokter gigi keluarga juga harus mampu melayani
masyarakat melalui unit keluarga yang berfungsi sebagai kontak pertama, menganalisis kebutuhan,
rencana perawatan dan asuhan serta melaksanakan pelayanan kedokteran gigi pada tingkat
individu dan keluarganya sesuai lingkup.
B.

Visi
-

Kemandirian dalam upaya pemeliharaan kesehatan gigi dan tercapainya


derajat kesehatan gigi dan mulut setinggi-tingginya melalui pelayanan dokter

C.

gigi keluarga secara efisien, efektif, adil, merata, dan bermutu.


Misi
Mendorong kemnadirian keluarga dalam menjaga dan memelihara kesehatan gigi dan mulut.
Mengusahakan tersedianya pelayanan dokter gigi keluarga yang merata, bermutu, dan
-

terjangkau.
Memberikan pelayanan, memelihara, dan meningkatkan kesehatan gigi perorangan serta
masyarakat (keluarga binaan) sehingga tercapai derajat kesehatan gigi dan mulut yang

D.

E.

diharapkan.
Meningkatkan profesionalisme dokter gigi keluarga dalam mengemban peran, tugas, dan

fungsinya.
Meningkatkan kemitraan dengan profesi, institusi pendidikan, dan pihak-pihak terkait.
Tujuan
Tercapainya kemandirian keluarga dalam menjaga dan memlihara kesehatan gigi dan mulut.
Terpenuhinya kebutuhan keluarga untuk memperoleh pelayanan kesehatan gigi yang optimal,
bermutu, terstruktur, dan berkesinambungan.
Tertatanya pembiayaan dalam pelayanan kedokteran gigi keluarga.
Tertatanya administrasi dan manajemen pelayanan kedokteran gigi keluarga.
Terbinanya profesionalisme dokter gigi keluarga secara berkesinambungan.
Sasaran

Pada tahun 2010 jumlah keluarga yang dibina dokter gigi keluarga mencapai
28% dari jumlah penduduk dan 80% dokter gigi dan perawat gigi telah
memperoleh pelatihan/pendidikan kedokteran gigi keluarga sehingga sistem

F.

administrasi dan manajemen memenuhi standar.


Prinsip Pelayanan
Pelayanan dilandasi kebutuhan seluruh anggota keluarga.
Rencana terapi dan asuhan meliputi 5 levels of prevention disusun secara rinci termasuk
-

rujukannya dan dikomunikasikan kepada keluarga binaan.


Tindakan/terapi dan asuhan pelayanan bersifat menyeluruh
Tindakan/terapi dan asuhan pelayanan dilaksanakan secara profesional dengan mengacu

pada bukti-bukti klinik dan epidemiologic yang ada


Tindakan/terapi sesuia prosedur standar baku dan diikuti evaluasi
G. Peran dan Fungsi Dokter Gigi Keluarga
Pemberi pelayanan dengan komitmen tinggi serta menunaikan tugasnya secara profesional
-

dan etis
Ujung tombak dalam sistem pelayanan kesehatan nasional dan berhadapan langsung dengan
masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan tingkat pertama. Di samping itu
berfungsi sebagai penapis rujukan upaya kesehatan gigi dan mulut keluarga ke fasilitas yang

lebih mampu.
Koordinator dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut pasien dan keluarhnya serta

bekerja sama secara harmonis dengan setiap individu dan isntitusi


Sebagai mitra yang beretika bagi pasiennya dalam mengambil keputusan medis dengan
memilih dan menggunakan teknologi kedokteran gigi secara rasional berdasarkan evidence

H.

mulut.
Bidang Garapan Dokter Gigi Keluarga
Ditinjau dari fase tumbuh kembang, maka lingkup masalah dari kesehatan
-

I.

based dentistry.
Penggalang peran serta masyarakat dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan gigi dan

gigi dan mulut meliputi:


Fase tumbuh kembang awal/janin: Gizi dan permasalahannya
Fase kanak-kanak: Gizi, kebiasaan buruk dan masalah pedodontia
Fase remaja: masalah kesehatan gigi-mulut terkait hormone, orthognatik dan estetik
Ibu dan ibu hamil: masalah gigi mulut terkait hormone dan sistemik, penyakit gimul yang

umum, dan gizi


Bapak: masalah gimul umum dan terkait sistemik, stress, merokok
Lansia: masalah terkait geriatric
Komponen perilaku dan kesehatan: kebutuhan modifikasi perilaku dan konseling
Komponen mutu dan kompetensi: masalah standar profesi yang terkait
Kompetensi Dokter Gigi Keluarga
-

Berdasarkan bagan di atas kompetensi dokter gigi keluarga dapat diuraikan


menjadi:

NO
-

TUMBUH KEMBANG KELUARGA DAN

1
-

BIDANG GARAPAN (MENURUT FASE

MASALAHNYA)
Fase janin:
Tumbuh kembang
Diet, gizi
Ibu/ibu hamil:
Gangguan hormonal
Penyakit gimul
OH
Perilaku dan motivasi calon ibu
Anak-anak:
Masalah klinis pedodontia
Kebiasaan buruk anak
Awal masalah maloklusi

Bapak: Penyakit sistemik


Penyakit gimul
Merokok dan stress
Pembiayaan kesehatan keluarga
Pengambilan keputusan keluarga

KOMPETENSI YANG
DIPERLUKAN

Analisis gizi dan diet, konseling

Identifikasi faktor-faktor risiko


Modifikasi perilaku dan kebiasaan

Perubahan perilaku
Penatalaksanaan pasien anak
Diagnosis dini dan perawatan yang tepat
Identifikasi faktor-faktor risiko
Orthodonti untuk diagnosis dini dan

perawatan segera
Intervensi klinik pasien dewasa
Kontrol terhadap perokok
Manajemen stress
Manajemen faktor risiko
Pengaturan dana kesehatan keluarga

Hubungan dokter pasien:


Rasa takut dan cemas
Ketidakpuasan
Ketidakpercayaan
Persepsi biaya mahal
Manajemen:
Data kepenyakitan
Pembiayaan
Data SDM
Data Fasilitas dan logistic
Pengolahan limbah
Etika dan Hukum dalam Kedokteran Gigi

Keluarga masalahnya:
Pelanggaran etik
Malpraktik
Perlanggaran perjanjian oleh pihak
-

Manajemen ketakutan dan cemas


Komunikasi dan edukasi
Penataan klinik yang nyaman
Perawatan sesuai SOP
Diagnosis dan perawatan klinik

Manajamen data epidemiologis klinis


Pembiayaan
Manajemen SDM
Manajemen logistic
Manajemen limbah

Prinsip dasar etika


Hukum kedokteran
Kaitannya dengan UU praktik
kedokteran dll.

ketiga
Pelanggaran hukum

1.
-

Ruang Lingkup Pelayanan Dokter Gigi Keluarga


Ruang lingkup kerja dokter gigi keluarga meliputi beberapa pelayanan yaitu :
Pelayanan darurat / basic emergency care
Pertolongan pertama pada keadaan darurat dan gawat darurat untuk selanjutnya dilakukan rujukan

bila perlu.
Mengurangi rasa sakit atau mengeliminasi infeksi / pertolongan pertama pada gigi dan mulut

2.
-

karena penyakit / cedera


Reposisi dislokasi rahang
Replantasi gigi
Penyesuaian oklusi
Pelayanan pencegahan / preventive care
Pendidikan kesehtan gigi / DHE baik individu maupun kelompok
Menghilangkan kebiasaan jelek yaitu dentofasial functional abnormalities, abnormal swallowing dan

menggigit lidah, bibir atau jari


Tindakan perlindungan khusus yaitu aplikasi fluor dan perlindungan terhadap permukaan dan fisura

J.

3.
4.
K.

gigi
Tindakan penanganan dini yaitu scaling dan rootplaning
Memberi advokasi untuk menanggulangi kelainan saliva dan masalah nutrisi gizi / diet
Pelayanan medik gigi dasar / simple care
Tumpatan gigi (glassionomer/komposit/kombinasi)
Ekstraksi gigi (gigi sulung persistensi/gigi tetap karena penyakit/keperluan ortodonti)
Perawatan pulpa (pulpcapping/pulpotomi/perawatan saluran akar gigi anterior)
Perawatan atau pengobatan abses
Penanganan dry socket
Mengobati ulkus recurent
Pengelolaan halitosis
Pelayanan medik gigi khusus / moderate care
Konservasi gigi
Pedodonsia
Periodonsia
Bedah mulut
Orthodonsia
Prostodonsia
Oral medicine
Strategi
Agar terciptanya pelayanan kedokteran gigi keluarga yang bermutu, disusun
-

strategi sbb:
Mengembangkan kebijakan dan manajemen pelayanan kedokteran gigi keluarga

Mengembangkan sumber daya dokter gigi


Pemberdayaan profesi dan masyarakat
Mengembangkan sistem pengawasan,

pengendalian,

dan

penilaian

pelayanan

kedokteran gigi keluarga yang mengacu pada kebijakan, standar, pedoman, dan indikator
nasional.
Kedudukan
-

L.

Pelayanan kedokteran gigi keluarga adalah pelayanan kesehatan strata


pertama setingkat praktik dokter/dokter gigi dan menjadi mantra puskesmas.
Dokter gigi keluarga berada di bawah pembinaan dinas kesehatan
kabupaten/kota.

M. Organisasi
-

Unit pelayanan kedokteran gigi keluarga dilaksanakan oleh tim yang terdiri

dari dokter gigi keluarga dan perawat gigi dengan diskripsi tugas yang jelas.
Tata Kerja
Dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Dengan Puskesmas dalan wilayah kerjanya
Dengan jenjang pelayanan kesehatan rujukan
Dengan Rumah Sakit terdekat
Dengan lintas sektor, khususnya institusi sekolah dasar
O. Upaya
Upaya pelayanan kedokteran gigi keluarga wajib yang meliputi
Perawatan kegawatdaruratan
Asuhan pencegahan
Perawatan sederhana
Upaya pelayanan kedokteran gigi keluarga pengembangan yang dilakukan berdasar
N.

permasalahan kesgimul yang ditemukan di masyarakat meliputi:


Moderate care yaitu krmampuan pelayanan spesialistik tertentu dengan dukungan
P.

sarana penunjang/rujukan
Azaz Penyelenggaraan
Azaz Pertanggungjawaban Wilayah
Dokter gigi keluarga yang berada di wilayah kerjanya bertanggung jawab meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Setiap dokter gigi
-

keluarga membina 1800KK atau 9000 penduduk.


Azas Pemberdayaan Masyarakat
Dokter gigi keluarga wajib memberdayakan peorangan, keluarga, dan masyarakat agar
berperan aktif dalam penyelenggaraan pelayanan kedokteran gigi keluarga melalui:
Kader Posyandu
Upaya Kesehatan Gigi Sekolah: Dokter kecil, penyertaan guru dan orang tua/wali

murid
Kader Posyandu Usila, Panti Wreda
Kader Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
Tokoh Agama
Tokoh Masyarakat
Swasta dan Masyarakat
-

2.2 Kebijakan Promotif dan Preventif bagi Komunitas


dilakukan

Penyusunan dan pelaksanaan program dan kegiatan kesehatan gigi dan mulut
dengan

pendekatan

terintegrasi

dengan

program

kesehatan

lainnya

yang

memperhatikan sasaran yang ingin dicapai oleh Kementerian Kesehatan, yang tertuang dalam

Rencan Strategi Kementerian Kesehatan. Adapun program, kegiatan dan sasaran pelayanan
kesehatan gigi dan mulut dilakukan melalui :
1.

2.

Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat


a. Integrasi promosi kesgimul kedalam program PHBS
b. Membuat media promosi yang inovatif dan efektif (media cetak dan elektronik)
c. Melakukan pendidikan tentang pentingnya perawatan gimul teratur oleh tenaga kesehatan gigi
baik individu maupun masyarakat
Program Flouridasi
a. Kadar fluor dalam air minum konsumsi, pasta gigi yang beredar
b. Program fluoridasi air minum, garam, susu, kumur-kumur fluor pada UKGS, topikal aplikasi
fluor secara individual, pemberian tablet fluor pada beberapa sekolah dasar di daerah dengan

3.

4.

resiko karies tinggi.


Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat
a. Penyusunan pedoman promotif- preventif dengan pendekatan UKGM
b. Penyusunan pedoman pembinaan kesehatan gigi melalui desa siaga
c. Penyusunan petunjuk pemeliharaan kesehatan gigi keluarga seri ibu hamil dan balita
d. Penyusunan lembar balik penyuluhan kesehatan gigi
e. Penyusunan buku usaha kesehatan gigi sekolah di taman kanak-kanak
f. Penyusunan buku usaha kesehatan gigi sekolah dan UKGS inovatif
g. Penyusunan buku pendidikan kesehatan gigi dan mulut rmaja
h. Penyusunan buku pedoman usaha kesehatan gigi sekolah lanjutan
i.
Penyusunan pedoman pencegahan karies gigi
j.
Penyusunan materi kesehatan gigi untuk RS/PKMRS
k. Penyusunan petunjuk pemeliharaan kesehatan gigi keluarga seri lansia
Upaya Kesehatan Perorangan
a. Kebijakan pelayanan dan pedoman penyelenggaraan kedokteran gigi keluarga
b. Standar perizinan praktek dokter gigi keluarga
c. Penerapan metode Atraumatic Restoration Treatment (ART)
d. Pedoman paket dasar pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas dengan model basic
e.
f.
g.
h.

package oral care


Pedoman upaya kesehatan gigi dan mulut di puskesmas
Penyusunan standar pelayanan kesehatan gigi di puskesmas perkotaan
Pedoman rujukan upaya kesehatan gigi dan mulut
Modul pelatihan identifikasi lesi rongga mulut dan penatalaksanaan kesehatan gigi dan mulut

pada ODHA bagi tenaga kesehatan gigi di fasilitas gigi


Pelaksanaan angka kredit jabatan dokter gigi/perawat gigi
Panduan pendayagunaan dokter gigi spesialis
Tata cara kerja pelayanan asuhan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas
Program Pengawasan Obat dan Bahan Kedokteran Gigi
a. Pedoman standar bahan dan alat kedokteran gigi (RS/Puskesmas)
b. Penyusunan standar obat kesehatan gigi essensial (DOEN)
c. Formularium obat dan bahan kedokteran gigi di RS Indonesia
d. Pedoman bahan/obat tradisional di bidang kesehatan gigi dan mulut
e. Pedoman pemakaian antibiotik di bidang kedokteran gigi
Program Pengembangan Sumber Daya Kesehatan
a. Internal (Penyusunan modul pelatihan teknis, TOT, evaluasi peralatan di puskesmas)
b. Lintas Program (Pelatihan/ TOT Tenaga Kesehatan/ Pemegang Program, Kerjasama dengan
i.
j.
k.

5.

6.

Pusdatin, Litbangkes Kementerian Kesehatan dalam survey epidemiologi, evaluasi peralatan


c.

di RS)
Lintas Sekto (Kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional, swasta, FKG/CHS/
profesi, dunia usaha dalam pengadaan ART, pasta fluor generik, sikat gigi generik, tim
penggerak PKK)

7.

Program Pengembangan Kebijakan dan Manajemen Pembangunan Kesehatan


a. Tersusunnya rencana kegiatan lima tahun kesehatan gigi dan mulut
b. Tersusunnya laporan akuntabilitas kinerja tahunan kesehatan gigi dan mulut
c. Kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut dengan instansi, unit, dan pihak lain

secara nasional dan internasional.


8. Monitoring dan Evaluasi
a. Kesehatan gigi dan mulut pra sekolah dan usia anak sekolah
b. Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas
c. Upaya kesehatan gigi di UKGM
d. Pelayanan kesehatan gigi rujukan dan integrasi di rumah sakit
e. Penyusunan website kesehatan gigi dan mulut
9. Bimbingan Teknis dan Supervisi
a. Pembinaan program kesehatan gigi dan mulut di Dinas Kesehatan Provinsi/ Kabupaten/ Kota
b. Peningkatan kinerja melalui peningkatan mutu SDM dan suasana/ budaya kerja
c. Pembinaan profesi tenaga kesehatan gigi
10. Program Unggulan (program anti tembakau di klinik gigi, screening kanker mulut, pengendalian
gula di sekolah)
a. Program kebijakan kesehatan, pembiayaan dan hukum kesehatan
b. Program perbaikan gizi
1. Kegiatan kesehatan gigi dan mulut pra sekolah dan anak usia sekolah
2. Penyusunan petunjuk pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut keluarga seri ibu hamil

A.
-

dan balita
3. Penyusunan pedoman pembinaan kesehatan gigi melalui polides
4. Perlindungan kesehatan gigi anak dengan sikat gigi sesudah makan
c. Program peningkatan perilaku hidup bersih sehat sejak dini
1. Penyusunan buku pendidikan kesehatan gigi remaja
2. Penyusunan lembar balik penyuluhan kesehatan gigi
3. Penyusunan standar pelayanan kesehatan gigi bagi anak berkebutuhan khusus
4. Penyusunan materi kesehatan gigi dan mulut untuk RS
5. Penyusunan pedoman standar peralatan kedoktern gigi RS
d. Program lingkungan pemakaian air dan udara sehat
e. Program kesehatan keluarga
f. Program pencegahan kecelakaan dan rudapaksa termasuk keselamatan lalu lintas
g. Program integrasi dengan penyakit tidak menular
Ibu Hamil Dan Usia Balita
Berdasarkan Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan tentang pedoman

pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut ibu hamil dan anak usia balita bagi tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan tahun 2012.
Manfaat Pedoman :
1. Sebagai acuan bagi tenaga kesehatan yang menangani ibu hamil dan balita
2. Sebagai materi pendidikan kader kesehatan
3. Sebagai materi penyuluhan kesehatan gigi dan mulut bagi ibu hamil dan balita
4. Sebagai materi untuk memberikan konsultasi kepada calon ibu baik dalam merencanakan

kehamilan maupun pada masa kehamilan dan mempunyai anak balita


Sasaran

Tenaga kesehatan yang bertugas menangani calon ibu hamil, ibu hamil, dan ibu dengan anak
balita
-

Tujuan

Meningkatkan derajat kesehatan gigi dan mulut ibu hamil dan anak usia balita
-

A.1. Kesehatan gigi dan mulut sebelum kehamilan

Perawatan kesehatan gigi dan mulut pada ibu hamil sebaiknya dimulai sejak dini yaitu

sebelum masa kehamilan. Sehingga didapatkan perawatan kesehatan secara menyeluruh. Maka dari
itu, setiap tenaga pelayanan kesehatan diharapkan dapat berperan dalam :
mendorong calon ibu hamil memeriksakan kondisi gigi dan mulut ke fasilitas pelayanan kesehatan
-

gigi;
meningkatkan kesadaran calon ibu tentang pentingnya kesehatan gigi mulut;
meluruskan kesalahpahaman di budaya setempat bahwa kehilangan gigi dan perdarahan di

rongga mulut adalah hal normal selama kehamilan;


serta memperbaiki pola piker yang keliru yaitu menghindari dan menunda pengobatan gigi sampai
setelah melahirkan lebih aman bagi ibu dan janin.
Apabila gigi berlubang tidak dirawat segera akan menyebabkan masalah sistemik selama

kehamilan, menyebabkan kelahiran premature dan berat bayi lahir rendah serta munculnya indikasi
pencabutan yang dilakukan saat kehamilan. Adanya perubahan hormonal saat kehamilan dan faktor
lokal seperti plak atau karang gigi dapat menimbulkan pembesaran dan peradangan pada gusi.
Sehingga kondisi gigi dan mulut sebelum kehamilan menjadi buruk.

KEHAMILAN
Waktu kehamilan kurang lebih 280 hari atau 40 minggu semenjak hari pertama menstruasi terakhir.
Terdapat tiga bagian atau trimester masing-masing selama 13 minggu. Pada wanita hamil umumnya
terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut :
Perubahan Fisiologis (perubahan normal pada tubuh) : penambahan berat badan,

pembesaran payudara, penurunan pH saliva


Perubahan Psikis : morning sickness, rasa lesu, lemas, hilang selera makan
Hal hal tersebut dapat menyebabkan ibu hamil seringkali melupakan kebersihan diri termasuk

gigi dan menjadi sangat rentan terhadap penyakit gigi dan mulut. Beberapa hal dalam kesehatan gigi
dan mulut yang perlu mendapat perhatian selama masa kehamilan antara lain :
er 1

Trisemest

Merasa

lesu,

mual,

Hindari

muntah yang dapat meningkatkan

menghisap

suasana asam
Peningkatan plak karena

permen

malas memelihara kebersihan gigi

terus-

menerus
-

Setelah
muntahmuntah segera
bersihkan
mulut

dengan

kumur

larutan

soda

kue

sodium
bicarbonate
dan

menyikat

gigi setelah 1

jam
-

Hindari minum
obat

anti

muntah,
penghilang
rasa

sakit

tanpa
persetujuan
dokter

(cacat

bawaan seperti
-

Trisemest

er 2

Hal

sama

dengan

Peradangan

pada

celah bibir)
gusi (warna

trisemester 1 disertai perubahan

kemerah-merahan dan mudah berdarah saat

hormonal dan faktor plak

menyikat gigi
Timbul benjolan pada gusi (epulis
gravidarum) terutama pada bukalis, warna
menjadi

Trisemest

er 3

Epulis

mencapai

keunguan

hingga

biru,

gravidarum

berdarah, gigi terasa goyang.


Memperhatikan
dan

di

kesehatan rongga mulut baik ibu dan bayi.

puncak

bulan

memelihara

ketujuh.
Manifestasi di Rongga Mulut
Beberapa gangguan pada rongga mulut dapat disebabkan oleh perubahan hormonal atau
kelalaian perawatan gigi dan mulut, antara lain :
1. Gingivitis Kehamilan / Pregnancy Gingivitis
Perubahan pada gusi selama kehamilan diakibatkan kurangnya kesadaran
menjaga

kesehatan

gigi

dan

mulut,

meningkatnya

hormonesex wanita dan vaskularisasi gingival, sehingga


respon yang berlebihan terhadap faktor iritasi lokal
terbentuk. Iritasi lokal yang dimaksud dapat berupa
rangsangan lunak (plak bakteri, sisa makanan) dan
rangsangan

keras

(kalkulus,

margin

restorasi

overhanging, permukaan akar atau gigi palsu kasar).


Sehingga, kehamilan bukanlah penyebab langsung dari
gingivitis kehamilan, tetapi bergantung pada tingkat kebersihan mulut pasien.
Selama kehamilan, tingkat sekresi progresteron ibu hamil bisa meningkat 10 kali
dari biasanya, yang dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri periodontal. Perubahan kekebalan

2.

tubuh turut andil menyebabkan reaksi tubuh yang berbeda.


Granuloma Kehamilan (Epulis Gravidarum)
Selain gingivitis, kehamilan dapat pula menimbulkan granuloma atau
pembentukan

mudah

pertumbuhan
pada

berlebih

gingiva.

Istilah

yang digunakan adalah


pregnancy tumor atau
tumor kehamilan, epulis
gravidarum

ataupun

granuloma

kehamilan.

Granuloma

ini

tidak

berbahaya

tetapi

dapat

menyebabkan

ketidaknyamanan. Perkembangannya terjadi pada trisemester kedua.


Bentuk seperti nodul meerah keunguan sampai merah kebiruan, mudah
-

berdarah, sering terlihat pada gingival maksila.


Penyebab pasti belum diketahui, meskipun faktor utamanya adalah
kebersihan mulut yang buruk. Faktor penyebab lainnya adalah trauma,
hormon, virus dan pembuluh darah yang pecah. Epulis gravidarum akan
mereda setelah bayi lahir.

3.

Karies Gigi
-

Kehamilan tidak langsung menyebabkan gigi berlubang, tetapi perubahan


lingkungan di dalam gigi dan kebersihan mulut yang kurang dapat

mendorong proses gigi berlubang.


Faktor-faktor yang dapat mendukung seperti : pH Saliva lebih asam,
konsumsi makan-makanan kecil yang banyak mengandung gula, mual dan
muntah sehingga malas memelihara kebersihan rongga mulut serangan

asam pada plak


Karies dapat menyebabkan rasa ngilu bila terkena makanan atau minuman
dingin atau manis. Bila tidak dirawat, lubang akan semakin besar dan dalam
sehingga

menimbulkan

pusing,

sakit

berdenyut

bahkan

mengakibatkan pipi menjadi bengkak.


-

A.2. Perawatan dan Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Masa Kehamilan
Penanggulangan Pertama Gangguan

sampai

Ibu hamil, langsung disarankan segera memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan gigi,

saat terjadi keluhan pada gigi dan mulutnya. Pada keadaan darurat untuk mengatasi rasa sakit gigi,
tenaga kesehatan dapat memberikan obat analgesik. Penggunaan obatobatan yang tidak terkontrol
dapat membahayakan dan mengganggu kehamilan seperti keguguran, bayi lahir cacat, dsb.
Pada pelayanan kesehatan di pelosok desa, pemanfaatan obat tradisional dapat mengatasi
masalah kesehatan gigi dan mulut di saat darurat sebelum dirujuk ke klinik atau dokter gigi, antara

lain :
1. Bahan pereda sakit gigi : bunga cengkeh, garam dapur, bawang putih
2. Bahan pengurang bau mulut :Daun sirih, bunga cengkeh
3. Bahan sebagai obat sariawan : Jeruk nipis, daun sirih, daun saga
4. Bahan sebagai obat pengurang bengkak pipi : asam kawak, jahe
Pentingnya Pemeliharaan Kesehatan Gigi & Mulut Bagi Ibu Hamil
-

Seluruh tenaga pelayanan kesehatan harus menyarankan kepada ibu hamil bahwa:

Perawatan gigi dan mulut aman dan efektif dilakukan selama kehamilan. Perawatan gigi dan mulut

harus dikoordinasikan dengan dokter kandungannya.


Pada trimester I, x-ray hanya dilakukan pada keadaan sangat darurat untuk mendukung diagnosis

dan pengobatan. Jika akan dilakukan harus disertai proteksi yang maksimal
(menggunakan apron dan dosis radiasi yang rendah).
Pengobatan yang diperlukan dapat diberikan selama kehamilan, namun periode waktu sangat ideal

antara minggu ke-14 dan 20.


Tindakan pembedahan dapat ditunda sampai setelah melahirkan.
Keterlambatan dalam pengobatan yang diperlukan dapat mengakibatkan pengaruh signikan untuk

ibu hamil dan pengaruh tidak langsung ke janin.


Pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut bermanfaat dalam menjaga kondisi janin tetap tumbuh &

berkembang secara sehat & sempurna, mencegah terjadi berat bayi lahir rendah atau prematur.
Makanan yang dianjurkan untuk kesehatan gigi dan tubuh ialah makanan dengan kandungan serat
tinggi seperti buah-buahan dan sayuran. Selain baik untuk pencernaan, makanan yang berserat
juga secara tidak langsung dapat membersihkan sisa makanan yang lengket dan menempel pada

gigi.
Pelaksanaan program kontrol plak penting dilakukan untuk mencegah terjadinya karies gigi dan

peradangan gusi akibat iritasi lokal.


Diet seimbang sangat diperlukan untuk menjamin asupan nutrisi bagi ibu hamil dan bayi didalam
kandungan. Gigi mulai terbentuk pada usia kehamilan 3-6 bulan, sehingga konsumsi ibu hamil

mempengaruhi perkembangannya.
Ada beberapa hal yang perlu ditekankan kepada ibu hamil dalam pemeliharaan kesehatan gigi dan

mulut agar terhindar dari penyakit gigi dan mulut selama masa kehamilan, yaitu:
1. Bila ibu hamil mengalami muntah-muntah, segera bersihkan mulut dengan berkumur-kumur
dengan secangkir air ditambah 1 sendok teh soda kue (sodium bicarbonat) dan menyikat gigi 1 jam

2.

setelah muntah.
Mengatur pola makan sesuai dengan pedoman gizi seimbang atau angka kecukupan gizi dan

3.

membatasi makanan yang mengandung gula.


Menyikat gigi secara teratur dan benar minimal 2x sehari, pagi setelah sarapan dan malam

4.

sebelum tidur.
Memeriksakan keadaan rongga mulut ke dokter gigi karena kunjungan ke dokter gigi pada masa

kehamilan bukanlah merupakan hal yang kontra indikasi.


Cara Pemeliharaan Kesehatan Gigi dan Mulut

Supaya ibu hamil terhindar dari penyakit gigi & mulut selama kehamilan, dianjurkan melakukan hal-

hal sebagai berikut :


1. Menyikat gigi secara baik, benar, dan teratur.
2. Menggunakan alat bantu sikat gigi seperti sikat lidah, sikat gigi interdental, obat kumur (dibawah
3.

pengawasan), pasta gigi berfluor dan benang gigi.


Mengkonsumsi makanan yang bergizi seimbang. Apabila ibu hami kekurangan vitamin dan mineral
:

4.
5.

kekurangan vit A mengganggu pertumbuhan gigi janin sehingga

mengalami kelainan bentuk


kekurangan vit C menyebabkan ibu hamil rentan terhadap penyakit gusi,

dan janin mengalami gangguan pembentukan gigi & jar. Lunak


kekurangan vit D, kalsium dan fluor pertumbuhan gigi janin sangat rentan

terhadap karies.
Menghindari makanan yang manis & lengket
Memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan gigi

Beberapa hal yang perlu diwaspadai oleh ibu hamil dalam perawatan kesehatan, antara lain:

Pencabutan gigi pada ibu hamil jika sangat diperlukan dapat dilakukan pada umur kehamilan
trimester II (4-6 bulan), sedangkan penambalan dan pembersihan karang gigi dapat dilakukan

selama masa kehamilan.


Ibu hamil tidak boleh makan/minum obat sembarangan tanpa resep/nasehat/pengawasan dari
dokter/dokter gigi, karena beberapa jenis obat dapat mengakibatkan gangguan pada
pertumbuhan janin. Obat tersebut : Antibiotik golongan tetracyclin pewarnaan pada bagian

dalam gigi janin dan lain-lain.


Sebaiknya tidak melakukan prosedur

dental x-ray jika

tidak dalam keadaan darurat.

Walaupun menurut American College of Radiology, dosis radiasi tunggal x-ray tidak cukup
signikan untuk menyebabkan efek buruk pada perkembangan embrio atau janin, tetapi lebih
baik untuk menghindar dari segala risiko.
-

USAHA KESEHATAN GIGI SEKOLAH (UKGS)

Usaha Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) adalah upaya kesehatan masyarakat

yang ditujukan untuk memelihara, meningkatkan kesehatan gigi dan mulut seluruh peserta didik di

sekolah binaan yang ditunjang dengan upaya kesehatan perorangan berupa upaya kuratif bagi
individu (peserta didik) yang memerlukan perawatan kesehatan gigi dan mulut.
-

Upaya kesehatan masyarakat pada UKGS berupa kegiatan yang terencana,

terarah dan berkesinambungan.


a.

Intervensi perilaku yaitu:

Penggerakan guru, dokter kecil, orang tua murid melalui pelatihan.

Pendidikan kesehatan gigi oleh guru, sikat gigi bersama dengan menggunakan pasta gigi
beruor, penilaian kebersihan mulut oleh guru/dokter kecil.
Pembinaan oleh tenaga kesehatan
Intervensi lingkungan

Fluoridasi air minum (bila diperlukan)

Pembinaan kerjasama lintas program/lintas sektor melalui TP UKS.


Upaya kesehatan perorangan pada UKGS berupa intervensi individu pada peserta didik

b.

yang membutuhkan perawatan kesehatan gigi dan mulut meliputi : surface protection, ssure sealant,
kegiatan skeling, penambalan dengan metode ART (Atraumatic

Restorative

Treatment technique)

penambalan, pencabutan, aplikasi uor atau kumur-kumur dengan larutan yang mengandung uor, bisa
dilaksanakan di sekolah, di Puskesmas atau di praktek dokter gigi perorangan/dokter gigi keluarga.
Tujuan
-

Tujuan Umum UKGS : Tercapainya derajat kesehatan gigi dan mulut peserta

didik yang optimal.


a.
b.
c.

Tujuan Khusus:

Meningkatnya pengetahuan, sikap dan tindakan peserta didik dalam memelihara kesehatan gigi
dan mulut.
Meningkatnya peran serta guru, dokter kecil, orang tua dalam upaya promotif-preventif.
Terpenuhinya kebutuhan pelayanan medik gigi dan mulut bagi peserta didik yang memerlukan.
Sasaran
-

Sasaran pelaksanaan dan pembinaan UKGS meliputi :

1.
2.

Sasaran primer: peserta didik (murid sekolah) TKSD-SMP-SMA dan sederajat


Sasaran sekunder: guru, petugas kesehatan, pengelola pendidikan, orang tua murid serta TP UKS

3.

disetiap jenjang.
Sasaran tersier:
a. Lembaga pendidikan mulai dari tingkat pra sekolah sampai pada sekolah lanjutan tingkat
atas, termasuk perguruan agama serta pondok pesantren beserta lingkungannya.
Sarana dan prasarana pendidikan kesehatan dan pelayanan kesehatan.
Lingkungan, yang meliputi : sekolah, keluarga, masyarakat
Ruang Lingkup
b.
c.

Ruang lingkup program UKGS sesuai dengan Tiga Program Pokok Usaha
Kesehatan Sekolah (TRIAS UKS) yang meliputi : pendidikan kesehatan,
pelayanan kesehatan dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat,
maka ruang lingkup UKGS yaitu:

1.

Penyelenggaraan Pendidikan kesehatan gigi dan mulut yang meliputi :


a. Pemberian pengetahuan tentang kesehatan gigi dan mulut

b.
c.

2.

3.

1.

Latihan atau demonstrasi cara memelihara kebersihan dan kesehatan gigi dan mulut.
Penanaman kebiasaan pola hidup sehat dan bersih agar dapat di implementasikan dalam

kehidupan sehari-hari.
Penyelenggaraan Pelayanan kesehatan gigi dan mulut dalam bentuk:
a. Pemeriksaan dan penjaringan kesehatan gigi dan mulut peserta didik;
b. Penyuluhan kesehatan gigi dan mulut perorangan;
c. Pencegahan/pelindungan terhadap penyakit gigi dan mulut;
d. Perawatan kesehatan gigi dan mulut;
e. Rujukan kesehatan gigi dan mulut.
Pembinaan lingkungan kehidupan sekolah kerjasama antara masyarakat sekolah (guru, murid,
pegawai sekolah, orang tua murid, dan masyarakat).
Kebijakan
Untuk mencapai derajat kesehatan gigi dan mulut anak sekolah yang optimal, Usaha Kesehatan
Gigi Sekolah harus diutamakan pada upaya meningkatkan kemampuan self care (pelihara diri)

2.

melalui kegiatan UKGS.


Upaya kesehatan masyarakat berupa upaya promotif preventif dilaksanakan oleh tenaga non-

3.
4.

profesional terutama oleh guru / dokter kecil sebagai bagian integral dari UKS.
Upaya kesehatan perorangan dilaksanakaan oleh tenaga profesional (dokter gigi, perawat gigi).
UKGS diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, di bawah binaan Puskesmas dan TP

UKS.
Strategi
-

Untuk pemerataan jangkauan UKGS dan adanya target kesehatan gigi dan
mulut tahun 2010 yang harus dicapai maka diterapkan strategi pentahapan
UKGS yang disesuaikan dengan paket-paket UKS sebagai berikut:

a.
b.
c.
d.
a.
b.
c.
d.
e.

1. Target jangka pendek 2014


Penjaringan kelas 1 pada awal tahun ajaran tercapai 100%
Prevalensi bebas karies pada M1 sebanyak 50%
Penyuluhan dilaksanakan satu kali pertriwulan 80% SD
Kegiatan sikat gigi bersama dilaksanakan se ap hari di sekolah di 50% SD
2. Target jangka panjang 2020
Angka bebas karies (gigi bercampur) umur 6 tahun =>50%
Angka bebas karies kelas 6 =>70%.
DMF-T usia 12 tahun =< 1
PTI =50%
Angka Dentally Fit kelas 6 =>85%

UKGS

tahap I/ minimal
-

Sasaran

Pelatihan kepada

Murid SD

UKGS

tahap II/ standar


-

Murid SD

UKGS

tahap III /
Optimal
Murid SD

dan MI yang

dan MI yang

dan MI yang

belum terjangkau

sudah terjangkau

sudah terjangkau

oleh tenaga

oleh tenaga

oleh tenaga

&fasilitas

&fasilitas

&fasilitas

kesehatan gigi

kesehatan gigi

kesehatan gigi

yang terbatas
-

yang optimal
-

guru
UKS

Pembina
&

dokter

kecil

tentang

pengetahuan
kesehatan
mulut

gigi
secara

terintegrasi.
Pelatihan
dilaksanakan
oleh

dinas

pendidikan
dengan

nara

sumber

tenaga

kesehatan gigi
-

Pendidikan

dan

penyuluhan
kesehatan

gigi

dilaksanakan
oleh

guru

penjaskes/guru
pembina
UKS/dokter kecil
sesuai

dengan

kurikulum

yang

berlaku

untuk

semua

murid

kelas

1-6,

dilaksanakan
minimal satu kali
tiap bulan.
-

Pencegahan
penyakit gigi &
mulut

dengan

melaksanakan
kegiatan
gigi

sikat
bersama

setiap
minimal

hari
untuk

kelas I, II, dan III


dibimbing

oleh

guru

dengan

memakai

pasta

gigi

yang

mengandung
uor.
-

Pengobatan

darurat untuk
menghilangkan
rasa sakit oleh
guru.
-

Penjaringan
kesehatan gigi
dan mulut untuk
kelas I pada awal
tahun ajaran
diikuti dengan
pencabutan gigi
sulung yang
sudah waktunya
tanggal, dengan
persetujuan
tertulis (informed
consent) dari
orang tua dan
tindakan
dilakukan oleh
tenaga
kesehatan gigi.

Surface
protection pada
gigi molar tetap
yang sedang
tumbuh
(dilakukan di
sekolah atau
dirujuk sesuai
kemampuan),
bila pada
penjaringan

murid kelas I
dijumpai murid
dengan gigi
tetap ada yang
karies atau bila
gigi susu karies
lebih dari 8 gigi
dilakukan sure
sealant pada gigi
molar yang
sedang tumbuh.
-

Rujukan bagi

yang
memerlukan.
-

Pelayanan medik
gigi dasar atas
permintaan pada
murid kelas I

sampai dengan
kelas VI (care on
demand).

UKGS INOVATIF

UKGS Inovatif adalah penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini yaitu

teknologi motivasi untuk membangkitkan peran serta masyarakat dan teknologi pencegahan dan
perlindungan gigi untuk memotong mata rantai karies. Teknologi pencegahan dan perlindungan
utamanya adalah teori karies terkini, khususnya dalam pengertian demineralisasi versus
reminerasisai, dan Minimum Intervention, khususnya dalam rangka proteksi gigi yang rawan
karies. Pada dasarnya prinsip perawatan Minimum Intervention dan intervensi seawall mungkin
terbukti memiliki nilai tambah, dalam arti lebih efektif dan terukur.
1.

DONUT IRENE
Program Donut Irene
- Program Interaktif Simulator Risiko Karies Donut Irene sebagai aplikasi teknik motivasiwawancara (Motivational interviewing - Miller and Rollnick 1991) dalam bentuk singkatan FRAMES
sebagai unsur konseling sederhana (Brief Counseling Element) yaitu:

o
o
o
o
o
o

Feedback
Responsibility
Advice
Menu
Empathy
Self-ecacy
(berdasarkan

disertasi

DR.

drg. Irene Adyatmaka)


Program ini dimaksud menyadarkan orang tua murid

atau murid tentang faktor risiko karies; memberikan


menu tentang cara mengatasi penyakit karies. Dengan
demikian diharapkan dapat memberdayakan masyarakat
untuk mandiri.
-

Simulator Irene Donut


Simulator Risiko Karies (Donut Irene) adalah suatu

program interaktif dalam bentuk program komputer atau


versi manualnya. Dengan mengisi faktor-faktor risiko terkait perilaku anak, kondisi kesehatan gigi
anak, kondisi/lingkungan ibu dan anak, pengetahuan, sikap dan perilaku ibu (orang tua anak), maka
program akan menampilkan gambaran besar risiko anak terhadap kemungkinan karies gigi. Program
juga akan menawarkan menu apa yang dapat dilakukan orang tua anak/anak untuk mengurangi
risiko karies, dan dapat dibawa sebagai pegangan untuk tindak lanjut dirumah.
Tujuan:
1. Memberikan pemahaman tentang faktor-faktor risiko karies sejak dini.
2. Memberikan pemahaman tentang cara mencegah karies gigi.
3. Memberikan gambar visual besar risiko karies yang dihadapi dan kemungkinan perbaikannya.
4. Memberdayakan orang tua anak (masyarakat sekolah) untuk pemeliharaan kesehatan gigi
anak.

Indikasi:
Untuk dipresentasikan kepada orang tua murid TK/SD kelas 1 pada awal pelajaran baru

sebagai pengenalan program UKGS Inovatif.


Untuk menggerakkan peran serta orang tua murid secara individual (atau kelompok 5 orang)
pada anak dengan kondisi karies parah (misalnya 5% dari kondisi anak terparah atau dengan
ketentuan anak tersebut gigi tetapnya telah ada yang karies atau anak tersebut mempunyai
karies gigi susu lebih dari 8 gigi).

Pada dasarnya peran orang tua terhadap kesehatan gigi anaknya seusia TK / SD kelas I

sangat menentukan.
2.

Terapi Remineralisasi (CPP-ACP)


-

Suatu cara terapi pencegahan karies dengan mengoleskan Casein Phospho Peptide Amorphous

Calcium Phosphate (CPP-ACP) pada gigi dalam kondisi awal karies yang bermanifestasi sebagai
White Spot. IPTEK terkini menunjukkan bahwa karies gigi bukan sekedar gigi berlubang, tetapi
adalah proses Demineralisasi versus Remineralisasi yang terjadi dalam struktur gigi. White spot
(bercak putih pada gigi) adalah proses karies masih reversible dan dapat disembuhkan dengan

memasukkan kembali ion Calcium dan ion Phosphate ke dalam struktur gigi yang telah hilang, melalui
sediaan CPP-ACP.
-

Terapi remineralisasi adalah suatu tindakan dengan memberikan sediaan calcium-phosphate

khusus agar terjadi proses kembalinya calcium dan phosphate ke dalam email gigi yang mengalami
demineralisasi, yaitu hilangnya mineral gigi dalam proses karies pada gigi. Dengan terapi
remineralisasi proses karies dapat dihentikan bahkan dikembalikan seperti semula.
-

Tujuan:

Mencegah terjadinya proses karies dengan memberikan suplemen calcium-phosphate khusus


untuk menjaga keseimbangan proses demin-remin menjadi positif/ menguntungkan.
Menyembuhkan proses karies awal (white spot).
Indikasi:
Digunakan pada gigi yang ada tanda tanda white spot.
Digunakan sebagai realisasi rekomendasi Simulator Risiko Karies (Donut Irene).
Digunakan pada individu yang rawan karies (anak yang mempunyai risiko karies tinggi, anak
dengan gigi berjejal, pasien dalam perawatan
menggunakan obat jangka panjang, pasien dalam

perawatan ortodonsi, anak cacat, orang tua)


Bahan sediaan:
Krem CPPACP (Casein PhosphoPeptide-Amorphous
Calcium Phosphate nano-complexes)
Surface Protection (pre ssure sealant/ssure protection)

3.

Gigi molar baru tumbuh struktur emailnya belum

matang, karena masih banyaknya ikatan karbonat -CO3 yang


menyebabkan email mudah larut sehingga gigi menjadi rawan karies. GIC mengganti -CO3
membentuk ikatan Fluorapatite yang lebih tahan asam sehingga mempunyai daya melindungi Gigi dari
karies.
-

Surface Protection adalah tindakan melapisi permukaan oklusal dengan menggunakan

bahan tambal yang bersifat adesif seperti glass ionomer kaya uor dan mempunyai kemampuan
mengalir (owable) agar pada email terjadi pematangan dengan terbentuknya ikatan uorapatite yang
tahan asam. Dengan demikian walaupun kemudian lapisan lepas, email gigi telah terproteksi.

Tujuan:
Mematangkan permukaan email yang baru erupsi, yang masih banyak mengandung karbonat,

agar terjadi pematangan email karena terjadinya ikatan Fluorapatit yang tahan asam.
Melindungi permukaan oklusal gigi yang ada sur hitamnya yang rawan karies menjadi ikatan

Fluorapatit yang tahan asam.


Indikasi:
Untuk gigi molar yang baru erupsi, terutama pada anak/pasien yang rawan karies (sesuai

rekomendasi Simulator Risiko Karies).


Untuk gigi molar yang mempunyai sur hitam terutama pada anak/pasien yang rawan karies
(sesuai rekomendasi Simulator Risiko Karies).

Kontra indikasi:
Tidak untuk gigi dengan permukaan oklusal dengan sur yang dangkal yang tergerus oleh gigi
antagonisnya.
-

STRATEGI PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

1.

Menyelenggarakan pelayanan kesehatan gigi dan mulut professional yang komprehensif, terpadu,

2.

bermutu dan terjangkau


Meningkatkan peran serta organisasi profesi dan institusi pendidikan dalam upaya kesehatan gigi

3.

dan mulut
Mengembangkan tenaga kesehatan gigi melalui pendidikan dan pelatihan tambahan baik

4.
5.

keterampilan amupun manajemen


Memberdayakan masyarakat serta tenaga kesehatan melalui UKGMD dan UKGS
Mendorong pemenuhan kebutuhan sarana, prasarana, dan dana yang mendukung pelayanan

6.

kesehatan gigi dan mulut


Mengembangkan dan mengoptimalkan sistem informasi kesehatan gigi dan mulut mencakup
penelitian dan pengembangan pelayanan kesehatan gigi dan mulut
-

KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN KOMUNITAS

1.

Pembinaan dalam hal pencegahan, pengendalian, dan penurunan prevalensi penyakit gigi dan

2.
3.

mulut (integrated health approach)


Pemberdayaan masyarakat dan mengembangkan kemitraan dengan pihak-pihak terkait
Peningkatan manajemen kesehatan gigi dan mulut terpadu: lembaga, payung hukum, standar

4.

sumber daya, sarana dan prasarana, pembiayaan.


Adanya sistem informasi, surveilans, monitoring laporan fasilitas dan pelayanan kesehatan, serta
penelitian kesehatan gigi dan mulut baik yang dilaksanakan pemerintah maupun swasta.
-

Program, kegiatan dan sasaran pelayanan kesehatan gigi dan mulut


dilakukan melalui:

1.

Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat


a. Mengintegrasikan promosi kesehtan gigi dan mulut kedalam program perilaku hidup bersih
b.

dan sehat.
Membuat media promosi yang inovatif dan efektif, baik melalui media cetak, elektronik dan
secara langsung pada semua kelompok umur pada masyarakat seperti mencetak leaflet,

c.

2.

poster, CD, lembar balik, serta dialog interaktif di TV, radio, tayangan pendek.
Melakukan pendidikan tentang pentingnya perawatan gigi dan mulut yang teratu oleh tenaga

kesehtan gigi baik secara individu maupun masyarakat.


Program fluoridasi
a. Kadar fluor dalam air minum yang dikonsumsi di seluruh provinsi di Indonesia.
b. Kadar fluor didalam berbagai pasta gigi yang beredar di Indonesia.
c. Program fluoridasi air minum, garam, susu, dll.
d. Program kumur-kumur fluor pada murid-murid sekolah dasar (UKGS).
e. Program topical aplikasi fluor secara individual.
f. Program pemberian tablet fluor pada beberapa sekolah dasar di daerah yang risiko kariesnya
tinggi.
-

Evidence Based terkait Fluoridasi Air

Fluoridasi air adalah pendekatan untuk populasi yang lebih luas namun
pelaksanaannya tergantung dari infrastruktur suatu Negara. Penambahan
fluor pada pasta gigi kurang mendapat perhatian publik dibanding
penambahan fluor dari air minum, meskipun kandungan fluor pada pasta
gigi di Indonesia sudah sesuai dengan yang disarankan BPOM.

Menyikat gigi menggunakan pasta gigi mengandung fluor adalah bentuk


pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut yang merupakan persyaratan utama
konsep paket dasar pelayanan kesehatan gigi dan mulut atau BPOC.
Pendekatan ini dapat dikembangkan di negara-negara berpenghasilan
rendah. Misalnya di Nepal, pemerintah mendukung pasta gigi mengandung
fluor yang tersedia dengan harga terjangkau dan efektif, sehinga terjadi
penurunan prevalensi karies pada anak-anak secara dramatis.

Pada penelitian Maurinho (2013), melalui penelitian community trial selama


4 tahun pada anak-anak sekolah di Brazil yang diberikan pasta gigi yang
dibagi berdasarkan kelompok kandungan konsentrasi fluor yang berbeda.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada kelompok yang diberikan
pasta gigi dengan konsentrasi fluor 1300ppm memperlihatkan keuntungan
karies protektif dua kali lipat dibaningkan dengan kelompok yang diberikan
pasta gigi dengan konsentrasi hanya 1000 ppm.

Pada kemasan pasta gigi perlu mencantumkan instruksi yang jelas


mengenai penggunaan pasta gigi secara efesien, yaitu meliputi:

Jumlah optimal pasta gigi yang digunakan


Metode berkumur yang benar
Saran untuk mengawasi anak menyikat gigi
-

Menyikat gigi dengan pasta gigi mengandung fluor harus diupayakan sejak
usia dini. Memasyarakatkan sikat gigi dengan pasta gigi ber-fluor dalam
bentuk kegiatan sikat gigi bersama dapat dilaksanakan pada kegiatan:

UKGM (Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat) misalnya di Posyandu, PAUD


UKGS ( Usaha Kesehatan Gigi Sekolah)
-

Sebelum melaksanakan kegiatan tersebut, perlu didahului dengan pelatihan tenaga/kader

dan guru. Kegiatan tersebut dimasukkan dalam kegiatan PHBS (Program Hidup Bersih dan Sehat)
dan diintegrasikan dengan upaya kesehatan pokok lain di Puskesmas seperti kesehatan ibu
anak/KIA, gizi, kesling, posbindu, dan PKPR.
-

Penggunaan pasta gigi mengandung fluor secara efektif

Edukasi kebersihan mulut harus meliputi anjuran kebiasaan menyikat gigi


dengna pasta gigi mengandung fluor. Dua faktor penting dalam mencegah

karies gigi dengan cara menyikat gigi adalah frekuensi menyikat gigi dan
berkumur hanya satu kali setelah menyikat. Namun direkomendasikan
menyikat gigi dua kali sehari, karena cara ini meningkatkan efektivitas fluor
dibandingkan dengan menyikat gigi sekali sehari. Selain itu berkumur
setelah menyikat gigi dapat mengurangi efektivitas fluor karena akan
mengurangi jumlahnya dipermukaan gigi sampai konsentrasi dibawah
optimal.
-

Berikut adalah hasil kesepatakan workshop on Effective Use of Fluoride in


Asia pada Maret 2011 di Thailand:

Frekuensi menyikat gigi minimal 2x sehari


Lama menyikat gigi minimal dua menit menggunakan teknik yang memungkinkan pasta gigi

menyebar merata di seluruh gigi


Waktu menyikat gigi, idealnya setelah sarapan dan sebelum tidur di malam hari
Orang tua/ pengasuh mulai melakukan pengawasan cara menyikat gigi sejak gigi pertama erupsi
Orang tua/ pengasih mendampingi atau mengawasi anak menyikat gigi sampai usia 8 tahun
Jumlah pasta gigi mengadung fluor yang digunakan:
o Anak usia 6 bulan 2 tahun lapisan tipis pada bulu sikat gigi khusus anak/ setengah
o

3.

biji kacang polong (0,05 0,1 gram) atau sesuai tanda (berwarna biru) pada sikat gigi
Anak usia 2-6 tahun seukuran biji kacang polong atua selebar sikat gigi khusus anak

(0,25 gram)
o Usia >6 tahun seukran biji kacang polong atau selebar sikat gigi yang digunakan
Setelah menyikat gigi ludahkan pasta gigi dan berkumur perlahan sekali saja dengan air
Konsentrasi fluor 1000-1500 ppm (minmal 800 ppm ion fluoride bioavailable)
Konsentrasi fluor tersebut lebih tinggi untuk pasta gigi orang tua
Rasa pasta gigi anak harus menarik bagi anak, namun tidak terlalu enak untuk ditelan
Upaya Kesehatan Gigi Masyarakat
a. Penyusunan pedoman promotif preventif dengan pendekatan UKGM
b. Penyusunan pedoman pembinaan kesehatan gigi melalui desa siaga
c. Penyusunan petunjuk pemeliharaan kesehatna gigi keluarga seri ibu hamil dan balita
d. Penyusunan lembar balik penyuluhan kesehatan gigi
e. Penyusunan buku usaha kesehatan gigi sekolah di taman kanak-kanak
f. Penyusunan buku usaha kesehatan gigi sekolah dan UKGS inovatif
g. Penyusunan buku pendidikan kesehatan gigi dan mulut remaja
h. Penyusunan buku pedoman usaha kesehatan gigi sekolah lanjutan
i.
Penyusunan pedoman pencegahan karies gigi berupa brosur, poster, leaflet, flyer, booklet,
j.
k.

modul pelatihan kader/gigi


Penyusunan materi kesehatan gigi untuk RS/PKMRS
Penyusunan petunjuk pemeliharaan kesehatan gigi keluarga seri lansia
-

UKGMD (Usaha Kesehatan Gigi Masyarakat Desa)

Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan

kader posyandu dalam mempersiapkan dan memberikan penyuluhan kesehatan gigi dan mulut
kepada masyarakat sasaran, serta melakukan pencegahan penyakit gigi dan mulut. Metode yang
digunakan yaitu dengan pendekatan Primary Oral Health Care Approach. Berdasarkan penelitian
kegiatan ini dapat menghasilkan kader posyandu mampu memberikan penyuluhan kesehatan gigi
dan mulut, mendemonstrasikan cara menyikat gigi yang baik dan benar serta melakukan
pemeriksaan deteksi dini karies gigi (Wardani R, Suryanti N, Setiawan AS, 2012).

Terdapat kelompok-kelompok khusus pada komunitas yang memiliki karakteristik

yang berbeda-beda. Kelompok tersebut antara lain lansia, perokok, ibu hamil, dan anak-anak.
Kelompok tersebut perlu ditelaah untuk menyesuaikan program yang disusun dengan kelompok
yang dituju.
1.

Lansia
-

Penduduk berusia di atas 60 tahun meningkat, yang pada tahun 2015


sebesar 21.6 juta naik menjadi 25,9 juta pada tahun 2019. Jumlah lansia di
Indonesia saat ini lebih besar dibanding penduduk benua Australia yakni
sekitar 19 juta. Implikasi kenaikan penduduk lansia ini terhadap sistem
kesehatan adalah (1) meningkatnya kebutuhan pelayanan sekunder dan
tersier, (2) meningkatnya kebutuhan pelayanan home care dan (3)
meningkatnya biaya kesehatan. Konsekuensi logisnya adalah pemerintah
harus juga menyediakan fasilitas yang ramah lansia dan menyediakan
fasilitas untuk kaum disable mengingat tingginya proporsi disabilitas pada
kelompok umur ini.

Berdasarkan rencana trategis Kemenkes RI, terjadinya perubahan struktur lansia

membawa implikasi pada perumusan dan arah kebijakan pembangunan, salah satunya untuk
memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan lansia. Dalam rangka mengupayakan
peningkatan kesejahteraan lansia, upaya harus dilakukan secara terpadu dan lintas sektor. Sampai
sekarang ini, Departemen Kesehatan RI mempunyai program kesehatan bagi lansia secara umum
yaitu Posyandu Lansia dan Puskesmas Santun Lansia.
a.

Posyandu Lansia
Merupakan wadah pelayanan kesehatan masyarakat bersumber daya masyarakat
(UKBM) untuk melayani penduduk lansia, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya
dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor
pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial, dll dengan menitikberatkan pada

b.

upaya promotif preventif.


Puksesmas Santun Lansia
Merupakan Puskesmas yang menyediakan ruang khusus untuk melakukan pelayanan
bagi kelompok usia lanjut meliputi pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitative. Ciri-ciri Puskesmas Santun Lansia yaitu pelayanannya secara pro-aktif, baik,
berkualitas, sopan, memberikan kemudahan dalam pelayanan kesehatan bagi lansia,
memberikan keringanan/penghapusan biaya pelayanan bagi lansia yang tidak mampu,
memberikan berbagai dukungan dan bimbingan kepada lansia dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatna melalui kerjasama dengan lintas program dan sektor.
-

a.

Sasaran program kesehatan lansia dibedakan menjadi 2 yaitu:

Sasaran langsung
o Pra lansia 45 59 tahun
o Lansia 60 69 tahun
o Lansia Risti > 70 tahun/ 60 tahun dengan masalah kesehatan

b.

Sasaran tidak langsung


o Keluarga
o Masyarakat tempat lansia berada
o Organisasi sosial
o Petugas kesehatan masyarakat luas
-

Gangguan gigi dan mulut pada lansia antara lain:

Hygiene mulut yang buruk


Gigi geligi karies, aus, rapuh
Jaringan periodontal mengalami inglamasi, resorbsi tulang alveolar sehingga terdapat mobilitas

gigi
Tulang mandibula mengalami resorbsi, osteoporosis
Saliva xerostomia
Otot dan sendi rahang degenerative sehingga terjadi penurunan tonus, kaku sendi
Masalah gigi tiruan longgar, aus, rusak, debris
Manivestasi dari kelainan sistemik
-

Penatalaksanaan masalah kesehatan gigi dan mulut pada lansia.


Menurut Berkey (1996) terdapat empat domain kebutuhan perawatan
gigi mulut pada lansia:

Fungsi
Keluhan/ symptom
Keadaan patologis
Estetik
-

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penatalaksanaan pasien


lansia:

Sosial/ tingkat pendidikan/ lingkungan


Ekonomi/ kemampuan
Transportasi
Hubungan interpersonal empati
Komunikasi dengan pasien dan keluarga pasien
Adanya penyakit sistemik dan penggunaan obat-obatan
Kepribadian pasien
Dukungan keluarga
-

Pencegahan Karies pada Lansia

Seiring bertambahnya usia maka gigi geligi terutama permukaan akar lama-

kelamaan akan tereskpos, hal tersebut dapat menjadi tempat rentan berkembangnya karies.
Dalam melakukan pencegahan karies diperlukan penilaian faktor risiko karies, dan mengetahui
bahwa penilaian tersebut dapat berganti. Misalnya pasien dapat berpindah dari risiko rendah ke
tinggi dengan merubah pola dietnya.
-

Caries risk assessment pada lansia merupakan penilaian terhadap faktor risiko

yang menyebabkan lesi karies dapat berkembang pada seseorang. Hal ini selain bertujuan untuk
mengingatkan pasien untuk melakukan kunjungan rutin ke dokter gigi, juga dapat membantu
operator dalam menentukan intervensi atau pencegahan yang diperlukan. Faktor- faktornya
meliputi diet, waktu, permukaan yang rentan terkena, tingkat plak. Dalam hal ini suatu individu
dapat dinilai risiko kariesnya dan dikelompokkan sebagai risiko tinggi, sedang dan rendah. Orang

dengan faktor risiko karies tinggi yaitu pasien yang memiliki mayoritas faktor risiko yang tinggi.
sedangkan risiko sedang yaitu orang yang memiliki penilaian tabel faktor risikonya seimbang.
a.
-

Orang dengan risiko tinggi


Melakukan foto radiografi dasar
Profilaksis dengan aplikasi klorheksidin selama 1 menit kemudian setelahnya dibilas
Aplikasi pit dan fissure sealant, harus diperiksa keutuhannya setiap kunjungan
Aplikasi varnish fluoride. Pasien seharusnya dianjurkan tidak menyikat gigi atau memakan
makanan keras selama 10 jam. 3 aplikasi varnish fluoride direkomendasikan selama periode 3

bulan
Menyikat gigi dua kali sehati dengan pasta gigi berfluoride
Membilas rongga mulut dengan fluoride mouthwash (0,05% NaF) selama 1 menit sebelum tidur

malam
Membilas rongga mulut rutin minguan sekali dengan larutan chlorhexidine selama 6 minggu
6 bulan setelah dilakukan radiografi dasar, ulangi prosedur radiografi untuk memonitor lesi
proksimal dan merestorasi lesi lain, yang biasanya telah mencapai sepertiga dentin. Jika tampak

suatu progress lesi, tingkatkan aplikasi chlorhexidine dan fluoride varnish 2-3x selama 6 bulan.
Instruksi menjaga oral hygiene dan konseling diet diperlukan untuk menunjang faktor keberhasilan

upaya pencegahan ini


Memonitor pasien dalam interval 6 bulan sekali sampai risiko karies pasien turun menjadi
moderate atau low
-

b.
-

Orang dengan risiko karies sedang


Profilaksis diikuti dengan fluoride varnish diperlukan. Pasien perlu dianjutkan tidak menyikat gigi
dan memakan makanan keras selama 10 jam. 3 aplikasi fluoride varnish direkomendasikan selama

periode 3 bulan dalam setiap tahunnya untuk pasien yang tetap berada dalam risiko karies sedang
Menyikat gigi dua kali sehari dengan pasta gigi berfluoride
Membilas rongga mulut dengan mouthwash fluoride (0,05% NaF) selama 1 menit diwaktu sebelum

tidur malam
Memonitor ukuran dan kedalaman lesi, dan memantau apakah terdapat lesi karies baru dalam
internal 6-12 bulan sampai risiko karies berubah menjadi low risk. Jika lesi berprogres atau tampak

c.

lesi baru, maka perlu ditingkatkan aplikasi fluoride varnish dan berikan anjuran diet yang lebih jauh
Orang dengan risiko karies rendah

Pencegahannya dibatasi pada menyikat gigi dua kali sehari dengan pasta gigi berfluoride, yang
ditinjau kembali setiap interval 12-18 bulan untuk memeriksa apakah terdapat pembentukan white
spot dan radiolusesnsi di proksimal
-

Tabel. Penilaian Risiko Karies


-

Menjaga Jaringan Gigi

Karis sekunder merupakan penyebab utama digantinya suatu restorasi.


Karies sekunder ini merupakan lesi kareis baru yang bersebelahan dengan
restorasi yang telah ada sebelumnya. Karies ini perlu dirawat layaknya lesi
primer dan lebih sering dirawat. Defek marginal sering kali disalah artikan
sebagai karies sekunder, dan restorasi digantikan padahal tidak perlu.
Penggantian restorasi merupakan langkah terakhir dalam merawat jaringan
gigi, karena dinilai dapat membuat gigi menjadi kurang restoratif bahkan
dapat menyebabkan kehilangan gigi. Maka dari itu, sebagai operator perlu
meminimalisasi efek intervensi yang diberikan.

Non-Carious Tooth Tissue Loss (NCTTL)

Pasien lansia sering kali mengalami kehilangan jaringan gigi yang bukan
diakibatkan oleh karies/ NCTTL. Hal ini bersifat multi-faktorial dan
merupakan kombinasi dari faktor ekstrinsik, intrinsic, abrasi dan atrisi. Erosi
ekstrinsik disebabkan oleh adanya asam pada pilihan makanan yang dapat
mempengaruhi permukaan labial dan gigi anterior sampai permukaan
oklusal gigi molar permanen bawah. Sedangkan erosi intrinsic disebabkan
oleh gastric acid yang dapat mempengaruhi integritas permukaan palatal
gigi atas, dan dapat juga terjadi pada molar permanen bawah. Efek NCTTL
ini bersifat kumulatif dan irreversible.

Pencegahan NCTTL

Menilai apakah pasien memiliki masalah diet terkait dengan erosi ekstrinsik. Dalam hal ini perlu

diberikan anjuran pilihan makanan


Hard splint acrylic sebagai splint untuk stabilisasi sangat membantudalam mencegah kehilangan

jaringan gigi akibat atrisi


Keluhan pasien akibat penggunaan splint dapat menjadi masalah bila digunakan diwaktu siang,

maka dapat dianjurkan untuk digunakan di malam hari


Splint juga dapat digunakan sebagai alat yang membantu diagnosa khususnya pada pasien yang

memiliki peningkatan dimensi vertical oklusal


Bila masalah yang ditemukan diakibatkan oleh beban oklusal, maka perlu dikoreksi dengan

spesialis, namun prosedur tersebut dapat dilakukan setelah prosedur splinting


Splint dapat dilapisi dengan cold cure acrylic untuk meningkatkan retensi aplikasi dan diperlukan

occulusal adjustment
Bila pasien memiliki riwayat muntah, maka anjurkan pasien untuk tidak menyikat giginya setelah

muntah. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak membuat gigi yang erosif terabrasi.
Untuk mencegah kehilangan jaringan gigi, anjurkan pasien untuk membilas rongga mulut dengan
0,05% NaF atau air mineral basa

Anda mungkin juga menyukai