Anda di halaman 1dari 11

PENGARUH PENERAPAN PSAK NO.

69 TERHADAP HARGA SAHAM


PERUSAHAAN SEKTOR AGRIKULTUR
(Studi pada Perusahaan Subsektor Perkebunan yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) di Periode Pelaporan Keuangan Tahun 2016-2018)

PROPOSAL PENELITIAN

Disusun Oleh

Nama : Syifa Refianti


NPM : 0116101328

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
2020
PENGARUH PENERAPAN PSAK NO. 69 TERHADAP HARGA SAHAM
PERUSAHAAN SEKTOR AGRIKULTUR
(Studi pada Perusahaan Subsektor Perkebunan yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) di Periode Pelaporan Keuangan Tahun 2016-2018)

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Sarjana
Program Studi Akuntansi S1 pada Fakultas Ekonomi

Disusun Oleh :
Nama : Syifa Refianti
NPM : 0116101328

Proposal Penelitian Ini Disetujui

Tanggal …………………………..

Oleh :
Dosen Pembimbing

________________________
NIDN.

Mengetahui,
Program Studi Akuntansi S1
Ketua Program Studi

Bunga Indah Bayunitri, S.E., M.M., Ak., C.A.


NIDN. 0412128501
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii


BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2. Identifikasi Masalah ........................................................................................ 4
1.3. Pembatasan Masalah....................................................................................... 5
1.4. Perumusan Masalah ........................................................................................ 5
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 7
LAMPIRAN ........................................................................................................... 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perkembangan sektor agrikultur kian membaik di Indonesia. Hal ini
disampaikan oleh Darmawan Setyobudi, Kepala Subbagian Analisis Data Biro
Perencanaan, Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian bahwa perkembangan
sektor agrikultur dapat dilihat dari peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) yang
meningkat 25 % pada kurun waktu 2012-2018. Adanya peningkatan PDB sektor
agrikultur mencerminkan peningkatan produksi serta nilai tambah selama kurun
waktu tersebut. PDB sektor agrikultur terbesar disumbang oleh tanaman
perkebunan dengan capaian sebesar 3,30%. Hal ini dapat dipahami mengingat
tanaman perkebunan merupakan andalan ekspor yang berkontribusi pada
pertumbuhan ekonomi nasional (www.republika.co.id). Dengan sinyal positif ini,
perusahaan-perusahaan di sektor agrikultur khususnya di subsektor perkebunan
terus berupaya untuk meningkatkan investasi mereka agar dapat menghasilkan
produksi yang lebih besar untuk periode-periode yang akan datang. Mereka
menargetkan investasinya pada industri hilir sawit yang kini memberikan peluang
besar khususnya di bidang pangan dan biodiesel. Hal ini dibenarkan oleh
Pemerintah bahwa minat investasi di bisnis hilir sawit nasional masih tinggi. Saat
ini, setidaknya terdapat empat perusahaan yang tengah dan akan mengembangkan
bisnis tersebut dengan total investasi paling sedikit Rp 3,40 triliun. Dua dari
keempat perusahaan tersebut telah diketahui investasinya, yakni PT Citra Borneo
Industri yang membangun pabrik minyak goreng di Pangkalan Bun dengan
investasi Rp 1,20 triliun dan PT Apical Kao Chemical yang membangun pabrik
oleokimia di Dumai dengan investasi Rp 2,20 triliun. Dua perusahaan lainnya
adalah PT Pelita Agung Agri industri yang akan membangun pabrik minyak goreng
dan biodiesel di Pelintung, Dumai, dan PT Energy Unggul Persada yang juga akan
membangun pabrik minyak goreng dan biodiesel di Mempawah, Bontang, dan
Batam (www.gimni.org). Commented [MOU1]: Perlu dimasukan ke dalam Daftar
Pustaka

1
Di samping itu, perusahaan-perusahaan sektor agrikultur juga
dihadapkan pada kedinamisan perubahan kebijakan-kebijakan mengenai pelaporan
keuangannya. Sejak tahun 2015, Indonesia telah berkomitmen untuk mengadopsi
standar akuntansi Internasional yaitu International Financial Reporting Standard
(IFRS) ke dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Hal ini dilakukan agar
pelaporan keuangan yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan yang ada di
Indonesia menerapkan standar yang berlaku global sehingga laporan keuangan
yang dihasilkan berkualitas dan dapat digunakan bagi stakeholder, baik nasional
maupun internasional, dalam mengambil keputusan.
Salah satu standar yang diadopsi ke dalam SAK adalah International
Accounting Standard (IAS) 41: Agriculture. Di Indonesia, standar ini diadopsi
menjadi Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 69: Agrikultur.
Menurut PSAK No. 69 (IAI, 2018), perusahaan-perusahaan sektor agrikultur harus
menerapkan standar ini pada 1 Januari 2018. Namun, penerapan lebih dini pun
dapat dilakukan mulai 1 Januari 2017. Pemberlakuan PSAK No. 69 sebagai
kebijakan akuntansi baru sangat mempengaruhi pelaporan keuangan perusahaan
yang bergerak di sektor agrikultur. Standar ini mengamanatkan perusahaan harus
menggunakan konsep nilai wajar dalam mengukur seluruh aset biologis ketika
pengakuan awal dan pada setiap akhir periode pelaporan dan produk agrikultur
pada saat titik panen. Konsep ini menggantikan konsep sebelumnya yaitu konsep
biaya historis. Nilai wajar dianggap paling mencerminkan manfaat ekonomi yang
disertai dengan transformasi biologis (IASB, 2001), oleh karena itu, informasi Commented [MOU2]: Perlu dimasukkan ke dalam Daftar
Pustaka
keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan akan berubah sebagaimana
transformasi biologis terjadi.
Selanjutnya, perusahaan juga perlu untuk melakukan pengungkapan atas
aset biologisnya. Hal ini menujukkan bahwa PSAK No. 69 itu meningkatkan
pengungkapan atas aset biologis yang dimiliki oleh perusahaan. Adapun
pengungkapan yang dilakukan antara lain:
1. Ketentuan umum
a) Entitas mengungkapan keuntungan dan kerugian gabungan
yang timbul selama periode berjalan pada saat pengakuan

2
awal aset biologis dan produk agrikultur dan dari perubahan
nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual aset biologis
b) Entitas mendiskripsikan setiap kelompok aset biologis
2. Pengungkapan jika tidak diungkapkan bagian lain:
a) sifat aktivitasnya yang melibatkan setiap kelompok aset
biologis; dan
b) ukuran atau estimasi nonkeuangan dari kuantitas spesifik
3. Entitas mengungkapkan:
a) keberadaan dan jumlah tercatat aset biologis yang
kepemilikannya dibatasi, dan jumlah tercatat aset biologis
yang dijaminkan untuk liabilitas;
b) jumlah komitmen untuk pengembangan atau akuisisi aset
biologis; dan
c) strategi manajemen risiko keuangan yang terkait dengan
aktivitas agrikultur.
4. Pengungkapan rekonsiliasi perubahan jumlah tercatat aset biologis
antara awal dan akhir periode berjalan.
5. Pengungkapan tambahan untuk aset biologis yang nilai wajarnya
tidak dapat diukur secara andal.
Sama hal nya dengan kebijakan akuntansi yang terus mengalami
perubahan secara dinamis, harga saham perusahaan juga terus mengalami
perubahan. Pergerakan harga saham sering kali membuat investor kesulitan dalam
menentukan return yang akan mereka terima. Penyebab terjadinya pergerakan
harga saham perusahaan dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya terdiri dari
permintaan investor atas saham, rasio kinerja keuangan, aksi korporasi, dan
fundamental ekonomi (Saputra et al., 2018)
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI, 2020), perusahaan-
perusahaan sektor agrikultur pada periode 2016 sampai 2018 memiliki indeks harga
saham sektoral tiap tahun nya cenderung terus menurun. Data menunjukkan pada
tahun 2016, harga saham sektor agrikulur ditutup di angka 1.864,249. Di akhir
tahun selanjutnya yaitu tahun 2017, sektor agrikultur mencatatkan harga saham

3
sebesar 1.616,307, yang mana tidak menunjukkan kenaikan pada harga saham
sektoralnya jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kemudian di penutupan
harga saham tahun 2018, sektor agrikultur kembali menoreh penurunan ke angka
1.564,424. Hal ini menunjukkan adanya pergerakan harga saham dari perusahaan-
perusahaan sektor agrikultur yang terus mengalami penurunan.
Mengingat pentingnya peran investor dalam menentukan pergerakan
harga saham, informasi keuangan perusahaan yang dipengaruhi oleh sebuah
kebijakan sangat perlu untuk dikaji. Oleh karena itu, penelitian ini secara khusus
ditujukkan untuk mengungkapan ada atau tidaknya pengaruh dari penerapan PSAK
No. 69 terhadap pergerakan harga saham di perusahaan sektor agrikultur, terutama
di subsektor perkebunan yang dianggap memiliki potensi unggul oleh para investor.
Pelaksanaan studi ini didukung oleh beberapa studi terkait yang sudah dilaksanakan
sebelumnya. Beberapa diantaranya mengkaji tentang pengaruh kinerja keuangan
terhadap harga saham pada perusahaan pertanian yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (Lisandri & Adawiyah, 2013), studi pada Bursa Efek Indonesia mengenai
aset biologis dan kinerja keuangan perusahaan agrikultur (Maharani & Falikhatun,
2018), dan penerapan kebijakan keuangan pemerintah terhadap harga saham di
Bangladesh (Rifat, 2015).

1.2. Identifikasi Masalah


Dengan disahkannya PSAK No. 69 di Indonesia, perusahaan-perusahaan
di sektor agrikultur harus menerapkannya sebagai acuan dalam menyusun laporan
keuangan. Kebijakan akuntansi baru ini memperkenalkan konsep nilai wajar
sebagai pengganti konsep biaya historis dalam mengukur aset biologis serta produk
agrikultur. Adanya perubahan ini dapat mempengaruhi informasi keuangan yang
terdapat dalam laporan keuangan secara menyeluruh. Sehingga perlu dilakukan
penyajian kembali atas informasi keuangan setelah penyesuaian dengan
menggunakan kebijakan baru. Hal ini mengakibatkan kinerja perusahaan yang
berbeda dari sebelum dan sesudah penerapan kebijakan tersebut.
Dengan diterapkannya konsep nilai wajar yang diusung dalam PSAK No.
69 dalam mengukur aset biologis dan produk agrikultur membuat perusahaan-

4
perusahaan di sektor agrikultur untuk menetapkan harga komoditas produknya
sesuai dengan nilai di pasar. Nilai wajar dianggap sebagai nilai yang paling andal
dalam mengukur aset biologis serta produk agrikultur. Sebagai akibatnya,
perusahaan perlu untuk menemukan pasar untuk produk komoditasnya.
Selain itu, perusahaan memiliki tujuan untuk memaksimalkan nilai pasar
harga saham yang dimilikinya untuk menunjukkan prestasi perusahaan. Tetapi,
karena terdapat koreksi dari setiap komponen-komponen laporan keuangan, hal ini
menyebabkan informasi keuangan yang terdapat dalam laporan keuangan berubah
yang mana hal ini menjadi perhatian investor dalam memperhitungkan return yang
akan diterima. Oleh karena itu, keadaan ini berpotensi menyebabkan kenaikan atau
penurunan harga saham perusahaan-perusahaan di sektor agrikultur.

1.3. Pembatasan Masalah


Dalam penelitian ini akan menjelaskan bagaimana pengaruh penerapan
PSAK No. 69 sebagai kebijakan akuntansi baru yang diterapkan oleh perusahaan-
perusahaan di sektor agrikultur terhadap pergerakan harga saham perusahaan-
perusahaan agrikultur subsektor perkebunan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
(BEI). Berdasarkan fenomena tersebut penulis mengambil judul penelitian
“Pengaruh Penerapan PSAK No. 69 Terhadap Harga Saham Perusahaan Sektor
Agrikultur (Studi pada Perusahaan Subsektor Perkebunan yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI) di Periode Pelaporan Keuangan Tahun 2016-2018)”

1.4. Perumusan Masalah


Adapun perumusan masalah terkait dengan penelitian ini adalah:
1. Apakah pengaruh pengakuan aset biologis dan produk agrikultur
mempengaruhi harga saham?
2. Apakah pengaruh pengukuran aset biologis dan produk agrikultur
mempengaruhi harga saham?
3. Apakah pengaruh pengungkapan aset biologis dan produk agrikultur
mempengaruhi harga saham?

5
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lisandri & Adawiyah
(2013) tentang pengaruh kinerja keuangan (return on investment, return on equity,
earning per share, price earning ratio, dan debt to equity ratio) terhadap harga
saham, hasilnya menunjukkan bahwa earning per share, price earning ratio
mempunyai pengaruh terhadap harga saham. Namun, return on investment, return
on equity, dan debt to equity ratio tidak menunjukkan pengaruh terhadap harga
saham. Commented [MOU3]: Perlu dimasukkan ke dalam Daftar
Pustaka

6
DAFTAR PUSTAKA

Idx.co.id. (2016-2018, 22 Desember). Ringkasan Indeks. Diakses pada 20 Januari


2020, dari https://www.idx.co.id/data-pasar/ringkasan-
perdagangan/ringkasan-indeks/
Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI). (2018). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan
(PSAK) No. 69: Agrikultur. Jakarta: IAI.
Lisandri & Adawiyah, R. (2013). Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap
Harga Saham pada Perusahaan Pertanian yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Manajemen dan Akuntansi, 14(1), 11-20.
Maharani, D. & Falikhatun. (2018). Aset Biologis dan Kinerja Keuangan
Perusahaan Agrikultur (Studi Pada Bursa Efek Indonesia). Kompartemen:
Jurnal Ilmiah Akuntansi, XVII(2), 10-22.
Republika.co.id. (2019, 15 Agustus). Sektor Pertanian Pengungkit Pertumbuhan
Ekonomi. Diakses pada 26 Januari 2020, dari
https://republika.co.id/berita/pw976t453/sektor-pertanian-pengungkit-
pertumbuhan-ekonomi
Rifat, A. (2015). Impact of Monetary Policy on Stock Price: Evidence from
Bangladesh. Journal of Investment and Management, 4(5): 273-284.

7
LAMPIRAN
1. Jurnal Nasional
2. Jurnal Internasional

Anda mungkin juga menyukai