Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

KEJANG DEMAM
Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Emergency
Di RSUD IGD Dr Iskak Tulungagung

Oleh :
Afiat Arif Ibrahim
NIM 150070300011010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
KEJANG DEMAM

OLEH :
Afiat Arif ibrahim
NIM 150070300011010
Telah diperiksa dan disetujui pada :
Hari :
Tanggal
:

Pembimbing Akademik

Pembimbing Klinik

KEJANG DEMAM
DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu 38oC. Yang disebabkan oleh suatu proses ekstranium, biasanya terjadi
pada usia 3 bulan-5 tahun.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu mencapai >38C). kejang demam dapat terjadi karena
proses intracranial maupun ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4%
populasi anak berumur 6 bulan sampai dengan 5 tahun (Amid dan Hardhi,
NANDA NIC-NOC, 2013).
Kejang demam merupakan gangguan transien pada anak yang terjadi
bersamaan dengan demam. Keadaan ini merupakan salah satu gangguan
neurologik yang paling sering dijumpai pada anak-anak dan menyerang
sekitar 4% anak. Kebanyakan serangan kejang terjadi setelah usia 6 bulan
dan biasanya sebelum usia 3 tahun dengan peningkatan frekuensi serangan
pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan. Kejang demam jarang
terjadi setelah usia 5 tahun. (Dona L.Wong, 2008)
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara
sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik
serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002)
Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh ( suhu rektal diatas 380 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium
(Ngastiyah, 1997:229).

Jadi kejang demam adalah kenaikan suhu tubuh yang menyebabkan


perubahan fungsi otak akibat perubahan potensial listrik serebral yang
berlebihan sehingga mengakibatkan renjatan berupa kejang.
ETIOLOGI
1. Faktor-faktor prenatal
2. Malformasi otak congenital
3. Faktor genetika
4. Penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis)
5. Demam
6. Gangguan metabolisme
7. Trauma
8. Neoplasma, toksin
9. Gangguan sirkulasi
10.Penyakit degeneratif susunan saraf.
11.Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal.
Menurut Lumban tobing, 2001 Faktor yang berperan dalam menyebabkan
kejang demam:
1. Demam itu sendiri
2. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus
terhadap otak).
3. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak
diketahui atau ensekalopati toksik sepintas.
6. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan
kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan cepat yang disebabkan infeksi diluar susunan
saraf pusat, misalnya tonsilitis, otitis media akut (OMA), bronkhitis, dan lain lain.
PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel
neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K +) dan sangat sulit dilalui oleh
ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl ). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na + rendah, sedang di
luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada
permukaan sel.Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular

b. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau


aliran listrik dari sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau
keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh
sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter dan
terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung
Toksik ,trauma Penyakit infeksi ekstracranial dll
yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin
meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
Merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh
PATHWAY
HIPERTERMI
Pengeluaran mediator kimia epinefrin dan prostaglandin
Merangsang peningkatan potensi aksi pada neuron
Merangsang perpindah ion K+ dan ion N+ secara cepat dari luar sel menuju ke dalam sel

Meningkatkan fase depolarisasi neuron dengan cepat

KEJANG
Spasme otot ekstermitas

Spasme Bronkus
Penurunan kesadaran
Kekakuan otot pernafas

Resiko tinggi cedra

Pola nafas tidak efektif

MANIFESTASI KLINIS
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, klonik,
fokal, atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Setelah kejang berhenti,
anak tidak memberi reaksi apapun sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau
menit anak terbangun dan sadar kembali tanpa defisit neurologis. Kejang dapat
diikuti oleh hemiparesis sementara (Hemiparesis Todd) yang berlangsung beberapa
jam sampai beberapa hari. Kejang unilateral yang lama diikuti oleh hemiparesis
yang menetap. Bangkitan kejang yang berlangsung lama sering terjadi pada kejang
demam yang pertama.
Durasi kejang bervariasi, dapat berlangsung beberapa menit sampai lebih dari
30 menit, tergantung pada jenis kejang demam tersebut. Sedangkan frekuensinya
dapat kurang dari 4 kali dalam 1 tahun sampai lebih dari 2 kali sehari. Pada kejang
demam kompleks, frekuensi dapat sampai lebih dari 4 kali sehari dan kejangnya
berlangsung lebih dari 30 menit. Gejalanya berupa:
a) Demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang tejradi
secara tiba-tiba)
b) Pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi
pada anak-anak yang mengalami kejang demam)
c) Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik)
d) Gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama,
e)
f)
g)
h)
i)
j)

biasanya berlangsung selama 1-2 menit)


Lidah atau pipinya tergigit
Gigi atau rahangnya terkatup rapat
Inkontinensia (mengompol)
Gangguan pernafasan
Apneu (henti nafas)
Kulitnya kebiruan

Setelah mengalami kejang, biasanya:


a) Akan kembali sadar dalam waktu beberapa menit atau tertidur selama 1 jam
atau lebih
b) Terjadi amnesia (tidak ingat apa yang telah terjadi)-sakit kepala
c) Mengantuk
d) Linglung (sementara dan sifatnya ringan)
Kejang parsial ( fokal, lokal )

a. Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu


atau lebih hal berikut ini :
1) Tanda tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi
tubuh; umumnya gerakan setipa kejang sama.
2) Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah,
dilatasi pupil.
3) Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik,
merasa seakan ajtuh dari udara, parestesia.
4) Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik.
b. Kejang parsial kompleks
1) Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks
2) Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang
ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.
3) Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku
Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi )
a. Kejang absens
1) Gangguan kewaspadaan dan responsivitas
2) Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung
kurang dari 15 detik
3) Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan
konsentrasi penuh
b. Kejang mioklonik
1) Kedutan kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang
terjadi secara mendadak.
2) Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik
berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan
kaki.
3) Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam
kelompok
4) Kehilangan kesadaran hanya sesaat.
c.Kejang tonik klonik
1) Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum
pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung
kurang dari 1 menit
2) Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih
3) Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah.
4) Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal
d. Kejang atonik
1) Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan
kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah.

2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan.


Ada 2 bentuk kejang demam (menurut Lwingstone), yaitu:
1. Kejang demam sederhana (Simple Febrile Seizure), dengan ciri-ciri gejala
klinis sebagai berikut:
Kejang berlangsung singkat, < 15 menit
Kejang umum tonik dan atau klonik
Umumnya berhenti sendiri
Tanpa gerakan fokal atau berulang dalam 24 jam

a.
b.
c.
d.

2. Kejang demam komplikata (Complex Febrile Seizure), dengan ciri-ciri


gejala klinis sebagai berikut :
Kejang lama > 15 menit
Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang

a.
b.

parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.

KLASIFIKASI

1. Kejang demam sederhana

1) Dikeluarga penderita tidak ada riwayat epilepsi


2) Sebelumnya tidak ada riwayat cedra otak oleh penyakit apapun
3) Serangan kejang demam yang pertama terjadi antara usia 6 bulan 6
4)
5)
6)
7)

tahun
Lamanya kejang berlangsung < 20 menit
Kejang tidak bersifat tonik klonik
Tidak didapatkan gangguan atau abnormalitas pasca kejang
Sebelumnya juga tidak didapatkan abnormalitas neurologi atau

abnormalitas perkembangan
8) Kejang tidak berulang dalam waktu sngkat
9) Tanpa gerakan focal dan berulang dalam 24 jam (H. Nabiel Ridha,
2014)
2. Kejang demam kompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai
kejang parsial simpleks. Dapat mencangkup otomatisme atau gerakan
otomatik; mengecap-ecapkan bibir, mengunyah, gerakan mencongkel
yang berulang-ulang pada tangan, dan gerakan tangan lainnya. Dapat
tanpa otomatisme tatapan terpaku. (Cecily L.Betz dan Linda A.Sowden,
2002)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Elektro encephalograft (EEG): EEG abnormal tidak dapat digunakan untuk
menduga kemungkinan terjadinya epilepsi atau kejang demam yang
berulang dikemudian hari. Saat ini pemeriksaan EEG tidak lagi dianjurkan
untuk pasien kejang demam yang sederhana. Pemeriksaan laboratorium
rutin tidak dianjurkan dan dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi.

2. Pemeriksaan cairan cerebrospinal : Hal ini dilakukan untuk menyingkirkan


kemungkinan adanya meningitis, terutama pada pasien kejang demam
yang pertama. Pada bayi yang masih kecil seringkali gejala meningitis
tidak jelas sehingga harus dilakukan lumbal pungsi pada bayi yang
berumur kurang dari 6 bulan dan dianjurkan untuk yang berumur kurang
dari 18 bulan.
3. Darah
a. Glukosa Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi kejang (N <
200 mq/dl)
b. BUN: Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan merupakan
indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
c. Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium ( N 3,80 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 144 meq/dl )
4. Cairan Cerebo Spinal : Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
5.

infeksi, pendarahan penyebab kejang.


Skull Ray :Untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya

lesi
6. Tansiluminasi

: Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan UUB masih

terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
7. CT scan : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya
untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
8. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah daerah otak yang itdak jelas terliht bila
menggunakan pemindaian CT
9. Pemindaian positron emission tomography ( PET ) : untuk mengevaluasi
kejang

yang

membandel

dan

membantu

menetapkan

lokasi

lesi,

perubahan metabolik atau alirann darah dalam otak


PENAKTALAKSANAAN MEDIS
1. Pengobatan
a. Pengobatan fase akut
Obat yang paling cepat menghentikan kejang demam adalah diazepam
yang diberikan melalui interavena atau indra vectal.
Dosis awal : 0,3 0,5 mg/kg/dosis IV (perlahan-lahan).
Bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosis yang sama
setelah 20 menit.
b. Turunkan panas
Anti piretika : parasetamol / salisilat 10 mg/kg/dosis.
Kompres air PAM / Os
c. Mencari dan mengobati penyebab

Pemeriksaan cairan serebro spiral dilakukan untuk menyingkirkan


kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang
pertama, walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi
lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya
bila aga gejala meningitis atau bila kejang demam berlangsung lama.
d. Pengobatan profilaksis
Pengobatan ini ada dalam cara : profilaksis intermitten / saat
demam dan profilaksis terus menerus dengan antikanulsa setiap hari.
Untuk profilaksis intermitten diberikan diazepim secara oral dengan
dosis 0,3 0,5 mg/hgBB/hari.
e. Penanganan sportif
1) Bebaskan jalan napas
2) Beri zat asam
3) Jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
4) Pertahankan tekanan darah
2. Pencegahan
a. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri
diazepam

dan

antipiretika

pada

penyakit-penyakit

yang

disertai

demam.
b. Pencegahan kontinu untuk kejang demam komplikata
Dapat digunakan :

Fero barbital
Fenitorri
Klonazepam

:
:
:

5-7 mg/kg/24 jam dibagi 3 dosis


2-8 mg/kg/24 jam dibagi 2-3 dosis
(indikasi khusus)

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1.

Anamnesa
a. Aktivitas atau Istirahat : Keletihan, kelemahan umum, Keterbatasan
dalam beraktivitas, bekerja, dan lain-lain
b. Sirkulasi
Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sinosis
Posiktal : Tanda-tanda vital normal atau depresi dengan penurunan
nadi dan pernafasan
c. Intergritas Ego : Stressor eksternal atau internal yang berhubungan
dengan keadaan dan atau penanganan
Peka rangsangan : pernafasan tidak ada harapan atau tidak berdaya
Perubahan dalam berhubungan
d. Eliminasi
1) Inkontinensia epirodik
2) Makanan atau cairan
3) Sensitivitas terhadap makanan,

mual

atau

muntah

yang

berhubungan dengan aktivitas kejang


e. Neurosensori
1) Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing
riwayat trauma kepala, anoreksia, dan infeksi serebal
2) Adanya area (rasangan visual, auditoris, area halusinasi)

3) Posiktal : Kelamaan, nyeri otot, area paratise atau paralisis


Kenyamanan
1) Sakit kepala, nyeri otot, (punggung pada periode posiktal)
2) Nyeri abnormal proksimal selama fase iktal
g. Pernafasan
1) Fase iktal : Gigi menyetup, sinosis, pernafasan menurun cepat
f.

peningkatan sekresi mulus


2) Fase posektal : Apnea
h. Keamanan
1) Riwayat terjatuh
2) Adanya alergi
i. Interaksi Sosial
Masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga lingkungan
sosialnya
2. Pemeriksaan Fisik
a.
Aktivitas
1) Perubahan tonus otot atau kekuatan otot
2) Gerakan involanter atau kontraksi otot atau sekelompok otot
b.
Integritas Ego : Pelebaran rentang respon emosional
c. Eleminasi
Iktal : penurunan tekanan kandung kemih dan tonus spinter
Posiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkonmesia
d. Makanan atau cairan
1) Kerusakan jaringan lunak (cedera selama kejang)
2) Hyperplasia ginginal
e.
Neurosensori (karakteristik kejang)
1) Fase prodomal : Adanya perubahan pada reaksi emosi atau respon
efektifitas yang tidak menentu yang mengarah pada fase area.
2) Kejang umum
Tonik klonik : kekakuan dan postur menjejak, mengenag
peningkatan keadaan, pupil dilatasi, inkontineusia urine
3) Fosiktal : pasien tertidur selama 30 menit sampai beberapa jam,
lemah kalau mental dan anesia
4) Absen (patitmal) : periode gangguan kesadaran dan atau makanan
5) Kejang parsial
Jaksomia atau motorik fokal : sering didahului dengan aura, berakhir
f.

g.

15 menit tdak ada penurunan kesadaran gerakan ersifat konvulsif


Kenyamanan
Sikap atau tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan pada tonus otot
Tingkah laku distraksi atau gelisah
Keamanan
Trauma pada jaringan lunak
Penurunan kekuatan atau tonus otot secara menyeluruh

Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi Berhubungan dengan proses penyakit
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kekakuan otot pernafasan
3. Resiko tinggi cedra berhubungan dengan spasme otot ektermitas
Rencana Keperawatan

No
1.

Dx
Hipertermi
berhubung
an dengan
proses
infeksi

Tujuan dan kriteria hasil


Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24
jam diharapkan tidak
terjadi hipertermi atau
peningkatan suhu tubuh
dengan kriteria hasil:
a. Suhu tubuh dalam
rentan normal (36,537oC)
b. Nadi dalam rentan
normal 80-120x/menit
c. RR dalam rentan normal
18-24x/menit
d. Tidak ada perubahan
warna kulit dan tidak
ada pusing.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.

9.
2.

3.

Pola nafas
tidak
efektif
berhubung
an dengan
kekakuan
otot
pernafasan

Resiko
tinggi
cedra
berhubung
an dengan
spasme
otot
ekstermitas

Setelah diberikan asuhan


keperawatan selama 2x24
jam diharapkan pola nafas
kembali efektif dengan
kriteria hasil:
a. RR dalam batas normal
18-24x/menit
b. Menunjukkan jalan
nafas yang paten
c. Tidak ada sianosis
d. Tanda-tanda vital dalam
rentan normal
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2x24
jam diharapkan masalah
tidak menjadi aktual
dengan kriteria hasil:
a. Tidak terjadi kejang
b. Tidak terjadi cedra

1.
2.
3.
4.
5.
6.

7.

Rencana
Monitor suhu tubuh sesering
mungkin
Monitor warna kulit
Monitor tekanan darah, nadi dan
RR
Monitor penurunan tingkat
kesadaran
Tingkatkan sirkulasi udara
dengan membatasi pengunjung
Berikan cairan dan elektrolit
sesuai kebutuhan
Menganjurkan menggunakan
pakaian yang tipis dan menyerap
keringat
Berikan edukasi pada keluarga
tentang kompres hangat
dilanjutkan dengan kompres
dingin saat anak demam
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat penurun panas
Monitor frekuensi nafas
Auskultasi suara nafas
Atur posisi pasien untuk
mengoptimalkan ventilasi
Monitor warna kulit
Monitor tekanan darah dan nadi
Berikan Edukasi keluarga
tentang hal yang dapat memicu
serangan kejang
Kolaborasi dengan dokter dalam
pemasangan bronkodilator atau
pemberian oksigen.
1. Sediakan lingkungan yang
aman untuk pasien
2. Identifikasi kebutuhan dan
keamanan pasien
3. Menghindarkan lingkungan
yang berbahaya
4. Memasang side rail tempat
tidur
5. Menyediakan tempat tidur
yang nyaman dan bersih
6. Membatasi pengunjung
7. Memberikan penerangan
yang cukup
8. Menganjurkan keluarga untuk
menemani pasien
9. Mengontrol lingkungan dari
kebisingan
10.Edukasi tentang penyakit
kepada keluarga.

Daftar Pustaka
Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004
Asril Aminulah, Prof Bambang Madiyono. Hot Topik In Pediateric II : Kejang Pada
Anak. Cetakan ke2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta 2002.
Behrman, Richard E., Robert M. Kliegman., Hal B. Jenson. Nelson Ilmu
Kesehatan Anak : Kejang Demam. 18 edition. EGC, Jakarta 2007.
Betz Cecily L, Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta
: EGC.
http://www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf
Kejang Demam,Guideline
Lumbantobing,S.M:Kejang Demam.Balai Penerbit FKUI,Jakarta,2007
Mansjoer, Arif., Suprohaita, Wahyu Ika Wardhani, Wiwiek Setyowulan. Kapita
Selekta Kedokteran : kejang Demam. Edisi ke3 Jilid 2. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta 2000.
Tumbelaka,Alan R.,Trihono, Partini P.,Kurniati,Nia.,Putro Widodo,Dwi. Penanganan
Demam Pada Anak Secara Profesional: Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan
Ilmu Kesehatan Anak XLVII.Cetakan pertama,FKUI-RSCM.Jakara,2005

Anda mungkin juga menyukai