Anda di halaman 1dari 6

Asuhan Keperawatan pada Pasien Fraktur Tulang Panggul ( Hip Fracture)

Definisi
Fraktur merupakan diskontinuitas struktural pada tulang. Hip Adalah bagian
dari tulang panggul yang berartikulasi dengan pangkal tulang femur pada asetabulum
Fraktur Hip : Adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan
fraktur tulang femur pada daerah ujung/pangkal proksimal yang meliputi kepala sendi,
leher, dan daerah trochanter
Anatomi Fisiologi
Tulang femur terdiri dari :
a. Ujung atas yang meliputi :
Kaput Femur adalah Massa yang membulat mengarah ke dalam dan keatas, tulang ini halus dan
dilapisi dengan kartilago kecuali pada fovea, lubang kecil tempat melekatnya ligamen yang
menghubungkan kaput ke area yang besar pada asetabulum dari tulang coxae. Di dalam kaput
tersebut terdapat percabangan dari arteri retinakular posterior dan anterior, dan ligamentum teres
serta arteri ligamentum teres
Kolum(leher) femur adalah Korpus tulang mengarah ke bawah dan ke sebelah lateral
menghubungkan kaput dan korpus.
Trochanter mayor pada sisi lateral dan trochanter minor pada sisi medial merupakan tempat
melekatnya otot-otot.

b. Korpus
c. Ujung bawah

Tulang femur bekerja sebagai alat ungkit dari tubuh sehingga memungkinkan untuk bergerak.
Tulang hip dibungkus oleh serabut yang berbentuk kapsul, ligamen, dan otot.
Bagian besar trochanter dalam pergerakannya dibantu oleh otot abduktor dan gerakan rotasinya
terbatas. Bagian terkecil dari trochanter dalam pergerakannya dibantu oleh otot ileopsoas.
Etiologi
Patah tulang pinggul paling sering terjadi karena jatuh atau pukulan langsung ke sisi
pinggul. Beberapa kondisi medis seperti osteoporosis, kanker, luka atau stres dapat melemahkan
tulang dan membuat pinggul lebih rentan terhadap patah.
Patah tulang panggul lebih sering pada wanita dari pada laki- laki, alasannya :
Wanita memiliki tulang panggul lebih lebar yang cenderung mengalami coxa vara(deformitas
dari hip dimana sudut antara leher dan batang tulang mengecil).
Wanita mengalami perubahan hormon post menopausal dan berhubungan dengan meningkatnya
insiden osteoporosis.
Harapan hidup wanita lebih panjang dari pria.
Patofisiologi
Patah tulang pinggul (fraktur hip) mengacu pada fraktur femur di kepala(caput), leher
(collum), atau wilayah trochanterica. Caput femur adalah bagian yang mengisi daerah
acetabulum. Collum adalah daerah sempit di bawah caput. trochanterica adalah area di bawah
collum.
Patah tulang panggul dapt diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : intracapsular atau
extracapsular. Intracapsularfractures adalah fraktur terjadi pada daerah yang masih berada dalam
lingkup kapsul sendi yang meliputi: fraktur sub kapital, fraktur transervikal, fraktur basal leher.
Extracapsular fraktur adalah fraktur terjadi di luar kapsul sendi panggul pada daerah sekitar 5
sentimeter di bawah trochanter minor. Fraktur ini juga disebut dengan fraktur
intertrochanteric.Caput dan collum femoralis terletak dalam kapsul sendi dan tidak termasuk
dalam periosteum; dengan demikian, caput dan collum tidak memiliki suplai darah yang cukup.
Patah di daerah ini biasanya jenis fragmen dan mungkin lebih menurunkan pasokan darah,
meningkatkan risiko nonunion (tidak menyatu) dan avascular nekrosis. Sedangkan Wilayah
trochanterica tertutup periosteum dan karena itu memiliki lebih banyak pasokan darah daripada
caput atau collum.
Patah tulang pinggul lebih sering terjadi pada orang tua sebagai akibat penurunan massa tulang
dan meningkatnya kecenderungan untuk jatuh.
Gejala klinis
a. Nyeri hebat pada daerah fraktur.
b. Tak mampu menggerakkan kaki.
c. Terjadi pemendekan karena kontraksi/spasmus otot-otot paha.
d. Eksternal rotasi pada tungkai tersebut.
e. Tanda-tanda lain sesuai dengan tanda fraktur pada umumnya, yaitu:
- Nyeri bertambah hebat jika ditekan/raba
- Perubahan bentuk/posisi berlebihan bila dibandingkan dengan keadaan normal.
- Ada/tidak kulit yang terluka/terbuka di daerah fraktur.
- Teraba panas pada jaringan yang sakit karena peningkatan vaskularisasi di daerah
tersebut.
- Pulsa/nadi pada daerah distal melemah/berkurang.
- Kehilangan sensasi pada daerah distal karena jepitan saraf oleh fragmen tulang.
- Krepitasi jika digerakkan (jangan melakukan pembuktian lebih lanjut jika pasti ada
fraktur)
- Perdarahan.
- Hematoma, edema karena extravasasi darah dan cairan jaringan.
- Tanda-tanda shock akibat cedera berat, kehilangan darah, atau akibat nyeri hebat.
- Keterbatasan mobilisasi.
- Terbukti fraktur lewat foto rontgen
Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi pada fraktur hip adalah:
1. Shock dan perdarahan. Pada saat terjadinya cedera atau segera sesudah operasi
2. Komplikasi immobilitas. Terutama pada usia lanjut, antara lain:
a. Pneumonia
b. Thromboplebitis
c. Emboli pulmonal
3. Penyembuhan terlambat, non-union. Sering pada fraktur intrakapsular sembuh
lebih lambat bila dibanding dengan fraktur ekstra kapsular karena adanya gangguan
suplai darah.
4. Aseptic necrosis kepala femur. Merupakan komplikasi fraktur femur proksimal an
dislokasi traumatik pada hip.
5. Deformitas, malposisi femur, arthritis sekunder. Displasemen fragmen tulang dapat
menyebabkan deformitas, sedangkan trauma menyebabkan arthritis.
6. Masalah post operatif dengan alat-alat fiksasi internal. Fiksasi internal bisa
melemah, patah, atau pindah tempat yang menyebabkan kerusakan jaringan lunak.
Untuk ini perlu pembedahan ulang.
7. Ekstrim eksternal/internal rotasi dan adduksi.
Sedangkan komplikasi lain yang dapat terjadi karena immobilisasi dan post
operasi adalah:
1. Atelektasis
2. Infeksi Luka
3. Stasis atau infeksi saluran kemih
4. Kejang pada otot
Perawatan Kolaboratif
Perawatan untuk klien fraktur hip tidak berbeda dengan perawatan pada klien
dengan fraktur lainnya. Intervensi prarumahsakit termasuk membelat lengan yang
fraktur, pengkajian sirkulasi dan sensasi, dan mengamati luka yang lainnya. Karena
banyak kehilangan darah masuk ke dalam hip dan pada klien dijumpai manifestasi
hipotensi dan intravena mudah ditegakkan.Bagi klien yang dirawat di ruangan gawat
darurat, perawat dan dokter mengevaluasi kembali sirkulasi dan sensasi dan
mengamati komplikasi. Pengkajian juga meliputi penentuan penyebab fraktur , infark
miokard, serangan iskemik. Kerusakan cerebrovaskular, serangan tiba-tiba, atau saat
hipoglikemi adalah beberapa yang mungkinm menyebabkan jatuh. Hal ini sangat
penting bagi klien yang mengalami luka seperti gegar otak, atau trauma kepala. Klein
ditanya baik pria dan wanita untuk mengingat kejatuhannya dan bagian tubuh mana
yang terbentur. Tahap kedua mengkaji rasa nyeri pada klien pada beberapa area
tubuhnya.
Pengkajian secara umum yang dijumpai berhubungan dengan fraktur hip
adalah penyusutan yang dipengaruhi oleh ektremitas yang lebih rendah dan rotasi
eksternal. Dislokasi fraktur bagian posterior jarang jika terjadi, ekstremitas mungkin
dilakukan rotasi internal.
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan darah lengkap. Dilakukan untuk persiapan pre operasi. Dapat
menunjukkan tingkat kehilangan darah hingga cedera (pemeriksaaan Hb dan Hct) Nilai
leukosit meningkat sesuai respon tubuh terhadap cedera
2. Golongan darah dan cross match. Dilakukan sebagai persiapan transfudi darah jika
kehilangan darah yang bermakna akibat cedera atau tindakan pembedahan.
3. Pemeriksaan kimia darah.Sebagai persiapan pre operatif untuk mengkaji ketidak
seimbangan akibat cedera yang dapat menimbulkan masalah pada saat intra operasi
(misalnya, ketidak seimbangan potassium dapat meningkatkan iritasi cardiac selama
anestesi) BUN creatinin untuk evaluasi fungsi ginjal.
4. Masa pembekuan dan perdarahan (clotting time, bleeding time) sebagai persiapan
pre operasi, biasanya normal jika tak ada gangguan perdarahan. Pada pasien lanjut
usia dapat diberikan terapi antikoagulan segera setelah post operasi untuk
memperkecil terjadinya tromboemboli.
5. Pemeriksaan urine.Sebagai evaluasi awal fungsi ginjal.
6. Pemeriksaan X-ray dada.Sebagai evaluasi tingkat cedera, persiapan pre operasi,
atau mengetahui kondisi selama perawatan pembedahan, dll.(misalnya, kardiomegali
atau gagal jantung kongestif).
7. EKG sebagai persiapan operasi maupun untuk mengevaluasi apakah terdapat juga
cedera pada jantung (misalnya kontusio cardiac) disamping trauma/cedera pada hip.

Kasus
Stella Carbolito adalah seorang wanita berusia 64 tahun berkebangsaan Italia-
Amerika memiliki riwayat osteoporosis. Dia seorang janda dan tinggal sendiri di rumah
peninggalan suaminya. Dia mempunyai seorang putra yang berusia 40 tahun dan putri
berusia 30 tahun yang tinggal di kota yang sama dengan Nyonya Carbolito. Dia
mempunyai 6 orang cucu, dia seringkali mengunjungi anak-anaknya. Ny. Carbolito
bergantung pada pendapatan dari dana pensiun.
Saat berjalan menuju sebuah pasar, Ny. Carbolito jatuh dan mengalami
fraktur pada tungkai kirinya. Dia dibawa oleh tim medis ke pusat trauma terdekat.
Ketika sampai di unit gawat darurat, dia ditangani oleh seorang perawat, bernama
Maria Davis dan tim dokter.
Pengkajian
Tim medis melaporkan bahwa mereka menemukan Ny. Carbolitojatuh di
pinggir jalan. Dia mengatakan bahwa dia sudah jatuh 5 menit yang lalu sebelum
mereka sampai. Nona Davis segera memberitahukan bahwa kaki kiri lebih pendek
dibandingkan kaki kanannya dan rotasi eksternal. Denyut nadi teraba dan sama besar;
kedua kakinya terasa hangat. Nyonya Carbolito merasakan nyeri hebat seperti
terpotong, tidak merasa kesemutan dan panas/terbakar. Dia dapat menggerakkan jari
kaki sebelah kirinya dan dapat menggerakkan kaki kanannya dengan baik.
Pemeriksaan tanda vital yang dijumpai yaitu: T, 98.0 F (36,6 C); P, 100; R, 18; BP,
120/58. Diagnosa meliputi tes CBC, pemeriksaan darah, dan pemeriksaan X-ray pada
panggul kiri dan tulang pelvis. Hasil CBC menunjukkan kadar hemoglobin 11,0g/dL dan
jumlah sel darah putih normal. Hasil pemeriksaan darah masih dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan X-ray menunjukkan patah tulang di pangkal paha kiri. Ny. Carbolito
dirujuk ke RS untuk pemasangan traksi kaki seberat 10 pon (20 kg). Dan direncanakan
menggunakan ORIF untuk hari selanjutnya.
Diagnosis Keperawatan
Nyeri berhubungan dengan fraktur collum femoralis kiri, kejang otot, dan traksi.
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan istirahat total di tempat tidur dan
fraktur leher femoralis kiri.
Risiko perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan ketidakstabilan tulang dan
pembengkakan sekunder ke fraktur leher femoralis kiri.
Risiko perubahan persepsi sensorik: sentuhan yang berkaitan dengan risiko kerusakan
saraf.
Kriteria Hasil
a. Mengungkapkan peningkatan kenyamanan dan penurunan nyeri
b. Mempertahankan traksi pada kaki kirinya
c. Mengungkapkan tujuan traksi
d. Mendemonstrasikan latihan
e. Mengatakan kepentingan laporan peningkatan nyeri, pucat, parasthesia, atau paralysis
kepada perawat
Perencanaan dan Implementasi
1. Menetapkan skala nyeri dari 0 sampai 10 sebelum dan sesudah dilakukan implementasi
untuk mengukur penurunan nyeri
2. Tangani cedera kaki dengan hati-hati
3. Memberikan obat narkotik sesuai perintah dokter
4. Pantau nyeri, denyut nadi,parasthesia, paralysis dan demam tiap 2 sampai 4 jam,
dokumentasikan temuan yang ada.
5. Terapkan traksi lurus kaki (straight traction) sesuai perintah dokter.
6. Anjurkan klien tarik nafas dalam dan tekhnik relaksasi
7. Memanfaatkan tekhnik distraksi
8. Terapkan kompresi pneomatic berdasarkan perintah dokter.
9. Memberikan heparin secara subkutan berdasarkan instruksi dokter.
10. Beritahu kepada nyonya Carbolito berbagai rencana pembedahan
11. Beritahu kepada nyonya Carbolito tujuan dari traksi.
Evaluasi
Tiga hari setelah pembedahan, Ny Carbolito, bisa turun dari tempat tidur dan
duduk di kursi. Ia mengatakan ada penurunan nyeri dan bisa mendemontrasikan
isometrik dan melakukan gerakan fleksi dan ekstensi. Dia mampu menyebutkan tujuan
traksi dan pembedahan. Dia mengatakan membutuhkan heparin untuk mencegah
trombosis vena. Ny Carbolito besok direncanakan pulang ke rumah dan yang akan
merawat adalah keluarganya. Perawat komunitas akan mengadakan kunjungan, dan
telah menganjurkan agar di rumah Ny Carbolito ada tempat tidur, satu set toilet
duduk, alas duduk pada kursinya serta tongkat untuk alat bantu jalan.

Anda mungkin juga menyukai