Anda di halaman 1dari 12

PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS BERDASARKAN PSAK

69 PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VI JAMBI

PANJI ANJASWARA
048321524
Email : panjianjaswara10@gmail.com

UPBJJ : 17/JAMBI

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS TRERBUKA
2023
PERLAKUAN AKUNTANSI ASET BIOLOGIS BERDASARKAN PSAK
69 PADA PT PERKEBUNAN NUSANTARA VI JAMBI

Panji Anjaswara 048321524


Prodi S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Terbuka
Email : panjianjaswara10@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan menganalisis Aset biologis dan perlakuan aset biologis berdasarkan
PSAK No.69 di PT Perkebunan Nusantara VI Jambi. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif. Dalam analisis data penelitian ini, penulis melakukan pendekatan
deskriptif. Untuk penulisan penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data
yang akan dilakukan dengan cara wawancara, observasi agar melengkapi data yang
bersangkutan. PT. Perkebunan Nusantara VI Jambi merupakan salah satu perusahaan atau
entitas yang membidangi dalam bidang perkebunan. Teh, kopi, kelapa sawit dan pohon karet
merupakan jenis-jenis aset yang termasuk dalam aset biologis. Perlakuan Akuntansi aset
biologisi yaitu pengukuran yang digunakan, kebijakan akuntansi yang diterapkan, dam jumlah
nilai tercatat dari aset biologis. Pemgukuran berdasarkan atas nilai pasar atau nilai wajar
penyajian dalam neraca disajikan sebagai investasi/ asset tetap. Atas analisa perbandingan
perlakuan akuntansi aset biologis antara entitas yaitu PT Perkebunan Nusantara VI Jambi
dengan PSAK 69 bahwasanya perusahaan sudah sesuai dalam penerapan perlakuan akuntansi
aset biologisnya.

Kata Kunci : Perlakuan Akuntansi, Aset Biologis, PSAK 69

PENDAHULUAN
Di Indonesia perusahaan perkebunan memiliki peran penting atas perekonomian
negara sehingga memberikan kontribusi terhadap ekspor. Dalam industri perkebunan,
indonesia mempunyai sejarah panjang dan dikenal sebagai produsen terbesar di dunia atas
komoditas perkebunan seperti teh, kopi, kelapa sawit, kakao, karet, dan berbagai rempah-
rempah lainnya. Indonesia dengan perusahaan perkebunannya merupakan entitas bisnis yang
bergerak dalam produksi dan pengelolaan tanaman komersial yang terutama di sektor
pertanian. Beberapa perusahaan besar perkebunan indonesia memiliki kebun yang sangat luas
hingga mencakup ribuan hektar dan biasanya telibat dalam segala aspek produksi, dimulai
dari pembibitan, penanaman, pemeliharaan hingga panen dan mengelola hasil panen.
Beberapa perusahaan besar ini menggunakan metode-metode modern dalam proses budidaya
tanaman termasuk teknologi untuk petanian, pemupukan, perlindungan tanaman, serta
pengolahan lahan.
Perusahaan agrikultur perkebunan yaitu perusahaan yang berfokus pada produksi dan
pengolahan tanaman pertanian skala besar, terutama tanaman yang menghasilkan untuk
keperluan komersial. Bidang agrikutur menjadi salah satu sektor perkebunan yang mengalami
pertumbuhan konsisten dibanding sektor lainnya. Di Indonesia sendiri, perusahaan agrikultur
perkebunan sering memperkerjakan banyak pekerja sehingga mereka berperan penting pada
penyediaan lapangan pekerjaan dan mendorong hasil pertumbuhan ekonomi lokal. Salah satu
aset yang dimiliki perusahaan agrikultur ialah aset biologis. Aset biologis adalah organisme
hidup yang memiliki siklus hidup dan mengalami pertumbuhan serta perkembangan dari
waktu ke waktu. Aset biologis merujuk pada aset hidup dalam bentuk hewan maupun
tanaman yang dikelola oleh sebuah entitas bisnis. Nilai aset biologis tergantung pada potensi
hasil produksi yang dapat diperoleh dari organisme hidup tersebut seperti panen atau hasil
yang lain. Penilaian aset biologis biasanya dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-
faktor seperti usia tanman, perkiraan hasil tanaman, kondisi lingkungan dan faktor lainnya
yang relavan.
Perusahaan agrikultur perkebunan juga dihadapkan dengan beberapa tantangan dan
masalah. Penting bagi perusahaan agrikultur perkebunan untuk melaksanakan praktik
pertanian berkelanjutan dan bertanggungjawab dengan mematuhi peraturan yang berlaku.
Pemerintah mempunyai peran penting dalam industri perkebunan yang berkelanjutan serta
perusahaan juga dituntut untuk mematuhi peraturan dan standar yang berlaku sehingga
berperan untuk menningkatkan kesejahteraan masyarakat dan melestarikan lingkungan hidup.
Secara umum, PSAK 69 adalah singkatan dari Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK) No. 69. PSAK 69 berjudul “Aset Biologis” dan pedoman tentang
pengakuan, pengukuran serta penyajian aset biologis pada laporan keuangan entitas atau
perusahaan. Hal ini bertujuan untuk memastikan kesesuaian praktik akuntansi indonesia
dengan standar internasional yang relavan terutama International Financial Reporting
Standards (IFRS). PSAK 69 penting untuk memberikan pedoman akuntansi yang relavan dan
konsisten untuk aset biologis di indonesia. Standar ini membantu entitas dalam melaporkan
aset biologis dengan cara transparan dan sesuai prinsip akuntansi yang berlaku. Perlakuan
akuntansi dan pengungkapan akuntansi yang terkait dengan aktivitas agrikultur yang
merupakan hasil panen dari aset biologis milik entitas, pada titik panen diatur dalam PSAK
69. Aktivitas agrikultur (agricultural activity) adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dalam produksi tanaman. Ini mencakup berbagai kegiatan seperti pengolahan, penanaman,
pemeliharaan, serta pemrosesan (IAI, 2015).
Perusahaan di provinsi jambi yang bergerak dibagian agrikultur salah satunya yaitu PT
Perkebunan Nusantara VI. Perusahaan ini termasuk salah satu anak perusahaan dari PT
Perkebunan Nusantara (PTPN), yang merupakan perusahaan pelat merah yang mengelola
perusahaan perkebunan seluruh indonesia. PT Perkebunan Nusantara VI Jambi memiliki
fokus pada mengelola perkebunan teh, kopi, karet, kelapa sawit, serta sebagainya yang
terhubung erat dengan aktivitas perkebunan yang berkelangsungan. Agar perusahaan
perkebunan ini berkelanjutan, pihak perusahaan harus melakukan pengungkapan informasi
keuangan yang transparansi.
Berdasarkan Hasniati (2017), Transparansi adalah prinsip yang mengacu pada
keterbukaan dan aksesibilitas yang jelas, akurat dan terpercaya. Keterbukaan pengungkapan
aset biologis dapat memberikan kontribusi aset biologis pada perusahaan agar bisa memahami
seberapa besar nilai aset tersebut yang perlu dipaparkan dilaporan keuangan sehingga
menunjukan nilai yang real. Fokus penelitian ini ialah mengenai penjelasan secara singkat
bagaimana perlakuan akuntansi aset biologis pada PT Perkebunan Nusantara VI Jambi serta
bagaimana perbandingan antara perlakuan akuntansi aset biologis pada PT Perkebunan
Nusantara VI Jambi dengan PSAK 69.

METODE PENELITIAN
Penelitian adalah proses mengeksplorasi sesuatu secara sistematis dari waktu ke waktu
dengan menggunakan metode dan kaidah ilmiah yang diterapkan untuk menghasilkan
penelitian yang baik. Penelitian ini melakukan pendekatan deskriptif. Pendekatan deskriptif
berfokus pada pengumpulan data, analisis, dan penyajian informasi secara terperinci tentang
karakteristik dan aspek yang diamati dalam penelitian. Penelitian deskriptif adalah penelitian
yang semata-mata melakukan akumulasi data dasar dan tidak mencoba menjelaskan hubungan
sebab akibat atau menguji hipotesis, tetapi lebih fokus pada pengumpulan data yang akurat,
sistematis, dan objektif untuk menggambarkan fenomena yang sedang diteliti
(Aslichati,L.,Bambang,H.I,dkk 2021).
Data yang dipergunakan adalah data sekunder yang dikumpulkan melalui dokumentasi
dan laporan keuangan PTPN VI Jambi. Sedangkan data primer dilakukan dengan
menggunakan Teknik wawancara dalam melakukan klarifikasi atas semua yang ada.
Data yang didapat selanjutnya dibandingkan dengan perlakuan akuntansi berdasarkan
PSAK No.69 dan dilakukan analysis tentang perlakuan akuntansi seperti pengakuan,
pengukuran,penyajian atau pengungkapan aset biologis di PTPN VI sehingga dapatkan
jawaban dari masalah yang diajukan.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Aset adalah kekayaan yang dipegang entitas atau individu serta mempunyai nilai
ekonomis yang dapat diukur (Sucipto, dkk 2011). Aset biologis mengacu pada tanaman yang
memiliki sifat produktif dan dikendalikan oleh entitas. Menurut Sayekti dkk (2018),
mengatakan bahwa Aset Biologis merupakan aset yang mempunyai perubahan dan pergeseran
atau transformasi atas aset tersebut. Transformasi dapat terjadi melalui berbagai proses,
seperti pengolahan, penggunaan, atau perubahan status aset biologis. Menurut Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan No 69 terkait aset biologis, Aset Biologis adalah tanaman hidup
atau hewan yang mengalami perubahan signifikan dalam kondisi atau penggunaan aset
biologis dapat menyebabkan pengakuan ulang nilai aset biologis dan pengakuan ulang hasil
yang diharapkan.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No 69 yaitu bagian dari serangkaian
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Sejak diterbitkan PSAK 69, IAI terus melakukan revisi dan pembaruan PSAK untuk menjaga
kesesuaian dengan IFRS dan perkembangan praktik akuntansi internasional. Revisi dan
perbaruan PSAK dilakukan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) yang
merupakan lembaga IAI yang bertugas mengembangkan dan merevisi SAK di indonesia. Ciri
khusus yang membuat beda aset biologis dengan aset lainnya yaitu bahwa aset biologis
mengalami transformasi biologis. Transformasi biologis merujuk pada perubahan yang terjadi
pada organisme hidup, baik itu sifat genetik, struktur fisik, atau fungsi biologis. Transformasi
biologis bisa terjadi secara alami, seperti dalam proses evolusi atau melalui intervensi
manusia,seperti rekayasa genetika.
Berikut contoh beberapa hasil transformasi aset biologis:
1. Perubahan sifat genetik. Transformasi aset biologis melalui rekayasa genetika dapat
menghasilkan aset biologis dengan sifat genetik baru. Misalnya, pengenalan gen
resistensi terhadap hama
2. Perubahan pertumbuhan dan produktivitas. Transformasi aset biologis dapat
menghasilkan perubahan dalam tingkay pertumbuhan dan produktivitas. Contohnya,
tanaman dapat mengalami peningkatan pertumbuhan yang lebih cepat atau hasil
produksi yang lebih cepat.
Contoh aset biologis yang menghasilkan produk agrikultur dan hasil panen:
Aset Biologis Produk Agrikultur Hasil Pemrosesan
Tanaman Teh Daun teh Teh celup/bubuk
Buah-buahan Buah petik Jus, selai, makanan kering
Pohon kakao Buah kakao Bubuk kakao, coklat
Pohon kelapa sawit Buah kelapa sawit Minyak / bahan bakar bio
Pohon kopi Biji kopi Bubuk kopi
Pohon Karet Lateks Ban kendaraan
Tanaman tebu Batang tebu Gula tebu

Perlakuan Akuntansi Aset Biologis


1. Pengakuan Aset Biologis terhadap PSAK 69
Menurut sayekti dkk (2018), Pengakuan merupakan proses dimana entitas mengenali dan
mengakui suatu transaksi untuk diterangkan pada laporan keuangan. Menurut Faud dn
Abdullah (2017), Pengakuan merupakan pembentukan proses akuntansi dimana suatu pos
atau transaksi diakui atau dicatat dalam laporan keuangan entitas. Pengakuan adalah langkah
penting dalam siklus akuntansi yang memungkinkan informasi keuangan yang relavan dapat
dipercaya kepada pengguna laporan keuangan.
PTPN VI Jambi menerangkan dalam laporannya, terdapat 2 jenis diakuinya aset biologis
yaitu Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM). PTPN VI
sendiri terdapat aset biologis sebagai tanaman perkebunan yang meliputi tanaman teh, kopi,
karet, dan sawit. Diakuinya aset biologis dalam aset tidak tetap atau aset lancar jika masa
manfaat atau pergantian biologisnya tidak lebih dari satu tahun. Dan diakui menjadi aset tidak
lancar jika diatas 1 tahun. Surat keputusan menegemen Holding Perkebunan Nusantara
No.HDK/PTPN/08/2019 tanggal 24 januari 2019 terkait pengakuan masa panen, jumlah dan
lama waktu produk dipanen ditentukan oleh pemberi tugas dengan dukungan data volume
produksi yang memadai.

Masa dan Titik Panen

No Produk Agrikultur Masa Panen Titik Panen Data Produksi

1. Tandan Buah Segar 1 bulan 15 hari Mingguan/Bulanan


2. Daun Teh Segar 1 bulan 4 hari Harian/Mingguan
3. Getah Karet 1 bulan 15 hari Bulanan
4. Biji Kopi 1 bulan 15 hari Bulanan
Apabila suatu transaksi tersebut dapat menimbulkan manfaat dimasa yang akan datang,
maka dimasukan dalam golongan pos aset. Jika berbanding terbalik, maka pengorbanan
tersebut dapat dimasukan pada golongan beban kemudian disebutkan dalam laporan L/R.
Menurut PSAK 69, Aset biologis dewasa (mature biological assets) dan aset biologis belum
dewasa (immature biological assets) merupakan pengelompokan aset biologis.

2. Pengukuran Aset Biologis terhadap PSAK 69


Dalam pengukuran aset biologis, terdapat beberapa dasar pengukuran yang digunakan.
Berikut beberapa dasar pengukuran yang umum dipakai untuk aset biologis:
a. Biaya perolehan. Mengacu pada biaya yang dipergunakan untuk mendapatkan atau
menghasilkan aset biologis. Mencakup biaya produksi, termasuk biaya-biaya yang dapat
langsung terhubung dengan perolehan atau pengembangan aset biologis.
b. Nilai wajar. Mengacu pada harga yang dapat diterima jika aset biologis tersebut dijual
pada tanggal pengukuran.
c. Nilai terkini. Mengacu pada nilai saat ini dari aliran kas yang diharapkan dari aset
biologis tersebut selama masa manfatnya.
d. Biaya histori yang disesuaiakan. Mengacu pada biaya perolehan awal aset biologis yang
disesuaikan dengan depresiasi atau amortisasi. Pengukuran pada dasar biaya historis yang
disesuaikan biasanya digunakan untuk aset biologis dengan masa manfaat yang lebih
lama.
Aset Biologis berupa Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) diukur berlandaskan
biaya perolehannya. Ketika tanaman masih dalam fase pertumbuhan dan belum menghasilkan
hasil yang dapat dikonsumsi atau dijual, nilai aset biologis tersebut biasanya mencerminkan
biaya yang dipergunakan untuk memdapatkan tanaman tersebut. Pada dasarnya, biaya
perolehan mencakup biaya-biaya yang secara langsung terkait perolehan, penanaman, dan
pemeliharaan tanaman. Biaya perolehan tersebut dapat meliputi biaya bibit atau tanaman,
pupuk, pestisida, dan lain sebagainya. Sedangkan aset biologis Tanaman Menghasilkan (TM)
diukur menggunakan nilai perolehan dikurangi biaya penjualan yang dapat diandalkan.
Ketika tanaman mencapai tahap produksi dan menghasilkan, aset biologis tersebut
dapat didasarkan pada nilai wajar. Pengukuran terhadap nilai wajar dikurangi biaya penjualan
yang dapat diandalkan mencerminkan nilai ekonomi aktual dari aset biologis tersebut pada
saat pengukuran. Nilai wajar dapat ditentukan melalui penilaian independen, perbandingan
dengan transaksi serupa, atau metode lainnya yang diakui. Pada saat periode pelaporan,
entitas harus mengevaluasi nilai wajar aset biologis yang menghasilkan dan melakukan
penyesuaian yang diperlukan. Perubahan dalam nilai wajar aset biologis akan tercermin dalam
laporan keuangan entitas. Selama masa manfaat aset biologis, depresiasi diterapkan untuk
mencerminkan penurunan aset biologis seiring berjalannya waktu. Depresiasi dilakukan
menggunakan metode yang sesuai dilakukan dengan estimasi masa manfaatnya yaitu dengan
metode garis lurus. Metode garis lurus ialah jumlah depresiasi yang dihitung tetap setiap
tahunnya hingga nilai ekonomis tanaman perkebunan habis.
Dan untuk produk agrikultur hasil dari Tanaman menghasilkan akan diakui sebagai
persediaan oleh perusahaan. Dengan demikian, dasar pengukuran yang digunakan dalam
PSAK 69 untuk aset biologis adalah nilai wajar perolehan dikurangi dan biaya penjualan yang
dapat diandalkan.

3. Penyajian Aset Biologis terhadap PSAK 69

Penyajian aset biologis merujuk pada cara penggambaran dan mempresentasikan


informasi terkait dengan aset biologis dalam laporan keuangan. Aset biologis berupa tanaman
yang dikelola bertujuan untuk tujuan komersial atau produksi. Pada laporan keuangan laba
atau rugi di PTPN VI terdapat keuntungan atau kerugian atas perubahan nilai wajar yang
dimasukkan kedalam laporan tersebut. Hal ini terjadi karena naik atau turunya harga
komoditas dan jumlah produk. Penyajian tanaman menghasilkan di laporan keuangannya
diklasifikasikan dalam pos aset tidak lancar pada laporan posisi keuangan. Untuk nilai wajar
diungkapkan dalam laporan keuangan dan perubahan nilai wajarnya juga diungkapkan dari
periode ke periode.
Dalam catatan atas laporan keuangan, informasi yang relavan mengenai aset biologis
yang menghasilkan harus disajikan termasuk deskripsi aset, metode pengukuran, dan
perubahan yang signifikan yang mempengaruhi nilai aset. Tanaman yang belum mencapai
tahap produksi atau tanaman belum menghasilkan disajikan dalam laporan keuangannya
sebagai aset biologis belum menghasilkan pada pos aset tidak lancar. PSAK 69 dan PTPN VI
mempunyai klasifikasi aset biologis yang sama. Oleh karena itu, PSAK 69 dapat merujuk
dalam menentukan penyajian yang tepat untuk tanaman menghasilkan dan tanaman belum
menghasilkan. Rincian nilai wajar aset biologis adalah sebagai berikut:
31 Desember 2018 31 Desember 2017 1 Janiari 2017
Rp Rp Rp
Disajikan sebagai aset lancar :
TBS 14.001.126.236 12.591.306.563 25.299.562.467
Daun Teh 1.094.506.142 260.763.252 210.240.700
Getah Karet 423.168.393 - -
Hewan Ternak 176.948.485 381.638.578 1.041.607.047
Biji Kopi 18.732.135 - -
Jumlah Aset Lancar: 15.715.481.391 13.233.708.394 26.551.410.214

Perubahan nilai wajar aset biologis dalam laba rugi adalah sebagai berikut :

2018 2017
Rp Rp

TBS 1.410.819.673 (12.708.255.904)


Daun Teh 833.742.890 50.522.552
Getah Karet 423.168.393 -
Biji Kopi 18.732.135 -
Hewan Ternak (1.173.564.000) (1.991.439.868)
Jumlah 1.512.899.091 (14.649.173.220)

PT PERKEBUNAN NUSANTARA VI JAMBI


LAPORAN POSISI KEUANGAN PTPN VI
(Per 31 Desember 2018 Audited)
Realisasi Realisasi Perbandingan
Uraian
2017 2018
II ASET TIDAK LANCAR
Pinjaman laian-lain jangka panjang :
Piutang lain-lain jangka panjang :
- Pinjaman karyawan 1.060.122.350 - 0.00
- Pihak ketiga (499.364.590) - 0.00
- Pihak-pihak berelasi - 0.00
- Lain-lain 560.757.760 - 0.00
Pajak :
- PPh pasal 25 - 0.00
Aset pajak tangguhan :
- Pihak tangguhan 136.968.942.873 105.515.625.332 83,39
Investasi :
- Anak perusahaan (PT Bukti kausar) 86.462.750.647 86.462.750.647 100,00
- Perusahaan asosiasi ( PT ALN) 119.041.000.000 172.872.000.000 118,59
- Perusahaan asosiasi (PT MAJI) 144.540.000.000 144.540.000.000 100,00
- Instrumen keuangan (PT KPB) 6.884.000.000 6.884.000.000 100,00
- Instrumen keuangan (PT RPN) 7.349.367.000 7.349.367.000 0,00
- Instrumen keuangan (PT INDOHAM) 36.453.360 36.453.360 100,00
364.313.571.007 418.144.571.007 108,98
- Akumulasi penyusutan nilai saham (36.453.360) (36.453.360) 100,00
364.277.117.647 418.108.117.647 108,98
Aset tetap tanaman :
- Tanaman menghasilkan 1.123.896.601.126 1.235.208.756.894 111,42
- Tanaman belum menghasilkan 455.909.710.676 485.297.823.648 88,48
- Akumulasi penyusutan tanaman (341.700.432.854) (381.952.174.877) 98,32
1.238.105.878.948 1.338.554.405.667 105,51
4. Perbandingan Antara Perlakuan Akuntansi Aset Biologis Pada PT Perkebunan
Nusantara VI Jambi Dengan Perlakuan Akuntansi Aset Biologis Berdasarkan
PSAK 69
Sesudah dijelaskan terkait perlakuan akuntansi aset biologis tersebut, selanjutnya
dapat ditinjau perbandingannya antara PTPN VI dan PSAK 69. Hal ini dimaksud supaya
bisa mempersembahkan hasil kesimpulan dalam perlakuan aset biologisnya.

Indikator Menurut Perusahaan Menurut PSAK No.69 Kesimpulan


Landasan Selain menjelaskan PSAK No.69 juga Secara garis besar
teori pengakuan, pengukuran, menjelaskan aktivitas perlakuan aset
penyajian, aset biologis juga aset biologis dari titik biologisnya sama
mejelaskan dari titik panen panen hingga produk meliputi titik panen
sampai terjadi produk jadi. agrikultur. hingga menjadi
persediaan.

Uraian Menggambarkan tanaman Tanaman hidup yang Implementasi telah


perkebunan yang memiliki mengalami perubahan setara dengan PSAK
siklus hidup dan mengalami signifikan dalam kondisi No.69 dideskripsikan
pertumbuhan. atau penggunaan aset sebagai tanaman
biologis. hidup.

Pengakuan Entitas menerangkan terdapat Dalam konteks PSAK Pengakuan telah


2 jenis aset biologis yaitu No.69 terdapat aset sama dengan PSAK
Tanaman Belum biologis dewasa dan No.69 dalam
Menghasilkan (TBM) dan aset biologis belum mengakui aset
Tanaman Menghasilkan dewasa. biologis hanya saja
(TM). perbeda dalam
penyebutannya.
Pengukuran Untuk TBM diukur Dasar pengukuran yang Secara garis besar
berlandaskan biaya digunakan dalam PSAK telah sesuai dalam
perolehannya. TM diukur No.69 untuk aset biologis proses pengukuran.
dengan nilai perolehan adalah nilai wajar Hanya perusahaan
dikurangi biaya penjualan perolehan dikurangi biaya
yang dapat diandalkan. penjualan yang dapat belum menggunakan
diandalkan nilai wajar.
Penyajian Penyajian tanaman PSAK No.69 dan PTPN Penyajian disajikan
Aset Biologis menghasilkan di laporan VI mempunyai klasifikasi pada pengelompokan
keuangannya disajikan dalam aset biologis yang sama. yang sama dan telah
pos aset tidak lancar pada sesuai PSAK No.69.
laporan posisi keuangan.
Produk agrikultur dipaparkan
dalam laporan keuangannya
masuk Aset Lancar dengan
akun Persediaan.
KESIMPULAN
Dari pembahasan tentang Perlakuan Akuntansi Aset Biologis terhadap PSAK 69
bisa diambil kesimpulan bahwa pada laporannya, PTPN VI membenarkan adanya
tanaman perkebunan yaitu teh, kopi, kelapa sawit, dan karet yang termasuk pada aset
biologis. Perlakuan Akuntansi berupa Aset Biologis dimulai dari Pengakuan yaitu
entitas menerangkan terdapat 2 jenis aset biologis yaitu Tanaman Belum Menghasilkan
(TBM) dan Tanaman Menghasilkan (TM). Kemudian, Pengukuran seperti TBM diukur
berlandaskan parto perolehannya dan TM diukur dengan nilai wajar dikurangi biaya
penjualan yang dapat diandalkan. Yang terakhir yaitu Penyajian, dimana tanaman
perkebunan tersaji dineraca dalam golongan aset tidak lancar seperti tanaman belum
menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM). Serta pada persediaan terdapat
produk agrikultur.
Dengan analisis perlakuan akuntansi tersebut, dapat ditinjau perbandingannya antara
PTPN VI dan PSAK No.69 bisa ditinjau bahwa perusahaan telah melaksanakan
pemakaian perlakuan akuntansi berupa aset biologis sesuai pada PSAK No. 69. Tetapi,
ada sedikit perbedaan yang terlihat antara PTPN VI jambi tidak sama dengan PSAK No.
69. Perbedaan ini tentang Pengukuran dimana nilai wajar yang tidak dilangsungkan oleh
PT Perkebunan Nusantara VI jambi, sebagai akibatnya perusahaan wajib memakai harga
perolehan yang berafiliasi menggunakan pengembangan perkebunan, tetapi hal tersebut
secara umum telah melakukannya sesuai terhadap PSAK No69.

DAFTAR PUSTAKA

Arfan Ikhsan, dkk. (2014). Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan
Manajemen. Medan: CV. Madenatera Indonesia.

Aji Dedi Mulawarman, Rendra. (2016). Inspirasi dari Ladang: Akuntansi Pertanian
Nusantara. Malang: Rumah peneleh.

Arikunto, S. (2013). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi. Jakarta: PT.
Rineka Cipta

Aslichati,L.,Bambang,H.I.,Irawan.P.(2021).Metode Penelitian Sosial. Tanggerang Selatan:


Universitas Terbuka

Baridman, Zaki. (2013). Intermediate Accounting Theory. Edisi alih bahasa. Yogyakarta: AK
Group.

Fuad, S. dan M.W. Abdullah. (2017). Tinjauan Kritis Aset Biologis PSAK 69 dalam
Perspektif Syariah. Jurnal Assets, 7(2): 277-291

Hasniati. (2016). Model Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa. Jurnal Analisis


Kebijakan dan Pelayanan Publik, 2(1): 15-29

IAI. (2015). Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Agrikultur (PSAK
No.69). www.iaiglobal.or.id
Kasmir. (2013). Analisis Laporan Keuangan. Jakarta: Rajawali Pers.

Muhamada, F. M. (2020). Analisis Perlakuan Akuntansi Aktivitas Agrikultur dalam Penyajian


Laporan Keuangan Berdasarkan PSAK 69 pada PT IJ. Jurnal
Akuntansi: Kajian Ilmiah Akuntansi, 7(1): 82-95
Modul Laporan Manajemen Perusahaan Konsolidasi. (2018). Audited. PT. Perkebunan
Nusantara VI, Jambi.
Nurhandika, A. (2018). Implementasi Akuntansi Biologis pada Perusahaan Perkebunan
Indonesia. Jurnal Ekonomi, Bisnis, dan Akuntansi (JEBA), 20(2): 1-12.

Ridwan, Achmad ABD. (2011). Perlakuan Akuntansi Aset Biologis PT. Perkebunan
Nusantara XIV Makassar (Persero). Universitas Hasanuddin.

Sayekti, Y., R. Irmadariyani, A. T Agustini, & D. Supatmoko. (2018). The Implementation of


Accounting Standards for Agriculture (PSAK 69): The Analysis of Companies‟
Readness. International Journal of Accounting and Taxation, 6(2): 23-28

Sucipto, T., Moelyati dan Sumardi. (2011). Akuntansi 2 - Siklus Akuntansi Tingkat Menengah
(Intermediate). Jakarta Timur: Yudhistira.

Sujarweni, V.Wiratna. (2016). Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Sugiyono (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta

Anda mungkin juga menyukai