Anda di halaman 1dari 16

1860

Ummi Kultsum
Assalamu'alaikum..ust yai.kang mbk maaf ummi mau nanya nih,apa hukum'y
stem cells..?? pengobatan dgn plasenta,sebelumnya terima kasih

JAWABAN :

>> Nur Hasyim S. Anam


Bahtsul Masaail PP Nurul Hudaa Malang
------------------------------------------------------------------------------Bagian Tubuh Manusia Sebagai Bahan Obat

Hormon progesteron yang menjadi bahan utama obat penunda haid (menstruasi)
agar tercipta kesucian semu, ternyata bahan dasarnya adalah hormon yang
diproduksi placenta (ari-ari/duluran bayi). Perusahan farmasi di negeri RRC juga
memproduksi obat anti asma dengan bahan tersebut.
Bagaimana hukum memproduksi obat-obatan dengan mengambil bahan dari
bagian tubuh manusia yang telah terlepas dari badan manusia?
Jawaban
Bahan produksi obat dengan mengambil bahan dari bagian tubuh manusia yang
terlepas dari bagian tubuhnya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli
fiqih:

Haram hukumnya, karena bagian tubuh manusia tidak boleh dimanfaatkan


selaras dengan prinsip penghormatan kepada karomah insaniyyah.

Menurut para ahli fikih dari madzhab Hambali diperbolehkan, karena bisa diambil
manfaat oleh sesama manusia, seperti kulit badan manusia karena kondisi
darurat.
Khusus penggunaan plasenta (almasyimah) setelah terlepas dari rahim dan
bayinya, boleh dimanfaatkan karena bukan lagi berstatus sebagai bagian
manusia dan tanpa dimanfaatkanpun pasti hancur (mustahlak).
Dasar Pengambilan:

Kitab Al Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab juz 9 halaman 45:





























.



Dan tidak boleh memotong anggota badan yang dihormati dari orang lain, tanpa
ada perbedaan pendapat. Dan tidak boleh orang lain memotong sesuatu dari
anggota-anggota badannya untuk diberikan kepada orang yang sangat
memerlukannya, tanpa ada perbedaan pendapat. Imam Haromain dan
pendukung madzhab Syafi'i menjelaskannya.

Kitab Nihayatul Muhtaj Syaroh Al-Minhaj juz 8 halaman 163:




(

)


)








(


.
(Dan haram memotongnya) yaitu sebagian dari dirinya (untuk orang lain)
meskipun orang lain tersebut sangat memerlukannya, selain orang lain tersebut
bukan nabi. Jika nabi, wajib memotongnya untuk beliau

Hasyiyah Asy Seikh Sulaiman Al-Jamal Syarah Al-Minhaj juz 2 halaman 190:
















:





.

Dan ibarat dari Al-Barmawi adalah sebagai berikut: Adapun ari-ari yang
dinamakan tembuni maka adalah seperti badan, karena dia dipotong dari anak
yang lahir, maka dia adalah bagian dari anak. Dan ari-ari yang janin berada di
dalamnya (tempat janin dalam kandungan). Maka dia bukan bagian dari ibu dan
bukan pula bagian dari anak
===========
KEPUTUSAN MUSYAWARAH MASAIL DINIYYAH
PONDOK PESANTREN MUS SARANG REMBANG
TAHUN 1997 M./ 1418 H.
29. Hormon Progesteron yang menjadi bahan utama obat penunda haid atau
menstruasi agar tercipta kesucian semu, ternyata bahan dasarnya ada
lah hormon yang diproduksi plasenta (ari ari / dulur bayi jawa) perusahaan
farmasi dinegeri RRC juga memproduksi obat asma dengan plasenta tersebut.
Pertanyaan :
a. Bagaimana hukum memproduksi obat-obatan dengan mengambil bahanbahan dari plasenta atau dari bahan tubuh manusia yang terlepas ?.
b. Dan bagaimana pula hukum mengkonsumsinya ?.

Jawaban a :
Hukum memproduksi obat-obatan tersebut tidak boleh (HARAM).
Referensi : 1. Mughni Muhtaj Juz IV Hal. 307.
2. Hasyiyah Sulaiman Al Jamal Juz II Hal. 190.
3. Al Bujairomi Alal Khothib Juz IV Hal. 272.
4. Tausyih Hal. 38.
: 1-
}{
.
: 2-
} {
.
: 3-

.
: 4-
} {
.
Jawaban b :
Hukum menkonsumsinya tidak boleh (HARAM).
Referensi : sama dengan jawaban bag. A
____________________________________________________
KESIMPULAN :
>> Ibnu Toha
diharamkannya plasenta tsb bukan mengacu pada masalah najis atau tidak, tapi
karena masih berupa anggota anak adam yg dimulyakan, yg haram dimakan
termasuk dibuat obat.
>> Abdurrahman As-syafi'i
pemanfaatan tidak hanya dgn dimakan diminum atau sbgnya tapi apa saja,
meski dioles,meski dibuat jimat..
Itu sama saja memanfaatkan.
Toh dalam pembuatanya pakai juz'iyah manusia juga..

603. NAJASAH : MEMAKAI KOSMETIK


YANG MENGANDUNG HUMAN
PLACENTONE EXTRACT
19.26.00 Piss Ktb Fiqih Thoharoh
PERTANYAAN:
Tengoku Shojo

:

Mau tanya...gimana hukumnya pake kosmetik yg mengandung "human placentone
extract" atau ekstrak plasenta manusia?terima kasih bwt jawabannya
>>
Ini memang sebenarnya dah banyak produknya,terutama bwt produk2 pemutih tubuh
atau muka :D
Disitu ada ingredientsnya: human placentone extract atau ekstrak plasenta (ari2)
manusia..sy sendiri gak tau,apakah itu ari2 dr janin yg di gugurkan ato sdh di
lahirkan..
Dlm dunia kedokteran,plasenta bs sebagai stem cell (sel batang) yg bs membuat sel2
pengganti di tubuh saat kita sakit..makanya,ada bank sel plasenta di
singapura,misalnya..
Tp saya gak tau klu gimana hukumnya sel2 plasenta ni di ekstrak dan dibuat sbgi
bahan kosmetik dgn dalih memutihkan kulit,pengganti kosmetik2 yg mengandung
merkuri (alasannya sih,gt),selain jg katanya,klaim nya bs menghaluskan kulit
Itu sedikit faktanya aja..tp aku gak tau hkumnya gimana..jd,bwt temen2 yg tau,mohon
jawabannya..
JAWABAN:
>> Mbah Jenggot II:
Wa`alaikum salam,
Kitab Al Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab juz 9 halaman 45:



.
Dan tidak boleh memotong anggota badan yang dihormati dari orang lain, tanpa ada
perbedaan pendapat. Dan tidak boleh orang lain memotong sesuatu dari anggota-anggota
badannya untuk diberikan kepada orang yang sangat memerlukannya, tanpa ada perbedaan
pendapat. Imam Haromain dan pendukung madzhab Syafi'i menjelaskannya.
Kitab Nihayatul Muhtaj Syaroh Al-Minhaj juz 8 halaman 163:
)(
( )
.
(Dan haram memotongnya) yaitu sebagian dari dirinya (untuk orang lain) meskipun orang
lain tersebut sangat memerlukannya, selain orang lain tersebut bukan nabi. Jika nabi, wajib
memotongnya untuk beliau
Hasyiyah Asy Seikh Sulaiman Al-Jamal Syarah Al-Minhaj juz 2 halaman 190:

:

.

Dan ibarat dari Al-Barmawi adalah sebagai berikut: Adapun ari-ari yang dinamakan tembuni
maka adalah seperti badan, karena dia dipotong dari anak yang lahir, maka dia adalah bagian
dari anak. Dan ari-ari yang janin berada di dalamnya (tempat janin dalam kandungan). Maka
dia bukan bagian dari ibu dan bukan pula bagian dari anak
195/
(89 )
( )



Kesimpulan terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli fiqih:
>Haram hukumnya, karena bagian tubuh manusia tidak boleh dimanfaatkan selaras dengan
prinsip penghormatan kepada karomah insaniyyah.
>Menurut para ahli fikih dari madzhab Hambali diperbolehkan, karena bisa diambil manfaat
oleh sesama manusia, seperti kulit badan manusia karena kondisi darurat.
>Khusus penggunaan plasenta (almasyimah) setelah terlepas dari rahim dan bayinya, boleh
dimanfaatkan karena bukan lagi berstatus sebagai bagian manusia dan tanpa
dimanfaatkanpun pasti hancur (mustahlak).

Hukum Stem Cell Dalam Islam

Pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi ada penemuan baru di bidang
kedokteran yaitu stemcell sedangkan definisi stemcell itu sendiri adalah sel induk yang dapat
berdeferensial atau dapat merubah diri menjadi berbagai sel sesuai dengan lingkungan, bisa
berubah-ubah menjadi sel otot, sel endokrin, ephitel, dan lain-lain kemudian berkembang lagi
menjadi stemcell.
Stemcell dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti plasenta, tali pusat janin, darah, dan
sumsum tulang belakang. Sedangkan menurut sumber lain stemcell yaitu suatu sel yang
belum matang atau belum berdeferensiasi (berubah) menjadi sel atau jaringan tertentu. Dalam
bahasa indonesia, stemcell disebut sebagai sel punca atau sel induk. Sedangkan dalam bahasa
kedokteran, stemcell dapat berupa sel unipoten (hanya dapat berubah menjadi satu jenis sel),
multipoten (dapat berubah menjadi beberapa jenis sel), atau totipoten (dapat berubah menjadi
jaringan apapun). Dengan kemampuan ini, stemcell dapat menyembuhkan sel-sel tubuh yang
rusak atau hilang karena penyakit yang berat dengan cara beregenerasi menjadi organ atau
jaringan yang rusak tersebut.
Ada dua kegunaan stemcell yaitu berdasarkan fungsinya dan riset. Fungsi setelah
diaktifkannya stemcell dalam tubuh adalah sebagai berikut:
1) Menambah jumlah peredaran darah dan mempercepat mikro sirkulasi darah sehingga bagi
pasien yang stroke, tekanan darah tinggi, leukimia, dan cuci darah akan sembuh.
2) Menambah oksigen dalam darah dan sel sehingga dapat mematikan virus dan bakteri.
3) Mempercepat transportasi nutrisi ke seluruh tubuh.
4) Mempercepat pembersihan dalam tubuh manusia sehingga pasien setelah diterapi stemcell
akan lancar buang air besar dan air kecil.
5) Mempercepat metabolisme tubuh.
6) Menambah kinerja sel badan.
7) Mempercepat penyembuhan luka dan patah tulang.
8) Meningkatkan kemampuan anti kanker.
Sedangkan peran stemcell dalam riset adalah sebagai berikut:

1) Terapi gen >> sebagai alat pembawa transgen ke dalam tubuh pasien dan selanjutnya dapat
dilacak jejaknya apakah stemcell ini berhasil mengekspresikan gen tertentu dalam tubuh
pasien.
2) Mengetahui proses biologis yaitu perkembangan organisme dan perkembangan kanker.
Melalui stemcell dapat dipelajari perkembangan sel baik sel normal maupun sel kanker.
3) Penemuan dan pengembangan obat baru yaitu untuk mengetahui efek obat terhadap
berbagai jaringan.
4) Terapi sel berupa replacement therapy. Oleh karena stemcell dapat hidup di luar organ
tubuh manusia misalnya di cawan petri maka dapat dilakukan manipulasi terhadap stemcell
itu tanpa mengganggu organ tubuh manusia. Stemcell yang telah dimanipulasi dapat
dimasukkan kembali ke dalam organ tubuh untuk menangani penyakit-penyakit tertentu.
Salah satu contoh penyakit yang dapat diatasi oleh stemcell adalah penyakit autoimun
misalnya pada lupus, artritis reumatoid, dan diabetes tipe 1. Setelah diinduksi oleh growth
factor agar hematopoietic stemcel banyak dilepaskan dari sumsum tulang ke darah tepi maka
hematopoietic stemcell dikeluarkan dari dalam tubuh untuk dimurnikan dari sel imun matur
lalu tubuh diberi agen sitatoksik atau terapi radiasi untuk membunuh sel-sel imun matur yang
tidak mengenal self antigen. Setelah itu hema stmcell dimasukkan kembalike tubuh,
bersikulasi, dan bermigrasi ke sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi sel imun matur.
Cara mendapatkan stemcell yaitu sebagai berikut:
1. 1. Cara mendapatkan embryonic stemcells (sel punca embrio) Mengambil dari cabang
bayi (embrio) yang didonorkan orang tuanya. Mengambil dari embrio yang digugurkan atau
keguguran. Mengambil dari embrio sisa pembuatan bayi tabung. Mengambil dari embrio
yang dibuat secara therapeutic cloning.
1. 2. Cara mengambil adult stemcells (sel punca dewasa) Adult stemcells dapat diambil dari
sel atau jaringan tubuh orang dewasa, anak-anak, hewan, dan tali pusat. Beberapa adult
stemcell yang sering digunakan dalam penelitian stemcell dan pengobatan adalah
haemapoetic stemcells (stemcell darah) yang umumnya diambil dari sumsum tulang
belakang. Berbeda dengan negara maju, di Indonesia stemcell masih mulai diteliti dan
Indonesia menggunakan sel punca dewasa karena sel punca dewasa tidak memenuhi
hambatan dalam bidang etika, sedangkan sel punca embrio masih banyak perdebatan tentang
masalah etika. Tetapi walaupun demikian, stemcell tetap diperdebatkan dalam
penggunaannya di Indonesia karena sama-sama diperoleh dari organ-organ manusia.
Penerapan stemcell di Indonesia masih menjadi tanda tanya besar karena masih akan
terbentur dengan berbagai sistem perundang-undangan di Indonesia. Dibutuhkan adanya
kesepakatan dan keseimbangan tujuan dari sudut pandang agama, bioetik, dan riset yang
berlaku di Indonesia sehingga keberadaannya benar-benar bisa diterima masyarakat. Sel
punca yang umum digunakan di Indonesia dan banyak diteliti di klinik adalah adult stemcells
dari tali pusat sedangkan Penggunaan embryonic stemcells untuk saat ini terbatas hanya

untuk tujuan penelitian dan belum diperoleh kesepakatan untuk dapat digunakan untuk
aplikasi klinik dikaitkan dengan masalah etik. Banyaknya manfaat yang diperoleh dari
penggunaan stemcell tidak berarti menjanjikan suatu bentuk penyembuhan yang sempurna
karena masih ada bahkan hal yang belum terungkap dan diperlukan penelitian yang
mendalam. Aplikasi stemcell embrio yang mengagumkan membatasi para klinisi karena
dihadapkan dengan masalah etika yang mengharuskannya untuk tujuan penelitian.
Perkembangan penggunaan stemcell di Asia yang sangat berkembang saat ini yaitu Cina,
India, Malaysia, Thailand, Jepang, Korea, dan Singapura. Sedangkan di Indonesia,
perkembangan stemcell baru mau berkembang.
Hukum Embryonic Stemcells (sel punca embrio)
Islam sebagai agama yang berdasarkan pada moral dan etika yang tinggi tentu saja tidak
dapat melepaskan diri dari perbedaan pandangan tersebut. Berdasarkan cara pengambilannya
jelas bahwa stemcell sangat bertentangan dengan moral dan etika karena untuk mengambil itu
harus merusak dan membunuh embrio(jabang bayi) pada stemcell embrio. Oleh karena itu
tindakan ini adalah tindakan pembunuhan. Allah subahanahu wataala berfirman yang artinya,
"Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan
karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia
seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolaholah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas,
kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam
berbuat kerusakan dimuka bumi." (QS. Al Maidah : 32)
Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai manusia seluruhnya.
Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu adalah sebagai membunuh manusia
seluruhnya, karena seorang itu adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang
berarti juga membunuh keturunannya.
Allah subahanahu wataala juga berfirman yang artinya,
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan
dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka
sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli
waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat
pertolongan.(QS. Al Isra :33)
Tindakan pembunuhan embrio disebut abortus. Tindakan abortus dapat dikategorikan sebagai
penodaan terhadap kesucian manusia itu sendiri. Diperbolehkan abortus jika benar-benar
dalam keadaan darurat. Sesuai dengan kaidah hukum islam bahwa sesuatu yang
diperbolehkan karena darurat itu harus diukur dengan kadar kedaruratannya. Batas

kedaruratannya disini hanya ada satu yaitu apabila janin dibiarkan akan mengancam
kehidupan si ibu karena ibu merupakan pangkal kehidupan janin dan janin sebagai far'
(cabang).
Dari sini dapat diketahui bahwa stemcell yang menggunakan stemcell embrio bisa dilakukan
apabila ada ibu yang secara darurat melakukan aborsi karena jika tidak aborsi maka
dikhawatirkan akan mengancam kehidupan si ibu. Hal ini tidak asal-asalan melakukan aborsi
tetapi hal itu memang benar-benar merupakan darurat yang pasti bukan sekedar dugaan dan
telah diamati oleh dokter dengan pemeriksaan yang cermat dan tidak gegabah dengan
tinjauan dari berbagai aspek yang terkait. Maka dari itu, stemcell embrio dapat dilakukan.
Pendapat pemuka agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu dan Budha tentang penggunaan sel
punca yang diambil dari embrio manusia untuk terapi pengobatan adalah terlarang. Hal itu
disampaikan dalam diskusi panel mengenai perkembangan terapi sel punca yang
diselenggarakan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) di Jakarta.
Dr.H.A.F. Wibisono, MA dari Muhammadiyah mengatakan, penggunaan sel punca embrionik
untuk keperluan apa pun tidak diperbolehkan kecuali saat terapi itu menjadi satu-satunya
solusi untuk menyelamatkan nyawa manusia.
"Karena, menurut pemikiran yang berkembang di Muhammadiyah, embrio terbentuk setelah
konsepsi, artinya sudah ada kehidupan di sana. Jadi mengambilnya sama dengan melakukan
aborsi," katanya.
Ia hanya memberi pengecualian pada sel-sel yang diambil dari sisa embrio hasil proses bayi
tabung yang dibuat dari sperma dan sel telur pasangan suami istri.
Seperti Wibisono, maka Prof.Dr.HM.Ridwan Lubis dari Nahdlatul Ulama juga berpendapat
terapi sel punca embrionik hanya bisa dilakukan bila sudah tidak ada jalan lain yang bisa
dilakukan untuk menyelamatkan manusia.
"Kalaupun aplikasi terapi sel punca embrionik pada manusia dilakukan, harus dengan sangat
hati-hati dengan memperhatikan dampaknya terhadap manusia," katanya serta menambahkan
tindakan itu harus dilakukan sesuai tujuan hukum Islam yakni terpeliharanya agama, jiwa,
kehormatan, keturunan dan harta manusia.
Meski pihaknya juga belum melakukan kajian khusus, Pendeta Robert P Borong dari
Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) menjelaskan, agama Kristen juga menganggap
embrio, baik yang dihasilkan di dalam rahim maupun di luar, sebagai kehidupan baru yang
harus dihargai dan dihormati.
"Apalagi pada dasarnya, hasil karya manusia selalu tidak sempurna, sehingga pasti ekses
yang mesti diperhitungkan," katanya serta menambahkan tapi pihaknya masih mentoleransi
penggunaan sel embrio sisa hasil proses bayi tabung.

Pastor Dr.Br.Agung Prihartana, MSF dari Konferensi Waligereja Indonesia(KWI) juga


mengatakan bahwa secara tegas gereja melarang pengambilan sel embrio untuk keperluan
apa pun.
"Yang dihasilkan dari proses fertilisasi, adalah kehidupan baru yang harus dihormati,"
katanya.Gereja, katanya, juga tidak mentoleransi penggunaan sel embrio sisa proses bayi
tabung karena apa pun bentuknya mereka adalah cikal bakal manusia yang mempunya hak
untuk hidup.
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Ketut Wilamurti, S.Ag dari Parisada Hindu
Dharma Indonesia (PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha
Agung Indonesia (KASI).
"Embrio adalah mahluk hidup. Sejak bersatunya sel telur dan sperma, ruh Brahman sudah
ada didalamnya, tanda-tanda kehidupan ini jelas terlihat. Karena itu, menggunakan sel punca
dari embrio sama dengan aborsi, pembunuhan," kata Ketut Wilamurti.
Perbuatan menghilangkan kehidupan semacam itu, menurut dia, mengandung unsur
"himsakarma" yang bertentangan dengan ajaran "ahimsa."
Namun demikian, ia menjelaskan, ajaran Hindu masih memberikan celah melalui
"atmanastuti", hukum terendah dalam ajaran Hindu yang memungkinkan sesuatu bisa
dilakukan apabila menurut perhitungan mendesak dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa.
Sementara Bhikku Dhammasubho menjelaskan, menurut pandangan agama Budha,
penggunaan sel punca embrionik yang diambil dari embrio pada fase blastosit (5-7 hari
setelah pembuahan-red) melanggar sila, atau etika kemoralan karena terjadi unsur
pembunuhan di dalamnya.
"Embrio sudah mempunyai kesadaran atau gandhaba, sudah dianggap sebagai mahluk hidup
yang akan berkembang menjadi organisme. Bila embrio diambil sebagai sumber sel punca,
maka dia tidak akan lahir. Jadi di sini terjadi penggagalan terbentuknya organisme," katanya.
Sementara KH Ali Mustafa Yaqub dari Majelis Ulama Indonesia berpandangan lain. Dalam
hal ini, pihaknya berpendapat terapi sel punca embrionik bisa dilakukan, terutama dalam
keadaan kedaruratan keselamatan jiwa seseorang.
MUI, katanya, berpendapat terapi sel punca hampir serupa dengan pencangkokan organ
sehingga tidak masalah jika dilakukan. MUI pada 13 Juni 1970 juga pernah mengeluarkan
fatwa tentang pembolehan pencangkokan kornea mata selama tidak dikomersialkan.
Terkait dengan penggunaan embrio manusia, dia menjelaskan, "sebelum berumur lima
minggu ruh belum ditiupkan sehingga bisa digunakan untuk terapi pengobatan".

Hukum Adult Stemcells (sel punca dewasa)


Para pemuka agama dari agama Islam, Kristen dan Katolik berpendapat terapi sel punca
untuk pengobatan hanya bisa dilakukan dengan menggunakan sel-sel yang diambil dari
bagian selain embrio seperti tali pusat, jaringan orang dewasa dan hewan (sel punca xeno).
"Untuk sel punca dewasa dan tali pusat tidak ada masalah etik khusus, diperbolehkan," kata
Pastur Agung. Namun demikian, pemuka agama Islam dari Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama mempermasalahkan penggunaan sel punca yang diambil dari babi karena Islam
mengharamkan umatnya mengonsumsi daging babi.
"Hewan bisa, tapi untuk babi perlu penelitian dan pembahasan lebih lanjut untuk memastikan
hal itu tidak berdampak buruk terhadap manusia," kata Wibisono.
"Harus dipikirkan dan dibahas lebih dalam dahulu karena babi adalah najis berat. Perlu
diteliti juga, apa dampak penggunaannya terhadap manusia yang memanfaatkannya," kata
Prof. Ridwan.
Sementara itu, ajaran agama Hindu, kata Ketut, tidak memperbolehkan penggunaan hewan
sebagai sumber sel punca, sel induk yang punya kemampuan membelah diri dan mengalami
pematangan menjadi bermacam-macam sel sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki
jaringan yang rusak.
"Karena di dalamnya ada unsur himsakarma yang bertentangan dengan ajaran ahimsa,"
katanya menegaskan.
Dalam ilmu fikih bahwasannya organ tubuh yang diambil dari manusia yang masih hidup
dihukumi bangkai. Sedangkan bangkai manusia dihukumi tidak najis.
Syamsuddin Muhammad Al Khottib mengatakan mengenai ayat (yang artinya) Dan
sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, bentuk pemuliaan pada manusia
adalah ia tidak dihukumi najis ketika matinya baik manusia tersebut muslim atau selainnya.
(Al Iqna, 1: 170).
Orang yang dalam keadaan darurat boleh memakan bangkai manusia jika tidak didapati
bangkai lainnya. Karena manusia ketika hidupnya lebih mulia daripada ketika matinya.
(Mughnil Muhtaj, 4: 413).
Dalam hal ini terserah penggunaannya sebagai obat luar seperti salep atau sebagai obat yang
diminum atau dengan injeksi ketika dalam keadaan darurat. Hal ini telah ada keputusan dari
Al Majma Al Fiqhi Al Islami di bawah Robithoh Al Alam Al Islami dalam dauroh
ketigabelas 5/8/1412 H (bertepatan dengan 8 Februari 1992).
Begitu pula dalam keadaan darurat, dibolehkan memindahkan kornea mata dan semacamnya.
Sebagaimana terdapat keputusan dalam Majlis Al Fita kedua tahun 1404 H. Bahwa kebutaan

atau hilangnya penglihatan dianggap darurat bagi manusia. Menghilangkan darurat semisal
ini dengan memindahkan kornea mata dari yang telah mati lalu dipasang pada yang hidup
adalah suatu hal yang darurat. Hal ini masuk dalam kaedah yang disepakati oleh para ulama,
Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang.
Keadaan darurat diambil sesuai yang dibutuhkan.
Tidak diingkari pengambilan mudhorot (bahaya yang lebih ringan).
Namun perlu diperhatikan di sini mengenai jual beli atau perdagangan organ tubuh untuk
tujuan pengobatan karena yang dijual adalah bagian tubuh manusia. Menjualnya berarti
pertanda melecehkannya padahal Allah Taala telah memuliakannya. Sebagai gantinya adalah
harus diberi secara cuma-cuma untuk maksud memuliakan manusia. Tujuan lainnya, supaya
tidak terjadi perdagangan yang diharamkan.
Wallahu A'lam
Daftar Refrensi :
http://regional.kompas.com/read/2008/07/26/22151682/Sel.Punca.Embrionik.untuk.Pengobat
an.Dilarang.Agama
http//www.surya.co.id/v2/?p=6292
http//spesialisbedah.com/stemcellsurgery
http//idionline.org/artikel/335#main.content
Departemen Agama RI. 2002. Islam untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan Kesehatan 1.
Jakarta: Departemen Agama RI.
Syamsuri, Istamar ,dkk. 2007. Biologi Untuk SMA Kelas XII semester 2. Jakarta: Erlangga.
TIM Dosen PAI Universitas Brawijaya. 2007. Pendidikan Agama Islam Di Universitas
Brawijaya. Malang: Pusat Pembinaan Agama(PPA) Universitas Brawijaya.
TIM Dosen PAI Universitas Negeri Malang. 2009. Aktualisasi Pendidikan Islam: Respon
Terhadap Problematika Kontemporer. Surabaya: Hilal Pustaka.
Zuhroni, Nur Riani, dan Nazarudin. 2003. Islam Untuk Disiplin Ilmu Kedokteran dan
Kesehatan 2. Jakarta: Departemen Agama RI.
http://rumaysho.com/umum/hukum-ari-ari-plasenta-bayi-untuk-obat-dan-kosmetik-3781

PARA pemuka agama di Indonesia berpendapat bahwa penerapan terapi sel punca (stem cell)
embrionik untuk pengobatan penyakit tidak diperbolehkan oleh agama.
Pendapat pemuka agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu dan Budha tentang penggunaan sel
punca yang diambil dari embrio manusia untuk terapi pengobatan itu disampaikan dalam
diskusi panel mengenai perkembangan terapi sel punca yang diselenggarakan Pengurus Besar
Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) di Jakarta, Sabtu.
Dr.H.A.F. Wibisono, MA dari Muhammadiyah mengatakan, penggunaan sel punca embrionik
untuk keperluan apa pun tidak diperbolehkan kecuali saat terapi itu menjadi satu-satunya
solusi untuk menyelamatkan nyawa manusia.
"Karena, menurut pemikiran yang berkembang di Muhammadiyah, embrio terbentuk setelah
konsepsi, artinya sudah ada kehidupan di sana. Jadi mengambilnya sama dengan melakukan
aborsi," katanya.
Ia hanya memberi pengecualian pada sel-sel yang diambil dari sisa embrio hasil proses bayi
tabung yang dibuat dari sperma dan sel telur pasangan suami istri.
Seperti Wibisono, maka Prof.Dr.HM.Ridwan Lubis dari Nahdlatul Ulama juga berpendapat
terapi sel punca embrionik hanya bisa dilakukan bila sudah tidak ada jalan lain yang bisa
dilakukan untuk menyelamatkan manusia.

"Kalaupun aplikasi terapi sel punca embrionik pada manusia dilakukan, harus dengan sangat
hati-hati dengan memperhatikan dampaknya terhadap manusia," katanya serta menambahkan
tindakan itu harus dilakukan sesuai tujuan hukum Islam yakni terpeliharanya agama, jiwa,
kehormatan, keturunan dan harta manusia.
Meski pihaknya juga belum melakukan kajian khusus, Pendeta Robert P Borong dari
Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) menjelaskan, agama Kristen juga menganggap
embrio, baik yang dihasilkan di dalam rahim maupun di luar, sebagai kehidupan baru yang
harus dihargai dan dihormati.
"Apalagi pada dasarnya, hasil karya manusia selalu tidak sempurna, sehingga pasti ekses
yang mesti diperhitungkan," katanya serta menambahkan tapi pihaknya masih mentoleransi
penggunaan sel embrio sisa hasil proses bayi tabung.
Pastor Dr.Br.Agung Prihartana, MSF dari Konferensi Waligereja Indonesia(KWI) juga
mengatakan bahwa secara tegas gereja melarang pengambilan sel embrio untuk keperluan
apa pun.
"Yang dihasilkan dari proses fertilisasi, adalah kehidupan baru yang harus dihormati,"
katanya.Gereja, katanya, juga tidak mentoleransi penggunaan sel embrio sisa proses bayi
tabung karena apa pun bentuknya mereka adalah cikal bakal manusia yang mempunya hak
untuk hidup.
Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Ketut Wilamurti, S.Ag dari Parisada Hindu
Dharma Indonesia (PDHI) dan Bhikku Dhammasubho Mahathera dari Konferensi Sangha
Agung Indonesia (KASI).
"Embrio adalah mahluk hidup. Sejak bersatunya sel telur dan sperma, ruh Brahman sudah
ada didalamnya, tanda-tanda kehidupan ini jelas terlihat. Karena itu, menggunakan sel punca
dari embrio sama dengan aborsi, pembunuhan," kata Ketut Wilamurti.
Perbuatan menghilangkan kehidupan semacam itu, menurut dia, mengandung unsur
"himsakarma" yang bertentangan dengan ajaran "ahimsa."
Namun demikian, ia menjelaskan, ajaran Hindu masih memberikan celah melalui
"atmanastuti", hukum terendah dalam ajaran Hindu yang memungkinkan sesuatu bisa
dilakukan apabila menurut perhitungan mendesak dibutuhkan untuk menyelamatkan nyawa.
Sementara Bhikku Dhammasubho menjelaskan, menurut pandangan agama Budha,
penggunaan sel punca embrionik yang diambil dari embrio pada fase blastosit (5-7 hari
setelah pembuahan-red) melanggar sila, atau etika kemoralan karena terjadi unsur
pembunuhan di dalamnya.
"Embrio sudah mempunyai kesadaran atau gandhaba, sudah dianggap sebagai mahluk hidup

yang akan berkembang menjadi organisme. Bila embrio diambil sebagai sumber sel punca,
maka dia tidak akan lahir. Jadi di sini terjadi penggagalan terbentuknya organisme," katanya.
Sementara KH Ali Mustafa Yaqub dari Majelis Ulama Indonesia berpandangan lain. Dalam
hal ini, pihaknya berpendapat terapi sel punca embrionik bisa dilakukan, terutama dalam
keadaan kedaruratan keselamatan jiwa seseorang.
MUI, katanya, berpendapat terapi sel punca hampir serupa dengan pencangkokan organ
sehingga tidak masalah jika dilakukan. MUI pada 13 Juni 1970 juga pernah mengeluarkan
fatwa tentang pembolehan pencangkokan kornea mata selama tidak dikomersialkan.
Terkait dengan penggunaan embrio manusia, dia menjelaskan, "sebelum berumur lima
minggu ruh belum ditiupkan sehingga bisa digunakan untuk terapi pengobatan".
Selain Embrio Boleh
Para pemuka agama dari agama Islam, Kristen dan Katolik berpendapat terapi sel punca
untuk pengobatan hanya bisa dilakukan dengan menggunakan sel-sel yang diambil dari
bagian selain embrio seperti tali pusat, jaringan orang dewasa dan hewan (sel punca xeno).
"Untuk sel punca dewasa dan tali pusat tidak ada masalah etik khusus, diperbolehkan," kata
Pastur Agung. Namun demikian, pemuka agama Islam dari Muhammadiyah dan Nahdlatul
Ulama mempermasalahkan penggunaan sel punca yang diambil dari babi karena Islam
mengharamkan umatnya mengonsumsi daging babi.
"Hewan bisa, tapi untuk babi perlu penelitian dan pembahasan lebih lanjut untuk memastikan
hal itu tidak berdampak buruk terhadap manusia," kata Wibisono.
"Harus dipikirkan dan dibahas lebih dalam dahulu karena babi adalah najis berat. Perlu
diteliti juga, apa dampak penggunaannya terhadap manusia yang memanfaatkannya," kata
Prof. Ridwan.
Sementara itu, ajaran agama Hindu, kata Ketut, tidak memperbolehkan penggunaan hewan
sebagai sumber sel punca, sel induk yang punya kemampuan membelah diri dan mengalami
pematangan menjadi bermacam-macam sel sehingga bisa digunakan untuk memperbaiki
jaringan yang rusak.
"Karena di dalamnya ada unsur himsakarma yang bertentangan dengan ajaran ahimsa,"
katanya menegaskan. Semua pemuka agama yang mengikuti diskusi panel yang juga dihadiri
para ahli stem sel di Indonesia seperti Prof.Dr. Arry Haryanto, SpPDK-HOM, Prof.Dr.Amin
Soebandrio, SpMK, dan drh.Yudha Heru Fibrianto, PhD itu juga menyatakan penerapan
terapi sel punca mesti diatur supaya tidak bisa diselewengkan untuk hal-hal yang
merendahkan martabat manusia.

Anda mungkin juga menyukai