Anda di halaman 1dari 9

YUSUF

BABAK I
ADEGAN 1

Di Kanan di rumah Nabi Yakub (masuk Nabi Yakub)


Yakub : Yusuf, Yusuf, Yusuf, Yusuf, Yusuf, Yusuf, Yusuf.
(masuk Yusuf)
Yusuf : Saya, ayah. Salam pagi, ayah
Yakub : Selamat untukmu dan barokah Allah atasmu, anakku. Bagaimana tidurmu
semalam, nak ?
Yusuf : Semalam nanda dalam keadaan baik, ayah. Malam yang sangat menyenangkan
sekali.
Yakub : Oh, syukur, nak.
Yusuf : Ayah
Yakub : Ya, kenapa, nak ?
Yusuf : Semalam nanda bermimpi indah sekali, ayah.
Yakub : Oh, Iya ? mimpi bagaimana anakku ? Coba tuturkan
Yusuf : Ananda bermimpi melihat sebelas bintang, beserta matahari dan bulan, mereka
bersujud kepada nanda.
Yakub : Oh, anakku, Yusuf, cahaya indah, sinar matahku (memeluk) Mimpi itu jangan
engkau ceritakan kepada saudara-saudaramu, ya nak ?
Yusuf : Baik, ayah. Tidak akan nanda ceritakan kepda saudara-sudara nanda, mimpi itu.
Yakub : Ya, sebab mereka akan iri hati kepadamu, lalu hati mereka akan digoda oleh
syaitan agar mereka benci kepadamu dan berbuat jahat mencelakakan engkau.
Yusuf : Oh, kenapa begitu, ayah. Adakah mimpi ananda mempunyai arti, ayah ?
Yakub : Tentu, itu sudah tentu, anakku. Arti mimpi itu sangat penting bagi mu dan juga
bagi seluruh keluarga Yakub. Ketahuilah, anakku. Bahwa itu berarti Allah telah berkenan
memilih engkau, anakku, dan berkenan pula memberimu ilmu untuk memahami
kejadian-kejadian, termasuk kejadian-kejadian dalam mimpi.
Yusuf : Alangkah senangnya !
Yakub : Memang, anakku, dan Allah masih akan menambahkan kenikmatan kepadamu,
anak.
Yusuf : Apakah kepada saudara-saudara nanda juga, ayah ?
Yakub : Ya, memang kepada semua keluarga Yakub, Allah akan memberikan kenikmatan
itu.
Yusuf : Kenikmatan apa itu, ayah ?
Yakub : Kenikmatan yang besar sekali, yang dahulu diberikan kepada kedua nenekmu,
itulah Nabi Ibrahim dan Nabi Ishak.
Yusuf : Saya belum begitu paham, ayah.
Yakub : Kenikmatan itu ialah derajat kenabian dan wahyu petunjuk hidup, agar bisa
selamat di dunia sampai di akherat nanti. Nak. (masuk Yuda, Samon, Rofail dan Lawath).
Oh, anak-anakku, selamat semuanya,bukan ? barokah Allah untukmu sekalian.
Yuda : Salam pagi, ayah. Barokah Allah untuk ayah. Kami selamat semua, ayah. (mereka
menyalami Yakub).
Yakub : Mana Rifalon dan Yazuar, Yuda ?
Yuda : Sedang menuju kemari, ayah.
Yakub : Iya ? mereka selamat semua, bukan ?
Anak-anakku, kamu harus ada yang membantu di rumah hari ini. Sebab ibumu tidak
enak badan.
(masuk Rifalon dan Yazuar)
Oh, anakku Rifalon dan Yazuar. Kamu selamat semua, bukan ?
Barokah Allah untuk kamu berdua.
Rifalon : Salam pagi, ayah. Barokah Allah untuk ayah. Kami baik-baik semua, ayah.
Yakub : Danil dan adik-adiknya belum datang. Kita tunggu sebentar lagi agar mereka
tidak ketinggalan dalam pelajaran hari ini. Apakah rumput liar itu sudah engkau babat
dan dibersihkan, Yuda ? agar tidak merusak tanaman-tanaman.
Yuda : Sudah, Ayah. Rumput-rumput liar itu sudah kami babat dan kami bersihkan.
Yakub : Ya, bagus. Apakah parit-parit itu sudah engkau bersihkan, Samon ? agar air bisa
mengalir lancar dan cukup.
Samon : Sudah, ayah. Parit-parit itu sudah kami bersihkan bersama Lawath dan air sudah
bisa mengalir lancar dan cukup, ayah.
Yakub : Ya, bagus. Jadi, Yuda dan Rifalon membersihkan rumput-rumput, Samon dan
Lawath membersihkan parit-parit. Apakah tanaman-tanaman itu sudah engkau sirami
Yazuar ?
Yazuar : Sudah, ayah. Saya bersama Rofail setiap sore menyirami tanam-tanaman itu.
Yakub : Ya, bagus
(Masuk Danil, Novothal, Yadum dan Oth)
Danil : Salam pagi dan barokah, ayah
Yakub : Salam dan barokah Allah untuk kamu sekalian, anak-anaku. Bagaimana keadaan
kalian semalam, baik-baik, bukan ?
Danil : Baik-baik semua, ayah.
Yakub : Bagaimana keadaan lembu-lembu, Danil ? Adakah yang sakit ?
Danil : Lembu-lembu dalam keadaan bai, ayah. Semua sehat-sehat tidak ada yang sakit.
Saya dan Novothal menggembalakan di rumput-rumput yang segar dan hijau, sehingga
lembu-lembu menjadi gemuk-gemuk, ayah.

Yakub : Ya, bagus. Dan juga kandang-kandang tidak boleh kotor.


Bagaimana keadaan biri-biri, Jadum ?
Yadum : Keadaannya sehat-sehat semua, ayah. Saya bersama Oth menggembalakannya
sampai cukup makan, dan membersihkan kandang dengan baik, ayah.
Yakub : Ya, bagus
Sekarang kamu kumpul semua. Baiklah saya mulai sekarang pelajaran pagi ini. Dan
sebelumnya saya ingin tahu apakah kamu sekaliah sudah hafal bagaimana berdoa waktu
dan mulai bekerja ?.
Yusuf : Saya sudah hafal, ayah. engkau maha murah oh, Tuhan, jauhkan hamba dari
godaan syaitan.
Yakub : Ya, bagus. Saya kira kamu sudah hafal semua.
Saya mulai sekarang pelajaran pagi ini.
Kewajiban manusia : satu, mengabdi kepada Tuhan, Zat Yang Maha Esa, kedua, berbakti
kepada orang tua, ketiga, berbuat baik kepada semua, terutama kerabat dan saudara,
kawan dan tetangga, keempat : menolong yatim-piatu dan fakir miskin. Itulah pokok-
pokok budi mulia. Hendaknya diingat-ingat dan diamalkan dengan sungguh-sungguh.
Apakah kamu sudah paham, semua ?
Yusuf : Sudah, ayah (yang lain mengatakan sudah)
Yakub : Sekarang tingal aku memberi petunjuk perihal bekerja.
Anak-anaku, semua pekerjaan harus dilaksanakan dengan baik. Harus bisa selesai tepat
pada waktunya. Ketahuilah, pekerjaan yang tidak selesai tepat pada waktunya, tidak
akan membawa hasil yang baik, dan akan banyak menyulitkan.
Bekerja harus dengan hati riang dan ikhlas, agar terasa ringan dan tidak banyak
kesalaahn-kesalahan.
Camkanlah, anak-anakku.
Sekarang, bantulah ibumu di rumah, aku akan keluar bersama Yusuf, sebentar lagi aku
kembali (keluar bersama Yusuf).
Samon : Yuda, bagaimana ? bagaimana saudara-saudara ? kita sudah cukup menderita,
lahir maupun batin. Ayah tetap tidak merubah sikapnya. Malah semakin lama semakin
mengabaikan kita dan semakin mendewa-dewakan Yusuf, memanjakan Benyamin.
Apakah kita akan tinggal diam begini saja, tidak berusaha sesuatu ?
Rofail : Yuda, engkau yang paling besar. Coba pikir, kita ini sepuluh orang dan sudah
besar-besar. Semua pekerjaan yang melaksanakan kita. Setiap hari kita bekerja keras
diladang. Tapi kita diabaikan oleh ayah. Tetapi, Yusuf dan Benyamin, yang masih kecil-
kecil, belum bisa bekerja, dicintainya dengan sepenuh cinta, sampai kita tidak mendapat
perhatian sama sekali. Semua kasih sayang ayah dicurahkan kepada Yusuf.
Lawath : Tidak ada jalan lain, kecuali menyingkirkan Yusuf. Ktia sudah berkali-kali
mempersoalkan masalah ini. Sekarang tinggal mengambil ketegasan saja. Kalau kita
mau menerima nasib begitu, kita tinggal sabar saja. Tetapi kalau tidak menerima, ktia
harus bertindak, bagaimana, Yuda ?
Kalau menurut pikiran saya, mudah. Singkirkan saja Yusuf, yakni dibunuh.
Rifalon : Apakah tidak lebih kita buang saja ke tempat yang sangat jauh, biar tidak bisa
pulang kembali. Saya kira ayah lambat laun akan mencintai kita dan terlupa kepada
Yusuf. Bagaimana pendapat saudara-saudara ?
Yuda : Saya sedang berpikir bagaimana baiknya kita bertindak. Membunuh Yusuf, saya
kita tidak akan sampai mati. Sebab Yusuf adalah darah kita sendiri, daging Yusuf adalah
juga daging kita sendiri. Selalu itu pembunuhan adalah satu dosa besar.
Danil : Saya sependapat dengan Rifalon, sebaliknya kita buang saja ke negeri lain yang
jauh.
Yuda : Baik memang, tetapi bagaimana kita bisa melaksanakan hal itu, sedangkan Yusuf
selalu bersama ayah siang malam ?
Danil : Sekarang, bagaimana pendapatmu, Yuda ?
Yuda : Begini : kita sembunyikan sja Yusuf di dalam sebuah sumur yang tidak jau
letaknya dari ini. Saya sudah tahu tempatnya. Hampir setiap hari pasti ada rombongan
kafilah yang singgah disana untuk mengambil air. Apabila mereka menimba di sumur itu,
Yusuf diketemukan dan diambilnya. Kita tinggal mengintai saja. Kalau sudah diambil,
Yusuf kita akui sebagai budak yang melarikan diri dan bersembunyi disumur itu. Kita
minta mereka membelinya dari kita. Mereka pasti mau asal tidak mahal. Maka jatuhlah
Yusuf sebagai budak bersama kafilah dan tidak mungkin bisa kembali.
Danil : Baik sekali rencanamu, Yuda. Tetapi bagaimana kita bisa mengajak Yusuf, kalau
siang malam selalu bersama ayah ?
Yuda : Saya punya rencana begini : kita berpura-pura akan mengadakan tamasya ke
Jabal. Kita buat rencana itu sangat menyenangkan, agar Yusuf tertarik dan ikut serta, dan
ayah pasti akan mengijinkan walaupun terpaksa.
Danil : Ya, baik sekali. Mari kita lakukan, kapan ?
Yuda : Sekarang juga. Awal kita harus kelihatan bersungguh-sungguh semua harus turut
membujuk ayah dengan halus. Mari kita bersiap-siap, Itu ayah sedang menuju kemari.
Danil : Awas, jangan sampai gagal. Kita harus berhasil.
(Masuk Yakub bersama Yusuf)
Yakub : Ada apa, masih berkumpul saja disini ? kenapa belum mulai bekerja ?
Yuda : Sebentar lagi, ayah. Kami sedang merencanakan akan bertamasya ke Jabal, ayah.
Sudah agak lamau kami belum bertamasya selama musim bunga tiba. Kami ingin
menikmati pemandangan indah, hawa sejuk nyaman, melihat warna-warni bunga yang
sedang mekar, kemudian mandi di telaga yang bening.
Danil : Sesudah kami bekerja kras setiap hari, kami ingin bertamasya ke Jibal, berburu
binatang-binatang yang jinak-jinak disana, ayah.
Yuda : Saya kita arah tidak berkeberatan kami bertamasya untuk menyenangkan hati.
Yakub : Kamu akan mengadakan tamasya ke Jibal ?
Boleh, asal semua pekerjaan sudah kamu selesaikan semua.
Yuda : Apakah kami boleh membawa perbekalan secukupnya, ayah ?
Yakub : Boleh, bawalah secukupnya. Kapan kalian mau berangkat ?
Yuda : Kami mohon Yusuf boleh ikut, ayah ? agar senang nanti di sana.
Yakub : Yusuf akan diajak serta ? jangan. Ia bukan cukup kuat untuk berjalan jauh seperti
kamu.
Danil : Jangan khawatir, ayah. Kami tidak akan berjalan terus menerus. Kami akan selalu
berhenti ditempat-tempat yang teduh, sehingga Yusuf nanti tidak akan merasa lelah.
Rifalon : kami tidak akan merasa gembira nanti, jika Yusuf tidak turut serta. Sebab kami
akan selalu teringat Yusuf nanti.
Rofail : Kenapa ayah tidak mengijinkan kami bergembira bersama Yusuf. Kami adalah
saudara Yusuf, ingin selalu bersama, baik suka maupun duka. Apakah ayah tidak percaya
kepada kami, dikira kami akan meninggalkan Yusuf nanti ?
Yakub : Tidak, anak-anakku. Bukan karena tidak percaya kepada kamu, tetapi hatiku
risau apabila berpisah dengan Yusuf. Apalagi akan pergi ke Jibal, aku sangat khawatir
barang kali nanti kamu kepergok srigala, lalu kamu pergi berlari-lari dan Yusuf tertinggal
di belakang, diterkam oleh srigala.
Yuda : Jangan khawatir, ayah. Kami selalu berkumpul, sehingga tdak mungkin srigala
berani menyerang kami. Kami selalu siaga menghadapi bahaya agar selamat semua.
Kami tidak mau rugi kehilangan seseorangpun dari kami, apalagi Yusuf yang selalu kami
jaga.
Dabil : (mendekat Yusuf) alangkah senangnya nanti, Suf. Kami akan memetik kembang
yang warna-warni, berburu menangkap kelinci yang lucu-lucu, lalu makan dengan
nikmat, kemudian mandi di telaga yang jernih.
Yusuf : Apakah saya boleh ikut serta, ayah ?
Yuda : Tentu Suf, ayah tentu tidak akan berkeberatan engkau ikut serta bergembira
bersama kami. Bukankah begitu, ayah ?
Yakub : Sebenarnya hatiku risau ditinggal pergi engkau, Yusuf, anakku, tetapi jika engkau
ingin turut serta dan supaya kakak-kakamu tidak kecewa, aku terpaksa mengijinkan.
Tetapi aku pesan, dan ingat-ingatlah pesanku ini, wahai anak-anakku. Jagalah baik-baik
adikmu, Yusuf, jangan dilupakan menjaganya, dan berhatilah-hatilah.
Yuda : Terima kasih, ayah. Kami akan bersiap-siap sekarang.
Mari adik-adiku, kita kumpulan perbekalan dan peralatan yang cukup, jangan sampai kita
nanti kekurangan sesuatu apa. (mereka keluar, diikuti oleh pandangan sedih dan was-
was oleh Yakub).

ADEGAN 2
BABAK 1

Di Kanan di tepi sumur, tempat peristirahatan kafilah.


(Yuda bersaudara masuk menggiring Yusuf yang diikat tangannya).
Yuda : Ayo, katakan sekarang ! kalau tidak mau, kau akan dibunuh di sini.
Yusuf : Jangan, kak. Ayah telah melarang aku menceritakan kepada kakak-kakakku.
Danil : Belum juga kau mau mengaku. Mati kau disini.
Yusuf : Aduuh. Oh, Tuhan !
Rofail : Sudahlah, kita bunuh saja sekarang.
(Memegang tangan Yusuf) Yusuf, adikku, katakan saja supaya engkalu selamat. Katakan
saya. Kami tidak akan memberitahukan kepada ayah, kau jangan takut. Aku kasihan
kepadamu, Yusuf.
Biar aku lepaskan tali ini dik, katakan.
Yusuf : Aku bermimpi melihat sebelas bintang beserta matahari dan bukan, mereka sujud
kepadaku.
Yuda : Apa kata ayah tentang mimpi itu ? Ayo, katakanlah.
Yusuf : Ayah mengatakan bahwa mimpi itu merupakan pertanda, Allah telah berkenan
memilih aku dan memberikan ilmu tentang kejadian-kejadian, termasuk kejadian dalam
mimpi, serta akan menyempurnakan nikmanya kepadaku dan kepada keluarga Yakub
semua.
Danil : Iniih, bintang (memukul Yusuf dan diikuti oleh yang lain).
Yuda : Sudah, sudah Danil. Kita masukkan saja sekarang. Mungkin kafilah hampir segera
tiba.
(Mereka beramai-ramai memasukkan di sumur dengan tali).
Danil : Sekarang kita tinggal memimirkan bagaimana nanti menghadapi ayah di rumah.
Bagaimana pendapatmu, Yuda ?
Yuda : Mana tadi kamis Yusuf ?
Rifalon : Oh, kutinggal di bawah pohon disana.
Yuda : Ambil lekas, engkau Rifalon bersama Oth.
(Rifalon dan Oth keluar)
Danil : Akan diapakan baju kamis itu ?
Yuda : Untuk ayah. Mari kita menangkap seadanya.
Rifalon : Untuk apa lagi hewan itu ?
Yuda : Nanti saja saya beritahu, sekarang mari kita berburu.
(Mereka keluar dan sesaat Yuda kembali menengok ke dalam sumur).

ADEGAN 3
BABAK 1

Di rumah Nabi Yakub (Yakub masuk dalam gelisah)


Yakub : Benyamin, Benyamin, Benyamin, Benyamin
(Benyamin masuk)
Benyamin : Saya, ayah.
Yakub : Engkau jangan pergi jauh-jauh, nak. Kenapa engkau tahu ?
Benyamin : Menanti kak Yusuf di jalanan, ayah.
Yakub : Sudah nampak Yusuf datang ?
Benyamin : Belum, ayah.
Yakub : Pergilah ke jalan sana ! Lihatlah barangkali Yusuf dudah nampak datang. Kalau
sudah nampak, lekaslah pulang, biar hatiku segera tenang.
(Benyamin keluar)
Yakub : Mudah-mudahan lekas pulang, Yusuf. Oh, Tuhan ! lindungilah anakku, Yusuf,
cahaya mataku, sinar indah-permata hatiku. Oh, Tuhan ! lindungilah ia.
(masuk Benyamin tergopoh-gopoh)
Benyamin : Sudah, ayah. Mereka sudah nampak sedang berjalan.
Yakub : Pergilah lagi ke jalan sana. Jemputlah kakakmu Yusuf.
(Benyamin keluar)
Lihatlah barangkali ia kepahayan, tolonglah. Mudah-mudahan ia selamat.
(masuk Benyamin).
Benyamin : Mereka pada menangis, ayah.
Yakub : Kenapa ? mereka pada menangis ? Oh, Tuhan ! ada apa gerangan ?
(masuk Yuda bersaudara membawa baju kamis Yusuf yang berlumuran darah)
Oh, ada apa ? Yusuf. Mana Yusuf ? Dimana Yusuf ? Yuda ! Dimana Yusuf ? kenapa kamu
menangis saja, Yuda ? Danil, di mana Yusuf ?
(masuk Rachel berselimut)
Rachel : Ada apa anak-anak ? kenapa kamu menangis semua ? Ada apa ?
Yakub : Mana anakku, Yusuf ? kenapa tidak bersama kamu ? masih tertinggal
dibelakang ?
Yuda : Ayah,
Yakub : Aakah ia kepayahan ? Benyamin, jemputlah Yusuf.
Danil : Ayah,
Yakub : Kenapa kamu menangis saja ? sakitkah ? apakah Yusuf sakit ?
Rachel : Katakanlah, nak. Apa yang terjadi. Apakah ada yang sakit ?
Yuda : Ini bajunya, ayah.
Yakub : Oh, kenapa ? Lukakah ia ? Dimana ia sekarang ? Coba kamu jangan menangis
saja. Diamlah !
Yuda : Ayah, kami mohon ampun, ayah.
Yakub : Kenapa ? Dimana Yusuf ?
Yuda : Yusuf dimakan srigala, ayah.
Yakub : (bersama-sama Rachel) hah ? apa katamu ?
Yuda : Yusuf dimakan srigala.
Yakub : Dimakan srigala ? Ah, tidak. Tidak mungkin. Bukankah kamu selalu berkumpul ?
Bukankah kamu selalu menjaga Yusuf ? Srigala tak berani mangsa.
Danil : Waktu kami sedang asyik berlomba-lomba memburu kelinci, Yusuf kami suru
menunggu burung-burung. Kami asyik berlari-lari sampai jauh. Waktu kami kembali, kami
dapati hanya baju Yusuf saja yang tertinggal dan sudah berlumuran darah. Srigala telah
memangsa Yusuf. Inilah bajunya, ayah.
Yakub : Oh, Yusuf ! Dimana engkau sekarang, Yusuf, anakku ?
Tidak. Tidak mungkin Danil.
Yuda ! kamu telah mencelalakan Yusuf, saudaramu sendiri. Inilah tipu dayamu sendiri.
Tidak mungkin Yusuf dimana srigala. Ini bajunya masih utuh. Tidak mungkin. Kamulah
yang menipu. Kamulah yang tertipu oleh nafsumu sendiri. Ketahuilah, kesabaran
nantinya akan membawa kebahagiaan. Kesabaran akan membawa keelokan. Aku akan
bersabar menerima musibah ini, sebab kesabaran adalah keindahan.

BABAK II
ADEGAN 2

(Tiga belas tahun kemudian)


Di Mesir, di Istana Potifar
(masuk Zulaikha, gelisah, bolak-balik ke cermin)
(Khadam masuk)
Zulaikha : Khadam
Khadam : Saya, tuan puteri
Zulaikha : Siapkan minuman yang paling lezat. Ambilkan buah apel dan buah anggur,
dan bawalah kemari.
Khadam : Saya, tuan puteri. (keluar)
Zulaikha : Sona ! (Sona masuk)
Sona : Saya, tuan puteri
Zulaikha : Bagaimana, luweskah aku memakai baju macam ini ?
Sona : Oh, luwes sekali tuan puteri. Lebih menarik dan sedap dipandang mata.
Zulaikha : Betul ?
Sona : Sungguh, tuan puteri. Wajah yang indah bertambah indah.
Zulaikha : Cantiklah aku, Sona ?
Sona : Oh, bahkan tercantik, tuan puteri. Akan tergila-gila nanti tuan Potifar melihat
kecantikan tuan puteri.
Zulaikha : Jangan bergurau, Sona. Aku bertanya sungguh-sungguh, tahukah ?
Sona : Sungguh, tuan puteri, saya tidak dusta.
Zulaikha : Tetapi, apakah aku masih kelihatan muda, Sona ?
Sona : Oh, saya takut dikira dusta, tuan puteri, kalau mengatakan sebenarnya.
Zulaikha : Tidak, katakanlah.
Sona : Sebenarnya, tuan puteri masih seperti gadis remaja. Sugar bugar, padat berisi,
seolah belum pernah bersuami.
Sangatlah mengagumkan, tuan puteri. Kejelitaan tuan puteri bukannya berkurang, tetapi
bahkan bertambah dan bertambah muda. Lebih-lebih pada waktu akhir-akhir ini, tuan
puteri mengalami perubahan, ialah semakin muda dan jelita. Banyak orang keheran-
keheranan termasuk saya sendiri, melihat perubahan tuan puteri menjadi semakin muda,
indah berseri. (masuk khadam membawa nampan).
Zulaikha : Hei, jangan masuk dahulu
(khadam buru-buru keluar)
Betulkan, Sona ?
Sona : Sungguh, tuan puteri, saya tidak bohong.
Engkau tidak tahu cacat yang ada padaku, Sona ? mungkin sikapku kaku, bahasaku,
kasar, jiwaku oh, entahlah, sehingga seseorang tidak tertarik padaku, apalagi mencintai.
Tidak senang memandangku apalagi mendekati.
Cintaku berkobar-kobar menyala, tetapi seseorang tidak pernah merasakan
kehangatannya. Jiwaku berdebar-debar bergerlora, tetapi seseorang tak pernah
mendengarnya.
Sona.
Dapatkah taman bunga itu indah diwaktu malam gelap gulita ?
Tidak, apabila rembulan tak menyinarinya.
Dapatkah kuncup itu segar di bawah terik kemarau ? Tidak, apa bila hujan tak turun
menyiramnya.
Kenapa rembulan tak kunjung bersinar ? Mengapa hujan tak kunjung menyiram, Sona ?
Katakan, Sona. Katakan padaku jangan takut. Apa yang kurang pada diriku ? Cepat
katakanlah sekarang. Aku sudah tak tahan menanggung derita ini.
Sona : Oh, tuan puteri (ketakutan) ampun beribu ampun, tuan puteri. Sungguh, tuan
puteri, saya tak dapat. Oh, tuan puteri, ampun.
Zulaikha : Tidak. Kau harus mengatakan kepadaku, apa cacatku. Kau harus tahu, katakan
sekarang !
Sona : Oh, tuan sekarang (keluar)
(masuk Yusuf)
Zulaikha : Oh, Yusuf.
Yusuf : Saya, bunda.
Zulaikha : Duduklah agak sejenak disni, disisiku.
Yusuf : Saya, bunda.
Zulaikha : Ingin aku menanyakan sesuatu kepadamu, Yusuf.
Yusuf : Budan sedang marah kepada Sona, tadi ?
Zulaikha : Tidak, aku tidak marah.
Zulaikha : Engkau sudah cukup dewasa, Yusuf. Adakah engkau menyadari hal itu ?
Yusuf : Saya sedang belajar menjadi seorang dewasa, bunda. Saya jenguk dunia yang
masih asing itu. Tetapi ternyata, Oh, sangat mengecewakan. Ingin rasa saya surut
kebelakang, ke duniaku yang lalu, tetapi sudah tak mungkin.
Zulaikha : Benar, engkau Yusuf. Dunia orang dewasa ini memang penuh kebohongan
kepalsuan dan kekejaman. Engkau baru menjenguk sedikit, sudah merasa kecewa. Lebih-
lebih aku, Yusuf. Banyak sudah yang kurasakan dan sampai kenyang. Tetapi apa yang
aku dapati ? kekecewaan, kesepian, kepalsuan dan kekejaman. Kehidupan ini
fatamorgana, Yusuf. Tetapi aku masih melihat ada setitik harapan, Yusuf.
Yusuf : Oh, syukur, bunda.
Zulaikha : Aku melihat seberkas cahaya yang kuharap akan menyinari tamanku yang
sedang diselubungi kegelapan malam. Aku melihat segumpal awan yang kuharap akan
menyiramkan hujan pada kuncul ditamanku yang sedang layu.
Yusuf : Bunda. Apakah malam tak akan berganti siang, sehingga taman itu selalu dalam
kegelapan ? Apakah siang tak akan berganti malam, sehingga kuncup yang layu itu tak
mendapat tetesan embun malam.
Bunda. Tak ada dalam hidup sekarang ini yang langgeng. Tak ada jaya yang kekal, dan
derita yang abadi. Kecuali kalau hidup ini dipandang hanya setengah hati, maka siang
dan malam adalah silih berganti.
Zulaikha : Yusuf. Bagi seorang yang sedang menggapai-gapai pada kebiruan
fatamorgana di bawah terik kemarau, tak akan menunggu tibanya malam. Seorang yang
sudah tercampak dalam kebekuan salju ditengah malam, tak akan menentu lagi tibanya
siang.
Siang dan malam adalah untuk mereka yang tinggal di lembah yang penuh berkah.
Tetapi aku, Oh Yusuf, adalah dia. Dia yang sedang menati ajal dibaawh terik kemarau
ditengah padang pasir. Aku adalah dia, Yusuf. Dia yang sedang menanti maut dalam
kebekuan malam di tengah badai salju. Aku adalah dia dan dia itu, Yusuf. Berilah aku
setetes embun pada bibirku, wahai kelana muda. Kasihilah aku seteguk anggur
penghangat pada mulutku, wahai pandu perwira.
(bangkit mengunci pintu)
Yusuf, berilah aku, Yusuf. Mari dekati aku, Yusuf. Marilah Yusuf. Aku sangat haus.
Zulaikha : (bangkit memeluk Yusuf) Yusuf, aku tak tahan lagi, aku akan mati, ayolah.
Yusuf : Jangan, budan. Itu satu dosa pengkhianatan, bunda (meronta hendak lari, tetapi
dipegangi pada bajunya) Jangan.
Zulaikha : (Merapatkan diri dengan menarik kuat baju Yusuf), oh, Yusuf aku tahan lagi.
Aku tak mampu lagi. Kasihinilah, Yusuf.
Yusuf : Jangan, bunda. Jangan (meronta melepaskan diri dan lari menuju pintu tetapi
sempat di raih bajunya oleh Zulaikha dan ditariknya sekuat tenaga sampai sobek) jangan
gila.
Zulaikha : Engkau kejam, Yusuf, engkau kejam kepadaku. Oh, kejam sekali.
Yusuf : (meraih slot pintu dan membukanya) Oh,
Potifar : Ada apa, Zul, Yusuf. Ada apa, Yusuf ?
(Hening)
Zulikha : Oh, kanda. Yusuf, kanda.
Potifur : Kenapa Yusuf ?
Zulaikha : Ia hendak berbuat yang tidak baik kepadaku.
Oh, kanda. Apa pula ganjaran buat anak yang menghina isterimu kalau bukan bui ? Apa
pula balasannya kalau bukan hukuman yang berat sekali ?
Potifar : Yusuf, betulkah demikian ?
Yusuf : Ayahanda, itu tidak benar, ayahanda.
Potifar : Lalu ?
Yusuf : Ibunda yang menggoda dan memperdayakan nanda, untuk menurut
keinginannya, ayahanda.
Potifar : Betulkah demikian, Zul ?
Zulaikha : Sungguh memalukan anak itu, kanda.
Potifar : Hai, siapa yang benar diantara kamu ? Kenapa kau berdua tidak mengaku terus
terang saja ? Mengapa kamu berdusta ? Katakan dengan jujur, supaya ku dapat
mengambil keputusan.
Zulaikha : Kanda, aku adalah isterimu, kenapa engkau tidak percaya ? Kenapa tidak
engkau bela ? Kenaka tidak pertahankan kehormatannya ? Apakah kanda sudah tidak
mencintaiku ? sudah tidak percaya kepadaku.
Oh, kenapa aku jadi tidak berharga daripada Yusuf ?
Potifar : Tidak. Ini adalah perkara penting, persoalan besar, persoalan moral. Taruhannya
adalah nilai manusia sendiri, saya sendiri. Zulaikha, selama ini, enkau dalah satu-satunya
wanita yang ku cintai, dan setiamu kepadamu besar sekali.
Yusuf, engkau adalah satu-satunya anakku, yang kusayangi secara tulus ikhlas, dan
engkaupun patuh tidak pernah mengecewakanku. Aku sangat berbahagia mempunyai
isteri sebagai engkau, Zulaikha. Dan aku bangga mempunyai anak sebagai engkau,
Yusuf.
Khadam, panggilkan Hakim Azora supaya kemari.
Khadam : Saya, tuanku (keluar)
Potifar : Zulaikha, tinggalkan aku sendirian di sini.
Yusuf, tinggalkan aku sendiri di sini.
(Zulaikha dan Yusuf keluar)

BABAK III
ADEGAN 3
Di dalam penjara
(Yusuf masuk bersama pengawal)
Pengawal : Anggaplah ini rumah anda sendiri saja, Yusuf.
Yusuf : Sejak tujuh tahun yang lalu aku sudah menganggap rumah ini sebagai rumahku
sendiri.
Pengawal : Kenapa perkaramu tidak pernah disidangkan ?
Yusuf : Tidak mungkin bisa disidangkan.
Pengawal : Kenapa ?
Yusuf : karena aku tak mempunyai perkara apapun.
Pengawal : Oh, jadi engkau difitnah ? Kenapa engkau tidak mengajukan permohonan
kepada sufir atau pengadilan ?
Yusuf : Saya kira tidak gunanya. Dan aku telah menganggap kamar ini sebagai rumah
sendiri, bukanlah tadi begitu ? lagi pula tidaklah aku sendirian menjalani nasib seperti ini.
Tahukan engkau bahwa sebenarnya banyak orang-orang yang nasibnya menjadi
permainan para penguasa mendekam bertahun-tahun di penjara tanpa adanya
pengadilan atas perkara yang dituduhkan kepada mereka ?
Ya, itulah kehidupan dunia. Hanya merupakan permainan semata.
Pengawal : Nampaknya engkau memang lebih berharga daripada aku, Yusuf.
Selamat tinggal, aku ada tugas (keluar)
Yusuf : Selamat bertugas kawan. Semoga engkau merasa berbahagia. Terali ini, dinding
ini, atap ini, pintu ini, ya, kamar ini, dan dia, pengawal yang merasa sial itu. Setiap pati,
setiap sore, setiap siang, setiap malam. Kamu semua, tidak jemu-jemunya selalu muncul
di sekelilingku. Tidak pernah berganti. Apakah kamu benci kepadaku ? Oh, saya rasa
tidak. Apakah aku benci kepadamu ? Aku jadi malu. Mengapa aku harus membenci kamu
yang selalu setia kepadaku ? Mengapa aku harus membenci kamu yang selalu akrab
kepadaku ? Mengapa aku harus membenci kamu yang secara ikhlas menemaniku ?
Setidak-tidaknya aku tidak membenci kamu semua. Kamu adalah temanku. Dan aku
adalah temanmu.

Anda mungkin juga menyukai