Fisiologi Empedu
Fisiologi Empedu
Nama
NPM
: 0706271166
Tanda Tangan
Tanggal
: 5 Juli 2013
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Nama
NPM
: 0706271166
Program Studi
: Ilmu Keperawatan
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian
persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Ners Sarjana Ilmu Keperawatan pada
Program Studi S1 Reguler, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Penguji
Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal
: 5 Juli 2013
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat, dan hidayahNya, saya dapat menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners. Karya ilmiah akhir Ners ini diajukan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Sarjana Keperawatan. Saya
menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih
kepada:
1) Ibu Dewi Irawaty, MA, PhD selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia;
2) Ibu Kuntarti, S.Kp, M. Biomed, selaku Ketua Program Studi Sarjana Ilmu
Keperawatan dan dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan
pikiran untuk memberikan arahan dan masukan berharga dalam penyusunan karya
ilmiah akhir Ners ini;;
3) Bapak Masfuri, S.Kp, MN selaku dosen pembimbing PKKMP yang telah banyak
membantu dalam memberikan arahan dan masukan berharga selama praktik PKKMP
dan penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;
4) Ibu Dr. Mustikasari, S.Kp, MARS selaku pembimbing akademik;
5) Keluarga yang selalu memberikan doa dan support selama praktik profesi dan
penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;
6) Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan karya ilmiah akhir Ners ini.
Akhir kata, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan semua pihak yang telah
membantu. Semoga karya ilmiah akhir Ners ini dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu.
Depok,5 Juli 2013
Penulis
iv
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
NPM
: 0706271166
Jenis Karya
berserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama
tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
ABSTRAK
Nama
: Sandra Amelia
Gaya hidup masyarakat perkotaan dalam mengkonsumsi makanan cepat saji yang cenderung
tinggi lemak dan kolesterol merupakan faktor risiko terjadinya kolelitiasis. Karya ilmiah
akhir ini menggambarkan pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien pascabedah
laparoskopik kolesistektomi. Perawat berperan penting dalam memberikan edukasi diet
rendah lemak pada pasien kolelitiasis. Diet rendah lemak membatasi asupan kolesterol,
sehingga tidak terjadi hipersaturasi cairan empedu yang akan memicu terbentuknya batu
empedu kembali setelah pengangkatan kandung empedu. Peningkatan pemahaman pasien
sebagai hasil edukasi diet rendah lemak yang diberikan, penting untuk mengubah perilaku
pasien setelah pulang dari rumah sakit. Penggunaan media yang lebih bervariasi dalam
edukasi harus menjadi discharge planning untuk klien.
Kata kunci:
edukasi diet rendah lemak, kolelitiasis, laparoskopik kolesistektomi
vi
ABSTRACT
Name
: Sandra Amelia
Urban lifestyle in consumpting fast food which contains high fat and cholesterol is a risk
factor for cholelithiasis. This papers describe the implementation of nursing care to post
laparoscopic cholecystectomy surgery patients. Nurses give an important role in educating
low-fat dietary in patients with cholelithiasis. Low-fat diet can decrease intake of cholesterol,
so hipersaturasion of bile that would lead to the formation of gallstones come back after gall
bladder removal will not happened. Improved understanding of the patient as a result of a
given low-fat diet education is important to change the behavior of patients after discharge
from the hospital. A more varied of media use in education should be a discharge planning
for clients.
Keywords:
cholelithiasis, low-fat diet education, laparoscopic cholecystectomy,
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................
HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................
KATA PENGANTAR ...............................................................................
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH ......................................................................................
ABSTRAK .................................................................................................
ABSTRACT ...............................................................................................
DAFTAR ISI ..............................................................................................
DAFTAR TABEL.......................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
v
vi
vii
viii
x
xi
1. PENDAHULUAN ................................................................................
1.1 Latar Belakang .............................................................................
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................
1.3 Tujuan Penulisan ...........................................................................
a. Tujuan Umum .........................................................................
b. Tujuan Khusus ........................................................................
1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................
a. Bagi Peneliti .............................................................................
b. Bagi Tenaga kesehatan ............................................................
c. Bagi Masyarakat.......................................................................
d. Bagi Peneliti Selanjutnya .........................................................
e. Bagi Pendidikan Keperawatan ................................................
1
1
3
4
4
4
5
5
5
5
5
5
6
6
7
7
7
8
9
10
10
11
12
14
14
15
15
17
18
viii
i
ii
iii
iv
23
23
29
32
37
40
5. PENUTUP..............................................................................................
5.1 Kesimpulan ...................................................................................
5.2 Saran .............................................................................................
a. Bagi Penulis ...............................................................................
b. Bagi Masyarakat ........................................................................
c. Bagi Instasi Rumah Sakit ..........................................................
48
48
49
49
49
49
50
ix
40
40
41
44
46
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Tabel 4.1
Tabel 4.2
12
27
29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
xi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat di daerah perkotaan dipengaruhi oleh
banyaknya masyarakat yang melakukan urbanisasi dari desa ke kota-kota besar.
Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat yang pesat ini membuat masyarakat saling
berlomba-lomba untuk bersaing dalam meningkatkan taraf hidupnya. Padatnya
masyarakat perkotaan menyebabkan masyarakat harus bisa beradaptasi dengan kondisi
dan lingkungan yang ada. Adaptasi masyarakat terhadap kondisi dan lingkungan menjadi
salah satu yang menentukan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri. Hal ini sesuai
dengan hasil Riskesdas tahun 2007 yang menyebutkan bahwa derajat kesehatan
masyarakat yang masih belum optimal pada hakikatnya dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetika (Jaji, 2012).
Kandung empedu merupakan sebuah kantung yang terletak di bawah hati yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai dilepaskan ke dalam usus. Fungsi
dari empedu sendiri sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai pembantu
proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu (Smeltzer dan
Bare, 2002). Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak, empedu juga
berperan dalam membantu metabolisme dan pembuangan limbah dari tubuh, seperti
pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan
Universitas Indonesia
2
kolesterol. Garam empedu membantu proses penyerapan dengan cara meningkatkan
kelarutan kolesterol, lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak.
Faktor risiko yang menyebabkan seseorang terkena kolelitiasis adalah usia, jenis kelamin,
berat badan dan makanan. Orang dengan usia lebih dari 40 tahun lebih cenderung untuk
terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda. Angka prevalensi
orang dewasa lebih tinggi di negara Amerika latin (20-40%) dan rendah di negara Asia
(3-4%) (Robbin, 2007). Di Amerika Serikat, terhitung lebih dari 20 juta orang Amerika
dengan batu empedu dan dari hasil otopsi menunjukkan angka kejadian batu empedu
paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan
(Beckingham, 2001). Orang dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) tinggi, mempunyai risiko
lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Orang yang memiliki IMT tinggi, cenderung
memiliki kadar kolesterol yang tinggi. Kadar kolesterol yang tinggi di dalam tubuh
membuat kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi. Hal ini dikarenakan
kolesterol merupakan bagian dari lemak, jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan
empedu tinggi maka cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu
atau biasa disebut hipersaturasi cairan empedu.
Kasus kolelitiasis di Indonesia sama dengan kasus kolelitiasis di Afrika yang jumlahnya
tidak banyak dibandingkan dengan kasus kolelitiasis di Eropa dan Amerika Utara. Akan
tetapi, dengan kebiasaan makan (peningkatan asupan kalori, kolesterol tinggi/lemak) dan
perubahan gaya hidup masyarakat, terutama peningkatan konsumsi lemak dan gula yang
terus menerus akan meningkatkan angka kejadian kasus kolelitiasis baik di Afrika
maupun di Indonesia. Hal ini terlihat dari admisi masuk pasien yang dianalisis Bremner
pada sebuah rumah sakit di Afrika yang mendapatkan prevalensi peningkatan enam kali
lipat rumah sakit melakukan kolesistektomi dari tahun 1956 1-2/100.000 sampai tahun
1969 12/100.000. Perubahan ini disebabkan oleh cepatnya urbanisasi populasi dan
dikaitkan dengan perubahan diet khusunya peningkatan konsumsi lemak. Selain itu,
berdasarkan laporan dari benua Afrika, Ethiopia, 46 pasien mengalami kolesistektomi
pada kasus kolelitiasis dan kolesistitis dalam waktu 5 tahun. Hal ini menunjukkan ratarata pasien berjumlah sembilan pertahunnya (Rahman, 2005)
Universitas Indonesia
3
Dari kenyataan di atas perubahan gaya hidup dan kebiasaan konsumsi makanan pada
masyarakat menjadi faktor dominan untuk meningkatkan kasus kolelitiasis. Hal ini sesuai
dengan teori Bloom (1986) dalam Notoatmodjo (2007) yang menyatakan ada empat (4)
faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan pada manusia yaitu genetik (hereditas),
lingkungan, pelayanan kesehatan dan perilaku (gaya hidup). Faktor perilaku ini banyak
terlihat dari gaya hidup masyarakat yang sering mengkonsumsi makanan berlemak dan
berkolesterol. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak
larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu dan lesitin (fosfolipid)
dalam empedu. Pada pasien yang cenderung menderita batu empedu akan terjadi
penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan
ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari
getah empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh
kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai
iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Smeltzer dan Bare, 2002).
Penelitian di masyarakat Barat mengungkapkan komposisi utama batu empedu adalah
kolesterol, sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada
73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien (Lesmana, 2006).
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, perilaku diet rendah lemak sangat penting untuk
dilakukan dalam mengatasi terjadinya batu empedu baik sebagai pencegahan pada
masyarakat yang belum terkena kolelitiasis maupun pada pasien pasca pembedahan
kolelitiasis. Selain itu, butuhnya peningkatan kesadaran dari masyarakat untuk mengubah
gaya hidupnya. Begitu juga kesadaran dari penyedia layanan kesehatan, khususnya
perawat dalam memberikan edukasi pada masyarakat untuk meminimalkan angka
kejadian kolelitiasis dengan memberikan intervensi yang tepat untuk mencegah
peningkatan kasus kolelitiasis.
4
yang menyebabkan batu empedu. Kasus kolelitiasis yang meningkat pada masyarakat di
Indonesia dan Afrika dilaporkan karena kebiasaan makan (peningkatan asupan kalori,
kolesterol tinggi/lemak) dan perubahan gaya hidup. Di RSPAD Gatot Soebroto, rata-rata
pasien yang mengalami kolelitiasis dan dirawat dilantai 5 bedah dari bulan Februari
sampai Juni berjumlah empat orang. Tingginya kasus kolelitiasis dapat meningkatkan
pasien mengalami kolesistektomi, jika pasien mengalami kolesistektomi maka
masyarakat dan pelayanan kesehatan harus waspada terhadap tanda-tanda khas yang
muncul seperti nyeri dan kolik bilier, ikterus, dan perubahan warna feses dan urin. Hal ini
menunjukkan perlunya perhatian khusus masyarakat dan pelayanan kesehatan khususnya
mengenai perilaku diet rendah lemak untuk mengatasi terjadinya batu empedu baik
sebagai pencegahan pada masyarakat yang belum terkena kolelitiasis maupun pada pasien
pasca pembedahan kolelitiasis. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk memberikan
edukasi diet rendah lemak kepada keluarga dan pasien dengan kolelitiasis.
Universitas Indonesia
5
1.4 Manfaat penulisan
a. Peneliti
Karya ilmiah akhir Ners ini diharapkan dapat meningkatkan dan memperluas
pengetahuan peneliti tentang kolelitiasis serta meningkatkan kemampuan peneliti
dalam memberikan asuhan keperawatan dan mengaplikasikan langsung pada lahan
praktik.
b. Tenaga kesehatan
Karya ilmiah akhir Ners ini diharapkan dapat memberikan informasi tepat guna untuk
tenaga kesehatan dalam meminimalkan dan mendiagnosis kolelitiasis serta
memberikan penanganan yang optimal.
c. Masyarakat
Karya ilmiah akhir Ners ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan
meningkatkan pemahaman masyarakat akan pentingnya pencegahan terhadap
kolelitiasis sehingga meningkatkan kualitas hidup masyarakat lebih baik.
d. Peneliti selanjutnya
Karya ilmiah akhir Ners ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran
dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien kolelitiasis sehingga peneliti
selanjutnya dapat membuat penelitian terkait agar pencegahan dan penanganan pada
kolelitiasis lebih optimal.
e. Pendidikan keperawatan
Karya ilmiah akhir Ners ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait
kolelitiasis dan sebagai sumber bacaan untuk meningkatkan pengetahuan.
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Informasi kesehatan dalam bentuk promotif dan preventif diberikan oleh tenaga
kesehatan, khususnya perawat. Dalam hal ini perawat berfungsi sebagai perawat edukasi.
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian dari
pelayanan kesehatan yang memberikan asuhan keperawatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit secara komprehensif Biopsiko-sosio-spiritual dengan didasarkan pada ilmu keperawatan. Peran perawat kesehatan
pada masyarakat adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat seoptimal mungkin
melalui praktik komunitas, dilakukan melalui peningkatan kesehatan (promotif) dan
6
Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
7
pencegahan penyakit (preventif) di semua tingkat pencegahan (levels of prevention).
Orientasi praktik perawat tidak hanya kepada masyarakat sakit saja tetapi juga kepada
masyarakat sehat, dimana perawat dapat mengajarkan kepada masyarakat yang sakit
bagaimana cara mengatasi sakit dan mencegah keparahan dan menjadi sehat, dan bagi
masyarakat yang sehat bagaimana menjaga kesehatan dan meningkatkan kesehatannya
(Jaji, 2012). Asuhan keperawatan yang komprehensif melibatkan peran aktif dari
masyarakat. Peran aktif dari masyarakat bersama tim kesehatan diharapkan dapat
mengatasi masalah kesehatan yang ada di masyarakat.
Informasi yang diberikan oleh seorang perawat sebagai upaya promotif dan preventif
tentang perilaku atau gaya hidup yang sehat, cara memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mengatasi sakit dan mencegah keparahan merupakan cara untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat dalam meningkatkan derajat
kesehatannya.
Universitas Indonesia
8
Empedu yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam kandung
empedu. Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak diantara lobulus
hati. Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan membawanya ke saluran
empedu yang lebih besar yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus. Duktus
hepatikus dari hati dan duktus sistikus dari kandung empedu bergabung untuk
membentuk duktus koledokus (common bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke
dalam intestinum. Aliran empedu ke dalam intestinum dikendalikan oleh sfingter oddi
yang terletak pada tempat sambungan (junction) dimana duktus koledokus memasuki
duodenum (Smeltzer dan Bare, 2002).
Universitas Indonesia
9
Empedu memiliki fungsi sebagai ekskretorik seperti ekskresi bilirubin dan sebagai
pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam empedu
(Smeltzer dan Bare, 2002). Selain membantu proses pencernaan dan penyerapan lemak,
empedu juga berperan dalam membantu metabolisme dan pembuangan limbah dari
tubuh, seperti pembuangan hemoglobin yang berasal dari penghancuran sel darah
merah dan kelebihan kolesterol. Garam empedu membantu proses penyerapan dengan
cara meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak, dan vitamin yang larut dalam lemak.
Universitas Indonesia
10
paling sedikit 20% pada wanita dan 8% pada laki-laki di atas umur empat puluhan.
(Beckingham, 2001).
Berdasarkan jenis batu yang terbentuk, faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu
berbeda-beda. Kondisi-kondisi yang menjadi faktor predisposisi terbentuknya batu
pigmen adalah penyakit hemolitik yang kronik, pemberian nutrisi parenteral total,
kolestasis kronik dan sirosis dan pemberian obat (cefriaxone). Sedangkan faktor
predisposisi terbentuknya batu pigmen coklat adalah adanya infestasi parasit seperti
Ascharis lumbricoides. Untuk batu kolesterol, faktor resiko terjadinya batu kolesterol
adalah kegemukan, reseksi ileum, penyakit Chorns ileal dan fibrosis kistik (Heubi
(2001) dalam Gustawan (2007)).
Jadi dari beberapa sumber di atas penyebab dan faktor resiko terjadinya batu pada
kandung empedu (kolelitiasis) adalah penyakit hemolitik dan penyakit spesifik nonhemolitik, anak yang mendapat nutrisi parenteral total dalam waktu yang lama, wanita
dengan usia lebih dari 40 tahun dan menggunakan kontrasepsi hormonal, kegemukan,
dan makanan berlemak.
11
empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan peningkatan sintesis
kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh
kolesterol yang kemudian keluar dari getah empedu, mengendap dan membentuk
batu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk
timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan
dalam kandung empedu (Smeltzer dan Bare, 2002).
b) Batu Pigmen
Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri dari
kalsium bilirubinat, kalsium fosfat, dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat dalam
batu pigmen dalam jumlah yang kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam dan 1030% dalam batu pigmen coklat. Batu pigmen dibedakan menjadi dua yaitu batu
pigmen hitam dan batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam kalsium dari
bilirubin. Batu pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin dengan musin
glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu pigmen coklat mengandung garam
kalsium dengan sejumlah protein dan kolesterol yang bervariasi. Batu pigmen hitam
umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau penyakit hemolitik kronik seperti
thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen coklat sering dihubungkan dengan
kejadian infeksi (Gustawan, 2007). Batu pigmen akan terbentuk bila pigmen takterkonyugasi dalam empedu mengadakan presipitasi (pengendapan) sehingga terjadi
batu (Smeltzer dan Bare, 2002).
Universitas Indonesia
12
2.6 Patogenesis
Patogenesis terbentuknya batu kolesterol diawali adanya pengendapan kolesterol yang
membentuk kristal kolesterol. Batu kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol
dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu
pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya membentuk batu. Pembentukan
batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang
sangat jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses
pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi kolesterol,
penurunan sekresi garam empedu atau keduanya (Gustawan, 2007).
Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi,
dan faktor diet. Kelebihan aktivitas enzim -glucuronidase bakteri dan manusia
(endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada pasien dinegara
Timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak
terkonjugasi yang akan mengendap sebagaicalcium bilirubinate. enzim -glucuronidase
bakteri berasal kuman E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu. Enzim ini dapat
dihambat glucarolactone yang kadarnya meningkat pada pasien dengan diet rendah
protein dan rendah lemak (Lesmana, 2006).
Universitas Indonesia
13
Patogenesis batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien sirosis, penyakit
hemolitik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen hitam terjadi akibat
melimpahnya bilirubin tak terkonyugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini
disebabkan karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi
bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi. Bilirubin
tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion kalsium bebas
membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses adifikasi
yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini merangsang
pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat dengan musin
tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya batu (Gustawan,
2007).
Patogenesis batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus biliaris yang
terinfeksi. Batu pigmen coklat mengandung lebih banyak kolesterol dibanding batu
pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu dan kolesterol yang
sangat jenuh. Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu pigmen
coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan komponen utama garam tersebut tidak
dijumpai bebas dalam empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri. Kondisi
stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu pigmen coklat (Gustawan, 2007).
Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran empedu, bakteri
memproduksi enzim -glucuronidase yang kemudian memecah bilirubin glukoronida
menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bakteri juga memproduksi phospholipase A-1 dan
enzim hidrolase garam empedu. Phospholipase A-1 mengubah lesitin menjadi asam
lemak jenuh dan enzim hidrolase garam empedu mengubah garam empedu menjadi asam
empedu bebas. Produk-produk tersebut kemudian mengadakan ikatan dengan kalsium
membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium bilirubinat, garam kalsium dari asam
lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol membentuk suatu batu lunak. Bakteri
berperan dalam proses adhesi dari pigmen bilirubin (Gustawan, 2007)
Universitas Indonesia
14
2.7 Epidemiologi
Kasus kolelitiasis di Indonesia sama dengan kasus kolelitiasis di Afrika yang jumlahnya
tidak banyak dibandingkan dengan kasus kolelitiasis di Eropa dan Amerika Utara.
Berdasarkan hasil studi Universitas Illoin di Nigeria mendapatkan total pasien yang
mengalami kolesistektomi karena peradangan pada penyakit kandung empedu selama
lima tahun (1997-2001) sejumlah 46 pasien, dari total tersebut didapatkan rata-rata pasien
yang mengalami penyakit pada kandung empedu sebanyak sembilan pasien setiap
tahunnya. Hal ini terlihat juga dari admisi masuk pasien yang dianalisis Bremner pada
sebuah rumah sakit di Afrika yang mendapatkan prevalensi peningkatan enam kali lipat
rumah sakit melakukan kolesistektomi dari tahun 1956 1-2/100.000 sampai tahun 1969
12/100.000 (Rahman, 2005)
Gejala yang mungkin timbul pada pasien kolelitiasis adalah nyeri dan kolik bilier,
ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien yang
mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada duktus
sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan menimbulkan
infeksi. Kolik bilier tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran kanan atas,
pasien akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah mengkonsumsi
makanan dalam posi besar. Gejala kedua yang dijumpai pada pasien kolelitiasis ialah
ikterus yang biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Salah satu gejala khas
dari obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu penyerapan empedu
oleh darah yang membuat kulit dan membran mukosa berwarna kuning sehingga terasa
gatal-gatal di kulit. Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin yang berwarna sangat
gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat. Kemudian gejala terakhir terjadinya
Universitas Indonesia
15
defisiensi vitamin atau terganggunya proses penyerapan vitamin A, D, E dan K karena
obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi vitamin K dapat menghambat proses
pembekuan darah yang normal. (Smeltzer dan Bare, 2002)
2.9 Komplikasi
Komplikasi yang umum dijumpai adalah kolesistisis, kolangitis, hidrops dan emfiema.
Kolesistisis merupakan peradangan pada kandung empedu, dimana terdapat obstruksi
atau sumbatan pada leher kandung empedu atau saluran kandung empedu, yang
menyebakan infeksi dan peradangan pada kandung empedu. Kolangitis adalah
peradangan pada saluran empedu yang terjadi karena adanya infeksi yang menyebar
akibat obstruksi pada saluran empedu. Hidrops merupakan obstruksi kronik dari kandung
empedu yang biasa terjadi di duktus sistikus sehingga kandung empedu tidak dapat diisi
lagi oleh empedu. Emfiema adalah kandung empedu yang berisi nanah. Komplikasi
pada pasien yang mengalami emfiema membutuhkan penanganan segera karena dapat
mengancam jiwa (Sjamsuhidajat (2005) dan Schwartz (2000)).
Pada pasien yang sudah didiagnosa mengalami kolelitiasis dapat dilakukan tindakan
dengan cara bedah maupun non-bedah. Penanganan secara bedah adalah dengan cara
kolesistektomi. Sedangkan penanganan secara non-bedah adalah dengan cara melarutkan
batu empedu menggunakan MTBE, ERCP, dan ESWL.
16
pneumoperitoneum sistim endokamera dan instrumen khusus melalui layar monitor
tanpa melihat dan menyentuh langsung kandung empedunya. Keuntungan dari
kolesistektomi laparoskopik adalah meminimalkan rasa nyeri, mempercepat proses
pemulihan, masa rawat yang pendek dan meminimalkan luka parut (Lesmana, 2006).
Penanganan kolelitiasis non-bedah dengan cara melarutkan batu empedu yaitu suatu
metode melarutkan batu empedu dengan menginfuskan suatu bahan pelarut
(monooktanion atau metil tertier butil eter [MTBE] ) ke dalam kandung empedu. Pelarut
tersebut dapat diinfuskan melalui jalur berikut ini: melalui selang atau kateter yang
dipasang perkutan langsung ke dalam kandung empedu; melalui selang atau drain yang
dimasukkan melalui saluran T-Tube untuk melarutkan batu yang belum dikeluarkan pada
saat pembedahan; melalui endoskop ERCP; atau kateter bilier transnasal. Pengangkatan
non-bedah digunakan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat pada saat
kolesistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus (Smeltzer dan Bare, 2002).
ERCP (Endoscopi Retrograde Cholangi Pancreatography) terapeutik dengan melakukan
sfingterektomi endoskopik untuk mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi,
pertama kali dilakukan tahun 1974. Batu di dalam saluran empedu dikeluarkan dengan
basket kawat atau balon-ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju
lumen duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja atau dikeluarkan melalui
mulut bersama skopnya (Lesmana, 2006). ESWL (Extracorporeal Shock-Wave
Lithoripsy) merupakan prosedur non-invasif yang menggunakan gelombang kejut
berulang (repeated shock waves) yang diarahkan kepada batu empedu di dalam kandung
empedu atau duktus koledokus dengan maksud untuk memecah batu tersebut menjadi
sebuah fragmen. Gelombang kejut dihasilkan dalam media cairan oleh percikan listrik,
yaitu piezoelektrik, atau oleh muatan elektromagnetik (Smeltzer dan Bare, 2002).
Universitas Indonesia
17
2.11 Pemeriksaan Diagnostik (Smeltzer dan Bare, 2002)
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien kolelitiasis adalah
a. Pemeriksaan Sinar-X Abdomen, dapat dilakukan jika terdapat kecurigaan akan
penyakit kandung empedu dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain.
Namun, hanya 15-20% batu empedu yang mengalami cukup kalsifikasi untuk dapat
tampak melalui pemeriksaan sinar-x.
c. Pemeriksaan
pencitraan
Radionuklida
atau
koleskintografi.
Koleskintografi
18
radiasi ion. Pada MRCP saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang
karena mempunyai intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan
terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikrelilingi empedu dengan intensitas
sinyal tinngi, sehingga metode ini cocok untuk mendiagnosis batu saluran empedu.
(Lesmana, 2006).
2. 12 Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi
dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Lyer et al (1996) dalam Setiadi (2012)).
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu
wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik.
Pada saat pengkajian pada klien kolelitiasis, tenaga kesehatan khususnya perawat
dapat menanyakan keluhan utama klien seperti apakah ada rasa sakit pada bagian
abdomen kanan dan perubahan warna urin dan feses, riwayat penyakit dahulu,
kebiasaan makan dan gaya hidup klien seperti apakah klien senang mengkonsumsi
makanan berlemak dan berkolesterol, untuk klien wanita dapat ditanyakan apakah
klien menggunakan kontrasepsi hormonal atau tidak. Selain itu, perawat dapat
mengobservasi warna kulit dan sklera klien apakah mengalami ikterik atau tidak.
Universitas Indonesia
19
b. Diagnosa Keperawatan
NANDA menyatakan bahwa diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang
respon individu, keluarga, dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar
seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai
dengan kewenangan perawat ( Setiadi, 2012).
Carpenito (2000) menyebutkan ada lima tipe diagnosa, yaitu aktual, risiko,
kemungkinan, sehat dan sindrom. Diagnosa keperawatan aktual menyajikan keadaan
yang secara klinis telah divalidasi melalui batasan karakteristik mayor yang dapat
diidentifikasi. Diagnosa keperawatan risiko menjelaskan masalah kesehatan yang
nyata akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi. Masalah dapat timbul pada
seseorang atau kelompok yang rentan dan ditunjang dengan faktor risiko yang
memberikan kontribusi pada peningkatan kerentanan. Menurut NANDA, diagnosa
keperawatan risiko adalah keputusan klinis tentang individu, keluarga, atau komunitas
yang sangat rentan untuk mengalami masalah dibanding individu atau kelompok lain
pada situasi yang sama atau hampir sama. Diagnosa keperawatan kemungkinan
menjelaskan bahwa perlu adanya data tambahan untuk memastikan masalah
keperawatan kemungkinan. Pada keadaan ini masalah dan faktor pendukung belum
ada tetapi sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah. Diagnosa keperawatan
Wellness (Sejahtera) atau sehat adalah keputusan klinik tentang keadaan individu,
keluarga, dan atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu ke tingkat
sejahtera yang lebih tinggi yang menunjukkan terjadinya peningkatan fungsi
kesehatan menjadi fungsi yang positif. Diagnosa keperawatan sindrom adalah
diagnosa yang terdiri dari kelompok diagnosa aktual dan risiko tinggi yang
diperkirakan akan muncul karena suatu kejadian atau situasi tertentu. (Setiadi, 2012)
Diagnosa Keperawatan yang biasa muncul pada klien kolelitiasis dan mengalami
pembedahan adalah: 1. Nyeri dan gangguan rasa nyaman berhubungan dengan insisi
bedah; 2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan insisi bedah abdomen (jika
akan dilakukan bedah kolesistektomi tradisional); 3. Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan drainase bilier sesudah dilakukan tindakan bedah
(jika dipasang T-tube karena batu berada dalam duktus koledokus); 4. Gangguan
nutrisi berhubungan dengan sekresi getah empedu yang tidak adekuat; 5. Kurang
Universitas Indonesia
20
pengetahuan tentang kegiatan merawat diri sendiri setelah pulang dari rumah sakit
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Intervensi keperawatan dapat diberikan secara mandiri dan kolaborasi. Pada diagnosa
keperawatan Nyeri, perawat dapat memberikan intervensi secara mandiri dengan
memonitoring tanda-tanda vital, mengajarkan teknik relaksasi tarik nafas dalam dan
distraksi, serta kolaborasi dalam pemberian analgetik. Pada diagnosa keperawatan
gangguan pertukaran gas, klien yang mengalami pembedahan saluran bilier cenderung
mengalami komplikasi paru seperti pada semua klien dengan insisi abdomen bagian
atas. Klien harus diingatkan untuk menarik napas dalam setiap jam agar paru-paru
dapat berkembang penuh dan terjadinya ateletaksis dapat dicegah. Membantu dan
memotivasi klien untuk ambulasi dini dapat mencegah komplikasi paru disamping
komplikasi lain, seperti tromboflebitis (Smeltzer dan Bare, 2002). Pada diagnosa
keperawatan gangguan integritas kulit, perawat dapat meningkatkan perawatan kulit
dan drainase bilier klien. Perawat dapat melakukan observasi akan adanya tanda-tanda
infeksi, kebocoran empedu ke dalam rongga peritoneal dan obstruksi drainase bilier.
Pada diagnosa keperawatan gangguan nutrisi, diet klien dapat berupa diet rendah
Universitas Indonesia
21
lemak tinggi karbohidrat dan protein yang diberikan segera sesudah pembedahan.
Pembatasan lemak biasanya akan dicabut setelah 4 hingga 6 minggu kemudian ketika
saluran empedu telah cukup melebar untuk menampung volume getah empedu yang
sebelumnya disimpan oleh kandung empedu dan ketika ampula Vater telah berfungsi
secara efektif. Hal ini dikarenakan ketika klien mengkonsumsi lemak, getah empedu
dalam jumlah yang adekuat akan dilepas ke dalam saluran cerna untuk
mengemulsikan lemak tersebut dan memungkinkan pencernaan (Smeltzer dan Bare,
2002). Pada diagnosa keperawatan kurang pengetahuan, klien diberikan edukasi
melalui pendidikan kesehatan. Edukasi yang diberikan dapat berupa pendidikan
kesehatan tentang diet rendah lemak, diet atau nutrisi apa saja yang baik untuk klien,
dan gejala atau tanda-tanda apa saja yang harus dilaporkan klien dan keluarga seperti
adanya rasa nyeri, ikterus, feses berwarna pucat, urin berwarna pekat dan tanda-tanda
inflamasi atau infeksi.
d. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara
bersinambungan dengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan klien dalam mencapai tujuan yang
disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012).
22
menfiksasi luka insisi pada abdomen, menggunakan preparat analgesik pascaoperatif
seperti yang diresepkan dan melakukan latihan seperti yang dianjurkan (misalnya
membalik tubuh, berjalan); 3. Integritas kulit di sekitar tempat drainase bilier tampak
normal dengan bebas dari gejala panas, nyeri abdomen, perubahan pada tanda-tanda
vital atau adanya getah empedu di sekitar kateter drainase, menunjukkan atau
melaporkan pengurangan drainase empedu secara bertahap, warna urin dan feses
kembali normal, memperlihatkan penanganan kateter yang benar, mengenali tandatanda dan gejala obstruksi bilier yang perlu dicatat dan dilaporkan dan kadar bilirubin
serum dalam batas-batas normal; 4. Intoleransi makanan berkurang dengan klien
mempertahankan asupan makanan yang adekuat dan menghindari jenis makanan yang
menyebabkan gangguan gastrointestinal, melaporkan penurunan frekuensi gejala
mual, muntah, diare, flatulensi dan gangguan rasa nyaman abdomen atau tidak adanya
semua gejala tersebut; 5. Klien bebas dari komplikasi dengan tanda-tanda vital dalam
batas normal (tekanan darah, denyut nadi, frekuensi dan pola pernapasan, serta suhu
tubuh), melaporkan tidak adanya perdarahan dari traktus gastrointestinal atau T-tube
dan tidak adanya bukti perdarahan dalam feses,dan melaporkan pemulihan selera
makan dan tidak adanya bukti muntah, distensi abdomen serta rasa nyeri. (Smeltzer
dan Bare, 2002)
Universitas Indonesia
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA
3.1 Pengkajian
a) Data Umum
Ny. S usia 65 tahun masuk ke RSPAD Gatot Soebroto pada tanggal 23 April 2013
dengan diagnosa medis Cholelitiasis Simptomatik. Pada saat pengkajian tanggal 10
Mei 2013, klien mengatakan kalau saat ini rasa kembung yang dirasakan sudah
berkurang, badan masih terasa lemas,
mengeluhkan kalau dirinya susah untuk BAB dan pagi ini BAB lembek.
23
Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013
Universitas Indonesia
24
pemasangan T-Tube drainage. Operasi laparatomi eksplorasi dan pemasangan T-Tube
dilakukan pada tanggal 7 Mei 2013.
Kegiatan klien selama di rumah sakit menjadi sangat terbatas karena klien
terpasang T-Tube pada abdomen sebelah kanan dan drain pada abdomen sebelah
kiri (drain pada abdomen sebelah kiri dilepas pada tanggal 13 Mei 2013). Klien
terlihat takut ketika menggerakkan badannya miring ke kanan dan ke kiri dan
hanya miring jika klien sudah merasa sangat pegal. Klien mengatakan dirinya
masih bisa menjalankan ibadah sholat lima waktu di atas tempat tidur. Klien
mengaku bisa beristirahat dengan cukup dan pulas pada malam hari. Klien tidur
pada malam hari pada pukul 21.00-05.00 WIB dan tidur siang pada pukul 14.0015.30 WIB.
5555 5555 .
5555 5555
Klien mulai dianjurkan untuk mobilisasi duduk di tempat tidur dan menggunakan
kursi roda pada tanggal 14 Mei 2013.
Universitas Indonesia
25
2. Sirkulasi
Klien mengaku tidak memiliki riwayat hipertensi tetapi hasil pemeriksaan
pengukuran tekanan darah selama tiga hari (7 10 Mei 2013) menunjukkan nilai
tekanan darah klien berkisar 140-160 / 90-100 mmHg, nadi 100x/menit, dan suhu
37 c. Klien mendapatkan medikasi captopril 25 mg. Klien tidak memiliki masalah
jantung. Bunyi jantung pada BJ 1 dan 2 terdengar normal, tidak terdengar murmur
dan gallop. Warna kulit kien pink kemerahan, tidak ada tanda sianosis pada bibir,
pengisian kapiler < 3 detik, konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak ikterik.
3. Eliminasi
Klien terpasang folley catheter dengan warna urin kuning jernih produksi 300 cc.
klien tidak mengeluhkan nyeri saat BAK. Klien mengatakan pasca operasi yang
kedua (laparotomi eksplorasi) BAB terasa sulit. BAB terakhir pagi ini dengan
karakter feses lembek berwarna kuning. Riwayat hemoroid tidak ada. Klien tidak
mengalami diare dan tidak terjadi perdarahan saat BAB.
Pada tanggal 13 Mei 2013 folley chateter klien dilepas. BAB pada tanggal 16 Mei
2013 berwarna putih seperti dempul. Pada tanggal 17 Mei 2013 klien mengatakan
BAB nya sudah berwarna kuning seperti biasanya.
4. Makanan / cairan
Saat ini (tanggal 10 Mei 2013) klien terpasang Nasogastric Tube (NGT) dengan
diet DM 1700 kkal/hari. Pada tanggal 11 Mei 2013 NGT klien dilepas dan klien
mendapatkan terapi diet lunak DM 1700 kkal/hari.
Universitas Indonesia
26
Klien mandiri untuk makan dan minum. Klien mengatakan tidak mengalami
kehilangan selera makan, makan-makanan yang disediakan di rumah sakit selalu
dihabiskan. Klien tidak mengeluhkan adanya mual muntah selama makan. Klien
juga tidak memiliki riwayat alergi atau intoleransi makanan dan masalah / kesulitan
mengunyah dan menelan.
5. Hygiene
Penampilan umum dan cara berpakaian klien terlihat bersih, bau badan tidak ada,
kondisi kulit kepala terlihat berminyak dan terdapat pediculus humanicus pada
rambut klien. Klien sudah secara mandiri untuk BAK ke kamar mandi sejak
tanggal 14 Mei 2013. Setiap kali klien ditawarkan untuk mandi klien selalu
mengatakan mandinya satu kali saja di pagi hari karena takut T-Tube yang masih
terpasang terlepas. Ketika mandi klien dibantu oleh anaknya untuk di lap
menggunakan handuk kecil. Klien belum berani untuk mandi di kamar mandi. Pada
tanggal 15 Mei 2013 klien dibantu untuk keramas ke kamar mandi dengan
menggunakan kursi roda.
6. Neurosensori
Klien mengatakan tidak ada rasa pusing dan ingin pingsan, tidak ada rasa
kesemutan / kebas / kelemahan pada bagian ekstremitas, dan tidak memiliki
riwayat stroke. Ukuran atau reaksi pupil klien isokor 2/2. Saat ini klien
menggunakan kacamata untuk membaca. Klien tidak mengalami masalah dalam
pendengaran. Status mental klien baik dengan kesadaran compos mentis, orientasi
klien baik terhadap waktu dan ruang, dan memori klien baik saat ini maupun yang
lalu juga baik. Klien kooperatif selama berinteraksi.
7. Nyeri / ketidaknyamanan
Pada tanggal 10 Mei 2013 klien masih mengeluhkan nyeri pada daerah luka
operasi. Klien terlihat takut dan berhati-hati serta menjaga daerah luka ketika ingin
bergerak dan miring ke kanan atau ke kiri. Klien terlihat mengerutkan muka dan
mengeluarkan ekspresi menahan sakit saat nyeri timbul. Skala nyeri 4-5. Klien
mendapatkan terapi medikasi ketorolac 3 mg drip dimasukkan ke dalam cairan
infus ringer laktat untuk menghilangkan nyeri klien.
Universitas Indonesia
27
8. Pernapasan
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat tuberkulosis (TBC) dan tidak merokok.
Berdasarkan hasil observasi, klien tidak menggunakan alat bantu pernafasan dan
penggunaan otot-otot aksesori pernafasan. Saat dilakukan pemeriksaan fisik,
frekuensi pernafasan klien 20x/menit dengan bunyi nafas vesikuler pada kedua
lapang paru dan kedua dada tampak simetris. Klien terlihat tenang saat bernafas.
9. Keamanan
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi dan cedera kecelakaan. Klien juga
mengatakan tidak memiliki masalah pada bagian sendi dan punggung. Klien
memiliki riwayat menggunakan kacamata sebagai alat bantu untuk membaca.
Fungsi pendengaran klien masih baik. Berdasarkan hasil pengamatan, klien
beresiko terlepas drainnya saat klien tidur atau beraktivitas. Integritas kulit klien
baik namun pada bagian luka operasi terlihat luka bekas jahitan operasi.
e)
Pemeriksaan penunjang
Tabel 3.1 Hasil Laboratorium
HASIL
Jenis
Pemeriksaan
7-5-2013
8-5-2013
9-5-2013
13-5-2013
23-5-2013
249
517
274
186
169
Nilai Rujukan
Kimia Klinik
Glukosa Darah
(sewaktu)
Jenis Pemeriksaan
HASIL
Nilai Rujukan
7-5-2013
9-5-2013
13-5-13
14-5-13
16-5-13
Hemoglobin
10,3
9,2
8,5
9,1
12-16 g/dL
Hematokrit
31
26
26
27
37 47 %
Eritrosit
3,5
2,9
2,9
3,1
Leukosit
20900
15800
9420
10300
4.80010.800 juta/L
Trombosit
432000
490000
626000
671000
150000-400000/ L
87
87
89
87
80-96 fL
Hematologi
MCV
Universitas Indonesia
28
MCH
29
29
29
30
27-32 pg
MCHC
34
34
33
34
32-36 g/dL
2,6
2,8
3,0
3,5-5,0 g/dL
SGOT (AST)
11
19
< 35 U/L
SGPT (ALT)
15
15
< 40 U/L
Ureum
64
43
20-50 mg/dL
Kreatinin
1,6
1,8
0,5-1,5 mg/dL
Natrium (Na)
132
129
135
135-147 mmol/L
Kalium (K)
4,0
4,0
3,5
3,5-5,0 mmol/L
Klorida (Cl)
100
99
100
95-105 mmol/L
Bilirubin Total
0,49
Bilirubin Direk
0,26
Bilirubin indirek
0,23
< 1,1mg/dL
Fosfatase alkali
118
< 98 U/L
-GT
56
5-36 U/L
Protein Total
7,1
6 - 8,5 g/dL
Globulin
4,1
Kimia klinik
Albumin
(ALP)
Universitas Indonesia
29
3.2 Analisis Data
Berdasarkan hasil pengkajian di atas didapatkan masalah keperawatan sebagai berikut:
Tabel 3.2 Analisa Data
DATA
MASALAH KEPERAWATAN
Nyeri akut
DS:
Klien mengeluhkan nyeri pada daerah
luka operasi
DO:
Klien terlihat takut dan berhati-hati serta
menjaga daerah luka ketika ingin
bergerak dan miring ke kanan atau ke
kiri
Klien terlihat mengerutkan muka dan
mengeluarkan ekspresi menahan sakit
saat nyeri timbul
Klien mengatakan skala nyeri 4-5
Hasil TTV tanggal 10 Mei 2013
TD= 160/100 mmHg, Nadi 100x /menit,
RR= 20x/menit, suhu= 36,4c
DS:
Klien mengatakan memiliki riwayat DM
yang tidak terkontrol dari tahun 2003
Klien mengatakan tidak pernah
menggunakan insulin di rumah
DO:
Klien mengalami penurunan berat badan
dari pertama kali masuk RS, dari 49 kg
menjadi 44,5 kg.
Hasil GDS klien pada tanggal 7-9 Mei
2013 adalah 249 mg/dL, 517 mg/dL,
dan 274 mg/dL
Klien mendapatkan terapi insulin 3x4
unit
DS:
Klien mengatakan hanya mau mandi
satu kali saja di pagi hari karena takut
T-Tube yang masih terpasang terlepas
Klien mengatakan belum berani untuk
mandi di kamar mandi
DO:
Universitas Indonesia
30
Klien dibantu oleh anaknya ketika
mandi dengan cara dilap menggunakan
handuk kecil
Kondisi kulit kepala klien terlihat
berminyak dan terdapat pediculus
humanicus pada rambut klien
Klien terlihat menggaruk-garuk
kepalanya
Risiko Infeksi
DS: DO:
Klien pasca operasi laparatomi
eksplorasi
Klien terpasang folley catheter
Klien terpasang T-Tube pada abdomen
sebelah kanan dan drain pada abdomen
sebelah kiri
Klien terpasang infus pada tangan
sebelah kanan
Klien terpasang NGT
Risiko Perdarahan
DS: DO:
Klien post-op Laparatomi Eksplorasi
Klien terpasang drain dan T-tube
Trombosit klien 490000 / L
Klien tidak tampak anemis
DS:
kebutuhan tubuh
Universitas Indonesia
31
Klien mendapatkan terapi insulin 3x 4
unit
Defisiensi Pengetahuan
DS:
Klien mengatakan tidak tahu tentang
diet rendah lemak dan pentingnya diet
rendah lemak untuk dirinya
Klien mengatakan ingin tahu tentang
informasi diet rendah lemak
DO:
Diagnosa medis klien kolelitiasis
simptommatik
Klien post-op laparoskopik
kolesistektomi
Klien terpasang T-tube
DS:
Klien mengatakan sudah paham tentang
diet rendah lemak, pentingnya diet
rendah lemak untuk dirinya, dan
makanan apa saja yang berlemak
DO:
Klien butuh untuk pengingatan kembali
tentang diet rendah lemak
Berdasarkan analisa data di atas, diagnosa keperawatan prioritas yang diambil adalah
defisiensi pengetahuan terkait diet rendah lemak berhubungan dengan kondisi klien postop laparaskopi kolesistektomi dan terpasang T-tube.
Universitas Indonesia
32
Universitas Indonesia
33
Klien dapat melakukan teknik relaksasi tarik napas dalam dengan baik dan
benar
Klien mampu memenuhi kebutuhan aktivitas harian secara mandiri dengan
bertahap
Klien mampu mengugkapkan rasa nyaman dan berkurangnya nyeri dengan
skala 0-1
Intervensi Keperawatan
Mandiri:
Mengidentifikasi karakteristik nyeri: lokasi, intensitas, frekuensi, kualitas,
durasi, dan penjalaran
Meminta klien menggambarkan tingkat nyeri yang dirasakan dengan skala 1-10
Memonitor nyeri yang dirasakan klien secara berkala baik pada saat istirahat
maupun beraktivitas
Menjelaskan dan melatih cara mengatasi nyeri secara nonfarmakologis, yaitu
melalui teknik distraksi dan relaksasi napas dalam
Menganjurkan klien menggunakan teknik distraksi dan tarik napas dalam saat
nyeri timbul
Kolaborasi:
Berkolaborasi dengan dokter dalam penatalaksaan nyeri akut yaitu dalam
pemberian analgetik
Universitas Indonesia
34
Intervensi Keperawatan
Mandiri:
Mengobservasi tanda dan gejala infeksi seperti peningkatan suhu, kemerahan,
dan adanya discharge
Mencatat dan menganalisis nilai laboratorium (leukosit, serum protein, albumin
dan kultur
Memonitor perubahan warna kulit, kelembaban tekstur, dan turgor kulit
Menganjurkan klien untuk meningkatkan asupan cairan
Selalu mencuci tangan sebelum dan sesudah berinteraksi dengan klien
Menganjurkan dan memotivasi klien untuk selalu menjaga personal hygiene
Kolaborasi:
Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik yang sesuai
Awasi pemeriksaan laboratorium seperti leukosit, serum protein, albumin dan
kultur
35
Awasi pemeriksaan laboratorium seperti BUN, protein serum, dan albumin
e). Risiko Perdarahan
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam klien menunjukkan
tanda-tanda:
Mempertahankan homeostasis dengan tanpa perdarahan
Menunjukkan perilaku penurunan risiko perdarahan dengan menjaga daerah
yang terpasang drain dan tidak memegang daerah tersebut sehingga drain tidak
tercabut atau terlepas
Intervensi Keperawatan
Mandiri:
Kaji adanya tanda-tanda dan gejala perdarahan seperti rembesan pada balutan
luka
Observasi drain yang terpasang pada klien. Catat produksi darah yang
tertampung pada drain
Observasi tanda-tanda vital
Catat perubahan mental/tingkat kesadaran klien
Kolaborasi:
Awasi Hb / Ht dan faktor pembekuan
f). Ketidakstabilan glukosa darah
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5x24 jam klien menunjukkan
tanda-tanda:
Memperlihatkan kadar glukosa darah stabil (<140mg/dL)
Mematuhi regimen yang diprogramkan untuk pemantauan glukosa darah
Mematuhi rekomendasi diet dan latihan fisik
Intervensi Keperawatan
Mandiri:
Pantau tanda dan gejala hiperglikemia (misal glukosa serum >300mg/dL, sakit
kepala, penglihatan kabur, mual, muntah, pliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan,
letargi, hipotensi, takikardia, pernapasan kusmaul)
Mempersiapkan klien untuk mengikuti dengan benar program diet
Berikan informasi kepada klien mengenai diabetes
Universitas Indonesia
36
Beri informasi mengenai penerapan diet dan latihan fisikuntuk mencapai
keseimbangan kadar glukosa
Beri informasi mengenai obat-obatan yang digunakan untuk mengendalikan
diabetes
Kolaborasi:
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian insulin
Rujuk ke ahli gizi dalam pemberian dan penentuan komposisi diet yang sesuai
dengan kondisi klien
Universitas Indonesia
37
Klien dan keluarga bisa menyebutkan dan mengidentifikasi makanan apa saja
yang mengandung lemak dan bagaimana strategi untuk mengubah kebiasaan
diet
Klien dan keluarga mengetahui diat atau nutrisi apa saja yang baik untuk klien
Klien dan keluarga dapat membuat menu harian yang sesuai dengan terapi yang
diberikan
Intervensi Keperawatan
Mandiri:
Memberikan pendidikan kesehatan kepada klien tentang Diet Rendah Lemak
dan nutrisi yang baik untuk klien
Menciptakan lingkungan yang kondusif selama pemberian pendidikan
kesehatan
Memberikan penyuluhan sesuai dengan tingkat pemahaman klien
Menggunakan media yang sesuai untuk kondisi klien
Mengulangi informasi bila diperlukan
Memotivasi klien dan keluarga untuk mulai bersama-sama mengawasi dan
mengikuti program diet yang diberikan
Evaluasi keperawatan dari intervensi pendidikan kesehatan tentang Diet Rendah Lemak
yang pertama berdasarkan data subjektif adalah klien mengetahui tentang definisi diet
rendah lemak yaitu mengurangi makanan yang mengandung lemak, pentingnya diet
rendah lemak untuk dirinya untuk mencegah timbulnya batu empedu kembali, dan
makanan yang mengandung lemak seperti konsumsi daging ayam dengan kulitnya (ayam
boiler), daging kambing, daging sapi dan kornet. Berdasarkan data objektif, selama
Universitas Indonesia
38
kegiatan pendidikan kesehatan berlangsung klien terlihat tidak terlalu fokus terhadap
materi yang diberikan. Hal ini terjadi karena kondisi klien yang masih terpasang drain dan
T-tube sehingga klien terlihat menjaga area yang terpasang dan terlihat berhati-hati ketika
bergerak. Selain itu, lingkungan yang ramai di dekat tempat tidur klien yang membuat
konsentrasi klien tidak optimal. Analisis dari intervensi dan masalah keperawatan yang
diambil adalah kurang optimalnya pendidikan kesehatan yang diberikan oleh klien
sehingga defisiensi pengetahuan klien teratasi sebagian. Rencana tindakan keperawatan
yang akan diberikan adalah menciptakan lingkungan yang kondusif selama pemberian
pendidikan kesehatan selanjutnya, menggunakan media yang sesuai untuk kondisi klien,
mengulangi informasi bila diperlukan, memberikan penyuluhan selanjutnya sesuai
dengan tingkat pemahaman klien, memotivasi klien untuk mulai menerapkan diet rendah
lemak dan mempersiapkan klien untuk secara benar mengikuti program diet yang akan
diberikan selanjutnya.
Implementasi kedua diberikan pada tanggal 25 Mei 2013 sebagai discharge planning dan
pengingat kembali tentang diet rendah lemak karena klien akan direncanakan pulang esok
hari. Pendidikan kesehatan dilakukan dengan kontrak 20 menit dan dilaksanakan pada
pukul 12.00 WIB. Peserta yang mengikuti ada empat orang yaitu klien, anak klien, dan
dua orang sanak famili klien yang sedang menjenguk klien. Materi yang diberikan saat itu
adalah mereview kembali informasi tentang definisi diet rendah lemak, pentingnya diet
rendah lemak untuk klien, makanan apa saja yang mengandung lemak, nutrisi yang baik
untuk klien dan pembuatan menu harian yang dilakukan oleh klien dan keluarga. Media
yang digunakan berupa leaflet dan lembar balik dengan metode ceramah, diskusi, dan
tanya jawab.
Evaluasi keperawatan dari intervensi pendidikan kesehatan tentang Diet Rendah Lemak
yang kedua berdasarkan data subjektif adalah klien mengatakan sudah paham dan
mengerti tentang definisi diet rendah lemak yaitu membatasi dan mengurangi makanan
yang mengandung lemak dalam makanan sehari-hari bukan tidak mengkonsumsinya
sama sekali, pentingnya diet rendah lemak untuk dirinya untuk mencegah terjadinya batu
empedu kembali karena pasca operasi pengangkatan kandung empedu, makanan yang
mengandung lemak seperti makanan yang mengandung santan, daging ayam khususnya
ayam boiler, daging kambing, daging atau ikan yang diawetkan seperti kornet, sosis,
sarden dan ikan asin. Selain itu, klien menambahkan makanan yang tidak baik untuk
Universitas Indonesia
39
dirinya adalah makanan yang mengandung gas seperti ubi, kol, durian, makanan yang
pedas, dan minuman bersoda. Evaluasi objektif selama pemberian pendidikan kesehatan
adalah peserta (klien, anak klien, dua orang sanak famili klien yang sedang menjenguk
klien) terlihat antusias dan memerhatikan selama kegiatan berlangsung. Selain itu, klien
dan keluarga aktif bertanya jika ada penjelasan yang kurang jelas, klien beserta anaknya
mampu mendemonstrasikan pembuatan menu harian yang baik untuk diberikan kepada
klien.
Universitas Indonesia
BAB IV
ANALISIS SITUASI
tanggal 8 maret 1942 RSPAD Gatot Soebroto menjadi rumah sakit militer
angkatan darat Jepang dengan nama rikugun byoin. Sejak kemerdekan 17
agustus 1945 dikuasai oleh tentara KNIL dan namanya diubah menjadi
militaire geneeskundige dienst yang dikenal dengan nama "leger hospital
Batavia".
kemampuan
5.
tenaga
Memberikan
dan
kesehatan
lingkungan
penelitian
yang
bagi
40
Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013
melalui
pendidikan
mendukung
tenaga
proses
kesehatan.
Universitas Indonesia
41
RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad bertugas pokok menyelenggarakan
pelayanan perumahsakitan tertinggi di jajaran TNI AD, melalui upaya-upaya
pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif yang terpadu dengan pelaksanaan
kegiatan kesehatan promotif dan preventif dalam rangka mendukung tugas
pokok Ditkesad.
4.2 Analisis masalah keperawatan dengan konsep terkait KKMP dan konsep
kasus terkait
Perkembangan dan pertumbuhan masyarakat di daerah perkotaan dipengaruhi
oleh banyaknya masyarakat yang melakukan urbanisasi dari desa ke kota-kota
besar. Cepatnya urbanisasi populasi masyarakat dari desa ke perkotaan membuat
masyarakat harus beradaptasi dengan kondisi dan lingkungan yang ada. Adaptasi
masyarakat terhadap kondisi dan lingkungan menjadi salah satu yang menentukan
derajat kesehatan masyarakat itu sendiri. Adaptasi masyarakat terhadap kondisi
dan lingkungan membuat masyarakat mengubah perilaku dan gaya hidup mereka.
Salah satu perubahan perilaku dan gaya hidup yang dilakukan oleh masyarakat
yaitu terkait kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan cepat saji, berlemak, dan
berkolesterol. Makanan yang berlemak dan berkolesterol dapat menimbulkan
berbagai macam penyakit, seperti penyakit jantung koroner dan kolelitiasis.
42
suntik lebih dari lima tahun, gemar makan gorengan, dan soto bersantan. Hal ini
sesuai dengan faktor risiko dan etiologi dari kolelitiasis, yaitu Usia lebih dari 40
tahun, wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, dan kebiasaan makan
makanan berlemak dan berkolesterol.
Usia Ny. S yang sudah 65 tahun menjadi salah satu faktor terjadinya batu
empedu. Hal ini terjadi karena pertambahan usia dapat mengakibatkan
bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya sintesis asam empedu
(Smeltzer dan Bare, 2002). Selain itu adanya proses aging, yaitu suatu proses
menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita
(Darmojo dan Martono, 1994). Riwayat klien menggunakan kontrasepsi
hormonal dapat meningkatkan saturasi kolesterol bilier (Smeltzer dan Bare,
2002). Makanan berlemak dan berkolesterol menjadi sumber pencetus utama
untuk terjadinya kolelitiasis pada klien. Kolesterol merupakan bagian dari lemak,
jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu tinggi maka cairan
empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu atau biasa disebut
hipersaturasi cairan empedu. Hal ini terjadi karena fungsi cairan empedu sebagai
pembantu proses pencernaan melalui emulsifikasi lemak oleh garam-garam
empedu tidak optimal karena kadar kolesterol yang tinggi (Smeltzer dan Bare,
2002).
Berdasarkan uraian di atas, Ny. S beresiko untuk terjadinya batu kolesterol. Batu
kolesterol terbentuk ketika konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi
kemampuan empedu untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk
kristal yang selanjutnya membentuk batu. Pembentukan batu kolesterol
melibatkan tiga proses yang panjang yaitu pembentukan empedu yang sangat
jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal kolesterol dan agregasi serta proses
pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi akibat peningkatan sekresi
kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau keduanya (Gustawan, 2007).
Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan empedu
tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika kolesterol
dalam kandung empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama kelamaan
Universitas Indonesia
43
menjadi batu. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu
bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu
dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Getah empedu yang jenuh oleh kolesterol
merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan sebagai iritan
yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu (Smeltzer dan Bare,
2002).
Iritan yang menyebabkan peradangan ini yang menimbulkan rasa nyeri dan kolik
bilier klien. Hal ini terjadi karena saat kandung empedu melakukan kontraksi,
cairan empedu tidak dapat keluar akibat tersumbatnya saluran oleh batu empedu.
Ketika kandung empedu dalam keadaan distensi, bagian fundus dari kandung
empedu menyentuh dinding abdomen sebelah kanan. Sentuhan ini yang
mengakibatkan nyeri tekan yang khas pada abdomen kuadran kanan atas
(Smeltzer dan Bare, 2002).
Universitas Indonesia
44
4.3 Analisis salah satu intervensi dengan konsep dan penelitian terkait
Pendidikan kesehatan dan penerapan diet rendah lemak atau pembatasan asupan
lemak merupakan salah satu intervensi keperawatan yang diberikan kepada
pasien yang mengalami kolelitiasis. Hal ini dilakukan karena kolesterol
merupakan bagian dari lemak dan menjadi faktor dominan dalam pembentukan
batu empedu. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk empedu
bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam empedu
dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien kolelitiasis terjadi peningkatan
sekresi kolesterol oleh hati dan penurunan sintesis asam empedu. Pada keadaan
ini dapat mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang
kemudian keluar dari getah empedu, mengendap, dan membentuk batu. Getah
empedu yang jenuh oleh kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu
empedu dan berperan sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam
kandung empedu (Smeltzer dan Bare, 2002). Penelitian di masyarakat Barat
mengungkapkan komposisi utama batu empedu adalah kolesterol, sedangkan
penelitian di jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan
batu kolesterol pada 27% pasien (Lesmana, 2006). Kadar kolesterol yang tinggi
dalam cairan empedu akan membuat cairan empedu mengendap dan menjadi
batu. Cairan empedu yang berfungsi sebagai pembantu proses penyerapan lemak
dengan cara emulsifikasi lemak tidak berfungsi secara optimal karena kadar
kolesterol yang tinggi.
Kadar kolesterol yang tinggi dapat dipengaruhi oleh perilaku atau gaya hidup
seseorang dengan kebiasaan makan makanan yang berlemak. Berdasarkan
penelitian di benua Afrika khususnya Nigeria didapatkan peningkatan kasus
kolelitiasis yang terjadi pada masyarakat perkotaan Nigeria karena adanya
perubahan kebiasaan makan (peningkatan asupan kalori, kolesterol tinggi/lemak)
dan perubahan gaya hidup. Perubahan ini disebabkan oleh cepatnya urbanisasi
populasi dan dikaitkan dengan perubahan diet khususnya peningkatan konsumsi
lemak. Laporan dari benua Afrika, Ethiopia, 46 pasien mengalami kolesistektomi
pada kasus kolelitiasis dan kolesistitis dalam waktu 5 tahun. Hal ini menunjukkan
rata-rata pasien berjumlah sembilan pertahunnya (Rahman, 2005).
Universitas Indonesia
45
Berdasarkan Riskesdas tahun 2007 yang menyebutkan bahwa derajat kesehatan
masyarakat yang masih belum optimal pada hakikatnya dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan, perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan genetika. Kalangan
ilmuwan umumnya berpendapat bahwa determinan utama dari derajat kesehatan
masyarakat tersebut, selain kondisi lingkungan, adalah perilaku masyarakat (Jaji,
2012). Perilaku masyarakat yang kurang sehat dapat dikurangi dengan cara
pemberian informasi kesehatan. Menurut teori Snehandu B. Kar (1983) dalam Jaji
(2012), perilaku kesehatan yang kurang sehat dapat diubah dengan : a. Niat
seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan atau perawatan
kesehatannya (behavior intention), b. Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya
(social support), c. Ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan atau fasilitas
kesehatan (accessibility of information), d. Otonomi pribadi yang bersangkutan
dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy) dan e. Situasi
yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation).
Informasi kesehatan dapat diberikan oleh seorang perawat dengan memberikan
pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan yang dapat diberikan oleh perawat
dengan pasien kolelitiasis adalah terkait nutrisi, yaitu diet rendah lemak.
Pendidikan kesehatan yang diberikan ini dapat mengatasi masalah keperawatan
defisiensi pengetahuan klien.
Pendidikan kesehatan tentang diet rendah lemak diberikan kepada klien pada
tanggal 11 Mei 2013. Klien diberikan informasi tentang apa yang dimaksud
dengan diet rendah lemak, pentingnya diet rendah lemak pada pasien kolelitiasis,
dan makanan apa saja yang mengandung lemak. Hasil dari pendidikan kesehatan
yang diberikan pada saat itu, menggambarkan klien belum paham dan mengerti
apa yang dimaksud dengan diet rendah lemak dan pentingnya diet rendah lemak
untuk klien. Tetapi klien dapat menyebutkan makanan apa saja yang mengandung
lemak.
Pendidikan kesehatan tentang diet rendah lemak diberikan kembali kepada klien
satu hari sebelum klien pulang, pada tanggal 25 Mei 2013, sebagai discharge
planning. Masalah keperawatan yang diangkat adalah potensial kesiapan
meningkatkan
pengetahuan.
Masalah
keperawatan
potensial
kesiapan
46
pendidikan kesehatan tentang diet rendah lemak. Pendidikan kesehatan dilakukan
dengan peserta empat orang, yaitu klien, anak klien, dan dua kerabat klien yang
sedang menjenguk. Selama proses pemberian pendidikan kesehatan, peserta
terlihat antusias terutama kerabat klien yang serius dalam menyimak setiap materi
yang diberikan. Hasil dari pendidikan kesehatan didapatkan klien sudah mengerti
dan paham tentang apa yang dimaksud dengan diet rendah lemak, pentingnya diet
rendah lemak untuk klien, makanan apa saja yang mengandung lemak, diet atau
nutrisi apa saja yang baik untuk klien dan pembuatan menu harian yang dilakukan
oleh klien dan keluarga.
.
Informasi yang diberikan melalui pendidikan kesehatan ini diharapkan dapat
membantu klien memelihara dan meningkatkan kesehatan, mengatasi sakit dan
mencegah keparahan, serta meningkatkan pengetahuan dan kesadaran klien
dalam meningkatkan derajat kesehatannya.
Universitas Indonesia
47
4.4 Alternatif pemecahan yang dapat dilakukan
Intervensi yang diberikan pada klien kolelitiasis tentang diet rendah lemak dapat
diberikan kepada klien sebagai bentuk pendidikan kesehatan dan discharge
planning. Informasi ini diharapkan dapat membantu klien dalam mengubah
perilaku dan gaya hidupnya ke arah lebih sehat sebagai salah satu upaya
meningkatkan derajat kesehatan klien. Perubahan perilaku ini dapat dilakukan
jika ada niat dari klien untuk meningkatkan kesehatan dirinya, dukungan sosial
dari keluarga dan masyarakat dalam mengawasi perilaku dan gaya hidup klien
sehari-hari, ada atau tidaknya sumber informasi tentang kesehatan atau fasilitas
kesehatan yang diperlukan oleh klien dan otonomi klien dalam mengambil
tindakan atau keputusan terkait kesehatannya. Selain itu, pentingnya kontinuitas
pengulangan materi sebagai pengingat untuk klien terhadap materi yang telah
disampaikan.
Universitas Indonesia
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada kasus kolelitiasis yang dialami oleh klien dapat disimpulkan bahwa
penyebab kolelitiasis klien adalah usia klien yang berumur 65 tahun, riwayat
penggunaan kontrasepsi hormonal, dan kebiasaan makan klien yang sering
mengkonsumsi makanan berlemak dan bersantan.
Dari hasil data penyebab kolelitiasis yang dialami klien, batu empedu yang
mungkin dialami klien adalah batu kolesterol. Batu kolesterol yang terbentuk
terjadi ketika konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan
empedu untuk mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang
selanjutnya membentuk batu. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan sekresi
kolesterol oleh hati dan penurunan sintesis asam empedu yang dapat
mengakibatkan supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar
dari getah empedu, mengendap, dan membentuk batu. Cairan empedu yang
berfungsi sebagai pembantu proses penyerapan lemak dengan cara emulsifikasi
lemak tidak berfungsi secara optimal karena kadar kolesterol yang tinggi. Oleh
karena itu, diperlukannya informasi kepada klien tentang diet rendah lemak untuk
mencegah terjadinya hipersaturasi cairan empedu kembali pasca pembedahan.
Berdasarkan hasil pengkajian, klien belum tahu tentang apa yang dimaksud
dengan diet rendah lemak, pentingnya diet rendah lemak untuk dirinya, dan
makanan apa saja yang mengandung lemak. Oleh karena itu, masalah
keperawatan yang muncul pada klien adalah defisiensi pengetahuan. Klien
diberikan pendidikan kesehatan terkait diet rendah lemak.
menu
harian
yang
dilakukan
oleh
48
Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013
klien
dan
keluarga.
Universitas Indonesia
49
Masalah yang ditemui saat pemberian implementasi adalah lingkungan dan
kondisi klien yang kurang kondusif untuk diberikan pendidikan kesehatan.
Lingkungan dan kondisi klien ini menyebabkan konsentrasi klien tidak optimal
dalam menerima materi yang disampaikan. Oleh karena itu, pentingnya
kontinuitas pengulangan materi sebagai pengingat untuk klien terhadap materi
yang telah disampaikan.
5.2 Saran
a. Bagi Penulis
1. Meningkatkan pengetahuan tentang kolelitiasis untuk meningkatkan kualitas
dalam pemberian asuhan keperawatan
2. Mengembangkan metode dan inovasi terhadap intervensi yang diberikan
dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada.
b. Bagi Masyarakat
1. Meningkatkan pengetahuan dengan mencari informasi terkait faktor resiko
dan etiologi dari kolelitiasis
2. Merubah perilaku dan gaya hidup ke arah lebih sehat untuk meningkat
derajat kesehatan
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
Beckingham, I.J. (2001). ABC Of Diseases Of Liver, Pancreas, And Biliary System Gallstone
Disease. Dalam: British Medical Journal V. 322, 13 Januari 2001.
http://www.pubmedcentral.articlerender.artid diakses pada tanggal 20 Juni 2013
Gustawan, I.W., K. Nomor Aryasa, dkk. (2007). Kolelitiasis pada anak dalam Maj kedokt
Indon, volum:57, Nomor: 10, Oktober 2007.
http://www.indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnmed/article/download/543/661
diakses pada tanggal 19 Juni 2013
Jaji,. (2012) . Makalah Peran perawat komunitas dalam peningkatan derajat kesehatan
masyarakat menuju MDGs 2015. PSIK-FK Unsri tahun 2012.
http://www.pustaka.ut.ac.id/fisip201232.pdf diakses pada tanggal 28 Juni 2013
Lesmana, Laurentinus A. (2006). Penyakit Batu Empedu dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid I Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Notoatmodjo, Soekijo. (2011). Promosi kesehatan dan Ilmu Perilaku, teori dan aplikasi.
Jakarta: Rineka cipta.
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/102/jtptunimus-gdl-kholilatul-5079-3-bab2.pdf
diakses pada 26 Juni 2013
Robbin, dkk. (2007). Buku Ajar Patologi. Edisi 7 Volume 2. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC.
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013
Schwartz, dkk. (2000). Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit buku kedokteran
EGC http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20II.pdf
diakses pada tanggal 10 Mei 2013
Setiadi,. (2012). Konsep dan Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan; Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Sjamsuhidayat, R, de jong W. (2005). Buku Ajar I,mu Bedah, Edisi 2. Jakarta: Penerbit buku
kedokteran EGC
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20II.pdf diakses
pada tanggal 10 Mei 2013
Smeltzer, S. & Bare, B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner&Suddarth..
Edisi 8 volume 2. (Waluyo, A., Kariasa, M., Julia, Kuncara, A., & Asih, Y., Penerjemah).
Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC
http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34994/3/chapter%20II.pdf diakses
pada tanggal 10 Mei 2013
Universitas Indonesia
Analisis praktik ..., Sandra Amelia, FIK UI, 2013
OLEH:
SANDRA AMELIA
NPM. 0706271166
2013
Pokok Bahasan
Sasaran
: Klien Ny. S dan Keluarga Klien di Ruang Rawat Inap Bedah 5 RSPAD Gatot
Soebroto Jakarta
Hari/tanggal
: Kamis, 23/5/2013
Waktu
Tempat
I.
II.
III.
MATERI PENYULUHAN
1. Definisi diet rendah lemak
2. Pentingnya diet rendah lemak post op pengangkatan kandung empedu
3. Makanan yang mengandung lemak
4. Diet nutrisi untuk klien post op pengangkatan kandung empedu
5. Rencana menu harian selama satu minggu untuk klien
IV.
METODE PENYULUHAN
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Tanya jawab
V.
MEDIA
1. Leaflet
2. Lembar menu harian selama satu minggu
VI.
No.
Kegiatan Mahasiswa
1.
Pembukaan
Memberi salam
Menjawab salam
Memperhatikan dan
(5 menit)
2.
Kegiatan
Kegiatan Klien
mendengarkan
Menjawab
Memperhatikan dan
lemak
mendengarkan
(10 menit)
-
Memperhatikan dan
mendengarkan
Memperhatikan dan
mendengarkan
Memperhatikan dan
mendengarkan
empedu
-
Memperhatikan dan
mendengarkan
Ikut
mendemonstrasikan
depan
3.
Penutup
(5 menit)
Menjawab
Menyimpulkan bersama-sama
Memperhatikan dan
mendengarkan
-
VII.
Menjawab salam
No.
No. TIK
Kegiatan Mahasiswa
Kegiatan Klien
1.
oleh mahasiswa
rendah lemak
-
2.
empedu
cairan.
-
Sumbatan
pada
saluran
empedu
bisa
3.
mengandung lemak
Daging kambing
Daging sapi
4.
Keju
Mayones
adalah:
post op pengangkatan
kandung empedu
Daging kambing
Daging sapi
Keju
Mayones
Ubi
Kacang merah
Kol
Sawi
Lobak
Durian
Nangka , dan
ketimun
VIII. SUMBER
Potter and Perry. (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Ed. 4.
Volume II. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Brunner & Suddarths textbook of medical-surgical nursing vol.2.
(8th Ed). (Waluyo, A., Kariasa, M., Julia, Kuncara, A., & Asih, Y., Penerjemah). Philadelphia:
Lippincott-Raven Publisher.
Ins.Gizi RSCM & AsDI. (2007) Buku Penuntun Diet Dewasa, hal. 131-136. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama hal. 131-136.
Keju
Mayonaise
kandung empedu
saluran empedu
mengakibatkan infeksi
adalah:
Diet Nutrisi
Contoh menu makan harian pasien post
Sarapan
Pagi
Makan
Siang
Makan
sore/malam
Nasi/tim
Sayur bening bayam
Tempe bacem
Pepaya
Nasi/tim
Pepes ikan
Cah tahu/ oyong
pisang
Universitas Indonesia
2013