Anda di halaman 1dari 36

1

PROPOSAL PENELITIAN
A. JUDUL

ANALISIS AKUNTANSI ATAS ASET BIOLOGIS BERDASARKAN


PEDOMAN AKUNTANSI PERKEBUNAN BUMN PADA PT
PERKEBUNAN NUSANTARA XIV MAKASSAR
B. I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia
bergantung

pada

merupakan
sektor

salah

perkebunan.

satu
Hal

negara
ini

yang

dikarenakan

Indonesia memiliki berbagai jenis tanah dan keadaan iklim yang


berbeda-beda di setiap daerah, sehingga memungkinkan sektor
perkebunan berkembang pesat dengan berbagai jenis tanaman
pula.
Perkebunan merupakan entitas bisnis agrikultural yang
mulai berkembang di Indonesia. Perkebunan pula berusaha untuk
meningkatkan entitas bisnisnya. Peningkatan kualitas entitas
bergantung pada informasi ekonomi yang bisa menjelaskan
keberadaan dan perkembangan entitas tersebut bagi pihak-pihak
lain yang berhubungan dengan entitas. Penyajian informasi
terkait dengan aktivitas ekonomi entitas.
Salah satu keunikan dalam industri agrikultural adalah
dengan hadirnya aset biologis. Dalam International Accounting
Standard (IAS) 41 dikemukakan bahwa aset bologis merupakan
aset yang berupa hewan dan tanaman. Penyajian Aset memiliki
banyak perbedaan tergantung informasi dan jenis industri apa

yang

dikelolah.

perkebunan

Entitas

memiliki

bisnis

dan

yang

mengelola

bergerak
aset

di

bidang

biologis

berupa

tanaman perkebunan yang cenderung lebih rumit perlakuannya.


Proses pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan
untuk aset entitas, terutama pada bagian aset biologisnya,
membutuhkan pemahaman yang lebih detail.
Dalam penerapannya aset biologis

merupakan acuan

dari IAS yang menjelaskan aset biologis yang berupa hewan dan
1

tanaman. Namun kehadiran IAS 41 tidak serta merta di terapkan


di

Indonesia.

Standar

Akuntansi

Keuangan

(SAK)

yang

dikeluarkan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merupakan standar


yang belaku di Indonesia. Dalam SAK sendiri, IAI telah mengatur
tentang PSAK Nomor 69 tentang aset biologis namun akan
berlaku mulai tahun 2017.
Kebutuhan akan adanya pedoman akuntansi yang secara
detail membahas mengenai akuntansi perkebunan dan juga
tuntutan keadaan global yang mengharuskan adopsi terhadap
IFRS membuat PTPN I-IV bersama IAI menyusun sebuah pedoman
akuntansi perkebunan BUMN berbasis IFRS. Pedoman akuntansi
ini memang bukan merupakan produk langsung dari Dewan
Standar Akuntansi Keuangan dari IAI (DSAK-IAI) karena produk
langsung dari DSAK-IAI adalah Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK). Pedoman akuntansi ini merupakan produk dari

regulator dan asosiasi industri yang bersangkutan. Isi dari


pedoman akuntansi perkebunan BUMN ini dibuat secara lengkap
dan terinci untuk semua komponen laporan keuangan yang
dibutuhkan.
Terkait dengan perlakuan akuntansi atas aset biologis,
dalam

pedoman

ini

yang

dapat

dijadikan

acuan

adalah

penjelasan pada bagian aset persediaan dan aset tanaman


tahunan. Persediaan adalah (Pedoman Akuntansi Perkebunan
BUMN, 2011:47):
1. Aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha
normal.
2. Aset dalam proses produksi atau dalam perjalanan.
3.

Aset

yang

tersedia

dalam

bentuk

bahan

atau

perlengkapan untuk digunakan dalam pemberian pelayanan,


proses produksi, dan mendukung kegiatan administratif.
PT Perkebunan Nusantara XIV (Persero) merupakan salah
satu wujud dari pemberdayaan subsektor pertanian/perkebunan
untuk memacu pengembangan kawasan timur Indonesia. Dalam
keberadaan sektor perkebunan yang memadai di Indonesia maka
PT Perkebunan telah mengelolah beberapa sektor perkebunan.
Khususnya di PT Perkebunan Nusantara XIV telah mengelolah
sektor komodtif tebu, komoditif karet, komoditif kelapa sawit,
komoditif kakao, komoditif kelapa dan peternakan sapi.

Dengan penjabaran di atas, menjadi menarik untuk


meneliti

lebih

lanjut

mengenai

peraturan

akuntansi

yang

membahas mengenai aset biologis. Mengenai standar perlakuan


atas aset biologis
Nusantara. Serta

guna menilai aset milik PT Perkebunan


membahas

mengenai penerapan Standar

Akuntansi Perkebunan BUMN di Indonesia dapat berjalan sesuai


dengan keadaan perkebunan yang ada saat ini. Mengingat aset
biologis
Maka

memiliki karakteristik dan resiko yang berbeda-beda.


penulis

mencoba

membahas

akuntansi terhadap aset biologis

ASET

BIOLOGIS

perlakuan

pada salah satu perusahaan

yang ada di Indonesia dengan judul


ATAS

mengenai

ANALISIS AKUNTANSI

BERDASARKAN

PEDOMAN

AKUNTANSI PERKEBUNAN BUMN PADA PT PERKEBUNAN


NUSANTARA XIV MAKASSAR.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang telah dipaparkan
diatas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah :
a. Bagaimana perlakuan aset biologis pada PT. PERKEBUNAN
NUSANTARA XIV Makassar ?
b. Apakah Pengungkapan informasi

aset

biologis

PT.

PERKEBUNAN NUSANTARA XIV Makassar sudah sesuai dengan


Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN ?
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:

a. Mengetahui perlakuan akuntansi atas aset biologis


pada PT PERKEBUNAN NUSANTARA XIV
b. Untuk mengetahui pengungkapan aset biologi PT.
PERKEBUNAN

NUSANTARA

XIV

Makassar

sesuai

dengan Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN


4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
1) Diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai
perlakuan akuntansi atas aset biologis .
2) Memberikan
kerusakan

pemahaman
fisik

mengenai

resiko

atas

setiap Aset biologis di perusahaan

perkebunan.
3) Memberikan informasi mengenai penilaian atas aset
biologis

berdasarkan Pedoman Akuntansi Perkebunan

BUMN.
b. Manfaat Praktis
1) Dapat

memberikan

selanjutnya mengenai
perkebunan

di

referensi

bagi

penelitian

akuntansi untuk perusahaan

Indonesia

dan

diterapkan

di

Indonesia secara lebih mendalam.


5. Sistematika Penulisan
Dalam penulisan ini di bagi kedalam beberapa bab yang
disusun secara sistematis dalam urutan yang telah ditetapkan.
A. JUDUL

B. I.

Pendahuluan, dalam bagian ini di uraikan secara


keseluruhan

tentang

latar

belakang,

perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan


sistematika penulisan.
II. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Pikir, dalam bagian ini
di uraikan beberapa teori-teori yang berhubungan
dengan masalah yang di teliti dan kerangka fikir.
III. Metodologi Penelitian, dalam bagian ini di uraikan
mengenai rancangan penelitian, lokasi penelitian,
sumber

data,

teknik

pengumpulan

data,

dan

rancangan analisis data.


C. JADWAL PENELITIAN
D. DAFTAR PUSTAKA
E. HALAMAN PENGESAHAN

II.

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA FIKIR


1. Aset
a. Definisi Aset
Aset merupakan salah satu elemen dalam laporan posisi

keuangan entitas yang menampilkan sisi sumber daya yang


dimiliki oleh entitas dan digunakan dalam kegiatan bisnis entitas
tersebut. Aset entitas bisa diperoleh melalui dana yang berasal

dari internal entitas dan eksternal entitas. Berikut ini beberapa


pengertian mengenai aset dari berbagai literatur.
Pengertian aset menurut SAK ETAP (2009:6) adalah:
Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat
ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas.
Pengertian di atas digunakan sebagai pedoman dalam
pemahaman mengenai

aset di

Indonesia.

Pengertian

aset

menurut SAK ETAP ini selaras dengan pengertian aset menurut


International Financial Reporting Standard (IFRS).
Sedangkan menurut Financial Accounting Standard Board
(FASB) yang dikutip dari Kieso (2010: 180), pengertian aset
adalah:
Assets are probable future economic benefits obtained or
controlled by a particular entity as a result of transactions or
events
b. Karakteristik Aset
Pengertian mengenai aset dari sejumlah sumber di atas
mengarah

pada

beberapa

karakteristik

tentang

aset.

Karakteristik yang melekat pada akun aset dalam laporan


keuangan ini membedakan akun aset dengan akun lain yang
muncul

dalam

laporan

keuangan.

mengenai aset adalah (Kieso, 2010:181):

Beberapa

karakteristik

1. Aset merupakan hasil dari transaksi ekonomi entitas yang


dilakukan di masa lalu.
2. Aset merupakan sumber daya yang sepenuhnya berada
dalam kekuasaan kendali manajemen entitas.
3. Aset digunakan oleh entitas untuk melaksanakan kegiatan
operasional bisnis entitas untuk bisa menghasilkan
pendapatan atau manfaat bagi entitas di masa mendatang.
c. Klasifikasi Aset
Secara garis besar, aset diklasifikasikan sebagai aset
lancar (current assets) dan aset tidak lancar (non current assets)
(PSAK No.1, 2009:18). Namun, jika dilakukan pengklasifikasian
dengan lebih rinci, maka aset terbagi dalam klasifikasi, yaitu:
aset

tetap,

properti

investasi,

aset

tidak

berwujud,

aset

keuangan, investasi dengan menggunakan metode ekuitas,


persediaan, piutang dagang dan piutang lainnya, kas dan setara
kas.
Aset lancar merupakan aset yang berupa kas dan aset
lainnya yang diharapkan akan dapat diubah menjadi kas, atau
dikonsumsi dalam satu tahun atau dalam satu siklus operasi,
tergantung mana yang paling lama (Kieso, 2010:181). Akun
turunan dari kelompok aset lancar adalah kas dan setara kas,
investasi jangka pendek, piutang usaha, persediaan, dan beban
yang telah dibayar di muka. Kelompok aset lancar dalam
penyajiannya di laporan keuangan disajikan berurutan dari akun
yang memiliki likuiditas paling tinggi ke likuiditas paling rendah.

Akun turunan aset lancar yang kedua adalah akun investasi


jangka panjang. Akun ini merupakan akun tempat di mana
entitas bisa menampilkan beragam bentuk investasi entitas yang
tidak dapat diklasifikasikan sebagai investasi jangka pendek.
Umumnya, bentuk investasi jangka panjang berupa (Kieso,
2010:184):
1. Investasi dalam sekuritas atau surat berharga seperti:
saham, obligasi, atau wesel tagih jangka panjang.
2. Investasi dalam bentuk aset berwujud yang tidak
digunakan dalam operasional utama entitas, seperti:
tanah.
3. Investasi yang ditempatkan dalam beberapa jenis dana
khusus seperti: dana pensiun, dana pengembangan
investasi lahan, dan lain sebagainya.
4. Investasi kepada entitas afiliasi atau bukan afiliasi.
Selanjutnya, untuk kelompok akun aset tetap, merupakan
kelompok akun yang terdiri dari rincian aset entitas berupa aset
berwujud yang memiliki umur ekonomis lebih dari satu tahun.
Aset yang masuk dalam kelompok ini digunakan oleh entitas
dalam kegiatan operasional bisnisnya, sehingga entitas wajib
membuat alokasi penyusutan untuk masing-masing aset yang
ada di kelompok akun ini. Penyusutan itu dilakukan per tahun
dengan metode yang diperbolehkan dalam standar akuntansi
keuangan.
Aset tidak berwujud adalah aset entitas yang tidak
memiliki substansi fisik dan umur ekonomisnya lebih dari satu
tahun. Aset tidak berwujud meliputi: paten, goodwill, hak cipta,

10

merek dagang, dan lain-lain. Entitas juga wajib mengalokasikan


penyusutan untuk masing-masing aset tidak berwujud.
Akun turunan dari aset yang terakhir adalah akun aset lainlain. Secara umum, akun ini terdiri dari aset entitas yang tidak
dapat

dimasukkan

dalam

keempat

klasifikasi

aset

yang

sebelumnya. Aset lain-lain ini antara lain terdiri dari: peralatan


yang sudah tidak digunakan lagi dalam operasional entitas, pajak
tangguhan, kas yang dibatasi penggunaannya, dan lain-lain yang
sesuai dengan kondisi entitas masing-masing.
2. Aset Biologis
a. Definisi Aset Biolosis
Aset biologis adalah aset entitas berupa hewan dan atau
tanaman (IAS 41). Bagi entitas yang bergerak di industri
perkebunan atau peternakan, maka akan muncul jenis aset yang
khusus pada sederet klasifikasi aset yang dilaporkannya. Aset
khusus yang menjadi pembeda tersebut adalah aset biologis .
Karakteristik khusus yang melekat pada aset biologis
terletak pada adanya proses transformasi atau perubahan
biologis atas aset ini sampai pada saatnya aset ini dapat
dikonsumsi atau dikelola lebih lanjut oleh entitas. Karakteristik
khusus

inilah

yang

juga

melekat

pada

entitas

industri

perkebunan seperti yang dijadikan obyek pada penelitian ini.


Tranformasi

biologis

merupakan

proses

pertumbuhan,

11

degenerasi, produksi, dan prokreasi yang disebabkan perubahan


kualitatif dan kuantitatif pada makhluk hidup dan menghasilkan
aset baru dalam bentuk produk agrikultur atau aset biologis
tambahan pada jenis yang sama (Dandy Damba Satria : 2008).
Terkait dengan penelitian ini, maka penjelasan mengenai aset
biologis

dikhususkan pada aset biologis

berupa tanaman

perkebunan. Aset biologis, khususnya yang berbentuk tanaman


perkebunan, dapat diklasifikasikan sebagai berikut): tanaman
semusim, tanaman keras, tanaman yang dapat dipanen lebih
dari satu kali tetapi bukan tanaman keras, tanaman holtikultura,
tanaman non holtikultura, tanaman belum menghasilkan, dan
tanaman menghasilkan.

b. Klasifikasi Aset Biologis


Pada industri perkebunan, tanaman perkebunan merupakan komoditas
utama entitas. Hal ini dikarenakan semua aktivitas entitas terkait operasional
bisnisnya bermula pada proses pengelolaan dan hasil penjualan dari tanaman ini.
Aset

biologis,

khususnya

yang

berbentuk

tanaman

perkebunan

dapat

diklasifikasikan sebagai berikut (SE Bapepam, 2002):


1. Tanaman semusim
Tanaman semusim dapat ditanam dan habis dipanen dalam satu
siklus tanam. Termasuk dalam kategori tanaman semusim adalah tanaman
pangan seperti: padi, kedelai, jagung, dan tebu.
2. Tanaman keras

12

3.
4.

5.

6.

7.

Merupakan tanaman yang memerlukan waktu pemeliharaan lebih


dari satu tahun sebelum dapat dipanen secara komersial pertama kali.
Contoh tanaman keras antara lain: kelapa sawit, karet, dan coklat.
Tanaman yang dapat dipanen lebih dari satu kali tetapi bukan tanaman
keras, seperti: cabe, tomat, semangka, mentimun, dan lain-lain.
Tanaman holtikultura
Merupakan tanaman yang hasil panennya dapat dikonsumsi langsung
seperti buah-buahan dan sayuran. Tanaman holtikultura dapat berupa:
a) Tanaman semusim, misalnya wortel, kol, kentang, dan lain-lain.
b) Tanaman yang dapat dipanen lebih dari satu kali panen tapi bukan
tanaman keras, contoh: tomat, cabe, semangka, melon, timun, dan lain
lain.
c) Tanaman keras, contoh: jeruk, apel, dan lain lain.
Tanaman non holtikultura
Merupakan tanaman yang hasil panennya tidak dapat dikonsumsi
secara langsung. Tanaman non holtikultura dapat berupa :
a) Tanaman semusim, misalnya padi.
b) Tanaman yang dapat dipanen lebih dari satu kali panen tapi bukan
tanaman keras, contoh: bunga matahari.
c) Tanaman keras, contoh: kopi, teh, kelapa sawit, dan lain-lain.
Tanaman belum menghasilkan
Tanaman belum menghasilkan yang dapat berupa semua jenis
tanaman, yang dapat dipanen lebih dari satu kali. Digunakan sebagai
sebutan akun untuk menampung biaya-biaya yang terjadi sejak saat
penanaman sampai saat tanaman tersebut siap untuk menghasilkan secara
komersial.
Tanaman telah menghasilkan
Merupakan tanaman keras yang dapat dipanen lebih dari satu kali
yang telah menghasilkan secara komersial. Digunakan sebagai sebutan
akun untuk biaya-biaya yang sudah harus dikapitalisas sebagai bagian
aktiva tetap.

c. Perlakuan Akuntansi atas Aset biologis


Di Indonesia belum memiliki peraturan khusus yang
mengatur mengenai perlakuan akuntansi atas aset biologi. Hal ini
menjadi

perhatian

membutuhkan

bahwa

peraturan

sebenarnya

mengenai

aset

Indonesia
biologi.

sangat
Hal

ini

didasarkan bahwa penilaian atas aset biologi menyangkut


banyak hal pertimbangan dan berbagai aspek yang perlu

13

diperhitungkan pula. Sebuah aset biologi adalah suatu aset yang


unik, dimana aset tersebut dapat melakukan transformasi dalam
jangka waktu tertentu (Herbohn, 2006). Transformasi biologis ini
merupakan

proses

pertumbuhan,

penuaan,

produksi,

dan

pembentukan kembali yang mengakibatkan perubahan baik


secara kualitas maupun kuantitas pada sebuah aset biologi
Perubahan pada aset biologi ini berjalan diiringi dengan berbagai
resiko yang dapat menghambat, dimana sulit bagi manusia untuk
melakukan kontrol penuh terhadap resiko tersebut. Disamping
adanya musim yang terus berganti, resiko tersebut dapat berupa
menjangkitnya penyakit atau hama ke setiap aset biologis . Oleh
karena itu terjadi keraguan apakah metode biaya perolehan
dapat menggambarkan penilaian aset biologi sesuai dengan
keadaan sebenarnya, karena metode ini hanya menghitung
harga

perolehan

lalu

mengdepresiasikannya

tanpa

mempertimbangkan adanya resiko-resiko yang dapat merubah


nilai aset biologi secara signifikan yang dimiliki perusahaan
dalam waktu tertentu.

d. Pengukuran dan Penilaian Aset biologis


Dalam pengukuran aset biologis, entitas menentukan
dengan

menggunakan

nilai

wajar.

Jika

nilai

wajar

dapat

14

ditentukan secara andal, maka penilaian aset biologis

pada

pengukuran awal juga menggunakan nilai wajar dikurangi


dengan biaya penjualan, baik saat pengakuan awal maupun pada
setiap tanggal neraca. Biaya penjualan yang dimaksud termasuk
komisi untuk broker dan dealer, retribusi oleh lembaga regulator
dan pertukaran komoditas, dan transfer pajak dan bea. Dalam
melakukan penilaian menggunakan nilai wajar, perusahaan
diharapkan

dapat

menggunakan

nilai

pasar

aktif. Dengan

melakukan penilaian aset biologis menggunakan nilai wajar pada


akhir setiap periode pelaporan, maka dapat mengakibatkan
timbulnya laba/rugi yang disebabkan oleh kenaikan dan atau
penurunan aset (IAS 41).
Penentuan nilai wajar untuk aset biologis dilakukan dengan
membagi aset tersebut ke dalam beberapa kelompok, sesuai
dengan kriteria tertentu, seperti umur dan kualitas.Jika sebuah
aset memiliki pasar aktif, maka harga pasar tersebut dapat
dijadikan nilai wajar untuk aset biologis terkait. Namun apabila
aset biologis

tidak memiliki pasar aktif, maka dapat dilakukan

perhitungan nilai wajar dengan beberapa metode , yaitu:


1. Menggunakan harga transaksi tekahir yang tidak terlalu
jauh antara tanggal transaksi dan akhir periode pelaporan,
namun hal ini harus dipastikan tidak ada perubahan
signifikan dalam keadaan ekonomi.
2. Menggunakan market value untuk aset sejenis dengan

15

melakukan penyesuaian atas adanya perbedaan.


3. Perbandingan sektor, yang artinya membandingkan
dengan sektor lain yang masih memiliki hubungan yang
signifikan dengan aset biologis tersebut.
Apabila
menentukan
aset biologis

terdapat

ketidakmampuan

di

dalam

nilai wajar, entitas dapat entitas dapat menilai


dengan

menggunakan

biaya dikurangi dengan

akumulasi penyusutan atau penurunan nilai yang terjadi. Namun


ketika dikemudian hari nilai wajar aset biologis tersebut dapat
ditentukan, maka entitas harus mengganti metode penilaian
tersebut dengan penggunaan nilai wajar.Dalam IAS 41 dijelaskan
bahwa ketika entitas telah menilai aset biologis menggunakan
nilai wajar pada pengakuan awal, harus terus menggunakan
metode tersebut sampai dengan saat pelepasan aset.
e. Pengungkapan Aset biologis
Dalam

hal

pengungkapan

aset

biologis

di

laporan

keuangan, IAS 41 mengatur tentang hal tersebut. Apabila nilai


wajar aset biologis dapat ditentukan secara andal maka entitas
harus mengungkapkan hal-hal berikut:
1. deskripsi dari setiap grup aset biologis yang dimiliki;
2. agregat gain or loss
yang

yang timbul selama periode

berjalan termasuk perubahan nilai wajar

dikurangi estimasi biaya untuk menjual aset biologis ;


3. Metode dan asumsi signifikan dalam menentukan nilai

16

wajar secara detail;


4. Strategi manajemen risiko keuangan terkait dengan
aktivitas agrikultur;
5. Rekonsiliasi perubahan aset biologis

selama periode

berjalan:
a) keuntungan/kerugian

yang

timbul dari perubahan nilai wajar


setelah

dikurangi

penjualan
b) pembelian
c) penjualan dan
yang

biaya

barang-barang

direklasifikasi

sebagai

dimiliki untuk dijual.


d) menurun karena panen
e) meningkat sebagai hasil

dari

kombinasi bisnis
f) selisih kurs dari translasi laporan
keuangan
g) perubahan-perubahan lain.
Jika nilai wajar tidak dapat diukur dengan andal,
sehingga entitas menggunakan biaya perolehan dikurangi
dengan akumulasi penyusutan. Apabila di awal suatu entitas
tidak dapat menilai nilai wajar aset biologis
sehingga

entitas

tersebut

menggunakan

yang dimilikinya,
metode

biaya

perolehan dikurangi dengan akumulasi penyusutan, namun


dikemudian hari ternyata nilai wajar suatu aset tersebut dapat
ditentukan, maka entitas tersebut wajib mengungkapkan hal-hal

17

sebagai berikut:
1. Deskripsi dari aset biologis tersebut
2. Penjelasan mengapa nilai wajar dapat

diukur

dan

ditentukan secara andal


3. Dampak dari perubahan metode penilaian tersebut.
Selain itu, karena sebuah aset biologis

sangat terkait

erat dengan alam, khususnya iklim dan kejadian-kejadian yang


sulit untuk diprediksi dan dikontrol secara penuh oleh manusia,
maka segala kejadian alam yang diyakini mempunyai resiko dan
berpengaruh signifikan terhadap nilai suatu aset biologis , juga
harus diungkapkan. Sebuah pengungkapan yang sangat detail,
diharapkan dapat membantu pengguna laporan keuangan dalam
memahami bisnis dan keadaan perusahaan.
3. Aturan Aturan yang Terkait dengan Aset Biologis
a. Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN Tahun 2011
Pedoman akuntansi perkebunan adalah pedoman akuntansi
yang disusun IAI dan PTPN I-IV yang secara detai membahas
mengenai akuntansi perkebunan dan juga tuntutan global yang
mengharuskan adopsi terhadap IFRS. Pedoman ini merupakan
produk dari regulator dan asosiasi industri yang bersangkutan. Isi
dari pedoman akuntansi perkebunan BUMN ini dibuat secara
lengkap dan terinci untuk semua komponen laporan keuangan
yang dibutuhkan. Terkait dengan perlakuan akuntansi atas aset
biologis , dalam pedoman ini yang dapat dijadikan acuan adalah

18

penjelasan pada bagian aset persediaan dan aset tanaman


tahunan.

Menurut

Pedoman

Akuntansi

Perkebunan

BUMN,

2011:47), persediaan adalah: 1) Aset yang tersedia untuk dijual


dalam kegiatan usaha normal, 2) Aset dalam proses produksi
atau dalam perjalanan, 3) Aset yang tersedia dalam bentuk
bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam pemberian
pelayanan,

proses

produksi,

dan

mendukung

kegiatan

administratif. Konsep mengenai persediaan ini mengacu pada


PSAK Nomor14 Revisi 2008 tentang Persediaan. Akun persediaan
menampung beberapa jenis persediaan yaitu hasil tanaman,
barang dalam proses, bahan baku, bahan pelengkap (Pedoman
Akuntansi

Perkebunan

BUMN,

2011:47).

Persediaan

hasil

tanaman yang dimaksud dapat berupa buah atau inti kelapa


sawit, hasil sadapan karet, teh, dan lain-lain. Persediaan bahan
pelengkap meliputi pupuk, obat-obatan tanaman atau pestisida,
bahan bakar untuk memproduksi, dan lain-lain.
Selain pada unsur akun persediaan, bagian lain dari
pedoman ini yang relevan dengan masalah penelitian ini adalah
mengenai aset tanaman tahunan. Aset tanaman tahunan adalah
aset tanaman perkebunan yang terdiri dari tanaman belum
menghasilkan (TBM) dan tanaman telah menghasilkan (TM)
(Pedoman

Akuntansi

Perkebunan

BUMN,

2011:94).

Dasar

pengaturan untuk aset tanaman tahunan adalah PSAK No.16

19

Revisi 2011 mengenai Aset Tetap dan PSAK No.48 Revisi 2009
mengenai Penurunan Nilai Aset. Proses yang dilalui menjadi
untuk aset tanaman tahunan adalah dari pembibitan sampai
dengan menjadi tanaman telah menghasilkan (proses dari TBM
menjadi TM) dan dari tanaman telah menghasilkan sampai
dengan

dihentikan

pengakuannya,

misalnya

ditebang

atau

diganti dengan tanaman lain (Pedoman Akuntansi Perkebunan


BUMN, 2011:94). Terkait dengan pengakuan biaya perolehan aset
biologis

berupa

tanaman

tahunan,

maka

hal

ini

dapat

diklasifikasikan atas biaya TBM, biaya TM, dan biaya untuk


penyulaman atas tanaman yang rusak. Topik selanjutnya dalam
pedoman akuntansi perkebunan ini adalah mengenai reklasifikasi
dari TBM ke TM. Menurut Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN
(2011:96), TBM direklasifikasi ke TM pada saat tanaman sudah
menghasilkan. Penentuan waktu tanaman dapat menghasilkan
ditentukan oleh pertumbuhan vegetatif dan berdasarkan taksiran
manajemen. Nilai TBM yang direklasifikasi ke TM adalah total
biaya perolehannya yang dikurangi dengan akumulasi rugi
penurunan

nilai.

Pedoman

ini

juga

mengatur

mengenai

penyusutan atas aset tanaman perkebunan. Penyusutan aset


tanaman dimulai ketika TBM direklasifikasi ke TM. Penyusutan
dilakukan menggunakan metode garis lurus. Penyusutan aset
tanaman tahunan diakui sebagai beban produksi atau penambah

20

biaya perolehan persediaan yang dihasilkannya. Akumulasi


penyusutan aset tanaman disajikan sebagai pos pengurang
jumlah tercatatnya (Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN,
2011:99). Penurunan nilai aset tanaman tahunan dapat dialami
oleh entitas pada masa aset berada dalam kualifikasi TBM, TM,
maupun dalam bentuk hasil produk tanamannya. Menurut
Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN (2011:99), penurunan
nilai diakui sebagai kerugian pada periode terjadinya. Akumulasi
rugi penurunan nilai aset tanaman disajikan sebagai pos lawan
jumlah tercatatnya. Pemulihan penurunan nilai diakui sebagai
keuntungan.
b. IAS 41 Agricultural Asset
Aset biologis dalam agrikultur berupa tanaman dan hewan
(IAS 41:5). Jika dikaitkan dengan obyek penelitian ini, maka aset
biologis yang dibahas hanya terkait dengan tanaman. IAS 41
mengatur

mengenai

perlakuan

akuntansi,

penyajian,

dan

pengungkapan laporan keuangan terkait dengan aset biologis


dan produk hasil pertanian pada saat masa panen sejauh ada
kaitannya dengan kegiatan pertanian.
Terkait dengan hasil produk agrikultur, maka entitas harus
mengukurnya pada saat panen sebesar nilai wajar dikurangi
biaya penjualan. Tidak ada pengecualian terhadap nilai wajar

21

atas bagian produk yang tidak dapat diukur dengan andal karena
nilai wajar produk agrikultur selalu dapat diukur dengan andal.
c. PSAK Nomor 23 Revisi 2010 tentang Pendapatan
Tinjauan pustaka mengenai PSAK Nomor23 Revisi 2010 ini
ditampilkan

karena

dipandang

ada

keterkaitannya

dengan

pengakuan pendapatan dari transaksi penjualan barang (hasil


panen aset biologis) pada entitas bisnis perkebunan yang
mengelola aset biologis sebagai komoditas utama di dalam
operasional bisnisnya. Di dalam PSAK Nomor23 (2010: 3)
pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang
timbul dari aktifitas normal entitas selama suatu periode jika arus
masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak
berasal dari kontribusi penanam modal. Untuk pengukuran
pendapatan dilakukan dengan mengukur nilai wajar imbalan
yang diterima atau dapat diterima (PSAK 23, 2010: 4).
Terkait

dengan

bidang

usaha

yang

diteliti,

maka

pendapatnya entitas (Perkebunan) yang akan dibahas dengan


PSAK No.23 ini adalah pendapatan yang berasal dari transaksi
penjualan barang berupa hasil panen buah atau yang lebih
umum dikenal dengan Tandan Buah Segar (TBS). Kondisi yang
disebut dengan penjualan barang dalam bentuk TBS adalah
apabila telah memenuhi kulaifikasi sebagai berikut (PSAK No.23,
2010: 6)

entitas

telah memindahkan resiko dan manfaat

22

kepemilikan barang secara signifikan kepada pembeli, entitas


tidak lagi melanjutkan pengelolaan yang biasanya terkait dengan
kepemilikan atas barang ataupun melakukan pengendalian
efektif atas barang yang dijual, jumlah pendapatan dapat diukur
dengan andal, kemungkinan besar manfaat ekonomi yang terkait
dengan transaksi tersebut akan mengalir ke entitas, biaya yang
terjadi atau akan terjadi sehubungan dengan transaksi penjualan
tersebut dapat diukur secara andal. Pengukuran mengenai nilai
pendapatan

atas

barang

yang

dijual

oleh

entitas

berupa

persediaan hasil panen dari aset biologis , dalam hal ini


dicontohkan dengan tandan buah segar, dilakukan berdasarkan
total TBS yang terjual dikalikan dengan harga TBS yang sudah
ditetapkan oleh pemerintan daerah. Biaya atas pendapatan ini
dilakukan dengan mengukur nilai persediaan yang menjadi harga
pokok penjualan atau beban pokok penjualannya.
d. PSAK Nomor 48 Revisi 2009 tentang Penurunan Nilai
Aset
Tinjauan

pustaka

mengenai

standar

akuntansi

yang

mengatur mengenai penurunan nilai aset ini dibutuhkan dalam


penelitian karena terkait dengan aset biologis, ternyata aset ini
sangat rentan mengalami penurunan nilai dalam berbagai
tahapan

perkembangan

vegetatifnya.

Penurunan

nilai

aset

biologis biasanya dikarenakan ada sebagian bentuk aset biologis

23

yang cacat atau rusak sehingga tidak bisa lagi digunakan dalam
operasional bisnis entitas dan otomatis mengurangi keseluruhan
nilai tercatat dari aset biologis, baik dalam akun TBM, TM,
maupun persediaan hasil panennya (TBS).
Entitas harus menilai adanya indikasi atas penurunan nilai
asetnya. Salah satu indikasi yang bisa digunakan sebagai acuan
adalah terdapat bukti mengenai keusangan atau kerusakan fisik
aset (PSAK No.48, 2009:8). Di dalam praktik pengelolaan
perkebunan, secara regular dilakukan pemeriksaan atas semua
aset biologisnya dan di setiap panen selalu dilakukan penyortiran
atas

hasil

panen

yang

rusak.

Kegiatan

ini

akan

mampu

mendeteksi indikasi keusangan atau kerusakan fisik aset sebagai


bentuk penurunan nilai aset tersebut.
Kerugian yang dialami entitas atas penurunan nilai asetnya
diakui sebagai rugi penurunan nilai. Hal ini seperti yang
dijelaskan dalam PSAK No.48 (2009: 23), yaitu: Jika, dan hanya
jika, nilai terpulihkan aset lebih kecil dari nilai tercatatnya, maka
nilai tercatat aset diturunkan menjadi sebesar nilai terpulihkan.
Penurunan tersebut adalah rugi penurunan nilai. Rugi penurunan
nilai aset yang tidak direvaluasi diakui dalam laporan laba rugi.
Apabila suatu aset mengalami penurunan nilai, maka penyusutan
yang dibebankan atas aset tersebut harus juga mengalami
penyesuaian. Seperti yang diungkapkan dalam standar ini bahwa

24

setelah pengakuan rugi penurunan nilai, beban penyusutan


(amortisasi) aset disesuaikan di periode mendatang untuk
mengalokasikan nilai tercatat aset revisian, setelah dikurangi
nilai sisa (jika ada), secara sistematis selama sisa umur
manfaatnya (PSAK No.48, 2009: 23-24).
4. Kerangka Fikir
Kehadiran sebuah sistem dalam sebuah negara, serta
tuntutan dari berbagai pihak baik secara global maupun dalam
skala regional sendiri, Negara-negara di dunia secara umum dan
Indonesia

secara

khusus

dituntut

untuk

mencapai

pola

pemerintahan yang baik (Good Governance).


Dengan

tuntutan

ini

Indonesia

berdampak

kepada

kebijakan pemerintahan termasuk dibidang akuntansi. Sistem di


Indonesia dimaksimalkan dapat meningkatka akuntabilitas serta
transparansi laporan keuangannya, baik di sektor pemerintahan
(BUMN) maupun swasta.
Kehadiran PT Perkebunan sebagai bagian dari perusahaan
agrikultural di Indonesia, mengharuskan perusahaan ini untuk
mengungkapkan

detail

mengenai

laporan

keuangannya.

Penilaian aset yang rumit dengan standar yang belum mampu


diadopsi secara penuh mengharuskan pengadopsian secara
berkala IAS 41 sebagai acuan dalam penentuan dan penilaian

25

aset biologis. Oleh karena itu kerangka fikir dari penelitian ini
adalah :
Aset Biologis

Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN

Pengungkapan Aset Biologis Perlakuan Aset Biologis


Pengukuran dan Penilaian Aset bi
DESKRIPSI ASET BIOLOGIS
AGREGAT GAIN OR LOSS
METODE DAN ASUMSI SIGNIFIKAN
STRATEGI MANAJEMEN
REKONSILIASI PERUBAHAN ASET BIOLOGIS

Historical Cost

HARGA TRANSAKSI TERAKHIR


MARKET VALUE
PERBANDINGAN SEKTOR

Gambar 1. Kerangka fikir

III.

METODE PENELITIAN
1. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif.

Penelitian

deskriptif

adalah

penelitian

yang

berusaha

mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi


saat

sekarang.

Penelitian

ini

memusatkan

perhatian

pada

penerapan Starndar Akuntansi Perkebunan BUMN pada PT


Perkebunan Nusantara XIV Makassar.
2. Lokasi Penelitian

26

Penetapan lokasi dari suatu penelitian sangat penting


dalam rangka pertanggungjawaban data yang diperoleh.Oleh
karena itu, lokasi penelitian perlu ditetapkan terlebih dahulu.
Lokasi yang dipilih oleh peneliti sebagai tempat penelitian yaitu
PT Perkebunan Nusantara XIV Makassar yang berkedudukan di
Jalan Urip Sumohardjo Km. 4 Makassar.
3. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
a. Definisi Operasional Variabel
Untuk

memperoleh

gambaran

yang

jelas

mengenai

variabel-variabel yang akan diteliti maka secara operasional


mempunyai batasan definisi sebagai berikut:
Aset biologis adalah aset yang berupa

hewan

dan

tumbuhan, dikatakan sebagai aset biologis karena aset ini


memiliki atau mampu melakukan transformasi biologis.
Pedoman akuntansi perkebunan BUMN merupakan sebuah
pedoman yang digunakan untuk menungkapkan aset biologis
yang dimiliki oleh PT Perkebunan Nusantara XIV Makassar.
b. Pengukuran Variabel
Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan
beberapa komponen-komponen yaitu sebagai berikut:
1) Komponet aset biologis. Komponen ini meliputi jumlah aset
biologis yang dimiliki PT Perkebunan Nusantara XIV Makassar.
2) Pengungkapan aset biologis pada PT Perkebunan Nusantara
VIX Makassar menggunakan Pedoman Akuntansi Perkebunan
BUMN.

27

4. Jenis dan Sumber Data


a. Jenis Data
1) Data Kuantitatif yaitu:
a) Data jumlah dan jenis aset biologis

yang dimiliki PT.

Perkebunan Nusantara XIV


b) Data pengolahan aset biologis
2) Data Kualitatif yaitu uraian-uraian kegiatan pengolahan aset
biologis
b. Sumber Data
1) Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi teknis
terkait, dalam hal ini PT Perkebunan Nusantara XIV.
2) Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari
penanggungjawab perkebunan, pekerja perkebunan serta
beberapa pihak yang terkait.
5. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Menurut Margono (2010:118), populasi adalah seluruh
data yang menjadi perhatian kita dalam ruang lingkup dan waktu
yang kita tentukan. Populasi merupakan objek penelitian secara
keseluruhan sebagai sarana untuk mengumpulkan data. Populasi
dalam penelitian ini adalah aset biologis yang terdapat pada PT
Perkebunan Nusantara XIV Makassar.
b. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang diambil
untuk mewakili data populasi dalam penelitian. Menurut Margono
(2010:121), sampel adalah sebagian dari populasi sebagai
contoh (monster) yang diambil dengan cara tertentu. Adapun
sampel penelitian ini adalah laporan tentang aset biologis berupa

28

tumbuhan yang terdapat pada PT Perkebunanan Nusantara XIV


Makassar.
6. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan suatu rancangan atau tata
cara untuk melaksanakan penelitian dalam rangka memperoleh
data yang dibutuhkan. Penelitian ini menggunakan variabel
berupa pengungkapan aset biologis dan pedoman akuntansi
perkebunan BUMN.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif.
Data dalam penelitian ini diperoleh melalui teknik wawancara
dengan mengajukan pertanyaan langsung kepada karyawan PT
Perkebunan

Nusantara

XIV

departemen keuangan. Serta


dokumentasi
berkaitan

dengan

dengan

khususnya

pada

dengan menggunakan teknik

mengumpulkan

penelitian

karyawan

seperti

data/dokumen
struktur

yang

organisasi

perusahaan, laporan keuangan, dan laporan aset biologis.


Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini yaitu aset
yang dimiliki PT Perkebunan Nusantara XIV Makassar. Sedangkan
sampel dalam penelitian adalah aset biologis khususnya aset
yang berupa tumbuhan mulai dari tahun 2013 sampai 2015 yang
dimiliki PT Perkebunan Nusantara XIV Makassar.
Kemudian dari data yang telah diperoleh akan dilakukan
analisis data dengan cara analisis deskriptif kualitatif untuk

29

melihat bagaimana pengungkapan aset biologis yang terdapat di


PT Perkebunan Nusantara XIV Makassar.

PT Perkebunan Nusantara XIV Makassar.

Aset Biologis

Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN

Tehnik Analisis Data:

Tehnik Pengumpulan data :

Analisis Deskriptif

Observasi
Wawancara
Dokumentasi

Hasil dan Kesimpulan

Gambar 2. Desain Penelitiam

7. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian

30

adalah mendapatkan data. Beberapa teknik pengumpulan data


yang dapat dilakukan, diantaranya adalah dengan observasi
(pengamatan), interview (wawancara), dan dokumentasi.
a. Observasi (pengamatan)
Pengamatan

adalah

salah

satu

alat

penting

untuk

pengumpulan data dalam penelitia kualitatif. Mengamati berarti


memperhatikan
peneliti,

fenomena

seringkali

diapanan

dengan

melalui

instrument

atau

kelima

indera

perangkat,dan

merekamnya untuk tujuan ilmiah. Para ilmuwan hanya dapat


bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan
yang diperoleh melalui observasi. Metode ini digunakan dengan
maksud untuk mengamati dan mencatat gejala-gejala yang
tampak pada objek penelitian pada saat keadaan atau situasi
yang alami atau yang sebenarnya sedang berlangsung, meliputi
kondisi sumberdaya manusia, komitmen dari pimpinan, serta halhal yang berpengaruh dalam penerapan akuntansi Perkebunan
BUMN dan kondisi lain yang mendukung hasil penelitian. Hal ini
dimaksudkan
kebenaran

agar

yaitu

diperoleh

dengan

data

yang

lebih

mendekati

membandingkan

hasil

wawancara

dengan keadaan yang sebenarnya.

b. Interview (wawancara)

31

Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada


suatu masalah tertentu dan merupakan proses Tanya jawab lisan
dimana dua orang atau lebih berhadapan fisik. Wawancara
dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sebanyak
mungkin

dan

sejelas

mungkin

kepada

subjek

penelitian.

Wawancara merupakan bentuk pengumpulan data yang paling


sering digunakan dalam penelitian kualitatif.
Metode ini dilakukan dengan cara mewawancarai secara
langsung kepada pihak yang terlibat dan terkait langsung guna
mendapatkan

penjelasan

pada

kondisi

dan

situasi

yang

sebenarnya pula. Dan yang menjadi informan dalam penelitian


adalah orang-orang yang dianggap memiliki informasi kunci (key
informan) yang dibutuhkan di wilayah penelitian.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah proses pembuktian yang didasarkan
atas jenis sumber apapun, baik itu yang bersifat tulisan,lisan,
gambaran, atau arkeologis. Kegiatan dokumentasi ini merupakan
pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara
dalam penelitian kualitatif. Metode ini juga merupakan suatu
proses untuk memperoleh data-data yang terkait.
8. Rancangan Analisis Data

32

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun


secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan,dan dokumentasi.
Adapun metode analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis deskriptif, meliputi :
a. Perlakuan aset biologis pada PT. Perkebunan Nusantara XIV
b. Pengukuran dan penilai aset biologis pada PT. Perkebunan
Nusantara XIV
c. Analisis aset berdasarkan pedoman akuntasi perkebunan
pada PT. Perkebunan Nusantara XIV
C. JADWAL PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di PT Perkebunan
Nusantara. Agar penelitian ini lebih terarah dn terencana maka
dibuatlah matriks jadwal penelitian sebagai berikut :

N
o

Pelaksanaa
n

Tahap
Persiapan

Pengumpul
an data

Persiapan
Seminar
Proposal

Pengelolaha
n dan
analaisis
data

2016
Oktober

Novemb
er

Desemb
er

Januari

Februari

33

Konsultasi

Ujian
Komprehen
sif

Pengganda
an

Ujian
Skripsi

D. DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Baridwan, Zaki. 2010. Intermediate Accounting Theory. Edisi
ke Tujuh. Yogyakarta: BPFE Universitas Gadjah Mada.
Creswell, J.W.2013. Penelitian Kualitatif & Desain Riset Edisi 3.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kieso, Donald E, Jerry J Weygandt, Terry D Warfield. 2010.
Intermediate
Accounting,
Thirteenth
Edition,
International Student Version. New York: John Willey &
Sons Inc.
Sekaran, Uma. 2009. Research Methods for BusinessMetodologi Penelitian untuk Bisnis Buku 1 Edisi 4.
Jakarta: Salemba Empat.
2. Aturan
BAPEPAM. 2002. Pedoman Penyajian dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan Publik
Industri
Perkebunan.
Surat
Edaran
Bapepam.
www.bapepam.go.id/.

34

Ikatan Akuntan Indonesia. Pernyataan Standar Akuntansi


Keuangan Revisi 2011. Jakarta: Salemba Empat, 2006.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2011. Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan No.16 Revisi 2011 Aset Tetap.
Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2010. Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan No.23 Revisi 2010 Pendapatan.
Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan
Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan No.48 Revisi 2009 Penurunan Nilai
Aset. Jakarta.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2008. Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan No.14 Revisi 2008 Persediaan.
Jakarta.
International
Accounting
Standard
Committee.
2008.
International Accounting Standard 41 Agriculture.
PT. Perkebunan Nusantara I-XIV, Ikatan Akuntan Indonesia.
2011. Pedoman Akuntansi Perkebunan BUMN. Jakarta.
Sekaran, Uma. 2009. Research Methods for BusinessMetodologi Penelitian untuk Bisnis Buku 1 Edisi 4.
Jakarta: Salemba Empat.
3. Artikel dan jurnal
Damba Satria, Dandy. 2008. Perlakuan Akuntansi Atas Aktiva
Biologis dan Penyajiannya dalam Laporan Keuangan
Perusahaan. Surabaya: Universitas Airlangga
Sari, Kartika Rachma, Rita Martini. 2011. Historical Cost vs
Fair Value Accounting atas Pengakuan dan Penilaian
Tanaman
Perkebunan.
Artikel.
Jurnal
Eksistansi
Politeknik Negeri Sriwijaya Jurusan Akuntansi Volume 3
Tahun 2011 (362-370). www.pdii.lipi.go.id diakses pada
12 Februari 2016.

35

E. Halaman Pengesahan
Makassar, Juli 2016
Mahasiswa Ybs,
Irhandi
1197140028
Pembimbing I
II

Pembimbing

36

Mukhammad Idrus, S.E.,M.Si.,Ak.,CA.


Idris, M.Si
NIP. 197001051997021002
196809091993032002

Dra. Hariany
NIP.

Mengetahui :
Ketua Program Studi Akuntansi
Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Makassar

Samirah Dunakhir, S.E.,M.Bus.,Ph.D.,Ak.,CA.


NIP. 19570203199012002

Anda mungkin juga menyukai